KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
i
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan bernegara yang termaktub dalam pembukaan Undang – Undang Dasar
1945 adalah menginginkan kondisi rakyat yang bahagia, makmur, adil, sentosa, dan lain
sebagainya. Dinamika perubahan regulasi dalam suatu negara bertujuan untuk
kesejahteraan rakyatnya, begitu pula perubahan sistem pemerintahan yang
memberlakukan desentralisasi dan otonomi daerah setelah reformasi yang pertama kali
diatur dengan undang – undang (UU) Nomor 22 tahun 1999, yang dalam perjalannannya
banyak mengalami perubahan hingga di tetapkan UU nomor 23 tahun 2014 (jo. UU
nomor 2 tahun 2015 dan jo. UU nomor 9 tahun 2015). Otonomi daerah adalah pemberian
kewenangan oleh pemeritah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan
menjalankan pembangunan di daerahnya. Hal ini dimaksudkan agar daerah memiliki
kesempatan untuk mengembangkan diri dan mewujudkan harapan masyarakat agar
dapat menikmati pelayanan publik yang lebih baik melalui kebijakan pembangunan di
daerah yang sesuai dengan kondisi dan keberadaan mereka. Provinsi, kabupaten atau
kota, dan desa merupakan kategori daerah otonom mulai dari tingkat teratas hingga
terbawah yang memiliki kesatuan masyarakat hukum dengan batas wilayah yang jelas
serta hak dan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Komitmen pemerintah tidak hanya dibuktikan dengan regulasi yang ada tetapi
didukung juga dengan sumber pendanaan, sumber dana desa setelah di berlakukannya
UU Desa secara umum terbagi dua yaitu penerimaan dana langsung dari pusat yang di
sebut Dana Desa (DD) dan dari transfer dana pusat melalui APBD yang dikenal dengan
Alokasi Dana Desa (ADD) dengan jumlah yang diperhitungan berdasarkan PP 43 tahun
2014. Pada tahun 2015 melalui APBNP 2015 anggaran dana desa sejumlah Rp20,76
triliun yang akan disalurkan ke 74.09311 desa di seluruh Indonesia dengan
1 Jumlah desa mengacu pada Permendagri No. 39 tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi
Pemerintahan
penyerapannya mencapai 82% sampai akhir tahun. Meski angka serapan masih rendah,
namun alokasi Dana Desa terus meningkat. Di tahun 2016 menjadi Rp 46,98 triliun,
kemudian Rp 60 triliun pada tahun 2017, dan direncanakan untuk tahun 2018 akan naik
dua kali lipat menjadi Rp 120 triliun.
Pemanfaatan dana desa (DD) yang bersumber dari pusat diatur berdasarkan Peraturan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes
PDTT) setiap tahunnya tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa yang isinya
secara umum tergolong atas dua Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa. ADD yang diterima oleh setiap desa akan dikelola secara langsung oleh pemerintah
desa. Berdasarkan PP 72 tahun 2005 tentang Desa bahwa 30% dari ADD dialokasikan
untuk biaya operasional pemerintah desa dan Badan PermusyawaratannDesa (BPD),
sedangkan 70% dari ADD tersebut dialokasikan untuk program atau kegiatan
pemberdayaan masyarakat desa. Setiap kabupaten di Indonesia memiliki kebijakan
2
tersendiri terkait proporsi DD dan ADD yang diterima oleh desa-desa dalam satuan
wilayah kabupaten tersebut.
2 ALokasi Dana Desa (DD) untuk Provinsi Sumatera Barat secara nasional 1,3 % setiap tahunnya pada tahun 2015
Provinsi Sumatera Barat mendapat Dana Desa Rp 267,003,839,000.- kemudian 2016 Rp 598,637,609,000.-; dan
2017 Rp 796,538,971,000.- dan 2018 direncanaan lebih besar lagi hampir dua kali lipat
3 Dana tersebut mengacu pada Perpres no. 36 tahun 2015 ttg. APBN 2015 lampiran 22 rincian dana desa menurut
Kab./Kota
4 Perpres no. 137 tahun 2015 ttg. APBN 2016 lampiran 20 rincian dana desa menurut Kab./Kota
5 Perpres no. 86 tahun 2017 ttg. APBN 2017 lampiran 28 rincian dana desa menurut Kab./Kota
6 http://berita.pesisirselatankab.go.id/berita/detail/dana-untuk-nagari-di-pessel-dari-apbn-rp-145-milyar [diakses
3
6) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
7) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber
dari APBN (jo. PP Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN
dan jo. PP Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari
APBN);
8) Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri;
9) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
10) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2015 tentang Rincian APBN Tahun
Anggaran 2015 pada Lampiran XXII Rincian Dana Desa menurut Kabupaten/Kota;
11) Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2015 tentang Rincian APBN Tahun
Anggaran 2016 pada Lampiran XX Rincian Dana Desa menurut Kabupaten/Kota;
12) Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2017 tentang Rincian APBN Tahun
Anggaran 2017 pada Lampiran XXVIII Rincian Dana Desa menurut
Kabupaten/Kota;
13)Keputusan Bersama Menteri Dalam Negri, Menteri Keuangan, Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Sosial Nomor
140-8698 Tahun 2017, Nomor 954/KMK.07/2017, Nomor 116 Tahun 2017, dan
Nomor 01/SKB/M.PPN/12/2017 tentang Penyelenggaraan dan Penguatan
Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2015
tentang Desa;
14) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman
Teknis Peraturan di Desa;
15) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa;
16) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Desa;
17) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyerahan Urusan Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa;
18) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan Musyawarah Desa;
19) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa;
20) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Desa;
4
21) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2015;
22) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2016;
23) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2017;
24) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2018;
25) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang PENGELOLAAN
Transfer ke Daerah dan Dana Desa;
26) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara
Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan dan Evaluasi Dana Desa;
27) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 263/PMK.05/2014 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah dan Dana Desa;
28) Peraturan Bupati Pesisir Selatan Nomor 17 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pembagian dan Penetapan Rincian Alokasi Dana Nagari yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Tahun
Anggaran 2015;
29)Peraturan Bupati Pesisir Selatan Nomor 20 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Nagari Setiap Nagari yang Bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di Kabupaten Pesisir Selatan
Tahun Anggaran 2015.
Tujuan dari kegiatan adalah melihat presentase pemanfaatan dana yang dikelola oleh
desa/nagari baik dibidang pembangunan fisik maupun sumberdaya manusianya.
5
3) Analisis kemanfaatan dan dampak yang ditimbulkan adanya dana desa yang
cukup banyak
4) Tindakan terbaik yang harus dilakukan dengan kondisi kekinian
5) Rekomendasi untuk kebijakan di lingkup Pemerintahan Daerah Kabupaten Pesisir
Selatan.
Sumber dana pelaksanaan pekerjaan ini berasal dari APBD Kabupaten Pesisir Selatan,
Tahun 2018.
6
II. METODOLOGI
2.1 Dest Study dan Transect Walk
Desk study dilakukan untuk memperoleh informasi serta analisis menyangkut lokasi
kegiatan. Desk study dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data sekunder
yang telah dipublikasikan oleh instansi terkait. Selain dokumen tersebut, informasi
tambahan juga diperlukan untuk melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan dalam
desk study. Untuk itu dilakukan in-depth interview dengan key informan dan pengambil
kebijakan.
Transect Walk merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menyusuri
suatu situs yang dijadikan obyek untuk diamati secara mendalam untuk mengetahui
kondisi sosial masyarakat. Ada dua poin yang harus diperhatikan dala hal ini yaitu
melakukan pemetaan dan pendampingan oleh pihak lokal. Dimana dalam melakukan
transect walk perlu adanya pihak lokal untuk mendampingi kia dalam melakukan
asesmen atau pihak lokal ini sebagai key person yang dipercaya masyarakat, yang
mengerti keadaan masyarakat setempat dan dapat diterima oleh mayasrakat tersebut,
dan juga pihak lokal ini pun dapat membantu untuk melakukan pemetaan.
Aktivitas utama yang harus dilakukan pada proses transect walk adalah:
1. Memilih nara sumber lokal yang dapat mengemukakan pandangan mereka dan
sumberdayanya. Sebaiknya terdapat kelompok terpisah antara laki-laki dan
perempuan karena kedua kelompok ini cenderung memberikan nilai pada sumber
daya yang berbeda. Kelompok dapat dibagi lagi ke dalam kategori berdasarkan
entik atau kasta. Proses pemilihan ini harus mencerminkan kepentingan
kelompok sosial yang beragam,
2. Memeriksa apakah nara sumber lokal memahami tujuan dari walk tersebut,
3. Bahas bersama nara sumber lokal tersebut terkait rute yang ingin mereka ikuti
dalam proses survei ini. Rute ini harus mencakup jenis utama sumber daya yang
tersedia di area tersebut. Dimulai dari ujung area dan perjalan pun dimulai.
Berhenti di topik utama atau jarak tertentu. Minta nara sumber lokal tersebut
untuk menggambarkan ciri utama dari sumber daya yang mereka lihat. Fasilitasi
diskusi dengan memberikan pertanyaan rinci dan dengan melakukan obervasi.
Catat rincian yang diberikan nara sumber lokal tersebut dan buat sketsa jika
dibutuhkan. Simpangkan dari jalan ketika dirasa berguna atau bahkan secara
acak, untuk mengamati area sekeliling dan untuk mengumpulkan informasi yang
relevan dan berguna. Wawancarai orang yang ditemui di perjalanan untuk
mendapatkan perspektif lain dari warga lokal. Setelah menyelesaikan transect
walk, siapkan sebuah diagram walk dengan menggunakan informasi yang telah
terkumpul. Diagram ini dapat disiapkan di atas kertas berukuran besar atau di
atas tanah. Di garis paling atas, gambarkan kawasan berbeda yang dikunjungi oleh
nara sumber lokal. Di sampingnya, tulis daftar minat (tumbuhan, penggunaan
lahan, permasalahan, dan lain-lain) lalu tulis keterangan terkait apa saja yang
diamati di setiap zona,
7
4. Analisis diagram penampang melintang dengan mengungkapkan pertanyaan
kunci, akan lebih akurat jika dapat menggambarkan diagram perubahan –
perubahan analisis yang dilakukan.
Istilah observasi berasal dan bahasa Latin yang berarti ”melihat” dan “memperhatikan”.
Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena
tersebut. Observasi menjadi bagian dalam penelitian berbagai disiplin ilmu, baik ilmu
eksakta maupun ilmu-ilmu sosial, Observasi dapat berlangsung dalam konteks
laboratoriurn (experimental) maupun konteks alamiah.
Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu
masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checkingin atau
pembuktian terhadap informasi / keterangan yang diperoleh sebelumnya.Sebagai
metode ilmiah observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan fenomena-
fenomena yang diselidiki secara sistematik. Dalam arti yang luas observasi sebenarnya
tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang dilakukan, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Dalam observasi deskriptif kajian ini bertujuan untuk mengungkap sejauh mana
keberadaan dana desa dapat mensejahterakan masyarakat yang ada di wilayah tersebut
selain itu objek sasaran yang adakn sering berinteraksi dalam pennelitian ini adalah
masyarakat yang terlibat dan disekitar pembangunan fasilitas yang dilakukan oleh
nagari/desa.
8
2.4 Rencana Kerja
Penelitian ini dilakukan di tiga nagari/desa yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan yang
menjadi lokasi sampel kajian penggunaan dana desa. Lokasi nagari/desa menjadi
perwakilan kawasan bagian utara, selatan dan bagian tengah administrasi kabupaten
diantaranya desa berada di Kecamatan Koto IX Tarusan, Kecamatan Sutera dan
Kecamatan Silaut yang masing – masingnya diambil sati nagari perkecamatan yang
menjadi object sampel kajian. Kajian direncanakan dilaksanakan selama 5 (lima) bulan
untuk dengan tahapan pengumpulan data sekunder dari nagari dilanjutkan analisis data
yang ada kemudian dilakukan verifikasi lapangan dan melihat kepuasan masyarakat
terhadap fasilitas ada di nagari/desa tahapan secara umum dapat dilihat pada gambar
berikut.
Kesimpulan dan
Rekomendasi
Analisis dan
compile materi
Observasi Langan
Analisis dokumen
dan Kebijakan
Dokumen Nagari
pendukung kajian
9
III. KONDISI UMUM LOKASI KAJIAN
3.1 Regulasi dan Kebijakan Daerah
Desa sebagai daerah otonom yang berada pada tingkatan terendah secara otomatis akan
menjadi objek dari berlangsungnya sistem desentralisasi fiskal yang diperoleh dari
pemerintah...................................
10
Luas Wilayah
No Kecamatan Nagari Kampung Persentase
(Km²)
12 IV Jurai 20 52 373,80 6,50
13 Bayang 17 45 77,50 1,35
14 IV Nagri Bayang Utara 6 17 250,74 4,36
15 Koto XI Tarusan 23 51 425,63 7,40
Jumlah 182 480 5749,89 100,00
Sumber : Kabupaten Pesisir Selatan Dalam Angka, 2017
Dari Tabel 1 diatas, diketahui bahwa kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan
Lengayang (590,60 Km²) dan Kecamatan Ranah Pesisir (564,39 Km²) serta Kecamatan
Lunang (564,00 Km²). Sedangkan Kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah
Kecamatan Bayang dengan luas (77,50 Km²) dan Kecamatan IV Nagari Bayang Utara
dengan luas (250,74 Km²). Dari jumlah nagari dan kampung, Kecamatan Koto XI Tarusan
merupakan nagari yang terbanyak yaitu, mempunyai 23 (dua puluh tiga) nagari dan 51
(lima puluh satu) kampung. Kecamatan IV Jurai merupakan Kecamatan yang mempunyai
nagari terbanyak kedua setelah Kecamatan Koto XI Tarusan yaitu 20 (dua puluh) nagari
dan 52 (lima puluh dua) kampung, sedangkan Kecamatan IV Nagari Bayang Utara
merupakan kecamatan yang memiliki nagari terkecil yaitu 6 (enam) nigari dan 17 (tujuh
belas) kampung.
11
Kecamatan terbanyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Lengayang dengan
52.538 jiwa. Adapun kecamatan yang kepadatan penduduknya tertinggi adalah
Kecamatan Bayang yaitu 475,21 jiwa/km2. Kecamatan yang paling kecil jumlah
penduduknya (7.289 jiwa) dan sekaligus paling rendah kepadatannya (29,07 jiwa/km2)
adalah Kecamatan IV Nagari Bayang Utara.
Menurut survei yang dilakukan BPS, 56,74 persen dari penduduk Kab. Pesisir Selatan
berumur 15 tahun keatas yang merupakan angkatan kerja adalah bekerja atau sementara
tidak bekerja tetapi sebenarnya mempunyai pekerjaan. Sementara sebesar 43,26 persen
dari penduduk Kabupaten Pesisir Selatan berumur 15 tahun keatas adalah bukan
angkatan kerja, termasuk didalamnya adalah orang yang bersekolah sebesar 9,79 persen,
mengurus rumah tangga sebesar 24,94 persen dan lain-lain sebesar 8,51persen.
Tabel 3 Jumlah penduduk berumur > 15 tahun menurut jenis kegiatan utama tahun
Kabupaten Pesisir Selatan2012 - 2015
Jumlah Penduduk
Kegiatan Utama
2012*) 2013*) 2014**) 2015**)
1 Angkatan Kerja 178.279 173.096 185.773 176.530
- Bekerja 162.406 153.999 167.977 155.894
- Pengangguran 15.873 19.097 17.796 20.636
2 Bukan Angkatan Kerja 122.128 130.761 121.625 134.578
- Sekolah 35.251 32.358 33.041 30.477
- Lainnya 86.877 98.403 88.584 104.101
Jumlah 300.407 303.857 307.398 311.108
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8,90% 11,03% 9,58% 11,69%
Persentase Angkatan Kerja 59,35% 56,97% 60,43% 56,74%
Catatan : *merupakan hasil backcasting dengan menggunakan penimbang proyeksi penduduk 2010 – 2035
dalam Kabupaten Pesisir Selatan 2017 data BPS
**menggunakan penimbang hasil proyeksi tahun 2010 – 2035 dalam Kabupaten Pesisir Selatan
2017 data BPS
Sumber : survey angkatan kerja Nasional Agustus dalam Kabupaten Pesisir Selatan 2017 data BPS
12
IV. KEGIATAN YANG TELAH DILAKUKAN
4.1 ........................................
4.2 ........................................
4.3 ........................................
4.4 ........................................
13