SKRIPSI
OLEH
ALI HUSEIN RAFSANJANI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah
untuk Memenuhi Sebagian Syarat
guna Mencapai Gelar Sarjana
dalam Ilmu Syariah
Oleh:
Ali Husein Rafsanjani
(190102010033)
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
ii
Lampiran 1 : Sertifikat Bebas Plagiasi
iii
Lampiran 2 : Lembar Bimbingan Skripsi
iv
v
PERSETUJUAN
Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam
Fakultas Syariah
UIN Antasari Banjarmasin,
vi
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “Pembagian Waris yang Meniadakan Harta Bersama (Studi
Kasus Kecamatan Kertak Hanyar)”, ditulis Oleh Ali Husein Rafsanjani, telah
diujikan dalam Sidang Tim Penguji Skripsi Fakultas Syariah UIN Antasari
Banjarmasin Pada:
Hari :
Tanggal :
Dinyatakan LULUS dengan predikat:
Tim Penguji
Nama Tanda Tangan
1.
1.
(Ketua)
2.
2.
(Anggota)
3.
3.
(Anggota)
4.
4.
(Anggota)
vii
ABSTRAK
Ali Husein Rafsanjani. Pembagian Waris yang Meniadakan Harta bersama (Studi
Kasus Kecamatan Kertak Hanyar). Skripsi, Pembimbing: Farihatni Mulyati, S.Ag.,
M.H.I., pada Program Studi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Al-Syakhṣiyyah),
Fakultas Syariah UIN Antasari. 2023.
viii
MOTTO
“Jangan bandingkan proses dirimu dengan orang lain, karena bunga yang tumbuh
“Yakinlah, ada sesuatu yang menantimu setelah banyak kesabaran (yang kau
jalani), yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa
ix
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini penyusun persembahkan kepada orang tua tercinta dan
x
PEDOMAN TRANSLITER ARAB-INDONESIA
Transliterasi kata Arab ke dalam huruf Latin dalam skripsi ini berpedoman
pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
0593/1987.
I. Konsonan tunggal
ب ba B be
ت ta’ T te
ج jim J je
د dal D de
ر ra’ R er
س sin S es
xi
ع ‘ain ‘ koma terbalik di atas
غ gain g ge
ف fa’ f ef
ق qaf q qi
ك kaf k ka
و waw w we
ه ha’ h ha
ي ya’ y ye
dengan h
xii
المكتبة الجميلة ditulis al-maktabah al-jami>lah
Kasrah ditulis i
َ
َ
Dammah ditulis u
V. Vokal panjang
fathah + alif ditulis a>
1
كاملة ditulis ka>milah
fathah + ya mati ditulis a>
2
صلى ditulis s}alla>
kasrah + ya mati ditulis i>
3
شديد ditulis syadi>d
dammah + wawu
ditulis u>
4 mati
ditulis s}udu>r
صدور
xiii
األوتاد وفرعون ذي ditulis wa fir’auna z\i al-auta>d
VII. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan
apostrof
أأنتم أشد خلقا ditulis a’antum asyaddu khalqan
xiv
KATA PENGANTAR
الرحيــم
ّ الرحمن
ّ بــسم هللا
Segala puji hanyalah bagi Allah Swt., atas segala limpahan karunia, nikmat,
dan petunjuk-Nya sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat
serta salam selalu kita haturkan kepada panutan Nabi Besar Muhammad Saw.,
keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau hingga akhir zaman. Lepas dari khilaf
skripsi yang berjudul “Pembagian Waris Yang Meniadakan Harta Bersama (Studi
Kasus Kecamatan Kertak Hanyar)”, sebagai salah satu syarat guna memperoleh
gelar strata satu Sarjana Hukum, pada Fakultas Syariah UIN Antasari Banjarmasin.
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak yang telah menyumbangkan pikiran,
waktu, tenaga dan sebagainya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan setulus
2. Ibu Dr. Hj. Amelia Rahmaniah, M.H. selaku Dekan Fakultas Syariah UIN
Antasari Banjarmasin
3. Bapak Abdul Hafiz Sairazi, S.H.I, M.H.I dan Bapak H. Rahmat Fadillah, S.H.I,
M.H., selaku ketua dan sekretaris program studi Hukum Keluarga Islam,
xv
4. Ibu Farihatni Mulyati, S.Ag., M.H.I., selaku dosen pembimbing yang telah
menyelesaikan skripsi.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah UIN Antasari Banjarmasin yang telah
7. Ibu dan Bapakku, terima kasih atas doa, cinta dan pengorbanan yang tidak
terkait. Akhir kata penulis mengharapkan ampunan dan Ridha Allah Swt., semoga
karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan menambah
xvi
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN................................................................................................... vi
MOTTO ................................................................................................................ ix
PERSEMBAHAN.................................................................................................. x
A. Kesimpulan......................................................................................... 67
B. Saran ................................................................................................... 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 72
xviii
DAFTAR TABEL
xix
DAFTAR LAMPIRAN
xx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, tertib dan adil maka hukum harus
masyarakat Indonesia maka kita harus menaati dan menghormatinya begitu juga
Dalam hukum Islam ketika seseorang meninggal dunia, maka harta yang
warisan. Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
sering kali di abaikan oleh kebanyakan masyarakat. Hukum waris sangat erat
Harta waris atau fiqh mawaris dalam perspektif Islam ialah sejumlah harta benda
1
2
serta segala hak dari yang meninggal dalam keadaan bersih. Artinya, harta
peninggalan yang diwarisi oleh para ahli waris ialah sejumlah harta benda serta
Sebelum dibagikannya harta warisan kepada ahli warisnya, ada yang namanya
harta bersama antara suami istri atau lebih dikenal dengan harta gono-gini. Harta
bersama adalah harta yang diperoleh suami istri selama ikatan perkawinan.
diperolehnya untuk di satukan saja, maka harta yang dikumpulkan ini disebut
karena perceraian atau karena kematian. Berbeda dengan harta bawaan masing-
masing suami atau istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah
atau warisan yang disebut dengan harta pribadi yang sepenuhnya berada di
1
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, 2 ed. (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 13.
2
Muhammad Thalib, Manajemen Keluarga Sakinah (Jakarta: Pro-U Media, 2007), hal. 359.
3
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI],” diakses 11 April 2023,
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/47406/uu-no-1-tahun-1974.
4
Bahder Johan Nasution, Hukum perdata Islam: kompetensi peradilan agama tentang
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan shodaqah (Mandar Maju, 1997), hal. 33.
3
Harta bersama atau harta gono-gini di sini adalah harta yang di dapat
suami atau istri selama perkawinan mereka. Pengakuan harta bersama dalam
keluarga di sini suami bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan
istri baik ia bekerja maupun sebagai ibu rumah tangga diperhitungkan sebagai
perkawinan tersebut.5
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa “harta benda yang diperoleh
bersama ketika terjadi perceraian akan di dasarkan atas Pasal 97 KHI bahwa
“Janda atau duda yang bercerai, maka masing-masing berhak seperdua dari harta
untuk pembagian harta bersama ketika terjadi cerai mati, maka akan di dasarkan
5
Ana Suheri, “Penyelesaian Sengketa Harta Gono-gini Dilihat dari Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam,” Morality 2, no.
2 (2015): hal. 3.
6
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI].”
7
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI].”
8
Mahkamah Agung RI, ed., Himpunan Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan
Dengan Kompilasi Hukum Islam Dengan Pengertian Dalam Pembahasannya (Jakarta: Mahkamah
Agung RI, 2011).
4
dalam Pasal 96 KHI bahwa “Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta
pembagian harta bersama oleh para ahli waris tanpa memandang adanya harta
bersama. hal ini mungkin karena perbedaan pendapat atau peraturan ahli waris,
dalam warisan. Kondisi ini dapat menimbulkan konflik antara ahli waris yang
Dalam hal ini terjadi satu keluarga di Kecamatan Kertak Hanyar tepatnya
di Komplek Permata Bunda pada saat pembagian waris, ketika itu terjadi
keributan mengenai harta bersama apakah di pakai atau tidak. Menurut pendapat
pertama selaku istri, anak pertama dan anak ketiga mengatakan bahwa harta
dan kematian karena hal ini terdapat dalam KHI Pasal 96 ayat (1) yang
menyatakan “Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi
hak pasangan yang hidup lebih lama”10 dan dapat menjamin keberlangsungan
hidup si istri di masa tua. Kemudian pendapat kedua selaku anak kedua dari si
dengan putusnya perceraian karena kematian itu tidak adil terkecuali anak-
9
Mahkamah Agung RI.
10
Mahkamah Agung RI.
5
anaknya masih kecil atau masih dalam tanggungan orang tua sedangkan yang
yaitu istri, anak pertama dan anak ketiga menginginkan ketika pembagian waris
harus memuat yang namanya harta bersama, tetapi anak kedua tidak
B. Rumusan Masalah
harta bersama?
C. Tujuan Penelitian
D. Signifikasi Penelitian
antaranya:
6
2. Bagi akademis hasil penelitian ini dapat menambah pustaka yang ada di
E. Definisi Operasional
yang akan diteliti dan kekeliruan dalam memahami tujuan penelitian ini maka
perlunya definisi operasional agar penelitian ini lebih terarah. Maka peneliti
1. Waris
berhak menerima harta pusaka kepada orang yang telah meninggal.11 Waris
menurut hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta
para ahli warisnya.12 Waris yang di maksud dalam penelitian ini adalah orang
yang menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal kepada ahli
11
“Etimologi - KBBI Daring,” diakses 17 Mei 2023,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/Cari/Etimologi?eid=91076.
12
Effendi Perangin, Hukum Waris (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal. 3.
7
2. Harta Bersama
yang dimiliki atau diperoleh sepasang suami istri selama dalam ikatan
pernikahan baik suami istri yang bekerja atau hanya salah satunya saja. Harta
bersama yang dimaksud dalam penelitian ini ialah pembagian harta bersama
cerai mati yang telah diperoleh suami istri selama perkawinan berlangsung
baik suami istri yang bekerja atau hanya salah satunya saja.
F. Kajian Pustaka
Islam Negeri Sumata Utara Medan 2018, dengan judul Pembagian Harta
Bersama Setelah Terjadinya Cerai Mati Pada Masyarakat Desa Ara Condong
cerai mati yang berada di desa Ara Condong Kabupaten Langkat dengan tinjauan
Pasal 96 KHI.
Universitas Indonesia. Vol. 11 No. 1 April 2018, dengan judul Pembagian Harta
13
“Hasil Pencarian - KBBI Daring,” diakses 17 Mei 2023,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/harta%20bersama.
8
tentang pembagian harta bersama dengan menilai besaran kontribusi suami atau
istri, di mana pembagian yang adil tidak harus 50 persen untuk suami dan 50
Raden Intan Lampung. Vol. 8 No. 2 Agustus 2015, dengan judul Harta Bersama
dalam perkawinan dalam tinjauan hukum Islam dan hukum positif Indonesia.
mana pembagian harta bersama akibat kematian tidak dibagi secara gono gini.
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung 2021, dengan judul Hak
membahas tentang hak pembagian harta waris setelah harta bersama dan tinjauan
hukum Islam terhadap pembagian harta waris setelah pembagian harta bersama
yang akan di teliti penulis yaitu, permasalahan yang diangkat oleh penulis adalah
pembagian waris satu keluar yang meniadakan harta bersama, kemudian tempat
yang diteliti oleh penulis berada di Kecamatan Kertak Hanyar dan penulis juga
G. Sistematika Penulisan
langkah yang terdiri dari lima bab yang menjadi bahasan penjelasan.
BAB III Metode Penelitian: berisi tentang metode penelitian yang terdiri
dari jenis, sifat, lokasi penelitian, subjek dan objek, data dan sumber data, teknik
pengumpulan data, teknik pengolahan data, teknik pengolahan dan analisis data
lokasi yang diteliti yaitu Kecamatan Kertak Hanyar Komplek Permata Bunda
lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau Miitsaaqon gholiidzan untuk
duniawi inilah yang disebut harta perkawinan, harta keluarga ataupun harta
bersama.3
Harta bersama adalah salah satu jenis harta yang dimiliki oleh seseorang.
1
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI].”
2
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Cita Pustaka, 2001), hal.
114.
3
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Cet. 13 (Jakarta: Toko
Gunung Agung, 1995), hal. 149.
11
12
hidup secara normal dan mendapat status yang baik di masyarakat. Pentingnya
ini tidak hanya dari segi manfaat ekonomi, tetapi juga dari segi organisasinya.
hukum yang mengatur tentang harta, terutama dalam perkawinan di mana suami
Secara bahasa, harta bersama adalah dua kata yang terdiri dari kata harta
dan bersama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “harta dapat berarti
barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan dan dapat berarti
kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai.” Harta bersama berarti
didapat melalui usaha bersama atau secara individu selama masa perkawinan.
Definisi ini sejalan dengan Bab VII mengenai harta dalam perkawinan, yaitu
hal berikut:
1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama.
lain. 5
4
Ahmad Warson Munawwir, “Kamus Al-Munawwir” (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997), hal. 342.
5
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI].”
13
tentang harta bersama, yaitu terdapat pada Pasal 1 huruf F bahwa “harta
kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik
Oleh karena itu, bahwa harta bersama merujuk pada kekayaan yang
diperoleh selama pernikahan yang sah. Suami dan istri mempunyai hak dan
kewajiban yang sama terhadap harta bersama, yang di atur dalam Undang-
(1) Seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan
tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan
(3) Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak yang sama
dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta
perundang-undangan.7
6
Mahkamah Agung RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan
Dengan Kompilasi Hukum Islam Dengan Pengertian Dalam Pembahasannya, hal. 51.
7
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
14
menentukan aturan tentang harta bersama, baik Pasal 35 ayat (1), Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 maupun dalam Komplikasi Hukum Islam (KHI) telah
otomatis menurut hukum menjadi harta bersama. Adapun ruang lingkup tentang
objek harta bersama atau tidak, ditentukan pada saat pembelian. Setiap barang
yang dibeli selama perkawinan, harta tersebut menjadi objek harta bersama
suami istri tanpa mempersoalkan apakah suami atau istri yang membeli,
apakah harta tersebut terdaftar atas nama suami atau istri di mana harta
otomatis menjadi harta bersama tidak menjadi soal siapa di antara suami istri
yang membeli. Yang penting harta tersebut dibeli dalam masa perkawinan. 8
2. Harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari harta
bersama
8
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Jakarta: Sinar
Grafika, 2003), hal. 275-278.
15
barang yang bersangkutan, meskipun barang itu dibeli atau dibangun sesudah
terjadi perceraian.9
kekayaan dan tabungan. Lalu terjadi perceraian, semua harta dan tabungan
yang masih dikuasai oleh suami dan belum dibagikan. Dari tabungan itu,
kasus seperti ini, rumah yang diperoleh atau dibangun oleh suami setelah
perceraian, tetapi apabila uang itu untuk membeli atau membangun rumah
tersebut berasal dari harta bersama, maka rumah tersebut tetap dianggap
Patokan ini sejalan dengan kaidah hukum harta bersama. Semua harta
Namun kita sadar bahwa dalam sengketa perkara harta bersama, tidak
semulus dan sesederhana itu. Pada umumnya, setiap perkara harta bersama,
pihak yang digugat selalu mengajukan bantahan bahwa harta bersama yang
digugat bukan harta bersama, tetapi harta pribadi. Hak pemilikan tergugat
bisa dialihkan berdasarkan atas hak pembelian, warisan atau hibah. Apabila
apakah suatu barang termasuk harta bersama atau tidak, ditentukan oleh
9
Yahya Harahap, 275–278.
16
Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama atau berasal dari harta
berama akan menjadi harta bersama. Akan tetapi, bukan hanya yang tumbuh
dari harta bersama yang jatuh menjadi objek harta bersama di antara suami
istri, namun juga termasuk penghasilan yang tumbuh dari harta pribadi suami
Segala penghasilan pribadi suami atau istri, baik yang diperoleh dari
masing sebagai karyawan menjadi bagian dari harta bersama suami atau istri.
Oleh karena itu, selama tidak terjadi pemisahan penghasilan pribadi suami
Jika diperhatikan asal usul harta suami istri diperoleh, dapat disimpulkan
1. Harta masing-masing suami istri yang telah dimilikinya sebelum kawin baik
10
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Yogyakarta:
Liberty, 1997), hal. 99.
11
Soemiyati, hal. 99.
17
3. Harta yang diperoleh setelah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas
usaha mereka berdua atau salah satu pihak dari mereka disebut harta
pencaharian.12
Dari segi hukum, harta bersama yang dimiliki oleh suami istri diatur
berikut:
Pasal 35:
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda
bersama;
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang
Pasal 36:
(1) Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan
12
Soemiyati, hal. 99.
13
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI].”
18
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak
bahwa adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan
adanya harta milik masing-masing suami atau istri.15 Adapun jenis-jenis harta
(1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam Pasal 85 di atas dapat berupa
(2) Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda
(3) Harta bersama tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.
(4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak
disimpulkan bahwa harta bersama merujuk kepada benda milik suami dan istri
yang memiliki nilai ekonomi dan nilai hukum, artinya memiliki nilai yang
berguna dan diatur oleh hukum. Benda yang termasuk harta bersama dapat
berupa benda yang bergerak dan tidak bergerak, surat-surat berharga, serta hak
14
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI].”
15
Mahkamah Agung RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan
Dengan Kompilasi Hukum Islam Dengan Pengertian Dalam Pembahasannya, hal. 85.
16
Mahkamah Agung RI, hal. 86.
19
Perkawinan
Perkawinan pada bab VII dengan judul “harta bersama dalam perkawinan”
Pasal 35:
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
(2) Harta bawaan dari masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di
menentukan lain.17
Pasal 36:
(1) Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak
bendanya.18
Pasal 37:
hukumnya masing-masing. 19
17
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI].”
18
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI].”
19
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI].”
20
(KHI) yakni dalam Pasal 85, 86, 87, 88, 91, 96 dan 97 sebagai berikut:
Pasal 85 KHI:
Pasal 86 KHI:
(1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri
karena perkawinan.
(2) Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian
juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya.21
Pasal 87 KHI:
(1) Harta bawaan masing-masing suami dan istri dari harta yang diperoleh
perjanjian perkawinan.
(2) Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan
lainnya.22
Pasal 88 KHI:
20
Mahkamah Agung RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan
Dengan Kompilasi Hukum Islam Dengan Pengertian Dalam Pembahasannya, hal. 85.
21
Mahkamah Agung RI, hal. 86.
22
Mahkamah Agung RI, hal. 86.
21
Apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka
Pasal 91 KHI:
(1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam Pasal 85 di atas dapat berupa
(2) Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak,
(3) Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.
(4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai jaminan oleh salah satu pihak atas
Pasal 96 KHI:
(1) Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak
(2) Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau
yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan
Agama.25
Pasal 97 KHI:
23
Mahkamah Agung RI, hal. 86.
24
Mahkamah Agung RI, hal. 86.
25
Mahkamah Agung RI, hal. 88.
22
Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama
ِ ص ِ ِ ِِ ِ ص ِ ِ ِ
.. ْب
َ ْ يب ِمَّا ا ْكتَ َس ٌ َ ل ِلر َجال ن....
ٌ َيب ِمَّا ا ْكتَ َسبُوا ۖ َوللن َساء ن
“...Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi
perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan...”27
suami atau istri, melainkan semua pria dan wanita. Jika mereka berusaha
harta pribadi yang dimiliki dan kuasai oleh pribadi masing-masing. Untuk
hukum waris ayat tersebut mengandung pengertian bahwa setiap pria atau
26
Mahkamah Agung RI, hal. 88.
27
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an (1967)/Tim Penyempurnaan
Terjemahan Al-Qur’an (2016-2019), Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019,
Cet. 1 (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019).
28
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia. Menurut : Perundangan, Hukum
Adat, Hukum Agama, Cet. 3 (Bandung: Mandar Maju, 2007), hal. 117.
23
suami dan mana yang termasuk harta istri, maka harta bawaan suami dan
mana harta bawaan istri sebelum perkawinan, mana harta suami atau istri
yang diperoleh secara individu selama perkawinan, serta mana harta bersama
suami selama masa perkawinan menjadi hak milik suami, sementara istri
hanya berhak atas nafkah yang diberikan oleh suami kepada dirinya.
Meskipun demikian, tidak ada ketentuan yang jelas dalam Al-Qur’an dan
sepenuhnya menjadi milik suami dan istri hanya berhak atas nafkah yang
E. Pengertian Waris
Kata Waris berasal dari bahasa arab yaitu miras. Bentuk jamaknya
adalah mawaris, yang berarti harta peninggalan orang yang meninggal yang
akan dibagikan kepada ahli warisnya. Ilmu yang mempelajari warisan disebut
‘ilm al-mawaris atau lebih dikenal dengan istilah faraidh. Kata faraidh
merupakan bentuk jamak dari faridah, yang diartikan oleh para ulama Faradiyun
semakna dengan kata mafrudah, yaitu bagian yang telah ditentukan kadarnya.29
29
Ernawati, Hukum Waris Islam, Cetakan Pertama (Bandung: Widina Bhakti Persada
Bandung, 2022), hal. 1.
24
Adapun istilah ilmu mawaris atau ilmu faraidh menurut fuqaha adalah
“Suatu ilmu yang dengannya dapat kita ketahui siapa yang dapat menerima dan
yang tidak dapat menerima pusaka, dan kadar atau bagian yang diterima oleh
perpindahan sesuatu dari satu orang ke orang lain termasuk segala sesuatu yang
faraidh atai fiqh mawaris adalah ilmu yang membahas tentang ahli waris dari
yang meninggal dunia kepada yang masih hidup, baik itu harta warisan, orang
yang berhak atas warisan, bagian masing-masing ahli waris, dan cara
Hukum waris di Indonesia masih majemuk karena ada tiga sistem hukum
waris yang berlaku saat ini, yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam dan
hukum waris perdata. Dalam hukum waris adat, pengertian hukum waris adat
adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-
30
Abdillah Mustari, Hukum Kewarisan Islam, Cetakan I (Makassar: Alauddin University
Press, 2013), hal. 2-3.
31
Abdillah Mustari, hal. 3.
32
Hikmatullah, Fiqh Mawaris: Panduan Kewarisan Islam, Edisi 1 (Serang: A-Empat,
2021), hal. 6.
25
asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta cara
bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemiliknya dari pewaris
kepada ahli waris.33 Kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), telah
diatur dan dimasukkan dalam pengertian hukum waris. Menurut Pasal 171 huruf
a yaitu dalam Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI),
saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing.”34
Sedangkan menurut hukum waris perdata, pengertian hukum waris dalam Kitab
dalam KUH Perdata tentang rumusan hukum waris. KUH Perdata hanya
menyebutkan dalam Pasal 830 KUH Perdata bahwa “pewarisan hanya terjadi
karena kematian.”35
Sumber hukum mengenai harta warisan menurut jumhur ulama ada tiga,
1. Al-Qur’an
seperti waris dan Islam berlandaskan kepada Al-Qur’an dan juga Hadits Nabi
33
Yulia, Buku Ajar Hukum Adat, Cet. I (Sulawesi: Unimal Press, 2016), hal. 79.
34
Mahkamah Agung RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan
Dengan Kompilasi Hukum Islam Dengan Pengertian Dalam Pembahasannya.
35
Filipp Levin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta, 1847).
26
Muhammad saw. Dalam hal ini termasuk permasalahan waris yang diatur
dengan besaran pembagian untuk masing-masing ahli waris. Hal ini sesuai
اَّللِ ۗ إِ َّن
يضةً ِم َن َّ
ب لَ ُك ْم نَ ْف ًعا ۚ فَ ِر َ
ٍِ ِ ِ
َوصيَّة يُوصي ِبَا أ َْو َديْ ٍن ۗ َ
آَب ُؤُك ْم َوأَبْنَا ُؤُك ْم ََل تَ ْد ُرو َن أَيُّ ُه ْم أَقْ َر ُ
س ۚ فَإِ ْن َك انُوا
الس ُد ُ
َك ََل لَةً أَ ِو ام رأَةٌ ولَه أَخٌ أَو أُخ ت فَلِكُ ِل و ِ
اح دٍ مِ نْ ُه َم ا ُّ َ ْ ْ ٌ َْ َ ُ
ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ
أَ ْك ثَ َر مِ ْن ذَٰ ل َ
ك فَ هُ ْم شُ َر َك اءُ ِِف الثُّ لُث ۚ م ْن بَ عْ د َوص يَّة يُوصَ ٰى ِبَا ْ
أَو دَ يْنٍ
ِ اَّللِ ۗ و َّ ِ ٍ ِ ِ
اَّللُ عَ ل يمٌ َح ل يمٌ غَ ْْيَ مُ ضَ ار ۚ َوص يَّةً م َن َّ َ
dengan bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya
perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu sorang saja, dia
memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Untuk kedua orang tua,
bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang
meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai
anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat
sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, ibunya
mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat
dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (tentang) orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (12) Bagimu (para suami) seperdua
dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai
anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang
mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Bagi mereka (para istri)
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.
Jika kamu mempunyai anak, bagi mereka (para istri) seperdelapan dari harta
yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan
setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang, baik laki-laki maupun
perempuan, meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara
perempuan (seibu), bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu
seperenam harta. Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara seibu) itu lebih
dari seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah
(dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan
tidak menyusahkan (ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun.”36
nasab dan kekerabatan, tetapi itu hanya berlaku untuk keluarga yang berjenis
laki-laki. Dalam hal ini para wanita dan anak-anak tidak berhak mendapatkan
ِ ِ ٍ ٍ ِ ِ
وه َّن فَ َع َس ٰى أَ ْن ُ ْي بَِفاح َشة ُمبَ يِنَة ۚ َو َعاش ُر
ُ وه َّن َِبلْ َم ْع ُروف ۚ فَإِ ْن َك ِرْهتُ ُم َ وه َّن إََِّل أَ ْن ََيْت
ُ آتَ ْي تُ ُم
ِ ٍ ِ َاَّلل لَ ُكم أَ ْن ت
ِ َّ ضلُّوا ۗ و َّ ِِر َج ًاَل ونِساء فَل
ِ ْ َلذ َك ِر ِمثْل َح ِظ ْاألُنْثَي
ٌ اَّللُ ب ُك ِل َش ْيء َعل
يم َ ْ َُّ ْي ُ َِْي ۗ يُب ُ ًَ َ
Dalam hal ini Allah Swt., juga menjelaskan bahwa laki-laki dan
2. Hadits
harta warisan yang benar. Dalam hadits ini Rasulullah Saw. menjelaskan
haknya dan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam hukum waris
Islam. Hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
ال قَا َل ٍ َّب َحدَّثَنَا ابْ ُن طَ ُاو ٍس َع ْن أَبِ ِيه َع ْن ابْ ِن َعب
َ َاس ق ِ ِ ِ
ٌ َحدَّثَنَا ُم ْسل ُم بْ ُن إبْ َراه َيم َحدَّثَنَا ُوَهْي
ض ِِب َْهلِ َها فَ َما بَِق َي فَ ُه َو ِأل َْوََل َر ُج ٍل ذَ َك ٍر ِ ِ ِ َّ اَّللِ صلَّى
َ اَّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم أَ ْْل ُقوا الْ َفَرائ َ َّ ول
ُ َر ُس
38
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an (1967)/Tim Penyempurnaan
Terjemahan Al-Qur’an (2016-2019).
39
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Al-Jami al-Musnad as-Sahih al-Mukhtasar min Umur
Rasulilah ﷺwa Sunanihi wa Ayyamihi.
30
Ijma' dan ijtihad para sahabat, ulama mazhab dan mujtahid ternama
fara'idh atau warisan yang tidak dijelaskan dalam teks Al-Qur'an dan Hadits.
Banyak permasalahan fara'idh atau warisan yang ditentukan dengan ijma dan
1) Masalah saudara yang mewarisi bersama kakek, hal ini di dalam Al-
2) Status cucu yang terlebih dahulu meninggal dunia dari pada kakek yang
Rukun kewarisan yang dimaksudkan ini adalah sesuatu yang harus ada
1. Pewaris (muwarrits), yaitu orang yang telah wafat, baik secara nyata, kasat
mata atau telah diketahui publik bahwa orang itu memang telah wafat yang
bisa disebut dengan istilah mati hakiki maupun mati hukmi. Artinya, mati
secara hukmi adalah orang yang telah di hukum meninggal dunia atas
perintah dari pengadilan karena suatu sebab, seperti mati karena telah lama
40
Asyhari Abta dan Junaidi Abd. Syukur, Ilmu Waris Al-Faraidl : Deskripsi Berdasar
Hukum Islam Praktis dan Terapan, Cet. 1 (Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana, 2005), hal. 6.
31
2. Ahli waris atau yang mewarisi (warits), yaitu orang yang akan mengambil
alih harta warisan dari si mayit. Dalam hal ini yang menjadi ahli waris adalah
orang yang telah memenuhi syarat dan yang berhak menjadi ahli waris sesuai
pewaris, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat. Dalam hal ini dengan
2. Ahli waris yang diyakini masih ada pada saat meninggalnya pewaris. Artinya
pada saat meninggal pewaris, orang-orang yang akan menjadi ahli warisnya
harus diketahui secara jelas masih ada, karena orang yang sudah meninggal
41
Ahdiyatul Hidayah, “Pembagian Harta Waris Menurut Adat Masyarakat Banjar
Kalimantan Selatan,” Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan 16, no. 6 (25
Desember 2022): hal. 2116, https://doi.org/10.35931/aq.v16i6.1416.
32
kita harus mengetahui secara jelas dengan ahli warinya sehingga ketika
H. Pembagian Warisan
harta kekayaan seseorang yang telah meninggal harus dialihkan dan dampak
terhadap ahli warisnya. Artinya, hanya hak dan tanggung jawab dalam ranah
hukum kekayaan yang dapat diturunkan. Pasal 830 KUH Perdata menyatakan
ini, ketentuan khusus dalam Pasal 2 KUH Perdata menyebutkan bahwa anak
yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir, setiap
kewajiban bagi para ahli waris untuk dipenuhi sebelum harta warisan tersebut
42
A. Khisni, Hukum Waris Islam, Cet. II (Semarang: Unissula Press, 2013), hal. 5.
43
“JDIH Mahkamah Agung RI,” diakses 1 Juni 2023,
https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/kitab-undang-undang-hukum-perdata/detail.
44
Hanungrah Zulaiha, Hak Pembagian Harta Waris Setelah Pembagian Harta Bersama
Salah Satu Pasangan yang Meninggal Perspektif Hukum Islam (Studi di Desa La’ay Kecamatan
Karya Penggawa Kabupaten Pesisir Barat) (Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan,
2021), hal. 24.
33
berikut:
ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun di luar kawin dan suami istri
yang hidup lebih lama. Keluarga sedarah yang menjadi ahli waris ini
Pasal 899 KUH Perdata. Dalam hal ini pemilik kekayaan membuat wasiat
45
M. Anshary MK, Hukum Kewarisan Islam dalam Teori dan Praktik (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), hal. 14.
46
Hanungrah Zulaiha, Hak Pembagian Harta Waris Setelah Pembagian Harta Bersama
Salah Satu Pasangan yang Meninggal Perspektif Hukum Islam (Studi di Desa La’ay Kecamatan
Karya Penggawa Kabupaten Pesisir Barat), hal. 24-25.
47
Hanungrah Zulaiha, hal. 25.
34
mengetahui jenis kelamin ahli waris yang terbagi menjadi dua kategori yaitu:
a. Sepuluh golongan ahli waris laki-laki yaitu; anak laki-laki, cucu laki-laki
dari anak laki-laki, suami, ayah, kakek, saudara laki-laki, keponakan laki-
laki dari saudara laki-laki, anak laki-laki paman, maula (orang yang telah
memerdekakan si mayit).
b. Tujuh golongan ahli waris dari perempuan yaitu; anak perempuan, cucu
enam macam, yaitu setengah (½), seperempat (¼), seperdelapan (⅛), dua
pertiga (⅔), sepertiga (⅓), dan seperenam (⅙). Dalam hal ini akan dijelaskan
masuk dalam kelompok Ashabul Furudh dan bagian yang seharusnya mereka
terima.
ditinggalkan oleh pewaris, yaitu Ashabul furudh yang terdiri dari lima
1) Seorang suami berhak atas setengah dari harta warisan, jika pewaris
tidak memiliki keturunan, baik itu anak laki-laki atau perempuan, yang
tunggal.
anak.
pewaris tidak memiliki orang tua (bapak atau kakek) dan tidak memiliki
seperempat (1/4) dari harta peninggalan hanya ada dua yaitu suami dan
istri.
baik itu anak atau cucu, yang berasal dari darah dagingnya sendiri atau
48
Hikmatullah, Fiqh Mawaris: Panduan Kewarisan Islam, hal. 54-55.
36
2) Istri berhak atas seperempat (¼) dari seluruh harta warisan suaminya,
sebelumnya atau dengan istri lain. Hak tersebut berlaku juga untuk
semua istri yang sah dari suami yang meninggal. Dengan demikian,
warisan adalah istri. Seorang istri atau bahkan beberapa istri akan
suaminya tersebut memiliki anak atau cucu, baik dari dirinya sendiri atau
1) Dua anak perempuan (kandung) atau lebih dengan syarat tidak memiliki
anak laki-laki.
2) Dua anak perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih dengan syarat
tidak ada anak kandung (baik laki-laki maupun perempuan), tidak ada
dua orang anak perempuan kandung dan tidak ada saudara laki-laki.
49
Hikmatullah, hal. 55-56.
50
Hikmatullah, hal. 56.
37
3) Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih dengan syarat tidak
4) Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih dengan syarat tidak
ada anak atau orang tua, tidak ada saudara dan tidak ada anak
dua orang yaitu, ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan)
yang seibu.
1) Pewaris tidak memiliki anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak
laki-laki.
2) Pewaris tidak memiliki dua orang saudara atau lebih baik laki-laki
ataupun perempuan.52
51
Hikmatullah, hal. 57-58.
52
Hikmatullah, hal. 58.
38
memiliki ibu.
53
Hikmatullah, hal. 59-60.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial seperti individu, kelompok
dan masyarakat. Penelitian ini cirinya bersifat mendalam tentang suatu unit
meneliti yang terjadi kepada satu keluarga di Kecamatan Kertak Hanyar tepatnya
bersama.
sesuai dengan bahan hukum utama dengan menelaah teori-teori, konsep, asas-
undang-undang yang berlaku baik dari hukum positif, KHI maupun hukum
Islam terkait tentang pembagian harta bersama yang meniadakan harta bersama.
1
Suryana, METODOLOGI PENELITIAN Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif (Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), hal. 14.
40
B. Lokasi Penelitian
Bunda Kecamatan Kertak Hanyar yang terdiri dari istri, dua anak perempuan dan
satu anak laki-laki. Kemudian objek dalam penelitian ini adalah pembagian
waris satu keluarga yang meniadakan harta bersama dan pandangan hukum
1. Data
data yang lain dan dapat di analisis sesuai dengan permasalahan tertentu.
Data yang akan digali dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Identitas informan yang terdiri dari satu keluarga yaitu, istri, dua anak
harta bersama.
2. Sumber Data
digunakan dalam penelitian. Sumber data pada penelitian ini adalah satu
keluarga yang terdiri dari istri, dua anak perempuan dan satu anak laki-laki
sumber data tambahan berupa berkas atau hasil dari pembagian waris yang
dalam penelitian. Karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa data mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
bisa dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik data dapat
dokumentasi.54
1. Observasi
54
Hardani dkk., Metode penelitian Kualitatif & Kuantitatif, Cet I (Yogyakarta: CV. Pustaka
Ilmu, 2020), hal. 120-121.
42
Maka hal ini peneliti terlibat karena informan tersebut adalah keluarga yang
di mana peneliti dapat mengamati apa yang terjadi ketika satu keluarga
2. Wawancara
Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara
55
Hardani dkk., hal. 123.
56
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Ed. 2 (Bandung: Alfabeta,
2022), hal. 227.
57
Hardani dkk., Metode penelitian Kualitatif & Kuantitatif, hal. 137.
43
3. Dokumentasi
mencatat data-data yang sudah ada.58 Dokumentasi dapat juga berupa catatan
yang diperoleh dari penelitian dan juga berupa dokumen ketika melakukan
catan hasil wawancara dan dokumen yang berupa hasil dari pembagian waris
bersama yang diperoleh sehingga dapat melengkapi apabila ada data yang
kurang lengkap. Hal ini bertujuan agar data yang salah atau tidak sesuai
dapat diperbaiki.
58
Hardani dkk., hal. 149.
44
diproses sudah dianggap selesai, maka tahapan akhir dari hasil laporan
adalah analisis.
2. Analis Data
yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat simpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.59 Data-data yang
59
Hardani dkk., hal. 162.
45
G. Tahapan Penulisan
1. Tahapan Pendahuluan
Pada tahap ini penulis melakukan kajian awal terhadap subjek dan
proposal yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 16 Februari 2023 pukul
data dari informan sehingga data dapat diperoleh dalam konteks yang jelas
dan berkaitan dengan objek penelitian. Pengumpulan data ini dilakukan pada
tanggal 4 Mei 2023 – 4 Juni 2023 kepada satu keluarga di Kecamatan Kertak
Hanyar.
Pada tahap ini setelah data yang diperlukan sudah cukup, kemudian
4. Tahapan Penyempurnaan
46
Pada tahap ini, penulis menyusun hasil yang telah diperoleh sesuai
Mulyati, S.Ag., MHI sampai dianggap baik dan layak dijadikan sebuah karya
berbatasan langsung dengan kota Banjarmasin yang jarak tempuh dari Ibu Kota
Adapun visi dan misi Kecamatan Kertak Hanyar adalah sebagai berikut:
a. Visi
b. Misi
(taat hukum).
kemasyarakatan.
47
48
10 desa, yaitu:
koordinat Bujur Timur 3º 27’ 29” Lintang Selatan 114º 45’ 47”. Sedangkan
B. Penyajian Data
Penulis memaparkan informasi dan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada
latar belakang tentang pembagian waris yang meniadakan harta bersama (studi
keluarga yang terdiri dari; istri, satu anak laki-laki dan dua anak perempuan
untuk mendapatkan data dari temuan penelitian. Berikut adalah hasil-hasil data
1. Informan Pertama
Pendidikan : SLTP
bahwa:
perkawinan dan dibagikan ketika terjadi perceraian, baik itu cerai hidup
harta bersama, ini tidak sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 96
yang menyebutkan apabila terjadi cerai mati maka separuh dari harta
diberikan kepada hidup yang lebih lama dan kita hidup di Indonesia yang di
mana ada kesetaraan gender dalam hal pekerjaan berbeda dengan di negara
Arab Saudi yang istrinya hanya diam di rumah walaupun saya hanya seorang
50
ibu rumah tangga tetapi saya berkontribusi dalam rumah tangga dari segi
mendidik anak, mengurus rumah, belanja kebutuhan dan lain lain. namun,
yang terjadi pada saat pembagian waris saya mengalah dengan anak kedua
yang dikarenakan dia sangat berpegang teguh bahwa harta bersama itu tidak
ada dalam Al-Qur’an. Kemudian mengenai dasar hukum harta bersama dalam
Al-Qur’an dan hadits saya tidak tahu, tetapi saya berpegang dengan dasar
2019 tentang Perkawinan Pasal 35 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal
96 dan 97.”1
bahwa harta bersama adalah harta yang dibagi ketika terjadi perceraian, baik
itu cerai hidup maupun cerai mati. Hal ini berarti bahwa semua harta yang
dimiliki suami dan istri akan di bagikan sesuai dengan aturan yang ada.
yang meniadakan harta bersama, karena tidak sejalan dengan Pasal 96 KHI
yang sebagian besar harta akan diberikan suami atau istri yang lebih lama
hidupnya dan sebagiannya lagi diberikan kepada ahli waris yang telah
ditentukan.
hal pekerjaan di Indonesia berbeda dengan di Arab Saudi, di mana istri hanya
1
Hasil Wawancara Pribadi, Kertak Hanyar, 8 Mei 2023.
51
2. Informan Kedua
Alamat : Banjarbaru
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Honorer RS
bahwa:
terjadinya status perkawinan. Tetapi saya tidak setuju dengan adanya harta
pada saat pembagian waris, saya hanya mengikuti ibu saya yang mengalah
52
pembagian waris karena saya tidak mau ribut. Namun, sebenarnya dalam
Islam tidak mengenal adanya harta bersama suami dan istri karena masing-
hadits pun tidak ada penjelasan mengenai harta bersama ini dan menurut saya
jika ada salah satu pasangan yang meninggal dunia maka harta bersama di
anggap putus.”2
suami dan istri memiliki hak atas hartanya masing-masing. Hal ini terlihat
dalam Al-Qur’an dan hadits yang tidak ada penjelasan tentang harta bersama
salah satu pasangan meninggal dunia maka harta bersama dianggap putus.
3. Informan Ketiga
2
Hasil Wawancara Pribadi, Banjarmasin Utara, 9 Mei 2023.
53
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Wiraswasta
bahwa:
maka harta tersebut dibagi sesuai dengan hukum yang ingin digunakan.
keadaan. Yang terjadi di sini adalah ketika pembagian waris, ibu saya ingin
menolak dengan alasan ibu saya hanya sebagai ibu rumah tangga dan tidak
ada kontribusi dengan suami dalam menafkahi rumah tangga. Maka dalam
hal ini, dalam surah An-Nisa ayat 11-12 tidak ada konsep harta bersama di
mana pada zaman itu seorang istri hanya berdiam di rumah yang hanya
mengurus suami saja. Kemudian mengenai KHI Pasal 96 menurut saya harus
suami dan istri sama-sama bekerja dalam menafkahi rumah tangga maka
apabila terjadi cerai mati maka suami atau istri berhak mendapat setengah dari
harta pewaris.”3
3
Hasil Wawancara Pribadi, Manarap, 5 Mei 2023.
54
harta bersama adalah harta suami istri yang diperoleh selama perkawinan
berlangsung dan harus dibagi sesuai dengan hukum yang berlaku jika terjadi
tangga. Jika istri hanya berdiam di rumah dan tidak memberikan kontribusi
Qur’an dan Pasal 96 KHI. Dia menyatakan bahwa dalam surah An-Nisa ayat
11-12 tidak ada konsep harta bersama di mana seorang istri hanya berdiam di
rumah yang hanya mengurus suami saja. Namun dia mengakui bahwa dalam
KHI Pasal 96, harta bersama harus dilihat dari keadaan masing-masing pihak
yang menerima harta bersama tersebut, terutama jika suami dan istri sama-
sama bekerja dalam menafkahi rumah tangga. Dalam hal ini, jika terjadi cerai
4. Informan Keempat
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Jaksa
55
bahwa:
mati atau cerai hidup maka harta bersama tidak terputus. artinya, jika terjadi
dilakukannya pembagian waris ini karena sesuai dengan KHI Pasal 96 yang
menyebutkan bahwa “apabila terjadi cerai mati maka separo dari harta
bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama”. Dalam hal ini,
menurut saya dalam pembagian harta bersama kita harus melihat keadaan
keluarga saya pada saat pembagian harta bersama, menurut saya harusnya
dalam pembagian waris harus memasukkan harta bersama karena dilihat dari
kondisi ibu saya yang sudah berumur harus mendapatkan setengah dari harta
bersama itu dan kakak kedua saya sudah beristri dan bisa menghasilkan uang
sendiri. Tetapi ibu saya memilih tidak memasukkan harta bersama dan
mengalah kepada anak keduanya yang tidak ingin adanya harta bersama
dalam pembagian waris karena menurutnya tidak ada dalam hukum Islam,
4
Hasil Wawancara Pribadi, Kertak Hanyar, 26 Mei 2023.
56
dalam hal kasus cerai mati dilakukan terlebih dahulu sebelum pembagian
waris, hal ini sesuai dengan Pasal 96 KHI yang menyatakan bahwa “apabila
terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang
Seperti kasus yang terjadi, informan menyebutkan bahwa ibunya yang sudah
berumur harus mendapatkan separuh dari harta bersama itu, sedangkan kakak
kedua informan tidak mau memasukkan harta bersama karena tidak sesuai
dengan hukum Islam, padahal kakak keduanya sudah bisa menghasilkan uang
sendiri.
memilih untuk tidak memasukkan harta bersama dalam pembagian waris dan
ibunya.
mengenai pembagian waris yang meniadakan harta bersama, maka dengan ini
Agustus 2022, pada hari itu anak kedua meminta kepada ibunya segera
tetapi ibunya menolak dari hasil pembagian waris karna tidak memasukkan
di KUA Kertak Hanyar dan di hadirkan seluruh ahli warisnya. Pada saat di
KUA anak kedua tetap pada pendiriannya bahwa harta bersama tidak ada
dan anak ketiga (informan keempat) memilih mengalah kepada anak kedua
35 dan ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 96 dan 97.
1 Istri ⅛
Sisa = Rp 1.443.750.000,-
Dari hasil wawancara dan uraian kasus yang telah penulis paparkan
yang di alami oleh satu keluarga. Pada dasarnya, tidak ada percampuran harta
kekayaan dalam perkawinan antara suami dan istri. Konsep harta bersama
pada awalnya berasal dari adat istiadat atau tradisi yang berkembang di
Indonesia. Kemudian, konsep ini didukung oleh hukum Islam dan hukum
terjadinya percampuran antara harta suami dan harta istri dalam perkawinan
mereka.
yang dimaksud harta bersama adalah “harta benda yang diperoleh selama
masa perkawinan.”5
5
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI].”
61
terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang
hidup lebih lama.”8 Artinya, jika salah satu pasangan suami atau istri
meninggal maka setengah dari harta bersama menjadi milik pasangan yang
6
“JDIH Mahkamah Agung RI.”
7
Mahkamah Agung RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan
Dengan Kompilasi Hukum Islam Dengan Pengertian Dalam Pembahasannya, hal. 85.
8
Mahkamah Agung RI, hal. 88.
62
2019 tentang Perkawinan Pasal 35 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal
96 dan 97. Tetapi dibantah oleh informan kedua yang mengatakan seorang
ibu rumah tangga tidak ada kontribusi dalam hal menafkahi keluarga maka
perceraian atau kematian salah satu suam istri, Kompilasi hukum Islam
ayat (1) menyatakan apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama
menyatakan janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari
digunakan untuk menetapkan bahwa harta bersama harus dibagi dua tanpa
tersebut. Sebagian besar sumber harta berasal dari penghasilan kerja suami
atau istri. Namun, melihat kasus yang terjadi di mana ekonomi keluarga
hanya suami yang bekerja, maka peraturan pembagian harta bersama ini perlu
Sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 96 ayat 1, maka jumlah harta
bersama. kemudian, sisa harta tersebut dibagikan lagi kepada ahli warisnya
yaitu :
1 Istri ⅛
Sisa = Rp 721.875.000,-
bersama
harta warisan telah diatur secara rinci dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Pembagian waris dalam hukum Islam merupakan salah satu aspek penting
yang harus dipahami oleh setiap umat Muslim. Hal ini dikarenakan warisan
merupakan hak yang diberikan oleh Allah SWT kepada ahli waris yang harus
dikelola dengan baik dan sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.
kepemilikan harta bersama antara suami dan istri yang tidak diterapkan dalam
pembagian waris. Oleh karena itu, pembagian waris adalah harta yang
ditinggalkan oleh pewaris dianggap sebagai harta individu yang akan dibagi
berasal dari warisan, pemberian atau usaha pribadi masing-masing. Hal yang
sama juga berlaku untuk istri, yang memiliki hak atas harta pribadinya
sendiri, baik itu yang dimiliki sebelum perkawinan maupun yang diperoleh
9
Elimartati Elimartati dan Elfia Elfia, “Kritik Terhadap Kompilasi Hukum Islam Tentang
Ketentuan Harta Bersama Dalam Perkawinan,” JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) 19, no. 2 (18
Desember 2020): hal. 234, https://doi.org/10.31958/juris.v19i2.2283.
65
selama perkawinan, termasuk harta yang berasal dari warisan, pemberian dan
usaha pribadinya.
istiadat (‘urf) yang berlaku di suatu negeri yang tidak memisahkan antara
kepemilikan suami dan istri sehingga rasa kebersamaan menjadi lebih terlihat.
sama dan saling bergantung antara suami istri dalam adat di Indonesia
Islam berbeda dengan hukum positif. Hukum Islam tidak mengatur tentang
hukum Islam merupakan milik pribadi orang yang mengusahakan harta itu.
Mengalihkan harta pribadi menjadi milik orang lain atau milik bersama dalam
dalam hal transaksi bisnis. Namun, pembahasan ini tidak berkaitan dengan
harta bersama. oleh karena itu, pembahasan mengenai syirkah menurut Imam
Syafi’i dan para pengikutnya seperti Imam Nawawi dan Imam Syarbaini atau
ulama setuju dengan cara yang dilakukan dalam masyarakat, selama tidak
bertentangan dengan syariat Islam. Namun, tidak ada ketentuan yang jelas
mengenai jumlah atau bagian yang harus diberikan kepada suami atau istri
saat salah satu dari mereka meninggal dunia. Tidak ada rujukan dari Al-
Qur’an, Hadits, ‘ijma dan qiyas yang dapat memberikan penjelasan secara
pasti.
hukum Islam ini dikembalikan lagi kepada ahli warisnya, jika istri atau suami
10
Pardan Syafrudin, “Comparative Study On Gono Gini’s Assets Due To A Death
According To The Islamic Law And Positive Law,” Journal of Islamicate Studies 1, no. 1 (5 Januari
2019): hal. 16, https://doi.org/10.32506/jois.v1i1.438.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
(istri) dan informan keempat (anak Ketiga) yang menyatakan bahwa jika
terjadi cerai mati, maka setengah harta bersama menjadi hak pasangan yang
hidup lebih lama, hal ini sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal
96 ayat (1). Artinya informan pertama (istri) mendapatkan setengah dari harta
pertama) hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak ada sama sekali
kontribusi dalam menafkahi keluarga dan juga harta bersama dalam hukum
Islam sebenarnya tidak ada. Maka informan pertama (istri) memilih mengalah
kepada informan ketiga (anak kedua) yang tidak menginginkan adanya harta
bersama pada saat pembagian waris. Begitu juga informan kedua (anak
pertama) dan informan keempat (anak ketiga) yang memilih untuk mengikuti
dilakukan satu keluarga sepakat dengan tidak memuat harta bersama. Bagian
67
68
jika memasukan harta bersama maka yang didapatkan oleh istri adalah Rp
825.000.000,- dari harta bersama (sesuai dengan KHI Pasal 96) dan Rp
2. Dalam hukum Islam, konsep harta bersama antara suami dan istri tidak
individu yang akan dibagikan sesuai dengan ketentuan hukum waris yang
kebiasaan atau adat istiadat yang berlaku di suatu negeri, bahkan dalam
jika ada kesepakatan antara ahli waris dan suami atau istri yang ditinggalkan.
bersama tersebut dibagikan secara otomatis kepada suami atau istri sesuai
B. Saran
bersama dan harta warisan baik itu dari segi hukum Islam ataupun hukum positif
agar tidak terjadi konflik antar keluarga. Kemudian kepada tokoh agama yang
mengadakan kajian Islam tentang harta warisan dan harta bersama agar
DAFTAR PUSTAKA
A. Khisni. Hukum Waris Islam. Cet. II. Semarang: Unissula Press, 2013.
Asyhari Abta dan Junaidi Abd. Syukur. Ilmu Waris Al-Faraidl : Deskripsi Berdasar
Hukum Islam Praktis dan Terapan. Cet. 1. Surabaya: Pustaka Hikmah
Perdana, 2005.
Beni Ahmad Saebani. Fiqh Mawaris. 2 ed. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Ernawati. Hukum Waris Islam. Cetakan Pertama. Bandung: Widina Bhakti Persada
Bandung, 2022.
Hardani, Nur Hikmatul Auliya, Helmina Andriani, Roushandy Asri Fardani, Jumari
Ustiawaty, Evi Fatmi Utami, Dhika Juliana Sukmana, dan Ria Rahmatul
70
M. Anshary MK. Hukum Kewarisan Islam dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.
Soerojo Wignjodipoero. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat. Cet. 13. Jakarta:
Toko Gunung Agung, 1995.
“UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [JDIH BPK RI].” Diakses 11 April
2023. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/47406/uu-no-1-tahun-
1974.
Yulia. Buku Ajar HUKUM ADAT. Cet. I. Sulawesi: Unimal Press, 2016.
72
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 3 : SK Pembimbing
73