BAB II
ASAS DAN PRINSIP
PASAL 2
Huruf A sampai I (Cukup Jelas)
Ditambah
Penjelasan:
Dalam hal penanggulangan bencana, masyarakat harus disadarkan bahwa dalam kondisi tersebut
kepentingan umum layak didahulukan daripada kepentingan pribadi. Hal ini dapat terwujud jika
masyarakat cukup memahami lewat pendidikan dan sosialisasi dalam segala upaya yang dapat
dilakukan dalam kondisi menjadi korban bencana.
Bukan atas dasar kekerabatan mendahulukan orang-orang yang lebih dekat dengan pemangku
kebijakan, sehingga bantuan yang harusnya merata malah menyasar orang-orang yang tidak
memiliki urgensi mendapat bantuan dan sebagainya.
PASAL 3
Huruf A Sampai I (Cukup Jelas)
Ditambah
J. Prinsip keterbukaan informasi
Penjelasan :
Informasi selain merupakan kebutuhan pokok setiap orang untuk pengembangan diri dan sosial,
juga merupakan bagian penting ketahanan nasional. Hak untuk memperoleh informasi adalah
hak asasi manusia. Keterbukaan informasi publik adalah salah satu ciri penting negara
demokratis yang menjunjung tinggi kedaulat an rakyat yang pada dasarnya bertujuan untuk
mewujudkan good governance.
Pengelolaan informasi publik yang baik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan
masyarakat informasi.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
yang diundangkan pada tanggal 30 April 2008 mengisyaratkan bahwa penyelenggaraan negara
harus dilakukan secara terbuka atau transparan. Setiap orang dijamin haknya untuk memperoleh
informasi publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ini antara lain bertujuan agar penyelenggaraan negara dapat diawasi oleh publik dan keterlibatan
masyarakat dalam proses penentuan kebijakan publik semakin tinggi. Keterlibatan tersebut pada
akhirnya akan menghasilkan penyeleggaraan negara yang lebih berkualitas. Partisipasi seperti itu
menghendaki adanya jaminan terhadap keterbukaan informasi publik.
Setiap badan publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik
yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, kecuali informasi
yang termasuk kategori "dikecualikan". Informasi yang diberikan harus akurat, benar, dan tidak
menyesatkan.
Berkaitan dengan itu, setiap badan publik memiliki kewajiban melaksanakan kearsipan dan
pendokumentasian berdasarkan peraturan perundang-undangan. Selain itu, setiap badan publik
berkewajiban menyediakan dan mengumumkan informasi dalam tiga kategori berikut:
Padahal, Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). UU
KIP memberikan jaminan kepastian, khususnya bagi masyarakat untuk dapat mengakses
informasi yang ada di badan publik. Sebagaimana ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a, bahwa
Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik dan berkewajiban menyampaikan kebijakan
Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum.
Hal ini menunjukkan tidak ada lagi celah bagi badan publik untuk tidak atau bahkan
menghalang-halangi masyarakat untuk mengetahui semua informasi yang tersedia padanya
(kecuali informasi yang masuk dalam ketegori rahasia atau dikecualikan).
Tak hanya itu, Pasal 2 UU KIP juga memberikan jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan
informasi dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Jika dikaitkan dalam
konteks pelayanan publik, maka hal ini masuk dalam kategori adanya kepastian layanan dalam
hal jangka waktu dan biaya yang menjadi bagian penting dari komponen standar pelayanan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU No. 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik.
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN
PASAL 4
Huruf A sampai C (cukup jelas)
Diganti
Huruf D. Membangun partisipasi dan kemitraan publik dan swasta
Menjadi : Membangun partisipasi masyarakat
Penjelasan :
Kemitraan dikenal dengan istilah gotong royong atau bekerjasama dari berbagai pihak, baik
secara kelompok maupun individual. Kemitraan adalah suatu kerjasama usaha formal yang
saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah atau besar untuk
mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan prinsip bersama.
Misalnya, istilah kemitraan digunakan dalam dunia UMKM. Bagi pengusaha kecil kemitraan
dianggap menguntungkan karena dapat mengambil manfaat dari pasar dan kewirausahaan yang
dikuasai oleh usaha besar. Dalam kerjasama harus ada misi, visi, tujuan dan kesepakatan yang
telah dibuat bersama dan saling berbagi resiko maupun keuntungan yang diperoleh masing-
masing pelaku kemitraan.
Adapula pengertian kemitraan yang dijelaskan oleh beberapa ahli kemitraan adalah suatu strategi
bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
Penanggulangan bencana alam adalah tanggung jawab bersama yang dilakukan oleh pemerintah
dan masyarakat, kata “kemitraan” mengandung arti kerja sama dalam ranah pekerjaan yang
mengandung unsur profit.
Sehingga tidak tepat apabila dikaitkan dengan penanggulangan bencana alam yang notabenenya
merupakan tanggung jawab bersama, antara stake holder dan masyarakat itu sendiri.
Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam penanggulangan bencana karena masyarakat
dapat menjadi orang-orang pertama yang terkena dampak. Masyarakat juga menjadi orang yang
pertama kali memberikan respons terhadap bencana yang mereka hadapi.
Untuk membangun masyarakat yang tangguh terhadap bencana, perlu mengutamakan
pengelolaan risiko secara terpadu dengan secara penuh melibatkan partisipasi seluruh warga
masyarakat serta memperkuat masyarakat dan sistem institusi untuk kesehatan, pendidikan,
pelayanan sosial dan penghidupan masyarakat.
Dikurangi
Huruf E. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan
Menjadi : Mendorong semangat gotong royong
Penjelasan :
Karena makna dari gotong royong itu sendiri adalah salah satu budaya khas Indonesia hasil
warisan masa lalu yang mengedepankan kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadi.
Dalam KBBI, istilah gotong-royong diartikan sebagai bekerja bersama-sama atau tolong-
menolong, bantu-membantu satu sama lain.
Sehingga kata “kesetiakawanan” dan “kedermawanan” sudah dicakup dalam makna “gotong
royong”.
Jadi apabila masih ada kedua kata tersebut dapat menjadi pemborosan kalimat/kata yang dapat
menimbulkan multi tafsir.
Diganti
Huruf f Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Menjadi : Menciptakan rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Penjelasan:
Hak atas rasa aman merupakan hak mendasar dan merupakan bagian dari hak asasi yang melekat
pada diri setiap manusia. rasa aman sendiri tercipta karena adanya sistem hukum yang berjalan
efektif dan konsisten dalam menjaga kestabilan keamanan, ketentraman, dan ketertiban di
lingkungan masyarakat.
Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa setiap manusia berhak atas rasa aman dan rasa
tentram serta mendapatkan perlindungan dari setiap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang dapat mengenai hak hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Bagian keenam dengan judul ‘Hak atas
Rasa Aman’, menjelaskan secara rinci mengenai hak-hak lain yang perlu dilindungi
pemenuhannya yang berhubungan dengan hak atas rasa aman. hak atas rasa aman selaras pula
dengan dengan Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia serta Pasal 21 Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
BAB IV
TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG
PASAL 5
Huruf A sampai f (cukup jelas)
Ditambah :
g. Penyelenggaraan pendidikan kebencanaan bagi masyarakat/korban bencana
h. Pemenuhan sistem informasi terpadu bagi masyarakat/korban bencana
Penjelasan :
Pasal 1 Ayat (9) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang penanggulangan bencana
menyebutkan, “Bencana tidak dapat dihindari, akan tetapi dapat dikurangi dampak negatif atau
resiko bencananya”
Menurut United International Strategy for Disaster Reduction, Badan PBB untuk Strategi
Internasional pengurangan risiko bencana, bahwa penting bagi semua lapisan masyarakat untuk
mengenalkan pendidikan mitigasi bencana sejak dini di sekolah, dikarenakan Indonesia termasuk
negara yang paling rawan terjadi bencana alam di dunia.
Berbagai bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor,
banjir dan bebagai bahaya lainnya yang terjadi di Indonesia, sehingga perlu untuk mengajarkan
kepada masyarakat mulai dari dia siswa tentang mitigasi bencana atau siaga bencana melalui
pendidikan kebencanaan.
Hal ini perlu dilakukan agar dapat mengurangi jatuhnya korban jiwa yang salah satunya anak-
anak, dikarenakan mereka masih belum mengetahui hal-hal yang menyangkut bencana apalagi
mitigasinya.
Pentingnya penerapan pendidikan mitigasi bencana di sekolah perlu dilakukan sejak dii, agar
memberikan pendalaman pengetahuan dan kesiapsiagaan, sehingga siswa mampu bertindak pada
saat sebelum dan sesudah terjadinya bencana. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir
dampak yang akan terjadi.
Program pendidikan dan peningkatan kesadaran masyarakat adalah tindakan mitigasi yang
bertujuan untuk menginformasikan dan mengedukasi warga, pejabat terkait, dan pemilik
properti, tentang bencana alam beserta potensi cara untuk mengurangi risikonya. Jenis mitigasi
ini merupakan fondasi penting untuk menjamin kesuksesan tindakan mitigasi bencana.
BAB V
BAGIAN PENANGGULANGAN BENCANA
Cukup Jelas
BAB VI
PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA
Bagian Kesatu
Umum
PASAL 12
Penyelenggaraan penanggulangan bencana alam di Daerah dilaksanakan berdasarkan 4 (empat)
aspek, meliputi :
Ditambah
Huruf A psikososial, ekonomi dan budaya masyarakat
Huruf B Hingga D (Cukup Jelas)
Penjelasan :
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis dan
sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor psikis
dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain.
Bencana membawa efek negatif luar biasa pada seluruh sendi kehidupan manusia. Temuan
berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan yang sangat signifikan pada berbagai
problem kesehatan fisik dan psikologis penyintas bencana jangka panjang. Itu bisa berupa
penurunan kemampuan individu dalam melakukan penyesuaian diri karena berkaitan dengan
perubahan kehidupan personal, interpersonal, sosial, dan ekonomi pasca bencana.
Penelitian lain juga menemukan adanya hubungan negatif yang signifikan antara hilangnya
kekayaan pribadi, dukungan sosial, dan kesehatan fisik dengan meningkatnya stress psikologis
pasca bencana. Dampak bencana menurut Gregorsangat terasa pada sebagian orang akibat
kehilangan keluarga dan sahabat, kehilangan tempat tinggal, dan harta benda, kehilangan akan
makna kehidupan yang dimiliki, perpindahan tempat hidup serta perasaan ketidakpastian karena
kehilangan orientasi masa depan, serta keamanan personal.
Baik pada anak maupun pada orang dewasa dampak bencana bervariasi dari jangka pendek
sampai jangka panjang. Dampak emosional jangka pendek yang masih dapat dilihat dengan jelas
meliputi rasa takut dan cemas yang akut, rasa sedih dan bersalah yang kronis, serta munculnya
perasaan hampa. Pada sebagian orang perasaan-perasaan ini akan pulih seiring berjalannya
waktu. Namun pada sebagian yang lain dampak emosional bencana dapat berlangsung lebih
lama berupa trauma dan problem penyesuaian pada kehidupan personal, interpersonal, sosial,
dan ekonomi pasca bencana.
Gejala-gejala gangguan emosi yang terjadi merupakan sumber distress dan dapat mempengaruhi
kemampuan penyintas bencana untuk menata kehidupannya kembali. Apabila tidak segera
direspons akan menyebabkan penyintas, keluarga, dan masyarakat tidak dapat berfungsi dalam
kehidupan dengan baik.
Riset tentang hubungan antara bencana dan gangguan jiwa juga datang dari Masahiro Kokai
beserta tim peneliti yang mengangkat isu soal prevalensi morbiditas psikiatri setelah gempa
Hanshin-Awaji. Menurut laporan bertajuk "Natural disaster and mental health in Asia" yang
diterbitkan jurnal Psychiatry and Clinical Neurosciences (2004) ini, istilah morbiditas psikiatri
mengacu pada kerusakan fisik dan psikologis akibat kondisi kejiwaan.
Metode yang ditempuh Kokai dkk adalah mengobservasi korban gempa Hanshin-Awaji. yang
dirawat jalan di sebuah rumah sakit universitas. Hasilnya, gangguan kecemasan sebagai dampak
langsung dari kejadian yang traumatis jamak ditemukan pada pasien pada bulan pertama setelah
gempa. Umumnya, korban bencana mengalami depresi.
Namun, jumlah kasus depresi berkurang dalam waktu satu tahun. Korban selamat yang depresi
biasanya menganggur, terus memikirkan beban untuk kembali membangun rumahnya,
mengalami kelelahan fisik, dan kesulitan menyesuaikan diri di tempat rekolasi. Selain morbiditas
psikiatri, Kokai dkk juga menemukan kasus Gangguan Stress Pascatrauma atau Post-traumatic
Stress Disorder (PTSD).
Dari 322 pasien yang dirawat jalan di rumah sakit universitas, terdapat enam korban yang
menderita PTSD karena gempa. Hasil tersebut didapat setelah tim periset mengamati subjek
penelitian dengan menggunakan pedoman Diagnostic and Statistical manusal of Mental
Disorders. Assosiasi Professor Komunikasi dan Kesehatan Publik University of Missouri-
Columbia J. Brian Houston dan Manajer Program Kesehatan Mental Bencana Disaster and
Community Crisis Center Jennifer M. First mengatakan bahwa PTSD menjadi problem
kesehatan mental yang banyak diteliti oleh psikologi dan psikiater terkait topik korban bencana
alam.
Lebih lanjut, Houston dan First menjelaskan bahwa persoalan kesehatan mental pasca-bencana
dapat menimbulkan masalah sosial yang mengkhawatirkan, yakni kekerasan domestik.
Sementara dalam sektor ekonomi, Pemerintah Jawa Barat dapat belajar dari peristiwa tsunami di
aceh hingga Palu.
Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap bencana alam, seperti gempa bumi, letusan
gunung berapi, tsunami, dan sebagainya. Bangsa Indonesia perlu menyadari bahwa Indonesia
adalah negara kepulauan dengan 129 gunung api aktif yang berada di jalur cincin api dan terletak
di atas pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng
Eurasia, dan Lempeng Pasifik.
Selain itu, Indonesia juga berada di wilayah tropis dengan kondisi hidrologis yang dapat memicu
bencana alam lainnya, seperti tornado, curah hujan ekstrem, banjir, tanah longsor, dan
kekeringan. Namun, bencana alam bukanlah satu-satunya yang dapat mengancam jiwa dan harta
benda, ada pula bencana yang disebabkan oleh manusia yang seringkali terjadi di negara ini,
antara lain pembakaran hutan dan lahan, konflik sosial, serta kegagalan teknologi.
Pada 28 September 2018, gempa bumi dahsyat berkekuatan magnitudo 7,5 pada kedalaman 10
km terjadi di sekitar jalur sesar Palu Koro dengan pusat gempa di Kabupaten Donggala, Provinsi
Sulawesi Tengah. Akibat bencana alam ini, 4.340 korban jiwa meninggal dunia, hilang, dan tidak
teridentifikasi serta terjadi kerusakan bangunan yang signifikan di wilayah terdampak bencana.
Kegiatan masyarakat, khususnya di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala pun
menjadi lumpuh pasca kejadian gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi. Selain itu, 53.182 KK di
Provinsi Sulawesi Tengah terpaksa mengungsi dan kehilangan mata pencaharian akibat
kerusakan yang ditimbulkan bencana alam tersebut.
Guna membantu pemulihan ekonomi masyarakat di daerah terdampak bencana, pemerintah
daerah menyediakan berbagai bantuan serta dukungan melalui APBD dan program pemulihan
dari kementerian terkait (APBN). Instansi pemerintah di tingkat provinsi bekerja sama dengan
kementerian terkait turut menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk pemulihan mata
pencaharian. NGO (Non-Govermental Organization), baik internasional maupun lokal, serta
mitra pembangunan juga memberikan berbagai bantuan materiil, antara lain makanan dan
peralatan.
Berdasarkan pembelajaran dari pelaksanaan kegiatan percontohan di Provinsi Sulawesi Tengah
serta pengalaman pemulihan dan pembangunan kembali pascabencana di Jepang, pendekatan
utama pemulihan mata pencaharian dan penguatan masyarakat terdampak bencana dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Memperkuat gotong royong
2. Menjamin transparansi dan akuntabilitas
3. Memfasilitasi masyarakat dalam kegiatan pemulihan yang berkelanjutan
4. Mempertimbangkan perbedaan kebutuhan dan kondisi masyarakat terdampak pada setiap
tahap pemulihan dan rekonstruksi
Dari pengalaman penanganan beberapa peristiwa bencana, diketahui bahwa pemerintah
seringkali mengalami kesulitan untuk segera membantu korban dan penyintas akibat lumpuhnya
fungsi administrasi pemerintahan di daerah bencana.
Untuk mengurangi dampak kerusakan yang lebih besar dan luas akibat bencana, amatlah penting
untuk meningkatkan gerakan swadaya dan gotong royong antarwarga. Pada praktiknya akan
sedikit sulit untuk mengorganisasi para individu yang tidak saling mengenal menjadi suatu
kelompok dan saling bekerja sama dalam kegiatan pemulihan mata pencaharian karena belum
terjalinnya rasa saling percaya antar satu sama lain, terutama bagi masyarakat yang tinggal di
daerah perkotaan dan pinggiran kota.
Oleh karena itu, sebaiknya menerapkan pendekatan kelompok dalam beberapa program/kegiatan
pascabencana untuk memperkuat hubungan sosial kemasyarakatan dan kegotongroyongan. Di
masa awal pascabencana, para pengungsi cenderung mengalami stres yang tinggi dan trauma.
Guna mengurangi stres dan trauma pascabencana, penting bagi setiap individu untuk
memulihkan mata pencahariannya dan bagi masyarakat untuk mempererat hubungan sosial
kemasyarakatannya. Jika kegiatan berkelompok dapat dilakukan pada tahap ini, hal tersebut
dapat mengurangi tingkat stres serta mengalihkan pikiran mereka dari trauma bencana.
Kegiatan kelompok memberikan peluang bagi anggotanya untuk berinteraksi satu sama lain.
Pendekatan ini bisa membantu mengurangi kekhawatiran dan kecemasan bahkan ketika
hubungan dalam kelompok itu sendiri belum terlalu kuat. Berbagi asa dan rasa dengan para
korban dan penyintas lain yang senasib sepenanggungan dapat sedikit mengurangi beban emosi
yang ditanggung.
Mengetahui bahwa ada korban dan penyintas lain dengan pengalaman dan emosi yang sama
dapat membantu meringankan beban emosi yang harus ditanggung. Kebersamaan dan
kegotongroyongan, selain mempererat hubungan kemasyarakatan juga menjadi modal sosial di
masa mendatang.
Meskipun bukan topik baru, perlu ditekankan bahwa perencanaan dan penganggaran harus
dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Mengingat para korban berada
dalam kondisi sulit, cemas, dan ragu mengenai kapan dan/atau bagaimana bantuan dapat diterima
secara adil dan merata, maka transparansi menjadi sangat penting guna menjamin akuntabilitas
program serta menjaga stabilitas dan solidaritas masyarakat.
Untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi, pelibatan masyarakat dalam setiap langkah
kegiatan menjadi pendekatan yang efektif. Situasi pascabencana yang penuh dengan
ketidakpastian dan membingungkan
Pada praktiknya semua hal tersebut akan sulit namun jika pemerintah daerah, kota dan kabupaten
berkomitmen dalam melayani masyarakat, semua dapat dilakukan dengan catatan-catatan
perubahan dan penggantian sebagaimana sudah dijelaskan oleh penulis.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
PASAL 142
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, ditetapkan oleh Gubernur.
PASAL 143
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus telah ditetapkan dalam waktu paling lama 1
(satu) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Daerah ini.
PASAL 144
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat.