Anda di halaman 1dari 6

Tugas mps hospital infection assosiate (HAIs)

Fareza gensa niko saputra(P1337420722023)

Calista roy

Healthcare-Associated Infections (HAIs)

Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau infeksi Nosokomial adalah infeksi yang terjadi
dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran
disumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan, pengunjung, maupun
sumber lainnya. Infeksi ini dapat terjadi sebagai hasil prosedur yang invasif, pemakaian
antibitik, adanya organisme yang resisten dengan berbagai obat, dan pelanggaran dalam
kegiatan pencegahan dan kontrol infeksi.

Menurut Brooker (2008) Healthcare-Associated Infections (HAIs) adalah infeksi yang


didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam (3 hari) dan
pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit.
Secara umum pasien yang masuk rumah sakit dengan tanda infeksi yang timbul kurang dari 3
kali 24 jam, menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk
rumah sakit, sedangkan infeksi dengan gejala 3 kali 24 jam setelah pasien berada dirumah
sakit tanpa tanda-tanda klinik infeksi pada waktu penderita mulai dirawat, serta tanda infeksi
bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumya, maka ini yang disebut infeksi nosokomial.

Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)


1. Pasien, merupakan unsur pertama yang dapat menyebabkan infeksi kepada pasien
lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau kepada alat kesehatan.
2. Petugas kesehatan, dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung, yang
dapat menularkan berbagai kuman atau agen infeksi ketempat lain.
3. Pengunjung, dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam
lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya.
4. Sumber lain, yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan rumah sakit yang
meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit, atau alat yang
ada di rumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepada
pasien dan sebaliknya.
Infeksi nosokomial dapat bersifat eksogen atau endogen. Organisme eksogen adalah
satu jenis organisme yang berada di luar klien. Sebagai contoh, infeksi pascaoperasi
merupakan infeksi eksogen. Organisme endogen adalah bagian dari flora normal
organisme virulen yang dapat menyebabkan infeksi. Infeksi endogen dapat terjadi ketika
bagian dari flora klien menjadi berubah dan terus bertumbuh secara berlebihan.Sebagai
contoh, klien yang memakai beberapa antibiotik dalam lingkungan rumah sakit dan
terkena infeksi C. difficile sebagai akibatnya.
Jumlah tenaga kesehatan yang berkontak langsung dengan klien, tipe dan jumlah
prosedur invasif, terapi yang diterima, dan lamanya perawatan di rumah sakit
memengaruhi risiko infeksi.
Infeksi nosokomial secara signifikan meningkatkan biaya pelayanan kesehatan.
Lansia memiliki kerentanan yang semakin meningkat terhadap infeksi tersebut karena
afinitasnya terhadap penyakit kronis dan proses penuaan dirinya. Perpanjangan
perawatan di institusi pelayanan kesehatan, peningkatan kecacatan, peningkatan biaya
antibiotik, dan perpanjangan waktu pemulihan menambah biaya klien, begitu juga
dengan biaya pelayanan kesehatan dan lembaga asuransi (misalnya Medicare). Sering
kali biaya infeksi nosokomial tidak diganti; dengan demikian, hambatan dalam menjaga
finansial dan menjadi bagian penting dari pelayanan yang terpelihara. Sebagai contoh,
TJC memiliki beberapa tujuan nasional yang terjamin dalam pelayanan lansia, menjamin
bahwa lansia menerima vaksin influenza dan pneumonia atau pencegahan ulkus akibat
penekanan dihubungkan dengan pelayanan kesehatan (TJC, 2007).
Gejala Klinis Healthcare-Associated Infections (HAIs)

Demam umumnya merupakan tanda pertama infeksi. Gejala dan tanda lainnya dari adanya
infeksi adalah napas yang cepat, tekanan darah rendah, pengeluaran urine yang berkurang,
dan jumlah leukosit meningkat serta terjadinya gangguan mental. Penderita dengan infeksi
saluran kemih dapat mengalami nyeri kencing dan adanya darah di dalam urine. Jika terjadi
pneumonia, penderita mengalami gangguan saat bernapas dan gangguan pada waktu batuk.
Infeksi lokal yang terjadi dimulai dengan terjadinya pembengkakan, kemerahan jaringan
setempat, nyeri pada kulit atau sekitar luka atau luka yang terbuka, yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan di bagian bawah otot, atau bisa juga menyebabkan sepsis.

Pengobatan Healthcare-Associated Infections (HAIs)

Sesudah ditentukan penyebab infeksinya, jika penyebabnya adalah bakteri, dilakukan uji
kepekaan terhadap antibiotika sehingga penderita dapat segera diobati dengan tepat. Sambil
menunggu hasil uji kepekaan antibiotik, pengobatan dapat dimulai menggunakan antibiotik
spektrum lebar, misalnya penisilin, cefalosporin, tetrasiklin, atau eritromisin. Jika bakteri
yang ditemukan sudah resisten terhadap antibiotik spektrum lebar standard yang dicobakan,
maka antibiotik yang lebih kuat yang biasanya masih efektif dapat diberikan, yaitu
vancomycin atau imipenem.

Jika penyebab infeksi adalah jamur, dapat diberikan obat-obatan antijamur, misalnya
amphotericin B, nystatin, ketoconazole, itraconazole dan fl uconazole.

Virus tidak dapat diobati dengan antibiotik. Sejumlah obat antiviral telah diuji cobakan untuk
menghambat reproduksi virus, misalnya acyclovir, ganciclovir, foscarnet, dan amantadine.

Pencegahan Healthcare-Associated Infections (HAIs)

Pada masa lalu, fokus utama penanganan masalah dalam pelayanan kesehatan adalah
mencegah infeksi, meskipun infeksi masih merupakan masalah di beberapa negara, terutama
dengan penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Hepatitis B yang belum
ditemukan obatnya.

Saat ini, perhatian utama untuk mengurangi resiko perpindahan penyakit, tidak hanya untuk
pasien, tetapi juga untuk pelayanan kesehatan dan karyawan, termasuk pekerja yaitu orang
yang membersihkan dan merawat ruang bedah.

Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Elang & Engkus, 2013)
adalah:

a. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini digunakan
untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi.
Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau mengurangi jumlah mikroorganisme, baik pada
permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman
digunakan.

b. Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.

c. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh petugas
kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis sebelum pencucian
dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-alat kesehatan, dan sarung tangan
yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh disaat prosedur bedah atau tindakan
dilakukan.

d. Pencucian, yaitu tindakan menghapus semua darah, cairan tubuh, atau setiap benda asing
seperti debu dan kotoran.

e. sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit,


dan virus) termasuk bakteri endospora dari benda mati.

f. Desinfeksi, tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua) mikroorganisme


penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan merebus
atau menggunakan larutan kimia. Tindakan Ini dapat menghilangkan semua
nmikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospora.

Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Soedarto, 2016) adalah:

1. Isolasi penderita yang sudah diketahui penyebab infeksinya

2. Pengawasan dan pengendalian infeksi untuk setiap 200 tempat tidur

3. Identifikasi semua prosedur berisiko tinggi dan kemungkinan adanya sumber


infeksi lainnya.

4. Melaksanakan dengan tegas aturan untuk mencuci tangan bagi petugas


kesehatan dan pengunjung untuk mencegah penularan mikroorganisme ke
penderita atau penularan antar penderita yang dirawat

5. Melaksanakan dengan ketat pelaksanaan teknik aseptik pada semua prosedur


termasuk penggunaan pakaian steril, sarung tangan, masker, dan alat
pencegah penularan lainnya

6. Melakukan sterilisasi semua alat kesehatan yang digunakan ulang, misalnya


ventilator, pelembab ruangan, dan semua hal yang berhubungan dengan
saluran pernapasan

7. Mengganti sesering mungkin perban penutup luka dan memberikan salep


antibiotik di bawah perban.

8. Lepaskan pipa nasogastrik dan endotrakeal sesegera mungkin sesudah tidak


diperlukan lagi.
9. Menggunakan kateter vena yang sudah dibubuhi antibakteri untuk mencegah
bakteri agar tidak dapat masuk ke dalam aliran darah

10. Mencegah kontak petugas kesehatan dengan sekresi pernapasan dengan


menggunakan pelindung, misalnya masker

11. Menggunakan kateter urine yang sudah dilapisi silveralloy untuk mencegah
bakteri menginfeksi kandung kemih

12. Kurangi penggunaan prosedur berisiko tinggi dan lama pemakaian alat-alat
berisiko tinggi misalnya kateterisasi saluran kemih

13. Melakukan sterilisasi semua instrumen medis dan perlengkapan lainnya


untuk mencegah kontaminasi

14. Mengurangi penggunaan antibiotik secara berlebihan agar tidak menganggu


sistem imun penderita dan mengurangi terjadinya resistensi bakteri.

Kesimpulan

Infeksi nosokomial atau Healthcare-associated infections (HAIs) merupakan salah satu


masalah serius yang sedang banyak mencuri perhatian dalam pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Upaya untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial yang penting adalah penerapan
standar penjagaan baik bagi pasien, petugas, lingkungan dan alat kesehatan, dengan tujuan
untuk memutuskan rantai penularanya. Pendidikan bagi tenaga kesehatan sangat mendukung
dalam upaya pengendalian infeksi, untuk itu pendidikan infeksi harus diberikan secara terus
menerus.

Daftar pustaka

Salawati, L. (2013). ‘Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Ruang Intensive Care Unit Rumah
Sakit', Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Vol 12, No. 1, dilihat 25 Maret 2018

Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit. (2015). Buku Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
(edisi 4). Jakarta : Komite PPIRS RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pedoman Pencegahan dan


Penanggulangan Infeksi di ICU. Jakarta : Depkes RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit. (2013). Pedoman Surveilans Infeksi Rumah
Sakit. Jakarta : Kemenkes RI.

Kusnan, A. (2017). Inkeksi Nosokomial Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Leutikaprio

Anda mungkin juga menyukai