Anda di halaman 1dari 10

Nama : A.

Gipari

Jurusan/Kelas : Ilmu Komunikasi/B

NIM : 50700120039

Kurt Lewin Dan Fritz Heider

A. Kurt Lewin
Kurt Lewin disebut sebagai Bapak Psikologi Sosial karena karya dan
pemikirannya yang mempunyai danmpak yang begitu mendalam terhadap
psikologi sosial, terutama dalam masalah dinamika kelompok dam penelitian
tindakan. Bahkan, karya dan pemikirannya sangat relevan bagi dunia
pendidikan.
Kurt Lewin adalah seorang psikolog Jerman-Amerika yang
memberikan kontribusi signifikan pada bidang psikologi sosial, terapan, dan
organisasi. Ia dikenal sebagai salah satu pelopor modern psikologi sosial,
organisasi, dan terapan di Amerika Serikat. Lewin menerapkan pada dirinya
sendiri dalam tiga topik umum: penelitian terapan, penelitian tindakan, dan
komunikasi kelompok.
Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori belajar Cognitive-Field
dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan pisikologi sosial. Menurut
Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur
kognitif'. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi
antar kekuatan bail: yang berasal dari individu seperti tujuan, kebutuhan
tekanan kejiwaan maupun yang berasal dari luar individu seperti tantangan
dan permasalahan.
Kurt Lewin mengkaji perilaku sosial melalui pendekatan konsep
"medan" atau "field" atau "ruang kehidupan" — life space. Kurt Lewin
merumuskan perilaku sebagai B = f (P, E), dimana B, P, dan E berturut-turut
adalah behavior (perilaku), the person (individu), dan the environment
(lingkungan). Untuk memahami konsep ini perlu dipahami bahwa secara
tradisional para psikolog memfokuskan pada keyakinan bahwa karakter
individual (insting dan kebiasaan). Bebas-lepas dari pengaruh situasi dimana
individu melakukan aktivitas. Namun, Lewin kurang sepaham dengan
keyakinan tersebut. Menurutnya penjelasan tentang perilaku yang tidak
memperhitungkan faktor situasi tidaklah lengkap. Dia merasa bahwa semua
peristiwa psikologis apakah itu berupa tindakan, pikiran, impian, harapan,
atau apapun, kesemuanya itu merupakan fungsi dari "ruang kehidupan"
individu, dan lingkungan dipandang sebagaisebuah konstelasi yang saling
tergantung satu sama lainnya. Artinya "ruang kehidupan" juga merupakan
determinan bagi tindakan, impian, harapan, pikiran seseorang. Lewin
memaknai "ruang kehidupan'' sebagai seluruh peristiwa (masa Iampau,
sekarang, masa datang) yang berpengaruh pada perilaku dalam situasi
tertentu.
Bagi Lewin, pemahaman atas perilaku seseorang senantiasa harus
dikaitkan dengan konteks —lingkungan dimana perilaku tertentu ditampilkan.
Intinya, teori medan berupaya menguraikan bagaimana situasi yang ada (field)
di sekeliling individu bepengaruh pada perilakunya. Sesungguhnya teori
medan mirip dengan konsep "gestalt" dalam psikologi yang memandang
bahwa eksistensi bagian-bagian atau unsur-unsur tidak bisa terlepas satu sama
lainnya. Misalnya, kalau kita melihat bangunan, kita tidak melihat batu bata,
semen, kusen, kaca, secara satu persatu. Demikian pula kalau kita
mempelajari perilaku individu, kita tidak bisa melihat individu itu sendiri,
lepas dari konteks di mana individu tersebut berada. Contohnya seorang anak
berperilaku agresif karena dia berada di lingkungan yang agresif (berisi orang-
orang yang agresif pula).
Teori medan bukan sistem psikologi baru yang terbatas pada isi yang khas.
Teori medan merupakan sekumpulan konsep yang menjadikan seseorang
dapat menggambarkan kenyataan psikologis. Konsep tersebut harus cukup
luas untuk dapat diterapkan dalam semua bentuk tingkah laku, sekaligus
cukup spesifik untuk menggambarkan orang tertentu dalam situasi konkret.
Lewin juga menggolongkan teori medan sebagai metode untuk menganalisis
hubungan kausal dan untuk membangun konstruk ilmiah.
Ciri-ciri utama dari teori medan Lewin adalah:
(1) Tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu
tingkah laku itu terjadi.
(2) Analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian-
bagian komponennya dipisahkan.
(3) Orang yang kongkrit dalam situasi yang kongkrit dapat digambarkan
secara matematis. Medan didefinisikan sebagai "keseluruhan fakta-fakta
yang bereksistensi yang dipandang, sebagai saling tergantung."1
Konsep dari teori medan telah diterapkan Lewin dalam berbagai gejala
psikologis dan sosiologis, termasuk tingkah laku bayi dan anak-anak, masa
adolsen, keterbelakangan mental, masalah kelompok minoritas, perbedaan
karakter nasional, dan dinamika kelompok.
1. Dinamika Kepribadian
Konsep-konsep dinamika pokok dari Lewin, yaitu kebutuhan
energi psikis, tegangan, kekuatan atau vector, dan valensi. Konstruk
dinamis ini menentukan lokomosi khusus dari individu dan cara
mengatur struktur lingkungannya. Lokomosi dan perubahan mengatur
struktur berfungsi mereduksikan tegangan dengan cara memuaskan

1
Ujam Jaenudin, Teori-Teori Kepribadian, Cet. Pertama, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2015),
h. 159-160.
kebutuhan. Suatu tegangan dapat direduksikan dan keseimbangan
dapat dipulihkan oleh lokomosi substitusi.
Berikut kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan individu, antara
lain sebagai berikut.
a. Energi
Bagi Lewin, manusia merupakan sistem energi yang
kompleks. Energi dipakai untuk kerja psikologis disebut
seebagai energi psikis (psychic energy).
b. Tegangan
Tegangan mempunyai dua sifat.
I. Tegangan cenderung menjadi seimbang jika sistem a
berada dalam tegangan tinggi dan sistem b, c, d dalam
keadaan tegangan rendah. Tegangan cenderung
bergerak dari a ke b-c-d, hingga keempat sistem itu
berada dalam tegangan yang sama.
II. Dari tegangan merupakan kecenderungan untuk
menekanbondaris sistem uang mewadahinya. Sel atau
region hampir selalu memiliki persinggungan dengan
beberapa sel/region lain. Jika bondaris tersebut tidak
permabel, aliran terhambat dan tegangan akan mencari
bondaris yang permeabel.
c. Kebutuhan
Tegangan pada satu sel meningkat karena munculnya
kebutuhan. Misalnya, kondisi fisiologis, seperti lapar, haus,
atau seks, dan lain sebagainya. Bagi Lewin, kebutuhan
mencakup pengertian motif, keinginan, dan dorongan.
d. Tindakan (action)
Tegangan yang terkumpul dalam sistem pribadi-dalam akan
menekan nondaris dan energinya menerobos ke daerah
persepsi-motorik, tidak langsung menghasilkan gerakan.
Dibutuhkan konsep valensi dan vektor untuk menghubungkan
motivasi di pribadi-dalam dengan tindakan yang bertujuan di
daerah lingkungan psikologis.
e. Valensi
Valensi merupakan nilai region dari lingkungan psikologis
bagi pribadi. Region dengan valensi positif berisi objek tujuan
yang dapat mengurangi tegangan pribadi. Ada faktor lain yang
mempengaruhi valensi seperti pengalaman dan budaya.
f. Vektor
Tingkah laku gerak seseorang akan terjadi jika ada kekuatan
yang cukup besar untuk mendorongnya. Menjurus pada
matematika dan fisika, Lewin menyebutkan bahwa kekuatan
tersebut sebagai vektor. Vektor merupakan kekuatan psikologis
yang mengenai seseorang, cenderung membuatnya bergerak ke
arah tertentu. Arah dan kekuatan vektor merupakan fungsi dari
valensi positif dan negatif dari satu atau lebih region dalam
lingkungan psikologis.
g. Lokomosi
Lingkaran pribadi dapat pindah dari satu tempat ke tempat lain
di daerah lingkungan psikologis. Pribadi pindah ke region yang
menyediakan pemuasan kebutuhan pribadi-dalam atau
menjauhi region yang menimbulkan tegangan pribadi-dalam.
Lokomosi (locomotion) merupakan perpindahan lingkaran
pribadi. Lokomosi dapat berupa gerak fisik atau perubahan
foku perhatian. Sebagian besar lokomosi yang sangat menarik
bagi psikolog berkaitan dengan prubahan fokus persepsi dan
proses atensi.
h. Peristiwa (Event)
Lewin menggambarkan dinamika jiwa dalam bentuk gerakan
atau aksi di daerah ruang hidup dalam bentuk peristiwa atau
event. Event merupakan hasil interaksi antara dua atau lebih
fakta, baik di daerah pribadi maupun daerah lingkungan. Ada
tiga prinsip yang menjadi prasyarat terjadinya suatu peristiwa,
antara lain:
I. Keterhubungan yaitu dua atau lebih fakta berinteraksi.
II. Kenyataan yaitu fakta harus ada di ruang hidup.
III. Kekinian yaitu fakta harus kontemporer.
2. Unsur-Unsur Pembentuk
Lewin menggambarkan manusia sebagai pribadi yang berada
dalam lingkungan psikologis dengan pola hubungan dasar tertentu.
Pendekatan matematis yang dipakai Lewin untuk menggambarkan
ruang hidup disebut topologi. Fokusnya adalah saling hubungan antara
segala sesuatu di dalam jiwa manusia, hubungan antar-bagian dan
hubungan antara bagian dengan keseluruhan, lebih dari sekadar ukuran
dan bentuk. Jadi, dalam mempelajari diagram-diagram Lewin harus
diperhatikan hubungan dan komunikasi antardaerah, alih-alih bentuk
dan ukuran yang dipakai untuk menggambarkan daerah-daerah.
a. Ruang hidup (Life Space)
Ruang hidup merupakan seluruh isi elips berupa
keseluruhan kumpulan fakta yang ada pada suatu saat, yang
memengaruhi atau menentukan tingkah laku.Ruang hidup
merupakan potret sesaat yang terus-menerus berubah,
mencakup persepsi seseorang tentang dirinya sendiri dalam
lingkungan fisik dan sosialnya saat itu, keinginan, kemauan,
tujuan, ingatan tentang peristiwa masa lalu, imajinasi mengenai
masa depan, perasaanya, dan sebagainya. Ruang hidup
merupakan gabungan antara daerah pribadi dan daerah
lingkungan psikologis, yang secara matematis dapa di
rumuskan sebagai berikut:
Rh = (P + E)
Keterangan
Rh = Ruang Hidup
P = Daerah Pribadi
F = Daerah Lingkungan Psikologis
b. Daerah Pribadi (Person Area)
Lewin menggambarkan daerah pribadi dengan
lingkaran tertutup, menunjukkan bahwa pribadi merupakan
kesatuan yang terpisah dari hal lain di dunia, tetapi tetap
menjadi bagian dari dunia. Daetah pribadi terdiri atas dua
bagian, berikut penjelasannya.
1) Daerah persepsi motorik (perception-motor area) yaitu
menjadi daerah antara yang menghubungkan pribadi-
dalam dengan lingkungan psikologis.
2) Daerah pribadi-dalam (inner-personal area) yaitu berisi
aspek motivasional.
3) Sel (cells) yaitu sel yang berdekatan dengan daerah
persepsi-motorik disebut dengan sel perifer, sedangkan
sel yang berada di tengah-tengah lingkaran disebut se
sentral.2
c. Daerah Lingkungan Psikologis
Daerah lingkungan psikologis merupakan daerah di
dalam elips, tetapi diluar lingkaran. Seperti daerah pribadi-
dalam, daerah lingkungan psikologis dibagi-bagi pecahan
disebut region.
d. Lingkungan Nonpsikologis
2
Ibid, h. 166.
Luas lingkungan nonpsikologis tidak terhingga sehingga tidak
mempunyai bondaris. Apapun yang ada, namun tidak menjadi
stimulus bagi diri seseorang, termasuk lingkungan
nonpsikologis, berupa benda/objek, fakta-fakta atau situasi
sosial.

B. Fritz Heider
Teori Keseimbangan Sosial atau social balance theory merupakan
sebuah teori yang membahas mengenai cara seseorang dalam menata sikap
terhadap orang ataupun benda yang berhubungan satu sama lain di dalam
struktur kognitifnya sendiri. Teori ini diperkenalkan oleh Fritz Heider, pada
tahun 1958, di dalam bukunya, “The Psychology of Interpersonal Relations”,
yang menyajikan tentang analisis luar kerangka kerja konseptual dan proses
psikologis yang mempengaruhi kepada persepsi sosial manusia. Pada saat itu
beliau sebagai Profesor di University of Kansas, Amerika Serikat.
Ruang lingkup teori ini yaitu mengenai hubungan-hubungan
antarpribadi, yang menerangkan bagaimana individu merupakan bagian dari
struktur sosial yang cenderung untuk membuat hubungan satu dengan yang
lainnya. Teori ini juga memusatkan perhatiannya pada hubungan intrapribadi
yang memiliki fungsi sebagai “daya tarik”, sebab menerangkan hubungan
kesukaan, persetujuan dan keseimbangan diantara tiga pihak, yaitu P sebagai
subjek/diri, O sebagai pihak lain, dan X sebagai Objek (gagasan ataupun
peristiwa). Teori ini sering disebut sebagai teori POX.
Heider mempresentasikan teori yang berasal dari perasaan yang
dimiliki seseorang terhadap orang lain dan sesuatu yang lain (pihak ketiga)
dalam hubungannya dengan orang pertama dan kedua. Orang pertama yang
mengalami perasaan menerima simbol P (orang atau pribadi). Orang kedua
yang berhubungan dengan P diberi lambang O (orang lain atau orang lain),
orang ketiga yang dapat berupa orang, benda, situasi, dsb, dilambangkan
dengan X. Dengan demikian, hubungannya adalah tiga pihak terkait p-o-x.3

Menurut Fritz Heider sebagai pencetus teori atribusi, teori atribusi


merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi
menjelaskan mengenai proses bagaimana kita menentukan penyebab dan
motif tentang perilaku seseorang. Teori ini mengacu tentang bagaimana
seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang
akan ditentukan apakah dari internal misalnya sifat, karakter, dan sikap
ataupun eksternal misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang akan
memberikan pengaruh terhadap perilaku individu.
Menurut Heider teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan
penyebab perilaku dirinya sendiri maupun orang lain yang ditentukan apakah
perilaku tersebut dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal.
Teori atribusi mengasumsikan bahwa orang mencoba untuk menentukan
mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan, yaitu atribusi
menyebabkan perilaku.
Teori atribusi menjelaskan tentang pemahaman akan reaksi seseorang
terhadap peristiwa di sekitar mereka, dengan mengetahui alasan-alasan
mereka atas kejadian yang dialami. Teori atribusi dijelaskan bahwa terdapat
perilaku yang berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka
dapat dikatakan bahwa hanya melihat perilakunya akan dapat diketahui sikap
atau karakteristik orang tersebut serta dapat juga memprediksi perilaku
seseorang dalam menghadapi situasi tertentu.

3
Adnan Achiruddin Saleh, Pengantar Psikologi, (Makassar: Aksara Timur, 2018), h.189- 190.
DAFTAR PUSTAKA

Jaenudin, Ujam. 2015. Teori-Teori Kepribadian. (Cet. Pertama). Bandung:


CV. PUSTAKA SETIA.

Saleh, Adnan Achiruddin. 2018. Pengantar Psikologi. Makassar: Aksara


Timur

Sambaka, N. Sambaka. Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang


Pribadi di KPP Pratama Tanjung Karang. (2018). Diakses pada 23 Mei 2023, dari
http://repo.darmajaya.ac.id/1034/3/BAB%20II.pdf

Syafa’at, M. Relevansi Teori Atribusi Dengan Kepatuhan Wajib Pajak Bahwa


Untuk Menentukan Penyebab Perilaku Patuh Atau Tidaknya Wajib Pajak Dalam
Membayar Kewajiban. (2019). Diakses pada 23 Mei 2023, dari
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/16118/05.2%20bab%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai