Anda di halaman 1dari 9

Silakramaning Aguron guron

1.b. Om awignam astu

Nihan sila kramaning aguruan-guruan, haywa tak bhakti ring guru kita sang sewaka dharma, haywa
iman-iman, haywa amilu angumpet ring guru, haywa tan jati tuhum haywa tan satya tuhu, haywa
gidek tampaking guru unguhaning ararahup, haywa nikelaken tuduh, haywa konkon guru, haywa
lungguh palungguhaning guru, haywa tiba ring areping guru, haywa megat-megat wecananing guru,
saban riya dening panon juga,sahadania pengenaning tumurunga juga, haywa kita amet sandikania,
makadi alalawanan walu waluning guru, dahat pataka denta tan paangucap pwa sambi mungkur,
sambi miang, yata milu kasembah anaking guru. Matangnian hana guru putra putri, innutaken de
sang yogiswara ring sang sewaka dharma ring sang guru putra guru putri, lamun sang sewaka
dharma malungguh, haywa tan mineh angadeg ring natar, sang guru putra muang sang guru putri,
yan alungguh haywa ring urinta, kauri dening wong lian kawasa, maweh teda maweh sepah tan
kawasa ring sang guru putra mwang sang guru putri, anepak tan kawasa.

1.b.Om, semoga tidak ada rintangan.

Inilah tata krama berguru. Janganlah engkau yang menuntut ilmu tidak bhakti kepada guru, jangan
ragu-ragu, jangan memakai guru, jangan tidak jujur, janganlah tidak sungguh-sungguh setia,
janganlah menginjak bayangan guru pada tempat mencuci muka, jangann menolak perintah guru,
jangan memerintah guru, jangan duduk di tempat duduk guru, jangan merebahkan diri dihadapan
guru, jangan memotong pembicaraan guru, bila bertemu guru jangan menatapnya. Bila guru sedang
berdiri atau berjalan maka menghormatlah. Jangan menentang perintah guru, begitu juga terhadap
istri guru, sangatlah celakanya, jangan berkata sambil membelakangi (guru), (atau) sambil berjalan.
Begitu pula putra putri guru patut dihormati. Itulah sebabnya ada yang disebut guru putra dan guru
putri, diteruskan oleh orang yang bijaksana kepada orang yang sedang menuntut ilmu pada guru
putra dan guru putri. Jika murid duduk (di atas?) janganlah guru putra dan guru putri diijinkan berdiri
di halaman. Kalau (guru putra dan guru putri) duduk janganlah diberikan duduk dibelakangmu.
(Tetapi) dibelakangi oleh orang lain boleh. Tidak boleh memberikan makanan dan sisa (makanan)
kepada guru putra dan guru putri. Dan lagi seorang murid tidak dibolehkan menendang (guru putra
dan guru putri).

2.a. pwa sang sewaka dharma waneh, anilib mundur kasilib, apan pametuning papa makuweh
pametu hayu makedik, apan sang sewaka dharma tan abhakti ring pasamuaning wang, tan wruh ya
maka papa dahat wiku anilibaken rat, nga, tan urung amanggih papa mageng sarirania; hana ya wiku
mangurusuk, nga. Gawenia saungguh-ungguhan, saparan-parania den jajaken pangawruhe mwang
dharmane margine wang atuniriya apan ya mangkana, mangalap ya ring padania wang, papania tan
den tolih pagawenia, mamet boga sada suka girang yan sinembah dening padania wang, andudul,
angempani, anyunyukul ring wang muda, anggotok

2.a. Janganlah mencuri dan menggelapkan (milik guru), karena hal ini lebih banyak akan mengantar
orang pada dosa, sedangkan sedikit yang mengantar orang pada kebaikan. Bila siswa tidak hormat
kepada orang banyak, oleh karena tidak tahu, itulah dosa (wiku) yang tersesat. Wiku demikian
disebut “wikayanilibaken rat (wiku yang mencurangi masyarakat)”, sudah tentu badannya akan
mengalami penderitaan besar. Ada wiku yang berhati jahat (mengurusuk), pekerjaannya
mengajarkan ilmu pengetahuan dan dharma pada suatu tempat yang dilewati, (maksudnya) adalah
agar masyarakat mempersembahkan sesuatu kepadanya, (hal seperti ini sama) dengan mengambil
milik orang lain, dosa dari perbuatannya tidak dapat dilihat, mengambil makanan dan ia sangat
senang sekali bila dihormati oleh masyarakat, memanas-manasi, mengampuni dan memperdaya
orang bodoh, memukul dengan bukan main (kerasnya),

2.b. tan sipi - sipi, papa den temui yan mangkana; ika ta silakrama, nga. Tan

ambahen de sang sewaka dharma, agung dahat papanika. Nihan tingkahing guru lawan sisya, sisya
ateguh ing tuhu tan panikelaken tuduh sang guru, yan anasaraken papa sang guru yan mangkana.
Sang guru awarah ring yukti, sisya yang mangkana; apan tunggal kang amet lan kang pinet, muwang
pada rupania, papa papania muwang swargania, apan yan sang guru mangumpet ring sang sewaka
dharma, dahat denta maneneya sang sewaka dharma juga teguhing tuhu, papa sang guru yan
mangkana, apan ya yen hana luput ingsun sewaka dharma, wenang sang guru sumaputana ring
sisya, den kadi sela saking katampaken toya, piar piar piar, yata menggal saking manih, mangkana
topamania benduning sang guru lawan sisya, hana pwa dosania dosa pati, yeka ta wenang sisya
kambangan.

2.b. Bila demikian maka dosalah yang akan ditemukan. Prilaku demikian adalah tidak layak bagi
seorang siswa, karena prilaku demikian amat besarlah dosanya.

Beginlah sepatutnya hubungan guru dengan siswa (Sisya) harus memegang teguh kebenaran, tidak
menolak perintah guru. Apabila menyimpang maka guru akan (turut) berdosa. Guru mengajarkan
yang benar tetapi murid tidak berpegang kepada yang benar dan menolak perintah (guru). Murid
yang demikian sangat besarlah dosanya, (demikian pula dosa gurunya) karena sama antara yang
menerima dengan yang memberi, (baik) rupa. Dosa dan sorganya sama. Bila guru memakai siswanya
dengan tidak senonoh, sedangkan berpegang teguh pada kebenaran (tidak bersalah), maka
berdosalah guru yang demikian. Bila siswa ada kekeliruan dalam menuntut ilmu, patutlah sang guru
memperingatkan sisya tersebut. (Kemarahan guru tersebut) seperti halnya batu kering kejatuhan air,
airnya akan segera mengering lagi, demikianlah umpamanya kemarahan guru kepada sisya. Ada
kesalahan yang hukumannya demikian hanya boleh “dikembangkan” (dipecat?)

3.a. dening sang guru wang sanaknia sandaken kabeh tan wenang wano iriya, yeka papania mageng
dahat. Hana pwa ya wang mahutang ayaban ring sang pandita, padedenia ngayabiya, panaurania
anikel anggulung de sataurania mautang ayaban ring padania wang tiwalaka, sapangayabania maka
utang ayaban, muwang manduungaken masangketa ring sang pandita, muwang ring padania wang.

Nihan sang sewaka dharma yan denggi ring sisya, angiloni aneluh anaranjana, andesti amisiani tan
urung papa dadi yan dasaring kawah, papa ika.

Iti silakrama, warahana maring kayosihan rusit ing rusitika, yadian kurang apangrasa, lamun imiring
sasasaning silakrama pada dening sida mentas; yan ahyun wruha telasaning pangrasa, yan tan
amutani ring silakrama, pada denia papa ika. Makadi wruha telasaning pangrasa kang ginuru maka
nguni ika ta anut sasasaning silakrama.
3.a. saja oleh sang guru, dan sanak saudaranya tidak dapat menasehatinya, maka sangat besarlah
dosa sisya yang demikian. Ada orang yang berhutang sesajen kepada pendeta, ia sendiri menikmati
persembahan itu, maka harus dikembalikan berlipat ganda. Bila berhutang persembahan kepada
sesama “walaka” maka “ayaban” (persembahan sajen) pula sebagai pengembaliannya.

Orang yang sedang menuntut ilmu apabila dengki kepada sisya (lain), membantu menyihir,
menjalankan ilmu hitam menyakiti, sudah tentu akan menjadi dasar neraka orang yang hina itu.

Inilah silakrama, ajaran yang sangat sulit. Meskipun kurang dipahami, akan tetap bila diikuti segala
ajaran silakrama (tersebut) maka akan memperoleh kesuksesan. Apabila ingin mengetahui inti ajaran
ini, janganlah mengelabui ajaran silakrama ini, sama seperti riwayat orang-orang hina itu. Bila ingin
mendalami inti ajaran yang diajarkan ini, pertama-tama harus diikuti ajaran silakrama ini,

3.b. tan urung sida mukseng sarirania juga, utama dahat ika apan sang sewaka

dharma, tan panikelaken tuduh sang guru yadiapi sang sewaka dharma kinon de sang guru,
lumabuhing bahni juaala muang ring jroning samudra, muwang durganing aparang aparung. Yadian
manjinga ring wiwaraning mong, laklakaning naga ndatan jerih sang sewaka dharma, tekap
aperempuha ring kana;

yan pangutus sang guru wenang lakonanan yan mangkana, yadian gawenia abang abiru, tan merasa
sang sewaka dharma, mangkana kramania; tan urung yan dunga ring anuprama, yadian tan wruha
rahasia warah prasida lepas, sarira sang sewaka dharma yan mangkana.

Nihan hana wang manandang bawa, sakaluwiraning bawania, gurune kang aweh bawa durung
abawa, tan wenang maweh bawa ring sisya; yan mangkana pada papania kang abawa kalawan kang
aweh bawa, hana wang anandang bawa, tan hana kang aweh bawa, anuwikoni

3.b. (jika demikian) pasti akan dapat menghilangkan papa dirinya. Hal ini sangat mulia, karena
pengabdi dharma tidak pernah menolak perintah guru, meskipun disuruh masuk oleh guru kedalam
kobaran api, kedalam samudra atau jurang yang sangat berbahaya. Meskipun juga disuruh masuk ke
dalam sarang harimau atau ke mulut naga tidak takutlah sang pengabdi dharma.

Bila sudah perintah guru patut dilaksanakan, meskipun tugas itu cukup berbahaya. Sepatutnya itu
tidak dipikirkan oleh si penuntut ilmu (pengabdi dharma). Memang demikianlah sepatutnya. Bila
demikian, badan sipenuntut ilmu itu akan mencapai moksa meskipun ia tidak mengetahui hakikat
ajaran itu.

Ada orang memakai bawa (gelung pendeta), segala bentuk bawa, guru yang memberikan bawa
kepada (sisya) yang belum berhak memakai bawa, semestinya (guru) tidak boleh memberikan bawa
kepada murid (yang belum berhak memakai bawa). Sebab sama dosanya antara orang yang
memberikan bawa dengan orang yang menggunakan bawa. Demikianlah pula ada orang
menggunakan bawa, tidak ada yang memberikan (mengijinkan), mengatakan diri seorang pendeta,
4.a. awaknia dewek, /ika ta ageng dahat papania, mapan sira sang wiku juga

mangwikun padaning wang,

Hana pwa ya wiku malaki marabi, ikang wadon manandang bawa waluwang, ikang lanang
mananandang jata ya muradia, mabusana wulung ya kang lanang manandang bawa aluwang, kang
wadon mabawa jata muwang amundi, yeka welang weling, nga, dinenda pateng iwu, mwang
angemasi papa sarirania.

Wiku lanang arabi walaka, wiku wadon malaki walaka, daluwang anemu sigi, nga, dandania walung
iwu, lian angemasi papa sarirania iti silakrama tinuutaken dening sang pandita.

Nihan wuwusa/ira sang mahahuta, luiring aparab amarabana sisya, saka senenging juga parabnia,
apan tan hana wang sida lepas dening parabnia; kewala arab-irib, ika ta upamania kadi angganing
rare metu saking bagawasa, yeka pinakaryaken arania. Dening rama renania. Yan tan sanaknia tua,
wenang maweh aran maring arinia, matangian sanak atuha wenang maweh parab maring arinia,
matangian sanak atuha wenang maweh parab maring sanak anom, mangkana

4.a. orang yang demikian sangat besar dosanya, sebab hanya sang pendetalah yang berhak sebagai
pendetanya masyarakat. Ada pendeta suami istri, yang perempuan memakai “bawa daluwang” yang
laki memakai “jata mundia”. Yang laki berpakaian hitam menggunakan “bawa daluwang”, sedangkan
yang perempuan menggunakan “jata amundi”. Itulah yang disebut “welang-weling” (berselang-
seling). Pendeta demikian akan didenda 4000, dan badannya akan mendapat siksa.

Pendeta laki-laki mengawini walaka, begitu juga sebaliknya pendeta perempuan bersuamikan
walaka disebut “daluwang anemu sigi”.patut didenda 8000 dan badannya patut mendapat siksa.
Inilah silakrama yang (harus) diikuti oleh sang pendeta.

Inilah ucapan orang bijaksana perihal nama dan pemberian nama seorang siswa. Nama itu diberikan
bukan karena atas dasar senang saja, sebab nama itu tidak bisa lepas dari orangnya. (karena itu tidak
bisa) hanya dengan mungkin atau barangkali saja (mirib). Sebagai umpama seorang bayi yang baru
lahir dari rahim ibunya, lalu dibuatkan nama oleh ayah ibunya, saudara tua dapat (boleh) memberi
nama adiknya. (ini berarti) seorang saudara yang lebih tua dapat memberikan nama kepada
saudaranya yang lebih muda.

4.b. luiring tindak duk asanak, kawasa maweh lalayangan, ika luiring parab. Apan

tan kalinganing bawa, nga, sakehing busana luirnya; ketu agung, apopol, akeketon, ababaron,
adaster, abebed sirah, amumutut, amundi, aketu, jiata, aketu ganit, agimbal, angure, angababadong,
aburarak, anyamara, amalaka ameting amrebu, anyendong, ambolot, akuris, ika bawa, nga, busana,
nga, asampot, aganitri, abairi, agundala, magudoa, makanta brana, makarna malia, amakuta,
masawit, mawedihan muwang madodot, asabuk acota, akabut, anyelot, ampek-ampek, amuda, ya
bawa ya busana apa ta ika, tan hana sang mataki-taki sida lepas muang mentasa sakeng kene dening
busana muang bawa,

4.b. Demikianlah perihal tingkah laku orang bersaudara, (yang tua) dapat memberikan “lalayangan”
(layang-layang kepada adiknya yang lebih muda). Demikianlah umpamanya dalam memberi nama.
Apakah yang dimaksud dengan bawa ? (Bawa) adalah semua jenis pakaian yang meliputi : ketu
agung (mahkota kebesaran pendeta), apopol, akeketon, ababaron, memakai destar, memakai ikat
kepala, amumutut, amundi, aketu, jiata, aketu ganit, agimbal (rambut digembal), terurai, memakai
badong, aburarak, antamara, amalaka, ameting, amrebu, anyedong, ambolot, akuris, itulah yang
disebut bawa. Yang disebut busana antara lain : sampet, ganitri, bairu, gundala, gudoa, hiasan leher
(kantabrana), hiasan telinga/anting-anting, amakuta berselempang, memakai hiasan dari emas dan
permata, dan kain, ikat pinggang, ujung kain dijuntai (lancingan), anyelot, ampek-ampek, amuda.
Kesemuanya itu adalah bawa dan pula busana. Kenapa demikian? Karena tidak ada orang yang mulai
mempersiapkan diri untuk belajar sudah dapat melepaskan diri dan membebaskan diri dari apa yang
disebut bawa dan busana,

7.a. ikang ulah, sabda rahayu/ambek santalila ngowani awak ika sanghyang dharma,

Kenget dening silayukti sabda rahayu, ambek tan kaselan geleh mijil pawitraning sanghyang dharma.
Yan mangkana, apan ikang sekul tan pasawa, maiwak tan pagogo, sinembah dening padania wang
manusa, tan ucapan ika kamutahan; ndan nguniweh kawiryan. Sama-sama sidha kapangguh denta
matangnian kayatnakena Sanghyang Trikayaparisudha, ndia ta sang sewaka dharma mangkana ling
sang pandita, ndia ta patakoning ala lawan ayu, sabda tan patut ikang mahala, sabda rahayu ikang
rahayu, samangkana linganta, anakku, hana sanghyang dasasila nga, ika ta patakonan ala ayuning
ulah sabda lawanambek, ndia ta lwirnia nihan, srota, grane, pani, pada, paayu, pasta, tuak, nahan
ikang dua sapuluh siki, pada tunggal wisayania ika,

7.a. (tidak lain adalah) prilaku, ucapan yang baik, pikiran yang tenang dan bersih/cemerlang yang
mana itu adalah perwujudan Sanghyang Dharma. Ingat pada prilaku yang benar, ucapan yang benar,
pikiran yang tidak ternodai oleh kekotoran, kesemuanya itu lahir dari kesucian Sanghyang Dharma.
Bila demikian, itu bagaikan nasi (maiwak tan pagogo), dihormati oleh orang sesamanya. Itu tidak lagi
diucapkan semuanya. Apalagi tentang kemuliaan, kesemuanya akan engkau peroleh, karenanya
perhatikanlah Sanghyang Trikayaparisudha. Kenapa orang yang menuntut ilmu harus demikian kata
sang pendeta, karena ia adalah tempat untuk menanyakan yang baik dan yang buruk, kata-kata yang
tak patut adalah kata-kata yang jelek, kata-kata yang baik adalah ucapan yang menyenangkan.
Demikian dengarkanlah olehmu, anakku. Kemudian ada yang disebut Sanghyang Dasasila yang
merupakan tempat untuk mempertanyakan baik buruknya prilaku, ucapan dan pikiran. Adapun
perinciannya adalah sebagai berikut: srota, grana, pani, pada, payu, pasta, tuak. Demikianlah
keduapuluh satu itu masing-masing mempunyai fungsi.
7.b. ndia ta pratekania, patunggalaning wisayania / sugianta maka linganta sapara

Nihan. Caksuindria, nga mata, wisayania tuminggaling ala-ayu, suka yan tuminggaling ayu, duka yan
tuminggaling mala. Ya ta etunta yan ngujaraken sabda tan enak karenga. Makaulah makala desa,
makmbek tan ambek mohita, wetning runtarining ala ayu ; muwang ilinta ring kang ala ayu,
kalingania haywa ta mangkana ; tolihen ta sanghyang trikayaparisudha, menget pwa kita ring
pawekas mami, ilang hyunta ring ala ayu, ulikta ring kang ala malit ikang manah, sambega ujar
amanis nahan dayanta rumaksa ikang wisaya, mijil sakeng mata. Srotendriya, nga, karna, wisayania
ngrenga sabda aganal alit, mangkakaken tan pakenaki pisuh-pisih, upata, haywa kita sengituli
pisuhen kita tan walesan, delen kita tan walesa kita usap-usapan. Kalingania ayu sanghyang
trikayaparisudha, kayanakena, menget pwa kita ring

7.b. Bagaimana perincian fungsi masing-masing maka dengarkanlah dengan baik-baik penjelasan
berikut. Caksuindriya adalah mata, fungsinya untuk melihat yang baik atau buruk. Biasanya orang
senang melihat yang baik dan tidak senang jika melihat yang tidak baik. Itulah yang menyebabkan
kamu mengucapkan kata-kata yang tidak enak didengar. Sebagai prilaku “makaladesa” yang
memikirkan yang tidak menyenangkan pikiran karena tidak tahu akan baik dan buruk, karenanya
janganlah demikian, lihatlah Sanghyang Trikayaparisudha, ingatlah engkau pada nasehatku, maka
akan sirnalah keinginanmu pada hal-hal baik atau buruk. Carilah percik kecil dari keburukan yang ada
pada pikiran, ingatlah akan ucapan yang manis sebagai upayamu menjaga keinginan yang datang
dari mata. Srotendriya adalah telinga, fungsinya adalah untuk mendengarkan kata-kata yang halus
atau keras, kaanya (maka) orang tidak senang pada makian, sumpah, jangan marah. Bila engkau
dimaki, engkau jangan membalas, lihat dan jangan engkau membalas, maka engkau akan menjadi
bersih. Kesimpulannya, ingatlah keutamaan dari Sanghyang Trikayaparisudha. Engkau harus teringat
pula pada nasehatku,

8.a. Pawekaas mami ilang krodanta / renga sabda mahala; muwang hyunta renga

Sabda rahayu, malit ikang manah sambega ujar amanis, nahan dayanta rumaksa ikang wisaya mijil
sakeng talingan. Granendriya, nga, irung,, wisayan ika angambung ganda abo lawan wangi, enak tang
manah angambung kang wangi, tan enak mangambung kang abo.

Haywa ta mangkana tolihen ta ayu sanghyang trikayaparisudha. Yan menget kita ri pawekas mami
ilang hyunta kang sawangi, muwang melikta ring abo malit ikang manah, sambega ujar amanis nahan
dayanta rumaksa wisaya mijil sakeng irung.

Wakindriya, nga, cangkem, wisayania angucap, yekidaya larangan temen; yang ikang wang tan wruh
angiring tutuknia, sabdania ayo salah ujar, mojar rahayu juga muwang ambehaning gunanta,
kalinggania ayu sanghyang tri kayaparisudha. Kayatnakenanta; yan kita atutur ri pawekas mami,
ilang ikang sabda tan yukti malit.

8.a. maka akan sirnalah kemarahanmu bila mendengar kata-kata yang baik, maka keinginan akan
menjadi semakin mengecil karena ingat kata-kata yang manis. Demikianlah upayamu untuk
mengendalikan keinginan yang datang dari telinga.

Granendriya adalah hidung, fungsinya untuk mencium bau yang busuk atau harum. Pikiran akan
senang bila mencium bau wangi, akan tidak senang bila mencium bau yang busuk.

Hendaknya janganlah demikian, perhatikanlah keutamaan Sanghyang Trikayaparisudha. Apabila


engkau ingat akan nasehatku, maka akan hilanglah keinginanmu pada bau yang harum, demikian
pula bencimu kepada bau busuk. Maka pikiran akan menjadi semakin kecil (karena) ingat pada kata-
kata manis.

Demikianlah usahamu untuk menjaga keinginan yang muncul dari hidung. Wakindriya adalah mulut,
fungsinya adalah untuk berkata-kata. Ini patut betul-betul dikendalikan. Apabila orang tidak tahu
menjaga mulutnya, kata-katanya akan tidak terkontrol (salah), sebaiknya berkatalah yang benar.
Kesimpulannya, perhatikanlah kemuliaan Sanghyang Trikayaparisudha. Dan jika engkau ingat pada
nasehatku, maka tidak akan ada kata-kata bohong (darimu), maka akan menjadi kecillah tendensi
dari kata-kata itu,

8.b. ikang sabda manahnia, /manis kengonang ikang sabda, nahan dayanta rumaksa

Wisaya mijil sakeng tutuk.

Jihwendriya, nga. Ilat, wisayania angrasani enak lawan tan enak, suka kita yan amangan enak, yata
karana tan angujar tan enak karenga, makambek tang ambek mohia, mangulah makala desa haywa
ta kita mangkana, tolihen ta sanghyang trikaya parisudha, yan kita atutur ri pawekas mami, ilang
sabda tan ayukti malit ikang sabda manohara, nahan dayanta rumaksa ikang wisaya mijil sakeng ilat.

Panindriya, nga, tangan, wisayania anepak, anampial, anudingi, makadi amet rasa ulanjar ring alas,
ring kubuan, ring pangason, ring paturuan, kang nista madiamutama, ikang danda tinibaken ring
wang, angalap ikang stri larangan, danda pati ika sasanania ; wruh pwa kita yan mangkana, lwir papa
kabukti denta, nyata matangian prihen.
Padenriya, nga, suku, kawisayania andedel, akilusus angrantakaken, haywa kita mangkana, yan
alungguh ring pasamuaning wang akweh, yan akesel pwa kita aren akodo-kodo pwa sukunia, jaming
tambak aku, yoganam tan yogya tan kilusuha mahyunta sira, sapucapana ring jana kabeh, yata
matangian sulaksana ya magilaha ta kita, nahan dayanta rumaksa ikang wisaya mijil sakeng suku.
Paywindriya, nga, silit, wisayania mangentuti, mangising, haywa kita mangentuti ring pasamuaning
wong kabeh, nguniweh kala sumewake sang guru, haywa ngising parek ing dalan, kambung dening
lumaku amisuh ta ya, kaki, nini, bapa, babu, kapapasan daha samah padesana denta, yata nimitanta
daridra dahat, tan pamangguh sekul saupang, garem sauku, pangupadrawani kaki lawan nini, yata
temahania mahala sawala denta, tumimpalaken gela-gela awakta. Nahan dayanta rumaksa wisaya
mijil sakeng silit.

8.b. dan kata-kata manis saja yang akan diucapkan. Demikianlah sepatutnya engkau menjaga
keinginan yang keluar dari mulut.

Jihwendriya adalah lidah, fungsinya untuk merasakan yang enak dan yang tidak enak. Engkau akan
senang jika makan makanan yang enak, itu sebabnya tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak enak,
berpikir yang tidak menyenangkan.

Janganlah engkau berprilaku “makaladesa” lihatlah Sanghyang Trikayaparisudha, dan apabila engkau
ingat pada nasehatku, maka akan sirnalah kata-kata yang tidak baik itu, sebaliknya akan keluarlah
kata-kata lembut lagi manis. Demikianlah hendaknya engkau menjaga keinginan yang keluar dari
lidah.

Panindriya adalah tangan, fungsinya menepuk, menepis, menuding, juga untuk membelai
perempuan dijalan, dihutan, dikebun, dipesanggrahan, ditempat tidur, baik (perempuan) rendahan,
sedang maupun yang utama. Denda yang dikenakan terhadap orang yang mengambil perempuan
yang sudah bersuami adalah hukuman mati sebagai ganjarannya. Maka tahulah engkau jika
demikian, engkau ibarat menikmati penderitaan, karena itu upayakanlah (sanghyang
trikayaparisudha). Padendriya adalah kaki, fungsinya untuk menerjang, akilusu angratakaken.
Janganlah engkau demikian, jika duduk dalam kumpulan orang banyak. Bila dalam keadaan tidak
enak (kakimu) lalu engkau hendak meluruskan kaki karena terasa kaku dan engkau merasa tidak
enak bila merubah posisi kaki, (bila engkau hendak merubah posisi kaki) maka sebaiknya engkau
menyampaikan kepada semua orang (yang ada disekitarnya) sebagai suatu perbuatan yang sangat
baik. (hal ini perlu) untuk menjaga keinginan yang datang dari kaki. Paywindriya adalah anus,
fungsinya untuk pletus, buang air besar. Janganlah engkau pletus ditempat berkumpulnya orang
banyak,apalagi pada saat mendapat pelajaran dari sang guru. Jangan buang air besar didekat jalan,
bila tercium oleh orang yang lewat maka akan memakilah ia, maka kakek, nenek, ayah, ibu, akan
menjadi kesakitan oleh perbuatanmu itu. Itulah yang akan menjadikan engkau teramat miskin, sebiji
nasi dan sebutir garampun akan sulit didapatkan karena (akibat) kutukan kakek dan nenek (mu).
Karenanya upayakanlah pengendalian keinginan yang datangnya dari anus.
9.b. Pastendriya, nga., baga – purus, wisayania angeyehi, amelecing, angalap

Laranganing ararangan, nguniweh tan pajana sira kabeh, nahan dayanta rumaksa wisaya
mijilssakeng purus-baga.

Wikindriya, nga., kulit, wisayania anandang, anganggo, alembut lawan akasap, sinandang kadi enak,
alembut stri ayu, apanas lawan matis, suka yan angrasa lembut, sanget duka yan angrasa akasap
matis, metu sabda tan abecik, karanga, makambekta ambek moha, makangulahta makala desa,
wetning hyunta asing alembut, mangapanes lawan atis, haywa kita mangkana, tolihen ta sanghyang
trikaparisudha. Yan kitatutur ri pawekas mami malit ikang manah,sambega ring ujar amanis, nahan
dayanta rumaksa ikang wisaya mijil sakeng kulit.

9.b. Pastendriya adalah venis dan vagina, fungsinya untuk kencing, amelecing, mengambil
perempuan lain, apalagi tanpa sepengetahuan orang banyak. Demikianlah sepatutnya kaum
usahakan pengendalian keinginan yang datangnya dari venis dan vagina.

Wakindriya adalah kulit, fungsinya untuk menggunakan pakaian yang kasar atau yang halus. (yang
halus) enak digunakan, lembut seperti wanita cantik, panas dan dingin.

Senang bila bila merasakan yang kasar dan dingin, akan menyebabkan keluar kata-kata yang tidak
enak didengar, sebagai akibat ketamakan pikiranmu. Itu sebabnya engkau berpikir “makaladesa”, ini
disebabkan oleh karena pikiranmu selalu terpaut pada setiap yang lembut, panas dan dingin.

Hendaknya engkau jangan demikian. Lihatlah Sanghyang Trikayaparisudha, dan apabila engkau
teringat pada nasehatku maka akan kecillah pikiranmu yang seperti itu, sehingga menjadi teringat
pada kata-kata yang manis.

Demikianlah sepatutnya engkau menjaga keinginan yang timbul dari kulit.

Anda mungkin juga menyukai