Anda di halaman 1dari 54

<Lampiran>

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

DI BIDANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

MENTERI ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL,

Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 6 dan


Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom, perlu menetapkan
Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerin-
tahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah;
b. bahwa Pedoman Teknis sebagai-mana dimaksud
dalam huruf a dapat digunakan oleh Badan Legislatif
Daerah maupun Badan Eksekutif Darah dalam
menetapkan peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan air bawah tanah;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang


Ketentuan ketentuan Pokok Pertambangan (LN Tahun
1967 Nomor 22, TLN Nomor 2831);
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan (LN Tahun 1974 Nomor 65, TLN Nomor
3046);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber-daya Alam Hayati dan Ekosis-
temnya (LN Tahun 1990 Nomor 49, TLN Nomor 3419);
4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang (LN Tahun 1992 Nomor 115, TLN
Nomor 3501);
5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (LN Tahun 1997 Nomor
41, TLN Nomor 3685);
6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Ling-kungan Hidup (LN Tahun 1997
Nomor 68, TLN Nomor 3699);
7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi (LN Tahun 1999 Nomor 54, TLN Nomor
3833);
8. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (LN Tahun 1999 Nomor 60, TLN
Nomor 3839);
9. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah (LN Tahun 1999, Nomor 72, TLN Nomor 3848);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang
Tata Pengaturan Air (LN Tahun 1982 Nomor 37, TLN
Nomor 3225);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah (LN Tahun 1997 Nomor 54, TLN Nomor
3691);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (LN
Tahun 1999 Nomor 59, TLN Nomor 3838);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
Sebagai Daerah Otonom (LN Tahun 2000 Nomor 54,
TLN Nomor 3952);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang
Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (LN
Tahun 2000 Nomor 63, TLN Nomor 3955);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyeleng- garaan Jasa Konstruksi (LN Tahun 2000
Nomor 64, TLN Nomor 3956);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Penyeleng-garaan Pembinaan Jasa Konstruksi (LN
Tahun 2000 Nomor 65, TLN Nomor 3957);
17. Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1972 tentang
Pengaturan, Pengurusan dan Penguasaan Uap
Geotermal, Sumber Air Bawah Tanah dan Mata Air
Panas;
18. Keputusan Presiden omor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
19. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 tentang
Susunan Kabinet Periode Tahun 1999 sampai dengan
2004;
20. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
1748 Tahun 1992 tanggal 31 Desember 1992
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi Nomor 169 Tahun 1998
tanggal 17 Februari 1998 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan
Energi;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
TENTANG PEDO-MAN TEKNIS PENYELENG-GARAAN TUGAS PEMERIN-
TAHAN DI BIDANG PENGELO-LAAN AIR BAWAH TANAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Departemen adalah Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
2. Direktoral Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang bidang tugasnya meliputi
bidang air bawah tanah.
3. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) adalah lembaga
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
4. Asosiasi adalah asosiasi perusahaan pengeboran air bawah tanah atau
asosiasi juru bor air bawah tanah yang telah mendapat akreditasi dari LPJK
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
5. Badan Usaha adalah lembaga swasta atau pemerintah yang salah satu
kegiatannya melaksanakan usaha dibidang air bawah tanah.
6. Perusahaan Pengeboran air bawah tanah adalah Badan Usaha yang sudah
mendapat izin untuk ber-gerak dalam bidang pengeboran air bawah tanah.
7. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
air bawa tanah.
8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang mempunyai kewenangan di
bidang air bawah tanah.
9. Gubernur adalah Gubernur sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999.
10. Bupati adalah Bupati sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999.
11. Walikota adalah Walikota sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999.
12. Air bawah tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung
air di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara
alamiah di atas permukaan tanah.
13. Pengelolaan air bawah tanah adalah pengelolaan dalam arti luas mencakup
segala usaha inventarisasi, pengaturan, pemanfaatan, perizinan, pembinaan,
pengendalian dan pengawasan serta konservasi air bawah tanah.
14. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan menggunakan air bawah
tanah untuk keperluan tertentu.
15. Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-
batas hidrogeologi di mana semua kejadian hidrogeologi seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, pelepasan air bawah tanah berlangsung.
16. Akuifer atau lapisan pembawa air adalah lapisan batuan jenuh air di bawah
permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah
cukup dan ekonomis.
17. Pengambilan air bawah tanah adalah setiap kegiatan pengambilan air bawah
tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran, atau dengan
cara membuat bangunan penurap lainnya untuk dimanfaatkan airnya dan
atau tujuan lain.
18. Inventarisasi air bawah tanah adalah kegiatan pemetaan. penyelidikan,
penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air
bawah tanah.
19. Konservasi air bawah tanah adalah pengelolaan air bawah tanah untuk
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan
ketersediaannya dengan tetap memelihara serta mempertahankan mutunya.
20. Pencemaran air bawah tanah adalah masuknya atau dimasukkannya unsur,
zat. komponen fisika, kimia atau biologi ke dalam air bawah tanah oleh
kegiatan manusia atau oleh proses alami yang mengakibatkan mutu air
bawah tanah turun sampai ke tingkat tertentu sehingga tidak lagi sesuai
dengan peruntukannya.
21. Pembinaan adalah segala usaha yang mencakup pemberian pengarahan,
petunjuk, bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam pelaksanaan
pengelolaan air bawah tanah.
22. Pengendalian adalah segala usaha yang mencakup kegiatan pengaturan,
penelitian dan pemantauan pengambilan air bawah tanah untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana demi menjaga kesinambungan
ketersediaan dan mutunya.
23. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tegaknya
peraturan perundang-undangan pengelolaan air bawah tanah.
24. Persyaratan teknik adalah ketentuan teknik yang harus dipenuhi untuk
melakukan kegiatan di bidang air bawah tanah.
25. Prosedur adalah tahapan dan mekanisme yang harus dilalui dan diikuti untuk
melakukan kegiatan di bidang air bawah tanah,
26. Pedoman adalah acuan di bidang air bawah tanah yang bersifat umum yang
harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan
kemampuan daerah setempat.
27. Sumur pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau muka dan atau
mutu air bawah tanah pada akuifer tertentu.
28. Jaringan sumur pantau adalah kumpulan sumur pantau yang tertata
berdasarkan kebutuhan pemantauan terhadap air bawah tanah pada suatu
cekungan air bawah tanah.

BAB II
ASAS DAN LANDASAN
Pasal 2
1. Pengelolaan air bawah tanah didasarkan atas asas-asas :
a. fungsi sosial dan nilai ekonomi;
b. kemanfaatan umum;
c. keterpaduan dan keserasian;
d. keseimbangan;
e. kelestarian;
f. keadilan;
g. kemandirian;
h. transparansi dan akuntabilitas publik.
2. Teknis pengelolaan air bawah tanah berlandaskan pada satuan wilayah
cekungan air bawah tanah.
3. Hak atas air bawah tanah adalah hak guna air.

BAB III
PENGELOLAAN
Pasal 3

1. Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang berada di dalam satu wilayah
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
2. Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Propinsi atau
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh masing-masing Gubernur atau
Bupati/Walikota berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang
bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi dari Gubernur.
3. Teknis pengelolaan air bawah tanah dilakukan melalui tahapan kegiatan :
a. inventarisasi;
b. perencanaan pendayagunaan;
c. konservasi;
d. peruntukan pemanfaatan;
e. perizinan;
f. pembinaan dan pengendalian;
g. pengawasan.

BAB IV
INVENTARISASI
Pasal 4

1. Kegiatan Inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian,


eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah
yang meliputi :

a. sebaran cekungan air bawah tanah dan geometri akuifer;


b. kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area);
c. karakteristik akuifer, dan potensi air bawah tanah;
d. pengambilan air bawah tanah;
e. data lain yang berkaitan dengan air bawah tanah.
2. Semua data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah milik negara yang
dimanfaatkan untuk kepentingan umum.
3. Kegiatan inventarisasi air bawah tanah dilakukan dengan memperhatikan
kepentingan umum dan Pemerintah dalam rangka penyusunan rencana atau
pola induk pengembangan terpadu air bawah tanah dan pemanfaatannya.
4. Inventarisasi air bawah tanah dalam rangka pengelolaan air bawah tanah
dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota.
5. Pelaksanaan kegiatan evaluasi potensi air bawah tanah dilakukan sesuai
dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan
Menteri ini.
BAB V
PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN
Pasal 5

Kegiatan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dilaksanakan sebagai


dasar pengelolaan air bawah tanah pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah.

Pasal 6
1. Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, didasarkan pada hasil pengolahan dan evaluasi data
inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
2. Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dalam rangka pengelolaan,
pemanfaatan dan perlindungan air bawah tanah dilaksanakan oleh Menteri,
Gubernur, Bupati/Walikota dan melibatkan masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pelaksanaan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dilakukan
sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
Keputusan Menteri ini.
4. Pelaksanaan penentuan debit pengambilan air bawah tanah dan penentuan
debit penurapan mataair dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III Keputusan Menteri ini

BAB VI
KONSERVASI
Pasal 7

1. Untuk mencegah terjadinya kerusakan air bawah tanah, lingkungan


keberadaannya dan lingkungan sekitarnya, serta untuk perlindungan dan
pelestarian air bawah tanah, maka perlu dilakukan upaya konservasi air
bawah tanah.
2. Konservasi air bawah tanah bertumpu pada asas kemanfaatan,
kesinambungan ketersediaan, dan kelestarian air bawah tanah, serta
lingkungan keberadaannya.
3. Pelaksanaan konservasi air bawah tanah didasarkan pada :
a. kajian identifikasi dan evaluasi cekungan air bawah tanah;
b. kajian kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area);
c. perencanaan pemanfaatan;
d. informasi hasil pemantauan perubahan kondisi air bawah tanah.
Pasal 8
1. Dalam upaya konservasi air bawah tanah dilakukan pemantauan terhadap
perubahan muka dan mutu air bawah tanah melalui sumur pantau.
2. Penetapan jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air bawah tanah
lintas Propinsi dan atau Kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan kesepakatan
Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan
fasilitasi Gubernur.
3. Bupati/Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing menetapkan
jaringan sumur pantau pada cekungan air bawah tanah dalam satu wilayah
Kabupaten/Kota.

Pasal 9

1. Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota melakukan upaya konservasi air


bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
2. Gubernur, Bupati/Walikota dalam mengelola air bawah tanah bertanggung
jawab memelihara kelestarian lingkungan keberadaan air bawah tanah dan
lingkungan sekitarnya.
3. Setiap pemegang izin pengambilan air bawah tanah dan izin pengambilan
mata air, wajib melaksanakan konservasi air bawah tanah sesuai dengan
fungsi kawasan yang ditetapkan sesuai tata ruang wilayah yang
bersangkutan.

BAB VII
PERUNTUKAN PEMANFAATAN
Pasal 10

1. Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah untuk keperluan air minum


merupakan prioritas utama di atas segala keperluan lain.
2. Urutan prioritas peruntukan air bawah tanah adalah sebagai berikut :
a. air minum;
b. air untuk rumah tangga;
c. air untuk peternakan dan pertanian sederhana;
d. air untuk industri;
e. air untuk irigasi;
f. air untuk pertambangan;
g. air untuk usaha perkotaan;
h. air untuk kepentingan lainnya.
3. Urutan prioritas peruntukan pemanfaatan air bawah tanah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dapat berubah dengan memperhatikan kepentingan
umum dan kondisi setempat.
4. Peruntukan pemanfaat air bawah tanah ditetapkan oleh Gubernur,
Bupati/Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing.

BAB VIII
PERIZINAN
Pasal 11

1. Kegiatan eksplorasi, pengeboran termasuk penggalian, penurapan dan


pengambilan air bawah tanah hanya dapat dilaksanakan setelah
memperoleh izin.
2. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :
a. izin eksplorasi air bawah tanah;
b. izin pengeboran air bawah tanah;
c. izin penurapan mata air;
d. izin pengambilan air bawah tanah
e. izin pengambilan mata air.
3. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan oleh Bupati/Walikota
berdasarkan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6
dan Pasal 10.

Pasal 12

1. Prosedur pemberian izin eksplorasi air bawah tanah dilakukan sesuai dengan
pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Keputusan Menteri ini.
2. Prosedur pemberian izin pengeboran dan izin pengambilan air bawah tanah
dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran
V Keputusan Menteri ini.
3. Prosedur pemberian izin penurapan mataair dan izin pengambilan mataair
dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran
VI Keputusan Menteri ini.

Pasal 13

1. Pengeboran air bawah tanah hanya dapat dilakukan oleh :


a. Badan Usaha yang mempunyai Izin Perusahaan Pengeboran Air
Bawah Tanah dan juru bornya telah mendapatkan Surat Izin Juru Bor.
b. Instansi/Lembaga Pemerintah yang instalasi bornya telah mendapat
Surat Tanda Instalasi Bor dari Asosiasi, dan telah memperoleh
registrasi dari LPJK sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Izin usaha perusahaan pengeboran air bawah tanah (SIPPAT) dan izin juru
bor (SIJB) diberikan oleh Bupati/Walikota, sesuai lingkup kewenangan
masing-masing setelah mendapatkan sertifikat klasifikasi dan kualifikasi dari
Asosiasi dan telah memperoleh registrasi dari LPJK.
3. Prosedur pemberian izin perusahaan pengeboran air bawah tanah dilakukan
sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII
Keputusan Menteri ini.
4. Prosedur pemberian izin juru bor air bawah tanah dilakukan sesuai dengan
pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Keputusan Menteri
ini.

Pasal 14

1. Pengambilan air bawah tanah untuk keperluan air minum dan air rumah
tangga sampai batas-batas tertentu tidak diperlukan izin.
2. Pengaturan batas-batas tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di
atas ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati/Walikota.

BAB IX
PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 15

1. Menteri, Gubernur dan Bupati/ Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-


masing melakukan upaya pembinaan pendayagunaan pengambilan air
bawah tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pengendalian dan pengawasan dalam rangka kegiatan eksplorasi air bawah
tanah, pengeboran dan atau penurapan mata air, pengambilan air bawah
tanah dan pencemaran serta kerusakan lingkungan air bawah tanah
dilakukan oleh Bupati/Walikota dan masyarakat.
3. Pedoman teknik pengawasan pelaksanaan konstruksi sumur produksi air
bawah tanah dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IX Keputusan Menteri ini.

Pasal 16

Bupati/Walikota menangguhkan setiap pengambilan air bawah tanah yang


mengganggu keseimbangan air bawah tanah setempat dan atau terjadinya
kerusakan lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 17

1. Setiap pengambilan dan atau pemanfaatan air bawah tanah dikenakan


pungutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pembiayaan kegiatan konservasi air bawah tanah dibebankan kepada APBD
dan atau APBN yang berasal dari pungutan air bawah tanah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan sumber dana lainnya.
3. Persyaratan teknik penentuan nilai perolehan air dari pemanfaatan air bawah
tanah sebagai dasar dalam penetapan pajak pemanfaatan air bawah tanah
sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran X
Keputusan Menteri ini.

BAB XI
DATA AIR BAWAH TANAH
Pasal 18

1. Data air bawah tanah yang didapat dari pelaksanaan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1), disampaikan kepada
Direktur Jenderal.
2. Semua data yang ada pada instansi/Lembaga Pemerintah dan Swasta yang
belum pernah disampaikan kepada Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral dilaporkan kepada pemberi izin dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal.
3. Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) secara nasional
dikumpulkan dan dikelola oleh Direktur Jenderal.
4. Direktorat jenderal merupakan pusat data dan informasi air bawah tanah
yang terbuka untuk umum.
5. Gubernur dan atau Bupati/Walikota mengumpulkan dan mengelola data serta
informasi air bawah tanah dan disampaikan kepada Direktur Jenderal.
6. Data air bawah tanah yang didapat dari pelaksanaan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, wajib disampaikan kepada Direktur Jenderal
sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI
Keputusan Menteri ini.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19

Semua izin dalam bidang air bawah tanah yang telah diterbitkan sebelum
ditetapkan Keputusan Menteri ini, masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
izin yang bersangkutan.

BAB XIII
PENUTUP
Pasal 20

Kebijakan dalam bentuk pengaturan kewenangan dan pedoman-pedoman lainnya


yang dipandang perlu dan belum tercantum dalam Pedoman Teknis ini akan diatur
dan ditetapkan kemudian.

Pasal 21

Dengan ditetapkan Keputusan Menteri ini, maka :


1. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 02.P/101/M.PE/ 1994
tentang Pengurusan Administratif Air Bawah Tanah;
2. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
1945.K/101./M.PE/1995 tentang Pedoman Pengelolaan air Bawah Tanah
Untuk Daerah Tingkat II;
3. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1946.K/101/M.PE/1995
tentang Perizinan Pengeboran dan Pengambilan Air Bawah Tanah. Untuk
Kegiatan Usaha Pertambangan dan Energi dan Peraturan Pelaksanaannya,
dinyatakan tidak berlaku

Pasal 22

Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 November 2000
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
ttd.

Purnomo Yusgiantoro
Tembusan :

1. Presiden Republik Indonesia


2. Wakil Presiden Republik Indonesia
3. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
4. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
5. Menteri Negara Lingkungan Hidup
6. Sekretaris Jenderal Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral
7. Inspektur Jenderal Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral.
8. Para Direktur Jenderal di Lingkungan Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral.
9. Para Gubernur di seluruh Indonesia
10. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.

<Lampiran>
 
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Nomor : 1451 K/10/MEM/2000
Tanggal : 3 November 2000

PEDOMAN TEKNIS EVALUASI POTENSI AIR BAWAH TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peran sumberdaya air bawah tanah semakin lama semakin penting dan strategis, karena
menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas
masyarakat. Agar pemanfaatan sumberdaya air bawah tanah dapat dilakukan secara
berkelanjutan dengan tetap mempertimbangkan potensi ketersediaan dan perubahan-
perubahan yang terjadi akibat pemanfaatannya tidak menimbulkan dampak negatif yang
berarti baik bagi air bawah tanah maupun lingkungan di sekitarnya, maka diperlukan
evaluasi potensi air bawah tanah sebagai dasar perencanaan dan pengembangannya. Oleh
karena itu, sebagai perangkat pendukung diperlukan pedoman teknis evaluasi potensi air
bawah tanah.

B. Maksud dan Tujuan

Pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah ini dimaksudkan sebagai acuan dalam
pelaksanaan evaluasi potensi air bawah tanah dengan skala 1 : 100.000 atau lebih besar,
dalam rangka perencanaan dan pengembangan air bawah tanah. Tujuan evaluasi potensi
air bawah tanah adalah untuk mengoptimalkan pengambilan air bawah tanah yang
berasaskan antara lain kemanfaatan, kesinambungan, dan pelestarian air bawah tanah.

C. Ruang Lingkup
Pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah ini meliputi metode dan tahapan
evaluasi; ketentuan umum; kegiatan evaluasi potensi air bawah tanah yang meliputi
pengumpulan data, evaluasi geometri dan konfigurasi sistem akuifer berikut parameter-
parameternya, jumlah dan mutu air bawah tanah, penentuan daerah imbuh dan daerah
lepasan, penentuan tingkat potensi air bawah tanah, dan pelaporan.

D. Metode dan Tahapan Evaluasi

Evaluasi potensi air bawah tanah dilakukan dengan metode gabungan antara deduktif,
empirik, analitik, dan estimasi kuantitatif, dengan melalui tahapan-tahapan :

1. Pengumpulan data air bawah tanah dan yang berkaitan, baik data primer maupun
sekunder;
2. Evaluasi dan analisis data terkumpul;
3. Penyusunan peta-peta tematik dan peta potensi air bawah tanah;
4. Penyusunan laporan.

E. Sasaran

Sasaran yang akan dicapai adalah tersedianya informasi potensi air bawah tanah dengan
tingkatan maju (advance), dalam arti informasi tersebut sudah mengandung evaluasi
yang semi-kuantitatif hingga kuantitatif sehingga layak dipakai acuan untuk perencanaan
dan pengembangan dalam pendayagunaan air bawah tanah.

1
II. PENGERTIAN

1. Air bawah tanah tak tertekan atau air bawah tanah bebas adalah air bawah tanah yang
terdapat dalam akuifer tak tertekan;
2. Air bawah tanah tertekan atau air bawah tanah artois adalah air bawah tanah yang
terdapat dalam akuifer tertekan;
3. Akuifer tak tertekan adalah akuifer yang dibatasi di bagian atasnya oleh muka air
bertekanan sama dengan tekanan udara luar (1 atmosfer) dan di bagian bawahnya oleh
lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka air preatik;
4. Akuifer tertekan atau akuifer artois adalah akuifer yang dibatasi di bagian atas dan
bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka
pisometrik yang mempunyai tekanan lebih besar dari tekanan udara luar;
5. Akuifer semi-tertekan atau akuifer bocor adalah akuifer yang dibatasi di bagian atasnya
oleh lapisan lambat air dan di bagian bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah
tanah pada akuifer ini disebut muka pisometrik yang mempunyai tekanan lebih besar
dari tekanan udara luar;
6. Akuiklud atau lapisan kedap air adalah suatu lapisan jenuh air yang mengandung air
tetapi tidak mampu melepaskannya dalam jumlah berarti;
7. Akuitar atau lapisan lambat air adalah suatu lapisan sedikit lulus air yang tidak mampu
melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi melepaskan air cukup berarti ke arah
vertikal;
8. Akuifug atau lapisan kebal air adalah suatu lapisan kedap air yang tidak mampu
mengandung dan meneruskan air;
9. Uji pemompaan adalah salah satu cara untuk menentukan karakteristik hidraulika
akuifer dan non-akuifer yang bertindak sebagai penekan;
10. Koefisien kelulusan (k) adalah angka yang menunjukkan kemampuan meluluskan air di
dalam rongga-rongga batuan tanpa mengubah sifat-sifat airnya; dengan dimensi
[panjang/waktu], misal [m/detik];
11. Koefisien keterusan (T) adalah angka yang menunjukkan banyaknya air yang dapat
mengalir melalui suatu bidang vertikal setebal akuifer, selebar satu satuan panjang
dengan landaian hidraulika 100 %; dengan dimensi [panjang2/waktu], misal [m2/hari];
12. Kapasitas jenis (Qs) adalah debit air yang diperoleh pada setiap penurunan muka air
bawah tanah sepanjang satu satuan panjang dalam suatu sumur pompa pada akhir
periode pemompaan; dengan dimensi [panjang3/waktu/panjang], misal [liter/detik/m];
13. Serahan jenis (Sy) adalah volume air yang dibebaskan atau diberikan oleh suatu satuan
isi akuifer jika dapat meniris (mengalir sendiri) secara bebas oleh gaya berat. atau
kesarangan efektif adalah perbandingan dalam persen ( % ) antara air yang dapat
diambil dari tanah atau batuan yang jenuh air dan volume total tanah atau batuan;
14. Koefisien simpanan (S) adalah volume air yang dilepaskan dari atau dimasukkan ke
dalam akuifer setiap satu satuan luas akuifer pada satu satuan perubahan kedudukan
muka air bawah tanah; koefisien cadangan tidak berdimensi [-];
15. Debit optimum (Qopt) adalah volume air yang dapat dikeluarkan dalam setiap satuan
waktu tertentu tanpa menimbulkan kerusakan pada akuifer yang disadap; dengan
dimensi [panjang3/waktu], misal [liter/detik];
16. Daur hidrologi adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan peredaran air dalam
keadaannya yang berupa bahan cair, uap air, dan padat dari lautan ke udara, dari udara
ke daratan, di atas permukaan daratan atau di bawah tanah dan kembali ke laut;
17. Limpasan permukaan (RO) adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai
permukaan air bawah tanah, yakni curah hujan dikurangi sebagian dari besarnya
infiltrasi, air yang tertahan dan genangan; dengan dimensi [panjang3/waktu], misal
[liter/detik];
18. Evapotranspirasi atau penguap-keringatan (ET) adalah jumlah penguapan dan
pengeringatan yang berasal dari permukaan yang basah (permukaan air atau tanah

2
terbuka) dan tetumbuhan ke dalam atmosfera; dengan dimensi [panjang/waktu], misal
[mm/tahun];
19. Hidrograf muka air bawah tanah adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara
kedudukan muka air bawah tanah dan waktu;
20. Peta potensi cekungan air bawah tanah adalah bentuk ungkapan informasi yang
menggambarkan dimensi, geometri dan karakteristik akuifer dan non akuifer serta
jumlah ketersediaan dan mutu air bawah tanah.

III. EVALUASI POTENSI AIR BAWAH TANAH

Evaluasi potensi air bawah tanah merupakan kegiatan lanjutan setelah evaluasi hidrogeologi
berskala regional, yakni pemetaan hidrogeologi sistematis skala 1 : 250.000. Evaluasi potensi
air bawah tanah ini didasarkan atas cekungan air bawah tanah dengan skala lebih besar atau
sama dengan 1 : 100.000.
Evaluasi potensi air bawah tanah mencakup kegiatan :

A. Pengumpulan Data

1. Data Primer air bawah tanah dan yang berkaitan dikumpulkan secara in-situ,
yakni dari suatu kegiatan survei lapangan meliputi :

a. Pengamatan dan pemutakhiran data geologi;


b. Evaluasi titik minatan hidrogeologi dan hidrologi meliputi sumur gali,
sumur pasak, sumur bor, mataair dan fasilitas lain yang serupa (rembesan,
kolam, danau, rawa, sungai);.
c. Pengukuran geofisika;
d. Pengeboran sumur eksplorasi;
e. Uji pemompaan pada sumur eksplorasi dan sumur terpilih;
f. Pengambilan contoh air bawah tanah untuk analisis fisika, kimia, maupun
bakteriologi.

2. Data Sekunder air bawah tanah dan yang berkaitan dikumpulkan dari berbagai
sumber, meliputi :

a. Peta topografi dan peta geologi skala 1 : 100.000 atau lebih besar;
b. Data hasil kegiatan pengeboran;
c. Data hasil pengukuran geofisika;
d. Data fisik dan kimia air bawah tanah;
e. Data hidroklimatologi;
f. Data hidrologi berupa aliran sungai dan air permukaan lainnya;
g. Data jenis tanah dan tanaman penutup serta tata guna lahan;
h. Data penggunaan air bawah tanah.

3
B. Penentuan Geometri Cekungan dan Konfigurasi Sistem Akuifer

1. Geometri cekungan air bawah tanah meliputi :

a. Penentuan batas lateral cekungan air bawah tanah berikut tipenya;


b. Penentuan batas vertikal bagian atas dan bagian bawah cekungan air
bawah tanah.

2. Konfigurasi sistem akuifer meliputi :

a. Penentuan sebaran lateral akuifer dan non-akuifer disajikan dalam suatu


bentuk peta tematik, misal Peta Satuan Hidrogeologi (Map of
Hydrogeological Units).
b. Penentuan sebaran vertikal sistem akuifer dan non-akuifer yang mempunyai
karakteristik hidrolika yang relatif sama, misal kedudukan muka air bawah
tanahnya, dikelompokkan menjadi satu sistem (akuifer atau non-akuifer)
dilakukan dengan cara :
1) Membuat penampang hidrogeologi;
2) Menentukan kedalaman bagian atas sistem akuifer;
3) Menentukan kedalaman bagian bawah sistem akuifer.
c. Penentuan model konseptual sistem akuifer berdasarkan butir a dan b di
atas untuk memudahkan di dalam penghitungan neraca air pada cekungan
air bawah tanah tersebut.

C. Penentuan Parameter Akuifer dan Non Akuifer

Parameter akuifer dan non-akuifer yang ditentukan meliputi :


1. Koefisien kelulusan (k) suatu akuifer atau non-akuifer ditentukan berdasarkan :
a. uji lapangan melalui uji akuifer, uji peker (packer test), dan uji perkolasi;
b. uji laboratorium dengan metode falling head, constant head, dan analisis
ukuran butir;
c. metode deduktif dilakukan dengan memperhatikan macam, sifat-sifat fisik, dan
penyusun utama batuan serta membandingkannya dengan koefisien kelulusan
yang terdapat dalam berbagai sumber.
2. Koefisien keterusan (T) dari suatu akuifer atau non-akuifer ditentukan dengan :
a. uji lapangan dilakukan melalui uji akuifer;
b. metode gabungan antara deduktif dan analitis dilakukan dengan mengalikan
koefisien kelulusan (k) hasil deduksi dan ketebalan akuifer (D).
3. Koefisien simpanan (S) dari suatu akuifer atau non-akuifer ditentukan melalui uji
akuifer.

4
D. Penentuan Jumlah Air Bawah Tanah

Penentuan jumlah air bawah tanah dilakukan melalui penghitungan


parameter-parameter jumlah sebagai berikut :
1. Imbuhan air bawah tanah ke dalam suatu akuifer secara kuantitatif, antara lain
dengan metode persentase curah hujan (precipitation percentage), neraca
khlorida (chloride balance), dan hidrograf sumur (well hydrograph);
2. Aliran air bawah tanah yang masuk ke dalam suatu cekungan air bawah tanah
atau yang ke luar dari cekungan dihitung antara lain dengan jaring aliran (flow
net) dan menerapkan persamaan Darcy;
3. Debit optimum yang dihasilkan dari setiap sistem akuifer di suatu cekungan air
bawah tanah ditentukan dengan dua cara, yakni :
a. Uji sumur, untuk menentukan parameter sumur yang meliputi debit
optimum (Qopt) dan debit jenis (Qs);
b. Estimasi kuantitatif dilakukan untuk menentukan Qopt areal pada suatu
cekungan air bawah tanah dilakukan melalui tahapan :
1) Penentuan ketebalan (D) setiap sistem akuifer;
2) Penentuan koefisien kelulusan (k) setiap sistem akuifer;
3) Penentuan koefisien keterusan (T) setiap sistem akuifer;
4) Penentuan debit jenis (Qs) setiap sistem akuifer;
5) Penentuan debit optimum (Qopt) setiap sumur pada setiap sistem
akuifer dengan menurunkan muka air bawah tanah sampai kedudukan
kritis.

4. Jarak minimum antar sumur ditentukan agar debit optimum pada setiap sumur
yang dibuat dapat dicapai yang ditentukan berdasarkan uji pemompaan yang
dilengkapi dengan sumur-sumur pengamat (observation wells);
Neraca air pada suatu cekungan air bawah tanah dilakukan untuk menentukan
angka besaran beberapa komponen daur hidrologi (hydrologic cycle) yang
dilakukan sebagai berikut :
a. Analisis data hidroklimatologi untuk memperoleh besaran komponen daur
hidrologi, yakni curah hujan areal (P), evapotranspirasi (ET), dan limpasan
permukaan (R );
b. Penghitungan neraca air untuk menentukan jumlah air bawah tanah
dilakukan dengan mempertimbangkan model konseptual sistem akuifer
pada cekungan air bawah tanah yang dikaji, komponen daur hidrologi, dan
menerapkan persamaan neraca air.

E. Penentuan Mutu Air Bawah Tanah

Dilakukan melalui :
1. Evaluasi hidrokimia untuk mendapatkan informasi tentang asal usul (genesa),
kecepatan dan arah pergerakan, dan imbuhan serta lepasan air bawah tanah;
2. Evaluasi bakteriologi untuk mengetahui kandungan bakteri patogen dan coli
di dalam air bawah tanah dengan tujuan untuk mendeteksi polusi biologi
terhadap air bawah tanah serta menguji kelayakan penggunaannya untuk
keperluan air minum;

5
3. Evaluasi peruntukan untuk mengetahui kelayakan penggunaan air bawah
tanah bagi berbagai keperluan seperti air minum, rumah tangga, industri, dan
pertanian.

F. Penentuan Daerah Imbuh dan Daerah Lepasan Air Bawah Tanah

Dilakukan dengan cara menumpang-tindihkan (overlay) antara peta muka preatik


dan peta muka pisometrik. Garis perpotongan antara muka preatik dan muka
pisometrik adalah garis engsel (hinge line) tersebut merupakan batas antara daerah
imbuh dan daerah lepasan;
Apabila data muka preatik dan muka pisometrik tidak tersedia secara memadai,
penentuan batas antara daerah imbuh dan daerah lepasan dilakukan dengan cara
pendekatan yang mengacu kepada konsepsi-konsepsi hidrogeologi yang berlaku.

G. Penentuan Tingkat Potensi Air Bawah Tanah


Tingkat potensi air bawah tanah di suatu cekungan disajikan dalam Peta
Potensi Air Bawah Tanah skala 1 : 100.000 atau lebih besar, yang menyajikan
penilaian secara areal tentang kemungkinan pengembangan air bawah tanah untuk
keperluan air minum. Kemungkinan pengembangan air bawah tanah didasarkan
atas 2 (dua) kelompok kriteria yang berkaitan dengan penilaian jumlah dan mutu
air bawah tanah.

1. Kelompok Kriteria Jumlah

Jumlah air bawah tanah yang dapat dieksploitasi dinilai berdasarkan harga
parameter akuifer dan parameter sumur secara areal (areal values), meliputi
koefisien keterusan (T), debit jenis (Qs), dan debit optimum (Qopt).
Berdasarkan kriteria jumlah, dibedakan menjadi 3 (tiga) kelas yakni :
a. Besar, jika debit optimum setiap sumur lebih dari 10 liter/detik;
b. Sedang, jika debit optimum setiap sumur antara 2.0 - 10 liter/detik;
c. Kecil, jika debit optimum setiap sumur kurang dari 2.0 liter/detik.
Pada setiap kelas di atas, perlu ditentukan jarak minimum antar sumur agar
debit optimum dapat dicapai.

2. Kelompok Kriteria Mutu

Dari sisi mutu, kelayakan air bawah tanah untuk keperluan air minum
didasarkan atas kandungan unsur/senyawa anorganik utama seperti besi (Fe),
mangan (Mn), khlorida (Cl), nitrat (NO3), nitrit (NO2), sulfat (SO4), derajat
keasaman (pH), dan jumlah zat padat terlarut (TDS), menurut standar
Departemen Kesehatan (Tabel 1).

Tabel 1 . Standar Air Minum DepKes untuk Unsur / Senyawa Kimia Utama

Unsur / Nilai Maksimum yang Nilai Maksimum yang


Senyawa Disarankan [mg/liter] Diperbolehkan [mg/liter]

Fe 0,1 0,1
Mn 0,05 0,5
Cl 200 600
NO3 - 20
NO2 - 0,0
SO4 200 400
PH - 7,5

6
TDS 500 1.500

Berdasarkan kriteria mutu, dibedakan menjadi 3 (tiga) kelas yakni :


a. Baik, jika kandungan unsur/senyawa anorganik di dalam air bawah tanah
di bawah nilai maksimum yang disarankan;
b. Sedang, jika kandungan unsur/senyawa anorganik di dalam air bawah
tanah antara nilai maksimum yang disarankan dan nilai maksimum
diperbolehkan;
c. Jelek, jika kandungan unsur/senyawa anorganik di dalam air bawah tanah
di atas nilai maksimum yang diperbolehkan.

3. Wilayah Potensi Air Bawah Tanah

a. Berdasarkan kriteria jumlah dan mutunya, pada setiap sistem akuifer


dapat dibedakan menjadi 4 (empat) wilayah potensi air bawah tanah,
yakni (Gambar 1) :
1) Tinggi, jika setiap sumur yang dibuat (dengan jarak antar sumur
tertentu) menghasilkan Qopt lebih dari 10 liter/detik dengan mutu air
baik;
2) Sedang, jika setiap sumur yang dibuat (dengan jarak antar sumur
tertentu) menghasilkan Qopt antara 2,0 - 10 liter/detik atau lebih dari
10 liter/detik dengan mutu air baik - sedang;
3) Rendah, jika setiap sumur yang dibuat (dengan jarak antar sumur
tertentu) menghasilkan Qopt kurang dari 2,0 liter/detik dengan mutu
air baik - sedang;
4) Nihil, jika setiap sumur yang dibuat menghasilkan air dengan mutu
jelek.
b. Dalam suatu cekungan air bawah tanah, di mana di dalamnya dijumpai 2
(dua) sistem akuifer, yakni sistem akuifer dangkal (tak tertekan) dan
sistem akuifer dalam (tertekan), maka tingkat potensi di cekungan
tersebut diketahui dengan cara menumpang-tindihkan (overlay) antara
tingkat potensi pada sistem akuifer dangkal dan sistem akuifer dalam.

BAIK SEDANG JELEK


MUTU di bawah nilai antara nilai di atas nilai
maksimum yang maksimum disarankan maksimum yang
JUMLAH disarankan dan maksimum diperbolehkan
diperbolehkan
BESAR TINGGI
N
Qopt > 10 liter/detik (biru)
I
SEDANG
SEDANG H
Qopt = 2.0 – 10
(hijau) I
liter/detik
L
KECIL
RENDAH (orange)
Qopt < 2.0 liter/detik

Gambar 1 . Matriks Potensi Air Bawah Tanah

IV. pelaporan

Hasil akhir dari evaluasi potensi air bawah tanah dituangkan dalam bentuk
laporan tertulis yang berisi uraian pembahasan dan dilengkapi dengan sajian :
A. Peta utama berupa Peta Potensi Cekungan Air Bawah Tanah Skala 1 : 100.000 atau
lebih besar, yang di dalamnya memberikan informasi tentang wilayah potensi,

7
konfigurasi dan parameter sistem akuifer, parameter sumur, daerah imbuh dan
daerah lepasan;
B. Peta-peta hidrogeologi tematik skala 1 : 100.000 atau lebih besar, antara lain Peta
Morfologi, Peta Satuan Hidrogeologi, Peta Kedalaman Bagian Atas Sistem Akuifer,
Peta Kedalaman Bagian Bawah Sistem Akuifer, Peta Ketebalan Sistem Akuifer, dan
Peta Muka Air Bawah Tanah, dan Peta Mutu Air Bawah Tanah;
C. Gambar, sketsa, grafik, dan tabel hasil analisis dan penghitungan.

Menteri Energi dan Sumber daya Mineral


ttd

Purnomo Yusgiantoro

8
Lampiran II Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000
TANGGAL : 3 November 2000

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIR BAWAH TANAH

.
I PENDAHULUAN 4. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar
A. Latar Belakang dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
Air bawah tanah saat ini sudah tidak pengambilan air bawah tanah yang
lagi merupakan komoditi bebas tetapi telah direncanakan pada lingkungan hidup yang
menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
peran penting bahkan di beberapa tempat serta penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan.
menjadi strategis. 5. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) adalah
Pemanfaatan air bawah tanah yang dokumen yang mengandung upaya penanganan
terus meningkat dapat menimbulkan dampak dampak terhadap lingkungan hidup yang
negatif terhadap air bawah tanah itu sendiri ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau
maupun lingkungan di sekitarnya, diantaranya kegiatan pengambilan air bawah tanah.
berkurangnya jumlah dan mutu air bawah tanah, 6. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalah
penyusupan air laut dan amblesan tanah. dokumen yang mengandung upaya pemantauan
Agar pemanfaatannya dapat optimal komponen lingkungan hidup yang terkena
tanpa menimbulkan dampak negatif, maka dampak akibat dari rencana usaha dan atau
diperlukan pedoman perencanaan pendaya- kegiatan pengambilan air bawah tanah.
gunaan air bawah tanah.
III. TAHAPAN PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN
B. Maksud dan Tujuan AIR BAWAH TANAH
Pedoman ini dimaksudkan sebagai Perencanaan pendayagunaan air bawah
acuan dalam pendayagunaan air bawah tanah tanah yang berwawasan lingkungan didasarkan pada
yang berwawasan lingkungan. tahapan yang mencakup inventarisasi potensi air
Tujuannya adalah untuk menyera- bawah tanah, perencanaan pemanfaatan, perizinan,
gamkan kesatuan tindak perencanaan pendaya- pengawasan dan pengendalian, serta konservasi air
gunaan air bawah tanah sehingga pemanfaatan bawah tanah.
air bawah tanah dapat dilakukan secara A. Inventarisasi Potensi Air Bawah Tanah
bijaksana sesuai dengan rencana peruntukan,
prioritas pemanfaatan dan potensi keter- Iventarisasi potensi air bawah tanah
sediaannya. merupakan fungsi paling menentukan dalam
pendayagunaan air bawah tanah yang
II. PENGERTIAN berwawasan lingkungan karena ketersediaan
dan potensi air bawah tanah suatu daerah
1. Pendayagunaan air bawah tanah adalah ditentukan oleh faktor alami, merupakan sesuatu
pemanfaatan air bawah tanah secara optimal yang diterima apa adanya sebesar kemampuan
dan berkelanjutan. alam itu sendiri.
2. Daerah imbuh air bawah tanah adalah suatu Langkah awal dari inventarisasi potensi
wilayah di mana proses pengimbuhan air tanah air bawah tanah adalah inventarisasi seluruh
berlangsung, yang ditandai oleh kedudukan aspek air bawah tanah yang ada untuk
muka preatik lebih tinggi dari pada muka mengetahui potensinya melalui kegiatan
pisometrik; pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi
3. Daerah lepasan air bawah tanah adalah suatu dan evaluasi, mengumpulkan dan mengelola
wilayah di mana proses pelepasan air bawah data air bawah tanah.
tanah berlangsung, yang ditandai oleh Kegiatan inventarisasi di atas dilakukan
kedudukan muka preatik lebih rendah dari pada melalui pengumpulan, evaluasi, dan analisis
muka pisometrik; data untuk memperoleh :

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 404


Lampiran II Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

1. informasi batas cekungan air bawah tanah; 1. peruntukan pemanfaatan air bawah tanah untuk
2. informasi dimensi, geometri dan parameter keperluan air minum dan rumah tangga adalah
akuifer; merupakan prioritas utama di atas segala
3. informasi mengenai daerah imbuh dan keperluan lain;
daerah lepasan air bawah tanah; 2. pemanfaatan air bawah tanah pada akuifer bebas,
4. informasi jumlah air bawah tanah; diprioritaskan untuk keperluan air minum dan
5. informasi mutu air bawah tanah; rumah tangga;
6. informasi jumlah pengambilan air bawah 3. pengambilan air bawah tanah untuk keperluan
tanah; lain tidak mengganggu keperluan untuk rumah
7. informasi lainnya yang diperlukan tangga.
4. dalam pengaturan pemanfaatan didasarkan atas
Mengingat sifat dari air bawah tanah
urutan prioritas peruntukan serta memperhatikan
yang dinamis maka diperlukan pemutakhiran
kepentingan umum dan kondisi setempat.
informasi-informasi tersebut di atas sesuai
dengan perkembangan pengambilan air bawah Izin-izin tersebut selain sebagai
tanah. perwujudan aspek legalitas juga dimaksudkan untuk
Dari hasil kegiatan inventarisasi tersebut membatasi pengambilan air bawah tanah melalui
maka akan diperoleh informasi potensi ketentuan-ketentuan teknis yang harus dipatuhi oleh
sumberdaya air bawah tanah. pemegang izin, agar pengambilan air bawah tanah
sesuai dengan daya dukung ketersediaannya secara
B. Perencanaan Pemanfaatan Air Bawah Tanah alami.

Penyusunan perencanaan pemanfaatan air D. Pengawasan dan Pengendalian


bawah tanah untuk memenuhi suatu permintaan
dapat dilakukan dengan mempertimbangkan : Keberhasilan pendayagunaan air bawah
tanah yang berwawasan lingkungan sangat
1. kebutuhan air bawah tanah untuk jangka
tergantung pada fungsi pengawasan dan
panjang berdasarkan perkembangan peman-
pengendalian sehingga keberlanjutan pemanfaatan
faatan air bawah tanah yang telah ada dan
air bawah tanah dapat terwujud.
rencana pengembangan air tanah selanjutnya;
2. rekaan (model simulasi matematis) kondisi 1. Pengasawan
hidrogeologi mirip keadaan alami; Kegiatan pengawasan meliputi :
3. perencanaan pemanfaatan air bawah tanah a
. Pengawasan pelaksanaan persyaratan
dalam kurun waktu tertentu sesuai kuota teknik yang tercantum dalam SIP dan SIPA;
pengambilan air bawah tanah yang aman b
. Pengawasan terhadap pelaksanaan UKL
sehingga pemanfaatannya tidak sampai dan UPL atau AMDAL
menimbulkan dampak negatif; c
. Pengawasan terhadap kemungkinan
4. pemanfaatan air bawah tanah untuk memenuhi terjadinya pencemaran dan kerusakan
permintaan harus lebih kecil atau maksimum lingkungan air bawah tanah
sama dengan daya dukung ketersediaannya
secara alami; 2. Pengendalian
5. Lokasi-lokasi yang kondisi lingkungan air Kegiatan pengendalian meliputi :
bawah tanahnya telah rawan atau kritis a
. Kegiatan pemantauan
dilakukan pengaturan pengambilan serta 1) Pemantauan jumlah dan mutu air bawah
peruntukannya lebih lanjut sesuai kemampuan tanah;
ketersediaannya serta bagi yang telah ada wajib 2) Pemantauan dampak lingkungan akibat
dilakukan pengurangan debit pengambilan. pendayagunaan air bawah tanah;
3) Pemantauan perubahan penggunaan
C. Perizinan dan fungsi lahan.
Kegiatan pengeboran atau penurapan b
. Pembuatan peta pengendalian peng-
matair dan pengambilan air bawah tanah dapat ambilan air bawah tanah yang mencakup
dilakukan setelah memperoleh izin pengambilan penentuan :
air bawah tanah atau izin pengambilan mata air 1) Zonasi air bawah tanah (aman, rawan,
(SIPA) dengan ketentuan sebagai berikut : kritis, dan rusak);

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 405


Lampiran II Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

2) Kedalaman akuifer yang aman untuk


disadap;
3) Kuota debit pengambilan air bawah
tanah berdasarkan potensi keterse-
diaannya;
4) Debit pengambilan air bawah tanah
berdasarkan peruntukannya
c
. Melakukan pengenaan sanksi administra-
tif dan sanksi hukum sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku
terhadap pelaksanaan pengeboran dan atau
pengguna air bawah tanah apabila terjadi
kerusakan lingkungan akibat pengambilan
air bawah tanah.

E. Konservasi Air Bawah Tanah


Konservasi air bawah tanah adalah
pengelolaan air bawah tanah untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin
ketersediaannya dengan tetap memelihara serta
meningkatkan mutunya. Pada dasarnya merupakan
tindakan yang perlu dilakukan dalam
pendayagunaan sumber daya air bawah agar
pemanfaatannya dapat optimum dan
berkesinambungan tanpa menimbulkan dampak
negatif terhadap kondisi dan lingkungan
sumberdaya air bawah tanah tersebut.
Upaya teknik yang dapat dilakukan dalam
pelaksanaan konservasi air bawah tanah meliputi :
1. memaksimalkan pengimbuhan air bawah tanah;
2. pengaturan pengambilan air bawah tanah;
3. perlindungan air bawah tanah.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 406


Lampiran III Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

LAMPIRAN III KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000
TANGGAL : 3 November 2000

PEDOMAN TEKNIS PENENTUAN DEBIT PENGAMBILAN


AIR BAWAH TANAH

.
I PENDAHULUAN bersama-sama dengan kondisi geologi, curah
hujan, tampilan air permukaan, kemungkinan
A. Latar Belakang
luah sumur dan hidrokimia pada akuifer endapan
Pengambilan air bawah tanah perlu permukaan dan akuifer batuan dasar, untuk
dilakukan secara terkendali dengan memahami rezim air bawah tanah suatu daerah/
mempertimbangkan asas kemanfaatan, wilayah/kawasan.
kesinambungan ketersediaan, keadilan dan
5. Peta konservasi cekungan air bawah tanah
kelestarian air bawah tanah beserta lingkungan
adalah bentuk ungkapan informasi yang
keberadaannya.
menggambarkan pengaturan kedalaman
Salah satu aspek penting dalam penyadapan, pembatasan debit sumur produksi,
pengendalian air bawah tanah adalah penentuan pengaturan peruntukan pemanfaatan, serta
debit pengambilan yang diperbolehkan, oleh zonasi kondisi air bawah tanah aman, rawan,
karena itu diperlukan pedoman penentuan debit kritis atau rusak.
pengambilan air bawah tanah.
6. Peta buaian muka air bawah tanah adalah bentuk
ungkapan informasi yang menggambarkan
B. Maksud dan Tujuan
perbedaan kedudukan muka air bawah tanah
Pedoman teknis penentuan debit pada akuifer tidak tertekan pada saat kedudukan
pengambilan air bawah tanah dimaksudkan kedalaman maksimum dan minimum suatu
sebagai acuan dalam menentukan besarnya debit daerah/wilayah/kawasan.
pengambilan agar sesuai dengan daya dukung 7. Peta jaringan aliran air bawah tanah adalah
ketersediaannya. bentuk ungkapan informasi yang menggam-
Tujuannya adalah sebagai dasar barkan lebar akuifer, garis kesamaan muka air
penentuan debit pengambilan air bawah tanah bawah tanah, arah aliran air bawah tanah serta
yang dituangkan dalam surat izin pengambilan jumlah air bawah tanah pada setiap segmen
air bawah tanah (SIPA). aliran air bawah tanah suatu daerah/wilayah/
kawasan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi III. PENENTUAN DEBIT PENGAMBILAN AIR
penentuan debit pengambilan air bawah tanah BAWAH TANAH PADA AKUIFER TIDAK
pada akuifer tidak tertekan dan akuifer tertekan TERTEKAN
serta debit penurapan mataair. Penentuan debit pengambilan air bawah
tanah pada akuifer tidak tertekan dengan
II. PENGERTIAN mempertimbangkan :
1. Karakteristik akuifer adalah sifat dasar dari 1. Peta Hidrogeologi Skala > 1 : 100.000
hidraulik suatu akuifer, diantaranya nilai Dari peta ini dapat diperoleh gambaran secara
keterusan, nilai kelulusan, nilai koefisien kualitatif / semi kuantitatif mengenai satuan
simpanan. hidrogeologi dan kemungkinan luah sumur
2. Produktivitas akuifer adalah kemampuan akuifer pada akuifer tidak tertekan dan hidrokimia air
menghasilkan air bawah tanah dalam jumlah bawah tanah tidak tertekan;
tertentu. 2. Peta Potensi Cekungan Air Bawah Tanah Skala
3. Muka air bawah tanah adalah permukaan air > 1 : 100.000
bawah tanah didalam sumur dihitung dari muka
Dari peta ini dapat diperoleh informasi secara
tanah setempat atau muka laut.
semi-kuantitatif / kuantitatif mengenai kedalaman
4. Peta hidrogeologi skala > 1 : 100.000 adalah akuifer tidak tertekan, muka air bawah tanah tidak
bentuk ungkapan informasi yang menggam- tertekan, debit optimum dan jarak antar sumur,
barkan pelamparan akuifer dan non akuifer dan mutu air bawah tanah tidak tertekan;

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 407


Lampiran III Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

3. Peta Kedalaman Muka Air Bawah Tanah Tidak mengenai lebar akuifer, garis kesamaan muka
Tertekan Skala > 1 : 50.000 air bawah tanah, arah aliran air bawah tanah
Dari peta ini dapat diperoleh informasi serta jumlah aliran air bawah tanah pada setiap
kedudukan muka air bawah tanah maksimum segmen;
(musim penghujan), muka air bawah tanah 4. Peta Konservasi Cekungan Air Bawah Tanah
minimum (musim kemarau) serta besar buaian Skala > 1 : 50.000
muka air bawah tanah dan arah alirannya; Peta ini khusus digunakan pada daerah yang
4. Peta Jaringan Aliran Air Bawah Tanah Tidak pengambilan air bawah tanahnya intensif. Dari
Tertekan Skala > 1 : 50.000 peta ini dapat diperoleh informasi mengenai
daerah-daerah yang pengambilan air bawah
Dari peta ini dapat diperoleh informasi rinci
tanah pada akuifer tertekan yang perlu dibatasi;
mengenai lebar akuifer, garis kesamaan muka
air bawah tanah, arah aliran air bawah tanah 5. Hasil Uji Pemompaan
serta jumlah aliran air bawah tanah pada setiap Dari hasil analisis data uji pemompaan dapat
segmen; diperoleh informasi mengenai debit optimum
5. Peta Konservasi Cekungan Air Bawah Tanah pengambilan air bawah tanah pada akuifer
Skala > 1 : 50.000 tertekan sesuai kondisi air bawah tanah
setempat.
Peta ini khusus digunakan pada daerah yang
pengambilan air bawah tanahnya telah intensif. Atas dasar pertimbangan tersebut di atas,
Dari peta ini diperoleh informasi mengenai debit maksimum pengambilan air bawah tanah pada
daerah-daerah yang pengambilan air bawah akuifer tertekan yang diperbolehkan adalah sama
tanah pada akuifer tidak tertekan yang perlu dengan pengambilan yang menyebabkan penurunan
dibatasi; muka air bawah tanah hingga kedalaman bagian
atas lapisan penekan (confining layer), yaitu lapisan
6. Hasil Uji Pemompaan kedap air atau lapisan lambat air yang menutupi
Dari hasil analisis data uji pemompaan dapat akuifer tertekan tersebut.
diperoleh informasi mengenai debit
pengambilan air bawah tanah optimum sesuai V. PENENTUAN DEBIT PENURAPAN MATAAIR
kondisi air bawah tanah setempat. Penentuan debit penurapan mataair dengan
Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, mempertimbangkan :
debit maksimum pengambilan air bawah tanah pada 1. Peta Hidrogeologi Skala > 1 : 100.000
akuifer tidak tertekan yang diperbolehkan adalah
sama dengan pengambilan yang menyebabkan Dari peta ini diperoleh informasi mengenai
penurunan muka air bawah tanahnya sebesar 60% lokasi, debit mataair, mutu air, dan jenis mataair;
dari tebal air pada saat muka air bawah tanah mini- 2. Data debit mataair
mum. Data debit mataair yang diperlukan adalah debit
bulanan minimum dan bulanan maksimum,
IV. PENENTUAN DEBIT PENGAMBILAN AIR sekurang-kurangnya selama periode pengukuran
BAWAH TANAH PADA AKUIFER TERTEKAN. 1 (satu) tahun;
Penentuan debit air bawah tanah pada akuifer 3. Pengambilan air bawah tanah dari mataair
tertekan dengan mempertimbangkan : diperhitungkan berdasarkan debit aliran secara
1. Peta Hidrogeologi Skala > 1: 100.000 alamiah, dalam arti tidak dilakukan dengan
Dari peta ini dapat diperoleh gambaran secara rekayasa teknik untuk meningkatkan debit
kualitatif/semi kuantitatif mengenai satuan pengambilan dengan mengubah cara
hidrogeologi dan kemungkinan luah sumur pemunculannya;
pada akuifer tertekan dan hidrokimia air bawah 4. Data pemanfaatan mataair yang telah ada seperti
tanah tertekan; untuk irigasi dan air minum serta rumah tangga
2. Peta Potensi Cekungan Air Bawah Tanah Skala bagi penduduk sekitar.
> 1 : 100.000 Atas dasar pertimbangan tersebut di atas,
Dari peta ini dapat diperoleh informasi secara maka debit maksimum penurapan mataair adalah
semi-kuantitatif/kuantitatif mengenai kedalaman debit minimum mataair yang keluar secara alamiah
akuifer tertekan, muka air bawah tanah tertekan, dikurangi dengan debit pemanfaatan yang telah ada.
debit optimum dan jarak antar sumur, dan mutu
air bawah tanah tertekan; Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
3. Peta Jaringan Aliran Air Bawah Tanah Tertekan ttd
Skala > 1 : 50.000
Dari peta ini dapat diperoleh informasi rinci Purnomo Yusgiantoro

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 408


Lampiran IV Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

LAMPIRAN IV KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


N O M O R : 1451 K/10/MEM/2000
TANGGAL : 3 November 2000

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN EKSPLORASI


AIR BAWAH TANAH

.
I PENDAHULUAN III. PROSES ADMINISTRASI IZIN EKSPLORASI
A. Latar Belakang AIR BAWAH TANAH
Sumberdaya air bawah tanah saat ini A. Ketentuan Umum
sudah tidak lagi merupakan komoditi bebas 1. Untuk kegiatan eksplorasi pada cekungan
namun telah menjadi komoditi ekonomi yang air bawah tanah diperlukan persyaratan
mempunyai peran vital bahkan di beberapa teknik.
tempat strategis.
2. Persyaratan teknik untuk kegiatan
Di lain pihak pemanfaatan air bawah eksplorasi air bawah tanah pada cekungan
tanah yang terus meningkat dalam menunjang air bawah tanah lintas Propinsi dan/atau
pembangunan telah memberikan dampak negatif Kabupaten/Kota dikeluarkan atas
terhadap sumberdaya air bawah tanah itu kesepakatan Bupati/Walikota yang
sendiri, seperti penurunan muka air bawah bersangkutan dengan dukungan koordinasi
tanah, penurunan mutu air bawah tanah, dan fasilitasi Gubernur.
penyusupan air laut maupun amblesan tanah.
3. Badan Usaha atau Instansi/Lembaga
Oleh sebab itu diperlukan prosedur Pemerintah yang terbukti melakukan
pemberian izin eksplorasi air bawah tanah agar kegiatan eksplorasi air bawah tanah tanpa
data dan informasi air bawah tanah dapat izin dikenakan sanksi sesuai dengan per-
diperoleh secara akurat untuk dipergunakan aturan perundang-undangan yang berlaku.
dalam perencanaan pemanfaatan air bawah tanah
yang berwawasan lingkungan. B. Izin Eksplorasi Air Bawah Tanah
B. Maksud dan Tujuan 1. Persyaratan, meliputi :
Prosedur pemberian izin eksplorasi air a
. Pengajuan proposal kegiatan yang
bawah tanah ini dimaksudkan sebagai acuan berisi :
yang perlu dilaksanakan dalam rangka
1) Maksud dan Tujuan Kegiatan;
pemberian izin eksplorasi air bawah tanah.
2) Rencana kerja dan peralatan;
Tujuannya adalah untuk menye-
ragamkan kesatuan tindak dalam pemberian izin 3) Peta topografi skala 1 : 50.000 yang
eksplorasi air bawah tanah, sehingga data dan mencantumkan lokasi rencana
informasi yang diperoleh dapat dimanfaatkan eksplorasi air bawah tanah;
bagi perencanaan pemanfaatan air bawah tanah. 4) Daftar tenaga ahli dalam bidang
air bawah tanah yang dimiliki;
II. PENGERTIAN
5) Salinan atau fotocopy Surat Izin
1. Eksplorasi air bawah tanah adalah penyelidikan Perusahaan Pengeboran Air Bawah
air bawah tanah detail untuk menetapkan lebih Tanah (SIPPAT), Surat Tanda
teliti/seksama tentang sebaran dan karakteristik Instalasi Bor (STIB) dan Surat Izin
sumber air tersebut. Juru Bor (SIJB) yang sah jika akan
2. Perusahaan pengeboran air bawah tanah adalah melakukan pengeboran eksplorasi
Badan Usaha yang sudah mendapat izin untuk air bawah tanah yang dilaksanakan
bergerak dalam bidang pengeboran air bawah oleh Badan Usaha;
tanah. 6) Salinan atau fotocopy STIB dan
3. Sumurbor produksi adalah sumurbor yang dibuat SIJB yang sah jika akan melakukan
untuk mengambil air bawah tanah pada satu pengeboran eksplorasi air bawah
atau lebih akuifer. tanah yang dilaksanakan oleh
4. Badan usaha adalah lembaga swasta atau Instansi/Lembaga Pemerintah.
pemerintah yang salah satu kegiatannya b
. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh
melaksanakan usaha dibidang air bawah tanah. Bupati/Walikota.

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 409


Lampiran IV Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

2. Apabila persyaratan permohonan lengkap


maka berdasarkan persyaratan teknik
diberikan izin eksplorasi air bawah tanah
kepada pemohon, atau permohonan izin
ditolak dengan alasan penolakannya.
3. Di dalam izin eksplorasi air bawah tanah
dicantumkan ketentuan yang wajib
dilaksanakan oleh pemegang izin :
a
. masa berlaku izin;
b
. permohonan perpanjangan izin harus
diajukan sebelum jangka waktu izin
berakhir;
c
. hanya dapat melaksanakan satu rencana
kegiatan untuk setiap permohonan;
d. jika sumurbor eksplorasi dijadikan
sumurbor produksi maka pihak pemakai
sumurbor tersebut harus mendapatkan
surat izin pengambilan air bawah tanah
dari Bupati/Walikota, sedangkan jika
sumur tidak digunakan wajib ditutup.
e
. hasil kegiatan eksplorasi air bawah
tanah wajib dilaporkan kepada Bupati/
Walikota.
.
f ketentuan lain yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota.

C. Perpanjangan Izin Eksplorasi Air Bawah


Tanah
1. Izin eksplorasi air bawah tanah dapat
diperpanjang dengan mengajukan :
a
. Proposal kegiatan lanjutan yang
berisi :
1) salinan/fotocopy izin eksplorasi air
bawah tanah yang akan berakhir
masa berlakunya;
2) alasan permohonan perpanjangan
izin;
3) maksud dan tujuan kegiatan
lanjutan;
4) rencana kerja lanjutan;
b
. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota.
2. Jika melewati batas waktu yang telah
ditetapkan dari masa berlakunya izin, maka
izin tidak dapat diperpanjang.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 410


Lampiran V Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

LAMPIRAN V KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


N O M O R : 1451 K/10/MEM/2000
TANGGAL : 3 November 2000

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PENGEBORAN DAN IZIN


PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH

.
I PENDAHULUAN direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
A. Latar Belakang
serta penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan.
Air bawah tanah memegang peran 2. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) adalah
penting sebagai salah satu sumber pasokan dokumen yang mengandung upaya penanganan
kebutuhan akan air untuk berbagai keperluan. dampak terhadap lingkungan hidup yang
Pemanfaatan air bawah tanah yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau
meningkat dari tahun ke tahun telah kegiatan.
menimbulkan dampak berupa penurunan muka 3. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalah
air bawah tanah, penurunan mutu air, dokumen yang mengandung upaya pemantauan
penyusupan air laut di daerah pantai, dan komponen lingkungan hidup yang terkena
amblesan tanah. Oleh karena itu diperlukan dampak akibat dari rencana usaha dan atau
pengelolaan sumberdaya air bawah tanah agar kegiatan.
sumberdaya tersebut tetap berkelanjutan 4. Muka air bawah tanah adalah permukaan air
ketersediaan dan pemanfaatannya. bawah tanah di dalam sumurbor dihitung dari
Mengingat salah satu aspek penting muka tanah setempat atau titik acuan lain.
dalam pengelolaan tersebut adalah pengaturan 5. Sumurbor produksi air bawah tanah adalah
lokasi pengambilan, kedalaman penyadapan, sumurbor yang dibuat untuk mengambil air
dan pembatasan debit pengambilan air bawah bawah tanah pada satu atau lebih lapisan akuifer
tanah yang dituangkan dalam bentuk izin tertentu.
pengeboran dan izin pengambilan air bawah 6. Konstruksi sumurbor adalah instalasi sumurbor
tanah, maka diperlukan pedoman pemberian izin yang terpasang setelah proses pembuatan
pengeboran dan izin pengambilan air bawah sumurbor selesai, yang terdiri atas pipa lindung,
tanah. saringan, pembalut kerikil, penyekat lempung
dan penyekat semen.
B. Maksud dan Tujuan
7. Pipa jambang adalah susunan pipa dengan
Prosedur pemberian izin pengeboran diameter tertentu pada bangunan konstruksi
(SIP) dan izin pengambilan air bawah tanah sumurbor mulai dari permukaan tanah sampai
(SIPA) dimaksudkan sebagai acuan dalam kedalaman tertentu yang berfungsi untuk
pemberian SIP dan SIPA. menampung air bawah tanah dan penempatan
Dalam proses pemberian izin pompa.
pengeboran dan izin pengambilan air bawah 8. Pipa naik adalah susunan pipa dengan dia
tanah pada cekungan air bawah tanah lintas meter tertentu pada bangunan konstruksi
Propinsi dan atau Kabupaten/Kota diperlukan sumurbor yang terletak di bawah pipa jambang,
persyaratan teknik berdasarkan kesepakatan berfungsi sebagai sarana air bawah tanah naik
Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan sampai ke pipa jambang.
dukungan koordinasi dan fasilitasi Gubernur. 9. Saringan adalah pipa yang berlubang-lubang
Tujuannya agar pengambilan air atau bercelah-celah dengan diameter tertentu di
bawah tanah sesuai dengan ketersediaannya bagian dindingnya dan berfungsi menyaring
serta tidak mengganggu keseimbangan air air bawah tanah ke dalam sumurbor.
bawah tanah dan lingkungan sekitarnya. 10. Pembalut kerikil adalah pembalut yang
terbentuk dari kerikil yang diisikan ke dalam
II. PENGERTIAN ruang antara dinding lubang bor dan pipa
saringan, yang berfungsi untuk menjaga
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
kemampuan saringan dalam meluluskan air dan
(AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar
menahan butir-butir batuan lepas yang akan
dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang
masuk ke dalam sumurbor.
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 411
Lampiran V Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

11. Penyekat lempung adalah penyekat yang a


. Untuk rencana pengeboran yang berlokasi pada
terbentuk dari lempung yang dimasukkan ke cekungan air bawah tanah dalam satu wilayah
dalam ruang antara dinding lubang bor dan Kabupaten/Kota, memberikan SIP kepada
pipa naik di atas dan di bawah pembalut kerikil. pemohon atau menolak permohonan
12. Penyekat semen adalah penyekat yang terbentuk pengeboran disertai dengan alasannya dengan
dari bubur semen yang diinjeksikan ke dalam tembusan kepada Direktur Jenderal, Gubernur
ruang antara dinding lubang bor dan pipa dan pelaksana pengeboran;
jambang di atas penyekat lempung yang b
. Untuk rencana pengeboran yang berlokasi pada
menutupi pembalut kerikil. Penyekat semen cekungan air bawah tanah lintas Propinsi dan
berguna untuk mencegah tercemarnya air bawah atau Kabupaten/Kota memberikan SIP kepada
tanah, serta untuk menahan agar dinding lubang pemohon berdasarkan persyaratan teknik untuk
bor tidak runtuh. izin pengeboran yang telah disepakati oleh
Bupati/Walikota yang bersangkutan atau
III. PROSES ADMINISTRASI IZIN menolak permohonan disertai alasan bahwa
pengambilan air bawah tanah tidak memung-
A. Izin Pengeboran Air Bawah Tanah (SIP)
kinkan lagi dengan tembusan kepada Direktur
1. Persyaratan, meliputi : Jenderal, Gubernur dan pelaksana pengeboran.
a. Peta situasi berskala 1 : 10.000 atau 3. Dalam SIP dicantumkan persyaratan teknik untuk
lebih besar, dan peta topografi, skala pengeboran air bawah tanah dan ketentuan-
1 : 50.000 yang memperlihatkan titik ketentuan, meliputi :
lokasi rencana pengeboran air bawah
tanah; a
. Nomor registrasi sumur :
b. Informasi mengenai rencana penge- b
. Lokasi titik pengeboran :
boran air bawah tanah; Kampung : Desa/Kelurahan :
c. Salinan atau fotocopy Surat Izin Kecamatan : Kota/Kabupaten :
Perusahaan Pengeboran Air Bawah Propinsi :
Tanah (SIPPAT), Surat Tanda Instalasi Koordinat (UTM) B/T :
Bor (STIB) dan Surat Izin Juru Bor U/S :
(SIJB) yang masih berlaku; Zona :
d. Dokumen UKL dan UPL untuk c
. Pelaksana Pengeboran
pengambilan air bawah tanah kurang
1) Instansi/Lembaga/PT/CV :
dari 50 (lima puluh) l/detik, sedangkan
2) Alamat :
untuk pengambilan air bawah tanah
sama atau lebih besar dari 50 (lima 3) No. dan Tanggal SIPPAT :
puluh) l/detik dari satu sumur produksi 4) No. dan Tanggal STIB :
pada kawasan kurang dari 10 (sepuluh) 5). No. dan Tanggal SIJB :
hektar harus dilengkapi dokumen d. Kedalaman akuifer yang disadap.
AMDAL;
e. Rancang bangun konstruksi sumur, meliputi :
e. Tanda bukti kepemilikan 1 (satu) buah
1) Kedalaman sumurbor
sumur pantau yang dilengkapi alat
perekam otomatis muka air (Automatic 2) Diameter dan panjang pipa jambang
Water Level Recorder - AWLR), bagi 3). Diameter dan panjang pipa saringan
pemohon sumur kelima atau kelipatan- 4) Diameter dan panjang pipa naik
nya atau jumlah pengambilan air bawah 5) Diameter dan panjang pipa pisometer
tanah sama atau lebih besar dari 50 6) Kedudukan pembalut kerikil
(lima puluh) l/detik dari satu atau 7) Kedudukan penyekat semen
beberapa sumur pada kawasan kurang 8) Kedudukan pipa pisometer
dari 10 (sepuluh) hektar.
.
f Perusahaan pemohon wajib memberitahukan
.
f Persyaratan lainnya yang ditetapkan
kepada Bupati/Walikota tentang rencana
oleh Bupati/Walikota.
pelaksanaan konstruksi sumur dan uji
2. Apabila persyaratan lengkap maka Bupati/ pemompaan dan pelaksanaannya harus
Walikota : disaksikan oleh petugas yang berwenang;

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 412


Lampiran V Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

g. Perusahaan pemohon wajib mengirim- telah disepakati oleh Bupati/Walikota


kan laporan hasil kegiatan pengeboran yang bersangkutan atau menolak
setelah pengeboran selesai kepada permohonan disertai alasannya dengan
Bupati/Walikota dengan tembusan tembusan kepada Direktur Jenderal,
kepada Direktur Jenderal dan Gubernur Gubernur.
yang berisi : 3. Dalam SIPA dicantumkan persyaratan teknik
1) Gambar penampang litologi/ untuk pengambilan air bawah tanah dan
batuan dan hasil logging sumur ketentuan-ketentuan, meliputi :
2) Gambar penampang penyelesaian a
. Nomor registrasi sumur :
konstruksi sumur
b
. Lokasi titik pengeboran :
3) Hasil analisis data uji pemompaan Kampung : Desa/Kelurahan :
4) Hasil analisis fisika dan kimia air Kecamatan: Kota/Kabupaten :
bawah tanah. Provinsi:
h. Masa berlaku SIP air bawah tanah Koordinat (UTM) B/T :
sesuai Peraturan Daerah Kabupaten/ U/S :
Kota; Zona
.
i Ketentuan lain yang ditetapkan oleh c
. Jumlah maksimum pengambilan air bawah
Bupati/Walikota. tanah yang diperbolehkan;
d. Kapasitas dan kedudukan pompa;
B. Izin Pengambilan Air Bawah Tanah (SIPA)
e. Jika pengambilan air bawah tanah melebihi
1. Persyaratan, meliputi : ketentuan jumlah maksimum air bawah
a
. Laporan penyelesaian pengeboran tanah yang diizinkan maka perusahaan
sumur dan dilampiri : pemohon akan dikenakan sanksi sesuai
1) Izin Pengeboran (SIP); dengan ketentuan yang berlaku;
2) Gambar penampang litologi/batuan .
f Kewajiban perusahaan pemohon untuk :
dan hasil rekaman logging sumur; 1) Memasang meter air
3) Gambar bagan penampang 2) Melaporkan jumlah pengambilan air
penyelesaian konstruksi sumurbor; bawah tanah setiap bulan kepada
4) Berita acara pengawasan Bupati/Walikota.
pemasangan konstruksi sumurbor; 3) Menyediakan air bawah tanah kepada
5) Berita acara uji pemompaan; masyarakat apabila diperlukan
6) Laporan uji pemompaan; sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh
7) Hasil analisis fisika dan kimia air persen) dihitung dari jumlah maksimum
bawah tanah. air bawah tanah yang diizinkan.
4) Mendaftar ulang SIPA sebelum masa
b
. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh
berlaku SIPA berakhir.
Bupati/Walikota.
g. Masa berlaku izin pengambilan air bawah
2. Apabila persyaratan lengkap, maka Bupati/
tanah sesuai peraturan daerah Kabupaten/
Walikota :
Kota;
a
. Untuk rencana pengambilan air bawah
h. Ketentuan lain yag ditetapkan oleh Bupati/
tanah yang berlokasi pada cekungan
Walikota.
air bawah tanah dalam satu wilayah
Kabupaten/Kota, memberikan SIPA
C. Daftar ulang Izin Pengambilan Air Bawah Tanah
kepada pemohon atau menolak
(Daftar ulang SIPA)
permohonan disertai alasannya dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal, 1. Persyaratan, meliputi :
Gubernur; a
. Salinan fotocopy SIPA yang terakhir;
b
. Untuk rencana pengambilan air bawah b
. Salinan/fotocopy surat keterangan jumlah
tanah yang berlokasi pada cekungan pengambilan air bawah tanah satu bulan
air bawah tanah lintas Propinsi dan atau sejak SIPA berlaku dan pengambilan 3
Kabupaten/Kota memberikan SIPA (tiga) bulan terakhir, sesuai surat ketetapan
kepada pemohon berdasarkan pajak pemanfaatan air bawah tanah;
persyaratan teknik untuk SIPA yang

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 413


Lampiran V Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

c
. Hasil analisis fisika dan kimia air bawah tanah .
f Masa berlaku SIPA sesuai Peraturan Daerah
yang terakhir pada saat sumur yang akan Kabupaten/Kota;
diperpanjang dari laboratorium rujukan; g. Ketentuan lain yang ditetapkan oleh Bupati/
d. Persyaratan lain yang ditentukan Bupati/ Walikota.
Walikota.

2. Apabila persyaratan lengkap, maka Bupati/Walikota: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
a
. Untuk rencana perpanjangan pengambilan air
bawah tanah yang berlokasi pada cekungan air ttd.
bawah tanah dalam satu wilayah Kabupaten/
Kota, memberikan perpanjangan SIPA atau Purnomo Yusgiantoro
menolak permohonan perpanjangan SIPA
disertai alasannya dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal dan Gubernur;
b
. Untuk rencana perpanjangan pengambilan air
bawah tanah yang berlokasi pada cekungan air
bawah tanah lintas Propinsi dan atau Kabupaten
dan atau Kota, memberikan perpanjangan SIPA
kepada pemohon berdasarkan persyaratan teknik
untuk perpanjangan SIPA yang telah disepakati
oleh Bupati/Walikota yang bersangkutan atau
menolak permohonan disertai alasannya dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal dan
Gubernur.
3. Dalam daftar ulang SIPA dicantumkan persyaratan
teknik untuk pengambilan air bawah tanah dan
ketentuan-ketentuan, meliputi :
a
. Nomor registrasi sumur :
b
. Lokasi titik pengeboran :
Kampung : Desa/ Kelurahan :
Kecamatan : Kota/Kabupaten :
Propinsi :
Koordinat (UTM) B/T :
U/S :
Zona :
c
. Jumlah maksimum pengambilan air bawah tanah
yang diperbolehkan;
d. Jika pengambilan air bawah tanah melebihi
ketentuan jumlah maksimum air bawah tanah
yang diizinkan maka perusahaan pemohon akan
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
e. Kewajiban perusahaan pemohon untuk :
1) Melaporkan pengambilan air bawah tanah
setiap bulan kepada Bupati/Walikota.
2) Menyediakan air bawah tanah kepada
masyarakat apabila diperlukan sebanyak-
banyaknya 10% dihitung dari jumlah
maksimum air bawah tanah yang diizinkan,
3) Daftar ulang SIPA sebelum masa berlaku
SIPA berakhir.

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 414


Lampiran VI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

LAMPIRAN VI KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


N O M O R : 1451 K/10/MEM/2000
TANGGAL : 3 November 2000

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PENURAPAN


DAN IZIN PENGAMBILAN MATAAIR

.
I PENDAHULUAN 2. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) adalah
dokumen yang mengandung upaya penanganan
A. Latar Belakang
dampak terhadap lingkungan hidup yang
Air bawah tanah yang berasal dari ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau
mataair memegang peran penting sebagai salah kegiatan;
satu sumber pasokan kebutuhan akan air untuk
3. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalah
berbagai keperluan.
dokumen yang mengandung upaya pemantauan
Pemanfaatan air bawah tanah yang komponen lingkungan hidup yang terkena
meningkat telah menimbulkan konflik antara dampak akibat dari rencana usaha dan atau
keperluan penduduk, irigasi pertanian dan kegiatan
industri. Oleh karena itu diperlukan
pengelolaan agar air bawah tanah dari mataair III. PROSES ADMINISTRASI IZIN
tersebut tetap berkelanjutan ketersediaan dan
pemanfaatannya. A. Izin Penurapan (SIP)
Mengingat salah satu aspek penting 1. Persyaratan, meliputi :
dalam pengelolaan tersebut adalah pengaturan a. Peta situasi berskala 1 : 10.000 atau
debit pengambilan mataair yang dituangkan lebih besar, dan peta topografi, skala
dalam bentuk izin penurapan dan izin 1 : 50.000 yang memperlihatkan titik
pengambilan mataair, maka diperlukan pedoman lokasi rencana penurapan mataair ;
pemberian izin penurapan dan izin b
. Informasi mengenai rencana penurapan
pengambilan mataair. mataair dilengkapi gambar rancangan
bangunan rencana penurapan mataair
B. Maksud dan Tujuan yang telah disetujui oleh instansi yang
Prosedur pemberian izin penurapan berwenang;
(SIP) dan izin pengambilan mataair (SIPMA) c
. Dokumen UKL dan UPL untuk
dimaksudkan sebagai acuan dalam pemberian pengambilan mataair kurang dari 50
SIP dan SIPMA. l/detik, sedangkan untuk pengambilan
Dalam proses pemberian izin mataair sama atau lebih besar dari 50
penurapan dan izin pengambilan mataair pada l/detik dari mataair harus dilengkapi
cekungan air bawah tanah lintas Propinsi dan dokumen Amdal;
atau Kabupaten/Kota diperlukan persyaratan d. Persyaratan lainnya yang ditetapkan
teknik berdasarkan kesepakatan Bupati/ oleh Bupati/Walikota.
Walikota yang bersangkutan dengan dukungan
2. Apabila persyaratan lengkap maka Bupati/
koordinasi dan fasilitasi Gubernur.
Walikota :
Tujuannya agar pengambilan air
bawah tanah dari mataair sesuai dengan a
. Untuk rencana penurapan mataair yang
ketersediaannya serta tidak mengganggu berlokasi pada cekungan air bawah
keseimbangan air bawah tanah dan lingkungan tanah dalam satu wilayah Kabupaten/
sekitarnya. Kota, memberikan SIP kepada
pemohon atau menolak permohonan
II. PENGERTIAN penurapan disertai dengan alasannya
dengan tembusan kepada Direktur
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Jenderal, Gubernur dan pelaksana
(AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar pembuat bangunan penurapan;
dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang
b
. Untuk rencana penurapan mataair yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang
berlokasi pada cekungan air bawah
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tanah lintas Propinsi dan atau
serta penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan;
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 415
Lampiran VI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

Kabupaten/Kota memberikan SIP 1) izin penurapan (SIP);


kepada pemohon berdasarkan 2) gambar penyelesaian konstruksi
persyaratan teknik untuk izin bangunan penurapan;
penurapan mataair yang telah 3) berita acara pengawasan pelak-
disepakati oleh Bupati/Walikota yang sanaan konstruksi bangunan
bersangkutan atau menolak permo- penurapan;
honan disertai alasan bahwa peng- 4) hasil analisis fisika dan kimia air.
ambilan mataair tidak memungkinkan
lagi, dengan tembusan kepada Direktur b
. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh
Jenderal, Gubernur dan pelaksana Bupati/Walikota.
pembuat bangunan penurapan. 2. Apabila persyaratan lengkap, maka Bupati/
3. Dalam SIP dicantumkan persyaratan Walikota :
teknik untuk penurapan mataair dan a
. Untuk rencana pengambilan mataair
ketentuan-ketentuan, meliputi : yang berlokasi pada cekungan air
bawah tanah dalam satu wilayah
a
. Nomor registrasi mataair :
Kabupaten/Kota, memberikan SIPMA
b
. Lokasi titik penurapan : kepada pemohon atau menolak
Kampung : Desa/Kelurahan : permohonan disertai alasannya dengan
Kecamatan : Kota/Kabupaten : tembusan kepada Direktur Jenderal dan
Propinsi : Gubernur;
Koordinat (UTM) B/T :
b
. Untuk rencana pengambilan mataair
U/S :
yang berlokasi pada cekungan air
Zona :
bawah tanah lintas Propinsi dan atau
c. Pelaksana pembuat bangunan Kabupaten/Kota memberikan SIPMA
Penurapan : kepada pemohon berdasarkan
1) Instansi/Lembaga/PT/CV: persyaratan teknik untuk SIPMA yang
2) Alamat : telah disepakati oleh Bupati/Walikota
d. Rancang bangun konstruksi bangunan yang bersangkutan atau menolak
penurapan; permohonan disertai alasannya, dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal dan
e. Perusahaan pemohon wajib membe-
Gubernur.
ritahukan kepada Bupati/Walikota
tentang rencana pelaksanaan bangunan 3. Dalam SIPMA dicantumkan persyaratan
penurapan dan pelaksanaannya harus teknik untuk pengambilan mataair dan
disaksikan oleh petugas yang ketentuan-ketentuan, meliputi :
berwenang; a
. Nomor registrasi mataair :
.
f Perusahaan pemohon wajib mengirim- b
. Lokasi titik penurapan :
kan laporan hasil kegiatan penurapan Kampung : Desa/ Kelurahan :
setelah penurapan selesai kepada Kecamatan : Kota/Kabupaten :
Bupati/Walikota dengan tembusan Propinsi :
kepada Direktur Jenderal dan Gubernur Koordinat (UTM) B/T :
yang berisi :
U/S :
1) gambar penyelesaian konstruksi Zona :
bangunan penurapan;
2) hasil pengukuran debit mataair; c. Jumlah maksimum pengambilan
3) hasil analisis fisika dan kimia air. mataair yang diperbolehkan;
g. Masa berlaku SIP sesuai Peraturan d. Kapasitas pompa;
Daerah Kabupaten/Kota; e. Pompa (apabila digunakan) hanya
h. Ketentuan lain yang ditetapkan oleh boleh dipasang pada bak penampung
Bupati/Walikota. (rezervoir) bukan di bangunan
penurapan;
B. Izin Pengambilan Mataair (SIPMA)
.
f Jika pengambilan mataair melebihi
1. Persyaratan meliputi : ketentuan jumlah maksimum yang
a
. Laporan penyelesaian penurapan diizinkan maka perusahaan pemohon
mataair dan dilampiri : akan dikenakan sanksi sesuai dengan

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 416


Lampiran VI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

ketentuan peraturan perundang- persyaratan teknik untuk daftar ulang


undangan yang berlaku; SIPMA yang telah disepakati oleh
g. Kewajiban perusahaan pemohon Bupati/Walikota yang bersangkutan
untuk : atau menolak permohonan disertai
alasannya dengan tembusan kepada
1) memasang meter air;
Direktur Jenderal dan Gubernur.
2) melaporkan jumlah pengambilan
mataair setiap bulan kepada 3. Dalam daftar ulang SIPMA dicantumkan
Bupati/Walikota; persyaratan teknik untuk pengambilan
3) menyediakan air bawah tanah mataair dan ketentuan-ketentuan,
kepada masyarakat apabila meliputi :
diperlukan sebanyak-banyaknya a
. Nomor registrasi mata air :
10% dihitung dari jumlah b
. Lokasi titik penurapan :
maksimum air bawah tanah yang
diizinkan; Kampung : Desa/Kelurahan :
Kecamatan : Kota/Kabupaten :
4) mendaftar ulang SIPMA sebelum
Propinsi :
masa berlaku SIPMA berakhir.
Koordinat (UTM) B/T :
h. Masa berlaku SIPMA sesuai Peraturan U/S :
Daerah Kabupaten/Kota; Zona :
.
i Ketentuan lain yang ditetapkan oleh c. Jumlah maksimum pengambilan
Bupati/Walikota. mataair yang diperbolehkan;
C. Daftar Ulang Izin Pengambilan Mataair d. Jika pengambilan mataair melebihi
(Daftar Ulang SIPMA) ketentuan jumlah maksimum mataair
yang diizinkan maka perusahaan
1. Persyaratan, meliputi : pemohon akan dikenakan sanksi sesuai
a. Salinan fotocopy SIPMA yang terakhir; dengan ketentuan peraturan perundang-
b. Salinan/fotocopy surat keterangan undangan yang berlaku;
jumlah pengambilan mataair satu bulan e
. Kewajiban perusahaan pemohon
sejak SIPMA berlaku dan pengambilan untuk :
3 (tiga) bulan terakhir, sesuai surat 1) melaporkan pengambilan mataair
ketetapan pajak pemanfaatan air bawah setiap bulan kepada Bupati/
tanah (mataair); Walikota.
c. Hasil analisis fisika dan kimia air yang
2) menyediakan air kepada
terakhir pada saat sumur yang akan di
masyarakat apabila diperlukan
daftar ulang dari laboratorium rujukan;
sebanyak-banyaknya 10% dihitung
d. Persyaratan lain yang ditentukan dari jumlah maksimum mataair
Bupati/Walikota. yang diizinkan;
2. Apabila persyaratan lengkap, maka Bupati/ 3) daftar ulang SIPMA sebelum masa
Walikota : berlaku SIPMA berakhir.
a
. Untuk rencana daftar ulang pengam- .
f Masa berlaku daftar ulang SIPMA
bilan mataair yang berlokasi pada sesuai Peraturan Daerah Kabupaten/
cekungan air bawah tanah dalam satu Kota;
wilayah Kabupaten/Kota, memberikan
g. Ketentuan lain yang ditetapkan oleh
daftar ulang SIPMA atau menolak
Bupati/Walikota.
permohonan daftar ulang SIPMA
disertai alasannya dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal dan Gubernur;
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
b
. Untuk rencana daftar ulang
pengambilan mataair yang berlokasi ttd
pada cekungan air bawah tanah lintas
Propinsi dan atau Kabupaten dan atau Purnomo Yusgiantoro
Kota, memberikan daftar ulang SIPMA
kepada pemohon berdasarkan

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 417


Lampiran VII Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

LAMPIRAN VII KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


N O M O R : 1451 K/10/MEM/2000
TANGGAL : 3 November 2000

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN


PERUSAHAAN PENGEBORAN AIR BAWAH TANAH

.
I PENDAHULUAN 5. Sertifikat adalah Sertifikat sesuai dengan
A. Latar Belakang Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
6. Akreditasi adalah Akreditasi sesuai dengan
Sumberdaya air bawah tanah telah
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
memberikan peran penting dalam menunjang
pembangunan di Indonesia, yakni dalam
III. KETENTUAN UMUM
pemasokan kebutuhan akan air, terutama untuk
keperluan air minum, pertanian, dan industri. 1. Bentuk usaha pengeboran air bawah tanah
Sumberdaya air bawah tanah di satu termasuk salah satu sub bidang usaha jasa
pihak mempunyai peran cukup penting dalam pelaksanaan konstruksi
menunjang pembangunan, namun dipihak lain, 2. Bentuk usaha dapat berupa orang perseorangan,
karena peningkatan yang terus menerus bidang usaha nasional baik yang berbadan
pemakaian sumberdaya itu, telah menimbulkan hukum maupun tidak berbadan hukum dan
dampak negatif terhadap sumberdaya air itu badan usaha asing serta harus mendapatkan
sendiri di beberapa daerah yakni berupa klasifikasi dan kualifikasi yang dinyatakan
penurunan muka air bawah tanah, penurunan dengan sertifikat dari Lembaga Pengembangan
mutu air, penyusupan air laut di daerah pantai, Jasa Konstruksi (LPJK) atau Asosiasi Perusahaan
dan amblesan tanah. Pengeboran Air Bawah Tanah yang telah
Mengingat pengambilan air bawah mendapat akreditasi dari LPJK.
tanah pada umumnya diakibatkan oleh budidaya 3. SIPPAT diberikan oleh Bupati/Walikota sesuai
manusia melalui cara pengeboran, maka secara dengan tempat domisili.
langsung atau tidak langsung pelaksana 4. Perusahaan/perorangan bukan pemegang
pengeboran air bawah tanah memegang peran SIPPAT yang melakukan pengeboran, dikenakan
dalam upaya mengurangi kerusakan lingkungan sanksi hukum sesuai dengan peraturan yang
air bawah tanah. berlaku dan dilakukan penyitaan instalasi bor.
B. Maksud dan Tujuan 5. Pengeboran untuk keperluan rumah tangga
dengan pengambilan debit maksimal 100 m3/
Prosedur ini dimaksudkan sebagai bulan dapat dilakukan pada perorangan tanpa
acuan dalam rangka pemberian Izin Perusahaan SIPPAT.
Pengeboran Air Bawah Tanah (SIPPAT).
6. SIPPAT dengan klasifikasi dan kualifikasi
Tujuannya adalah untuk menye- golongan I, II, III dan IV berlaku di seluruh
ragamkan kesatuan tindak cara pemrosesan wilayah Republik Indonesia.
permohonan SIPPAT dan kewajiban yang perlu
dilaksanakan oleh perusahaan pengeboran IV. PROSES ADMINISTRASI SIPPAT
pemegang SIPPAT dalam menjalankan
kegiatannya. A. SIPPAT Baru
1. Persyaratan, meliputi :
II. PENGERTIAN a. Surat pernyataan kepemilikan instalasi
1. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi bor bermeterai;
(LPJK) adalah Lembaga sesuai dengan Peraturan b. Foto instalasi bor berukuran 9 x 12 cm
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000. dan 4 x 6 cm, masing-masing sebanyak
3 (tiga) lembar;
2. Asosiasi adalah asosiasi juru bor air bawah tanah
c. Data teknis instalasi bor (Daftar Isian
yang telah mendapat akreditasi dari LPJK.
terlampir);
3. Klasifikasi adalah Klasifikasi sesuai dengan
d. Salinan sertifikat klasifikasi dan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
sertifikat kualifikasi badan usaha yang
4. Kualifikasi adalah Kualifikasi sesuai dengan dikeluarkan oleh Asosiasi dan telah
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000. diregistrasi di LPJK.
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 418
Lampiran VII Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

e
. Persyaratan lain yang ditentukan oleh B. Perpanjangan SIPPAT
Bupati/Walikota. 1. SIPPAT dapat diperpanjang dengan
2. Jika persyaratan permohonan lengkap, mengajukan permohonan kepada Bupati/
Bupati/Walikota menerbitkan SIPPAT atau Walikota.
menolak permohonan SIPPAT disertai 2. Persyaratan perpanjangan SIPPAT dengan
dengan alasan penolakannya; melampirkan :
3. Bupati/Walikota dapat menolak a. Sertifikat klasifikasi dan sertifikat
permohonan izin perusahaan pengeboran kualifikasi badan usaha yang telah
air bawah tanah disertai dengan alasan mendapat penilaian ulang dari Asosiasi
penolakannya; dan telah diregistrasi oleh LPJK;
4. Di dalam SIPPAT dicantumkan ketentuan- b
. Persyaratan lain yang ditentukan oleh
ketentuan yang harus dilaksanakan atau Bupati/Walikota.
ditaati oleh pemegang SIPPAT, yaitu :
a. setiap perubahan instalasi bor harus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
mendapatkan STIB berikut Plat Nomor
Instalasi Bor yang baru dari Asosiasi ttd
yang telah diakreditasi oleh LPJK;
b. setiap instalasi bor harus dijalankan Purnomo Yusgiantoro
oleh seorang Juru Bor yang mempunyai
Surat Ijin Juru Bor (SIJB);
c. pelaksanaan pengeboran wajib diawasi
oleh tenaga ahli/asisten ahli dalam
bidang geologi atau di bidang
hidrogeologi.
d. pemegang SIPPAT wajib melaporkan
hasil kegiatan usahanya secara tertulis
dan mengirimkan laporan teknik hasil
pengeboran kepada Bupati/Walikota
e. menyampaikan laporan hasil
pengeboran sesuai standar yang telah
ditentukan oleh Bupati/Walikota.
.
f tindakan perusahaan yang bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan tersebut di
atas dan atau ketentuan-ketentuan lain
yang berlaku dibidang air bawah tanah
dapat mengakibatkan dicabutnya
SIPPAT serta dikenakan sanksi-sanksi
lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
g. pemilik/pengurus perusahaan
pemegang SIPPAT yang terbukti telah
melakukan pelanggaran melakukan
pengeboran tanpa izin lebih dari 2 (dua)
kali tidak diizinkan bergerak dibidang
pengeboran air bawah tanah.
h. perusahaan pemegang SIPPAT yang
terbukti melakukan pengeboran tanpa
izin dikenakan sanksi hukum dan
penyegelan instalasi bor.
.
i memperpanjang SIPPAT sebelum habis
masa berlakunya.
.
j ketentuan lain yang ditentukan oleh
Bupati/Walikota.

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 419


Lampiran VIII Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

LAMPIRAN VIII KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000
TANGGAL : 3 November 2000

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN JURU BOR AIR BAWAH TANAH

.
I PENDAHULUAN 5. Sertifikat adalah Sertifikat sesuai dengan
A. Latar Belakang Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
Sumberdaya air bawah tanah telah 6. Akreditasi adalah Akreditasi sesuai dengan
memberikan peran penting dalam menunjang Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
pembangunan, terutama untuk keperluan air
minum, pertanian, dan industri. III. KETENTUAN UMUM
Pemanfaatan air bawah tanah yang 1. Juru Bor air bawah tanah termasuk penanggung
meningkat telah menimbulkan dampak negatif jawab teknik usaha dasar pelaksanaan
berupa penurunan muka air bawah tanah, konstruksi sub bidang pegeboran air bawah
penurunan mutu air, penyusupan air laut di tanah;
daerah pantai, dan amblesan tanah. Oleh karena 2. Penanggung jawab teknik usaha jasa
itu diperlukan pengelolaan sumberdaya air pelaksanaan konstruksi sub bidang pengeboran
bawah tanah agar pemanfaatan sumberdaya air bawah tanah harus memiliki sertifikat
tersebut tetap berkelanjutan. keterampilan kerja atau keahlian kerja yang
Mengingat air bawah tanah yang diterbitkan oleh Asosiasi Profesi yang telah
dimanfaatkan tersebut hampir seluruhnya akibat mendapat akreditasi dari LPJK;
budidaya manusia melalui cara pengeboran, 3. Surat Ijin Juru Bor (SIJB) air bawah tanah
maka langsung atau tidak langsung, Juru Bor diberikan oleh Bupati/Walikota;
air bawah tanah memegang peran dalam upaya 4. Masa berlaku SIJB sesuai Peraturan Daerah
pengelolaan air bawah tanah terutama untuk setempat;
mengurangi kerusakan lingkungan air bawah
5. SIJB berlaku di seluruh Indonesia.
tanah.

B. Maksud dan Tujuan IV. PROSES ADMINISTRASI IZIN JURU BOR AIR
BAWAH TANAH
Prosedur pemberian Izin Juru Bor Air
Bawah Tanah dimaksudkan sebagai acuan A. Izin Juru Bor
dalam rangka pemberian Izin Juru Bor air bawah 1. Persyaratan, meliputi :
tanah.
a. salinan ijazah calon juru bor dengan
Tujuannya adalah untuk menye- pendidikan paling rendah SMU atau
ragamkan kesatuan tindak dalam pemberian sederajat;
Surat Izin Juru Bor Air Bawah Tanah, dan b. pengalaman kerja calon Juru Bor lebih
memberikan penjelasan tentang kewajiban Juru dari 3 (tiga) tahun dibidang pegeboran
Bor sebagai pemegang izin dalam melaksanakan air bawah tanah (dilengkapi dengan
pengeboran. bukti-bukti pengalaman kerja);
c. pas foto calon Juru Bor ukuran 2 x 3
II. PENGERTIAN
cm, sebanyak 3 (tiga) lembar;
1. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi d. fotocopy KTP calon juru bor;
(LPJK) adalah Lembaga sesuai dengan Peraturan e. sertifikat keterampilan kerja dan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000. sertifikat keahlian kerja dari Asosiasi
2. Asosiasi adalah asosiasi juru bor air bawah tanah dan telah diregistrasi oleh LPJK;
yang telah mendapat akreditasi dari LPJK sesuai e. persyaratan lain yang ditentukan oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000. Bupati/Walikota;
3. Klasifikasi adalah klasifikasi sesuai dengan 2. Jika permohonan lengkap, maka Bupati/
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000. Walikota memberikan Izin Juru Bor atau
4. Kualifikasi adalah kualifikasi sesuai dengan menolak permohonan izin disertai alasan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000. penolakannya.

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 420


Lampiran VIII Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

3. Di dalam surat izin juru bor dicantumkan


ketentuan-ketentuan yang harus
dilaksanakan atau ditaati oleh pemegang
izin, antara lain :
a. Pemegang SIJB dapat melakukan
pengeboran selama SIJB-nya masih
berlaku;
b
. Izin Juru Bor tidak meliputi Izin
Pengeboran (SIP) dan Izin Pengambilan
Air Bawah Tanah (SIPA);
c
. Setiap perubahan domisili wajib
dilaporkan;
d. Pemegang Izin Juru Bor tidak
melakukan pengeboran tanpa/sebelum
mendapat SIP;
e
. Sebelum masa Izin Juru Bor berakhir,
harus mengajukan permohonan
perpanjangan, dan apabila masa tersebut
di atas berakhir belum mengajukan
permohonan, maka Juru Bor dianggap
tidak aktif lagi;
.
f Tindakan pemegang izin yang
bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan tersebut diatas dapat
mengakibatkan dicabutnya Izin Juru
Bor, serta dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perudang-
undangan yang berlaku;
g. Ketentuan lain yang ditetapkan Bupati/
Walikota.
B. Perpanjangan Izin Juru Bor
Izin Juru Bor air bawah tanah dapat
diperpanjang dengan mengajukan permohonan
kepada Bupati/Walikota, dengan melampirkan
persyaratan :
1. Salinan/fotocopy Izin Juru Bor yang akan
berakhir masa berlakunya;
2. Pas foto Juru Bor ukuran 2 x 3 cm,
sebanyak 3 (tiga) lembar;
3. foto copy KTP;
4. Surat keterangan berbadan sehat dari
dokter;
5. Sertifikat klasifikasi dan sertifikat
kualifikasi keterampilan kerja atau keahlian
kerja yang telah mendapat penilaian ulang
dari asosiasi dan telah diregistrasi oleh
LPJK;
6. Persyaratan lain yang ditetapkan Bupati/
Walikota.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 421


Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

LAMPIRAN IX KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


N O M O R : 1451 K/10/MEM/2000
TANGGAL : 3 November 2000

PEDOMAN TEKNIK PENGAWASAN


PELAKSANAAN KONSTRUKSI SUMUR PRODUKSI
AIR BAWAH TANAH

.
I PENDAHULUAN sumur mulai dari permukaan tanah sampai
kedalaman tertentu yang berfungsi untuk
A. Latar Belakang
menampung air bawah tanah dan penempatan
Keberadaan sumberdaya air bawah pompa.
tanah memegang peran penting sebagai salah 5. Pipa naik adalah susunan pipa dengan diameter
satu sumber pasokan kebutuhan akan air untuk tertentu pada bangunan konstruksi sumur yang
berbagai keperluan. Agar sumberdaya air bawah terletak di bawah pipa jambang, berfungsi
tanah tetap berkelanjutan perlu pengendalian sebagai sarana air bawah tanah naik sampai ke
dalam pengambilannya. pipa jambang.
Salah satu aspek penting dalam 6. Pipa saringan adalah pipa yang berlubang-
pengendalian air bawah tanah adalah ketepatan lubang atau bercelah-celah dengan ukuran
pemasangan konstruksi sumur produksi sesuai tertentu di bagian dindingnya untuk
dengan kondisi air bawah tanah setempat, oleh memungkinkan masuknya air bawah tanah ke
karena itu diperlukan pedoman teknik dalam sumur;
pengawasan pelaksanaan konstruksi sumur 7. Pipa pisometer adalah pipa dengan lubang-
produksi air bawah tanah. lubang pada dindingnya yang dipasang di luar
B. Maksud dan Tujuan pipa jambang dan pipa naik serta pipa saringan
Pedoman teknik pengawasan di dalam lubang bor untuk pemantauan muka
pelaksanaan konstruksi sumur produksi air air bawah tanah;
bawah tanah dimaksudkan sebagai acuan dalam 8. Kerikil pembalut adalah pembalut yang
pengawasan pelaksanaan pembuatan dan terbentuk dari kerikil yang diisikan ke dalam
perbaikan/penyempurnaan konstruksi sumur ruang antara dinding lubang bor dan saringan,
produksi air bawah tanah. yang berfungsi untuk menjaga kemampuan
Tujuannya adalah agar pelaksanaan saringan dalam meluluskan air dan menahan
pembuatan dan perbaikan/penyempurnaan butir-butir batuan lepas yang akan masuk ke
konstruksi sumur produksi sesuai dengan dalam sumur;
ketentuan teknis yang tercantum dalam Surat 9. Lempung penyekat adalah penyekat yang
Izin Pengeboran (SIP) serta mempertimbangkan terbentuk dari lempung yang dimasukan ke
kondisi air bawah tanah setempat. dalam ruang antara dinding lubang bor dan
pipa naik;
II. PENGERTIAN 10. Semen penyekat adalah penyekat yang
terbentuk dari bubur semen yang diinjeksikan
1. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan
ke dalam ruang antara dinding lubang bor dan
untuk menjamin tegaknya peraturan per-
pipa jambang atau pipa naik. Penyekat semen
undangan dibidang air bawah tanah.
berguna untuk mencegah tercemarnya air bawah
2. Sumur produksi air bawah tanah adalah sumur
tanah, serta untuk menahan agar dinding lubang
yang dibuat untuk mengambil air bawah tanah
bor tidak runtuh.
pada satu atau lebih akuifer, meliputi sumurbor
dan sumurpasak.
III. PENGAWASAN PELAKSANAAN KONSTRUKSI
3. Konstruksi sumur adalah instalasi sumur yang SUMUR PRODUKSI
terpasang setelah proses pengeboran atau
penggalian serta penyelesaian sumur selesai, A. Pengawasan Pelaksana dan Peralatan
yang terdiri atas pipa jambang, saringan, pipa Pengawasan terhadap pelaksana dan
naik, pipa pisometer, kerikil pembalut, lempung peralatan konstruksi sumur dari Lembaga/
penyekat dan semen penyekat. Instansi Pemerintah atau perusahaan pengeboran
4. Pipa jambang adalah susunan pipa dengan pemegang Surat Izin Perusahaan Pengeboran
diameter tertentu pada bangunan konstruksi Air Bawah Tanah (SIPPAT), meliputi :

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 422


Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

1. Juru Bor yang memiliki Surat Izin Juru 40 (empat puluh) kilogram semen
Bor (SIJB) yang masih berlaku; setiap 22 (dua puluh dua) liter air.
2. Surat Tanda Instalasi Bor (STIB) berikut b
. Semen yang digunakan harus
plat Nomor Instalasi Bor yang masih memenuhi SNI 15-2049-1994 (Mutu
berlaku; dan cara uji portland semen jenis 1).
3. Peralatan keselamatan kerja sesuai dengan C. Pengawasan Pelaksanaan Pemasangan
peraturan perundang-undangan yang Konstruksi Sumur
berlaku. Diameter lubang bor minimal harus
B. Pengawasan Bahan-bahan Konstruksi Sumur lebih besar 100 (seratus) milimeter (4 inchi)
dari diameter pipa jambang, dan minimal harus
Pengawasan terhadap bahan yang akan lebih besar 150 (seratus lima puluh) milimeter
dipakai untuk konstruksi sumur meliputi : (6 inchi) dari diameter pipa naik dan saringan
1. Pipa yang akan dipasang.
a
. Pipa jambang dan pipa naik Pengawasan pelaksanaan pemasangan
konstruksi sumur meliputi :
Diameter dan panjang pipa jambang
serta pipa naik harus sesuai ketentuan 1. Pipa jambang dan pipa naik harus
yang tercantum dalam SIP serta ditempatkan sesuai dengan ketentuan yang
mempertimbangkan kondisi air bawah tercantum sesuai SIP serta mempertim-
tanah setempat. bangkan kondisi air bawah tanah setempat;
2. Kedudukan pipa saringan ditempatkan
b
. Pipa saringan pada kedudukan akuifer yang akan
1) Jenis pipa saringan sesuai SNI disadap, sesuai dengan ketentuan yang
2) Celahan (slot) pipa saringan tercantum dalam SIP serta mempertim-
menyesuaikan dengan akuifer yang bangkan kondisi air bawah tanah setempat;
akan disadap. 3. Pipa pisometer berdiameter minimal 19
3) Diameter dan panjang pipa (sembilan belas) mm (3/4 inchi) dengan
saringan harus sesuai ketentuan lubang-lubang pada dindingnya harus
yang tercantum dalam SIP serta ditempatkan pada tengah-tengah akuifer
mempertimbangkan kondisi air yang disadap;
bawah tanah setempat. 4. Penempatan kerikil pembalut di antara
lubang bor dan pipa saringan yang
c
. Pipa pisometer
dipasang;
Diameter dan panjang pipa pisometer 5. Kedudukan lempung penyekat di antara
harus sesuai ketentuan yang tercantum dinding lubang bor dan pipa naik;
dalam SIP serta mempertimbangkan 6. Kedudukan semen penyekat di antara
kondisi air bawah tanah setempat. dinding lubang bor dan pipa jambang atau
2. Kerikil pembalut pipa naik sesuai dengan ketentuan yang
a
. Kerikil pembalut harus dipilih yang tercantum dalam SIP dengan mempertim-
tidak mudah berubah bentuk, tidak bangkan kondisi air bawah tanah setempat.
lapuk, berbutir berbundar, diutamakan Contoh gambar konstruksi sumur produksi
yang mempunyai kandungan silika sebagaimana terlampir.
tinggi, dan tidak mengandung gamping,
zat organik, lumpur dan kotoran IV. PELAPORAN
lainnya, atau kerikil artifisial; Hasil pengawasan pelaksanaan
b
. Diameter kerikil pembalut menye- pemasangan konstruksi sumur produksi dituangkan
suaikan dengan celah pipa saringan dalam bentuk Berita Acara Pengawasan Pelaksanaan
yang akan dipasang. Pemasangan Konstruksi Sumur Produksi.
3. Lempung penyekat Daftar Isian Berita Acara Pengawasan
Pelaksanaan Konstruksi Sumur Produksi
Lempung penyekat harus dipakai lempung sebagaimana terlampir.
yang memenuhi syarat atau yang
diproduksi khusus untuk keperluan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
konstruksi sumur.
4. Semen penyekat ttd
a
. Komposisi bubur semen yang dipakai Purnomo Yusgiantoro

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 423


Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

Gambar 1

Pedoman Teknik Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Sumur Produksi Air Bawah Tanah

Contoh Gambar Penampang Tegak Konstruksi Sumurbor Produksi untuk Kapasitas 150 lt/menit sampai dengan 300 lt/menit.

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 424


Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

Gambar 2

Pedoman Teknik Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Sumur Produksi Air Bawah Tanah

Contoh Gambar Penampang Tegak Konstruksi Sumurbor Produksi untuk Kapasitas 150 lt/menit sampai dengan 300 lt/menit.

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 425


Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DaftarIsianI
Pedoman Teknik Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Sumur Produksi Air Bawah Tanah

KEPALA SURAT

BERITA ACARA PENGAWASAN PELAKSANAAN KONSTRUKSI SUMUR PRODUKSI


Nomor:.........................................................

Padahariini...........................tanggal......................................bulan.......................................tahun...........kamiyang
bertanda tangan di bawah ini :
1. ........................................ Jabatan ...........................
2. ........................................ Jabatan ...........................
3. ........................................ Jabatan ...........................
4. ........................................ Jabatan ...........................

berdasarkansuratperintah.......................................................Nomor......................................tanggal.................................telah
melaksanakan pengawasan pelaksanaan konstruksi sumur produksi pada Instansi/perusahaan/perorangan :

1. Nama : .........................................
a
. Alamat : .........................................
b
. Lokasi sumurbor : .........................................
.........................................
Koordinat : B/T..................................................U/S.................................................
Zone : .........................................
c
. Sumur ke : .........................................
2. Surat Izin Pengeboran Air : Nomor :
Bawah Tanah (Terlampir) Tanggal :
3. Konstruksi Sumur (Gambar :
terlampir)
a
. Kedalaman sumur : ......................... meter
b
. Diameter dan panjang pipa jambang : ............ .inchi,...................... meter
c
. Kedudukan pipa saringan : 1) .............. s/d........................... meter
....................inchi
: 2) .............. s/d.......................... meter
....................inchi
: 3) .............. s/d........................... meter
....................inchi
: 4) .............. s/d.......................... meter
....................inchi
: 5) .............. s/d.......................... meter
....................inchi
d. Diameter dan panjang pipa naik : .............. inchi.................meter
e. Diameter dan panjang pipa pisometer : .............. inchi.................meter
.
f Kedudukan pembalut kerikil : .......................................s.d......................meter
g. Kedudukan penyekat semen : .............. s.d......................meter
h. Keterangan : ............................

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 426


Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

Pelaksanaan konstruksi pada sumur tersebut di atas telah terlaksana dengan baik.

Demikian Berita Acara ini dibuat dan ditandatangani bersama.

Pimpinan/ Kuasa Perusahaan Ketua Tim Pengawas

ttd., ttd.,

Cap perusahaan Cap instansi yang melaksanakan


pengawasan
(............................................) (............................................)
NIP..................................

Anggota pengawas Tandatangan


1.................................................................. .................................................................
2.................................................................. .................................................................
3.................................................................. .................................................................

*) Coret yang tidak perlu

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 427


Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

LAMPIRAN X KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000
TANGGAL : 3 November 2000

PEDOMAN TEKNIS PENENTUAN NILAI PEROLEHAN AIR


DARI PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DALAM PENGHITUNGAN
PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

.
I PENDAHULUAN C. Ruang Lingkup
A. Latar Belakang Pedoman ini berisi uraian dan
penjelasan tentang cara menentukan dan
Berdasarkan kenyataan, air bawah
menghitung Nilai Perolehan Air dari peman-
tanah masih merupakan andalan utama sebagai
faatan air bawah tanah terutama komponen dari
sumber air bersih bagi masyarakat baik untuk
Harga Dasar Air disertai dengan lampiran contoh
keperluan rumah tangga sederhana yang bersifat
perhitungannya
tidak komersial maupun untuk keperluan
komersial misalnya industri, perhotelan,
II. PENGERTIAN
perkantoran umum atau perdagangan,
pemukiman mewah atau apartemen, pertanian, 1. Nilai Perolehan Air (NPA) adalah nilai air bawah
perikanan, peternakan, dll. tanah yang telah diambil dan dikenai pajak
Peningkatan pengambilan air bawah pemanfaatan air bawah tanah, besarnya sama
tanah lama kelamaan akan menimbulkan dengan volume air yang diambil dikalikan
dampak lingkungan. Di daerah perkotaan dan dengan harga dasar air.
kawasan industri pengambilan air bawah tanah 2. Harga Dasar Air (HDA) adalah harga air bawah
dengan intensitas tinggi mengakibatkan tanah per satuan volume yang akan dikenai
berkurangnya sumberdaya air bawah tanah pajak pemanfaatan air bawah tanah, besarnya
sehingga sering menimbulkan konflik sama dengan harga air baku dikalikan dengan
pengambil air bawah tanah. faktor nilai air.
Secara alami air bawah tanah tidak 3. Harga Air Baku (HAB) adalah harga rata-rata air
dibatasi oleh batas wilayah administrasi maupun bawah tanah per satuan volume di suatu daerah
batas kepemilikan lahan, sehingga air bawah yang besarnya sama dengan nilai investasi untuk
tanah merupakan sumberdaya alam milik mendapatkan air bawah tanah tersebut dibagi
bersama artinya pengambilan di suatu tempat dengan volume produksinya.
akan berpengaruh pada tempat lain di 4. Faktor Nilai Air (FNA) adalah suatu bobot nilai
sekitarnya. Karena besarnya pengambilan air dari komponen sumberdaya alam dan
bawah tanah tidak sama, maka demi keadilan kompensasi pemulihan, peruntukan dan
pengambil dengan volume yang lebih besar pengelolaan, besarnya ditentukan berdasarkan
pada prinsipnya harus memberikan kompensasi subyek kelompok pengguna air serta volume
kepada pengambil yang volume pengambilannya.
pengambilannya lebih kecil. Kompensasi 5. Kompensasi pemulihan adalah biaya yang
tersebut diwujudkan dalam bentuk pajak dipungut untuk upaya pemulihan atas kerusakan
pemanfaatan air bawah tanah. lingkungan yang telah maupun akan terjadi
akibat pengambilan air bawah tanah.
B. Maksud dan Tujuan 6. Kompensasi peruntukan dan pengelolaan adalah
Pedoman ini ditujukan sebagai acuan biaya yang dipungut dengan subsidi silang
untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Air pengambilan air bawah tanah.
dari pemanfaatan air bawah tanah. Manfaat 7. NPABT adalah Nilai Perolehan Air Bawah
utama pedoman ini adalah untuk memberikan Tanah.
pegangan bagi Pemerintah Daerah dalam
menentukan Nilai Perolehan Air dari III. KOMPONEN NILAI PEROLEHAN AIR
pemanfaatan air bawah tanah sesuai dengan
A. Dasar Pengenaan Pajak
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
19 tahun 1997, dasar pengenaan pajak

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 428


Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

pemanfaatan air adalah nilai perolehan air (NPA) pengambilannya, tetapi umumnya
yang nilainya ditentukan oleh sebagian atau mempunyai potensi yang besar dan
seluruh faktor berikut ini : tidak mudah terkena pencemaran.
1. jenis sumber air; 3) Mataair sebagai sumberdaya alam
2. lokasi sumber air; umumnya mempunyai potensi serta
3. volume air yang diambil; tingkat kesulitan pengambilan
4. kualitas air; yang sangat beragam, tergantung
5. luas areal tempat pemakaian air; besarnya debit serta lokasi
6. musim pengambilan air; pemunculannya.
7. tingkat kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh pengambilan air dan/atau b
. Lokasi Sumber Air Bawah Tanah
pemanfaatan air. Potensi sumberdaya air bawah
tanah tidak merata di seluruh daerah dan
Besarnya pajak pemanfaatan air bawah tanah
keberadaannya tidak dibatasi oleh wilayah
maksimum adalah :
administrasi maupun lahan kepemilikan.
Pajak pemanfaatan air bawah tanah = 20% x Nilai strategis sumber air bawah tanah
NPA tergantung dari keberadaan sumber air
Cara menghitung Nilai Perolehan Air (NPA) alternatif lainnya. Air bawah tanah di suatu
adalah volume air yang diambil (V), dikalikan lokasi mempunyai sifat yang strategis dan
dengan Harga Dasar Air (HDA): vital, apabila tidak ada sumber air alternatif
lain yang dapat dipakai sebagai sumber
NPA = V x HDA
air baku, misalnya air sungai ataupun air
B. Nilai Perolehan Air yang dipasok oleh jaringan air bersih
(PDAM) sehingga air bawah tanah menjadi
Nilai Perolehan Air mengandung dua satu-satunya sumber air di lokasi atau
komponen ialah Volume dan Harga Dasar Air daerah tersebut. Berdasarkan keberadaan
(HDA). Komponen yang berupa volume adalah sumber air alternatif tersebut maka nilai
besarnya pengambilan air. Sedangkan strategis air bawah tanah dapat di bedakan
komponen Harga Dasar Air besarnya ditentukan menjadi dua daerah:
dari :
1) Daerah di luar jangkauan sumber air
1. Komponen Sumberdaya Alam alternatif
Komponen sumberdaya alam air bawah 2) Daerah di dalam jangkauan sumber air
tanah nilainya ditentukan oleh faktor jenis alternatif
air bawah tanah, lokasi sumber air bawah
c
. Kualitas Air Bawah Tanah
tanah, dan kualitas air bawah tanah.
Kualitas sumberdaya air bawah
a
. Jenis Air Bawah Tanah tanah tergantung pada komposisi batuan
Jenis sumber air bawah tanah terdiri yang membentuk akuifer serta pengaruh
atas air bawah tanah dangkal dan air dari luar, misalnya air laut dan sumber
bawah tanah dalam termasuk mata pencemaran. Secara umum kualitas air
air: dibedakan menjadi dua ialah :
1) Air bawah tanah dangkal sebagai 1) Kualitas baik untuk bahan baku air
sumberdaya alam mempunyai minum
kemudahan dalam pengambilannya 2) Kualitas jelek untuk bahan baku air
tetapi rawan terhadap pencemaran minum
dan pada umumnya mempunyai Kualitas air jelek misalnya
potensi yang terbatas. Air bawah mempunyai kadar salinitas yang tinggi
tanah dangkal didefinisikan sehingga bersifat payau ataupun asin atau
sebagai air yang terdapat dalam tidak layak untuk dijadikan bahan baku
akuifer bebas. air minum.
2) Air bawah tanah dalam sebagai
2. Komponen Kompensasi Pemulihan
sumberdaya alam mempunyai
tingkat kesulitan yang lebih tinggi Kompensasi Pemulihan air bawah tanah
dibandingkan dengan air bawah merupakan biaya bagi usaha perbaikan
tanah dangkal dalam hal perubahan lingkungan akibat pengambilan air

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 429


Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

bawah tanah. Kompensasi ini dikenakan bagi A. Bobot Komponen Sumberdaya Alam
semua jenis pengambilan air bawah tanah dan Berdasarkan kriteria air bawah tanah yang
bagi semua tingkat dampak pengambilan air merupakan gabungan dari komponen
bawah tanah, baik telah ataupun belum sumberdaya air bawah tanah maka dibedakan
menimbulkan kerusakan lingkungan. menjadi tiga tingkatan bobot yang dihitung
Biaya kompensasi pemulihan kerusakan secara eksponensial terhadap nilai peringkatnya.
lingkungan tersebut meliputi : 1. Suatu daerah yang mempunyai sumberdaya
a. Biaya pemulihan yang diperlukan akibat air bawah tanah dengan potensi besar baik
terjadi penurunan muka air bawah tanah; kualitas maupun kuantitas tetapi terdapat
b. Biaya pemulihan yang diperlukan akibat sumberdaya air alternatif mempunyai
terjadi salinisasi; peringkat 3 maka diberi bobot 9.
c. Biaya pemulihan yang diperlukan akibat 2. Suatu daerah yang mempunyai sumberdaya
terjadi penurunan muka tanah (land air bawah tanah dengan potensi besar baik
subsidence); kualitas maupun kuantitas tetapi tidak
d. Biaya pemulihan yang diperlukan akibat terdapat sumberdaya air alternatif mem-
terjadi pencemaran air bawah tanah. punyai peringkat 2 maka diberi bobot 4.
Semakin besar volume pengambilan 3. Suatu daerah yang mempunyai sumberdaya
air bawah tanah maka semakin besar pula resiko air bawah tanah dengan potensi kecil
kerusakannya sehingga besarnya kompensasi karena kualitasnya jelek mempunyai
ditentukan secara progresif tergantung besarnya peringkat 1 maka diberi bobot 1.
volume pengambilan air bawah tanah. Bobot tersebut dihitung secara
3. Komponen Kompensasi Peruntukan dan eksponensial pangkat dua terhadap nilai
Pengelolaan peringkatnya. Nilai eksponen dua tersebut
merupakan nilai rata-rata sumberdaya air bawah
Penggunaan air bawah tanah
tanah, tetapi dimungkinkan nilai eksponen lebih
diprioritaskan untuk air minum serta dibedakan
kecil atau lebih besar dari nilai dua tersebut
berdasarkan subyek pemakainya. Selain itu air
tergantung keadaan sumberdaya air bawah tanah
bawah tanah dikelola agar dapat dimanfaatkan
setempat dan ketentuan daerah.
secara optimal dan berkesinambungan. Untuk
itu pemakai air bawah tanah perlu dikenai Berdasarkan kombinasi komponen air
kompensasi biaya peruntukan dan pengelolaan bawah tanah sebagai sumberdaya alam
yang dibedakan sebagai berikut : sebagaimana diuraikan di atas maka dapat
dikelompokkan dan diberikan bobot
a. Non Niaga;
berdasarkan nilai potensinya sebagai berikut :
b. Niaga Kecil;
c. Industri Kecil; Tabel a : Bobot komponen sumberdaya alam
d. Niaga Besar;
e. Industri Besar. No Kriteria Peringkat Bobot
Setiap kelompok pemakai dikenai 1. Air bawah tanah, kualitas baik, ada
biaya peruntukan yang berbeda dimana usaha sumber air 3 9
2. alternatif 2 4
non niaga paling kecil dan usaha industri pal-
3. Air bawah tanah, kualitas baik, 1 1
ing besar pungutannya. tidak ada sumber air alternatif
Bila dipandang perlu setiap kelompok Air bawah tanah, kualitas jelek
tersebut masih dapat diperinci atau dibedakan
menjadi beberapa jenis pemakai disesuaikan
dengan kondisi daerah setempat. Bobot tesebut diatas dipakai sebagai faktor
pengali terhadap harga air baku air bawah
IV. PENENTUAN NILAI PEROLEHAN AIR tanah. Harga air baku air bawah tanah dihitung
mengacu pada biaya investasi eksploitasi air
Nilai Perolehan Air ditentukan berdasarkan bawah tanah rata-rata di suatu daerah.
komponen sumberdaya alam, komponen
kompensasi untuk pemulihan, peruntukan dan
pengelolaan. Masing-masing komponen tersebut
ditetapkan nilainya berdasarkan kriteria yang telah
disebutkan di atas.

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 430


Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

B. Bobot Komponen Kompensasi Kompensasi (tabel c) = 40% dikalikan Bobot


Komponen Kompensasi
Bobot komponen kompensasi untuk usaha
(tabel b) +
pemulihan, peruntukan dan pengelolaan
(selanjutnya disebut sebagai kompensasi) Jumlah = Faktor Nilai Air
ditetapkan terutama berdasarkan jenis
penggunaan (subyek pengambil) dan volume Harga Dasar Air dirumuskan sebagai berikut :
pemakaiannya setiap bulan secara progresif
sebagai berikut : HDA = (Faktor Nilai Air) x (Harga Air Baku)

Tabel b : Bobot komponen kompensasi


Nilai Perolehan Air dirumuskan sebagai
No Peruntukan 0-50 51-500 501-1000 1001-2500 >2500 berikut :
m3 m3 m3 m3 m3
1. Non Niaga 1 1,1 1,2 1,3 1,4 NPA = (Volume) x (Faktor Nilai Air) x (Harga Air Baku)
2. Niaga Kecil 2 2,2 2,4 2,6 2,8
3. Industri 3 3,3 3,6 3,9 4,5 Contoh Cara Perhitungan Nilai Perolehan Air
Kecil
4. Niaga Besar 4 4,4 4,8 5,2 5,6 1. Perhitungan Harga Air Baku
5. Industri 5 5,5 6,0 6,5 7,0
Besar Misal di suatu daerah untuk mendapatkan air
baku digunakan sumurbor dalam dengan
perincian harga eksploitasi sebagai berikut :
Nilai bobot setiap kelompok tersebut
dipakai sebagai pengali terhadap harga air baku. Pembuatan sumurbor
Nilai bobot tersebut ditetapkan berdasarkan kedalaman 150 m Rp. 150.000.000,00
ketentuan daerah, nilai bobot lebih kecil atau Biaya operasional
lebih besar dari nilai tersebut di atas. selama 5 tahun Rp. 60.000.000,00
Jumlah Rp. 210.000.000,00
C. Prosentase Komponen Harga Dasar Air
Umur produksi sumurbor tersebut dimisalkan 5
Setiap komponen Harga Dasar Air tahun, debit sumur 50 m3/hari sehingga volume
mempunyai prosentase masing-masing yang pengambilan atau produksi air selama
besarnya sebagai berikut : 5 tahun = 5 x 365 x 50 m3 = 91.250 m3
Tabel c : Bobot Komponen Harga Dasar Air Sehingga Harga Air Baku = Rp. 210.000.000/
91.250 m3 = Rp. 2.301/m3
No Komponen Bobot
1 Sumberdaya Alam 60%
Untuk memperoleh harga air baku yang berasal
2. Kompensasi Pemulihan, 40% dari mataair dapat digunakan perhitungan
Peruntukan dan Pengelolaan seperti di atas dengan memasukkan komponen
biaya penurapan, perpipaan dan biaya
pengolahan.
D. Harga Air Baku
Air baku dalam pengertian ini merupakan 2. Perhitungan Nilai Perolehan Air
air yang berasal dari air bawah tanah termasuk
a
. Pengguna air bawah tanah untuk keperluan Non
mata air yang telah diambil dari sumbernya dan
Niaga
telah siap untuk dimanfatkan. Harga air baku
merupakan nilai rupiah dari biaya eksploitasi Jumlah volume pemanfaatan air bawah
atau investasi untuk mendapatkan air baku tanah 3000 m3, kualitas baik, ada sumber air
tersebut besarnya yang ditentukan oleh Daerah. alternatif (di dalam daerah jaringan PDAM) maka
perhitungan NPA sebagai berikut :
E. Rumusan Nilai Perolehan Air
Perhitungan Faktor Nilai Air
Berdasarkan berbagai komponen tersebut
Volume 0 - 50 m3
di atas maka Faktor Nilai Air dapat dirumuskan
sebagai berikut : Komponen Sumberdaya
Alam = 9 x 0,6 = 5,4
Sumberdaya alam = 60% dikalikan Bobot Komponen Kompensasi = 1 x 0,4 = 0,4
(tabel c) Komponen Sumberdaya Jumlah Faktor Nilai Air = 5,8
alam (tabel a)
Volume 51 - 500 m3

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 431


Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

Komponen Sumberdaya Volume 51 - 500 m3


Alam = 9 x 0,6= 5,4 Komponen Sumberdaya Alam = 9 x 0,6 = 5,4
Komponen Kompensasi = 1,1 x 0,4= 0,44 Komponen Kompensasi = 4,4 x 0,4= 1,76
Jumlah Faktor Nilai Air = 5,84 Jumlah Faktor Nilai Air = 7,14

Volume 501 - 1000 m3 Volume 501 - 1000 m3


Komponen Sumberdaya Komponen Sumberdaya Alam = 9 x 0,6= 5,4
Alam = 9 x 0,6= 5,4 Komponen Kompensasi = 4,8 x 0,4= 1,92
Komponen Kompensasi = 1,2 x 0,4= 0,48 Jumlah Faktor Nilai Air = 7,32
Jumlah Faktor Nilai Air = 5,88
Volume 1001 - 2500 m3
Volume 1001 - 2500 m3 Komponen Sumberdaya Alam = 9 x 0,6 = 5,4
Komponen Sumberdaya Komponen Kompensasi = 5,2 x 0,4= 2,08
Alam = 9 x 0,6= 5,4 Jumlah Faktor Nilai Air = 7,48
Komponen Kompensasi = 1,3 x 0,4= 0,52
Jumlah Faktor Nilai Air = 5,92 Volume 2500 - 3000 m3
Komponen Sumberdaya Alam = 9 x 0,6 = 5,4
Volume 2500 - 3000 m3 Komponen Kompensasi = 5,6 x 0,4= 2,24
Komponen Sumberdaya Jumlah Faktor Nilai Air = 7,64
Alam = 9 x 0,6= 5,4
Komponen Kompensasi = 1,4 x 0,4= 0,56 Perhitungan nilai Perolehan Air
Jumlah Faktor Nilai Air = 5,96 (Volume x Harga Dasar Air) = (Volume x Faktor
Nilai Air x Harga Air Baku)
Perhitungan nilai Perolehan Air Volume 0 - 50 m3 =
(Volume x Harga Dasar Air) = (Volume x Faktor 50 x 6,00 x Rp. 2.301 = Rp. 690.300
Nilai Air x Harga Air Baku) Volume 51 - 500 m3 =
450 x 7,16 x Rp. 2.301 = Rp. 7.413.822
Volume 0 -50 m3 = Volume 501-1000 m3 =
50 x 5,80 x Rp. 2.301 = Rp. 667.290 500 x 7,32 x Rp. 2.301 = Rp. 8.421.660
Volume 51-500 m3 = Volume 1001-2500 m3 =
450 x 5,84 x Rp. 2.301 = Rp. 6.047.028 1500 x 7,48 x Rp. 2.301 = Rp. 25.817.220
Volume 501-1000 m3 = Volume 2500-3000 m3 =
500 x 5,88 x Rp. 2.301 = Rp. 6.764.940 500 x 7,64 x Rp. 2.301 = Rp. 8.789.820
Volume 1001-2500 m3 =
NPA = Rp. 51.132.822
1500 x 5,92 x Rp. 2.301 = Rp. 20.432.880
Volume 2500-3000 m3 = Pajak pemanfaatan air bawah tanah =
500 x 5,96 x Rp. 2.301 = Rp. 6.856.980 20% x NPA = Rp. 10.226.564
NPA = Rp. 40.769.118 c
. Pengguna air bawah tanah untuk keperluan Non
Pajak pemanfaatan air bawah tanah = Niaga
20% x NPA = Rp. 8.153.823 Jumlah volume pemanfaatan air bawah tanah
b
. Pengguna air bawah tanah untuk keperluan Niaga 3000 m3 , kualitas baik, tidak ada sumber air
Besar alternatif (di luar daerah jaringan PDAM) maka
perhitungan NPA sebagai berikut :
Jumlah volume pemanfaatan air bawah tanah
3000 m3 , kualitas baik, ada sumber air alternatif
Perhitungan Faktor Nilai Air
(di dalam daerah jaringan PDAM) maka
perhitungan NPA sebagai berikut : Volume 0 - 50 m3
Perhitungan Faktor Nilai Air Komponen Sumber Daya alam = 4 x 0,6 = 2,4
Volume 0 - 50 m3 Komponen Kompensasi = 1 x 0,4 = 0,4
Komponen Sumberdaya alam = 9 x 0,6 = 5,4 Jumlah Faktor Nilai Air = 2,8
Komponen Kompensasi = 4 x 0,4 = 1,6
Jumlah Faktor Nilai Air = 6,0

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 432


Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

Volume 51 - 500 m3 Volume 51 - 500 m3


Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4 Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4
Komponen Kompensasi = 1,1 x 0,4= 0,44 Komponen Kompensasi = 4,4 x 0,4= 1,76
Jumlah Faktor Nilai Air = 2,84 Jumlah Faktor Nilai Air = 4,16

Volume 501 - 1000 m3 Volume 501 - 1000 m3


Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4
Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4
Komponen Kompensasi = 4,8 x 0,4= 1,92
Komponen Kompensasi = 1,2 x 0,4= 0,48
Jumlah Faktor Nilai Air = 4,32
Jumlah Faktor Nilai Air = 2,88
Volume 1001 - 2500 m3
Volume 1001 - 2500 m3
Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4
Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4 Komponen Kompensasi = 5,2 x 0,4= 2,08
Komponen Kompensasi = 1,3 x 0,4= 0,52 Jumlah Faktor Nilai Air = 4,48
Jumlah Faktor Nilai Air = 2,92
Volume 2500 - 3000 m3
Volume 2500 - 3000 m3
Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4
Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4 Komponen Kompensasi = 5,6 x 0,4= 2,24
Komponen Kompensasi = 1,4 x 0,4= 0,56 Jumlah Faktor Nilai Air = 4,64
Jumlah Faktor Nilai Air = 2,96
Perhitungan Nilai Perolehan Air
Perhitungan Nilai Perolehan Air
(Volume x Harga Dasar Air) = (Volume x Faktor
(Volume x Harga Dasar Air) = (Volume x Faktor Nilai Air x Harga Air Baku)
Nilai Air x Harga Air Baku)
Volume 0 - 50 m3 =
Volume 0 - 50 m3 = 50 x 4,00 x Rp. 2.301 = Rp. 460.200
50 x 2,80 x Rp. 2.301 = Rp. 322.140
Volume 51 - 500 m3 =
Volume 51 - 500 m3 = 450 x 4,16 x Rp. 2.301 = Rp. 4.307.472
450 x 2,84 x Rp. 2.301 = Rp. 2.940.678
Volume 501-1000 m3 =
Volume 501-1000 m3 = 500 x 4,32 x Rp. 2.301 = Rp. 4.970.160
500 x 2,88 x Rp. 2.301 = Rp. 3.313.440
Volume 1001-2500 m3 =
Volume 1001-2500 m3 = 1500 x 4,48 x Rp. 2.301 = Rp. 15.462.720
1500 x 2,92 x Rp. 2.301 = Rp. 10.078.380
Volume 2500-3000 m3 =
Volume 2500-3000 m3 = 500 x 4,64 x Rp. 2.301 = Rp. 5.338.320
500 x 2,96 x Rp. 2.301 = Rp. 3.405.480
NPA = Rp. 30.538.872
NPA = Rp. 20.060.118
Pajak pemanfaatan air bawah tanah =
Pajak pemanfaatan air bawah tanah =
20% x NPA = Rp. 6.107.774
20% x NPA = Rp. 4.012.023
F. Penutup
d. Pengguna air bawah tanah untuk keperluan Non
Niaga Besar Pedoman ini berisi tentang garis besar yang
Jumlah volume pemanfaatan air bawah tanah masih dimungkinkan untuk dirinci oleh Daerah baik
3000 m3 , kualitas baik, tidak ada sumber air mengenai pembagian kelompok maupun besarnya
alternatif (di luar daerah jaringan PDAM) maka bobot penilaian yang disesuaikan dengan kondisi
perhitungan NPA sebagai berikut : sumberdaya air bawah tanah serta kondisi sosial
ekonomi Daerah setempat.
Perhitungan Faktor Nilai Air
Volume 0 - 50 m3
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Komponen Sumber Daya alam = 4 x 0,6 = 2,4
Komponen Kompensasi = 4 x 0,4 = 1,6 ttd
Jumlah Faktor Nilai Air = 4,0
Purnomo Yusgiantoro

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 433


Lampiran XI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

LAMPIRAN XI KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000
TANGGAL : 3 November 2000

PEDOMAN PELAPORAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH

.
I PENDAHULUAN 2. untuk mengawasi pelaksanaan peng-
ambilan air bawah tanah sesuai dengan
A. Latar Belakang
Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah
Pengambilan air bawah tanah akan (SIPA).
mempengaruhi terhadap ketersediaan air bawah
tanah dan kondisi lingkungan keberadaannya.
Apabila jumlah pengambilan air bawah tanah II. PENGERTIAN
tidak diketahui dan ternyata telah melampaui 1. Jumlah pengambilan air bawah tanah adalah
batas keseimbangan antara kemampuan volume air bawah tanah dalam satuan volume
imbuhan dengan jumlah pengambilannya, maka yang diambil dari sumurgali, sumur pasak,
akan menimbulkan dampak negatif terhadap sumurbor atau mataair setiap bulan.
lingkungan. Dampak negatif tersebut dapat 2. Debit pemompaan adalah volume [liter atau
berupa penurunan jumlah maupun mutu air m3] air yang dipompa per satuan waktu [menit,
bawah tanah. jam atau hari].
Pengelolaan air bawah tanah yang 3. Lama pemompaan adalah lama atau durasi
berorientasi pada kelestarian lingkungan, serta dilakukannya pemompaan setiap hari.
pemanfaatannya yang berlangsung secara
berkelanjutan perlu dibudidayakan. Salah satu 4. Meter air atau alat ukur lainnya adalah alat
langkah yang dilakukan adalah pemantauan untuk menghitung volume air yang mengalir
terhadap jumlah pengambilan air bawah tanah di dalam pipa atau saluran yang telah ditera
dalam kurun waktu tertentu. oleh instansi yang berwenang.
Informasi jumlah pengambilan air III. Ketentuan Teknis
bawah tanah diperoleh melalui pelaporan
pengambilan air bawah tanah dari setiap titik A. Pelaksana
pengambilan. Pelaporan pengambilan air bawah tanah
dilaksanakan oleh pengambil air bawah tanah
B. Maksud dan Tujuan
yang ditujukan kepada Bupati/Walikota dengan
Pedoman ini dimaksudkan sebagai tembusan kepada Direktur Jenderal dan
acuan bagi pengambilair bawah tanah dalam Gubernur.
melaporkan kegiatan pengambilan air bawah
tanah. B. Isi Laporan
Tujuannya adalah untuk mengatur tata Laporan pengambilan air bawah tanah terdiri
cara serta penyeragaman pelaporan pengambilan dari :
air bawah tanah dari seluruh titik pengambilan a. Nama perusahaan;
sehingga menghasilkan data yang lengkap
b. Alamat Perusahaan;
sehingga memudahkan dalam pengelolaan data
air bawah tanah. c. Lokasi pengambilan air bawah tanah
(sumurbor, sumurpasak, sumurgali atau
C. Ruang Lingkup mataair, dsb) meliputi Desa/Kelurahan,
Kecamatan, Kabupaten/Kota, dan Propinsi;
Pedoman pelaporan pengambilan air
d. Bulan dan tahun, yaitu bulan dan tahun
bawah tanah ini mencakup sasaran; pengertian;
dilaksanakan pencatatan dan pengukuran;
ketentuan teknis, pelaksana isi laporan dan
periode pelaporan. e. Nama titik pengambilan, yaitu sumur ke
.... atau nama mataair, serta nomor registrasi
D. Sasaran sumurbor atau mataair;
Sasaran pembuatan pedoman pelaporan .
f Izin pengambilan air bawah tanah, yaitu
pengambilan air bawah tanah adalah : nomor dan tanggal SIPA serta jumlah
1. untuk mengetahui jumlah air bawah tanah pengambilan yang diizinkan berdasarkan
yang telah diambil di suatu daerah. SIPA;

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 434


Lampiran XI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

g. Jumlah pengambilan air bawah tanah


sesuai dengan pencatatan pada meter air
atau alat ukur lainnya;
h. Debit pemompaan, yaitu debit harian
dalam satu bulan.
Daftar isian Laporan Pengambilan Air
Bawah Tanah sebagaimana tercantum dalam
Daftar Isian 1 dan 2.

C. Periode Pelaporan
Pelaporan jumlah pengambilan air
bawah tanah wajib dilaksanakan setiap bulan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 435


Lampiran XI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 436

Anda mungkin juga menyukai