OLEH
KELOMPOK 3 KELAS A2
DOSEN PENGAMPU
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia – Nya, kami dapat menyusun makalah ini dalam rangka memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Ilmu Sosial Dasar dengan judul “Kebudayaan Islam di Indonesia”.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Sosial Dasar
yaitu Ibu Vivi Triana, SKM, MPH yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami
berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai Kebudayaan Islam di Indonesia. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan di dalamnya.
Mengingat masih banyaknya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, kami
sangat mengharapkan adanya kritik ataupun saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi penyempurnaan dan pembelajaran dalam makalah yang kami buat di masa
mendatang.
Kelompok 3
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Azyumardi Azra, Islam datang ke Indonesia yang kompleksitas, artinya tidak
berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.
Fenomena ini menjadi menarik karena kemudian ditemukan keragaman teori tentang
kedatangan Islam ke Indonesia. Oleh karenanya, meski kesimpulan tentang awal masuknya
Islam ke Indonesia telah disahkan dalam “Seminar Nasional Masuknya Islam ke Indonesia di
Medan” tahun 1963, namun proses – proses kedatangan dan perkembangan Islam di
Indonesia merupakan sebuah kajian yang dapat berubah. Hal ini tentunya, tidak membuat
stagnannya penelitian dan diskusi tentang masuknya Islam, karena masih ada ruang yang
sangat luas untuk mengkoreksi atau menguatkan teori – teori yang ada (Nasution 2020).
Menurut Snouck Horgounje, orang India lah yang pertama kali membawa Islam ke
Indonesia menjelang akhir abad ke-13 Masehi. Pendapat ini sekaligus menjawab dari daerah
mana Islam berasal. Pendapat ini didukung oleh Van Bonkel seorang Profesor asal Belanda
dengan menunjukkan adanya pengaruh bahasa Tamil dalam bahasa Indonesia yaitu adanya
istilah “lebai” yang berasal dari “labbai” atau “lappai” yang artinya pedagang dalam bahasa
Tamil. Meski sama-sama mendukung pendapat Snouck Horgrounje, O’Sullivan tidak sepakat
bahwa adanya istilah bahasa Tamil dalam bahasa Melayu menjadi alasan bahwa orang
Indialah yang membawa Islam ke Indonesia.
Pendapat tentang orang India lah yang pertama kali membawa Islam ke Indonesia
juga di dukung oleh G.E Marrison, namun menurutnya bukan dari Gujarat melainkan dari
India Selatan, pantai Koromandel. Menurutnya keberadaan batu-batu nisan dari Gujarat tidak
berarti Islam dari Gujarat. Diantara alasan Masrrison adalah :
a.) Jika diyakini Islam berasal dari Gujarat maka bagaimana dengan fakta bahwa Islam sudah
berada di Indonesia sebelum Malikul Saleh mangkat yaitu tahun 1297. Bilapun ada
kemungkinan Islam telah berada di Gujarat 1297 bagaimana pula dengan temuan Marcopolo
yang menyebutkan bahwa penduduk Cambay di tahun 1298 masih kafir.
b.) Catatan Ibn Batutah tentang indahnya bangunan masjid yang dibangun saudagar –
saudagar pendatang di Cambay pada tahun 1325 Masehi.
c.) Adanya jalur dagang di zaman lampau, saudagar – saudagar Arab telah giat lalu – lalang
di perairan Arab dan Indonesia dengan persinggahan di Srilangka. Oleh karenanya Islam
sampai ke India bersamaan dengan kedatangan saudara Arab ke India.
d.) Temuan Ibn Batutah bahwa Indonesia, Asia Selatan, Asia Tenggara dan India Utara
penganut Mazhab Syafi’i, sedangkan orang Gujarat adalah Sunni atau Syi’ah.
a.) Teori Arab : Teori ini didukung oleh Krawfurl, Keijzer, Nieman, de Hollender, J.
C. Van Leur, Thomas W. Arnold, al-Attas, HAMKA, Djajadiningrat, Mukti Ali dan tokoh
yang paling gigih mempertahan teori ini adalah Naquib al – Attas. Teori ini menyatakan
bahwa Islam datang ke Indonesia langsung dari Arab pada abad ke 7 – 8 Masehi. HAMKA
secara tegas menyatakan Islam datang ke Indonesia pada tahun 674 Masehi dibawa oleh
pedagang – pedagang Arab.
Berkenaan dengan pertanyaan dimanakah tempat yang pertama kali didatangi oleh
saudagar-saudagar Arab ini? Juneid Parinduri menyatakan daerah Barus Tapanuli (Barus –
Sibolga kab. TAPTENG). Ini dibuktikan dengan adanya makam yang bertulis HaMim yang
diartikan tahun 670 Masehi. Teori ini mendapat perhatian dan pembenaran dalam seminar-
seminar sejarah masuknya Agama Islam ke Indonesia (1963) sejarah Islam di Minangkabau
(1969) sejarah Islam Riau (1975) sejarah masuknya Islam ke Kalimantan (1976), dan
dibicarakan pula pada seminar pendahuluan sejarah Islam di Indonesia. Teori ini menyatakan
bahwa Islam datang langsung dari Arab, dibawa oleh pedagang – pedagang Arab pada abad
pertama hijriah.
Teori yang menyatakan bahwa Barus adalah daerah pertama yang disinggahi
pedagang – pedagang muslim Arab ini dibuktikan dengan penemuan arkeolog akan sumber –
sumber epigrafi yang berbentuk batu nisan. Dari sekian banyak batu nisan hanya 38 buah
yang mempunyai tulisan. 36 buah tersebar di Kompleks Makam Ibrahim, Kompleks Makam
Ambar, Kompleks Makam Maqdum, Kompleks Makam Mahligai dan makam Papan Tinggi
sedangkan dua lagi ada di museum Medan.
b.) Teori Gujarat India : Para sarjana dari Belanda memegang teori bahwa asal
muasal Islam di nusantara adalah anak benua India, Gujarat dan Malabar. Teori ini
dikemukan oleh Pojnappel, menurutnya orang – orang Arab yang bermazhab Syafi’i yang
berimigrasi dan menetap di India yang kemudian membawa Islam ke nusantara. Teori ini
kemudian dikembangan oleh Snouck Hurgronje, menurutnya ulama-ulama Gujaratlah
penyebar Islam pertama di nusantara, baru kemudian disusul orang-orang Arab. Meski tidak
menyebutkan secara eksplisit daerah mana yang pertama kali didatangi Islam tapi
menurutnya abad ke – 12 adalah periode paling mungkin permulaan penyebaran Islam di
nusantara. Alasan Snouck menyebutkan teori ini adalah :
1.) Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam ke
Indonesia.
3.) Inkripsi tertua tentang Islam terdapat di Sumatera menunjukkan hubungan antara
Sumatera dan Gujarat.
Pendapat Snouck ini didukung oleh Moqutte yang menyimpulkan tempat asal Islam
adalah Gujarat. Kesimpulan ini didasarkan pada pengamatannya akan batu nisan di Pasai, dan
di Gresik Jawa Timur yang sama bentuknya dengan batu nisan di Cambay Gujarat. Pendapat
Moquette ini didukung oleh Kern, Winstedt, Bosquet, Vlekke, Gonda, Schrieke dan Hall.
Sementara Pijnapel mengemukakan tiga argumen untuk teori ini : Pertama, alasan Mazhab
fiqh. Menurutnya dua wilayah India, Gujarat dan Malabar, adalah yang pertama kali
menganut Mazhab Syafi’iyah sebelum dibawa dan berkembang di Asia Tenggara. Kedua,
alasan politik, dengan keruntuhan kekuasaan Baghdad, banyak para Sufi yang kemudian
melakukan perjalanan ke wilayah Asia Tenggara melalui India. Ketiga, alasan arkeologi
berupa batu nisan yang ditemukan memiliki kesamaan dengan batu nisan dari India.
c.) Teori Persia : Bukti yang diajukan teori ini adalah ditemukan pengaruh Persia
dalam kehidupan masyarakat pada abad ke – 11. Bukti-bukti tersebut mengacu pada
pengaruh bahasa, Ini dapat dilihat dari bahasa Arab yang digunakan masyarakat Indoenesia.
Kata-kata yangberakhiran huruf “ta” pada kata marbuthah ketika berhenti dibaca “h”.
Menurut Nurkholis ini menunjukkan bahwa bahasa Arab tidak langsung dari Arab, tapi dari
Persia. Salah seorang tokoh teori ini adalah P. A. Hoesein Djajadiningrat. Teori ini menitik
beratkan tinjauannya kepada budaya yang hidup di kalangan msyarakat Islam Indonesia
memiliki kesamaan dengan India/Gujarat diantaranya :
1.) Adanya peringatan 10 Muharram sebagai hari Asyura, yang dikenal sebagai hari
peringatan orang syi’ah atas terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Muthalib.
2.) Adanya kesamaan ajaran antara Syekh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran al – Hallaj.
3.) Penggunaan istilah bahasa Iran dalam pengajian quran tingkat awal dalam sistem mengeja
huruf Arab, untuk tanda – tanda huruf harakah.
4.) Nisan pada makam Malikul Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419 di Gersik).
5.) Pengakuan umat Islam Indonesia terhadap Mazhab Syafi’I sebagai mazhab yang paling
utama di daerah Malabar.
d.) Teori Cina : Menurut teori ini Islam datang ke Indonesia dibawa oleh pedagang-
pedagang muslim Cina, melalui jalur perdagangan pada abad ke 7-8 Masehi. Adapun tempat
yang pertama didatangi adalah daerah Sumatera. Perlu dipahami bahwa teori ini tidak
berbicara tentang awal datangnya Islam ke Indonesia, melainkan tentang peran muslim Cina
dalam menyumbangkan data informasi tentang adanya komunitas muslim di Indonesia serta
dan perannya dalam perkembangan pada abad ke 15/16 Masehi.
Kondisi ini dapat dipahami, karena selain Islam di Cina datang lebih awal tak hanya
itu juga lebih berkembang. Ini dibuktikan dengan data sejarah yang menyebutkan abad ke-7
Guangzhou sudah memiliki masjid Wha-Zhin-Zi, sementara di Indonesia baru ditemukan
makam-makam individu dan atau interaksi utusan dagang. Teori ini menjadi lemah, karena
tidak ditemukan satu pun tanda tentang kehadiran masyarakat Cina di zaman Lobu Tua,
Barus, meski banyak ditemukan keramik Cina. Menurut Guillot berdasarkan observasi
lapangan dan kajian terhadap sumber-sumber tertulis bahwa keramik mencapai Barus melalui
perantara non-Cina.
e.) Teori Turki : Teori perkembangan ini diajukan oleh Martin van Bruinessan,
menurutnya selain orang Arab dan Cina, orang Indonesia juga menerima Islam dari orang-
orang Kurdi dari Turki. Alasan yang diajukannya adalah :
1.) Banyak Ulama Kurdi yang berperan aktif dalam dakwah Islam di Indonesia.
2.) Kitab karangan Ulama Kurdi menjadikan rujukan yang berpengaruh luas.
3.) Pengaruh Ulama Ibrahim al-Kuarani, seorang Ulama Turki di Indonesia melalui tarekat
Syatariyah.
Proses Islamisasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam sejarah Islam
di Indonesia, dan juga yang paling tidak jelas. Ketidakjelasan ini terletak pada pertanyaan
kapan Islam datang, dari mana Islam berasal, siapa yang menyebarkan Islam di Indonesia
pertama kali, dan sebagainya.
Proses islamisasi terjadi dengan sangat pelik dan panjang. Proses islamisasi ini terjadi
dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak : orang-orang muslim pendatang yang
mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya.
Diterimanya Islam oleh penduduk pribumi, secara bertahap membuat Islam terintegrasi
dengan tradisi, norma dan tatanan kehidupan keseharian penduduk local yang menunjukan
bahwa bangsa Indonesia mudah menerima nilai-nilai dari luar dan menjadi bukti akan
keterbukaan sikap mereka. Komunitas pribumi yang telah terintegrasi ke dalam Islam,
selanjutnya terlembagakan secara politis dalam bentuk kerajaan-kerajaan Islam di kawasan
ini sejak masa yang palingawal. Fase-fase atau tahapan tentang Islamisasi di Indonesia :
2.) Proses penyebaran dan terbentuknya masyarakat Islam di Nusantara Abad ke-13 M
Para pembawa Islam pada abad ke-7 sampai abad ke-13 Masehi tersebut adalah
orang-orang Muslim dari Arab, Persia dan India (Gujarat dan Bengal). Uka Tjandrasasmita
mengatakan bahwa sebelum abad ke-13 merupakan tahap proses Islamisasi. Abad ke-13 itu
sendiri dipandang sebagai masa pertumbuhan Islam sebagai kerajaan bercorak Islam yang
pertama di Indonesia. Sementara itu, Hasan Mu’arif Ambary, berpendapat berdasarkan data-
data arkeologis yang ada, ia membagi fase Islamisasi Indonesia ke dalam tiga fase, yaitu
Dalam fase kehadiran para pedagang Muslim di Indonesia, Ambary tidak memberi
angka yang jelas tentang permulaan Islam datang ke Indonesia. Walaupun demikian, dapat di
duga bahwa fase tersebut terjadi pada sebelum abad ke-13 M, yaitu abad ke-1 sampai ke-5
Hijriah, atau abad ke-7 sampai ke-11 Masehi. Adapun fase terbentuknya kerajaan Islam
berlansung antara abad ke-13 M sampai abad ke-16 M. Sedangkan masa pelembagaan Islam
terjadi sesudah abad-abad tersebut. Khusus Islamisasi di Jawa, Denys Lombard secara garis
besar membedakan tiga tahap dalam proses Islamisasi di wilayah ini, yaitu :
1.) Berlangsungnya Islamisasi di wilayah pantai utara, melalui pelabuhan perdagangan sejak
abad ke-15 punya peran penting
2.) Merembesnya Islam ke daerah pedalaman yang secara berangsur- angsur memunculkan
semacam kaum berjuis Islam di pedalaman
3.) Terbentuknya jaringan Islam pedesaan dengan peran penting yang dimainkan oleh
pesantren dan tarekat.
1.) Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang Muslim dari India dan Arabia kepada
komunitas masyarakat biasa di pesisir utara Pulau Jawa.
2.) Islamisasi yang dilakukan oleh para ulama yang terkenal dengan sebutan “wali sanga”.
3.) Islamisasi di bawah kerajaan Islam Mataram yang berpusat di pedalaman Pulau Jawa,
terutama pada masa Sultan Agung.
4.) Islamisasi yang diwarnai dengan makin maraknya gerakan pemurnian Islam yang dibawa
ke Nusantara pada abad ke-18.
5.) Islamisasi yang ditandai dengan gerakan reformasi yang dilakukan oleh organisasi-
organisasi Islam, seperti Jami’at al-Khair (1901), Sarekat Islam (1911), Muhammadiyah
(1912) dan lain sebagainya.
Dengan mengacu pada fase-fase Islamisasi di Jawa yang dikemukakan oleh Lathiful
Khuluq tersebut, pada fase kedua Islamisasi di Jawa berlangsung dengan cepat. Percepatan
Islamisasi ini, terutama sebagai hasil dari dakwah para wali sebagai perintis dan penyebar
agama Islam di Jawa. Para wali memegang kepemimpinan yang kharismatik. Pada satu
pihak, demikian menurut Sartono, otoritas mereka dapat berbentuk formal sebagai penguasa
politik atau raja; pada pihak lain, terlepas dari pelembagaan politik atau tidak, mereka
memiliki kekuasaan sosial-relegius yang kuat.
Pada umumnya, para ahli berpendapat bahwa Islam di Indonesia disebarluaskan melalui
jalan damai. Tidak ada misi khusus, seperti dalam agama Protestan dan Katholik dalam
menyebarkan Islam di Indonesia, paling tidak pada masa awal. Namun, perkembangan
Islamisasi Indonesia ini sebetulnya menggunakan tiga metode, yaitu :
2.) Disebarkan oleh para juru dakwah dan para wali khusus dari India dan Arab untuk meng-
Islamkan penduduk dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan keimanan mereka.
3.) Disebarkan dengan kekuatan untuk berperang melawan pemerintahan kafir.29 Metode
terakhir ini terjadi segera setelah sebuah kerajaan Islam berdiri di Indonesia di mana kadang-
kadang Islam disebarkan dari sana ke kawasan-kawasan lain melalui peperangan.
1.) Ajaran islam menekankan pada prinsip ketauhidan dalam sistem ketuhanannya yang
identik terhadap liberasi (pembebasan).
2.) Fleksibelitas (ajaran Islam dapat berhadapan dengan berbagai bentuk dan jenis situasi
kemasyarakatan).
Institusi pertama yang sangat dominan dalam melawan kolonialisme Eropa. Kekuatan
utama penangkal penjajahan bangsa Portugis dan Belanda, yang mengobarkan penjajahan
dan Kristenisasi.
1.) Saluran Perdagangan : Proses islamisasi melalui saluran ini sangat bersifat
menguntungkan. Hal ini dikarenakan dalam agama islam sendiri tidak ada pemisah antara
aktivitas perdagangan dengan kewajiban mendakwahkan islam. Dan juga dalam perdagangan
ini, para raja dan juga bangsawan ikut terjun langsung kedalam prosesnya. Keikutsertaan
raja-raja ini akan sangat menguntungkan dalam penyebaran agama islam, karena apabila
seorang raja telah memeluk agama islam, maka secara otomatis masyarakatnya juga akan
mengikuti Langkah rajanya dalam memeluk agama islam. Hal ini disebut dengan prinsip
hierarki tradisional yang telah dipelihara oleh penduduk pribumi. Dikutip dari pendapat Tome
Pires, Poesponegoro menyatakan bahwa banyak para pedagang muslim yang bermukim dan
tinggal didaerah pesisir pulau jawa yang penduduknya dikala itu masih kafir. Mereka berhasil
mendirikan banyak masjid dan juga mendatangkan mollah atau maulana dari luar sehingga
jumlah mereka selalu bertambah dan banyak juga anak-anak muslim yang menjadi orang
Jawa dengan tingkat ekonomi yang bagus.
2.) Saluran Pernikahan : Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, maka para
pedagang muslim akan memiliki status social yang lebih tinggi dibandingkan kebanyakan
pribumi pada saat itu. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat pribumi terutama putri-putri
bangsawan yang akhirnya tertarik dan juga memutuskan untuk menjadi istri dari saudagar
muslim. Sebelum melakukan pernikahan tersebut, mereka akan diislamkan terlebih dahulu
dengan cara mengucapkan kedua kalimat syahadat. Setelah itu mereka akan memiliki
keturunan, dan akan memperluas lingkungannya dan akhirnya akan membentuk banyak
kampung, daerah hingga kerajaan muslim. Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat juga
wanita-wanita muslim yang dinikahkan dengan keturunan bangsawan. Proses islamisasi
dengan saluran pernikahan ini tergolong efektif dan memegang peranan yang penting dalam
proses internalisasi ajaran islam di Indonesia. Hal ini akan membentuk hubungan yang akrab
dan baik antara masyarakat muslim dengan penduduk setempat sehingga memumgkinkan
untuk terjadinta pernikahan campur dan mengijuti kebiasaan orang pribumi.
5.) Saluran Tasawuf : Islam sampai ke Indonesia sangat dipengaruhi oleh ajaran
tasawuf .Guru tasawuf atau Sufi mengajarkan teosofi yang dicampur dengan ajaran terkenal
dikalangan masyarakat nusantara. Beberapa dari mereka memiliki bakat magis dan memiliki
kekuatan dalam penyembuhan penyakit. Ajaran Islam dalam bentuk tasawuf yang diajarkan
kepada penduduk asli mirip dengan ajaran yang merasuk ke alam spiritual mereka yakninya
Hindu Buddha, sehingga ajaran Islam yang baru masuk mudah dimengerti dan diterima.
6.) Saluran Kesenian : Sebagai masyarakat yang telah berkeyakinan,tentunya
memiliki sebuah budaya kesenian sesuai keyakinan yang dianut. Dilihat dari kondisi
tersebut,penyebar agama islam measukkan ajaran agama islam melalui kesenian yang telah
ada. Seperti halnya wayang yang merupakan seni pertunjukkan yang sebagian besar
menceritakan tokoh-tokoh hindu,dan dimasukkan nilai-nilai islam.
Secara garis besar kebudayaan Indonesia dapat kita klasifikasikan dalam dua
kelompok besar, yaitu Kebudayaan Indonesia Klasik dan Kebudayaan Indonesia Modern.
Kemajuan dalam bidang teknologi dan peralatan hidup, masyarakat pada saat ini
dapat bekerja secara cepat dan efisien karena adanya peralatan yamg mendukungnya
sehingga dapat mengembangkan usahanya dengan lebih baik lagi. Dengan demikian,
perkembangan budaya di Indonesia memiliki dampak positif dan negatif.
Dampak Positif :
1.) Peningkatan dalam bidang sistem teknologi, ilmu pengetahuan, dan ekonomi.
4.) Tidak mengurangi ruang gerak pemerintah dalam kebijakan ekonomi guna mendukung
pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Dampak Negatif :
1.) Menimbulkan perubahan dalam gaya hidup, yang mengarah kepada masyarakat yang
konsumtif komersial. Masyarakat akan minder apabila tidak menggunakan pakaian yang
bermerk (merk terkenal).
3.) Sebagai sarana kompetisi yang menghancurkan. Proses globalisasi tidak hanya
memperlemah posisi negara melainka juga akan mengakibatkan kompetisi yang saling
menghancurkan.
4.) Sebagai pembunuh pekerjaan. Sebagai akibat kemajuan teknologi dan pengurangan biaya
per unit produksi, maka output mengalami peningkatan drastis sedangkan jumlah pekerjaan
berkurang secara tajam.
5.) Sebagai imperialisme budaya. Proses globalisasi membawa serta budaya barat, serta
kecenderungan melecehkan nilai-nilai budaya tradisional.
7.) Malu menggunakan budaya asli Indonesia karena telah maraknya budaya asing yang
berada di wilayah Indonesia.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan Islam yang ada di Indonesia tidak dapat terlepas dari pengaruh
perkembangan Islam pada belahan bumi lainnya. Membaca Islam di Indonesia sangatlah
penting. Hal ini dikarenakan dari hasil pembacaan itu kita sebagai umat Islam dapat
mengetahui akan bagaimana perkembangan Islam di Indonesia setelah Islam mengalami
beberapa fase perubahan dari waktu ke waktu.
3.2 Saran
Kami sebagai penulis tentunya menyadari jika makalah di atas masih jauh dari
kesempurnaan baik dari tulisan ataupun bahasan kami. Oleh karena itu, kami selalu membuka
diri untuk menerima kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan
dalam pembuatan makalah berikutnya.