Anda di halaman 1dari 12

A.

Anatomi dan Fisiologi


1. Meninges
Meninges merupakan selaput atau membran yang terdiri dari jaringan ikat
yang membungkus susunan syaraf pusat, dan tersusun atas 3 lapis yaitu :

Gambar 1. Struktur Meninges (diambil dari kepustakaan 17)

a. Dura Mater
Dura mater adalah meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat yang
berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Dura mater yang
membungkus medulla spinalis dipisahkan dari periosteum vertebra
oleh ruang epidural, yang mengandung vena berdinding tipis, jaringan
ikat longgar, dan jaringan lemak. Dura mater selalu dipisahkan dari
arachnoid oleh celah sempit, ruang subdural. Permukaan dalam dura
mater, juga permukaan luarnya pada medulla spinalis, dilapisi epitel
selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim.18

b. Arachnoid
Arachnoid mempunyai 2 komponen: lapisan yang berkontak dengan
dura mater dan sebuah sistem trabekel yang menghubungkan lapisan
itu dengan piamater. Rongga diantara trabekel membentuk ruang
subarachnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan terpisah sempurna
dari ruang subdural. Ruang ini membentuk bantalan hidrolik yang
melindungi syaraf pusat dari trauma. Ruang subarachnoid berhubungan
dengan ventrikel otak. Arachnoid terdiri atas jaringan ikat tanpa
pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng
seperti dura mater. Karena medulla spinalis araknoid itu lebih sedikit
trabekelnya, maka lebih mudah dibedakan dari piamater. Pada
beberapa daerah, araknoid menerobos dura mater membentuk juluran-
juluran yang berakhir pada sinus venosus dalam dura mater. Juluran
ini, yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena disebut Vili Araknoid.
Fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke dalam darah
dari sinus venosus.18

c. Pia Mater
Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak
pembuluh darah. Meskipun letaknya cukup dekat dengan jaringan
saraf, ia tidak berkontak dengan sel atau serat saraf. Di antara pia mater
dan elemen neural terdapat lapisan tipis cabang-cabang neuroglia,
melekat erat pada pia mater dan membentuk barier fisik pada bagian
tepi dari susunan saraf pusat yang memisahkan SSP dari cairan
serebrospinal. Piamater menyusuri seluruh lekuk permukaan susunan
saraf pusaf dan menyusup kedalamnya untuk jarak tertentu bersama
pembuluh darah. pia mater di lapisi oleh sel-sel gepeng yang berasal
dari mesenkim. Pembuluh darah menembus susunan saraf pusat
melalui torowongan yang dilapisi oleh piamater ruang perivaskuler.
Pia mater lenyap sebelum pembuluh darah ditransportasi menjadi
kapiler. Dalam susunan syaraf pusat, kapiler darah seluruhnya
dibungkus oleh perluasan cabang neuroglia.18
Gambar 2. Hubungan Meninges dan Jaringan Sekitarnya (diambil dari
kepustakaan 11)

2. Sawar Darah Otak


Sawar darah otak merupakan barier fungsional yang mencegah masuknya
beberapa substansi, seperti antibiotik dan bahan kimia dan toksin bakteri
dari darah ke jaringan syaraf. Sawar darah otak ini terjadi akibat
kurangnya permeabilitas yang menjadi ciri kapiler darah jaringan saraf.
Taut kedap, yang menyatukan sel-sel endotel kapiler ini secara sempurna
merupakan unsur utama dari sawar ini. Sitoplasma sel-sel andotel ini tidak
bertingkap, dan terlihat sangat sedikit vesikel pinositotik di sini. Perluasan
cabang sel neuroglia yang melingkari kapiler ikut mengurangi
permeabilitasnya.18

Sawar ini terletak antara darah dan cairan serebrospinal serta cairan otak.
Sawar juga terdapat pada plexus koroideus dan membran kapiler jaringan,
pada dasarnya di seluruh parenkim otak kecuali di beberapa daerah di
hipotalamus, kelenjar pineal dan area postrema, tempat zat berdifusi
dengan lebih mudah ke dalam ruang jaringan. Sawar darah otak pada
umumnya sangat permeabel terhadap air, karbondioksida, oksigen, dan
sebagian besar zat larut lipid, seperti alkohol dan zat anestesi; sedikit
permeabel terhadap elektrolit, seperti natrium, klorida, dan kalium; dan
hampir tidak permeabel terhadap protein plasma dan banyak molekul
organik berukuran besar yang tidak larut lipid.20

Gambar 3. Potongan Melintang Susunan Sawar Darah Otak (diambil dari


Kepustakaan 12)

Dengan menggunakan mikroskop elektron memperlihatkan bahwa lumen


kapiler darah dipisahkan dari ruang ekstraseluler oleh :12

a. Sel endotelial di dinding kapiler (cerebral endothelial cell), disatukan


oleh tight juction.
b. Membran basalis di luar sel endotel berisi sel perisit
c. Kaki-kaki astrosit yang menempel pada lapisan luar dinding kapiler.
Gambar 4. Struktur Penyusun Sawar Darah Otak (diambil dari kepustakaan
12)

3. Plexus Koroid dan Cairan Cerebrospinal


Pleksus koroid terdiri atas lipatan-lipatan ke dalam dari pia mater yang
menyusup ke bagian dalam ventrikel. Dapat ditemukan pada atap ventrikel
ketiga dan keempat dan sebagian pada dinding ventrikel lateral. Plexus
koroid merupakan struktur vaskular yang terbuat dari kapiler fenestra yang
berdilatasi. Pleksus koroid terdiri atas jaringan ikat longgar dari pia mater,
dibungkus oleh epitel selapis kuboid atau silindris, yang memiliki
karakteristik sitologi dari sel pengangkut ion. Fungsi utama pleksus koroid
adalah membentuk cairan serebrospinal, yang hanya mengandung sedikit
bahan padat dan mengisi penuh ventrikel, kanal sentral dari medula
spinalis, ruang subarachnoid, dan ruang perivasikular. Ia penting untuk
metabolisme susunan saraf pusat dan merupakan alat pelindung, berupa
bantalan cairan dalam ruang subarachnoid. Cairan itu jernih, memiliki
densitas rendah (1.004-1.008 gr/ml), dan kandungan proteinnya sangat
rendah. Juga terdapat beberapa sel deskuamasi dan dua sampai lima
limfosit per milliliter. Cairan serebrospinal mengalir melalui ventrikel, dari
sana ia memasuki ruang subarachnoid. Disini vili araknoid merupakan
jalur utama untuk absorbsi CSS ke dalam sirkulasi vena.

Menurunnya proses absorsi cairan serebrospinal atau penghambatan aliran


keluar cairan dari ventrikel menimbulkan keadaan yang disebut
hidrosefalus, yang mengakibatkan pembesaran progresif dari kepala dan
disertai dengan gangguan mental dan kelemahan otot.18
Gambar 5. Fisiologi Cairan Serebrospinal (diambil dari kepustakaan 11)

B. Patofisiologi
1. Meningeal Invasion
Mekanime masuknya kuman ke dalam lapisan meninges masih belum
diketahui sepenuhnya. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan pejamu, agen
infeksi dan faktor lingkungan. Pada bayi yang belum menghasilkan
antibody spesifik dapat mudah terkena meningitis oleh bakteri gram
negatif, sedangkan pada bayi yang agak besar telah kehilangan IgG yang
diperolehnya melalui plasenta dan mudah terkena infeksi meningokokus
dan H. Influenzae.1,8 Pada orang dewasa dengan gangguan sistem imun
seperti pada keganasan sistem retikuloendotelial dapat mempermudah
infeksi susunan syaraf pusat.1 Konsentrasi kuman yang tinggi didalam
darah akibat suatu infeksi dibagian lain tubuh atau karena proses transmisi
kuman karena kontak antar individu dapat menyebabkan invasi kuman
pada meninges.1 Virus setelah melakukan perlekatan dan invasi terhadap
sel pejamu dapat bereplikasi dan menyebar yang kemudian menyebabkan
destruksi sel pejamu.13

Meningitis pada umumnya terjadi sebagai akibat dari penyebaran penyakit


di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis,
Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran
bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ
atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis
Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran
kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau

komplikasi bedah otak.14 Invasi kuman-kuman ke dalam ruang


subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS
(Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.15

2. Induksi Inflamasi
Antigen kuman penyebab infeksi meninges dapat menginduksi proses

inflamasi melalui mediator yang berperan seperti interleukin,


tumor
necrosis factor-α (TNF-α), interferon, prostaglandin, nitrit oksida, platelet
activation factor (PAF) dan mediator lainnya. Mula-mula pembuluh
darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam
waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk
eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit
dan dalam minggu kedua sel- sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri
dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear
dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.2,15
3. Perubahan Sawar Darah Otak
Sawar darah otak, menjaga susunan syaraf pusat terhadap bahaya yang
datang dari lintasan hematogen. Proses radang juga menyebabkan
terjadinya perubahan permeabilitas dari kapiler otak yang sebelumnya
kedap dan selektif terhadap berbagai macam zat, menjadi permeabel
sehingga terjadi kebocoran plasma dan dapat menyebabkan kuman masuk
kedalam cairan serebrospinal dan ruang subarachnoid. Dengan demikian
peradangan akan terus terjadi tidak hanya pada pembuluh darah. Selain itu
Proses radang yang mengenai vena-vena di korteks dapat menyebabkan
trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron- neuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen
menyebabkan kelainan kranialis. Pada meningitis yang disebabkan oleh
virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri.8,15

4. Perubahan Aliran Serebrospinal dan Tekanan Intrakranial


Aliran cairan serebrospinal dapat terhambat oleh karena terjadi trombosis
atau perlekatan vili vena pada sinus akibat peradangan yang berperan
dalam absorbsi cairan serebrospinal sehingga menimbulkan hidrosefalus.
Selain itu, plexus koroideus yang berfungsi untuk memproduksi cairan
serebrospinal jika terkena radang akan meningkatkan produksinya
sehingga timbul hidrosefalus komunikans. Jika terus berlanjut akan
menyebabkan edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial sehingga
terjadi kompresi pada otak dan pembuluh darah, menurunkan aliran suplai
nutrisi dan oksigen. Jika proses ini tidak dicegah dapat menimbulkan atrofi
jaringan otak, defisit neurologis, berupa parese nervus kranialis dan
hemiparese, penurunan kesadaran dan bahkan kematian.1,8,20
Fokus
Infeksi
Pejamu (Saluran Peradanga
Imun napas, n
PATO
Saluran FISIOL
Cairan
Agen cerna,
virulen Mastoid,
OGI
serebsrosp
Cairan
inal
Sinus, dll) serebrosp
Plexus
Lingkunga Lingkunhematogen
nTransmisi
Kontak inal
Choroideu
gan perkontinu
Infeksiperl internalitatun
>> s Aliran
Penghancur terganggu
Vili,
Virulens
ekatan i
Invasi Kerusak an agen venaEdema
sinus
Induksi
Replikasi jaringan Perubahan Produksi serebri
an
inflamasi meningka
Pening
Pelepasan sawar darah
otak t katan
mediator Manife
Inflamasi TIK
inflamasi stasi
Kemotaksis terus Klinis
leukositosis berlanjut
Penyebaran
infeksi

Bagan 1. Patofisiologi Meningitis


Gambar 6. Gambaran Kapiler pada Edema Otak (diambil dari kepustakaan 12)

C. Manifestasi Klinis
Gejala klasik berupa trias meningitis mengenai kurang lebih 44% penderita
meningitis bakteri dewasa. Trias meningitis tersebut sebagai berikut :2

1. Demam
2. Nyeri kepala
3. Kaku kuduk.
Selain itu meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak, letargi, mual muntah, penurunan nafsu makan, nyeri otot,
fotofobia, mudah mengantuk, bingung, gelisah, parese nervus kranialis dan
kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal
(CSS) melalui pungsi lumbal.2,8,17

Meningitis
karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih
serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan
malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi
kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh
Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok,
nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang
tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang
tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vaskuler pada
palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa
9
sakit kepala, muntah, demam, kaku kuduk, dan nyeri punggung.

Meningitis
bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat
pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi
secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan,
kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu
ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih
kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh
Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi
Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan
gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut
dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri
15
punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau


stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak
seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat
subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang,
murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur
terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa
terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu
15
makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan


gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang
hebat, gangguan kesadaran dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan
anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, terjadi parese
nervus kranialis, hemiparese atau quadripare, seluruh tubuh dapat menjadi
kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan
muntah lebih hebat.

Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan semakin parah dan
gangguan kesadaran lebih berat sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat
meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan
sebagaimana mestinya

Anda mungkin juga menyukai