Anda di halaman 1dari 8

1.1.

Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Keuangan Desa

Dasar Hukum
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
4. Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
9. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
10. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
11. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 sebagaimana telah dirubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2016 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara
12. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan
Desa
14. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan Penyelenggaraan
Dan Pengawasan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 73), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6041);
15. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 12);
16. PMK Nomor 41/PMK.07/2015 Tentang Tata Cara Penundaan dan/ atau
Pemotongan Dana Perimbangan terhadap Daerah yang Tidak Memenuhi Alokasi
Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 446)
17. PMK Nomor 199/PMK.07/2017 Tentang Tata Cara Pengalokasian Dana Desa
Setiap Kabupaten/Kota Dan Penghitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1884).
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 611);
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 tahun 2020 tentang Pengawasan
Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 1496);
20. Peraturan Pemerintah No 45 tahun 2017 Partisipasi Masyarakat dala
Penyelenggaraan Pemerintahan daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 225);
21. PMK Nomor 257/PMK.07/2015 Tentang Tata Cara Penundaan dan/atau
Pemotongan Dana Perimbangan terhadap Daerah Yang Tidak Memenuhi ADD
22. Permendes No.4/2015 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan,dan
Pembubaran BUMDes (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 296)
23. Permendes No.8/2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa TA 2023 (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2094)
24. Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 110 tahun 2016 tentang Badan
Permusyawaratan Desa (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2017 Nomor 89)
25. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12
Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
1455).

1. Latar Belakang

Pada tahun 2014 melaui Program Nawacita Presiden Joko Widodo butir 2 (tiga) yaitu untuk
membangun dari pinggiran dengan menambah kapasitas dan dukungan bagi
perkembangan desa dengan:
a. Peningkatan akses konektivitas desa dengan daerah dan pusat
b. Pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum
c. Peningkatan pemberian dana desa.
Terkait peningkatan dana desa, Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang
cukup besar untuk diberikan kepada Desa tiap tahunnya:
a. Tahun 2015 sebesar 20,77 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 280 juta
b. Tahun 2016 sebesar 46,98 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 628 juta
c. Tahun 2017 sebesar 60 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 800,4juta
d. Tahun 2018 sebesar 60 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 800,4juta
e. Tahun 2019 sebesar 70 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 933,9 juta
f. Tahun 2020 sebesar 72 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 960,6 juta
g. Tahun 2021 sebesar 71,85 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp.960 juta
h. Tahun 2022 sebesar 67,9 Triliun rata-rata alokasi desa sebesar Rp. 907,1 juta
i. Tahun 2023 sebesar 70 Triliun.

Banyaknya bantuan pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan desa merupakan


salah satu bentuk perhatian pemerintah, provinsi maupun kabupaten/kota kepada desa,
namun dalam hal ini potensi penyelewengan keuangan desa menjadi sangat besar. Hal ini
tidak terlepas dari kelemahan pengawasan terhadap alur proses mengalirnya dana. Di
samping itu yang tidak kalah pentingnya adalah sumber daya dari aparat Pemerintahan
Desa yang sebagian besar masih lemah dan tata kelola dana desa belum sepenuhnya
bebas dari korupsi.

2. Pengertian
1.1. Kerugian Desa
Sampai dengan saat ini, belum terdapat aturan terkait kerugian Desa, namun definisi
kerugian negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan UU No. 15/2006 tentang BPK , Psl 1 angka 15 dapat menjadi
rujukan untuk merumuskan definisi kerugian Desa. Kerugian negara adalah kekurangan
uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Dalam konteks Desa, kerugian desa dapat diartikan adanya kekurangan uang yang nyata
dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Yang dimaksud dengan secara nyata telah ada kerugian keuangan Desa adalah kerugian
yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang.
1.2. Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti
beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Kata corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam bahasa
Belanda menjadi corruptie. Kata corruptie dalam bahasa Belanda dan masuk ke dalam
perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,
organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Dalam Black Law Dictionary, Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak
lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu
keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan
hak-hak dari pihak lain. Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang bertujuan untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.
3. Pendekatan Hukum Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Keuangan Desa

Pada Pasal 2 dan 3 UU Tipikor tersebut dibawah ini, memuat kata-kata “yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonornian negara”. Di Indonesia adanya kerugian
keuangan negara atau perekonomian negara menjadi unsur dari delik korupsi
Pada pasal 77, Permendagri Nomor 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
dinyatakan bahwa “Kerugian Desa yang terjadi karena adanya pelanggaran administratif
dan/atau pelanggaran pidana diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan”.

a. Pendekatan Hukum:
 Pasal 2 UU 31/1999 jo UU 20/2001
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan
paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1
milyar rupiah.

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut pasal ini, harus
memenuhi unsur-unsur
 Setiap orang
 Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi
 Dengan cara melawan hukum
 Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
 Menyalahgunakan Kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat
merugikan keuangan negara.

 Pasal 3 UU 31/1999 jo UU 20/2001


(1) Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling
sedikit Rp 50 juta rupiah dan paling banyak 1 milyar rupiah.
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut pasal ini, harus
memenuhi unsur-unsur
 Setiap orang
 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
 Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
 Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
 Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

b. Perilaku Korupsi Keuangan Desa

Perilaku korupsi yang sering terjadi dalam penyelenggaraan Pengelolaan Keuangan Desa
adalah:
1) Mark up harga
2) Transaksi dan laporan fiktif
3) Pengurangan fisik bangunan
4) Pelanggaran prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa (efektif, efisien, terbuka dan
bersaing, transparan, adil dan akuntanbel)
5) Pelanggaran lainnya yang merugikan Pemerintah Desa

c. Faktor Penyebab Korupsi Keuangan Desa

Egi Primayogha (2018) berpendapat bahwa terdapat berbagai faktor yang menjadi
penyebab maraknya korupsi di tingkat desa.

1 Pertama, minimnya Warga kerap dilibatkan dalam proses perencanaan dan


pelibatan dan pelaksanaan pembangunan di desa, tetapi masih terbatas.
pemahaman warga akan
Tidak banyak warga yang memiliki kemampuan cukup
proses pembangunan
untuk memahami proses pembangunan, termasuk
desa
pemahaman anggaran di desa, hak dan kewajiban sebagai
warga di desa, dan lainnya.

2 Kedua, minimnya fungsi Lembaga seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


pengawasan anggaran di belum sepenuhnya optimal dalam menjalankan pengawasan
desa. anggaran di desa. BPD seyogianya dapat berperan penting
mencegah korupsi di desa, termasuk mendorong warga
untuk bersama-sama mengawasi pembangunan di desa

3 Ketiga, terbatasnya Sebagai contoh, publikasi hanya seputar total jumlah


akses warga terhadap anggaran yang diterima desa dan total jumlah pengeluaran.
informasi, seperti Sementara rincian penggunaan tidak dipublikasikan baik
anggaran desa secara berkala, bahkan tidak diberikan sama sekali.
Terbatasnya informasi mengenai pelayanan publik di desa.
Warga sering kali tidak mendapatkan
informasi mengenai seputar akses layanan seperti
kesehatan dan pendidikan
4 Keempat, keterbatasan Korupsi di desa tak selalu disebabkan kehendak kepala
kemampuan dan desa atau
ketidaksiapan mereka perangkat desa untuk secara sengaja melakukannya, tetapi
mengelola uang dalam dapat terjadi karena keterbatasan kemampuan
jumlah besar dan ketidaksiapan mereka mengelola
uang dalam jumlah besar
4. Mekanisme Penanganan Tindak Pidana Korupsi Keuangan Desa
Penanganan Laporan atau Pengaduan Masyarakat yang Berindikasi Tindak Pidana Korupsi
pada Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dikerjasamakan secara tripartied dengan
tujuan untuk memperkuat sinergisitas kerja sama di antara APIP dan APH dalam melakukan
koordinasi penanganan laporan atau pengaduan masyarakat berindikasi tindak pidana
korupsi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah penanganannya menggadeng
Kejaksaan Agung dan Kepolisian pada tanggal 25 Januari 2023 dengan nomor
100.4.7/437/SJ, Nomor 1 Tahun 2023 dan Nomor NK/1/1/2023 tentang Koordinasi Aparat
Pengawasan Internal Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Laporan
atau Pengaduan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Lebih lanjut mekanisme pengaduan masyarakat Tipikor keuangan desa, digambarkan dalam
bagan di bawah ini:

Sedangkan ruang lingkup kerjasama meliputi pelaksanaan koordinasi, tindak lanjut dan
sosialisasi oleh APIP dan Aparat Penegak Hukun (APH) dalam paenanganan laporan atau
pengaduan dengan langkah pelaksanaan, antara lain:

1) Pemberian informasi
2) Pengumpulan dan verifikasi data awal
3) Bersifat segera setelah menerima lapioran atau pengaduan yang memenuhi syarat
sesui ketentuan perundang-undangan.
4) Pemberian informasi APH pada saat masuk tahap penyidikan
5) Dalam hal tertangkap tangan langsung dilakukan penindakan
6) Laporan pengaduan telah memenuhi syarat yaitu
 Data Indentitas dan alamat pelaopr
 Melengkapi bukti pendukung
7) Kemendagri menindak lanjuti laporan dan pengaduan melalui pemeriksaan investigatif
sesui dengan standar pengawasan
8) Jika terindikasi di ajukan ke APH untuk dilakuka penyelidikan
9) Jika hanya masalah adminitratif dikembalikan untuk dilakukan penyelesaian dengan
ketentuan
 Tidak terdapat kerugian keuangan negara
 Terdapat kerugian neggra dan telah diproses ganti rugi selama 60 hari semenjak
laporan APIP.
 Merupakan bagian dari diskresi
10) APH akan meminta hasil klarifikasi penyelidikan
11) Apabila biaya penanganan lebih besar dari pada nilai kasus diberi kesempatan
menyelesaikan kasus secara adminitratif
12) Apabila tidak dapat diselesaikan ditindak lanjuti menjadi pidana
13) Proses perkembangan penanganan diberitahukan secara tertulis
14) Koordinasi dilakukan secara formal dan informal

5. Peran Serta Masyarakat Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi
Pada Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2000 Tentang tata cara pelaksanaan peran serta
masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi, pemerintah ingin mengajak masyarakat untuk turut membantu
pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat yang diatur dalam peraturan
ini adalah mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana
korupsi. Masyarakat juga didorong untuk menyampaikan saran dan pendapat untuk
mencegah dan memberantas korupsi.
Peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
tambah semakin jelas lagi berdasarkan ketentuan Undang Undang No. 31 Tahun 1999 jo
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada
pasal 41 ayat 2 disebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dapat diwujudkan dalam bentuk:
(a) Hak untuk mencari,memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi
Tindak Pidana Korupsi;
(b) Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan
informasi adanya. dugaan telah terjadi Tindak Pidana Korupsi kepada penegak hukum yang
menangani perkara Tindak Pidana Korupsi;
(c) Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak
hukum yang menangani perkara Tindak Pidana Korupsi;
(d) Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan
kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;
(e) Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal:
Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b, dan c; dan diminta hadir
dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor,
saksi atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
6. Pembinaan dan Pengawasan Penanganan Kerugian Keuangan Desa
Berdasarkan karakteristik Desa, penanganan kerugian Desa diharapkan lebih
mengedepankan pada pola pembinaan dan pengawasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana pengaturan terkait pengelolaan
keuangan Desa menjadi bagian yang diatur dalam peraturan dimaksud.

Dengan mengingat karakteristik masyarakat Desa dan untuk memastikan pelaksanaan


pembangunan di Desa tetap berjalan, penanganan kerugian Desa mengedepankan
pendekatan integral antara pelaku dengan masyarakat Desa sebagai korban dari adanya
kerugian Desa untuk mencari solusi terbaik terhadap pengembalian kerugian kepada Desa.
 Penanganan kerugian Desa diharapkan dilakukan dalam ranah administratif, meskipun
pemerintah Desa telah terindikasi melakukan tindak pidana korupsi/ penggelapan dana.
 Aparat Penegak Hukum, dalam hal ini kepolisian, diharapkan menerapkan tindakan
diskresional (preventive strike), yaitu dengan mengembalikan proses penyelidikan
maupun penyidikan kasus korupsi/penggelapan dana APB Desa ke ranah administratif,
dengan batas waktu penanganan oleh APIP sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Pendekatan penanganan kerugian desa ini dilakukan untuk menghindari kerugian lebih
besar yang akan dialami oleh masyarakat Desa apabila kasus kerugian Desa
dilimpahkan ke pengadilan, karena pembangunan Desa akan terhambat.

Implementasi pendekatan penanganan kerugian Desa dengan tindakan diskresional (preventive


strike) memerlukan koordinasi dan sinergitas yang kuat baik secara vertikal maupun horizontal
antara APIP dan Kepolisian. Perlu ada nota kesepahaman antara APIP dan Kepolisian agar
tindakan diskresional dapat ditempuh pihak kepolisian dalam penanganan kasus tindak pidana
korupsi dan/atau penggelapan dana APB Desa.

Korupsi adalah tindakan jahat, tindakan hukum bagi pelaku menjadi hal yang tidak
dapat begitu saja dielakkan. Namun hal yang menjadi hak Desa perlu menjadi
pertimbangan dalam perolehannya kembali sebagai kerugian Desa.
Sebagai akibat dari pengembalian kerugian Desa tahun-tahun sebelumnya, maka dapat
dituliskan pada kode rekening:
Pendapatan:

Koreksi kesalahan belanja tahun-tahun anggaran


4 3 5 sebelumnya yang mengakibatkan penerimaan di kas Desa
pada tahun anggaran berjalan

Koreksi kesalahan belanja tahun-tahun anggaran


4 3 5 01 sebelumnya yang mengakibatkan penerimaan di kas Desa
pada tahun anggaran berjalan

Namun, bila hasil temuan kerugian Desa terhadap kegiatan yang berlangsung di tahun
berkenaan, maka pengembalian dapat langsung disetor kembali pada Rekening Kas
Desa dan dicatatkan pada Buku Kas Umum dengan mengoreksi kesalahan belanja
yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai