MEMUTUSKAN
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Departemen adalah Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
2. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang bidang tugasnya meliputi
bidang air bawah tanah.
3. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) adalah lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
4. Asosiasi adalah asosiasi perusahaan pengeboran air bawah tanah atau asosiasi
juru bor air bawah tanah yang telah mendapat akreditasi dari LPJK sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 200.
5. Badan Usaha adalah lembaga swasta atau pemerintah yang salah satu
kegiatannya melaksanakan usaha dibidang air bawah tanah.
6. Perusahaan pengeboran air bawah tanah adalah Badan Usaha yang sudah
mendapat izin untuk bergerak dalam bidang pengeboran air bawah tanah.
7. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
air bawah tanah.
8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang mempunyai kewenangan di
bidang air bawah tanah.
9. Gubernur adalah Gubernur sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999.
10. Bupati adalah Bupati sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999.
11. Walikota adalah Walikota sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999.
12. Air bawah tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung
air di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara alamiah
di atas permukaan tanah.
13. Pengelolaan air bawah tanah adalah arti luas mencakup segala usaha
inventarisasi, pengaturan pemanfaatan, perizinan, pembinaan, pengendalian
dan pengawasan serta konservasi air bawah tanah.
14. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan menggunakan air bawah
tanah untuk keperluan tertentu.
15. Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-
batas hidrogeologi dimana semua kejadian hidrogeologi seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, pelepasan air bawah tanah berlangsung.
Pasal 2
(1) Pengelolaan air bawah tanah didasarkan atas asas-asas:
a. Fungsi social dan nilai ekonomi;
b. Kemanfaatan umum;
c. Keterpaduan dan keserasian;
d. Keseimbangan;
e. Kelestarian;
f. Keadilan;
g. Kemandirian;
h. Transparansi dan akuntabilitas publik;
(2) Teknis pengelolaan air bawah tanah berlandasan pada satuan wilayah
cekungan air bawah tanah.
(3) Hak atas air bawah tanah adalah hak guna air.
BAB III
PENGELOLAAN
Pasal 3
(1) Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang berada di dalam satu wilayah
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
(2) Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Propinsi atau
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh masing-masing Gubernur atau
Bupati/walikota berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang bersangkutan
dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi dari Gubernur.
(3) Teknis pengelolaan air bawah tanah dilakukan melalui tahapan kegiatan:
a. Inventarisasi;
b. Perencanaan pendayagunaan;
c. Konservasi;
d. Peruntukan pemanfaatan;
e. Perizinan;
f. Pembinaan dan pengendalian;
g. Pengawasan.
Pasal 4
(1) Kegiatan inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian,
eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah yang
meliputi:
a. Sebaran cekungan air bawah tanah dan geometri akuifer;
b. Kawasan imbun (recharge area) dan lepasan (discharge area);
c. Karakteristik akuifer, dan potensi air bawah tanah;
d. Pengambilan air bawah tanah;
e. Data lain yang berkaitan dengan air bawah tanah.
(2) Semua data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah milik negara yang
dimanfaatkan untuk kepentingan umum.
(3) Kegiatan inventarisasi air bawah tanah dilakukan dengan memperhatikan
kepentingan umum dan Pemerintah dalam rangka penyusunan rencana atau
pola induk pengembangan terpadu air bawah tanah dan pemanfaatannya.
(4) Inventarisasi air bawah tanah dalam rangka pengelolaan air bawah tanah
dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota.
(5) Pelaksanaan kegiatan evaluasi potensi air bawah tanah dilakukan sesuai
dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan
Menteri ini,
BAB V
PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN
Pasal 5
Kegiatan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dilaksanakan sebagai dasar
pengelolaan air bawah tanah pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah.
Pasal 6
(1) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, didasarkan pada hasil pengelolaan dan evaluasi data inventarisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(2) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dalam rangka pengelolaan,
pemanfaatan dan perlindungan air bawah tanah dilaksanakan oleh Menteri,
Gubernur, Bupati/Walikota dan melibatkan masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
__________________________________________________________________PT. ERM Indonesia
MPE1451-2000.PDF 6
(3) Pelaksanaan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dilakukan sesuai
dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan
Menteri ini.
(4) Pelaksanaan penentuan debit pengambilan air bawah tanah dan penentuan
debit penurapan mata air dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II Keputusan Menteri ini.
BAB VI
KONSERVASI
Pasal 7
(1) Untuk mencegah terjadinya kerusakan air bawah tanah, lingkungan
keberadannya dan lingkungan sekitarnya, serta untuk perlindungan dan
pelestarian air bawah tanah, maka perlu dilakukan upaya konservasi air bawah
tanah.
(2) Konservasi air bawah tanah bertumpu pada asas kemanfaatan, kesinambungan
ketersediaan, dan kelestarian air bawah tanah, serta lingkungan keberadannya.
(3) Pelaksanaan konservasi air bawah tanah didasarkan pada:
a. Kajian identifikasi dan evaluasi cekungan air bawah tanah;
b. Kajian kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area);
c. Perencanaan pemanfaatan;
d. Informasi hasil pemantauan perubahan kondisi air bawah tanah.
Pasal 8
(1) Dalam upaya konservasi air bawah tanah dilakukan pemantauan terhadap
perubahan muka dan mutu air bawah tanah melalui sumur pantau.
(2) Penetapan jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air bawah tanah lintas
Propinsi dan atau Kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan kesepakatan
Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitas
Gubernur.
(3) Bupati/walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing menetapkan
jaringan sumur pantau pada cekungan air bawah tanah dalam satu wilayah
Kabupaten/Kota.
Pasal 9
(1) Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota melakukan upaya konservasi air
bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
BAB VII
PERUNTUKAN PEMANFAATAN
Pasal 10
(1) Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah untuk keperluan air minum
merupakan prioritas utama di atas segala keperluan lain.
(2) Urutan prioritas peruntukan air bawah tanah adalah sebagai berikut:
a. Air minum;
b. Air untuk rumah tangga;
c. Air untuk peternakan dan pertanian sederhana;
d. Air untuk industri;
e. Air untuk irigasi;
f. Air untuk pertambangan;
g. Air untuk usaha perkotaan;
h. Air untuk kepentingan lainnya.
(3) Urutan prioritas peruntukan pemanfaatan air bawah tanah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa dengan memperhatikan kepentingan
umum dan kondisi setempat.
(4) Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah ditetapkan oleh Gubernur,
Bupati/Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
BAB VIII
PERIZINAN
Pasal 11
(1) Kegiatan eksplorasi, pengeboran termasuk penggalian, penurapan dan
pengambilan air bawah tanah hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh
izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari:
a. Izin eksplorasi air bawah tanah;
b. Izin pengeboran air bawah tanah;
__________________________________________________________________PT. ERM Indonesia
MPE1451-2000.PDF 8
c. Izin penutapan mata air;
d. Izin pengambilan air bawah tanah;
e. Izin pengambilan mata air.
(3) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan oleh Bupati/Walikota
berdasarkan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6 dan
Pasal 10.
Pasal 12
(1) Prosedur pemberian izin eksplorasi air bawah tanah dilakukan sesuai dengan
pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Keputusan Menteri ini.
(2) Prosedur pemberian izin pengeboran dan izin pengambilan air bawah tanah
dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran V
Keputusan Menteri ini.
(3) Prosedur pemberian izin penurapan mata air dan izin pengambilan mata air
dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI
Keputusan Menteri ini.
Pasal 13
(1) Pengeboran air bawah tanah hanya dapat dilakukan oleh:
a. Badan Usaha yang mempunyai Izin Perusahaan Pengeboran Air Bawah
Tanah dan juru bornya telah mendapatkan Surat Izin Juru Bor.
b. Instansi/Lembaga Pemerintah yang instalasi bornya telah mendapat
Surat Tanda Instalasi Bor dari Asosiasi, dan telah memperoleh registrasi
dari LP JK sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Izin usaha perusahaan pengeboran air bawah tanah (SIPPAT) dan izin juru bor
(SIJB) diberikan oleh Bupati/Walikota, sesuai lingkup kewenangan masing-
masing setelah mendapatkan sertifikat klasifikasi dan kualifikasi dari Asosiasi
dan telah memperoleh registrasi dari LPJK.
(3) Prosedur pemberian izin perusahan pengeboran air bawah tanah dilakukan
sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII
Keputusan Menteri ini.
(4) Prosedur pemberian izin juru bor air bawah tanah dilakukan sesuai dengan
pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Keputusan Menteri ini.
Pasal 14
(1) Pengambilan air bawah tanah untuk keperluan air minum dan air rumah
tangga sampai batas-batas tertentu tidak diperlukan izin.
(2) Pengaturan batas-batas tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas
ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati/Walikota.
Pasal 15
(1) Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-
masing melakukan upaya pembinaan pendayagunaan pengambilan air bawah
tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pengendalian dan pengawasan dalam rangka kegiatan eksplorasi air bawah
tanah, pengeboran dan atau penurapan mata air, pengambilan air bawah tanah
dan pencemaran serta kerusakan lingkungan air bawah tanah dilakukan oleh
Bupati/Walikota dan masyarakat.
(3) Pedoman teknik pengawasan pelaksanaan konstruksi sumur produksi air
bawah tanah dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IX Keputusan Menteri ini.
Pasal 16
Bupati/Walikota menangguhkan setiap pengambilan air bawah tanah yang
mengganggu keseimbangan air bawah tanah setempat dan atau terjadinya kerusakan
lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 17
(1) Setiap pengambilan dan atau pemanfaatan air bawah tanah dikenakan
pungutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pembiayaan kegiatan konservasi air bawah tanah dibebankan pada APBD dan
atau APBN yang berasal dari pungutan air bawah tanah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan sumber dana lainnya.
(3) Persyaratan teknik penentuan nilai perolehan air dan pemanfaatan air bawah
tanah sebagai dasar dalam penetapan pajak pemanfaatan air bawah tanah
sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Keputusan
Menteri ini.
Pasal 18
(1) Data air bawah tanah yang didapat dari pelaksanaan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1), disampaikan kepada
Direktur Jenderal.
(2) Semua data yang ada pada Instansi/Lembaga Pemerintah dan Swasta yang
belum pernah disampaikan kepada Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral dilaporkan kepada pemberi izin dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal.
(3) Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) secara nasional
dikumpulkan dan dikelola oleh Direktur Jenderal.
(4) Direktorat Jenderal merupakan pusat data dan informasi air bawah tanah yang
terbuka untuk umum.
(5) Gubernur dan atau Bupati/Walikota mengumpulkan dan mengelola data serta
informasi air bawah tanah dan disampaikan kepada Direktur Jenderal.
(6) Data air bawah tanah yang didapat dari pelaksanaan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, wajib disampaikan kepada Direktur Jenderal sesuai
dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI Keputusan
Menteri ini.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Semua izin dalam bidang air bawah tanah yang telah diterbitkan sebelum ditetapkan
Keputusan Menteri ini, masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin yang
bersangkutan.
BAB XIII
PENUTUP
Pasal 20
Kebijakan dalam bentuk pengaturan kewenangan dan pedoman-pedoman lainnya
yang dipandang perlu dan belum tercantum dalam Pedoman Teknis ini akan diatur
dan ditetapkan kemudian.
ttd
Purnomo Yusgiantoro
Tembusan:
1. Presiden Republik Indonesia
2. Wakil Presiden Republik Indonesia
3. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
4. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
5. Menteri Negara Lingkungan Hidup
6. Sekretaris Jenderal Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral
7. Inspektur Jenderal Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral
8. Para Direktur Jenderal di lingkungan Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral
9. Para Gubernur di seluruh Indonesia
10. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran air bawah tanah semaikn lama semakin pentin dan strategis, karena
menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai
aktivitas masyarakat. Agar pemanfaatan air abwah tanah dapat dilakukan
secara berkelanjutan dengan tetap mempertimbangkan potensi
ketersediaan dan perubahan-perubahan yang terjadi akibat
pemanfaatannya tidak menimbulkan dampak negatif yang berarti baik
bagi air bawah maupun lingkungan disekitarnya, maka diperlukan
evaluasi potensi air bawah tanah sebagai dasar perencanaan dan
pengembangannya. Oleh karena itu, sebagai perangkat pendukung
diperlukan pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah.
B. Maksud dan Tujuan
Pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah ini dimaksudkan
sebagai acuan dalam pelaksanaan evaluasi potensi air bawah tanah
dengan skala 1:100.000 atau lebih besar, dalam rangka perencanaan dan
pengembangan air bawah tanah. Tujuan evaluasi potensi air bawah tanah
adalah untuk mengoptimalkan pengambilan air bawah tanah yang
berasaskan antara lain kemanfaatan, kesinambungan, dan pelestarian air
bawah tanah.
C. Ruang Lingkup
Pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah ini meliputi metode dan
tahapan evaluasi, ketentuan umum; kegiatan evaluasi potensi air bawah
tanah yang meliputi pengumpulan data, evaluasi geometri dan
konfigurasi system akuifer berikut parameter-parameternya, jumlah dan
mutu air bawah tanah, penentuan daerah imbun dan daerah lepasan,
penentuan tingkat potensi air bawah tanah, dan pelaporan.
D. Metode dan Tahapan Evaluasi
Evaluasi potensi air bawah tanah dilakukan dengan metode gabungan
antara deduktif, empirik, analitik, dan estimasi kuantitatif, dengan
melalui tahapan-tahapan:
1. Pengumpulan data air bawah tanah dan yang berkaitan, baik data primer
maupun sekunder;
__________________________________________________________________PT. ERM Indonesia
MPE1451-2000.PDF 14
2. Evaluasi dan analisis data terkumpul;
3. penyusunan peta-peta tematik dan peta potensi air bawah tanah;
4. Penyusunan laporan.
E. Sasaran
Sasaran yang akan dicapai adalah tersediannya informasi potensi air
bawah tanah dengan tingkatan maju (advance), dalam arti informasi
tersebut sudah mengandung evaluasi yang semi-kuantitatif hingga
kuantitatif sehingga layak dipakai acuan untuk perencanaan dan
pengembangan dalam perencanaan pendayagunaan air bawah tanah.
II. PENGERTIAN
1. Air bawah tanah tertekan atau air bawah tanah bebas adalah air bawah
tanah yang terdapat dalam akuifer tak tertekan.
2. air bawah tanah tertekan atau air tanah artois adalah air bawah tanah
yang terdapat dalam akuifer tertekan.
3. akuifer tak tertekan adalah akuifer yang dibatasi di bagian atasnya oleh
muka air bertekanan sama dengan tekanan udara luar (1 atmosfer) dan
dibagian bawahbta oleh lapisan kedap air; muka air tanah pada akuifer
ini disebut muka air preatik.
4. Akuifer tertekan atau akuifer yang dibatasi di bagian atas dan bawahya
oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut
muka pisometrik yang mempunyai tekanan udara luar.
5. Akuifer semi-tertekan aau akuifer bocor adalah akuifer yang diabtasi di
bagian atasnya oleh lapisan lambat air dan di bagian bawahnya oleh
lapisan kedap air, muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka
pisometrik yang mempunyai tekanan lebih besar dari tekanan udara luar.
6. Akuiklud atau lapisan kedap air adalah suatu lapisan jenuh air yang
mengandung air tetapi melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi
melepaskan air cukup berarti ke arah vertical.
7. Akuitar atau lapisan kebal air adalah suatu lapisan sedikit lulus air yang
tidak mampu melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi melepaskan air
cukup berarti ke arah vertical.
8. Akuitar atau lapisan kebal air adalah suatu lapisan kedap air yang tidak
mampu mengandung dan meneruskan air.
9. Uji pemomaan adalah satu cara untuk menentukan karakteristik
hidraulika akuifer dan non-akuifer yang bertindak sebagai penekan.
10. Koefisien kelulusan (k) adalah angka yang menentukan kemampuan
meluluskan air di dalam rongga-rongga batuan tanpa mengubah sifat-
sifat airnya, dengan dimensi [panjang/waktu], missal [m/detik].
11. Koefisien kelulusan (T) adalah angka yang menunjukkan banyaknya air
yang dapat mengalir melalui suatu bidang vertical setebal akuifer,
Purnomo Yusgiantoro
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air bawah tanah saat ini sudah tidak lagi merupakan komoditi bebas
tetapi telah menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai peran penting
bahkan di beberapa tempat menjadi strategis.
Pemanfaatan air bawah tanah yang terus meningkat dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap air bawah tanah itu sendiri maupun lingkungan
di sekitarnya, diantaranya berkurangnya jumlah dan mutu air bawah
tanah, penyusupan air laut dan amblesan tanah.
Agar pemanfaatannya dapat optimal tanpa menimbulkan dampak
negatif, maka diperlukan pedoman perencanaan pendayagunaan air
bawah tanah.
B. Maksud dan Tujuan
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan dalam pendayagunaan air
bawah tanah yang berwawasan lingkungan.
Tujuannya adalah untuk menyeragamkan kesatuan tindak perencanaan
pendayagunaan air bawah tanah sehingga pemanfaatan air bawah tanah
dapat dilakukan secara bijaksana sesuai dengan rencana peruntukan,
prioritas pemanfaatan dan potensi ketersediaannya.
II. PENGERTIAN
1. Pendayagunaan air bawah tanah adalah pemanfaatan air bawah tanah
secara optimal dan berkelanjutan.
2. Daerah imbuh air bawah tanah adalah suatu wilayah di mana proses
pengimbunan air tanah berlangsung, yang ditandai oleh kedudukan
muka preatik lebih tinggi dari pada muka pisometrik.
3. Daerah lepasan air bawah tanah adalah suatu wilayah di mana proses
pelepasan air tanah berlangsung, yang ditandai oleh kedudukan muka
preatik lebih rendah dari pada muka pisometrik;
C. Perizinan
Kegiatan pengeboran atau penurapan mataair dan pengambilan air bawah
tanah dapat dilakukan setelah memperoleh izin pengeboran atau penurapan
mataair (SIP) dan izin pengambilan air bawah tanah atau izin pengambilan mat
air (SIPA) dengan ketentuan sebagai berikut:
6. Peruntukan pemanfaatan air abwah tanah untuk keperluan air minum
dan rumah tangga adalah merupakan prioritas utama di atas segala
keperluan lain:
7. Pemanfaatan air bawah tanah pada akuifer bebas, diprioritaskan untuk
keperluan air minum dan rumah tangga;
8. Pengambilan air bawah tanah untuk keperluan lain tidak mengganggu
keperluan untuk rumah tangga;
9. Dalam pengaturan pemanfaatan didasarkan atas urutan prioritas
peruntukan serta memperhatikan kepentingan umum dan kondisi
setempat.
Izin-izin tersebut selain sebagai perwujudan aspek legalistas juga
dimaksudkan untuk membatasi pengambilan air abwah tanah melalui
ketnetuan-ketentuan teknis yang harus dipatuhi oleh pemegang izin, agar
pengambilan air bawah tanah sesuai dengan daya dukung ketersediannya
secara alami.
Purnomo Yusgiantoro
I. PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Pengambulan air bawah tanah perlu dilakukan secara terkendali dengan
mempertimbangkan asas kemanfaatan, kesinambungan ketersediaan, keadilan
dan kelestarian air bawah tanah beserta lingkungan keberadannya.
Salah satu aspek penting dalam pengendalian pengambilan air bawah tanah
adalah penentuan debit pengambilan yang diperbolehkan, oleh karena itu perlu
pedoman penentuan debit pengambilan air bawah tanah.
B. Maksud dan Tujuan
Pedoman teknis penentuan debit pengambilan air bawah tanah dimaksudkan
sebagai acuan dalam menentukan besarnya debit pengambilan agar sesuai
dengan daya dukung ketersediannya.
Tujuannya adalah sebagai dasar penentuan debit pengambilan air bawah tanah
yang dituangkan dalam surat izin pengambilan air bawah tanah (SIPA).
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi penentuan debit pengambilan air bawah tanah
pada akuifer tidak tertekan dan akuifer serta debit mata air.
II. PENGERTIAN
1. Karakteristik akuifer adalah sifat dasar hari hidraulik suatu akuifer,
diantaranya nilai keterusan, nilai kelulusan, nilai koefisien simpanan.
2. Produktivitas akuifer adalah kemampuan akuifer menghasilkan air
bawah tanah dihitung jumlah tertentu.
3. muka air bawah tanah adalah permukaan air bawah tanah didalam
sumur dihitung dari muka tanah setempat atau muka laut.
4. Peta hidrogeologi skala > 1:100.000 adalah bentuk ungkapan informasi
yang menggambarkan pelamparan akuifer dan non akuifer bersama-sama
dengan kondisi geologi, curah hujan, tampilan air permukaan,
kemungkinan luah sumur dan hidrokimia pada akuifer endapan
permukaan dan akuifer batuan dasar, untuk memahami rezim air bawah
tanah suatu daerah/wilayah/kawasan.
Purnomo Yusgiantoro
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya air bawah tanah saat ini sudah tidak lagi merupakan komoditi bebas
namun telah menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai peran vital bahkan di
beberapa tempat strategis.
Di lain pihak pemanfaatan air bawah tanah yang terus meningkat dalam sumberdaya
air bawah tanah itu sendiri, seperti penurunan muka air bawah tanah, penurunan
mutu air bawah tanah, penyusupan air laut maupun amblesan tanah.
Oleh sebab itu diperlukan prosedur pemberian izin eksplorasi air bawah tanah agar
data dan informasi air bawah tanah dapat diperoleh secara akurat untuk
dipergunakan dalam perencanaan pemanfaatan air bawah tanah yang berwawasan
lingkungan.
B. Maksud dan Tujuan
Prosedur pemberian izin ekpslorasi air bawah tanah ini dimaksudkan sebagai acuan
yang perlu dilaksanakan dalam rangka pemberian izin eksplorasi air bawah tanah.
Tujuannya adalah untuk menyeragamkan kesatuan tindak dalam pemberian izin
eksplorasi air bawah tanah, sehingga data dan informasi yang diperoleh dapat
dimanfaatkan bagi perencanaan pemanfaatan air bawah tanah.
II. PENGERTIAN
Eksplorasi air bawah tanah adalah penyelidikan air bawah tnah detail untuk
menetapkan lebih teliti/seksama tentang seabran dan karakteristik sumber air
tersebut.
Perusahaan pengeboran air bawah tanah adalah Badan Usaha yang sudah mendapat
izin untuk bergerak dalam bidang pengeboran air bawah tanah.
Sumur bor produksi adalah sumur bor yang dibuat untuk mengambil air bawah
tanah pada satu atau lebih akuifer.
Badan usaha adalah lembaga swasta atau pemerintah yang salah satu kegiatannya
melaksanakan usaha dibidang air bawah tanah.
Purnomo Yusgiantoro
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air bawah tanah memegang peran penting sebagai salah satu sumber pasokan
kebutuhan akan air untuk berbagai keperluan.
Pemanfaatan air bawah tanah yang meningkat dari tahun ke tahun
telahmenimbulkan dampak berupa penurunan muka air bawah tanah, penurunan
mutu air, penyusupan air laut di daerah pantai, dan amblesan tanah. Oleh karena itu
diperlukan pengelolaan sumberdaya air bawah tanah agar suberdaya tersebut tetap
berkelanjutan ketersediaan dan pemanfaatannya.
Mengingat salah satu aspek penting dalam pengelolaan tersebut adalah pengautran
lokasi pengambilan, kedalaman penydapan, dan pembatasan debit pengambilan air
bawah tanah yang dituangkan dalam bentuk izin pengeboran dan izin pengambilan
air bawah tanah, maka diperlukan pedoman pemberian izin pengeboran dan izin
pengambilan air bawah tanah.
B. Maksud dan Tujuan
Prosedur pemberian izin pengeboran (SIP) dan izin pengambilan air bawah tanah
(SIPA) dimaksudkan sebagai acuan dalam pemberian SIP dan SIPA.
Dalam proses pemberian izin pengeboran dan izin pengambilan air bawah tanah
pada cekungan air bawah tanah lintas Ppinsi dan atau Kabuapten/Kota diperlukan
persyaratan teknik berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang bersnagkutan
dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi Gubernur.
Tujuannya agar pengambilan air bawah tanah sesuai dengan ketersediannya serta
tidak mengganggu keseimbangan air bawah tanah dan lingkungan sekitarnya.
II. PENGERTIAN
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan serta penyelenggaraan usaha dan atau keigatan.
2. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) adalah dokumen yang
mengandung upaya penangan dampak terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau keigatan.
Purnomo Yusgiantoro
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air bawah tanah yang berasal dari mataair memegang peran penting sebagai salahs
atu sumber pasokan kebutuhan akan air untuk berbagai keperluan.
Pemanfaatan air bawah tanah yang meningkat telah menimbulkan konflik antara
keperluan penduduk, irigasi pertanian dan industri. Oleh karena itu diperlukan
pengelolaan agar air abwah tanah dari mataair tersebut tetap berkelanjutan
ketersediaan dan pemanfaatannya.
Mengingat salah satu aspek penting dalam pengelolaan tersebut adalah pengaturan
debit pengambilan mataair yang dituangkan dalam bnetuk izin penurapan dan izin
pengambilan mataair, maka diperlukan pedoman pemberian izin penurapan dan izin
pengambilan mataair.
B. Maksud dan Tujuan
Prosedur pemberian izin penurapan (SIP) dan izin pengambilan mataair (SIPMA)
dimaksudkan sebagai acuan dalam pemberian SIP dan SIPMA.
Dalam proses pemberian izin penurapan dan izin pengambilan mataair pada
cekungan air bawah tanah lintas Propinsi dan atau Kabuapten/Kota diperlukan
persyaratan teknik berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang bersankgutan
dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi Gubernur.
Tujuannya agar pengambilan air bawah tanah dari mataair, sesuai dengan
ketersediannya serta tidak mengganggu keseimbangan air bawah tanah dan
lingkungan sekitarnya.
II. PENGERTIAN
1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan serta penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan;
2. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) adalah dokumen yang
mengandung upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup
yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan;
Purnomo Yusgiantoro
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya air bawah tanah telah memberikan peran penting dalam menunjang
pembangunan di Indonesia, yakni dalam pemasokan kebutuhan akan air, terutama
untuk keperluan air minum, pertanian, dan industri.
Sumberdaya air bawah tanah di satu pihak mempunyai peran cukup penting dalam
menunjang pembangunan, namun dipihak lain, karena peningkatan yang terus
menerus pemakaian sumberdaya itu, telah menimbulkan dampak negatif terhadap
sumberdaya itu sendiri di beberapa daerah yakni berupa penurunan muka air bawah
tanah, penurunan mutu air, penyusupan air laut di daerah pantai, dan amblesan
tanah.
Mengingat pengambilan air bawah tanah pada umumnya diakibatkan oleh budidaya
manusia melalui cara pengeboran, maka secara langsung atau tidak langsung
pelaksana pengeboran air abwah tanah memegang peran dalam upaya mengurangi
kerusakan lingkungan air abwah tanah.
B. Maksud dan Tujuan
Prosedur ini dimaksudkan sebagai acuan dalam rangka pemberian Izin Perusahaan
Pengeboran Air Bawah Tanah(SIPPAT).
Tujuannya adalah untuk menyeragamkan kesatuan tindak cara pemrosesan
permohonan SIPPAT dan kewajiban yang perlu dilaksanakan oleh perusahaan
pengeboran pemegang SIPPAT dalam menjalankan kegiatannya.
II. PENGERTIAN
1. Lembaga Pengemabngan Jasa Konstruksi (LPJK) adalah Lemabga sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
2. Asosiasi adalah asosiasi juru bor air bawah tanah yang telah mendapat
akreditasi dari LPJK.
3. Klasifikasi adalah Klasifikasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2000.
4. Kualifikasi adalah Kualifikasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 2000.
Purnomo yusgiantoro
__________________________________________________________________PT. ERM Indonesia
MPE1451-2000.PDF 50
LAMPIRAN VIII : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL
NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000
TANGGAL : 3 NOVEMBER 2000
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya air bawah tanah telah memebrikan peran penting dalam menunjang
pembangunan, terutama untuk keperluan air minum, pertanian, dan industri.
Pemanfaatan air bawah tanah yang meningkat telah menimbulkan dampak negatif
berupa penurunan muka air bawah tanah, penurunan mutu air, penyusupan air laut
di daerah pantai, dan amlesan tanah. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan
sumberdaya air bawah tanah agat pemanfaatan sumberdaya tersebut tetap
berkelanjutan.
Mengingat air bawah tanah yang dimanfaatkan tersebut hampir seluruhnya akibat
budidaya manusia melalui cara pengeboran, maka langsung atau tidak langsung.
Juru Bor air bawah tanah memegang peran dalam upaya pengelolaan air bawah
tanah terutama untuk mengurangi kerusakan lingkungan air bawah tanah
B. Maksud dan Tujuan
Prosedur pemberian Izin Juru Bor Air Bawah Tanah dimaksudkan sebagai acuan
dalam rangka pemberian Izin Juru Bor air Bawah Tanah.
Tujuannya adalah untuk menyeragamkan kesatuan tindak dalam pemebrian Surat
Izin Juru Bor Air Bawah Tanah, dan memberikan penjelasan tentang kewajiban Juru
Bor sebagai pemegang izin dalam melaksanakan pengeboran.
II. PENGERTIAN
1. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) adalah Lembaga sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
2. Asosiasi adalah asosiasi juru bor air bawah tanah yang telah mendapat
akreditasi dari LPJK sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.
3. Klasifikasi adalah klasifikasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2000.
4. Kualifikasi adalah kualifikasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2000.
5. Sertifikat adalah Sertifikat sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 2000.
6. Akreditasi adalah Akreditasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2000.
__________________________________________________________________PT. ERM Indonesia
MPE1451-2000.PDF 51
III. KETENTUAN UMUM
1. Juru bor air bawah tanah termasuk penanggung jawab teknik usaha dasar
pelaksanaan konstruksi sub bidang pengeboran air bawah tanah;
2. Penanggung jawab teknik usaha jasa pelaksanaan konstruksi sub bidang
pengeboran air bawah tanah harus memiliki sertifikat keterampilan kerja
atau keahlian kerja yang diterbitkan oleh Asosiasi Profesi yang telah
mendapat akreditasi dari LPJK;
3. Surat Izin Juru Bor (SIJB) air bawah tanah diberikan oleh
Bupati/Walikota;
4. Masa berlaku SIJB sesuai Peraturan Daerah setempat;
5. SIJB berlaku di seluruh Indonesia.
Purnomo Yusgiantoro
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan sumberdaya air bawah tanah memegang peran penting seabgai salah
satu sumber pasokan kebutuhan akan air untuk berbagai keperluan. Agar
sumberdaya air bawah tanah tetap berkelanjutan perlu pengendalian dalam
pengambilannya.
Salah satu aspek penting dalam pengendalian air bawah tanah adalah ketepatan
pemasangan konstruksi sumur produksi sesuai dengan kondisi air bahwa tanah
setempat, oleh karena itu diperlukan pedoman teknik pengawasan pelaksanaan
konstruksi sumur produksi air bawah tanah.
B. Maksud dan Tujuan
Pedoman teknik pengawasan pelaksanaan konstruksi sumur produksi air bawah
tanah dimaksudkan sebagai acuan dalam pengawasan pelaksanaan pembautan dan
perbaikan/penyempurnaan konstruksi sumur produksi air bawah tanah.
Tujuannya adalah agar pelaksanaan pembuatan dan perbaikan/penyempurnaan
konstruksi sumur produksi sesuai dengan ketentuan teknis yang tercantum dalam
Surat Izin Pengeboran (SIP) serta mempertimbangkan kondisi air bawah tanah
setempat.
II. PENGERTIAN
1. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tegaknya
peraturan perundang-undangan dibidang air bawah tanah.
2. Sumur produksi air bawah tanah adalah sumur yang dibuat untuk
mengambil air bawah tanah pada satu atau lebih akuifer, meliputi
sumurbor dan sumur pasak.
3. Konstruksi sumur adalah instalasi sumur yang terpasang setelah proses
pengeboran atau penggalian serta penyelesaian sumur selesai, yang
terdiri atas pipa jambang, saringan, pipa naik, pipa pisometer, kerikil
pembalut, lempung penyekat dan semen penyekat.
4. Pipa jambang adalah susunan pipa dengan diameter tertentu pada
bangunan konstruksi sumur mulai dari permukaan tanah sampai
kedalaman tertentu yang berfungsi untuk menampung air bawah tanah
dan penepatan pompa.
IV. PELAPORAN
Hasil pengawasan pelaksanaan pemasangan konstruksi sumur produksi dituangkan
dalam bentuk Berita Acara Pengawasan Pelaksanaan Pemasangan Konstruksi Sumur
Produksi.
Daftar Isian Berita Acara Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Sumur Produksi
sebagaiaman terlampir.
Purnomo Yusgiantoro
KEPALA SURAT
Pada hari
ini………………………..tanggal…………….bulan…………………tahun………..kami
yang bertanda tangan di bawah ini:
1……………………………….Jabatan……………………………………………….
2……………………………..Jabatan…………………………………………………
3…………………………….Jabatan………………………………………………….
4……………………………….Jabatan………………………………………………..
berdasarkan surat perintah…………………….Nomor………………..tanggal
…………..telah melaksanakan pengawasan pelaksanaan konstruksi sumur produksi
pada Instansi/perusahaan/perorangan:
1. Nama :
a. Alamat :
b. Lokasi sumurbor :
Koordinat : B/T…………………..U/S…………
Zone :……………………………………….
c. Sumur ke :……………………………………….
2. Surat Izin Pengeboran Air : Nomor:
Bawah Tanah (Terlampir) Tanggal:
3. Konstruksi Sumur (Gambar :
Terlampir)
a. Kedalaman sumur :…………………….…………..meter
b. Diameter dan panjang pipa jambang :……………inchi, ………meter
c. Kedudukan pipa saringan : 1)…………….s.d. …………...meter
: 2)……………s.d. …………..meter
: 3)………s.d. ……….meter…..inchi
: 4)………s.d. ………meter……inchi
__________________________________________________________________PT. ERM Indonesia
MPE1451-2000.PDF 60
: 5)……..s.d. ………meter……..inchi
d. Diameter dan panjang pipa :……inchi……………………..meter
Naik
e. Diameter dan panjang pipa :………..inchi…………………meter
Pisometer
f. Kedudukan pembalut kerikil :…………..s.d. ………………meter
g. Kedudukan penyekat semen :………….s.d. ………………..meter
h. Keterangan :……………………………………….
Pelaksanaan konstruksi pada sumur tersebut di atas terlaksana dengan baik
Demikian Berita Acara dibuat dan ditandatagani bersama
Ttd, ttd,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan kenyataan, air bawah tanah masih merupakan andalah utama sebagai
sumber air bersih bagi masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga sederhana
yang bersifat tidak komersial maupun untuk keperluan komersial misalnya industri,
perhotelan, perkantoran umum atau perdagangan, pemukiman mewah atau
apartemen, pertanian, perikanan, peternakan, dll.
Peningkatan pengambilan air bawah tanah lama kelamaan akan menimbulkan
dampak lingkungan. Di daerah perkotaan dan kawasan industri pengambilan air
bawah tanah dengan intensitas tinggi mengakibatkan berkurangnya sumberdaya air
bawah tanahsehingga sering menimbulkan konflik pengambilan air bawah tanah.
Secara alami air bawah tanah tidak dibatasi oleh batas wilayah administrasi maupun
batas kepemilikan lahan, sehingga air bawah tanah merupkana sumberdaya alam
milik bersama artinya pengambilan di suatu tempat akan berpengaruh pada tempat
lain di sekitarnya. Karena besarnya pengambilan air bawah tanah tidak sama, maka
demi keadilan pengambil dnegan volume yang lebih besar pada prinsipnya harus
memberikan kompensasi kepada pengambil yang volume pengambilannya lebih
kecil. Kompensasi tersebut diwujudkan dalam bentuk pajak pemanfaatan air bawah
tanah.
B. Maksud dan Tujuan
Pedoman ini ditunjukan sebagai acuan untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan
Air dari pemanfaatan air bawah tanah. Manfaat utama pedoman ini adalah untuk
mememberikan pegangan bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan Nilai
Perolehan Air dari pemanfaatan air bawah tanah sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 Pajak Daerah.
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini berisi uraian dan penjelasan tentang cara menentukan dan menghitung
Nilai Perolehan Air dan pemanfaatan air bawah tanah terutama komponen dari
Harga Dasar Air disertai dengan lampiran contoh perhitungannya.
Nilai bobot setiap kelompok tersebut dipakai sebagai pengali terhadap harga air
baku. Nilai bobot tersebut ditetapkan berdasarkan ketnetuan daerah, nilai bobot lebih
kecil atau lebih
C. Prosentase Komponen Harga Dasar AIR
Setiap komponen Harga Dasar Air mempunyai prosentase masing-masing yang
besarnya sebagai berikut:
Tabel c: Bobot komponen Harga Dasar Air
No. Komponen Bobot
1 Sumberdaya Alam 60%
2 Kompensasi Pemulihan, 40%
Peruntukan dan
Pengelolaan
Penutup
Pedoman ini berisi tentang garis besar yang masih dimungkinkan untuk dirinci oleh
Daerah baik mengenai pembagian kelompok maupun besarnya bobot penialian yang
disesuaikan dengan kondisi sumberdaya air bawah tanah serta kondisi social
ekonomi Daerah setempat.
Purnomo Yusgiantoro
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengambilan air bawah tanah akan mempengaruhi terhadap ketersediaan air bawaht
anah dan kondisi lingkungan keberadannya. Apabila jumlah pengambilan air bawaht
tanah tidak diketahui dan ternyata telah melampaui batas keseimbangan antara
kemampuan imbuhan dengan jumlah pengambilannya, maka akan menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut dapat berupa
penurunan jumlah maupun mutu air bawah tanah.
Pengelolaan air abwah tanah berorentasi pada kelestarian lingkungan, serta
pemanfaatannya yang berlangsung secara berkelanjutan perlu dibudayakan. Salah
satu langkah yang dilakukan adalah pemantauan terhadap jumlah pengambilan air
bawah tanah dalam kurun waktu tertentu.
Informasi jumlah pengambilan air bawah tanah diperoleh melalui pelaporan
pengambilan air bawah tanah dari setiap titik pengambilan.
B. Maksud dan Tujuan
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan pengambilan air bawah tanah dalam
melaporkan kegiatan pengambilan air bawah tanah.
Tujuannya adalah untuk mengatur tata cara serta penyeragaman pelaporan
pengambilan air bawah tanah dari seluruh titik pengambilan sehingga menghasilkan
data yang lengkap hingga memudahkan dalam pengelolaan data air bawah tanah.
C. Ruang Lingkup
Pedoman pelaporan pengambilan air bawah tanah ini mencakup sasaran; pengertian;
ketentuan teknis, pelaksana isis laporan dan periode pelaporan.
D. Sasaran
Sasaran pembuatan pedoman pelaporan pengambilan air bawah tanah adalah:
1. Untuk mengetahui jumlah air bawah tanah yang telah diambil di suatu
daerah.
2. Untuk mengawasi pelaksanaan pengambilan air bawah tanah sesuai
dengan Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah (SIPA).
II. PENGERTIAN
1. Jumlah pengambulan air bawah tanah adalah volum air bawah tanah
dalam satuan volume yang diambil dari sumurgali, sumur pasak,
sumurbor atau mataair setiap bulan.
__________________________________________________________________PT. ERM Indonesia
MPE1451-2000.PDF 73
2. Debit pemompaan adalah volume (liter atau m3] air yang dipompa per
satuan waktu [menit, jam atau hari].
3. Lama pemompaan adalah lama atau durasi dilakukannya pemompaan
setiap hari.
4. Meter air atau alat ukur lainnya adalah alat untuk menghitung volume air
yang ,mengalir di dalam pipa atau saluran yang telah ditera oleh instansi
yang berwenang.