Anda di halaman 1dari 15

COVER

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

i
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan bernegara yang termaktub dalam pembukaan Undang – Undang Dasar
1945 adalah menginginkan kondisi rakyat yang bahagia, makmur, adil, sentosa, dan lain
sebagainya. Dinamika perubahan regulasi dalam suatu negara bertujuan untuk
kesejahteraan rakyatnya, begitu pula perubahan sistem pemerintahan yang
memberlakukan desentralisasi dan otonomi daerah setelah reformasi yang pertama kali
diatur dengan undang – undang (UU) Nomor 22 tahun 1999, yang dalam perjalannannya
banyak mengalami perubahan hingga di tetapkan UU nomor 23 tahun 2014 (jo. UU
nomor 2 tahun 2015 dan jo. UU nomor 9 tahun 2015). Otonomi daerah adalah pemberian
kewenangan oleh pemeritah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan
menjalankan pembangunan di daerahnya. Hal ini dimaksudkan agar daerah memiliki
kesempatan untuk mengembangkan diri dan mewujudkan harapan masyarakat agar
dapat menikmati pelayanan publik yang lebih baik melalui kebijakan pembangunan di
daerah yang sesuai dengan kondisi dan keberadaan mereka. Provinsi, kabupaten atau
kota, dan desa merupakan kategori daerah otonom mulai dari tingkat teratas hingga
terbawah yang memiliki kesatuan masyarakat hukum dengan batas wilayah yang jelas
serta hak dan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri.

Tahun 2014 merupakan tahun yang sangat bersejarah bagi perjalanan


pemerinhatan desa dimana pemerintah dan DPR sepakat untuk merevisi UU no. 32 tahun
2004 menjadi tiga UU yang terpisah tetapi tetap terkait yaitu UU Pemerintahan Daerah,
UU Pemilihan Kepala Daerah dan UU Desa. Dengan disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, diharapkan segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa dapat
diakomodir dengan lebih baik. Pemberian kesempatan yang lebih besar bagi desa untuk
mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pemerataan pelaksanaan pembangunan
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa,
sehingga permasalahan seperti kesenjangan antar wilayah, kemiskinan, dan masalah
sosial budaya lainnya dapat diminimalisir. Pada hakikatnya UU Desa memiliki visi dan
rekayasa yang memberikan kewenangan luas kepada desa di bidang penyelenggaraan
pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa,
dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan adat istiadat desa.

Komitmen pemerintah tidak hanya dibuktikan dengan regulasi yang ada tetapi
didukung juga dengan sumber pendanaan, sumber dana desa setelah di berlakukannya
UU Desa secara umum terbagi dua yaitu penerimaan dana langsung dari pusat yang di
sebut Dana Desa (DD) dan dari transfer dana pusat melalui APBD yang dikenal dengan
Alokasi Dana Desa (ADD) dengan jumlah yang diperhitungan berdasarkan PP 43 tahun
2014. Pada tahun 2015 melalui APBNP 2015 anggaran dana desa sejumlah Rp20,76
triliun yang akan disalurkan ke 74.09311 desa di seluruh Indonesia dengan

1 Jumlah desa mengacu pada Permendagri No. 39 tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi
Pemerintahan
penyerapannya mencapai 82% sampai akhir tahun. Meski angka serapan masih rendah,
namun alokasi Dana Desa terus meningkat. Di tahun 2016 menjadi Rp 46,98 triliun,
kemudian Rp 60 triliun pada tahun 2017, dan direncanakan untuk tahun 2018 akan naik
dua kali lipat menjadi Rp 120 triliun.

Banyaknya kucuran dana yang mengalir kedesa menimbulkan dampak yang


positif dan negatif bagi desa, aparat desa dan masyarakat desa. Dengan banyaknya dana
desa maka fasilitas sarana dan prasarana kian berkembang pesat, namun disisi lain
dengan banyaknya dana desa, cukup banyak potensi korupsi dalam tiap tahapan
penyaluran dana desa, mulai dari proses perencanaan hingga tahap monitoring dan
evaluasi seperti yang terlihat dalam gambar berikut:

Gambar 1 Analisis potensi korupsi dalam tahapan penyaluran dana desa.

Pemanfaatan dana desa (DD) yang bersumber dari pusat diatur berdasarkan Peraturan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes
PDTT) setiap tahunnya tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa yang isinya
secara umum tergolong atas dua Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa. ADD yang diterima oleh setiap desa akan dikelola secara langsung oleh pemerintah
desa. Berdasarkan PP 72 tahun 2005 tentang Desa bahwa 30% dari ADD dialokasikan
untuk biaya operasional pemerintah desa dan Badan PermusyawaratannDesa (BPD),
sedangkan 70% dari ADD tersebut dialokasikan untuk program atau kegiatan
pemberdayaan masyarakat desa. Setiap kabupaten di Indonesia memiliki kebijakan

2
tersendiri terkait proporsi DD dan ADD yang diterima oleh desa-desa dalam satuan
wilayah kabupaten tersebut.

Kabupaten Pesisir Selatan merupakan pemanfaat DD dengan persentasi yang


terbesar di Provinsi Sumatera Barat 19 %2 dari total anggaran Dana Desa yang didapat
oleh provinsi deserahkan ke desa – desa yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan. Nominal
yang didapat setiap tahunnya oleh Kabupaten Pesisir Selatan bervariasi namun
anggkanya cendrung naik, pada tahun 2015 DD yang diperoleh sebanyak 50,35 3 milyar
sedangkan pada tahun 2016 mengalami peningkatan menjadi 112,964 milyar begitu juga
pada tahun 2017 mencapai 143,905 milyar dan 2018 berdasarkan rencana alokasi APBN
2018 didapat 145,716 milyar. Nominal – nominal tersebut sungguh fantastis, belum lagi
penambahan alokasi ADD sehingga desa memiliki nominal uang yang cukup untuk
mensejahterakan rakyat yang ada dalam wilayah tersebut.

Istilah desa khususnya di Provinsi Sumatera Barat berubah menjadi nagari,


Kabupaten Pesisir selatan memiliki 182 nagari dengan jumlah kampung 480.
Pemanfaatan Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD) masih banyak bergerak
pada pembangunan fisik dibandingkan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Hal ini akan
menimbulkan permasalahan sosial dimana sarana prasana cepat berkembang sedangkan
masyarakatnya masih belum bisa menyeimbanginya sehingga sarana yang ada hanya
bertahan sebentar saja karena kurangnya rasa memiliki akan sarana tersebut.

1.2 Dasar Hukum Pelaksanaan


1) Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
2) Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
3) Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (jo. UU
Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang – Undang;
dan jo. UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah);
4) Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota (jo. UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang);
5) Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;

2 ALokasi Dana Desa (DD) untuk Provinsi Sumatera Barat secara nasional 1,3 % setiap tahunnya pada tahun 2015
Provinsi Sumatera Barat mendapat Dana Desa Rp 267,003,839,000.- kemudian 2016 Rp 598,637,609,000.-; dan
2017 Rp 796,538,971,000.- dan 2018 direncanaan lebih besar lagi hampir dua kali lipat
3 Dana tersebut mengacu pada Perpres no. 36 tahun 2015 ttg. APBN 2015 lampiran 22 rincian dana desa menurut

Kab./Kota
4 Perpres no. 137 tahun 2015 ttg. APBN 2016 lampiran 20 rincian dana desa menurut Kab./Kota
5 Perpres no. 86 tahun 2017 ttg. APBN 2017 lampiran 28 rincian dana desa menurut Kab./Kota
6 http://berita.pesisirselatankab.go.id/berita/detail/dana-untuk-nagari-di-pessel-dari-apbn-rp-145-milyar [diakses

21 april 2018 pukul 19:02 WIB]

3
6) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
7) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber
dari APBN (jo. PP Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN
dan jo. PP Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari
APBN);
8) Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri;
9) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
10) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2015 tentang Rincian APBN Tahun
Anggaran 2015 pada Lampiran XXII Rincian Dana Desa menurut Kabupaten/Kota;
11) Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2015 tentang Rincian APBN Tahun
Anggaran 2016 pada Lampiran XX Rincian Dana Desa menurut Kabupaten/Kota;
12) Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2017 tentang Rincian APBN Tahun
Anggaran 2017 pada Lampiran XXVIII Rincian Dana Desa menurut
Kabupaten/Kota;
13)Keputusan Bersama Menteri Dalam Negri, Menteri Keuangan, Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Sosial Nomor
140-8698 Tahun 2017, Nomor 954/KMK.07/2017, Nomor 116 Tahun 2017, dan
Nomor 01/SKB/M.PPN/12/2017 tentang Penyelenggaraan dan Penguatan
Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2015
tentang Desa;
14) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman
Teknis Peraturan di Desa;
15) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa;
16) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Desa;
17) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyerahan Urusan Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa;
18) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan Musyawarah Desa;
19) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa;
20) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Desa;

4
21) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2015;
22) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2016;
23) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2017;
24) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2018;
25) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang PENGELOLAAN
Transfer ke Daerah dan Dana Desa;
26) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara
Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan dan Evaluasi Dana Desa;
27) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 263/PMK.05/2014 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah dan Dana Desa;
28) Peraturan Bupati Pesisir Selatan Nomor 17 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pembagian dan Penetapan Rincian Alokasi Dana Nagari yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Tahun
Anggaran 2015;
29)Peraturan Bupati Pesisir Selatan Nomor 20 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Nagari Setiap Nagari yang Bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di Kabupaten Pesisir Selatan
Tahun Anggaran 2015.

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud diadakannya kegiatan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
pemerintahan desa/nagari melakukan implementasi pembangunan untuk
mensejahterakan masyarakat di wilayahnya, dengan banyaknya kucuran dana yang
dikelola oleh pemerintahan desa/nagari.

Tujuan dari kegiatan adalah melihat presentase pemanfaatan dana yang dikelola oleh
desa/nagari baik dibidang pembangunan fisik maupun sumberdaya manusianya.

1.4 Ruang Lingkup Kegiatan


Ruang lingkup kegiatan daam pekerjaan Pengkajian Pemanfaatan Dana Desa di
Kabupaten Pesisir Selatan adalah :

1) Pengenalan dan pengkajian wilayah rencana


2) Identifikasi, pemahaman dan pengkajian terhadap parameter yang berpengaruh
terhadap dana desa

5
3) Analisis kemanfaatan dan dampak yang ditimbulkan adanya dana desa yang
cukup banyak
4) Tindakan terbaik yang harus dilakukan dengan kondisi kekinian
5) Rekomendasi untuk kebijakan di lingkup Pemerintahan Daerah Kabupaten Pesisir
Selatan.

1.5 Lokasi, Waktu dan Sumber Dana Kegiatan


Lokasi kegiatan meliputi wilayah Kabupaten Pesisir Selatan yaitu pada Kecamatan Silaut
(Nagari Sungai Pulai), Kecamatan Sutera (Nagari Taratak) dan Kecamatan Tarusan
(..............), pelaksanaan kegiatan dimulai dari pekerjaan persiapan, koordinasi, orientasi
lapangan, sosialisasi, penyusunan rencana kegiatan dan pelaksanaan, diperlukan waktu
selama 5 bulan, terhitung sejak Mei 2018 s/d Oktober 2018. Untuk setiap kecamatan
diambil satu desa/nagari sebagai object studi.

Sumber dana pelaksanaan pekerjaan ini berasal dari APBD Kabupaten Pesisir Selatan,
Tahun 2018.

6
II. METODOLOGI
2.1 Dest Study dan Transect Walk
Desk study dilakukan untuk memperoleh informasi serta analisis menyangkut lokasi
kegiatan. Desk study dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data sekunder
yang telah dipublikasikan oleh instansi terkait. Selain dokumen tersebut, informasi
tambahan juga diperlukan untuk melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan dalam
desk study. Untuk itu dilakukan in-depth interview dengan key informan dan pengambil
kebijakan.

Transect Walk merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menyusuri
suatu situs yang dijadikan obyek untuk diamati secara mendalam untuk mengetahui
kondisi sosial masyarakat. Ada dua poin yang harus diperhatikan dala hal ini yaitu
melakukan pemetaan dan pendampingan oleh pihak lokal. Dimana dalam melakukan
transect walk perlu adanya pihak lokal untuk mendampingi kia dalam melakukan
asesmen atau pihak lokal ini sebagai key person yang dipercaya masyarakat, yang
mengerti keadaan masyarakat setempat dan dapat diterima oleh mayasrakat tersebut,
dan juga pihak lokal ini pun dapat membantu untuk melakukan pemetaan.

Aktivitas utama yang harus dilakukan pada proses transect walk adalah:

1. Memilih nara sumber lokal yang dapat mengemukakan pandangan mereka dan
sumberdayanya. Sebaiknya terdapat kelompok terpisah antara laki-laki dan
perempuan karena kedua kelompok ini cenderung memberikan nilai pada sumber
daya yang berbeda. Kelompok dapat dibagi lagi ke dalam kategori berdasarkan
entik atau kasta. Proses pemilihan ini harus mencerminkan kepentingan
kelompok sosial yang beragam,
2. Memeriksa apakah nara sumber lokal memahami tujuan dari walk tersebut,
3. Bahas bersama nara sumber lokal tersebut terkait rute yang ingin mereka ikuti
dalam proses survei ini. Rute ini harus mencakup jenis utama sumber daya yang
tersedia di area tersebut. Dimulai dari ujung area dan perjalan pun dimulai.
Berhenti di topik utama atau jarak tertentu. Minta nara sumber lokal tersebut
untuk menggambarkan ciri utama dari sumber daya yang mereka lihat. Fasilitasi
diskusi dengan memberikan pertanyaan rinci dan dengan melakukan obervasi.
Catat rincian yang diberikan nara sumber lokal tersebut dan buat sketsa jika
dibutuhkan. Simpangkan dari jalan ketika dirasa berguna atau bahkan secara
acak, untuk mengamati area sekeliling dan untuk mengumpulkan informasi yang
relevan dan berguna. Wawancarai orang yang ditemui di perjalanan untuk
mendapatkan perspektif lain dari warga lokal. Setelah menyelesaikan transect
walk, siapkan sebuah diagram walk dengan menggunakan informasi yang telah
terkumpul. Diagram ini dapat disiapkan di atas kertas berukuran besar atau di
atas tanah. Di garis paling atas, gambarkan kawasan berbeda yang dikunjungi oleh
nara sumber lokal. Di sampingnya, tulis daftar minat (tumbuhan, penggunaan
lahan, permasalahan, dan lain-lain) lalu tulis keterangan terkait apa saja yang
diamati di setiap zona,

7
4. Analisis diagram penampang melintang dengan mengungkapkan pertanyaan
kunci, akan lebih akurat jika dapat menggambarkan diagram perubahan –
perubahan analisis yang dilakukan.

2.2 Observasi Deskriptif


Merupakan metode yang umum dalam mengkaji suatu permasalahan ditengah – tengah
masyarakat dengan cara survei menggunakan kuisioner dan memanfaatkan laporan –
laporan kajian sebelumnya sebagai literasi dalam membangun dan menarik hipotesa
serta kesimpulan awal selanjutnya diteruskan sebagai kerangka kerja prioritas.

Istilah observasi berasal dan bahasa Latin yang berarti ”melihat” dan “memperhatikan”.
Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena
tersebut. Observasi menjadi bagian dalam penelitian berbagai disiplin ilmu, baik ilmu
eksakta maupun ilmu-ilmu sosial, Observasi dapat berlangsung dalam konteks
laboratoriurn (experimental) maupun konteks alamiah.

Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu
masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checkingin atau
pembuktian terhadap informasi / keterangan yang diperoleh sebelumnya.Sebagai
metode ilmiah observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan fenomena-
fenomena yang diselidiki secara sistematik. Dalam arti yang luas observasi sebenarnya
tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang dilakukan, baik secara langsung maupun
tidak langsung.

Dalam observasi deskriptif kajian ini bertujuan untuk mengungkap sejauh mana
keberadaan dana desa dapat mensejahterakan masyarakat yang ada di wilayah tersebut
selain itu objek sasaran yang adakn sering berinteraksi dalam pennelitian ini adalah
masyarakat yang terlibat dan disekitar pembangunan fasilitas yang dilakukan oleh
nagari/desa.

2.3 Analisis Data


Metode analitik yang dimaksudkan disini adalah menganalisis sistem keuangan yang ada
di nagari/desa dari mulai perencanaan, proses penetapan, eksekusi, pengerjaan dan
evaluasi dari pekerjaan hasil dana desa. Analisis terhadap tingkat kepuasan masyarakat
akan pembangunan yang ada di nagari/desa yang bersumber dari dana desa baik itu
danan pusat maupun kabupaten.

2.3 Focus Group Disscussion


Fokus Group Discussions (FGD) dilakukan dengan perangkat pemerintah nagari,
kecamatan dan kabupaten serta pemuka masyarakat didalam kawasan lokasi studi untuk
mengali informasi terkait pemanfaatan dana desa.

8
2.4 Rencana Kerja
Penelitian ini dilakukan di tiga nagari/desa yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan yang
menjadi lokasi sampel kajian penggunaan dana desa. Lokasi nagari/desa menjadi
perwakilan kawasan bagian utara, selatan dan bagian tengah administrasi kabupaten
diantaranya desa berada di Kecamatan Koto IX Tarusan, Kecamatan Sutera dan
Kecamatan Silaut yang masing – masingnya diambil sati nagari perkecamatan yang
menjadi object sampel kajian. Kajian direncanakan dilaksanakan selama 5 (lima) bulan
untuk dengan tahapan pengumpulan data sekunder dari nagari dilanjutkan analisis data
yang ada kemudian dilakukan verifikasi lapangan dan melihat kepuasan masyarakat
terhadap fasilitas ada di nagari/desa tahapan secara umum dapat dilihat pada gambar
berikut.

Kesimpulan dan
Rekomendasi

Analisis dan
compile materi

Focus Group Discution


(FDG) Stakeholder
terkait

Observasi Langan

Analisis dokumen
dan Kebijakan

Dokumen Nagari
pendukung kajian

Gambar 2 Rencana kerja evaluasi dana desa

9
III. KONDISI UMUM LOKASI KAJIAN
3.1 Regulasi dan Kebijakan Daerah
Desa sebagai daerah otonom yang berada pada tingkatan terendah secara otomatis akan
menjadi objek dari berlangsungnya sistem desentralisasi fiskal yang diperoleh dari
pemerintah...................................

3.2 Kondisi Geografis


Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu dari 19 Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Barat dan terletak di bagian Selatan Provinsi Sumatera Barat. Secara geografis
Kabupaten Pesisir Selatan terletak pada koordinat 0° 59’- 2° 28,6’ Lintang Selatan dan
100° 19’ - 101° 18’ Bujur Timur, dan memiliki luas wilayah ± 5.794,89 km² atau sebesar
13,70 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Barat, termasuk di dalamnya sekitar 25
pulau (kecil), serta luas perairan (laut) ± 84,312 km² dengan panjang pantai ± 234 km
yang memiliki 47 pulau-pulau kecil dengan luas ± 1.212,67 km². Kabupaten ini dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 daerah ini menjadi Kabupaten
Pesisir Selatan Kerinci. Tahun 1957 dengan lepasnya Kerinci menjadi kabupaten sendiri
di bawah provinsi Jambi, namanya berubah menjadi Pesisir Selatan. Untuk kondisi
topografi atau ketinggian tanah berkisar antara 0 – 1.000 meter di atas permukaan laut
(dpl). Daerah ini merupakan dataran rendah dan berbukit, yang merupakan
perpanjangan dari Bukit Barisan. Batas-batas wilayah Kabupaten Pesisir Selatan secara
geografis sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Padang;


 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Muko-Muko (Provinsi Bengkulu);
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Solok, Solok Selatan dan Kerinci
(Provinsi Jambi); dan
 Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.
Sedangkan secara administrasi terdiri dari 15 Kecamatan dan 182 Nagari, lebih jelasnya
mengenai letak dan luas wilayah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas Berdasarkan Kecamatan


Luas Wilayah
No Kecamatan Nagari Kampung Persentase
(Km²)
1 Silaut 10 27 365,50 6,36
2 Lunang 10 28 564,00 9,81
3 Basa IV Balai Tapan 10 20 300,93 5,23
4 Ranah IV Hulu Tapan 10 20 376,57 6,55
5 Pacung Soal 10 24 426,10 7,41
6 Airpura 10 20 314,00 5,46
7 Linggo Sari Baganti 16 43 315,41 5,49
8 Ranah Pesisir 10 27 564,39 9,82
9 Lengayang 9 45 590,60 10,27
10 Sutera 12 32 445,65 7,75
11 Batang Kapas 9 29 359,07 6,24

10
Luas Wilayah
No Kecamatan Nagari Kampung Persentase
(Km²)
12 IV Jurai 20 52 373,80 6,50
13 Bayang 17 45 77,50 1,35
14 IV Nagri Bayang Utara 6 17 250,74 4,36
15 Koto XI Tarusan 23 51 425,63 7,40
Jumlah 182 480 5749,89 100,00
Sumber : Kabupaten Pesisir Selatan Dalam Angka, 2017

Dari Tabel 1 diatas, diketahui bahwa kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan
Lengayang (590,60 Km²) dan Kecamatan Ranah Pesisir (564,39 Km²) serta Kecamatan
Lunang (564,00 Km²). Sedangkan Kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah
Kecamatan Bayang dengan luas (77,50 Km²) dan Kecamatan IV Nagari Bayang Utara
dengan luas (250,74 Km²). Dari jumlah nagari dan kampung, Kecamatan Koto XI Tarusan
merupakan nagari yang terbanyak yaitu, mempunyai 23 (dua puluh tiga) nagari dan 51
(lima puluh satu) kampung. Kecamatan IV Jurai merupakan Kecamatan yang mempunyai
nagari terbanyak kedua setelah Kecamatan Koto XI Tarusan yaitu 20 (dua puluh) nagari
dan 52 (lima puluh dua) kampung, sedangkan Kecamatan IV Nagari Bayang Utara
merupakan kecamatan yang memiliki nagari terkecil yaitu 6 (enam) nigari dan 17 (tujuh
belas) kampung.

3.3 Demografi dan Sosial Ekonomi


Pada tahun 2016, penduduk Kabupaten Pesisir Selatan mencapai 453.822 jiwa, naik
sejumlah 3.636 jiwa dari tahun sebelumnya. Dengan demikian kepadatannya pun
bertambah dari 78,29 jiwa/km2 menjadi 78,93 jiwa/km2

Tabel 2 Jumlah Nagari, Penduduk dan Kepadatan Penduduk


Luas Wilayah Jumlah Kepadatan
No Kecamatan Nagari Kampung
(Km²) Penduduk (Jiwa/Km2)
1 Silaut 10 27 365,50 14 649 38,66
2 Lunang 10 28 564,00 21 077 36,43
3 Basa IV Balai Tapan 10 20 300,93 13 643 36,89
4 Ranah IV Hulu Tapan 10 20 376,57 14 872 46,57
5 Pacung Soal 10 24 426,10 26 012 59,73
6 Airpura 10 20 314,00 15 736 49,06
7 Linggo Sari Baganti 16 43 315,41 44 835 140,97
8 Ranah Pesisir 10 27 564,39 30 330 53,86
9 Lengayang 9 45 590,60 52 538 88,97
10 Sutera 12 32 445,65 49 929 110,56
11 Batang Kapas 9 29 359,07 31 438 87,53
12 IV Jurai 20 52 373,80 46 106 122,20
13 Bayang 17 45 77,50 36 829 776,71
14 IV Nagri Bayang Utara 6 17 250,74 7 289 29,17
15 Koto XI Tarusan 23 51 425,63 48 539 114,16
Jumlah 182 480 5749,89 453 822 78,29
Sumber : Kabupaten Pesisir Selatan Dalam Angka, 2017

11
Kecamatan terbanyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Lengayang dengan
52.538 jiwa. Adapun kecamatan yang kepadatan penduduknya tertinggi adalah
Kecamatan Bayang yaitu 475,21 jiwa/km2. Kecamatan yang paling kecil jumlah
penduduknya (7.289 jiwa) dan sekaligus paling rendah kepadatannya (29,07 jiwa/km2)
adalah Kecamatan IV Nagari Bayang Utara.
Menurut survei yang dilakukan BPS, 56,74 persen dari penduduk Kab. Pesisir Selatan
berumur 15 tahun keatas yang merupakan angkatan kerja adalah bekerja atau sementara
tidak bekerja tetapi sebenarnya mempunyai pekerjaan. Sementara sebesar 43,26 persen
dari penduduk Kabupaten Pesisir Selatan berumur 15 tahun keatas adalah bukan
angkatan kerja, termasuk didalamnya adalah orang yang bersekolah sebesar 9,79 persen,
mengurus rumah tangga sebesar 24,94 persen dan lain-lain sebesar 8,51persen.

Tabel 3 Jumlah penduduk berumur > 15 tahun menurut jenis kegiatan utama tahun
Kabupaten Pesisir Selatan2012 - 2015
Jumlah Penduduk
Kegiatan Utama
2012*) 2013*) 2014**) 2015**)
1 Angkatan Kerja 178.279 173.096 185.773 176.530
- Bekerja 162.406 153.999 167.977 155.894
- Pengangguran 15.873 19.097 17.796 20.636
2 Bukan Angkatan Kerja 122.128 130.761 121.625 134.578
- Sekolah 35.251 32.358 33.041 30.477
- Lainnya 86.877 98.403 88.584 104.101
Jumlah 300.407 303.857 307.398 311.108
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8,90% 11,03% 9,58% 11,69%
Persentase Angkatan Kerja 59,35% 56,97% 60,43% 56,74%
Catatan : *merupakan hasil backcasting dengan menggunakan penimbang proyeksi penduduk 2010 – 2035
dalam Kabupaten Pesisir Selatan 2017 data BPS
**menggunakan penimbang hasil proyeksi tahun 2010 – 2035 dalam Kabupaten Pesisir Selatan
2017 data BPS
Sumber : survey angkatan kerja Nasional Agustus dalam Kabupaten Pesisir Selatan 2017 data BPS

3.4 Sarana Prasarana Pendukung


Dadadad

12
IV. KEGIATAN YANG TELAH DILAKUKAN
4.1 ........................................
4.2 ........................................
4.3 ........................................
4.4 ........................................

13

Anda mungkin juga menyukai