Anda di halaman 1dari 21

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

SALINAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN
NOMOR 5 TAHUN 2004

TENTANG

PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMONGAN,


Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 Undang-undang Nomor
7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, maka dalam rangka pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Kabupaten Lamongan perlu
diatur ketentuan mengenai pengelolaan Air Bawah Tanah.

b. bahwa sehubungan dengan maksud konsideran menimbang huruf a
tersebut di atas, maka dipandang perlu mengatur Pengelolaan Air Bawah
Tanah dengan menetapkan dalam Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-
daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Diundangkan
pada Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950) ;
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831) ;
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3209) ;
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam, Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1999, Nomor
49 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 1992, Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3501) ;
6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4048) ;
7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran negara Tahun 1997, Nomor 68, Tambahan Lembaran
Page 1 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
Nomor 3699) ;
8. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Tahun 2004, Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4377);
9. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004, Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437) ;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan
Air (Lembaran Negara Tahun 1982, Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839) ;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000, Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3952);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4139) ;
13. Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1972 tentang Pengaturan,
Pengurusan dan Penguasaan Uap Geoternal, Sumber Air Bawah Tanah
dan Mata Air Panas ;
14. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknis Penyusunan
Perundang-undangan, bentuk Rancancangan Undang-undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden ;
15. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor :
1452K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas
Pemerintah di bidang Inventarisasi Sumber Daya Mineral dan Energi,
Penyusunan Peta Geologi dan Pemetaan Zona Kerentanan Tanah.
16. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Nomor 10
Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan
Pemerintah Kabupaten Lamongan.

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMONGAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN TENTANG
PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lamongan ;
2. Kepala Daerah adalah Bupati Lamongan;
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom
yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;
4. Sumber Daya Air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya ;
5. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun dibawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan
air laut yang berada di darat ;
6. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah ;
Page 2 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
7. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah
permukaan tanah ;
8. Air Bawah Tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan yang
mengandung air dibawah permukaan tanah termasuk didalamnya mata air yang
muncul secara alamiah di atas permukaan tanah ;
9. Sumber Air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat
pada, di atas, ataupun dibawah permukaan tanah ;
10. Daya Air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air
yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta lingkungannya ;
11. Pengelolaan Sumber Daya Air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaran konservasi Sumber Daya Air,
pendayagunaan Sumber Daya Air, dan pengendalian daya rusak air.
12. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air adalah kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi Sumber Daya Air, pendayagunaan Sumber Daya Air, dan
pengendalian daya rusak air ;
13. Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air adalah hasil perencanaan secara
menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan
Sumber Daya Air ;
14. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan Sumber Daya Air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km
2
;

15. Daerah Aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau
ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masing terpengaruh aktifitas
daratan ;
16. Daerah Imbuhan Air Bawah Tanah (Recharge Area) adalah suatu wilayah
dimana proses keluaran air tanah berlangsung secara alamiah padea suatu
cekungan air bawah tanah ;
17. Akuifer atau lapisan pembawah air adalah lapisan batuan jenuh air dibawah
permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air ;
18. Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung ;
19. Hak Guna Air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan
air untuk berbagai keperluan ;
20. Hak Guna Pakai Air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air ;
21. Hak Guna Usaha Air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air ;
22. Konservasi Sumber Daya Air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi Sumber Daya Air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang mewadai untuk memenuhi
kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan
datang ;
23. Penurapan Mata Air adalah membangun sarana untuk memanfaatkan mata air
pada titik lokasi pemunculan mata air ;
24. Pendayagunaan Sumber Daya Air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan Sumber Daya Air secara
optimal agar berhasilguna dan berdayaguna ;
25. Pengendalian Daya Rusak Air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi,
dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya
rusak air ;
Page 3 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
26. Daya Rusak Air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan ;
27. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan
pengelolaan Sumber Daya Air ;
28. Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan air dan
sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana Sumber Daya Air ;
29. Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana
Sumber Daya Air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air
dan prasarana Sumber Daya Air ;
30. Prasarana Sumber Daya Air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang
menunjang kegiatan pengelolaan Sumber Daya Air, baik langsung maupun
tidak langsung ;
31. Pengelola Sumber Daya Air adalah institusi yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pengelolaan Sumber Daya Air ;
32. Sumur Pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau kedudukan muka
atau kualitas air bawah tanah pada akuifer tertentu ;
33. Sumur Bor adalah sumur yang pembuatannya dilakukan baik secara mikanis
maupun manual ;
34. Eksploitasi adalah usaha pengeboran dengan maksud untuk menghasilkan Air
Bawah Tanah dan memanfaatkannya ;
35. Ijin Eksplorasi Air Bawah Tanah adalah ijin untuk melakukan penyelidikan
air bawah tanah melalui kegiatan pengeboran dan survay geofisika ;
36. Ijin Pengeboran Air Bawah Tanah adalah ijin untuk melakukan eksplorasi
dan/atau eksploitasi air bawah tanah ;
37. Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah adalah ijin pengambilan dan atau
pemanfaatan air bawah tanah untuk berbagai macam keperluan ;
38. Ijin Penurapan Mata Air adalah ijin untuk melakukan penurapan mata air ;
39. Ijin Pengambilan Mata Air adalah ijin pengambilan dan atau pemanfaatan air
dari mata air untuk berbagai macam keperluan ;
40. Ijin Pengusahaan Air Bawah Tanah adalah ijin pengambilan dan pemanfaatan
air bawah tanah untuk tujuan komersial.

BAB II
ASAS, TUJUAN DAN FUNGSI
Pasal 2

(1) Pengelolaan Air Bawah Tanah berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan,
kemanfaatan umum, keterpaduan, keserasian, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas.

(2) Pengelolaan Air Bawah Tanah secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan
lingkungan dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan Sumber Daya Air
yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

(3) Pengelolaan Air Bawah Tanah memiliki fungsi sosial, lingkungan hidup dan
ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.




BAB III
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 3

Wewenang dan tanggungjawab Kepala Daerah dalam Pengelolaan Air Bawah
Page 4 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
Tanah meliputi :
a. Menetapkan kebijakan pengelolaan Air Bawah Tanah di wilayahnya
berdasarkan kebijakan Nasional Air Bawah Tanah dan kebijakan pengelolaan
Sumber Daya Air Propinsi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat
sekitar ;
b. Menetapkan pola pengelolaan Air Bawah Tanah pada wilayah sungai ;
c. Menetapkan rencana pengelolaan Air Bawah Tanah pada wilayah sungai
dengan memperhatikan kepentingan masyarakat ;
d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai ;
e. Melaksanakan pengelolaan Air Bawah Tanah pada wilayah sungai dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat sekitarnya ;
f. Mengatur, menetapkan, dan memberi ijin penyediaan, peruntukan,
penggunaan dan pengusahaan air tanah serta Air Bawah Tanah pada wilayah
sungai ;
g. Membentuk Dewan Sumber Daya Air atau dengan nama lain pada wilayah
sungai ;
h. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di
daerah ;
i. Menjaga efektifitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan
Air Bawah Tanah pada wilayah sungai.

BAB IV
KEGIATAN PENGELOLAAN
Bagian Pertama
Inventarisasi Air Bawah Tanah
Pasal 4

(1) Inventarisasi air bawah tanah meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan dan
penelitian, eksplorasi, evaluasi pengumpulan dan pengelolaan data Air Bawah
Tanah untuk menentukan :
a. Perencanaan pengelolaan air bawah tanah;
b. Sebaran cekungan air bawah tanah;
c. Daerah imbuhan dan lepasan;
d. Geometri dan karakteristik akuifer;
e. Neraca dan potensi air bawah tanah;
f. Pengambilan air bawah tanah.

(2) Kegiatan inventarisasi air bawah tanah sebagaimana dimaksud ayat (1) yang
dilaksanakan untuk penyusunan neraca atau pola induk pengembangan terpadu
air bawah tanah disajikan pada peta skala lebih besar dari 1 : 100.000.

(3) Dalam melaksanakan wewenang dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud
ayat (2), pelaksana dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait.






Bagian Kedua
Konservasi Air Bawah Tanah
Pasal 5

(1) Konservasi air bawah tanah dilakukan untuk menjaga kelestarian,
kesinambungan, ketersediaan, daya dukung lingkungan, fungsi air bawah tanah,
Page 5 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
dan mempertahankan keberlanjutan pemanfaatan air bawah tanah.

(2) Konservasi air bawah tanah bertumpu pada azas kemanfaatan, kesinambungan,
ketersediaan dan kelestarian air bawah tanah serta lingkungan keberadaannya.

(3) Pelaksanaan konservasi air bawah tanah didasarkan pada :
a. hasil kajian identifikasi dan evaluasi cekungan air bawah tanah ;
b. hasil kajian daerah imbuhan dan lepasan air bawah tanah ;
c. rencana pengelolaan air bawah tanah di wilayah cekungan air
bawah tanah ;
d. hasil pemantauan perubahan kondisi dan lingkungan air bawah tanah.

Pasal 6

(1) Konservasi dilakukan sekurang-kurangnya melalui :
a. penetuan zona konservasi air bawah tanah ;
b. perlindungan dan pelestarian air bawah tanah ;
c. pengawetan air bawah tanah ;
d. pemulihan air bawah tanah ;
e. pengendalian pencemaran air bawah tanah ;
f. pengendalian kerusakan air bawah tanah.

(2) Konservasi air bawah tanah dilakukan dengan cara menyeluruh pada wilayah
cekungan air bawah tanah mencakup daerah imbuhan dan daerah lepasan air
bawah tanah dan atau perubahan lingkungan.

(3) Konservasi air bawah tanah harus menjadi salah satu pertimbangan dalam
perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dan perencanaan tata ruang
wilayah.

Pasal 7

(1) Untuk menjamin keberhasilan konservasi, dilakukan kegiatan pemantauan air
bawah tanah.

(2) Pemantauan air bawah tanah sebagimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk mengetahui perubahan kualitas, kuantitas dan dampak lingkungan akibat
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan atau perubahan lingkungan.

(3) Pemantauan air bawah tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Pemantauan perubahan kedudukan air muka air bawah tanah;
b. Pamantauan perubahan kualitas air bawah tanah ;
c. Pamantauan pengambilan pemanfaatan air bawah tanah ;
d. Pamantauan pencemaran air bawah tanah ;


e. Pamantauan perubahan debit dan kualitas mata air ;
f. Pemantauan perubahan lingkungan air bawah tanah.

(4) Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan dengan cara :
a. Membuat sumur pantau ;
b. Mengukur dan mencatat kedudukan muka air bawah tanah pada sumur
pantau dan/atau sumur produksi terpilih ;
c. Mengukur dan mencatat debit air ;
d. Memeriksa sifat fisika, komposisi kimia dan kandungan biologi air bawah
Page 6 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
tanah apada sumur pantau, sumur produksi dan mata iar ;
e. Memetakan perubahan kualitas dan /atau kuantitas air bawah tanah ;
f. Mengamati dan mengukur perubahan lingkungan fisik akibat pengambilan
air bawah tanah.

(5) Pemantauan air bawah tanah sebagaimana dimaksud ayat (3) dilakukan secara
berkala sesuai dengan jenis kegiatan pamantauan.

Pasal 8

(1) Dalam rangka pendayagunaan air bawah tanah, Kepala Daerah melaksanakan
konservasi air bawah tanah.

(2) Setiap izin pengambilan air bawah tanah, izin pengambilan mata air dan izin
pengusahaan air bawah tanah wajib melaksanakan konservasi air bawah tanah.

(3) Kegiatan selain dimaksud ayat (2) Pasal ini yang berpotensi merubah atau
merusak kondisi dan lingkungan air bawah tanah wajib disertai dengan Upaya
konservasi air bawah tanah.

(4) Kepala Daerah melakukan penentuan dan perlindungan daerah imbuhan pada
wilayah cekungan air bawah tanah yang berada utuh dalam Daerah.

Bagian Ketiga
Perencanaan Pendayagunaan Air Bawah Tanah
Pasal 9

(1) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dilaksanakan sebagai dasar
pendayagunaan air bawah tanah pada wilayah cekungan air bawah tanah.

(2) Kegiatan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dilakukan dalam
rangka pengelolaan, pemanfaatan dan pengendalian air bawah tanah.

(3) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah sebagaimana dimaksud ayat (1),
didasarkan pada hasil inventarisasi dengan memperhatikan konservasi air
bawah tanah.

(4) Dalam melaksanakan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah
sebagaimana dimaksud ayat (2) wajib melibatkan peran serta masyarakat.

(5) Hasil perencanaan pendayagunaan air bawah tanah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) merupakan salah satu dasar dalam penyusunan dan penetapan
rencana tata ruang wilayah.
Bagian keempat
Peruntukan Pemanfaatan
Pasal 10

(1) Peruntukan pemanfaatan Air Bawah Tanah untuk keperluan air minum
merupakan prioritas utama diatas segala keperluan lainnya.

(2) Urutan prioritas peruntukan air bawah tanah ditetapkan sebagai berikut :
a. Air minum ;
b. Air untuk rumah tangga ;
c. Air untuk peternakan dan pertanian sederhana ;
d. Air untuk irigasi ;
Page 7 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
e. Air untuk industri ;
f. Air untuk pertambangan ;
g. Air untuk usaha perkotaan ;
h. Air untuk kepentingan lainnya.

(3) Urutan prioritas peruntukan pemanfaatan air bawah tanah sebagaimana
dimaksud ayat (2) dapat berubah dengan memperhatikan kepentingan umum
dan kondisi setempat dengan Keputusan Kepala Daerah.

BAB V
PENGELOLAAN DATA AIR BAWAH TANAH
Pasal 11

(1) Semua data dan informasi air bawah tanah yang ada pada Instansi/Lembaga
Pemerintah dan Swasta yang belum pernah disampaikan kepada Kepala Daerah
untuk selanjutnya disampaikan kepada instansi terkait.

(2) Semua data dan informasi hasil kegiatan inventarisasi, konservasi dan
pendayagunaan air bawah tanah wajib disampaikan kepada Kepala Daerah.

(3) Semua data dan informasi air bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) dikelola oleh Pemerintah Daerah sebagai dasar pengelolaan air
bawah tanah di wilayahnya.

BAB VI
KETENTUAN PERIZINAN
Pasal 12

(1) Setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi pemanfaatan air bawah tanah harus mendapat izin dari Kepala
Daerah.

(2) Izin sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari :
a. Izin ekplorasi air bawah tanah;
b. Izin eksploitasi air bawah tanah;
c. Izin penurapan mata air;
d. Izin pengambilan air bawah tanah;
e. Izin pengambilan mata air;
f. Izin pengusahaan air bawah tanah ;
g. Izin Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah ;
h. Izin Juru Bor.

(3) Izin sebagaimana dimaksud ayat (2) harus diajukan secara tertulis kepada
Kepala Daerah.

(4) Prosedur dan Tata Cara serta syarat izin sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah.

Pasal 13

Dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup pemegang izin wajib
menyusun dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam dokumen Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

Page 8 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
Pasal 14

Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 tidak berlaku bagi :
a. Keperluan air minum, rumah tangga dan kepentingan pengairan bagi rakyat
yang tidak dikomersialkan ;
b. Keperluan penelitian, penyelidikan, eksplorasi air bawah tanah yang
dilaksanakan oleh instansi/lembaga Pemerintah ;
c. Pembuatan sumur pemantau.

Pasal 15

(1) Izin sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c Pasal 12 ayat (2) berlaku
untuk jangka waktu selama 1 (satu) tahun.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada huruf d, e, f, g dan h Pasal 12 ayat (2)
berlaku untuk jangka waktu selama 3 ( tiga ) tahun, dan setiap tahun harus
melakukan daftar ulang.

Pasal 16

Izin sebagaimana dimaksud Pasal 12 dapat diperpanjang dan harus diajukan
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlakunya.

BAB VII
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 17

(1) Pemegang izin diwajibkan :
a. Melaporkan hasil kegiatan pelaksanaan, eksplorasi dan eksploitasi air
bawah tanah, penurapan mata air, pengambilan air bawah tanah,
pengambilan mata air dan pengusahaan air tanah secara tertulis kepada
Kepala Daerah.
b. Menghentikan kegiatannya dan mengusahakan penanggulangan serta
segera melaporkan kepada Kepala Daerah apabila dalam pelaksanaan
ekplorasi dan eksploitasi air bawah tanah ditemukan kelainan yang dapat
membahayakan dan merusak lingkungan hidup;
c. Mematuhi persyaratan teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
d. Segera menanggulangi dan melaporkan kepada Kepala Daerah apabila
terjadi gangguan lingkungan hidup yang disebabkan oleh kegiatan,
ekplorasi dan eksploitasi, pengambilan air bawah tanah, penurapan dan
pengambilan mata air.
e. Melengkapi dengan meteran air atau alat pengukur debit air yang telah
diperiksa dan disegel oleh pertugas yang ditunjuk ;
f. Membayar retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

(2) Pemegang izin dilarang :
a. Memindahtangankan izin yang diberikan;
b. Menggunakan izin tidak sesuai peruntukannya.

Pasal 18

(1) Izin sebagaimana dimaksud Pasal 12 dapat dicabut dan tidak berlaku apabila :
a. Pemegang izin meninggal dunia ;
Page 9 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
b. Atas permintaan pemegang izin ;
c. Pemegang izin tidak dapat memenuhi kewajibannya ;
d. Pemegang izin melanggar ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam
izin ;
e. Pemegang izin dalam menyelenggarakan kegiatannya telah terbukti
melakukan tindak pidana yang telah diputus oleh Pengadilan dan
mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, diberitahukan secara
tertulis kepada pemegang izin dengan menyebutkan alasan-alasannya.

(3) Pencabutan izin sebagimana dimaksud dalam ayat (1), didahului dengan
peringatan secukupnya kepada pemegang izin.

(4) Dalam hal izin dicabut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka dalam
waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimnya
pemberitahuan pencabutan pemegang izin wajib menghentikan kegiatannya.

(5) Pencabutan izin eksplorasi dan eksploitasi air bawah tanah dilakukan dengan
penutupan dan penyegelan.

Pasal 19

(1) Eksplorasi dan eksploitasi air bawah tanah hanya dapat dilaksanakan oleh :
a. Instansi pemerintah yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang air
bawah tanah ;
b. Perusahaan pengeboran air bawah tanah yang telah memiliki izin.

(2) Perusahaan pengeboran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
merupakan badan usaha yang telah memperoleh surat izin usaha jasa konstruksi
pengeboran air bawah tanah dan sertifikat badan usaha pengeboran air bawah
tanah.





Pasal 20

(1) Pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi air bawah tanah harus sudah dapat
diselesaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak izin pengeboran air bawah tanah
dikeluarkan.

(2) Apabila dalam jangka waktu dimaksud dalam ayat (1) belum dapat
diselesaikan, pemegang izin harus memberikan laporan kepada Kepala Daerah
dengan disertai alasan-alasan yang dapat di pertanggungjawabkan.

BAB VIII
RETRIBUSI
Bagian Pertama
Nama, Obyek dan Subyek Retribusi
Pasal 21

(1) Dengan nama Pengelolaan Air Bawah Tanah, dipungut retribusi atas izin
eksplorasi, eksploitasi dan Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah di
Page 10 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
daerah.

(2) Obyek retribusi adalah pemberian Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air
bawah Tanah meliputi :
a. Izin Eksplorasi Air Bawah Tanah;
b. Izin Eksploitasi Air Bawah Tanah;
c. Izin Penurapan Mata Air;
d. Izin Pengambilan Air Bawah Tanah;
e. Izin Pengambilan Mata Air;
f. Izin Pengusahaan Air bawah Tanah ;
g. Izin Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah;
h. Izin Juru Bor.

(3) Subyek Restribusi adalah orang pribadi atau badan yang mendapat izin
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah.

Bagaian Kedua
Golongan Retribusi
Pasal 22

Retribusi Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah digolongkan sebagai
Retribusi Perizinan tertentu.

Bagian Ketiga
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 23

Cara mengukur tingkat penggunaan jasa izin pengambilan air bawah tanah diukur
berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan.






Bagian Keempat
Prinsip Penetapan Struktur dan Besarnya Retribusi
Pasal 24

(1) Prinsip yang digunakan dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
berdasarkan atas kegiatan usaha yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
dengan tujuan menarik biaya guna menutup biaya penyelenggaraan pelayanan
perizinan.

(2) Biaya penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi biaya administrasi, peninjauan lapangan, pengawasan dan pembinaan.

Pasal 25

(1) Setiap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi usaha pengambilan dan pemanfaatan
air bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) dikenakan
Retribusi Perizinan tertentu.

(2) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a. Izin Eksplorasi Air bawah Tanah sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu
Page 11 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
rupiah) ;
b. Izin Eksploitasi Air bawah Tanah :
1) Untuk sumur kesatu dikenakan sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu
rupiah) ;
2) Untuk sumur kedua dikenakan sebesar Rp. 600.000,- (enam ratus ribu
rupiah) ;
3) Untuk sumur ketiga dikenakan sebesar Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima
puluh ribu rupiah).
c. Izin Penurapan mata Air sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) ;
d. Izin Pengambilan Mata Air sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) ;
e. Izin Pengambilan Air Bawah Tanah sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu
rupiah) ;
f. Izin Pengusahaan Air Bawah Tanah sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus
ribu rupiah).
g. Izin Usaha Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah sebesar
Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) ;
h. Izin Juru Bor sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Bagian Kelima
Wilayah Pemungutan
Pasal 26

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Daerah.

Bagian Keenam
Saat Retribusi Terutang
Pasal 27

Saat terutangnya retribusi adalah pada saat diterbitkannya SKRD.




Bagian Ketujuh
Tata Cara Pemungutan
Pasal 28

(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.

(2) Tata cara pemungutan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah.

(3) Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD)
atau dokumen lain yang dipersamakan.

Bagian Kedelapan
Tata Cara Pembayaran
Pasal 29

(1) Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai.

(2) Tatacara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur oleh Kepala
Daerah.

Bagian Kesembilan
Page 12 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
K e b e r a t a n
Pasal 30

(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau
Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan,
SKRBT, dan SKRDLB.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah dengan disertai
alasan yang jelas.

(3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib
retribusi harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan retribusi tersebut.

(4) Keberatan harus diajukan jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak
tanggal diterbitkannya SKRD, SKRDKBT dan SKRDLB, kecuali apabila wajib
retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan diluar kekuasaannya.

(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan (3) Pasal ini tidak dianggap surat keberatan, sehingga tidak
dipertimbangkan.

(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan
pelaksanaan penagihan retribusi.

Pasal 31

(1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang
diajukan.
(2) Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian menolak, atau mengurangi besarnya retribusi yang terutang.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini telah
lewat dan Kepala Daerah tidak memberikan Keputusan, Keberatan yang
diajukan dianggap dikabulkan.

Bagian Kesepuluh
Sanksi Administrasi
Pasal 32

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi
yang terutang atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

Bagian Kesebelas
Tata Cara Penagihan
Pasal 33

(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lainnya yang sejenis sebagai awal
tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo
pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau surat peringatan
Page 13 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

(3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau lain yang sejenis sebagaimana dimaksud ayat
(1) Pasal ini, dikeluarkan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.

Bagian Keduabelas
Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Retribusi
Pasal 34

(1) Kepala Daerah dapat memeberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan
retribusi.

(2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi.

(3) Tatacara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Kepala
Daerah.

Bagian Ketigabelas
Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pasal 35

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan
permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah.

(2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana
dimaksud ayat (1) Pasal ini, harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini telah
dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan keputusan, maka permohonan
pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus
diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila wajib retribusi mempunyai hutang retribusi lainnya, kelebihan
pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, langsung
diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang retribusi tersebut.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1)
Pasal ini, dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak
diterbitkan SKRDLB.

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi, dilakukan setelah
lewat jangka waktu 2 (dua) bulan Kepala Daerah memberikan imbalan bunga
sebesar 2 % (dua persen) atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.

Pasal 36

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara
tertulis kepada Kepala Daerah dan sekurang-kurangnya menyebutkan :
a. Nama dan alamat wajib retribusi ;
b. Masa retribusi ;
c. Besarnya kelebihan pembayaran retribusi ;
d. Alasan yang jelas.
Page 14 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan
secara langsung atau melalui POS tercatat.

(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Kepala Daerah atau bukti pengiriman POS
tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah.

Pasal 37

(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat
Perintah Membayar Kelebihan Retribusi.

(2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan uang retribusi
lainnya, pembayaran dilakukan dengan cara memindahbukukan dan bukti
pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

Bagian Keempatbelas
Kadaluwarsa
Pasal 38

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kadaluwarsa setelah melampaui jangka
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terhutangnya retribusi, kecuali apabila wajib
retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(2) Kadaluwarsa penagihan utang sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh apabila :

a. Diterbitkan surat tegoran, atau ;
b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak
langsung.

Bagian Kelimabelas
Tatacara Penghapusan Piutang Retribusi
yang Kadaluwarsa
Pasal 39

(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin dapat ditagih lagi karena untuk
melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapus.

(2) Kepala Daerah menetapkan Keputusan tentang penghapusan piutang retribusi
daerah yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini.

BAB IX
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 40

(1) Pengawasan dan pengendalian kegiatan pendayagunaan dan konservasi air
bawah tanah dilaksanakan Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran
masyarakat.

(2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi :
a. Lokasi titik pengambilan air bawah tanah ;
b. Teknis kontruksi sumur bor dan uji pemompaan ;
c. Pembatasan debit pengambilan air bawah tanah ;
d. Penataan teknis dan pemasangan alat ukur debit pemompaan ;
e. Pendataan volume pengambilan air bawah tanah ;
f. Teknis penurapan mata air ;
g. Kajian hidrologi ;
Page 15 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
h. Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL) atau Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL).

(3) Masyarakat dapat melaporkan kepada Pemerintah Daerah, apabila menemukan
pelanggaran pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah serta merasakan
dampak negatif sebagai akibat pengambilan air bawah tanah.

Pasal 41

(1) Setiap titik atau lokasi pengambilan air yang telah mendapat izin harus
dilengkapi dengan meteran air atau alat pengukur debit air yang sudah ditera
atau dikalibrasi oleh Instansi Teknis berwenang.

(2) Pengawasan dan pengendalian pemasangan meteran air atau alat pengukur
debit air dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

(3) Pemegang izin wajib memelihara dan bertanggung jawab atas kerusakan
meteran air.
Pasal 42

(1) Pemohon izin baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama wajib
menyediakan sumur pantau berikut kelengkapannya untuk memantau mata air
bawah tanah di sekitarnya.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a. Setiap keberadaan 1 (satu) sumur produksi dengan debit pengambilan 50
(lima puluh) liter/detik atau lebih ;
b. Setiap keberadaan lebih dari 1 (satu) sumur produksi dalam 1 (satu) sistem
akuifer dengan total debit pengambilan 50 (lima puluh) liter/detik atau
lebih dalam areal pengambilan seluas kurang dari 10 (sepuluh) hektar ;
c. Setiap keberadaan 5 (lima) sumur produksi dari 1 (satu) sistem akuifer
dalam areal pengambilan seluas kurang dari 10 (sepuluh) hektar.

(3) Pengadaan sumur pantau berikut alat pantaunya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf b dan c yang kepemilikannya lebih dari 1 (satu) orang atau lebih
dari 1 (satu) badan usaha, biaya pengadaannya ditanggung bersama.

(4) Besarnya biaya pengadaan sumur pantau sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) ditanggung bersama yang jumlah penyertaannya disesuaikan dengan jumlah
kepemilikan sumur atau jumlah pengambilan air tanah.

(5) Pemilik sumur pantau sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib melakukan
pemantauan kedudukan muka air tanah dan melaporkan hasilnya
setiap 1 (satu ) bulan kepada Pemerintah Daerah.

(6) Pada tempat-tempat tertentu yang kondisi air bawah tanahnya dianggap rawan,
pemegang izin diwajibkan membuat sumur injeksi.

(7) Penetapan lokasi, jaringan dan konstruksi sumur pantau, sumur resapan dan
sumur injeksi ditentukan oleh Kepala Daerah.

(8) Pada daerah-daerah tertentu Pemerintah Daerah dapat membuat sumur pantau.

Pasal 43

(1) Pengambilan air bawah tanah dengan debit kurang dari 50 ( lima puluh )
Page 16 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
liter/detik pada satu sumur produksi wajib dilengkapi dokumen UKL dan UPL.

(2) Pengambilan air bawah tanah dengan debit 50 ( lima Puluh ) liter/detik atau
lebih, dari beberapa sumur produksi dari 1 ( satu ) sistem akuifer pada areal
kurang dari 10 ( sepuluh ) hektar wajib dilengkapi dokumen AMDAL.

B A B X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 44

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 12 ayat (1) dan (2) dan 16 Peraturan Daerah
ini, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000,000,- (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal 45

Pelanggaran terhadap kegiatan pengusahaan Air Bawah Tanah yang mengakibatkan
rusaknya lingkungan atau kerugian terhadap orang lain dipidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XI
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 46

(1) Pejabat Pegawai negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
dibidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidan dibidang retribusi Daerah ;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah ;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah ;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap
bahan bukti tersebut ;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dibidang retribusi daerah ;
g. menyuruh berhenti melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada
saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf c ;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi atau saksi ;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi ;
Page 17 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
j. menghentikan penyidikan ;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
retribusi menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.





BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah.

Pasal 48

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan ;

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan.

Disahkan di : Lamongan
Pada Tanggal : 2 Desember 2004

BUPATI LAMONGAN
Ttd,
M A S F U K


Diundangkan di : Lamongan
Pada tanggal : 2 Desember 2004

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN
LAMONGAN
Ttd,
Drs. ENA S. SOEMARNA, SH., CN.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN
TAHUN 2004 NOMOR 5/C

Salinan sesuai dengan aslinya
An. BUPATI LAMONGAN
ASISTEN TATA PRAJA
Ub.
KEPALA BAGIAN HUKUM


Page 18 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
AGUS SUGIARTO, SH., MM.
Pembina
NIP. 010 170 358

Page 19 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN
NOMOR 5 TAHUN 2004
TENTANG
PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

I. UMUM
A. Latar Belakang
Air Bawah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang sangat penting
bagi kehidupan manusia. Oleh akrena itu menjadi kewajiban kita bersama untuk
memanfaatkan sumber daya alam tersebut secara bijaksana bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dasar 1945 Pasal 33 ayat
(3).
Pengambilan air bawah tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan air minum, rumah
tangga maupun pembangunan akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya laju
pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan. Hal ini berpotensi menimbulkan
berbagai masalah yang dapat merugikan apabila tidak dilakukan pengelolaan secara
bijaksana.
Air Bawah Tanah tersimpan dalam lapisan tanah pengandung air yang terbentuk
melalui daur hidrogeologi. Secara teknis air bawah tanah termasuk sumber daya alam yang
dapat diperbaharui namun demikian waktu yang diperlukan sangat lama. Pengambilan air
bawah tanah yang melampaui kemampuan pengimbuhannya telah mengakibatkan pada
beberapa daerah terjadi kritis air bawah tanah terutama air tanah dalam. Bahkan pada
beberapa daerah telah dijumpai gejala kemerosotan lingkungan antara lain penurunan muka
air tanah dan penurunan permukaan tanah serta penyusupan air laut pada daerah pantai.
Apabila kondisi tersebut tidak segera diatasi sangat memungkikan timbulnya kerugian lain
yang lebih besar, misalnya kelangkaan air, terhentinya kegiatan industri secara tiba-tiba,
kerusakan bangunan dan meluasnya daerah banjir.
B. Pengelolaan
1. Asas Pengelolaan
Ketersediaan air bawah tanah, berada pada lapisan tanah berupa cekungan air
bawah tanah. Cekungan air bawah tanah meliputi daerah-daerah dimana berlangsung
kejadian hidrogeologis. Berdasarkan cakupan luasnya, maka batas cekungan air bawah
tanah tidak selalu sama dengan batas administrasi, bahkan pada satu wilayah cekungan
air bawah tanah dapat meliputi lebih dari satu daerah administrasi Kabupaten/Kota, maka
pengelolaan air bawah tanah pada satu cekungan harus dilakukan secara terpadu yaitu
mencakup Kawasan pengimbuhan, pengaliran dan pengambilan. Oleh karena itu
pengaturannya dilaksanakan oleh Pemerintah kabupaten/Kota bersama-sama dengan
Pemerintah Propinsi agar terwujud kebijakan yang utuh dan terpadu dalam satu wilayah
cekungan air bawah tanah.

2. Kegiatan Pengelolaan
Pada prinsipnya kegiatan pengelolaan air bawah tanah terbagi dalam kegiatan
inventarisasi, konservasi, dan pendayagunaan air bawah tanah.
Inventarisasi dimaksudkan untuk mengetahui kondisi potensi air bawah tanah pada
setiap cekungan air bawah tanah serta untuk mengetahui kondisi pengambilan air bawah
tanah di seluruh cekungan tersebut.
Konservasi bertujuan untuk melakukan perlindungan terhadap seluruh tatanan
hidrologis air bawah tanah serta melakukan kegiatan pemantauan muka air bawah tanah
serta pemulihan terhadap wilayah cekungan yang sudah dinyatakan rawas atau kritis.

3. Perizinan
Page 20 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm
Perijinan pengambilan air bawah tanah merupakan salah satu alat pengendali dalam
pengelolaan air bawah tanah. Pemberian perizinan pengambilan air bawah tanah
dikeluarkan oleh Bupati. Agar pelaksanaan pengelolaan secara terpadu dalam suatu
cekungan air bawah tanah yang meliputi lebih dari satu wilayah Kabupaten, maka perlu
ditetapkan kebijakan yang sama. Dalam hal izin pengambilan air diberikan oleh Bupati
setelah mempertimbangkan persyaratan/rekomendasi teknis dari Pemerintah Propinsi.
Sesuai dengan fungsinya, maka izin pengambilan air bawah tanah merupakan dasar
ditetapkannya pajak pengambilan air bawah tanah.

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan pengelolaan air bawah tanah dilaksanakan secara
terkoordinasi antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Propinsi. Sepanjang menyangkut
hal-hal yang bersifat teknis Pemerintah propinsi memberikan dukungan dan fasilitas
sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan administrasi oleh Pemerintah Daerah.


II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 : Pasal ini dimaksudkan sebagai penegasan isi terhadap beberapa istilah yang
dipergunakan dalam peraturan daerah dengan maksud untuk menyamakan
pengertian.
Pasal 2 dan 3 : Cukup jelas.
Pasal 4 Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) : Kegiatan invenstarisasi yang dilaksanakan oleh Daerah dituangkan
dalam peta dengan skala lebih besar 1 : 100.000
Dalam hal ini Daerah tidak atau belum dapat menyelenggarakan
kegiatan inventarisasi, maka Propinsi dapat melaksanakan kegiatan
inventarisasi dengan skala lebih besar dari 1: 100.000
Ayat (3) : Cukup jelas
Pasal 5 s/d 20 : Cukup jelas
Pasal 21 s/d 27 : Cukup jelas
Pasal 28 ayat (3) : Yang dimaksud dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa
karcis, kupon atau kartu langganan.
Pasal 29 : Cukup jelas
Pasal 30 ayat (4) : Yang dimaksud dengan keadaan diluar kekuasaannya adalah suatu
keadaan yang terjadi di luar kehendak/kekuasaan Wajib Retribusi,
misalnya karena Wajib Retribusi sakit atau terkena musibah bencana
alam.
Pasal 31 s/ 33 : Cukup jelas
Pasal 34 ayat (1) : Kepala Daerah sebelum memberikan keputusan dalam hal kelebihan
pembayaran retribusi harus melakukan pemeriksaan lebih dahulu.
Pasal 35 s/d 37 : Cukup jelas
Pasal 38 ayat (1) : Saat kedaluawarsa penagihan retribusi ini perlu ditetapkan untuk
memberi kepastian hukum kapan utang retribusi tersebut tidak dapat
ditagih lagi.
Ayat (2) huruf a : Dalam hal diterbitkan Surat Tegoran dan Surat Paksa Kadaluwarsa,
Penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
huruf b : Yang dimaksud dengan pengakuan utang retribusi secara
langsung adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan
masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada
Pemerintah Daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan pengakuan
utang secara tidak langsung adalah Wajib Retribusi tidak secara nyata-
nyata langsung menyatakan bahwa ia mengakui mempunyai utang
retribusi kepada Pemerintah Daerah.
Pasal 39 s/d 48 : Cukup jelas.

Page 21 of 21 PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
31/08/2006 http://www.lamongan.go.id/admin/photo/perda_05_tahun_2004.htm

Anda mungkin juga menyukai