Dasar Hukum
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
4. Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
9. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
10. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
11. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 sebagaimana telah dirubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2016 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara
12. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan
Desa
14. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan Penyelenggaraan
Dan Pengawasan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 73), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6041);
15. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 12);
16. PMK Nomor 41/PMK.07/2015 Tentang Tata Cara Penundaan dan/ atau
Pemotongan Dana Perimbangan terhadap Daerah yang Tidak Memenuhi Alokasi
Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 446)
17. PMK Nomor 199/PMK.07/2017 Tentang Tata Cara Pengalokasian Dana Desa
Setiap Kabupaten/Kota Dan Penghitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1884).
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 611);
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 tahun 2020 tentang Pengawasan
Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 1496);
20. Peraturan Pemerintah No 45 tahun 2017 Partisipasi Masyarakat dala
Penyelenggaraan Pemerintahan daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 225);
21. PMK Nomor 257/PMK.07/2015 Tentang Tata Cara Penundaan dan/atau
Pemotongan Dana Perimbangan terhadap Daerah Yang Tidak Memenuhi ADD
22. Permendes No.4/2015 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan,dan
Pembubaran BUMDes (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 296)
23. Permendes No.8/2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa TA 2023 (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2094)
24. Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 110 tahun 2016 tentang Badan
Permusyawaratan Desa (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2017 Nomor 89)
25. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12
Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
1455).
1. Latar Belakang
Pada tahun 2014 melaui Program Nawacita Presiden Joko Widodo butir 2 (tiga) yaitu untuk
membangun dari pinggiran dengan menambah kapasitas dan dukungan bagi
perkembangan desa dengan:
a. Peningkatan akses konektivitas desa dengan daerah dan pusat
b. Pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum
c. Peningkatan pemberian dana desa.
Terkait peningkatan dana desa, Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang
cukup besar untuk diberikan kepada Desa tiap tahunnya:
a. Tahun 2015 sebesar 20,77 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 280 juta
b. Tahun 2016 sebesar 46,98 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 628 juta
c. Tahun 2017 sebesar 60 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 800,4juta
d. Tahun 2018 sebesar 60 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 800,4juta
e. Tahun 2019 sebesar 70 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 933,9 juta
f. Tahun 2020 sebesar 72 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 960,6 juta
g. Tahun 2021 sebesar 71,85 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp.960 juta
h. Tahun 2022 sebesar 67,9 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 907,1 juta
i. Tahun 2023 sebesar 70 Triliun.
2. Pengertian
1.1. Kerugian Desa
Sampai dengan saat ini, belum terdapat aturan terkait kerugian Desa, namun definisi
kerugian negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan UU No. 15/2006 tentang BPK , Psl 1 angka 15 dapat menjadi
rujukan untuk merumuskan definisi kerugian Desa. Kerugian negara adalah kekurangan
uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Dalam konteks Desa, kerugian desa dapat diartikan adanya kekurangan uang yang nyata
dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Yang dimaksud dengan secara nyata telah ada kerugian keuangan Desa adalah kerugian
yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang.
1.2. Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti
beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Kata corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam bahasa
Belanda menjadi corruptie. Kata corruptie dalam bahasa Belanda dan masuk ke dalam
perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,
organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Dalam Black Law Dictionary, Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak
lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu
keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan
hak-hak dari pihak lain. Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang bertujuan untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.
3. Pendekatan Hukum Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Keuangan Desa
Pada Pasal 2 dan 3 UU Tipikor tersebut dibawah ini, memuat kata-kata “yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonornian negara”. Di Indonesia adanya kerugian
keuangan negara atau perekonomian negara menjadi unsur dari delik korupsi
Pada pasal 77, Permendagri Nomor 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
dinyatakan bahwa “Kerugian Desa yang terjadi karena adanya pelanggaran administratif
dan/atau pelanggaran pidana diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan”.
a. Pendekatan Hukum:
Pasal 2 UU 31/1999 jo UU 20/2001
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan
paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1
milyar rupiah.
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut pasal ini, harus
memenuhi unsur-unsur
Setiap orang
Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi
Dengan cara melawan hukum
Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Menyalahgunakan Kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat
merugikan keuangan negara.
Perilaku korupsi yang sering terjadi dalam penyelenggaraan Pengelolaan Keuangan Desa
adalah:
1) Mark up harga
2) Transaksi dan laporan fiktif
3) Pengurangan fisik bangunan
4) Pelanggaran prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa (efektif, efisien, terbuka dan
bersaing, transparan, adil dan akuntanbel)
5) Pelanggaran lainnya yang merugikan Pemerintah Desa
Egi Primayogha (2018) berpendapat bahwa terdapat berbagai faktor yang menjadi
penyebab maraknya korupsi di tingkat desa.
Sedangkan ruang lingkup kerjasama meliputi pelaksanaan koordinasi, tindak lanjut dan
sosialisasi oleh APIP dan Aparat Penegak Hukun (APH) dalam paenanganan laporan atau
pengaduan dengan langkah pelaksanaan, antara lain:
1) Pemberian informasi
2) Pengumpulan dan verifikasi data awal
3) Bersifat segera setelah menerima lapioran atau pengaduan yang memenuhi syarat
sesui ketentuan perundang-undangan.
4) Pemberian informasi APH pada saat masuk tahap penyidikan
5) Dalam hal tertangkap tangan langsung dilakukan penindakan
6) Laporan pengaduan telah memenuhi syarat yaitu
Data Indentitas dan alamat pelaopr
Melengkapi bukti pendukung
7) Kemendagri menindak lanjuti laporan dan pengaduan melalui pemeriksaan investigatif
sesui dengan standar pengawasan
8) Jika terindikasi di ajukan ke APH untuk dilakuka penyelidikan
9) Jika hanya masalah adminitratif dikembalikan untuk dilakukan penyelesaian dengan
ketentuan
Tidak terdapat kerugian keuangan negara
Terdapat kerugian neggra dan telah diproses ganti rugi selama 60 hari semenjak
laporan APIP.
Merupakan bagian dari diskresi
10) APH akan meminta hasil klarifikasi penyelidikan
11) Apabila biaya penanganan lebih besar dari pada nilai kasus diberi kesempatan
menyelesaikan kasus secara adminitratif
12) Apabila tidak dapat diselesaikan ditindak lanjuti menjadi pidana
13) Proses perkembangan penanganan diberitahukan secara tertulis
14) Koordinasi dilakukan secara formal dan informal
Korupsi adalah tindakan jahat, tindakan hukum bagi pelaku menjadi hal yang tidak
dapat begitu saja dielakkan. Namun hal yang menjadi hak Desa perlu menjadi
pertimbangan dalam perolehannya kembali sebagai kerugian Desa.
Sebagai akibat dari pengembalian kerugian Desa tahun-tahun sebelumnya, maka dapat
dituliskan pada kode rekening:
Pendapatan:
Namun, bila hasil temuan kerugian Desa terhadap kegiatan yang berlangsung di tahun
berkenaan, maka pengembalian dapat langsung disetor kembali pada Rekening Kas
Desa dan dicatatkan pada Buku Kas Umum dengan mengoreksi kesalahan belanja
yang terjadi.