Ujian TA IKM Cakupan TB Di Puskesmas Ariodillah-3
Ujian TA IKM Cakupan TB Di Puskesmas Ariodillah-3
Oleh:
Miranda Jamaiyah, S.Kes
712021022
Dosen Pembimbing:
Hj. Resy Asmalia, SKM, M.Kes
Menyetujui:
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Upaya
pencegahan dan pengendalian penyakit menular TB paru di Puskesmas
Ariodillah”, sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior
di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dinas Kesehatan Kota Palembang, atas kesempatan untuk melaksanakan kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat.
2. Puskesmas Dua Puluh Tiga Ilir Palembang.
3. Hj. Resy Asmalia, S.KM, M.Kes selaku Pembimbing dan Penguji Klinik dokter
muda di Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
4. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah diberikan
dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 1
2. Rumusan Masalah 2
3. Tujuan Penulisan 2
4. Manfaat Penulisan 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tuberculosis 4
2. Pengendalian Tuberculosis di Indonesia
27
3. Puskesmas
40
4. Upaya Kesehatan Puskesmas
41
5. PerencaanTingkat Puskesmas
41
6. Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga (PIS-PK)
49
BAB III. PROFIL PUSKESMAS ARIODILLAH
1. Sejarah Singkat Puskesmas
54
4
2. Profil Wilayah
54
3. Fasilitas Pelayanan Puskesmas
57
4. Ketenagaan
48
5. Visi dan Misi Puskesmas
48
6. Motto Puskesmas
48
7. Tata Nilai
48
8. Struktur Organisasi
48
9. Kebijakan Mutu Pelayanan
48
48
11. Ruang Lingkup…
48
12. Tujuan
48
5
13. Landasan Hukum
48
14. Kinerja Sistem Kesehatan/ Program Kesehatan…
48
6
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-
mediated hypersensitivity). Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman
TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru,
namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya
(TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru
lainnya. Dengan tidak adanya pengobatan yang tidak efektif untuk penyakit yang
aktif, biasa terjadi penyakit yang kronik dan berakhir dengan kematian.1,2
Tuberkulosis telah menjadi masalah global yang terus membesar seiring
dengan bertambahnya jumlah pasien TB. Infeksi TB masih merupakan hal yang
umum ditemukan dan merupakan faktor penting terhadap angka kesakitan dan
kematian, terutama pada negara yang belum dan sedang berkembang.4 Indonesia
merupakan negara ke-2 tertinggi penderita tuberculosis.3
Tuberkulosis paru masih menjadi masalah kesehatan global. Menurut data
WHO tahun 2017 melaporkan terdapat 1,3 juta kematian yang diakibatkan TBC
paru dan terdapat 300.000 kematian diakibatkan TBC paru dengan HIV. Indonesia
merupakan negara dengan peringkat ketiga setelah India dan Cina dalam kasus
TBC paru, ditunjukkan dari dua per tiga jumlah kasus TBC di dunia diduduki
delapan negara, diantaranya India 27%, Indonesia 8%,Cina 9%, Filipina 6%,
Pakistan 5%, Nigeria dan Bangladesh masing-masing 4% dan Afrika Selatan 3%.
Prevalensi TBC paru di Indonesia terbagi menjadi tiga wilayah, diantaranya
Sumatera 33%, Jawa dan Bali 23%, dan Indonesia bagian timur 44%. TBC paru
termasuk penyakit yang paling banyak menyerang usia produktif (15-49 tahun).
Penderita TBC BTA positif dapat menularkan TBC pada segala kelompok usia.
Tahun 2017 di kota Semarang terdapat penderita TBC semua tipe, pada kelompok
usia bayi dan anak 24%, pada kelompok usia 15-44 tahun adalah 40% dan pada
7
kelompok usia lebih dari 55 tahun adalah 22%. Presentase TBC paru semua tipe
pada orang berjenis kelamin laki-laki lebih besar daripada orang berjenis kelamin
perempuan dikarenakan laki-laki kurang memperhatikan pemeliharaan kesehatan
diri sendiri serta laki-laki sering kontak dengan faktor risiko dibandingkan dengan
perempuan. Laki-laki lebih banyak memiliki kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol, kebiasaan tersebut dapat menurunkan imunitas tubuh dan akan mudah
tertular TBC paru,14
Menurut Global Tuberculosis Report 2019 yang dirilis oleh WHO pada 17
Oktober 2019, dunia tidak berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan
Strategi END TB tahun 2020 yaitu mengurangi TB sebesar 20 persen dari jumlah
kasus tahun 2015-2018. Namun, antara 2015 dan 2018, penurunan kumulatif
kasus TB hanya sebesar 6,3%. Begitu juga dengan penurunan jumlah total
kematian akibat TB antara tahun 2015 dan 2018 secara global sebesar 11%, yang
berarti kurang dari sepertiga target yang sebesar 35 persen pada tahun 2020.3
Kuman TB paru menyebar kepada orang lain melalui transmisi atau aliran
udara (droplet dahak pasien TBC paru BTA positif) ketika penderita batuk atau
bersin. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan karena
ukuran kuman TB sangat kecil sehingga kuman TB masuk ke dalam jaringan paru
melalui saluran nafas (droplet infection) sampai ke alveoli. Masuknya kuman TB
ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag
alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan
sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan
membentuk koloni di tempat tersebut, terjadilah infeksi primer (Ghon) dan Primer
Kompleks (Ranke) dinamakan TB primer, yang dalam perjalanan lebih lanjut
sebagian besar mengalami penyembuhan.6
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan suatu
“definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu: Lokasi atau organ tubuh yang
sakit (paru atau ekstra paru), Bakteriologi dilihat dari hasil pemeriksaan dahak
8
secara mikroskopis (BTA positif atau BTA negatif), Tingkat keparahan penyakit
(ringan atau berat), Riwayat pengobatan TB sebelumnya (baru atau sudah pernah
diobati). Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/ μm. Sebagian besar kuman
terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
asam sehingga disebut basil tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap
trauma kimia dan fisik. Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi
karena kuman dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi.8
Pemeriksaan sputum adalah penting, diagnosis paru pada orang dewasa
dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan darah secara
mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga
spesimen BTA hasilnya positif. Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk
menyembuhkan dan mengurangi penularan penyakit secara cepat. Obat yang
digunakan harus dapat mengurangi populasi basil dengan cepat (menghentikan
penularan); mencegah seleksi galur yang resisten secara alami (menghindari
munculnya resistensi obat selama terapi); dan mensterilkan lesi (mencegah
kekambuhan penyakit).12
Pengobatan TB paru terbagi atas 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan adalah paduan obat
utama dan obat tambahan. Jenis obat utama (lini I) adalah INH, rifamfisin,
pirazinamid, streptomisisin, etambutol, sedangkan obat tambahan laninnya adalah:
kanamisin, amikasin, kuinolon.10
TBC paru dapat menyebabkan kematian. Selain berdampak pada individu
juga berdampak pada keluarga penderita, yaitu dampak psikologis berupa
kecemasan, penurunan dukungan dan kepercayaan diri yang rendah. Penularan M.
tuberculosis harus dihentikan untuk mencegah adanya terduga TBC paru dan
kasus baru TBC.13
Di Puskesmas Ariodillah Kota Palembang, berdasarkan cakupan kegiatan
penilaian kinerja puskesmas menurut Standar Pelayanan Minimal, cakupan Upaya
Peningkatan cakupan penyakit menular TB Paru di Puskesmas Arodillah kota
9
Palembang Tahun 2022 adalah 9,65% dari target 95%. Cakupan penyakit menular
TB Paru pada tahun 2022 belum memenuhi target. Oleh sebab itu, penulis tertarik
mengangkat topik ini sebagai tugas akhir Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas di Puskesmas Ariodillah
Palembang.
2. Rumusan Masalah
Bagaimana upaya peningkatan cakupan penyakit menular TB Paru di
Puskesmas Ariodillah Palembang?
3. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui upaya peningkatan cakupan penyakit menular TB Paru di
Puskesmas Ariodillah Palembang.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas Ariodillah
Palembang Tahun 2022.
2. Mengetahui penyebab masalah yang merupakan faktor penyebab
rendahnya cakupan penyakit menular TB Paru di Puskesmas Ariodillah
Palembang Tahun 2022.
3. Didapatkan penyelesaian masalah terpilih untuk peningkatkan cakupan
penyakit menular TB Paru di Puskesmas Ariodillah Palembang Tahun
2022.
4. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK) untuk peningkatkan
cakupan penyakit menular TB Paru di Puskesmas Ariodillah Tahun 2022.
5. Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk peningkatkan
cakupan penyakit menular TB Paru di Puskesmas Ariodillah Tahun 2022.
10
4. Manfaat Penulisan
Bagi Mahasiswa
1. Memperoleh pengalaman dalam mencari penyebab dan cara pencapaian
target cakupan penyakit menular TB Paru di Puskesmas Ariodillah
Palembang
2. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah yang ada.
3. Memahami cara penyusunan Rencana Usulan kegiatan (RUK) khususnya
untuk meningkatkan cakupan penyakit menular TB Paru di Puskesmas
Ariodillah Palembang.
Bagi Puskesmas
Sebagai bahan kajian bagi Puskesmas dalam penentu kebijakan dalam
meningkatkan cakupan penyakit menular TB Paru di Puskesmas Ariodillah
Palembang di tahun yang akan datang.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan
banyak kematian di dunia. TBC adalah penyakit menular yang menyebar luas
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang biasanya
mempengaruhi paru-paru (TB paru) tetapi juga dapat mempengaruhi organ lain
(TB ekstra- paru). TB terus menjadi isu panas dan masalah kesehatan utama,
terutama di negara berkembang yang menyumbang sekitar 95% dari kematian
terkait TB. Pada tahun 2019, 10,0 juta orang jatuh sakit TB, termasuk
diperkirakan 1,2 juta anak-anak, dengan sekitar 1,4 juta kematian TB, termasuk
208 ribu orang dengan HIV/AIDS, yang sebagian besar disebabkan oleh
kemiskinan dan kerentanan masyarakat.16
Di seluruh dunia, tuberkulosis (TB) adalah penyebab utama kematian dari
agen penyakit menular tunggal dan penyebab utama kematian di antara orang
yang hidup dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV), terhitung
sekitar 40% kematian pada populasi ini. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB dan Strategi Akhir TB Organisasi Kesehatan
12
Dunia (WHO) telah menetapkan target ambisius untuk tahun 2020– 2035,
termasuk pengurangan 35% dalam jumlah absolut kematian TB dan pengurangan
20% dalam kejadian TB pada tahun 2020, dibandingkan dengan tahun 2015.
Pada tahun 2017, diperkirakan terjadi 10 juta kasus insiden TB (133 kasus
per 100.000 penduduk), turun 1,8% dari tahun 2016 (Gambar 1). Insiden telah
menurun rata-rata 1,5% per tahun sejak tahun 2000. Perkiraan kematian TB
menurun 3,9%, dari 1,64 juta pada tahun 2016 menjadi 1,57 juta pada tahun 2017
(kematian kasus = 15,7%; penurunan 0,5% dari tahun 2016).
Wilayah WHO di Asia Tenggara dan Afrika menyumbang hampir 70% dari
keseluruhan TB global. Meskipun jumlah total kasus lebih tinggi di Asia
Tenggara, insiden keseluruhan serupa di kedua wilayah (226 per 100.000 [Asia
Tenggara], 237 [Afrika]).
13
menyebabkan kematian 6% dari seluruh kematian di dunia. Di Amerika Serikat
diperkirakan bahwa 10 hingga 15 juta orang terinfeksi TB. Kira-kira 5 hingga 100
populasi yang baru terinfeksi akan berkembang menjadi TB paru 1 hingga 2 tahun
setelah terinfeksi.1
Menurut Global Tuberculosis Report 2019 yang dirilis oleh WHO pada 17
Oktober 2019, dunia tidak berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan
Strategi END TB tahun 2020 yaitu mengurangi TB sebesar 20 persen dari jumlah
kasus tahun 2015-2018. Namun, antara 2015 dan 2018, penurunan kumulatif
kasus TB hanya sebesar 6,3%. Begitu juga dengan penurunan jumlah total
kematian akibat TB antara tahun 2015 dan 2018 secara global sebesar 11%, yang
berarti kurang dari sepertiga target yang sebesar 35 persen pada tahun 2020.
Kasus baru tuberkulosis secara global sebesar 6,4 juta, setara dengan 64% dari
insiden tuberkulosis (10 juta). Tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab kematian
tertinggi di dunia yang menyebabkan kematian sekitar 1,3 juta pasien.
Pada tahun 2019 jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan sebanyak
14
Gambar 2.2 Proporsi Kasus TB Menurut Kelompok Umur Tahun 2019.4
3.3. Etiologi
TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernafasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli, sehingga terjadi infeksi primer (ghon) yang
dapat menyebar ke kelenjar getah bening dan terbentuklah primer kompleks
(ranke). Keduanya dinamakan tubercolosis primer, yang dalam perjalanannya
sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tubercolosis paru primer adalah
terjadinya peradangan sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
basil mikrobakterium, sedangkan tubercolosis post primer (reinfection) adalah
peradangan bagian paru oleh karena terjadi penularan ulang pada tubuh sehingga
terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
15
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculoasis.Terdapat
beberapa spesies Mycobacterium tuberculosis compleks, antara lain :
M.tuberculosis, Varian Asian, Varian African I, Varian African II, M. bovis, M.
leprase dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok
bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa
menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) seperti M. kansasi, M. avium, M. intra
cellularre, M. scrofulaceum, M.malmacerse, M. xenopi yang terkadang bisa
mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB. Untuk itu pemeriksaan
bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap Mycobacterium
tuberkulosis menjadisarana diagnosis ideal untuk TB.21
Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4/ μm. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam sehingga disebut basil tahan
asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap trauma kimia dan fisik. Kuman ini
dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberculosis aktif lagi.8
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam
sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.
Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada
bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
Tuberculosis.8
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara lain
adalah sebagai berikut:21
Berbentuk batang dengan panjang 1 – 10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.
Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen.
Memerlukan media khusus untuk biakan antara lain Lowenstein Jensen,
Ogawa.
16
Kuman dapat berbentuk batangberwarna merah dalam pemeriksaan
dibawah mikroskop.
Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 4oC sampai minus 70oC.
Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet.
Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit.
Dalam dahak pada suhu antara 30-37oC akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu.
Kuman dapat bersifat dormant (“tidur”/ tidak berkembang).
3.4. Patogenesis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan karena
ukuran kuman TB sangat kecil sehingga kuman TB masuk ke dalam jaringan paru
melalui saluran nafas (droplet infection) sampai ke alveoli. Masuknya kuman TB
ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag
alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan
sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan
membentuk koloni di tempat tersebut, terjadilah infeksi primer (Ghon) dan Primer
Kompleks (Ranke) dinamakan TB primer, yang dalam perjalanan lebih lanjut
sebagian besar mengalami penyembuhan.6
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4‐8 minggu dengan rentang
waktu antara 2‐ 12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
17
mencapai jumlah 103‐104 ,yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.6
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru- paru, maka
dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB paru ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-
bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan
foto rontgen. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik-
tubercolosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan
ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan basil yang
masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan jaringan fibrosa, bagian
sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menajdi nekrotik
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif. Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon system
imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman.
Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam
bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran
penyakit lebih jauh. Tuberkel yang menyerah menyembuh membentuk jaringan
parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut.10
Telah lama diketahui bahwa tuberkulosis (TB) menginduksi respon imun
yang protektif dan merusak jaringan.TB primer memediasi kekebalan protektif
terhadap infeksi diseminata sedangkan TB pasca-primer menyebabkan kerusakan
jaringan yang mengakibatkan pembentukan rongga. Keduanya diperlukan untuk
kelangsungan hidup Mycobacterium tuberculosis (MTB).7TB pasca primer
18
biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer, misalnya
karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang
buruk. Ciri khas dari TB pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.8
3.5. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan suatu
“definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit (paru atau ekstra paru);
2. Bakteriologi dilihat dari hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis (BTA
positif atau BTA negatif);
3. Tingkat keparahan penyakit (ringan atau berat);
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya (baru atau sudah pernah diobati).
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. TB paru.
TB paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk
pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. TB milier diklasifikasikan
sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru
dan ekstraparu harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.
2. TB ekstra paru.
19
TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Kasus TB ekstraparu dapat
ditegakkan secara klinis atau histologis setelah diupayakan semaksimal
mungkin dengan konfirmasi bakteriologis.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada
TB Paru:
1. TB paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran TB.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
1. TB paru BTA negative
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas, dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
20
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu:
Kasus Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang
pernah mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih.
Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan
terakhir sebagai berikut:
1. Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan
OATdan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)
atau saat ini ditegakkan diagnosis TB episode rekuren (baik
untuk kasus yang benar-benar kambuh atau episode baru yang
disebabkan reinfeksi).
2. Kasus Pengobatan setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif dan tidak meneruskan pengobatannya
selama lebih dari 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak
dapat dilacak pada akhir pengobatan.
21
Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan
kesehatan yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
5. Lain-lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.6
3.6. Diagnosis
a. Diagnosis TB Paru
Pemeriksaan sputum adalah penting, diagnosis paru pada orang dewasa dapat
ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan darah secara
mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari
tiga spesimen BTA hasilnya positif. Bila hanya satu spesimen positif perlu
diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan
dahak diulang.
1. Kalau hasil rontgen mendukung TB paru, maka penderita
didiagnosis sebagai penderita TB paru BTA positif.
2. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB paru maka pemeriksaan
SPS diulangi.
3. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan
pemeriksaan lain, misalnya biakan. Bila ketiga specimen dahaknya
negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
kontrimoksazol atau amoksilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada
perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB paru, ulangi
pemeriksaan dahak.1
22
Gambar 2.4 Algoritme Diagnosis TB Paru pada orang dewasa.11
b. Diagnosis TB Ekstraparu
Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB serta
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan
klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari uji yang diambil dari organ
tubuh yang terkena.
Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabila juga ditemukan keluhan dan
gejala yang sesuai, untuk kemungkinan adanya TB paru.
23
Gejala dan Pemeriksaan fisik
Gejala Klinis
Gejala klinis sangat berfariasi dari tidak ada gejala sama sekali
sampai gejala yang sangat berat seperti gangguan pernafasan dan gangguan
mental. Secara garis besar gejala dibagi menjadi gejala sistemik (umum) dan
gejala respiratorik (paru).19
a. Gejala Sistemik
Gejala ini mencakup demam lama pada malam hari, keringat
malam, badan terasa lemah, kehilangan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
b. Gejala Respiratorik
Gejalanya antara lain: batuk, sesak nafas dan rasa nyeri pada dada.
Batuk biasanya lebih dari 3 minggu, kering sampai dengan
produkstif dengan sputum yang bersifat mukoid atau prulen, batuk
darah dapat terjadi jika ada pembuluh darah yang robek, sesak
nafas dapat terjadi pada penyakit yang sudah lanjut.
Pemeriksaan Fisik
24
Tempat kelainan lesi TB paru yang perlu dicurigai adalah bagian
apeks paru. Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi nafas bronkial. Selain itu juga dijumpai
suara nafas tambahan berupa ronkhi basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila
infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikular
melemah. Pada limfadenitis tuberculosis, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, paling sering dijumpai pada daerah leher, kadang-kadang dai daerah
aksila. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.10
Pemeriksaan fisik sangat tergantung pada luas dan kelainan struktural
paru. Pemeriksaan fisik dapat normal pada lesi minimal, kelainan umumnya
terdapat pada daerah apikal/ posterior lobus atas dan daerah apikal lobus
bawah. Kelainan yang dapat ditemukan antara lain.19
1. Bentuk dada yang tidak simetris, pergerakan paru yang tertinggal
2. Peningkatan stemfremitus
3. Redup pada perkusi
4. Suara nafas bronkial, amforik, vesikuler melemah, ronki basah.
5. Tanda tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pemeriksaan Bakteriologis21
Bahan Pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage / BAL), urin, faeces
dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus / BJH)
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) :
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi (keesokan harinya)
Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau atau setiap
pagi 3 hari berturut-turut.
25
Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan /
ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau
lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor.
Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus
pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di
gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat
ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek
dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke
laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang
sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila
lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/ tempat pelayanan
pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui
jasa pos.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi,
termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :
Mikroskopik dan Biakan
Pemeriksaan mikroskopik :
Mikroskopik biasa: pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin
(khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah
bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Pemeriksaan Radiologi21
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi : foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto
26
toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform).
- Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior
lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
- Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
27
yang resisten secara alami (menghindari munculnya resistensi obat selama terapi);
dan mensterilkan lesi (mencegah kekambuhan penyakit).12
Tujuan pengobatan TB adalah:20
1. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan
produktivitas pasien
2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
3. Mencegah kekambuhan TB
4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
5. Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat.
Pengobatan TB paru terbagi atas 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan adalah paduan obat
utama dan obat tambahan. Jenis obat utama (lini I) adalah INH, rifamfisin,
pirazinamid, streptomisisin, etambutol, sedangkan obat tambahan laninnya adalah:
kanamisin, amikasin, kuinolon.10
a. Jenis Pengobatan
1. Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang
berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
2. Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi –dormant ( persister )
yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan
sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.
3. Pirazinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kg
BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 35 mg/kg BB.
4. Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis
28
yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75gr/hari
sedangkan unuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50gr/hari.
5. Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan
dosis 30 mg/kg/BB.
b. Prinsip Pengobatan
1. Tahap Intensif
Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua
OAT terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular
dalamkurun waktu 2 minggu sebagian besar penderita TBC BTA positif
menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
c. Kombinasi / Paduan OAT di Indonesia
WHO dan IUATLD ( Internatinal Union Against Tuberculosis and
Lung Disease ) me-rekomendasikan paduan OAT Standar, yaitu :
Kategori 1 :
2HRZE / 4 H3R3
2HRZE/4HR
2HrZE/6HE
Kategori 2:
2HRZES / HRZE /5H3R3E3
2HRZES / HRZE / 5HRE
Kategori 3:
2HRZ / 4H3R3
2HRZ/4HR
2HRZ/6HE
29
Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia tahun 2007
menggunakan paduan OAT
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk
memudahkam pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1)
masa pengobatan.
a) Katagori 1
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid ( H), Rifampisin ( R ), Pirasinamid
( Z) dan Etambutol ( E ) Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama
2 bulan (2HRZE). Klemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang
terdiri dari isoniasid ( H) dan Rifampisin ( R ) diberikan tiga kali dalam
seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru TBC Paru BTA Positif
- Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “ sakit
berat
“ dan
- Penderita TBC Ekstra Paru berat.
Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT kategori 1
30
b) Katagori 2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniasid
(H) , Rifampisin (R), Pirasinamid (Z),dan Etambutol (E) setiap hari . Setelah
itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan
streptomisin diberikan setelah pemderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk :
Penderita kambuh ( relaps )
Penderita Gagal ( failure )
Penderita dengan Pengobatan setelah lalai ( after default )
31
Catatan:
- Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
- Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan
khusus.
- Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml.
(1ml = 250mg).
c. OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan
kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat
sisipan ( HRZE ) setiap hari selama 1 bulan.
32
Pencegahan
Tindakan-tindakan kesehatan masyarakat ditujukan untuk menemukan
sedini mungkin adanya kasus dan sumber infesi. Terapi pencegahan tuberculosis
dengan obat anti microbal merupakan sarana yang efektif untuk mengawasi
penyakit, ini merupakan tindakan preventif yang ditujukan baik untuk mereka
yang sudah terinfeksi maupun masyarakat pada umumnya. Karena itu penduduk
yang mempunyai resiko menderita tuberculosis harus dilakukan prioritas untuk
melakukan program pengobatan, dengan mempertimbangkan resiko terapi dan
kepentingan individual.4,13
Mencegah lebih baik dari pada mengobati, kata-kata itu selalu menjadi
acuan dalam penanggulangan penyakit TB-Paru di masyarakat.4
Adapun upaya pencegahan yang harus dilakukan adalah ;
a. Penderita tidak menularkan kepada orang lain ;
1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan
atau tissu.
2. Tidak meludah di sembarang tempat, tetapi dalam wadah yang
diberi lysol, kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun dalam
tanah.
3. Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari.
33
4. Membuka jendela pada pagi hari, agar rumah mendapat udara
bersih dan cahaya matahari yang cukup sehingga kuman
tuberkulosis paru dapat mati.
b. Masyarakat tidak tertular dari penderita tuberkulosis paru ;
1. Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan makan-
makanan yang bergizi
2. Tidur dan istirahat yang cukup
3. Tidak merokok dan tidak minum-minuman yang mengandung
alkohol.
4. Membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk ke
ruang tidur dan ruangan lainnya.
5. Imunisasi BCG pada bayi.
6. Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu.
7. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita
Tuberkulosis Paru akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya
tahan tubuh yang tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap
menular.
3.8. Puskesmas
Definisi
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.23,24
Tujuan
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang:23,24
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat.
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.
34
c. Hidup dalam lingkungan sehat,dan
Wewenang
Dalam menyelenggarakan fungsi maka Puskesmas berwenang untuk:25
35
kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Upaya
kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi:
a) Pelayanan promosi kesehatan;
b) Pelayanan kesehatan lingkungan;
c) Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d) Pelayanan gizi; dan
e) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
3. Upaya kesehatan perseorangan (UKP)
UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan
penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan
kesehatan perseorangan. tingkat pertama meliputi :
a) Rawat jalan
b) Pelayanan gawat darurat
c) Pelayanan satu hari (one day care)
d) Home care
e) Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
36
diperhatikan. Ciri yang dimaksud secara sederhana dapat diuraikan sebagai
berikut:24
a. Bagian dari sistem administrasi
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berhasil menempatkan pekerjaan
perencanaan sebagai bagian dari system administrasi secara keseluruhan.
Sesungguhnya perencanaan pada dasarnya merupakan salah satu dari
fungsi administrasi yang amat penting. Pekerjaan administrasi yang tidak
didukung oleh perencanaan, bukan merupakan pekerjaan administrasi yang
baik.
b. Dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang dilakukan secara terus menerus
dan berkesinambungan. Perencanaan yang dilakukan hanya sekali
bukanlah perencanaan yang dianjurkan. Ada hubungan yang bekelanjutan
antara perencanaan dengan berbagai fungsi administrasi lain yang dikenal.
Disebutkan perencanaan penting untuk pelaksanaan, yang apabila hasilnya
telah dinilai, dilanjutkan lagi dengan perencanaan penting untuk
pelaksanaan, yang apabila hasilnya telah dinilai, dilanjutkan lagi dengan
perencanaan.
c. Berorientasi pada masa depan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berorientasi pada masa depan.
Artinya, hasil dari pekerjaan perencanaan tersebut, apabila dapat
dilaksanakan, akan mendatangkan berbagai kebaikan tidak hanya pada saat
ini tapi pada masa yang akan datang.
d. Mampu menyelesaikan masalah
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mampu menyelesaikan berbagai
masalah dan ataupun tantangan yang dihadapi. Penyelesaian masalah dan
ataupun tantangan yang dimaksudkan disini tentu harus disesuaikan
dengan kemampuan.
e. Mempunyai tujuan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai tujuan yang
dicantumkan secara jelas. Tujuan yang dimaksudkan disini biasanya
dibedakan atas dua macam, yakni tujuan umum yang berisikan uraian
37
secara garis besar, serta tujuan khusus yang berisikan uraian lebih spesifik.
f. Bersifat mampu kelola
Suatu perencanaan yang baik adalah yang bersifat mampu kelola, dalam
arti bersifat wajar, logis, objektif, jelas, runtun, fleksibel serta telah
disesuaikan dengan sumber daya. Perencanaan yang disusun tidak logis
serta tidak runtun, apalagi yang tidak sesuai dengan sumberdaya, bukanlah
perencanaan yang baik.
38
Tujuan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)25
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan manajemen dipuskesmas dalam penyusun
perencanaan kegiatan tahunan berdasarkan fungsi dan azas
penyelenggaraannya.
2. Tujuan Khusus
39
tersebut demi keberhasilan penyusunan perencanaan tingkat
puskesmas.
Puskesmas mempelajari kebijakan dan pengarahan yang telah
ditetapkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan
propinsi dan departemen kesehatan.
b. Tahap Analisis Situasi
Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh infomasi mengenai keadaan dan
permasalahan yang dihadapi puskesmas melalui proses analisis terhadap
data yang dikumpulkan. Tim yang telah disusun oleh kepala puskesmas
melakukan pengumpulan data. Ada dua kelompok data yang perlu
dikumpulkan yaitu data umum dan data khusus.
c. Tahap Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
Identifikasi Masalah, dilaksanakan dengan membuat daftar
masalah yang dikelompokkan menurut jenis upaya, target,
pencapaian, dan masalah yang ditemukan.
Prioritas Masalah, mengingat adanya keterbatasan kemampuan
dalam mengatasi masalah, ketidaktersediaan teknologi yang
memadai atau adanya keterkaitan satu masalah dengan masalah
lainnya, maka perlu dipilih masalah prioritas dengan jalan
kesepakatan tim. Bila tidak dicapai kesepakatan dapat ditempuh
dengan menggunakan kriteria lain. Dalam penetapan urutan
prioritas masalah dapat mempergunakan berbagai macam metode
seperti metode USG (Urgency, Seriousness, Growth) dan
sebagainya.
Urgency, Seriousness, Growth (USG) adalah salah satu alat untuk
menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan. Caranya dengan
menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dengan
menentukan skala nilai 1-5 atau 1-10. Isu yang memiliki total skor
tertinggi merupakan isu prioritas.
Urgency adalah seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan
dengan waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut
untuk memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
Tingkat urgensi dapat dinilai sebagai berikut:
40
Skor 1 : Tidak mendesak untuk dilakukan tindakan.
Skor 2 : Tidak mendesak dan tidak perlu dilakukan
tindakan segera.
Skor 3 : Kurang mendesak untuk dilakukan tindakan
segera.
Skor 4 : Mendesak untuk dilakukan tindakan segera, akan
tetapi tidak menyebabkan kematian.
Skor 5 : Sangat mendesak untuk dilakukan tindakan segera,
kalau tidak akan berakibat kematian.
Seriousness adalah seberapa serius isu tersebut perlu dibhasa
dikaitkan dengan akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan
masalah yang timbuk lain kalai masalah penyebab tersebut tidak
dipecahkan.
Tingkat keseriusan dinilai berdasarkan :
Skor 1 : Tidak serius untuk dilakukan tindakan.
Skor 2 : Tidak serius untuk dilakukan tindakan segera.
Skor 3 : Kurang serius untuk dilakukan tindakan segera.
Skor 4 : Serius untuk dilakukan tindakan segera, akan
tetapi tidak sampai berdampak politis bagi pimpinan wilayah
setempat.
Skor 5 : Sangat serius untuk dilakukan tindakan segera,
kalau tidak akan berdampak fatal dan sampai berdampak politisi
bagi pimpinan wilayah setempat.
Perkembangan/growth adalah seberapa kemungkinan-kemungkinan
isu tersebut menjadi berkembang dikaitkan kemungkinan masalah
penyebab isu akan makin memburuk jika dibiarkan.
Tingkat perkembangan dinilai berdasarkan :
Skor 1 : Tidak berkembang jika tidak dilakukan tindakan.
Skor 2 : Tidak berkembang jika tidak dilakukan tindakan
segera.
Skor 3 : Kurang berkembang jika tidak dilakukan tindakan
segera.
41
Skor 4 : Berkembang luas jika tidak dilakukan tindakan
segera.
Skor 5 : Sangat luas berkembang jika tidak dilakukan
tindakan segera.
Mencari Akar Penyebab Masalah, setelah ditentukan masalah yang
menjadi prioritas, selanjutnya dicari akar penyebab dari masalah
tersebut. Penyebab masalah agar dikonfirmasi dengan data di
Puskesmas. Beberapa metode yang dapat dipergunakan dalam
mencari akar penyebab masalah yaitu:
- Diagram sebab akibat dari Ishikawa (diagram tulang ikan/
fish bone).
- Pohon Masalah (ProblemTrees).
Pemecahan Masalah, untuk menetapkan cara pemecahan masalah
dapat dilakukan kesepakatan di antara anggota tim dengan
didahului brainstorming (curah pendapat). Bila tidak terjadi
kesepakatan dapat digunakan tabel cara pemecahan masalah.
Langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut:
- Brainstorming (curah pendapat).
Dilaksanakan untuk membangkitkan ide/gagasan/pendapat
tentang suatu topik atau masalah tertentu dari setiap anggota tim
dalam periode waktu yang singkat dan bebas dari kritik.
- Kesepakatan di antara anggota tim, berdasarkan hasil dari
curah pendapat (brainstorming).
- Bila tidak terjadi kesepakatan, digunakan metode Tabel cara
pemecahan masalah.
42
BAB III
PROFIL PUSKESMAS ARIODILLAH
3.1. Wilayah
Puskesmas Ariodillah berdiri pada tahun 1983, lalu pada tahun 2007
direnovasi.
Puskesmas Ariodillah terletak di Jalan Ariodillah Nomor 2102 Kecamatan
Ilir Timur I. Letak Puskesmas ini + 15 meter dari jalan raya. Lokasinya relatif
mudan dijangkau oleh masyarakat. Tidak ada kendala untuk menjangkau
Puskesmas Ariodillah, karena dilewati angkutan umum. Mayoritas pasien yang
berkunjung adalah warga disekitar Puskesmas Ariodillah, sehingga mereka pada
umumnya berjalan kaki saja untuk menuju Puskesmas Ariodillah. Akan tetapi
banyak juga kunjungan pasien yang berasal dari luar wilayah kerja Puskesmas
Ariodillah karena letakya yang mudah dijangkau oleh kendaraan umum.
Wilayah kerja Puskesmas Ariodillah meliputi 2 kelurahan yaitu Kelurahan
Sungai Pangeran dan Kelurahan 20 lir Daerah III dengan luas secara keseluruhan
‡ 275 Ha. Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Ariodillah meliputi:
1. Sebelah Selatan berbatasan Kelurahan Kemuning 24 llir
2. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan D.IV
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan D.I
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Demang Lebar Daun