Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

OLEH
KELOMPOK 3 KELAS A2

Alfarel Huzri 2111211050


Dinda Azati 2111212054
Gabriela Elvira 2111212022
Mufidah Rona 2111212023
Nabila Westi Khofifah 2111213022
Nadia Intan 2111213049
Suci Khairunnisa 2111213003
Syahkila Ayurin Amalia 2111213020
Syifa Urrahmah 2111212070
Vania Nabila Ferdin 2111212037
Viana Rahim 2111212046
Yorie Anggraini 2111213044
Zahra Malika Ilmi 2111213032

DOSEN PENGAMPU

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia – Nya, kami dapat menyusun makalah ini dalam rangka memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Ilmu Sosial Dasar dengan judul “Kebudayaan Islam di Indonesia”.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Sosial Dasar
yaitu Ibu Vivi Triana, SKM, MPH yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami
berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai Kebudayaan Islam di Indonesia. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan di dalamnya.

Mengingat masih banyaknya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, kami
sangat mengharapkan adanya kritik ataupun saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi penyempurnaan dan pembelajaran dalam makalah yang kami buat di masa
mendatang.

Padang, 30 Maret 2022

Kelompok 3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Masuknya Agama Islam di Indonesia

Menurut Azyumardi Azra, Islam datang ke Indonesia yang kompleksitas, artinya tidak
berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.
Fenomena ini menjadi menarik karena kemudian ditemukan keragaman teori tentang
kedatangan Islam ke Indonesia. Oleh karenanya, meski kesimpulan tentang awal masuknya
Islam ke Indonesia telah disahkan dalam “Seminar Nasional Masuknya Islam ke Indonesia di
Medan” tahun 1963, namun proses – proses kedatangan dan perkembangan Islam di
Indonesia merupakan sebuah kajian yang dapat berubah. Hal ini tentunya, tidak membuat
stagnannya penelitian dan diskusi tentang masuknya Islam, karena masih ada ruang yang
sangat luas untuk mengkoreksi atau menguatkan teori – teori yang ada (Nasution 2020).

1.) Kedatangan Islam di Indonesia, Teori – Teori Masuknya Islam ke Indonesia

Menurut Snouck Horgounje, orang India lah yang pertama kali membawa Islam ke
Indonesia menjelang akhir abad ke-13 Masehi. Pendapat ini sekaligus menjawab dari daerah
mana Islam berasal. Pendapat ini didukung oleh Van Bonkel seorang Profesor asal Belanda
dengan menunjukkan adanya pengaruh bahasa Tamil dalam bahasa Indonesia yaitu adanya
istilah “lebai” yang berasal dari “labbai” atau “lappai” yang artinya pedagang dalam bahasa
Tamil. Meski sama-sama mendukung pendapat Snouck Horgrounje, O’Sullivan tidak sepakat
bahwa adanya istilah bahasa Tamil dalam bahasa Melayu menjadi alasan bahwa orang
Indialah yang membawa Islam ke Indonesia.

Pendapat tentang orang India lah yang pertama kali membawa Islam ke Indonesia
juga di dukung oleh G.E Marrison, namun menurutnya bukan dari Gujarat melainkan dari
India Selatan, pantai Koromandel. Menurutnya keberadaan batu-batu nisan dari Gujarat tidak
berarti Islam dari Gujarat. Diantara alasan Masrrison adalah :

a.) Jika diyakini Islam berasal dari Gujarat maka bagaimana dengan fakta bahwa Islam sudah
berada di Indonesia sebelum Malikul Saleh mangkat yaitu tahun 1297. Bilapun ada
kemungkinan Islam telah berada di Gujarat 1297 bagaimana pula dengan temuan Marcopolo
yang menyebutkan bahwa penduduk Cambay di tahun 1298 masih kafir.
b.) Catatan Ibn Batutah tentang indahnya bangunan masjid yang dibangun saudagar –
saudagar pendatang di Cambay pada tahun 1325 Masehi.

c.) Adanya jalur dagang di zaman lampau, saudagar – saudagar Arab telah giat lalu – lalang
di perairan Arab dan Indonesia dengan persinggahan di Srilangka. Oleh karenanya Islam
sampai ke India bersamaan dengan kedatangan saudara Arab ke India.

d.) Temuan Ibn Batutah bahwa Indonesia, Asia Selatan, Asia Tenggara dan India Utara
penganut Mazhab Syafi’i, sedangkan orang Gujarat adalah Sunni atau Syi’ah.

2.) Teori-teori Masuknya Islam ke Indonesia

a.) Teori Arab : Teori ini didukung oleh Krawfurl, Keijzer, Nieman, de Hollender, J.
C. Van Leur, Thomas W. Arnold, al-Attas, HAMKA, Djajadiningrat, Mukti Ali dan tokoh
yang paling gigih mempertahan teori ini adalah Naquib al – Attas. Teori ini menyatakan
bahwa Islam datang ke Indonesia langsung dari Arab pada abad ke 7 – 8 Masehi. HAMKA
secara tegas menyatakan Islam datang ke Indonesia pada tahun 674 Masehi dibawa oleh
pedagang – pedagang Arab.

Berkenaan dengan pertanyaan dimanakah tempat yang pertama kali didatangi oleh
saudagar-saudagar Arab ini? Juneid Parinduri menyatakan daerah Barus Tapanuli (Barus –
Sibolga kab. TAPTENG). Ini dibuktikan dengan adanya makam yang bertulis HaMim yang
diartikan tahun 670 Masehi. Teori ini mendapat perhatian dan pembenaran dalam seminar-
seminar sejarah masuknya Agama Islam ke Indonesia (1963) sejarah Islam di Minangkabau
(1969) sejarah Islam Riau (1975) sejarah masuknya Islam ke Kalimantan (1976), dan
dibicarakan pula pada seminar pendahuluan sejarah Islam di Indonesia. Teori ini menyatakan
bahwa Islam datang langsung dari Arab, dibawa oleh pedagang – pedagang Arab pada abad
pertama hijriah.

Teori yang menyatakan bahwa Barus adalah daerah pertama yang disinggahi
pedagang – pedagang muslim Arab ini dibuktikan dengan penemuan arkeolog akan sumber –
sumber epigrafi yang berbentuk batu nisan. Dari sekian banyak batu nisan hanya 38 buah
yang mempunyai tulisan. 36 buah tersebar di Kompleks Makam Ibrahim, Kompleks Makam
Ambar, Kompleks Makam Maqdum, Kompleks Makam Mahligai dan makam Papan Tinggi
sedangkan dua lagi ada di museum Medan.

b.) Teori Gujarat India : Para sarjana dari Belanda memegang teori bahwa asal
muasal Islam di nusantara adalah anak benua India, Gujarat dan Malabar. Teori ini
dikemukan oleh Pojnappel, menurutnya orang – orang Arab yang bermazhab Syafi’i yang
berimigrasi dan menetap di India yang kemudian membawa Islam ke nusantara. Teori ini
kemudian dikembangan oleh Snouck Hurgronje, menurutnya ulama-ulama Gujaratlah
penyebar Islam pertama di nusantara, baru kemudian disusul orang-orang Arab. Meski tidak
menyebutkan secara eksplisit daerah mana yang pertama kali didatangi Islam tapi
menurutnya abad ke – 12 adalah periode paling mungkin permulaan penyebaran Islam di
nusantara. Alasan Snouck menyebutkan teori ini adalah :

1.) Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam ke
Indonesia.

2.) Hubungan dagang India –Indonesia telah lama terjalin.

3.) Inkripsi tertua tentang Islam terdapat di Sumatera menunjukkan hubungan antara
Sumatera dan Gujarat.

Pendapat Snouck ini didukung oleh Moqutte yang menyimpulkan tempat asal Islam
adalah Gujarat. Kesimpulan ini didasarkan pada pengamatannya akan batu nisan di Pasai, dan
di Gresik Jawa Timur yang sama bentuknya dengan batu nisan di Cambay Gujarat. Pendapat
Moquette ini didukung oleh Kern, Winstedt, Bosquet, Vlekke, Gonda, Schrieke dan Hall.
Sementara Pijnapel mengemukakan tiga argumen untuk teori ini : Pertama, alasan Mazhab
fiqh. Menurutnya dua wilayah India, Gujarat dan Malabar, adalah yang pertama kali
menganut Mazhab Syafi’iyah sebelum dibawa dan berkembang di Asia Tenggara. Kedua,
alasan politik, dengan keruntuhan kekuasaan Baghdad, banyak para Sufi yang kemudian
melakukan perjalanan ke wilayah Asia Tenggara melalui India. Ketiga, alasan arkeologi
berupa batu nisan yang ditemukan memiliki kesamaan dengan batu nisan dari India.

Sebaliknya Fatimi menentang pendapat Moquette. Menurutnya tidak ada kesamaan


batu nisan di Pasai dengan batu nisan di Gujarat, sebaliknya batu nisan tersebut justru mirip
dengan batu nisan di Bengal. Ini menjadi alasannya untuk menyatakan bahwa tempat asal
Islam ke Nusantara adalah Bengal. Teori ini kemudian dinilai lemah karena adanya
perbedaan mazhab muslim nusantara (Syafi’iyah) dengan muslim Bengal (Hanafiyah). Selain
Fatimi, teori Gujarat juga dibantah oleh Marison. Menurutnya boleh jadi batu nisan yang
ditemukan di nusantara berasal dari Gujarat atau bahkan dari Bengal, namun tidak lantas
Islam berasal dari daerah ini. Berdasarkan data sejarah raja Pasai pertama wafat pada tahun
698 H/1298 Masehi sedangkan Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu, setahun kemudian
barulah kerajaan ini menjadi kerajaan Islam.
Penentang keras teori Gujarat lainnya adalah Naguib al – Attas, menurutnya batu
nisan yang di nusantara berasal dari Gujarat, karena jarak tempuhnya yang lebih dekat
dibanding dengan Arabia. Menurutnya bukti paling penting untuk membahas daerah asal
Islam di Nusantara adalah karakteristik internal Islam di dunia Melayu – Indonesia. Oleh
karena ia berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal langsung dari Arab. Kelemahan teori
ini selain data-data yang ditampilkan lemah, terkesan juga tidak menjelaskan antara
masuknya Islam dengan perkembangan penyebaran Islam di Indonesia.

c.) Teori Persia : Bukti yang diajukan teori ini adalah ditemukan pengaruh Persia
dalam kehidupan masyarakat pada abad ke – 11. Bukti-bukti tersebut mengacu pada
pengaruh bahasa, Ini dapat dilihat dari bahasa Arab yang digunakan masyarakat Indoenesia.
Kata-kata yangberakhiran huruf “ta” pada kata marbuthah ketika berhenti dibaca “h”.
Menurut Nurkholis ini menunjukkan bahwa bahasa Arab tidak langsung dari Arab, tapi dari
Persia. Salah seorang tokoh teori ini adalah P. A. Hoesein Djajadiningrat. Teori ini menitik
beratkan tinjauannya kepada budaya yang hidup di kalangan msyarakat Islam Indonesia
memiliki kesamaan dengan India/Gujarat diantaranya :

1.) Adanya peringatan 10 Muharram sebagai hari Asyura, yang dikenal sebagai hari
peringatan orang syi’ah atas terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Muthalib.

2.) Adanya kesamaan ajaran antara Syekh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran al – Hallaj.

3.) Penggunaan istilah bahasa Iran dalam pengajian quran tingkat awal dalam sistem mengeja
huruf Arab, untuk tanda – tanda huruf harakah.

4.) Nisan pada makam Malikul Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419 di Gersik).

5.) Pengakuan umat Islam Indonesia terhadap Mazhab Syafi’I sebagai mazhab yang paling
utama di daerah Malabar.

d.) Teori Cina : Menurut teori ini Islam datang ke Indonesia dibawa oleh pedagang-
pedagang muslim Cina, melalui jalur perdagangan pada abad ke 7-8 Masehi. Adapun tempat
yang pertama didatangi adalah daerah Sumatera. Perlu dipahami bahwa teori ini tidak
berbicara tentang awal datangnya Islam ke Indonesia, melainkan tentang peran muslim Cina
dalam menyumbangkan data informasi tentang adanya komunitas muslim di Indonesia serta
dan perannya dalam perkembangan pada abad ke 15/16 Masehi.
Kondisi ini dapat dipahami, karena selain Islam di Cina datang lebih awal tak hanya
itu juga lebih berkembang. Ini dibuktikan dengan data sejarah yang menyebutkan abad ke-7
Guangzhou sudah memiliki masjid Wha-Zhin-Zi, sementara di Indonesia baru ditemukan
makam-makam individu dan atau interaksi utusan dagang. Teori ini menjadi lemah, karena
tidak ditemukan satu pun tanda tentang kehadiran masyarakat Cina di zaman Lobu Tua,
Barus, meski banyak ditemukan keramik Cina. Menurut Guillot berdasarkan observasi
lapangan dan kajian terhadap sumber-sumber tertulis bahwa keramik mencapai Barus melalui
perantara non-Cina.

e.) Teori Turki : Teori perkembangan ini diajukan oleh Martin van Bruinessan,
menurutnya selain orang Arab dan Cina, orang Indonesia juga menerima Islam dari orang-
orang Kurdi dari Turki. Alasan yang diajukannya adalah :

1.) Banyak Ulama Kurdi yang berperan aktif dalam dakwah Islam di Indonesia.

2.) Kitab karangan Ulama Kurdi menjadikan rujukan yang berpengaruh luas.

3.) Pengaruh Ulama Ibrahim al-Kuarani, seorang Ulama Turki di Indonesia melalui tarekat
Syatariyah.

4.) Tradisi Barzanji popular di Indonesia.

Pada hakikatnya teori-teori tentang masuknya Islam ke Indonesia memiliki


keunggulan dan keterbatasan. Tidak ada teori yang baku dan pasti. Pendapat ini disandarkan
pada pendapat Azyumardi Azra “Sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam
kompleksitas, yaitu tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam
waktu yang sama”.Argumen ini menjadi dasar bagi semua orang untuk menerima semua
teori-teori di atas, tapi bukan tanpa “sikap”. Idealnya kehadiran teori-teori tersebut tidak
membuat stagnannya penelitian dan diskusi tentang masuknya Islam, karena masih ada ruang
yang sangat luas untuk mengoreksi atau menguatkan teori-teori yang ada.

2.2 Proses Islamisasi

Proses Islamisasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam sejarah Islam
di Indonesia, dan juga yang paling tidak jelas. Ketidakjelasan ini terletak pada pertanyaan
kapan Islam datang, dari mana Islam berasal, siapa yang menyebarkan Islam di Indonesia
pertama kali, dan sebagainya.
Proses islamisasi terjadi dengan sangat pelik dan panjang. Proses islamisasi ini terjadi
dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak : orang-orang muslim pendatang yang
mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya.
Diterimanya Islam oleh penduduk pribumi, secara bertahap membuat Islam terintegrasi
dengan tradisi, norma dan tatanan kehidupan keseharian penduduk local yang menunjukan
bahwa bangsa Indonesia mudah menerima nilai-nilai dari luar dan menjadi bukti akan
keterbukaan sikap mereka. Komunitas pribumi yang telah terintegrasi ke dalam Islam,
selanjutnya terlembagakan secara politis dalam bentuk kerajaan-kerajaan Islam di kawasan
ini sejak masa yang palingawal. Fase-fase atau tahapan tentang Islamisasi di Indonesia :

1.) Tahap permulaan (kedatangan)  Abad ke-7 M

2.) Proses penyebaran dan terbentuknya masyarakat Islam di Nusantara  Abad ke-13 M

Para pembawa Islam pada abad ke-7 sampai abad ke-13 Masehi tersebut adalah
orang-orang Muslim dari Arab, Persia dan India (Gujarat dan Bengal). Uka Tjandrasasmita
mengatakan bahwa sebelum abad ke-13 merupakan tahap proses Islamisasi. Abad ke-13 itu
sendiri dipandang sebagai masa pertumbuhan Islam sebagai kerajaan bercorak Islam yang
pertama di Indonesia. Sementara itu, Hasan Mu’arif Ambary, berpendapat berdasarkan data-
data arkeologis yang ada, ia membagi fase Islamisasi Indonesia ke dalam tiga fase, yaitu

1.) Fase kehadiran para pedagang Muslim

2.) Fase terbentuknya kerajaan Islam

3.) Fase pelembaan Islam.

Dalam fase kehadiran para pedagang Muslim di Indonesia, Ambary tidak memberi
angka yang jelas tentang permulaan Islam datang ke Indonesia. Walaupun demikian, dapat di
duga bahwa fase tersebut terjadi pada sebelum abad ke-13 M, yaitu abad ke-1 sampai ke-5
Hijriah, atau abad ke-7 sampai ke-11 Masehi. Adapun fase terbentuknya kerajaan Islam
berlansung antara abad ke-13 M sampai abad ke-16 M. Sedangkan masa pelembagaan Islam
terjadi sesudah abad-abad tersebut. Khusus Islamisasi di Jawa, Denys Lombard secara garis
besar membedakan tiga tahap dalam proses Islamisasi di wilayah ini, yaitu :

1.) Berlangsungnya Islamisasi di wilayah pantai utara, melalui pelabuhan perdagangan sejak
abad ke-15  punya peran penting
2.) Merembesnya Islam ke daerah pedalaman yang secara berangsur- angsur memunculkan
semacam kaum berjuis Islam di pedalaman

3.) Terbentuknya jaringan Islam pedesaan dengan peran penting yang dimainkan oleh
pesantren dan tarekat.

Pada gilirannya, perkembangan semacam ini memungkinkan bagi kelangsungan


struktur yang sudah ada di masa Hindia Belanda sejak abad ke-19, yaitu makin terbukanya
kemungkinan bagi rakyat Indonesia untuk naik haji. Konsekuensinya, Islam di Kepulauan
Indonesia-Melayu mendapat akses yang luas dan langsung dari pusat Islam (Mekkah dan
Kairo). Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Lathiful Khuluq menurutnya, minimal ada
lima fase penyebaran Islam kepada masyarakat Jawa (Indonesia).

1.) Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang Muslim dari India dan Arabia kepada
komunitas masyarakat biasa di pesisir utara Pulau Jawa.

2.) Islamisasi yang dilakukan oleh para ulama yang terkenal dengan sebutan “wali sanga”.

3.) Islamisasi di bawah kerajaan Islam Mataram yang berpusat di pedalaman Pulau Jawa,
terutama pada masa Sultan Agung.

4.) Islamisasi yang diwarnai dengan makin maraknya gerakan pemurnian Islam yang dibawa
ke Nusantara pada abad ke-18.

5.) Islamisasi yang ditandai dengan gerakan reformasi yang dilakukan oleh organisasi-
organisasi Islam, seperti Jami’at al-Khair (1901), Sarekat Islam (1911), Muhammadiyah
(1912) dan lain sebagainya.

Dengan mengacu pada fase-fase Islamisasi di Jawa yang dikemukakan oleh Lathiful
Khuluq tersebut, pada fase kedua Islamisasi di Jawa berlangsung dengan cepat. Percepatan
Islamisasi ini, terutama sebagai hasil dari dakwah para wali sebagai perintis dan penyebar
agama Islam di Jawa. Para wali memegang kepemimpinan yang kharismatik. Pada satu
pihak, demikian menurut Sartono, otoritas mereka dapat berbentuk formal sebagai penguasa
politik atau raja; pada pihak lain, terlepas dari pelembagaan politik atau tidak, mereka
memiliki kekuasaan sosial-relegius yang kuat.

Pada umumnya, para ahli berpendapat bahwa Islam di Indonesia disebarluaskan melalui
jalan damai. Tidak ada misi khusus, seperti dalam agama Protestan dan Katholik dalam
menyebarkan Islam di Indonesia, paling tidak pada masa awal. Namun, perkembangan
Islamisasi Indonesia ini sebetulnya menggunakan tiga metode, yaitu :

1.) Disebarkan oleh para pedagang Muslim dalam suasana damai.

2.) Disebarkan oleh para juru dakwah dan para wali khusus dari India dan Arab untuk meng-
Islamkan penduduk dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan keimanan mereka.

3.) Disebarkan dengan kekuatan untuk berperang melawan pemerintahan kafir.29 Metode
terakhir ini terjadi segera setelah sebuah kerajaan Islam berdiri di Indonesia di mana kadang-
kadang Islam disebarkan dari sana ke kawasan-kawasan lain melalui peperangan.

Menurut Hasan Mu’arif Ambary, masa-masa datang, tumbuh, dan berkembangnya


Islam serta unsur-unsur budaya Islam di Nusantara menghasilkan dan meninggalkan
peradaban yang secara ideologis bersumber pada kitabullah dan sunnah Rasul. Sementara itu,
secara fisikal, memperlihatkan anasir yang berkesinambungan dengan unsur kebudayaan pra-
Islam. Oleh karena itu, kebudayaan Islam di Indonesia mempunyai karakteristik tersendiri
yang berbeda dengan kebudayaan Islam di negara-negara Islam lain di mana pun.

Kehadiran Islam di tengah-tengah masyarakat Indonesia bukan saja sebagai sistem


keagamaan semata tetapi sekaligus menjadi kekuatan alternatif yang bisa mengubah setiap
bentuk tatanan kehidupan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan
diktum-diktum universal. Islam begitu cepat tersebar di kepulauan Melayu-Indonessia
disebabkan oleh :

1.) Ajaran islam menekankan pada prinsip ketauhidan dalam sistem ketuhanannya yang
identik terhadap liberasi (pembebasan).

2.) Fleksibelitas (ajaran Islam dapat berhadapan dengan berbagai bentuk dan jenis situasi
kemasyarakatan).

Institusi pertama yang sangat dominan dalam melawan kolonialisme Eropa. Kekuatan
utama penangkal penjajahan bangsa Portugis dan Belanda, yang mengobarkan penjajahan
dan Kristenisasi.

2.3 Saluran Islamisasi

1.) Saluran Perdagangan : Proses islamisasi melalui saluran ini sangat bersifat
menguntungkan. Hal ini dikarenakan dalam agama islam sendiri tidak ada pemisah antara
aktivitas perdagangan dengan kewajiban mendakwahkan islam. Dan juga dalam perdagangan
ini, para raja dan juga bangsawan ikut terjun langsung kedalam prosesnya. Keikutsertaan
raja-raja ini akan sangat menguntungkan dalam penyebaran agama islam, karena apabila
seorang raja telah memeluk agama islam, maka secara otomatis masyarakatnya juga akan
mengikuti Langkah rajanya dalam memeluk agama islam. Hal ini disebut dengan prinsip
hierarki tradisional yang telah dipelihara oleh penduduk pribumi. Dikutip dari pendapat Tome
Pires, Poesponegoro menyatakan bahwa banyak para pedagang muslim yang bermukim dan
tinggal didaerah pesisir pulau jawa yang penduduknya dikala itu masih kafir. Mereka berhasil
mendirikan banyak masjid dan juga mendatangkan mollah atau maulana dari luar sehingga
jumlah mereka selalu bertambah dan banyak juga anak-anak muslim yang menjadi orang
Jawa dengan tingkat ekonomi yang bagus.

Proses islamisasi melalui perdagangan ini dimulai sejak kedatangan pedagang di


pusat-pusat perdagangan seperti Pelabuhan atau bandar. Pedagang yang dating ini selanjutnya
ada yang memilih untuk menetap baik untuk sementara waktu maupun mentap di kota-kota
bandar ini, terutama yang berguna sebagai ibukota kerajaan. Dalam membentuk wilayah
pemukiman ini, para pedagang akan meminta izin kepada penguasa setempat terlebih dahulu,
sehingga terdapat beberapa Kawasan yang dinamakan dengan pacinan yaitu Kawasan
perkampungan orang-orang cina dan juga ada yang dinamakan dengan Pakojan atau tempat
bermukimnya pedagang muslim yang berasal dari berbagai negara islam. Demikian pula
terdapat kampung melau, kampung jawa dan juga kampung banda yang nantinya akan
menjadi tempat bermukimnya pedagang dari berbagai daerah di Indonesia. Di Sebagian
tempat tersebut, para bupati kerjaan Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara jawa yang
akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam, hal ini bukan hanya disebabkan karena
factor politik dalam negri yang sedang giyah namun juga disebabkan karena adanya factor
hubungan ekonomi dengan para pedagang muslim. Dan selanjutnya mereka akan mengambil
alih perdagangan dan juga kekuasaan di tempat-tempat mereka tinggal.

2.) Saluran Pernikahan : Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, maka para
pedagang muslim akan memiliki status social yang lebih tinggi dibandingkan kebanyakan
pribumi pada saat itu. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat pribumi terutama putri-putri
bangsawan yang akhirnya tertarik dan juga memutuskan untuk menjadi istri dari saudagar
muslim. Sebelum melakukan pernikahan tersebut, mereka akan diislamkan terlebih dahulu
dengan cara mengucapkan kedua kalimat syahadat. Setelah itu mereka akan memiliki
keturunan, dan akan memperluas lingkungannya dan akhirnya akan membentuk banyak
kampung, daerah hingga kerajaan muslim. Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat juga
wanita-wanita muslim yang dinikahkan dengan keturunan bangsawan. Proses islamisasi
dengan saluran pernikahan ini tergolong efektif dan memegang peranan yang penting dalam
proses internalisasi ajaran islam di Indonesia. Hal ini akan membentuk hubungan yang akrab
dan baik antara masyarakat muslim dengan penduduk setempat sehingga memumgkinkan
untuk terjadinta pernikahan campur dan mengijuti kebiasaan orang pribumi.

3.) Saluran Pendidikan : Proses islamisasi juga dilakukan melalui Lembaga


Pendidikan. Di Indonesia sendiri Lembaga Pendidikan dengan latar belakang islam disebut
dengan epsantren. Dimana sebelum adanya masa kolonisasi, daerah-daerah islam di
Indonesia sudah memiliki system Pendidikan yang memfokuskan kepada Pendidikan Alquran
dan juga pelaksanaan sholat serta pelajaran mengenai kewajiban pokok agama. Dalam proses
Pendidikan ini, pesantren dan juga pondok akan diselenggarakan dan dikelola oleh guru
agama, kiai-kiai dan juga para ulama. Disinilah para calon ulama, kiai-kiai dan juga ulama
akan mendapatkan banyak ilmu mengenai Pendidikan agama. Setelah tamat dan keluar dari
pesantren, mereka akan dipulangkan ke daerah asal dan berdakwah ketempat asalnya untuk
menyebarkan agama islam. Misalnya adalah Raden Fatah yang merupakan raja islam pertama
Demak yang merupakan didikan dari pesantren yang dibangun oleh raden Rahmat di Ampel
Denta Surabaya, dan Sunan Gunung Jati, raja atau Sultan Cirebon pertama yang merupakan
didikan pesantren Gunung Jati dengan Syeikh Dzatu Kahfi serta Maulana Hasanuddin yang
diasuh oleh ayahnya Sunan Gunung Jati yang nantinya akan menjadi Sultan Banten pertama.

4.) Saluran Politik : Dalam proses islamisasi di Indonesia,pengaruh kekuasaan


sangatlah berperan penting dalam hal tersebut. Ketika seorang raja memeluk agama Islam,
maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat
tinggi dan raja sebagai panutan bahkan menjadi tauladan bagi rakyatnya. Oleh karena
itu,pengaruh politik dari seorang raja sangat berperan penting dalam proses tersebarnya
agama islam di Indonesia.

5.) Saluran Tasawuf : Islam sampai ke Indonesia sangat dipengaruhi oleh ajaran
tasawuf .Guru tasawuf atau Sufi mengajarkan teosofi yang dicampur dengan ajaran terkenal
dikalangan masyarakat nusantara. Beberapa dari mereka memiliki bakat magis dan memiliki
kekuatan dalam penyembuhan penyakit. Ajaran Islam dalam bentuk tasawuf yang diajarkan
kepada penduduk asli mirip dengan ajaran yang merasuk ke alam spiritual mereka yakninya
Hindu Buddha, sehingga ajaran Islam yang baru masuk mudah dimengerti dan diterima.
6.) Saluran Kesenian : Sebagai masyarakat yang telah berkeyakinan,tentunya
memiliki sebuah budaya kesenian sesuai keyakinan yang dianut. Dilihat dari kondisi
tersebut,penyebar agama islam measukkan ajaran agama islam melalui kesenian yang telah
ada. Seperti halnya wayang yang merupakan seni pertunjukkan yang sebagian besar
menceritakan tokoh-tokoh hindu,dan dimasukkan nilai-nilai islam.

2.4 Perkembangan Kebudayaan di Indonesia

Secara garis besar kebudayaan Indonesia dapat kita klasifikasikan dalam dua
kelompok besar, yaitu Kebudayaan Indonesia Klasik dan Kebudayaan Indonesia Modern.

1.) Kebudayaan Klasik : Kebudayaan klasik di Indonesia terjadi pada masa


kerajaan-kerajaan di Indonesia. Para ahli kebudayaan telah mengkaji dengan sangat cermat
akan kebudayaan klasik ini. Mereka memulai dengan pengkajian kebudayaan yang telah
ditelurkan oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia. Mereka mempelajari semua dimensi tanpa
ada yang dikesampingkan. Adapun dimensi yang sering ada adalah seperti agama, tarian,
nyanyian, wayang kulit, lukisan, patung, seni ukir, dan hasil cipta lainnya.

2.) Kebudayaan Modern : Kebudayaan Indonesia modern dimulai ketika bangsa


Indonesia merdeka. Bentuk dari deklarasi ini menjadikan bangsa Indonesia tidak dalam
kekangan dan tekanan. Dari sini bangsa Indonesia mampu menciptakan rasa dan karsa yang
lebih sempurna. Pada masa pemerintahan awal soekarno nama Indonesia mulai di kenal di
luar negri. Kemajuan teknologinya pun juga mengalami kemajuan yang pesat, seperti kita
berhasil membuat pesawat buatan sendiri dan teknologi lainnya. Kita juga mempunyai
keanekaragaman budaya yang bervariasi dan khas di setiap daerah serta kesenian-
keseniannya. Secara agama meskipun kita mempunyai 5 agama yang berbeda tetapi kita
dapat hidup rukun dan damai satu sama lain.

Perkembangan budaya di Indonesia mengalami naik turun. Pada awalnya masyarakat


Indonesia mempunyai banyak peninggalan kebudayaan yang ditinggalkan oleh nenek
moyang terdahulu. Akan tetapi, akhir-akhir ini kebudayaan tersebut mulai terlupakan seiring
dengan munculnya kebudayaan yang lebih modern. Semakin majunya arus globalisasi juga
membuat rasa cinta terhadap kebudayaan sendiri berkurang, dan hal tersebut berdampak tidak
baik terhadap budaya di Indonesia. Terlalu banyaknya kehidupan asing yang masuk ke
Indonesia juga dapat menghilangkan kebudayaan asli Indonesia. Apabila budaya asing masuk
ke Indonesia, dan tidak ada lagi kesadaran dari masyarakat untuk mempertahankan dan
melestarikannya, maka dapat dipastikan masyarakat Indonesia tidak akan dapat lagi melihat
kebudayaan Indonesia kedepan.

Kemajuan dalam bidang teknologi dan peralatan hidup, masyarakat pada saat ini
dapat bekerja secara cepat dan efisien karena adanya peralatan yamg mendukungnya
sehingga dapat mengembangkan usahanya dengan lebih baik lagi. Dengan demikian,
perkembangan budaya di Indonesia memiliki dampak positif dan negatif.

Dampak Positif :

1.) Peningkatan dalam bidang sistem teknologi, ilmu pengetahuan, dan ekonomi.

2.) Terjadinya pergeseran struktur kekuasaan dari otokrasi menjadi oligarki.

3.) Mempercepat terwujudnya pemerintahan yang demokratis dan masyarakat madani


dalam skala global.

4.) Tidak mengurangi ruang gerak pemerintah dalam kebijakan ekonomi guna mendukung
pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

5.) Tidak berseberangan dengan desentralisasi.

6.) Bukan penyebab krisis ekonomi.

Dampak Negatif :

1.) Menimbulkan perubahan dalam gaya hidup, yang mengarah kepada masyarakat yang
konsumtif komersial. Masyarakat akan minder apabila tidak menggunakan pakaian yang
bermerk (merk terkenal).

2.) Terjadinya kesenjangan budaya. Dengan munculnya dua kecenderungan yang


kontradiktif. Kelompok yang mempertahankan tradisi dan sejarah sebagai sesuatu yang sakral
dan penting (romantisme tradisi). Dan kelompok ke dua, yang melihat tradisi sebagai produk
masa lalu yang hanya layak disimpan dalam etalase sejarah untuk dikenang (dekonstruksi
tradisi/disconecting of culture).

3.) Sebagai sarana kompetisi yang menghancurkan. Proses globalisasi tidak hanya
memperlemah posisi negara melainka juga akan mengakibatkan kompetisi yang saling
menghancurkan.
4.) Sebagai pembunuh pekerjaan. Sebagai akibat kemajuan teknologi dan pengurangan biaya
per unit produksi, maka output mengalami peningkatan drastis sedangkan jumlah pekerjaan
berkurang secara tajam.

5.) Sebagai imperialisme budaya. Proses globalisasi membawa serta budaya barat, serta
kecenderungan melecehkan nilai-nilai budaya tradisional.

6.) Globalisasi merupakan kompor bagi munculnya gerakan-gerakan neo-nasionalis dan


fundamentalis.. Proses globalisasi yang ganas telah melahirkan sedikit pemenang dan banyak
pecundang, baik pada level individu, perusahaan maupun negara. Negara-negara yang harga
dirinya diinjak-injak oleh negara-negara adi kuasa maka proses globalisasi yang merugikan
ini merupakan atmosfer yang subur bagi tumbuhnya gerakan-gerakan populisme,
nasionalisme dan fundamentalisme.

7.) Malu menggunakan budaya asli Indonesia karena telah maraknya budaya asing yang
berada di wilayah Indonesia.

2.5 Peradaban Islam


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masuknya agama Islam pada pertama kalinya ke wilayah Indonesia menimbulkan


berbagai teori maupun pendapat dari para ahli, baik yang disampaikan oleh orang – oorang
yang berasal dari Indonesia sendiri maupun orang – orang yang berasal dari luar negeri.
Terdapat beberapa teori masuknya Islam ke Indonesia yaitu, teori India, Persia, Cina, Eropa,
dan Arab. Beberapa saluran penyebaran Islam di Indonesia sehingga bisa menyebabkan Islam
tersebar secara menyeluruh adalah saluran perdagangan, pernikahan, tasawuf, seni budaya,
dan dakwah.

Perkembangan Islam yang ada di Indonesia tidak dapat terlepas dari pengaruh
perkembangan Islam pada belahan bumi lainnya. Membaca Islam di Indonesia sangatlah
penting. Hal ini dikarenakan dari hasil pembacaan itu kita sebagai umat Islam dapat
mengetahui akan bagaimana perkembangan Islam di Indonesia setelah Islam mengalami
beberapa fase perubahan dari waktu ke waktu.

3.2 Saran

Kami sebagai penulis tentunya menyadari jika makalah di atas masih jauh dari
kesempurnaan baik dari tulisan ataupun bahasan kami. Oleh karena itu, kami selalu membuka
diri untuk menerima kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan
dalam pembuatan makalah berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai