Anda di halaman 1dari 35

RESIKO BUNUH DIRI

A.    Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti
diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain
dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk
aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu
yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Gail w. Stuart, 2007). Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa
sendiri (Ann Isaacs, 2004. Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to
share. http://dezlicious blogspot.com)
Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan
depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997. Dez, Delicious, 2009. DEZ’S
blok just another place to share. http://dezlicious blogspot.com)

B.     Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Keperawatan Jiwa
Berat bagi
etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
1. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri
sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.

b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup,
penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan
zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan
dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak
Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor
lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan
bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh
diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan
seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif
dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

Respon adaptif Respon maladaptif


Peningkatan Beresiko Destruktif diri Pencederaan diri Bunuh diri
diri destruktif tidak langsung

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi
masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada
diri seseorang.

C. Rentang Respons, YoseP, Iyus (2009)


a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai  loyalitas
terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan
secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka
seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak
optimal.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009)
dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
a. Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan
menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak
benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.
b. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk
usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
c. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung
verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang
tersebut mungkin menunjukkan  secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar
kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah,
wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat
dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

D.    Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)


a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

E. Terapi Aktivitas Kelompok, Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh (2009)


Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan
interpersonal dalam kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat tingkah
laku anggota, merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist bekerja
dengan individu dan kelompok, anggota belajar dari interaksi antar anggota dan terapist.
Melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.

F.     Data Fokus, Fitria, Nita (2009)


Masalah Keperawatan Data Fokus

Resiko bunuh diri Subjektif :


 Mengungkapkan keinginan bunuh diri.
 Mengungkapkan keinginan untuk mati.
 Mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan.
 Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri
sebelumnya dari keluarga.
 Berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang dosis obat yang mematikan.
 Mengungkapkan adanya konflik
interpersonal.
 Mengungkapkan telah menjadi korban
perilaku kekeasan saat kecil.

Objektif :
 Impulsif.
 Menunujukkan perilaku yang mencurigakan
(biasanya menjadi sangat patuh).
 Ada riwayat panyakit mental (depesi,
psikosis, dan penyalahgunaan alcohol).
 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis
atau penyakit terminal).
 Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan
pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
 Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
 Status perkawinan yang tidak harmonis.
Diagnosa Keperawatan
Risiko bunuh diri
Rencana Keperawatan
TUM :

Klien tidak mencederai diri sendiri

TUK 1

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria Evaluasi :

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi

Rencana Tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :

a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.

b. Perkenalkan diri dengan sopan.

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

d. Jelaskan tujuan pertemuan.

e. Jujur dan menepati janji.

f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar

TUK 2

Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

Rencana Tindakan :

1.      Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.

2.      Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3.      Awasi klien secara ketat setiap saat

TUK 3

Klien dapat mengekspresikan perasaannya,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat mengekspresikan perasaannya

Rencana Tindakan :

1. Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.

2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan


keputusasaan.

3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.

4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan
untuk hidup.

TUK 4

Klien dapat meningkatkan harga diri,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat meningkatkan harga dirinya

Rencana Tindakan :

1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama,


keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

TUK 5

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

Rencana Tindakan :

1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.


2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya
terhadap kehidupan orang lain.

3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.

TUK 6

Klien dapat menggunakan dukungan sosial,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan dukungan sosial.

Rencana Tindakan :

1.      Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.

2.      Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.

3.      Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).

TUK 7

Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan obat dengan tepat

Rencana Tindakan :

1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum
obat).

2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.

4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

Tindakan Keperawatan
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Resiko Bunuh
Diri
1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
a.       Tujuan             : Pasien tetap aman dan selamat
b.      Tindakan         : Melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut :
 Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman.
 Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang).
 Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan bunuh diri.

SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B kenalkan saya adalah perawat A yang bertugas di ruang Mawar ini,
saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”
“Bagaimana perasaan B hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini. Dimana
dan berapa lama kita bicara?”

KERJA
“Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B
merasa paling menderita di dunia ini? Apakah B kehilangan kepercayaan diri? Apakah B
merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah B merasa
bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah B sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah B berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau B
berharap bahwa B mati? Apakah B pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya,
bagaimana caranya? Apa yang B rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh
dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien,
misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera
karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. “Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, Karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang akan B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat
diruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi B jangan sendirian
ya? Katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan”.
“Saya percaya B dapat mengatasi masalah, OK B?”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
“Coba B sebutkan lagi cara tersebut?”
“Saya akan menemui B terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
(jangan meninggalkan pasien)

2.      Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
b. Tindakan:
 Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian.
 Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya disekitar pasien.
 Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri.
 Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.

      SP 1 keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang


mencoba bunuh diri.

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu, kenalkan saya A yang merawat putra bapak dan ibu
dirumah sakit ini”.
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar B tetap selamat
dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-
bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita awasi terus B.

KERJA
“Bapak/Ibu, B sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan pekerjaan dan
ditinggal istrinya, sehingga sekarang B selalu ingin mengakhiri hidupnya. Karena kondisi
B yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi B
terus-menerus. Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi ya.. pokoknya kalau dalam kondisi serius
seperti ini B tidak boleh ditinggal sendirian sedikitpun”
“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan B
untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang. Semua barang-barang
tersebut tidak boleh ada disikitar B.” “Selain itu, jika bicara dengan B fokus pada hal-hal
positif, hindarkan pernyataan negatif”.
“Selain itu sebaiknya B punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya bermain sepak
bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita temani B,
sampai keinginan bunuh dirinya hilang.”

Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah


1. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
Tujuan:
1)      Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
2)      Pasien dapat mengungkapkan perasaannya.
3)      Pasien dapat meningkatkan harga dirinya.
4)      Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.

Tindakan keperawatan:
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
 Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
 Berikan oujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang posittif.
 Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
 Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan.
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
 Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya.
 Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian
masalah.
 Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.

SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B hari ini?
O.. jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh
diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara
mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja yah!”

KERJA
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan
tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau
keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..?”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang
telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri?
Kalau masih ada perasaan/dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat
yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri, saya akan ketemu B lagi, untuk
membicarakan cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”
1. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.
a. Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada
pasien.
b. Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umunya muncul pada pasien beresiko
bunuh diri.
2. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a. Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
 Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah
diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan
meninggalkan pasien sendirian dirumah.
 Menjauhkan barang-barang yang bisa untuk bunuh diri. Jauhkan psien dari
barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan
bakar minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya zat yang berbahaya
seperti obat nyamukatau racun serangga.
 Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila
tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan
pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk
bunuh diri.
c. Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut diatas.
3. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan
percobaan bunuh diri, antara lain:
a. Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
b. Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan
medis.
4. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
a. Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
b. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur
untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
c. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip 5
benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara
penggunaannya, dan benar waktu penggunaannya.

SP 2 Keluarga: percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat


anggota keluarga beresiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara
melindungi dari bunuh diri.”
“Dimana kita akan diskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama
Bapak/Ibu punya waktu untuk diskusi?”

KERJA
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunu
diri. Pada umunya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui
percakapan misalnya “Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.”
Apakah B pernah mengatakannya?”
“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan terhadap B
ditingkatkan, jangan biarkan dia sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri
di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang
akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan meningkatkan pengawasan
dan memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa
Bapak/Ibu sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B.”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak/Ibu memuji B dengan tulus.”
“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan
orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit
terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah,
Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”
TERMINASI
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-
cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri
segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang
tentang cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”

SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu
lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”

KERJA
“Sekarang anggap saya B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada B”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan
positifnya sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan
ibu membesuk B”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita
akan mencoba lagi cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”

SP 3 Pasien: Untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B! Bagaiman perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa
lama? Dimana?”

KERJA
“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi
kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan
yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada
yang baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B
lakukan selam ini?.” “Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari
kita latih.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja
yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam
kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B. Coba B
ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita
bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi
kalau ada perasaan-perasaan yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”

SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh
diri

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita
membicarakan jadual B selama dirumah.”
“Berapa lama kita bisa diskusi?”
“Baik mari kita diskusikan.”

KERJA
“Pak, bu, ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan
dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum
obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B
selama di rumah. Kalau misalnya B terus menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak
gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibu segera
hubungi Suster C dirumah sakit harapan peduli,rumah sakit terdekat dari rumah ibu dan
bapak, ini nomor telepon rumah sakitnya: (0771) 12345. Selanjutnya suster C yang akan
membantu memantau perkembangan B”

TERMINASI
“Bagaimana pak/bu? Ada yang belum jelas?”
“Ini jadwal kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat C di
rumah sakit harapan peduli. Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau
ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya.”
DAFTAR PUSTAKA

Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan

Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.

Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.

Dalami , ermawati, S.Kp., dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan

Jiwa. Jakarta : Trans Info Media.

Ingram, I.M.,dkk. (1995). Catatan Kuliah Psikiatri. Jakarta : EGC

Tomb, David. A . (2004). Psikiatri. Jakarta : EGC

http://www.vivanews.com
PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian

Menurut Kelliat 1995, amuk merupakan kemarahan yang paling maladaftip yang
ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol
individu dimana individu tersebut dapat merusak dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.

Menurut Townsend 2000, amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan untuk
mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai perang atau
menyerang.

Menurut Varcolaris 1994, amuk adalah tindakan kekerasan yang bertujuan untuk
menyelesaikan tujuan dimana individu tidak dapat menemukan cara lain, biasanya dipicu
oleh perasaan marah, frustasi dan harga diri rendah.

Jadi berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat kita simpulkan bahwa amuk
merupakan suatu tindakan kekerasan yang dapat membayakan diri sendiri maupun orang lain
yang ditandai dengan ekspresi kemarahan, melakukan tindakan yang berbahaya,
mengeluarkan kata-kata ancaman dan melukai dari tahap yang paling ringan sampai
berat/serius.

B. Faktor-faktor yang menimbulkan amuk

a. Faktor Predisposisi

1. Psikologis

Suatu kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian


dapat menimbulkan sikap agresif/ amuk. Pada masa anak-anak, faktor penyebab
seperti perasaan ditolak, dihina, dianiaya dan saksi penganiayaan dapat menimbulkan
prilaku amuk pada masa remaja ataupun dewasa.

2. Perilaku

a. Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan .

b. Sering mengobservasi kekerasan di rumah/ di luar rumah menstimulasi individu


mengadopsi prilaku kekerasan.
3. Sosial budaya

a. Kontrol yang tidak pasti terhadap prilaku kekerasan.

b. Budaya tertutup dan membalas secara diam-diam (pasif-agresif).

c. Menciptakan situasi seolah-olah prilaku kekerasan diterima (Permisive).

4. Bioneurologis

Kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakmampuan


interpesonal bisa menjadi penyebab prilaku kekerasan.

5. Faktor Presipitasi

a. Pasien, seperti: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan dan kurang


percaya diri.

b. Lingkungan, seperti: lingkungan yang berisik, padat, kritik yamg mengarah pada
penghinaan pada kehilangan dan kehilangan orang yang dicintai.

6. Patofisiologi

Proses terjadinya amuk dimula dari kemarahan yang timbul sebagai akibat adanya
ancaman integritas diri atau keutuhan (Rawlin, Cit Keliat, 1992).
Patoflowdiagram

Ancaman terhadap kebutuhan

Stres

Cemas

Merasa kuat          Mengungkapkan secara verbal           Merasa tidak adekuat

Menantang                Menjaga keutuhan orang lain         Menarik diri

Masalah tidak selesai                    Lega                            Mengingkari marah

Marah berkepanjangan     Ketegangan menurun             Marah tidak terungkap

Rasa marah teratasi

Muncul rasa bermusuhan

Marah pada diri sendiri    Rasa bermusuhan menahun    Marah pada orang lain

Depresi psikosomatik                                                                   Agresif/ amuk


7. Tanda dan gejala

a. Didapatkan melalui observasi dan wawancara

 Observasi, seperti muka merah, pandangn tajam, nada suara tinggi, berdebat,
memakskan kehendak, merampas makanan dari oang lain dan memukul jika
tidak senang.

 Wawancara, didapatkan data-data penyebab marah dan tanda-tanda marah yang


dirasakan klien.

b. Tanda dan gejala verbal dan non verbal

 Verbal

- Berargumentasi dan berteriak

- Banyak menuntut, mengeluh dan mengekspresikan tujuan ke orang lain


dengan mengancam.

- Gangguan berfikir

- Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang.

 Non verbal

- Aktivitas motorik meningkat.

- Postur mengaku sambil mengencangkan kepalan tangan dan rahang.

- Ekspresi wajah marah.

- Mengurangi kontak mata, exstement.

- Diam yang ekstrim.

8. Penatalaksanaan

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
a. Medis

 Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.


 Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

 Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan


hiperaktivitas.

 ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah


pada keadaan amuk.

b. Penatalaksanaan keperawatan

 Psikoterapeutik

 Lingkungan terapieutik

 Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

 Pendidikan kesehatan
C. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

a. Faktor predisposisi

 Riwayat kelahiran dan tumbuh kembang (biologis).

 Trauma karena aniaya fisik, seksual atau tindakan kriminal.

 Tindakan antisosisal.

 Penyakit yang pernah diderita.

 Gangguan jiwa dimasa lalu

 Pengadaan sebelumnya.

 Aspek psikologis

Keluarga, pengasuh, lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psiklogis


klien. Sikap atau keadaan yang dapat memepengaruhu jiwa amuk adalah:
penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien. Pola asuh pada usia anak-
anak yang tidak adekuat misalnya tidak ada kasih sayang , diwarnai kekerasan
dalam keluarga merupakan resiko gangguan jiwa amuk.

 Aspek sosial budaya

Kemiskinan, konflik sosial budaya, kehidupan terisolasi, disertai strees yang


menumpuk, kekerasan dan penolakan.

 Aspek spiritual

Klien merasa berkuasa dan dirinya benar, tidak bermoral.

b. Faktor fisik

 Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, diagnosa medis, pendidikan dan
pekerjaan.
 Keturunan

Adalah keluarga berpenyakit sama seperti klien atau gangguan jiwa lainya,
jika ada sebutkan.

c. Proses psikologis

 Riwayat kesehatan masa lalu

- Apakah klien pernah sakit/ kecelakaan

- Apakah sakit tersebut mendadak/ menahun dan meninggalkan cacat.

 Bagaimana makan minum klien

 Istirahat tidur

 Pola BAB/BAK

 Latihan

 Pemeriksaan fisik

- Fungsi sistem, seperti pernapasan, kardiovaskular, gastrointestinal,


genitourineri, integumen dan paru udara.

- Penampilan fisik, berpakaian rapi/tidak rapi, bersih, postur tubuh (kaku,


lemah, rileks, lemas).

d. Faktor emosional

Klien merasa tidak aman, merasa terganggu, dendam, jengkel.

e. Faktor mental

Cenderung mendominasi, cerewet, kasar, keremehan dan suka berdebat.

f. Latihan

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.


2. Masalah Keperawatan

a. Daftar masalah
 Resiko tinggi kekerasan; terhadap diri sendiri dan orang lain dan lingkungan.

 Koping keluarga tidak efektif.

b. Diagnosa keperawatan

 Resiko tinggi kekeasan: mencedarai diri sendiri/ orang lain dan lingkungan.

 Koping keluarga tidak efektif:  gangguan persepsi

3. Perencanaan

Diagnosa 1:
 Tujuan umum: klien tidak menciderai orang lain dan diri sendiri

 Tujuan khusus:

- Klien dapat membina hubungan saling percaya

- Klien dapat mengenal amarahnya

- Klien dapat mengendalikan emosinya

- Klien dapat dukungan dari keluarganya untuk mengontrol amarahnya.

- Klien dapat memanfaatkan obat sebaik mungkin.

 Kriteria hasil

- Klien mampu mendemonstrasikan kemampuan mengendalikan diri seperti


relaksasi tubuh.

- Klien mampu memahami situasi yang nyata.

- Klien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan.


 Intervensi

1. Dirikansebuah kepercayaan dalam diri klien, seperti: jangan berusaha berdebat/


menentang amuknya, yakinkan klien bahwa dia dalam keadaan aman dan jangan
tinggalkan klien sendirian.

Rasional: menghindari kecurigaan dan menimbulkan keterbukaan.

2. Kaji tingkat kecemasan klien

Rasional: memperkirakan kemungkinan terjadi kekerasan.

3. Kaji persepsi sensori klien yang dapat menimbulkan keinginan melakukan kekerasan.

Rasional: memahami isi pikir klien sehingga dapat mengetahui perubahan isi pikir
klien.

4. Jangan menerima/ mengkritik isi pikir klien yang salah.

Rasional: hal tersebut dapat menimbulkan konflik yang dapat menghambat proses
interaksi.

5. Pertahankan sikap yang tenang terhadap klien.

Rasional: ansietas perawat memancing klien lebih agitasi.

6. Ajarkan klien latihan relaksasi.

Rasional: membantu mengatasi meningkatnya stimulus.

7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pembrian obat-obatan tranquilizer dan pantau
keevektifitasannya dan efek sampingnya.

Rasional: sebagai pengontrol prilaku psikosis dan penenang hiperaktivitas.


 Implementasi

prinsip utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien khususnya,


pada kien amuk/ kekerasan yaitu:
a. Psikoterapiutik

- Membina hubungan saling percaya

- Membantu meningkatkan harga diri

- Membantu koping klien

b. Lingkungan terapiutik

- Lingkungan yang bersahabat

- Pujian atas keberhasilan klien

c. Kegiatan hidup sehari-hari

- Membantu memenuhi aktivitas sehari-hari

- Membimbing klien dalam perawatan diri.

d. Somatik

Memberi obat sesuai ketentuan, membujuk klien untuk minum obat.

Pendidikan kesehatan

- Membantu klien mengenal penyakitnya.

- Mengikutsertakan keluarga dalam mengatasi masalah klien

 Evaluasi

a. Pada klien
- Klien tidak menciderai diri dan orang lain.

- Klien mampu mempertahankan hubungan akrab dengan orang lain.

- Klien mampu merawat diri secara optimal.


- Klien dapat mengontrol terjadinya amuk dengasn koping aktivitas
kelompok.

b. Pada keluarga

- keluarga dapat memberi support sistem yang positif untuk


menyembuhkan klien.

- Keluarga mampu merawat klien

- Keluarga mampu mengetahui kegiatan apa yang perlu klien lakukan


dirumah ( buat jadwal ).

- Keluarga mengetahui cara pemberian obatdengan benar dan waktu


follow up.

 Perencanaan pulang

Perawatan dirumah sakit akan lebih bermakna jika dilanjutkan dirumah. Untuk itu
semua rumah  sakit perlu membuat perencanaan pulang. Perencanaan pulang
dilakukan sesegera mungkin setelah klien dirawat dan diintegrasikan didalam proses
keperawatan.
Jadi bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien pulang.

 Tujuan perencanaan pulang:

a.       Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.

b.      Klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungannya.

c.       Klien tidak terisolasi sosial

d.      Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap ( Kelliat, 1992).


DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung

Keliat B.A, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, ( Terjemahan ). Penerbit


Buku Kedokteran , EGC, Jakarta.

Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.

Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi 3, Alih
Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing.


(Terjemahan) (7 th ed), St. Lois : Mosby

Townsend M. C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri, (terjemahan), Edisi 3,


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
ANALISA PROSES INTERAKSI

A.  Pengertian
Analisa proses interaksi (API) (the interactional process analysis) merupakan alat kerja yang
dipakai perawat (mahasiswa) untuk memahami interaksi yang terjadi antara perawat dan
klien.

B. Tujuan API
1. Meningkatkan kemampuan mendengar
2. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi
3. Memberi dasar belajar artinya berupa alat untuk mengkaji kemampuan perawat
(mahasiswa) dalam berinteraksi dengan klien, dan data bagi CI / supervisor / pembimbing
untuk memberi arahan
4. Meningkatkan kepekaan perawat terhadap kebutuhan klien, serta mempermudah
perkembangan dan perubahan pendekatan perawat
5. Membantu perawat merencanakan tindakan keperawatan

Analisa Proses Interaksi (API)


·      Pencatatan dan pelaporan merupakan alat komunikasi antar tim keperawatan dan tim
kesehatan
·      Aspek yang penting dicatat dan dilaporkan dalam keperawatan jiwa adalah pola perilaku
dan hubungan interpersonal perawat-klien.
· Ada 3 macam catatan :
- Catatan perkembangan (proses keperawatan)
- Catatan hubungan perawat-klien
- Catatan resume
· Catatan hubungan P-K adalah interaksi yang terjadi selama perawat berhubung
individual klien, kelompok klien, pada terapi modalitas keperawatan.
· Catatan hubungan P-K secara verbal dapat berupa :
- Video tape; tape recording
- Catatan secara garis besar
- Catatan interaksi
· Analisa proses interaksi merupakan alat kerja yang dipakai perawat (mahasiswa)
untuk memahami interaksi yang terjadi antara perawat dan klien.
·      Semua pasien dapat dilakukan API.

Komponen API :
1. Komunikasi verbal dan non-verbal perawat dan klien
2. Analisa dan identifikasi perasaan perawat serta kemungkinan komunikasi yang dapat
dilakukan perawat
3. Analisa dan identifikasi persepsi perawat terhadap emosi dan komunikasi klien
4. Analisa makna dan rasional dari komunikasi
5. Kesan atau evaluasi terhadap efektivitas dari komunikasi berdasarkan data 1 sampai
dengan 4
6. Rencana lanjutan tindakan keperawatan

ANALISA PROSES INTERAKSI

Inisial klien : Nama mahasiswa:


Status interaksi perawat-klien   : Tanggal :
Lingkungan   : Jam :
Deskripsi klien   : Ruang :
Tujuan (berorientasi pada klien) :

Analisa
Komunikasi Komunikasi Non Analisa berpusat
berpusat pada Rasional
Verbal Verbal pada klien
perawat
P P P ………
………………… ………………… …………….
K K
……………….. …………………
K K K
………………….. ………................ …………………
P P
……………….. ……………..
P ………………. P P ………… ………..
………………..
K
………………. K ………………
Dst …………….
Keterangan :
1. Inisial klien : tulis inisial bukan nama lengkap
2. Status interaksi : pertemuan ke berapa dan fase berhubungan
3. Lingkungan :
- Tempat interaksi
- Situasi tempat interaksi
- Posisi mahasiwa dan klien
4. Deskripsi klien : penampilan umum klien.

5. Tujuan :
- Tujuan yang akan dicapai dalam interaksi selama 20-30 menit
- Tujuan ini berpusat pada klien
- Tujuan terkait dengan proses keperawatan klien
6. Komunikasi verbal : ucapan verbal perawat dan klien
7. Komunikasi non verbal : non verbal klien dan perawat pada saat bicara atau saat
mendengar
8. Analisa berpusat pada perawat :
Pusatkan analisa proses yang berhubungan dengan komponen sebagai berikut :
a.    Perasaan sendiri
Perawat waspada tentang respon perasaan sendiri & menunjukkan peningkatan kemampuan
untuk menjelaskan riwayat / latar belakang dan analisa, apa dan mengapa perasaan itu
muncul.
b.    Tingkah laku non verbal
Cari / kenali, diskusikan dan analisa tingkah laku non verbal diri sendiri
c.    Isi pembicaraan yang muncul dan terselubung
Cari / kenali, bedakan dan diskusikan teknik komunikasi yang digunakan
d.    Tujuan interaksi
·  Perawat berperan sebagai apa ? dan pasien sebagai apa ?
·  Apa anggapan perawat tentang kejadian yang telah terjadi ?
·  Bagaimana seharusnya mereka berinteraksi ?
·  Bagaimana proses ?
9. Analisa berpusat pada klien :
Pusatkan analisa proses interaksi pada komponen sebagai berikut :
a.    Tingkah laku non verbal
Cari / kenali, diskusikan dan analisa tingkah laku non verbal klien
b.    Isi pembicaraan yang muncul dan terselubung (latent)
Cari / kenali, bedakan dan diskusikan
c.    Perasaan klien
Temukan / cari arti tingkah laku klien, identifikasi dan diskusikan keadaan perasaan klien,
bagaimana perasaan klien dipengaruhi oleh perawat
d.    Kebutuhan klien
Cari kebutuhan klien dengan menggunakan data dari interkasi yang baru terjadi, interaksi
sebelumnya, riwayat klien dari teori.
10. Alasan teori (rasional)
Sintesa dan terapan teori pada proses interpersonal : berikan alasan teoritis intervensi anda
atau intervensi lain dan tunjukkan peningkatan kemampuan dalam mendiskusikan tingkah
laku klien dalam rangka teori psikodinamika, teori adaptasi, setiap teori-teori lain yang
dikenal.

Anda mungkin juga menyukai