Kelompok 7 - Unsur Kebudayaan Suku Sunda
Kelompok 7 - Unsur Kebudayaan Suku Sunda
OLEH
KELOMPOK 7 KELAS A2
DOSEN PENGAMPU
Hamidatul Yuni, S. ST, M. Kes
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia – Nya, kami dapat menyusun makalah ini dalam rangka memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Ilmu Sosial Dasar dengan judul “Unsur Kebudayaan Suku Sunda”.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Sosial Dasar
yaitu Ibu Hamidatul Yuni, S. ST, M. Kes yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai unsur kebudayaan suku sunda. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan di dalamnya.
Mengingat masih banyaknya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, kami
sangat mengharapkan adanya kritik ataupun saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi penyempurnaan dan pembelajaran dalam makalah yang kami buat di masa
mendatang.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
2.1 Bahasa…………............................................................................................ 3
2.2 Sistem Pengetahuan ……………………….................................................. 3
2.3 Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial ………………………………... 7
2.4 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi ……………………………………. 9
2.5 Sistem Mata Pencaharian ………………………………………………….. 13
2.6 Sistem Religi / Kepercayaan ………………………………………………. 13
2.7 Kesenian ………………………………………………………………….... 14
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan
bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu di lestarikan. Secara umum,
masyarakat Jawa Barat atau tatar Sunda dikenal sebagai masyarakat yang lembut, religius,
dan sangat spiritual. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam konsep kehidupan orang
Sunda silih asih dengan saling mengasihi (mengutamakan sifat welas asih) dan silih asah
dimana saling menyempurnakan atau memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi
ilmu) serta silih asuh dengan saling melindungi (saling menjaga keselamatan). Selain itu,
budaya Sunda juga memiliki sejumlah nilai lain seperti kesopanan, rendah hati terhadap
sesama, hormat kepada yang lebih tua, dan menyayangi kepada yang lebih kecil. Pada
kebudayaan Sunda keseimbangan magis dipertahankan dengan cara melakukan upacara-
upacara adat, sedangkan keseimbangan sosial masyarakat Sunda ditunjukkan melalui gotong-
royong untuk mempertahankannya.
Dengan sejarah dan tradisi yang beragam, sangat disayangkan bagi masyarakat Sunda
sendiri bahwa identitas budaya dan tradisi ini sedikit demi sedikit mulai menghilang.
Xenocentrisme, dimana budaya lain lebih dihargai dibandingkan dengan budaya sendiri
merupakan kontribusi besar dalam hilangnya budaya Sunda. Bagi generasi masa kini,
penyerapan budaya luar adalah sebuah proses modernisasi masyarakat, dan karena hal yang
konstan di dunia adalah perubahan, maka manusia harus ikut berubah beriringan dengan
zaman. Manusia memang harus berubah mengadaptasikan dengan perubahan zaman, tetapi
modernisasi yang dimaksudkan oleh generasi sekarang merupakan persepsi yang salah
terhadap arti sebenarnya dari modernisasi.
1
Menurut Professor Hirai Naofusa dari Universitas Kokugakuin di Jepang, modernisasi
adalah pembentukan ulang dari sebuah sistem menjadi bentuk baru. Sedangkan yang selama
ini dilakukan oleh generasi muda adalah Westernisasi, yaitu eliminasi dari unsur-unsur
budaya timur dan digantikan peranannya oleh budaya barat. Hasil dari kesalahpahaman
tersebut adalah hilangnya budaya Sunda sedikit demi sedikit. Tidak dibantu dengan
kurangnya dokumentasi dari data-data mengenai budaya Sunda oleh masyarakat Sunda
sendiri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 BAHASA
Menurut Ayip Rosidi, dalam Kongres Bahasa Sunda tahun 1926 diputuskan bahasa
Sunda dialek Bandung sebagai bahasa Sunda umum. Tetapi apabila diteliti bahasa Sunda
umum tersebut bukanlah bahasa Sunda dialek Bandung melainkan bahasa yang
dikembangkan dari bahasa tulisan para ahli dan guru besar, seperti: D.K.Ardiwinata,
R.Suriadiraja dan lain-lain. Bahasa tulisan tersebut yang kemudian dikembangkan para
pengarang Balai Pustaka dan diajarkan di sekolah-sekolah guru, baik disekolah Raja maupun
di sekolah biasa. Salah satu ciri bahasa Sunda umum yang dikembangkan melalui pengajaran
di sekolah-sekolah guru dan ciri dalam buku buku Balai Pustaka itu ialah sangat
memperhatikan undak-unduk basa, yaitu tingkat-tingkat sosial penutur (pemakai) bahasa
dalam masyarakat. “undak-usuk basa yang terbagi dalam tingkat-tingkat : kasar pisan (sangat
kasar), kasar (kasar), sedeng (sedang), lemes (halus), dan lemes pisan (sangat halus) itu,
merupakan usaha feodalisasi masyarakat Sunda setelah Tanah Pasundan di bawah kekuasaan
Kerajaan Mataram (Rosidi, 1984: 137-139).
Pembelajaran tentang batik khas pasundan didapat dari koleksi yang ditata
menyerupai kegiatan membatik tulis. Miniatur alat, contoh kain tradisional, patung pengrajin
dan kertas panduan pembuatan memberi gambaran pada pengunjung tentang cara membatik
secara tradisional. Dari koleksi yang dipajang tersebut kita juga dapat memahami bahwa
pewarna kain tradisional terbuat dari kayu soga dan daun indigo. Selain itu, kita bisa
mengenali asal daerah batik berdasarkan coraknya, sebab masing-masing daerah di Jawa
Barat memiliki ciri yang menjadi pembeda. Batik dari Cirebon dikenal Cirebonan dengan
3
motif guci. Indramayu merupakan penghasil batik Dermayon dengan ukiran berbentuk iwak
entong. Warga Garut menghasilkan Garutan dengan dua gambar yang menjadi andalan,
Merak Ngibing dan Rereng Apel. Batik Tasik menjadi Tasikan dengan motif Puger Galing.
Batik Ciamisan motif Rereng Sirau menjadi salah satu produk lokal kebanggaan kota Ciamis.
Penjelasan tambahan tentang batik Sunda terdapat dalam penelitian Sunarya (2018)
bahwa sesungguhnya latar belakang masyarakat mempengaruhi hias batik khas Parahiyangan.
Kawasan tempat tinggal di pegunungan mempengaruhi corak batik bertema agraria,
contohnya Bango Rawa, Manggu (buah manggis), Kakembangan (jenis bunga-bungaan),
Kopi, Kukupu (kupu-kupu), Daun Sampeu (daun singkong), Daun Taleus (daun talas),
Kurung Hayam (kurungan ayam), Batu, Bilik, Merak, Lancah, Awi (ruas bambu), Kembang
Tahu, dan Batuhiu. Intinya, apapun yang mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari, baik itu
di sawah, ladang, rawa, atau kolam dapat menjadi sumber inspirasi yang memperkaya jenis
hiasan di kain batik.
B. Mata Pencaharian
Selain bertani, masyarakat pun piawai dalam berkebun. Mereka telah mengenali cara
menanam palawija. Mereka juga mampu menciptakan alat yang berbeda untuk
membersihkan tumbuhan di kebun. Kored untuk menyiangi rumput disekitar tumbuhan
palawija dan untuk membersihkan tanaman pengganggu di pinggir ladang mereka
menggunakan Parang atau Congkrak. Kebutuhan tanaman kebun akan air membuat
masyarakat menciptakan alat tradisional untuk menyiram palawija. Bambu muda didesain
4
sedemikian rupa agar membentuk wadah untuk menampung air dan menyiram tanaman,
sehingga dinamakan Timba Pring. Jika disamakan dengan peralataan saat ini, fungsi wadah
tersebut serupa dengan ember untuk menimba air dari sumur.
Dari koleksi peralatan juga dapat diketahui bahwa kegiatan menangkap ikan secara
garis besar dilakukan melalui tiga cara, yakni memasang perangkap, merungkup dan
menciduk. Alat jebakan ikan bernama Bubu, Joged dan Impes. Kecrik dan Susug sebagai
perungkup dan ketika ingin mengambil ikan yang telah terkumpul melalui alat perangkap
atau perungkup maka digunakan Sirib. Terakhir, hasil tangkapan disimpan dalam bernama
Cireung dan Buleng. Jika nelayan ingin menjajakan hasil melaut untuk dijual keliling
kampung, maka ikan dipindahkan ke wadah bernama Naya.
C. Tata Kota
D. Alat Penerangan
Kekayaan pengetahuan warga Jawa Barat tentang api juga tercatat di museum.
Mereka piawai memilih jenis batu yang bisa menghasilkan api, yakni batu besi. Masyarakat
Baduy menyebut pemantik api tersebut Paneker sedangkan di Priangan bernama Gandawesi.
Ribuan tahun lalu masyarakat telah mengenal teknik membuat api dengan cara
membenturkan atau menggosok dua bilah batu tepat diatas rumput atau ranting kering.
Percikan api yang terkumpul akan membakar daun dan ranting. Setelah api tercipta, mereka
menambahkan kayu kering untuk membuat bara. Kemudian, bara dikumpulkan dan
ditampung dalam bulu batang pohon aren, masyarakat setempat menyebutnya Awul. Sejalan
dengan perkembangan zaman, mereka mampu membuat bahan bakar dari lemak hewan dan
tumbuhan. Merekapun membuat wadah penampung berbentuk piringan yang bernama Pelita.
5
E. Kerajinan Anyaman dan Gerabah
Bagi masyarakat Sunda, anyaman tidak semata menjadi tambahan mata pencaharian
selain bertani, berkebun atau menangkap ikan. Bahan anyaman seperti bambu memiliki
makna filosofis sebagai lambang kekuatan. Bahan lain, yakni pandan mewakili makna lentur,
halus dan karakter yang mudah dibentuk. Produk anyaman berupa tikar misalnya, benda yang
lazim digunakan sebagai alas tersebut memiliki arti khusus dalam kehidupan. Masyarakat
lahir di atas tikar, duduk dan berkumpul dengan rekan dan saudara di atas tikar, bahkan
meninggal juga di tutup dengan tikar. Masyarakat membuat anyaman untuk keperluan rumah
tangga, seperti Aseupan (pengukus nasi), Besek (wadah untuk hantaran), Hihid (kipas) dan
Keranjang. Ciamis, Garut, Majalengka dan Tasikmalaya merupakan daerah pengrajin
anyaman yang sudah dilaksanakan turun-temurun sejak nenek moyang.
G. Kalender Tradisional
6
Penduduk di Baduy di Lebak telah mengenal penanggalan tradisional yang bernama
Sastra. Perhitungan waktu diukir di bambu dengan teknik menggores. Sastra digunakan untuk
menentukan hari baik pernikahan, waktu bercocok tanam dan aktivitas mencari nafkah
lainnya. Serupa fungsi dengan Sastra, suku Baduy juga penanggalan lain yang berguna untuk
menentukan hari baik dan buruk namun ditulis di lembaran papan kayu, bernama Kolenjer
dan Tunduk.
Uraian singkat tentang penanggalan Sunda dituliskan oleh Jubaedah (2018) pada surat
kabar lokal online. Mengutip ungkapan perwakilan Dewan Pembina Bestdaya, wartawan
Tribun Jabar tersebut menuliskan bahwa kalender Sunda memiliki tiga perhitungan, yaitu
Panon Poe (matahari), Candra (bulan) dan Sukra (Bentang). Panon Poe untuk menentukan
musim, Candra untuk menuliskan sejarah serta administrasi aktivitas sehari-hari, sedangkan
Sukra berguna untuk kegiatan pelayaran atau menangkap ikan.
Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi sosial merupakan usaha
antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui berbagai
kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur
oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan
di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar
adalah kerabatnya, yaitu keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia
akan digolongkan ke dalam tingkatantingkatan lokalitas geografis untuk membentuk
organisasi sosial dalam kehidupannya.
7
membagi sebagian besar hidup mereka bersamasama. Namun, definisi perkawinan tersebut
bisa diperluas karena aktivitas tersebut mengandung berbagai unsur yang melibatkan kerabat
luasnya.
A. Jenis Perkawinan
6.) Levirat : Perkawinan antara seorang janda dengan saudara laki-laki suaminya yang sudah
meninggal.
7.) Sororat : Perkawinan antara seorang duda dengan saudara perempuan istri yang sudah
meninggal.
Dalam sistem perkawinan masyarakat terdapat dua jenis pemilihan calon pasangan
yang dianggap sesuai menurut adat masyarakat setempat, antara lain sebagai berikut :
1.) Prinsip Endogami : Prinsip endogami adalah memilih calon pasangan dari dalam
kerabatnya sendiri. Hal ini bisa dilihat dalam masarakat Jawa kuno yang memilih sepupu jauh
sebagai jodoh ideal. Dalam masyarakat yang menganut sistem kasta seperti masyarakat Bali
prinsip ini dipegang teguh untuk menjaga kemurnian darah kebangsawanan.
2.) Prinsip Eksogami : Prinsip eksogami adalah memilih calon pasangan yang berasal dari
luar kerabat atau klannya. Masyarakat Batak mempraktikkan hal ini dengan konsep dalihan
na tolu, yakni menikahkan gadis antarkelompok kekerabatan yang berbeda marga.
Pola perkawinan tersebut memang masih dianut oleh masyarakat setempat yang
mempraktikkannya meskipun arus modernisasi telah mulai menggeser kebiasaan tersebut.
8
Misalnya, masyarakat Jawa sudah mulai meninggalkan kebiasaan mencari jodoh ideal yang
berasal dari satu kerabat dan mulai mencari jodoh di luar kerabatnya sendiri. Pergeseran nilai
dan norma masyarakat serta perkembangan zaman mulai mengubah prinsip kekerabatan
dalam perkawinan.
C. Adat Menetap
Adat menetap sesudah menikah juga termasuk dalam bahasan mengenai kekerabatan.
Dalam analisis antropologi Koentjaraningrat menyebutkan adanya tujuh macam adat menetap
sesudah menikah, antara lain sebagai berikut.:
1.) Utrolokal : Kebebasan untuk menetap di sekitar kediaman kerabat suami atau istri.
2.) Virilokal : Adat yang menetapkan pengantin harus tinggal di sekitar pusat kediaman
kaum kerabat suaminya.
3.) Uxorilokal : Adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di pusat kediaman keluarga
istri.
4.) Bilokal : Adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal dalam sekitar pusat kediaman
kerabat suami dan istri secara bergantian.
5.) Avunlokal : Adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di sekitar tempat kediaman
saudara laki-laki dari suami ibu.
6.) Natolokal : Adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal terpisah dan suami tinggal di
rumah kerabatnya.
7.) Neolokal : Adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di kediaman baru yang tidak
mengelompok di rumah kerabat suami ataupun istri.
Di dalam perkawinan terbentuklah keluarga batih atau keluarga inti yang anggotanya
terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga batih atau nuclear family adalah kelompok sosial
terkecil dalam masyarakat yang didasarkan atas adanya hubungan darah para anggota. Dari
beberapa keluarga inti akan terbentuk keluarga luas (extended family).
A. Alat-Alat Produktif
Alat-alat produktif adalah alat-alat untuk melaksanakan suatu pekerjaan berupa alat
sederhana seperti batu untuk menumbuk gandum atau untuk menumbuk padi dan alat-alat
berteknologi kompleks seperti alat untuk menenun kain. Jenisjenis alat-alat produktif ini
dapat dibagi berdasarkan bahan mentahnya, yaitu yang terbuat dari batu, kayu, logam,
bambu, dan tulang binatang. Berdasarkan teknik pembuatannya alatalat produktif dibedakan
berdasarkan teknik pemukulan (percussion flaking), teknik penekanan (pressure flaking),
teknik pemecahan (chipping), dan teknik penggilingan (grinding).
Namun, alat produktif pada saat ini tidak dibatasi hanya berdasarkan pada alat-alat
yang dibuat secara manual. Alat-alat produktif pada masyarakat masa kini semakin beragam
dengan ditemukannya mesin dan alat listrik hingga teknologi yang dihasilkan dan digunakan
juga lebih canggih dan kompleks. Selanjutnya, dalam perkembangan kebudayaan manusia
alat-alat bertenaga mesin dan listrik merupakan peralatan hidup manusia yang penting.
B. Senjata
Sebagai alat produktif, senjata digunakan untuk mempertahankan diri atau melakukan
aktivitas ekonomi seperti berburu dan menangkap ikan. Namun, sebagai alat produktif senjata
juga digunakan untuk berperang. Berdasarkan bahannya, senjata dibedakan menurut bahan
dari kayu, besi, dan logam. Pada saat ini pengertian senjata telah menyempit hanya sebagai
10
alat yang digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan dan alat untuk berperang
seperti senjata modern dan senjata nuklir yang memiliki daya hancur yang relatif tinggi.
C. Wadah
Alat produktif berupa wadah dalam bahasa Inggris disebut container. Wadah adalah
alat untuk menyimpan, menimbun, dan memuat barang. Peralatan hidup berupa wadah
banyak dipakai pada zaman prasejarah pada saat manusia mulai memanfaatkan alam untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada zaman prasejarah anyaman dari kulit atau serat kayu
menjadi pilihan masyarakat. Selanjutnya, terjadi perkembangan alat produksi dengan
ditemukannya teknik membuat gerabah (pottery) yang banyak dibuat dari bahan tanah liat.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi manusia maka bentuk dan jenis wadah pun
mulai berkembang. Misalnya, di dalam aktivitas pertanian menuntut suatu tempat
penyimpanan hasil pertanian sehingga dibuatlah wadah berupa lumbung padi permanen.
Dalam sistem pengetahuan cara-cara memasak menarik untuk dikaji karena setiap
kelompok masyarakat dan kebudayaan memiliki sistem pengetahuan dan kebiasaan yang
berbeda-beda dalam mengolah makanan atau minuman. Di dalam antropologi jenisjenis dan
bahan makanan tertentu memberikan arti atau simbol khusus bagi masyarakat tertentu atau
dikaitkan dengan konsepsi keagamaan tertentu. Misalnya, babi dan katak adalah binatang
yang diyakini haram oleh kaum muslim sehingga tidak boleh dimakan. Sebaliknya, dalam
masyarakat Papua, babi menjadi simbol makanan penting karena merupakan binatang yang
dijadikan mahar dalam pesta perkawinan. Dalam kajian antropologi masyarakat kontemporer,
pembahasan mengenai makanan dan minuman disebut dengan istilah kuliner (culinair).
Pakaian merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melindungi diri dari perubahan
cuaca. Pembahasan fungsi pakaian sebagai alat produktif dalam antropologi adalah pada
11
bagaimana teknik pembuatan serta cara-cara menghias pakaian dan tempat perhiasan. Dalam
suatu masyarakat pakaian seolah menjadi bagian dari tradisi atau adat istiadat sehingga setiap
negara atau suku bangsa memiliki pakaian adat atau kebesarannya sendiri. Di dalam
masyarakat Indonesia yang sangat majemuk setiap suku bangsa memiliki pakaian adatnya
masing-masing yang berfungsi sebagai simbol-simbol budaya tertentu yang
merepresentasikan adat istiadat dan nilai-nilai suku bangsa tersebut.
Pada saat ini banyak dijumpai di perkotaan perumahan dengan istilah realestat,
kondominium, apartemen, dan rumah susun. Untuk mengantisipasi dan menanggulangi
kepadatan penduduk di daerah perkotaan maka dibangun sistem rumah susun. Semua bentuk
rumah atau tempat tinggal merupakan hasil teknologi manusia yang mencerminkan
kebudayaannya masing-masing.
H. Alat-Alat Transportasi
Manusia memiliki sifat selalu ingin bergerak dan berpindah tempat. Mobilitas
manusia tersebut semakin lama semakin tinggi sehingga dibutuhkan alat transportasi yang
bisa mencukupi kebutuhan untuk memudahkan manusia dan barang. Kebutuhan mobilitas
manusia tidak hanya muncul di zaman Rumah atau tempat berlindung merupakan wujud
kebudayaan yang mengandung unsur teknologi. Manusia membuat tempat tinggalnya
senyaman mungkin disesuaikan dengan lingkungan alam sekitarnya.
Masyarakat Eskimo yang tinggal di daerah kutub utara membuat rumahnya dari
susunan balokbalok es untuk menahan serangan dingin. Masyarakat Minangkabau membuat
bentuk rumah panggung untuk menghindarkan diri dari binatang buas. Dalam masyarakat
Jawa dibuat rumah berarsitektur jendela besar karena suhu udara yang tropis dan lembab.
12
Berdasarkan bangunannya, semua bentuk modern seperti sekarang ini, namun sudah
ada sejak saat zaman prasejarah. Menurut fungsinya alat-alat transpor yang terpenting adalah
sepatu, binatang, kapal terbang, atau motor dan meninggalkan alat transportasi binatang,
seperti kuda, anjing, atau lembu karena dianggap tidak praktis dan efisien.
Sebelum ditemukannya roda, alat transportasi masih banyak menggunakan alas kaki
atau alat seret yang diikatkan pada hewan seperti pada alat angkut orang Indian di Amerika.
Penemuan roda menjadi dasar penemuan berbagai mesin, pesawat, dan alat transportasi yang
semakin maju, seperti mobil, kapal, pesawat terbang, dan kereta.
Masyarakat Sunda merupakan salah satu suku di Indoneisa yang mayoritas beragama
Islam. Sekitar 80% masyarakat Sunda beragama Islam dan sisanya beragama Katolik,
Kristen, Hindu dan Buddha. Dalam kehidupan masyarakat sunda, meskipun mereka telah
mengenal agama Islam, namun dalam praktik kehidupan sehari-harinya mereka masih
menjalankan praktik-praktik sinkretisme dan mistik.
Seperti Kebiasaan mereka memberikan sesajen pada setiap malam selasa dan jumat
masih tampak pada sebagian masyarkat. Masyarakat Sunda juga memiliki upacara-upacara
tertentu yang dilakukan dalam tingkat-tingkat sepanjang hidup manusia atau daur hidup,
seperti tingkat masa bayi, masa penyapihan, masa kanak-kanak, masa remaja, masa pubertas,
masa sesudah kawin, masa hamil dan masa tua. Di setiap tingkat kehidupan itu, biasanya
masyarakat Sunda melakukan upacara-upacara. Upacara yang saat ini lazim dilakukan oleh
13
masyarakat Sunda yaitu upacara hamil tujuh bulan atau tingkeban, sunatan, perkawinan, dan
berakhir pada upacara kematian.
2.7 KESENIAN
Biasanya,di suku Sunda kaum pria menggunakan jas dengan leher tertutup, celana
panjang, kain batik yang dililit di pinggang, dan memakai nutup kepala serupa blankon.
Sementara kaum wanita memakai kebaya, kain batik dan selendang. Untuk hiasannya
memakai kalung dan hiasan kepala berupa kembang goyang lengkap dengan melati. Pakaian
adat suku Sunda ini juga menjadi pakaian resmi Provinsi Jawa Barat.
Hal ini disebabkan karena masyarakat Sunda merupakan suku terbesar di Provinsi
Jawa Barat. Selain karena itu, juga karena pakaian Adat masyarakat Sunda tergolong indah
dan menarik. Tentunya cara berpakaian dan model atau jenis pakaian suku Sunda menjadi ciri
khas mereka. Pakain itu membuat mereka dikenal oleh suku lain. Cara berpakaian suku sunda
ini sudah menjadi standar kesopanan dan layak dipakai di depan umum.
Secara umum rumah tradisional Sunda adalah sebuah rumah panggung sama seperti
rumah-rumah tradisional lainnya yang ada di Indonesia. Walaupun rumah adat suku Sunda
memiliki kesamaan dengan suku lainnya, namun rumah adat suku Sunda tentunya memiliki
perbedaan dengan rumah adat suku lainnya. Sebenarnya bentuk atau arsitektur rumah Sunda
dipengaruhi oleh tradisi dan dan adat istiadat. Rumah adat Sunda yang berbentuk panggung
ini memilki arti bahwa rumah tidak boleh menempel ke tanah untuk menghormati orang yang
14
sudah meninggal. Biasanya, rumah tradisonal sunda terbuat dari bahan-bahan alam seperti
kayu, bamboo, ijuk, dan pelepah daun kelapa.
Ada banyak hal yang mempengaruhi bentuk rumah adat suku Sunda. Selain adat
istiadat, faktor alam pun memengaruhi arsitektur rumah Sunda. Kondisi topografi yang
berbeda-beda memengruhi penempatan rumah yang disesuaikan dengan keadaan, fungsi, dan
kebutuhan masyarakat Sunda. Karena pemukiman di daerah masyarakat Sunda berbeda-beda.
maka pola rumahnya pun berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan, fungsi, dan
keadaan kondisi alam yang ada. Pola rumah ini terbagi menjadi tiga, antara lain: pola linear,
pola terpusat, dan pola radial.
2.) Tagong Anjing / Jogog Anjing : Sebutan untuk rumah yang atapnya mirip dengan
bentuk atap badak heuay, tetapi dibagian sambungan tidak dilebihkan ke atas. Bentuk ini
mirip dengan rumah adat jolopong.
3.) Badak Heuay : Sebutan untuk rumah yang memiliki bubungan sehingga sekilas seperti
badak yang sedang menguap.
4.) Perahu Kumureb / Perahu Nangkup : Sebutan untuk rumah yang atapnya seperti
perahu terbalik.
5.) Capi Gunting : Sebutan untuk rumah yang setiap ujung atas, pertemuan kasau anatara
dua sisinya, dibuat saling menyilang seperti gunting
6.) Julang Ngapak : Sebutan untuk rumah yang kedua sisi atapnya melebar kesamping dan
lebih landai.
C. Tari Tradisonal
Banyak jenis tari yang dimiliki oleh masyarakat Sunda dan pada umumnya semuanya
sangat menarik dan mampu menghibur para penonto dan member kepuasan bagi pera
pemainnya. Tari tradisional yang dirkenal dari masyarakat Sunda yaitu tari Jaipong dan tari
Topeng Cirebon.
1.) Tari Jaipong : Jaipong merupakan tari pergaulan yang ceria, bersemangat, spontan, dan
sederhana. Biasanya diiringi dengan alat musik gamelan degung. Tari Jainpong. diciptakan
15
oleh Gugum Gumbiran Tirasonjaya. Jenis tari ini merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu.
Penghargaan masyarakat terhadap tari Jainpong sangat baik. Dengan cepat tarian ini menjadi
sangat popular, bahkan ditarikan dalam berbagai hajatan di kota maupun di kampung.
2.) Tari Topeng : Tari Topeng juga merupakan yang sering dipertunjukkan oleh masyarakat
Sunda. Tari Topeng ini sudah menyebar dan terkenal di seluruh kalangan masyarakat.
Kadang kala rakyat mempergunakan tarian ini untuk mencari nafkah. Dalam bahasa
Sunda pekerjaan seperti ini disebut "ngamen".
Pada umumnya, alat musik berguna untuk menghibur dan juga untuk mengiring lagu
dan tari-tarian. Adapun alat musik tradisional yang berasal dari masyarakat Sunda :
1.) Calung : Alat musik ini dibawakan dengan cara memukul bambu yang telah dipotong dan
dibentuk sedemikian rupa dengan pemukul kecil sehingga menghasilkan nada-nada yang
khas. Calung sudah umum di daerah Sunda bahkan di Provinsi Jawa Barat. Hal disebabkan
karena Provinsi Jawa Barat mayoritas penduduknya berasal dari suku Sunda. Dengan
demikian kebudayaan masyarakat Sunda lebih menonjol dibandingkan dengan suku lain yang
berada di Provinsi Jawa Barat.
2.) Angklung : Angklung merupakan alat kesenian yang terbuat dari bambu. Angklung
ditemukan oleh Daeng Sutigna sekitar tahaun 1938. Awal penggunaanya, angklung masih
sebatas kepentingan kesenian lokal atau tradisional. Walaupun bahan dasar angklung sama
dengan calung yaitu bambu, namun cara penggunaan atau cara memainkannya berbeda.
Biasanya angklung dimainkan dengan menggoyangkan atau mengetarkan.
3.) Kecapi Suling : Salah satu jenis kesenian Sunda yang memadukan suara alunan Suling
dengan Kacapi (kecapi), iramanya sangat merdu yang biasanya diiringi oleh mamaos.
(tembang) Sunda yang memerlukan cengkok/ alunan tingkat tinggi khas Sunda. Kacapi
Suling berkembang pesat di daerah Cianjur dan kemudian menyebar kepenjuru Parahiangan
Jawa Barat dan seluruh dunia.
E. Seni Sastra
Seni sastra yang terkenal dari masyarakat jawa yaitu: cerita pantun dan cerita
pahlawan yang dimuat dalam naskah-naskah.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang
berusia tua. Dibandingkan dengan budaya yang lain pun, budaya sunda merupakan budaya
yang tertua di indonesia. Budaya sunda adalah budaya masyarakat yang memiliki nilai tinggi
dan merupakan salah satu kebudayaan nasional indonesia yang harus kita lestarikan. Budaya
sunda memiliki ragam kesenian, adat istiadat, bahasa dan sebagainya yang perlu kita jaga
keasliannya.
3.2 Saran
Kami sebagai penulis tentunya menyadari jika makalah di atas masih jauh dari
kesempurnaan baik dari tulisan ataupun bahasan kami. Oleh karena itu, kami selalu membuka
diri untuk menerima kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan
dalam pembuatan makalah berikutnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Hendi, Nugraha, Hafizh A. Rumah Etnik Sunda. Jakarta: Griya Kreasi, Februari
2013.
Herayati, Yetti et al. Makanan: Wujud, Fariasi, dan Fungsi Serta Cara Penyajian Pada Orang
Jawa Barat. [tanpa tempat), Direktoral Jenderal Kebudayaan, 1 januari 1993.
Pram, Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaanya. Jakarta: Cerdas Imperaktif, 2013.Riski, R.
Rohmat Kurnia, Mengenal Keanekaragaman Suku Sunda (Depok: CV. Arya Duta, 2011).
Wibosono, T. Mengenal Seni dan Budaya Indonesia. Jakarta: Cerdas Imperaktif. 'Desember
2012.
18