Skripsi
Diajukan Oleh:
SKRIPSI
Oleh:
i
PENGESAHAN SIDANG
PROSEDUR PENENTUAN HAK HADAHANAH BAGI
PASANGAN KAWIN SIVIL PASCA PERSECERAIAN
AKIBAT MEMELUK AGAMA ISLAM
SKRIPSI
Ketua, Sekretaris,
Nama Nama
NIP NIP
Penguji I, Penguji II,
Nama Nama
NIP NIP
Mengetahui,
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Nama
NIP
ii
LEMBARAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Noorsharmika binti Norsahar
NIM : 180101127
Prodi : Hukum Keluarga
Fakultas : Fakultas Syari’ah dan Hukum
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan;
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain;
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya;
4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data;
5. Mengerjakan sendiri dan mampu bertanggungjawab atas karya ini.
Bila di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya melalui
pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan dan ternyata ditemukan bukti
bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap dicabut akademik
atau diberi sanksi lain berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Ar-Raniry.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Banda Aceh,…………………..
Yang menyatakan
iii
ABSTRAK
Nama : Noorsharmika binti Norsahar
NIM : 180101127
Fakultas/Prodi : Syari’ah dan Hukum/Hukum Keluarga
Judul : Penentuan Hak hadhanah Bagi Pasangan Kawin Sivil Pasca
Perceraian Akibat Memeluk Agama Islam
Tanggal Sidang :
Tebal Skripsi : 60 Halaman
Pembimbing I : Fakhrurrazi M. Yunus Lc., MA
Pembimbing II : Muhammad Husnul, M.H.I
Kata Kunci : Prosedur Mahkamah, Hak Hadhanah, Perceraian Pasangan
Kawin Sivil, Peluk Islam
iv
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرمحن الرحمي
اما بعد، وعىل اهل واحصابه ومن والاه، والصالة والسالم عىل رسول هللا،امحلدهلل:
Jutaan terima kasih saya ucapkan sebagai syukur yang tidak terhingga
teruntuk orang tua saya yang paling berjasa membesarkan saya dengan penuh
kebaikan, memberikan kasih sayang, juga asuhan dan Pendidikan yang terbaik.
Semoga kebaikan yang orang tua lakukan kepada saya, kelak menjadi jariyah
untuk ayah dan ibu bidadari tanpa sayap yang telah melahirkan saya dengan
penuh perjuangan memberikan dan mengorbankan segalanya untuk hidup saya.
Juga ucapan terima kasih atas ucapan dan doa-doa baik kepada saya demi
kesuksesan penulis hingga hari ini, semoga kelak saya boleh berbakti dan
mencurahkan kasih sayang kepada orang tua sendiri sebagaimana ikhlas dan
tulus kasih cinta mereka terhadap saya. Tidak lupa juga ucapan terima kasih
kepada saudara-saudara selama ini yang telah membantu dalam memberikan
motivasi dalam berbagai hal demi berhasilnya studi penulis.
Kemudian rasa hormat dan ucapan terima kasih pada dosen-dosen yang
tidak terhingga juga penulis sampaikan kepada:
v
2. Bapak Dr. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, M.SH, Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry
3. Bapak Dr. Agustin Hanapii. Lc., M.A, selaku Ketua Prodi Hukum
Keluarga
4. Bapak Fakhrurrazi M. Yunus, Lc., M.A, selaku pembimbing pertama
5. Selaku pembimbing kedua
6. Bapak seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Syyari’ah dan Hukum
UIN Ar-Raniry
7. Bapak Kepala Perpustakaan induk UIN Ar-Raniry dan seluruh
karyawannya
8. Teman-teman seperjuangan angkata tahun 2018.
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K
Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543b/U/1987
1. Konsonan
Fonem konsonan Bahasa arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini Sebagian dilambangkan
dengan huruf dan Sebagian dilambangkan dengan tanda, dan Sebagian lagi
dengan huruf dengan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab itu
transliterasinya dengan huruf Latin.
HURUF NAMA HURUF LATIN NAMA
ARAB
ا Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan
ب Bã’ B Be
ت Tã’ T Te
ج Jĩm J Je
د Dãl D De
ر Rã’ R Er
س Sĩn S Es
vii
ص Şad S Es (dengan titik di bawah)
غ Gain G Ge
ف Fã’ F Ef
ق qãf Q Ki
ك kãf K Ka
ل Lãm L El
م Mĩm M Em
ن Nũn N En
و Wau W We
ه Hã’ H Ha
ي Yã’ Y Ye
Sumber: SKB Menag dan Mendikbud RI No. 158/1987 dan No. 0543b/U/1987
Hamzah ( )ءyang terletak pada awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi
tanda apa pun. Jika ( )ءterletak di tengah ataupun di akhir, maka ditulis dengan
tanda (ʼ).
2. Vokal
viii
HURUF ARAB NAMA HURUF LATIN NAMA
َا Fathah A A
ِا
Kasrah I I
ُا Dammah U U
Contoh:
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Contoh:
ix
َرَم ى : ramā
ِق
ْيَل : qīla
4. Ta Marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua bentuk, yaitu: ta marbūṭah yang
hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah
[t]. Sedangkan ta marbūṭah yang mati ataupun mendapatkan penambahan harkat
sukun, transliterasinya adalah [h]. Jika pada kata yang berakhir dengan huruf ta
marbūṭah, diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang (al-), serta bacaan
kedua kata itu terpisah, maka ta marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh:
َّجَنْيَنا : najjainā
اَحلُّق : al-ḥaqq
اَحلُّج : al-ḥajj
ُنِّعَم : nu’ima
x
Jika huruf ىmemiliki tasydīd di akhir suatu kata, dan kemudian didahului
oleh huruf berharkat kasrah ()ـِـ, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (ī).
Contoh:
ِل
َع ّي : ‘Alī (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ال
(alif lam ma‘arifah). Pada pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi
seperti biasa yaitu (al-), baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf
qamariah. Kata sandang tersebut tidaklah mengikuti bunyi huruf langsung yang
mengikutinya. Kata sandang itu ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan
dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contohnya:
الِبَالُد : al-bilādu
7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di
awal kata, ia tidak dilambangkan, karena di dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contohnya:
الَّنوُء : al-nau’
xii
huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku atau
Ejaah Yang Disempurnakan (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk
menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada
permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang
ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf
awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata
sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga
berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang
(al-), baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP,
CDK, dan DR). Contoh:
Wa mā Muḥammadun illā rasūl
Inna awwala baitin wuḍi‘a linnāsi lallażī bi Bakkata mubārakan
Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fīh Al-Qur’ān
Naṣīr Al-Dīn Al-Ṭūs
Abū Naṣr Al-Farābī
Al-Gazālī
Al-Munqiż min Al-Ḍalāl
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL
PENGESAHAN PEMBIMBING
PENGESAHAN SIDANG
LEMBARAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
PEDOMAN TRANSLITERASI
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISI
BAB SATU PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
D. Kajian Pustaka
E. Penjelasan Istilah
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Pembahasan
BAB DUA HADHANAH DARI PERSPEKTIF ISLAM DAN UNDANG-
UNDANG DI MALAYSIA
A. Pengertian dan Dasar Hukum Hadhanah
1. Pengertian hadhanah
2. Dalil pensyariatan hadhanah
3. Hikmah pensyariatan hadhanah
B. Hukum Hadhanah
1. Ketentuan dan Syarat Hadhanah
2. Urutan hak hadhanah
BAB TIGA KEWENANGAN MAHKAMAH YANG MEMUTUSKAN
KASUS HAK HADHANAH PASANGAN MUSLIM
DENGAN NON MUSLIM
A. Status perkawinan bagi pasangan kawin sivil setelah
memeluk agama Islam
B. Kenentuan hak hadhanah muslim dengan non muslim
C. Pertimbangan hukum dalam penetapan hak hadhanah
pasca perceraian karena perpindahan agama.
xv
1. Landasan hukum penetapan hak hadhanah
2. Analisis pertimbangan hakim dalam memutuskan
kasus
BAB EMPAT PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
xvi
BAB SATU
PENDAHULUAN
Disamping itu, hal yang turut menjadi tarikan atau perbualan hangat dalam
kalangan masyarakat adalah bilamana pasangan kawin sivil yang salah seorang
daripada mereka memeluk agama Islam, isu utama yang dibicarakan adalah
status perkawinan2 dan hak hadhanah. Dalam hal perkawinan, menurut jumhur
ulama, Imam Mãlikĩ, Syãfi’ĩ dan Ahmad berpendapat bahwa jika si isteri yang
memeluk agama Islam maka terbubarnya perkawinan mereka saat si isteri habis
iddahnya, namun jika si suami turut memeluk Islam sebelum isteri habis iddah,
maka perkawinan mereka kekal sah seperti biasa. Manakala, jika si suami yang
memeluk Islam, dan si isterinya seorang kitabiyyah, maka perkawinan mereka
kekal sah seperti biasa, ini karena lelaki muslim dibolehkan berkawin dengan
ahli kitab. Namun, jika si isteri bukan seorang ahli kitab, suami digalakkan
untuk bareng memeluk Islam, sekiranya si isteri enggan, maka qadi berhak
membubarkan perkawinan mereka.
1
Mustofa Al-Khin, Kitab Fikah Mazhab Syafie, jilid 4, (Kuala Lumpur, Pustaka Salam
Sdn Bhd, 2014) hlm 671.
2
Salleh Bin Ismail, Pembubaran Perkahwinan mengikut Fiqh dan Undang-Undang
Keluarga Islam, (Selangor, Dawama Sdn. Bhd., 2003) hlm 115.
1
2
“Hadhanah” satu kalimat yang sememangnya akan menjadi satu isu besar
bagi pasangan yang mempunyai anak apabila terjadinya perceraian. Bilamana
perebutan anak sering terjadi karena masing-masing mempunyai hak ke atas
anak-anak mereka. Pertelingkahan demi pertelingkahan bagi mendapatkan hak
masing-masing. Namun begitu, sememangnya satu kewajiban bagi orang tua
dalam mengurus dan memelihara anak-anak baik dalam alam perkawinan
maupun setelah perceraian.3 Hadhanah adalah memelihara anak-anak yang
masih kecil sehingga mereka boleh mandiri (mengurus diri sendiri), baik anak
itu belum mumayyiz maupun sudah mumayyiz (boleh membedakan antara yang
baik dengan yang buruk), (Raihanah Azahari, Najihah Norman 2009) 4. Menurut
Imam Nawawi dalam kitabnya Raudhah Thalibin, hadhanah adalah mendirikan
(hak-hak) dengan menjaga orang yang tidak mumayyiz dan tidak boleh mandiri
dalam menguruskan diri sendiri dan mengasuhnya dengan apa yang layak
untuknya dan memeliharanya dari apa jua yang menyakitinya. 5 Dalam mazhab
Syãfi’ĩ, tiada batas tertentu dalam hal hadhanah, bagi anak kecil yang sudah
pandai membedakan antara ibu dengan ayahnya, dia boleh memilih sesuai
kemahuannya sesiapa yang dia kehendaki.6
Islam memandang serius dalam hal ini, karena berkaitan dengan hal akidah
seseorang. Hal ini berdasarkan kaidah fiqh:7
3
Zaini Nasohah, Perceraian: Hak Wanita Islam, (Selangor, Lohprint Sdn. Bhd., 2004),
hlm 59.
4
Nur Zulfah Md Abdul Salam, Asas pertimbangan dalam Penghakiman Hadhanah:
Analisis terhadap kes-kes di Mahkamah Syariah, (KUIS, Kuala Lumpur:2018), hlm 47.
5
Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia, Bayan linnas siri ke 214: Solusi
Rasulullah s.a.w. dan para sahabat terhadap pertikaian hadhanah,
https://muftiwp.gov.my/component/tags/tag/bayan-linnas.
6
Faisal Saleh, Fikih 4 Mazhab Jilid 5, (Jakarta, Data Katalog Dalam Terbitan (KDT),
2012), hlm 1146.
7
Hasni Binti Mohd Ali, Status Agama Anak Bawah umur selepas salah seorang
daripada pasangan memeluk Islam, Jurnal Penyelidikan Islam, hlm 3.
3
Malaysia sehingga ke hari ini, Islam menduduki agama teratas, yakni Islam
sebagai agama resmi persekutuan bagi Malaysia. Perkara 3 (1) Perlembagaan
Persekutuan telah menyatakan:
Terjadinya permasalahan dalam hal ini apabila ada hak hadhanah jatuh ke
orang tua yang bukan Islam, yakni mengikut agama asalnya dilahirkan. Hal ini
karena anak-anak yang sudah sampai peringkat umur mumayyiz mempunyai
hak dalam memilih antara kedua ibu atau bapanya. Contoh kasus Viran a/l
Nagapan lawan Deepa a/p Subramaniam, yakni mahkamah membuat keputusan
berdasarkan kehendak anak-anak pasangan tersebut, yang mana salah seorang
anaknya memilih bapanya yang beragama Islam, manakala lagi seorang anaknya
memilih untuk bersama ibunya yang beragama bukan Islam, hal ini dipandang
pada kebajikan anak-anak yang merasakan keselesaan ketika bersama siapa
yang mereka kehendaki. Selain itu, penyebab kepada hal ini adalah bilamana
Mahkamah Syariah boleh memutuskan hak penjagaan anak dengan adanya
kewenangan tersebut, tetapi Mahkamah Syariah tidak mempunyai hak
kewenangan keatas individu yang bukan beragama Islam. Sekaligus menjadikan
hak hadhanah yang ditetapkan kepada orang tuanya yang bukan Islam tidak
boleh diubah kepada orang tuanya yang beragama Islam.14
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
D. Kajian Pustaka
Pertama, penelitian berjudul status agama anak bawah umur selepas salah
seorang daripada pasangan memeluk Islam, karya Hasni Binti Mohd Ali. Kajian
ini menguraikan bagaimana status agama anak setelah ibu bapa bercerai dan
salah seorang memeluk Islam, sama ada anak tersebut turut di Islamkan juga
atau kekal dalam agama asalnya. Yang mana kajian ini berdasarkan pandangan
Islam, yakni penulis mengemukakan pendapat empat mazhab terkait dengan
hadhanah tersebut. Disamping itu, turut disertakan dengan undang-undang
berkaitan perkara ini, seperti Perkara 12 (4) Perlembagaan Persekutuan dan Akta
Memperbaharui Undang-Undang (Perkahwinan dan Perceraian).
kemurtadan orang Islam bilamana ada yang berkawin campur (berlainan agama)
dengan beralasan peruntukan undang-undang tersebut. Walaupun sudah terang
dan jelas bahwa perkawinan tersebut dilarang dalam Islam. Selain itu, terjadinya
hal yang sepatutnya Mahkamah Syariah yang putuskan, namun terjadi
sebaliknya bilamana Mahkamah Sivil memutuskan hal kebebasan agama atau
murtad.16
Keempat, Hak hadhanah orang tua yang muallaf terhadap anak menurut
Hukum Keluarga di Malaysia (Stusi kasus terhadap putusan Mahkamah
Persekutuan Nomor 02(F)-5-01-2015 & 02(F)-6-01-2015), karya Khairunnisa
Binti Abd Samad, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sumatera
Utara, Medan tahun 2017. Penelitian ini membicarakan tentang bagaimana
Akta 164 Memperbaharui Undang-Undang (Perkawinan dan Perceraian) 1976
dan Enakmen Udang-Undang Keluarga Islam di Malaysia digunakan dalam hal
perkawinan campur (beda agama) di Malaysia dan memngukuhkan lagi hujjah
16
Muhammad Nur Hakim Bin Ramli, Kebebasan Beragama dalam undang-undang
Malaysia Perlembagaan Persekutuan kaitannya dengan perkawinan campuran, (Banda Aceh,
Uin arraniry, 2016).
9
Keenam, Status agama anak di bawah umur setelah salah seorang orang
tuanya memeluk agama Islam (Studi di kantor Mufti Negeri Sembilan,
Malaysia), karya Nur Husna Binti Zamri, mahasiswa jurusan Studi
Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin, Jambi 2018. Penelitian ini adalah satu kajian lapangan, yang mana
penulis membataskan penelitiannya berdasarkan pandangan Mufti Negeri
Sembilan, Malaysia. Kajian tentang status agama anak setelah salah seorang
daripada orang tuanya memluk agama Islam, dan terkait dengan hal tersebut,
ada beberapa kasus di Negeri Sembilan yang dikemukakan oleh penulis, yang
17
Khairunnisa Binti Abd Samad, Hak Hadhanah Orang Tua yang Muallaf Terhadap
anak Menurut Hukum Keluarga di Malaysia, (Medan, 2017)Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Sumatera Utara, Medan.
18
Husin Che Pa, Nasrul Hisyam dan Suhaimi Mustar, Bidangkuasa Ekslusif Mahkamah
Syariah Selepas Pindaan Perkara 121 (1A) Perlembagaan Persekutuan: Satu Penilian,
Universiti Islam Sains Malaysia, (MJSL, Negeri Sembilan, 2016).
10
mana salah satunya kasus yang terjadi adalah perceraian pasangan hindu yang
mempunyai dua oang anak, anak lelakinya memilih untuk mengikut bapanya
yang beragama Islam dan anak perempuannya kekal dalam agama asalnya
bersama ibunya. Selain itu, kajian ini turut menyelitkan bagaimana
pengistinbatan hukum yang ditetapkan oleh Mufti Negeri Sembilan dalam status
agama anak bawah umur setelah orang tuanya ada yang memeluk Islam.19
E. Penjelasan Istilah
1. Prosedur
2. Hadhanah
Adalah memelihara seseorang yang tidak bisa mandiri dan
mengasuhnya dengan berbagai elemen sesuai dengan
perkembangannya.22
3. Pasangan kawin sivil
Adalah satu perkawinan untuk orang bukan Islam mengikut
agama yang dianuti dibawah Pejabat Pendaftaran.23
19
Nur Husna Binti Zamri, Status agama anak di bawah umur setelah salah seorang
orang tuanya memeluk agama Islam (Studi di Kantor Mufti Negeri Sembilan, Malaysia), (Jambi,
2018), Fakultas Syariah, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
20
Landasan Teori, Universitas Bina Sarana Informatika.
21
Kamus undang-undang, (Selangor, Oxford Fajar, 2007), hlm 434.
22
Mustofa Al-Khin, Kitab Fikah Mazhab Syafie, jilid 4, (Kuala Lumpur, Pustaka Salam
Sdn Bhd, 2014) hlm 889
23
Akta 164, Akta Membaharui Undang-Undang (Perkahwinan dan Perceraian) 1976,
hlm 27.
11
4. Perceraian
Adalah merungkaikan ikatan perkawinan dengan lafaz talak.24
F. Metode Penelitian
Penelitian adalah suatu hal yang paling penting dalam menguraikan suatu
penelitian kajian, yang mana penelitian itu sendiri bermaksud suatu kegiatan
berdasarkan data, dilakukan secara kritis, objektif, ilmiah untuk mendapatkan
jawaban atau pemahaman yang lebih mendalam atas suatu masalah.25
1. Jenis penelitian
Adapun jenis penelitian yang dipilih dan digunakan adalah
kualitatif, seperti:
a. Penelitian lapangan (field research)26 yakni penulis mengumpul
maklumat dan data-data Mahkamah Syariah dan Mahkamah Sivil
dengan meneliti kasus-kasus berkaitan dan penelitian orang lain
di Malaysia untuk mengetahui bagimana prosedur kedua-dua
24
Mustofa Al-Khin, Kitab Fikah Mazhab Syafie, jilid 4, (Kuala Lumpur, Pustaka Salam
Sdn Bhd, 2014) hlm 803.
25
Conny R. semiawan, Metode Penelitian Kualitatif (Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya), (Jakarta, Grsindo, 2010) hlm 5.
26
Ibid
12
b. Dokumentasi
4. Analisis data
Penganalisisan data dibuat setelah maklumat atau data-data yang
diperolehi dari berbagai sumber yang sahih, hal ini bagi menyimpulkan
rangkuman data-data tersebut, cara-cara analisis data tersebut adalah:
a. Reduksi data
b. Penyajian data
G. Sistematika Pembahasan
1. Pengertian hadhanah
berarti lambung tubuh (bahagian sisi tubuh), yakni pengasuh mengambil anak
tersebut dan meletakkan disampingnya. Hadhanah menurut istilah syarak adalah
memelihara seseorang yang tidak mampu menguruskan dirinya (tidak mampu
mandiri) dan mengasuhnya dengan bermacam bersesuaian dengan
perkembangannya.28
Pengertian lainnya:
الوالية على الّطفل لرتبيته وتدبري شئونه ودور احلضانة مدارس ينشأ فيها صغار األطفال
Al-Nawawi mengatakan30:
28
Mustofa Al-Khin, Kitab Fikah Mazhab Syafie, jilid 4, (Kuala Lumpur, Pustaka Salam
Sdn Bhd, 2014) hlm 889.
29
Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia, Bayan linnas siri ke 214: Solusi
Rasulullah s.a.w. dan para sahabat terhadap pertikaian hadhanah, di akses melalui
https://muftiwp.gov.my/component/tags/tag/bayan-linnas pada tanggal 13 Juli 2021.
30
Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia, Bayan linnas siri ke 214: Solusi
Rasulullah s.a.w. dan para sahabat terhadap pertikaian hadhanah, di akses melalui
https://muftiwp.gov.my/component/tags/tag/bayan-linnas pada tanggal 13 Juli 2021.
15
16
احلضانة بفتح احلاء تربية الّطفل مأخوذة من احلضن بكسر احلاء ومجعه أحضان وهو اجلنب
ألهّن ا تضمه إىل حضنها يقال أحضنت الّش يء جعلته يف حضين وحضنت الّص يب
“ al-hadhanah dengan difatahkan حadalah bermaksud pengasuhan
anak-anak; diambil daripada kalimat احلضنdengan dikasrahkan حضitu
dan (kalimat) jamaknya adalah أحضانyang berarti sisi, karena
pengasuhan itu mengumpulkan dia (penjaga) bersama individu yang
dijaganya. Justeru disebut أحضنت الّش يءbermaksud aku jadikannya
dalam jagaanku dan حضنت الّص يبberarti aku menjaga bayi kecil ini.”
Menurut ahli fikih, hadhanah adalah aktivitas merawat anak yang masih
kecil baik laki-laki maupun perempuan, atau anak belum dewasa yang tidak
mampu mengurus dirinya sendiri (tidak mampu mandiri), dengan melakukan
yang terbaik untuk dirinya, menjaga mereka dari sesuatu yang menyakitui dan
mudharat baginya, memberikan Pendidikan kepadanya baik dari segi jasmani,
fisik maupun psikik sehingga mereka mampu mandiri dan bertanggungjawab.31
Hadhanah dari segi bahasa berarti menjaga dan mengasuh anak kecil
dengan menanggung nafkah dan mendidiknya. Kata dasar dari kalimat al-
hidhnu yang berarti rusuk atau dada. Karena pengasuh biasanya meletakkan
anak itu di atas rusuk atau pangkuannya. Menurut istilah syarak, hadhanah
adalah mendidik atau mengasuh anak oleh sesiapa yang diberikan hak hadhanah
kepadanya. Yakni, mengasuh dan memelihara sesiapa yang tidak mampu
mandiri daripada suatu yang boleh membuatnya dalam ancaman karena
kekurangan akalnya yang tidak mampu membedakan mana yang baik mana
yang buruk.
Hadhanah adalah memelihara anak-anak yang masih kecil sama ada laki-
laki maupun perempuan atau mereka yang sudah dewasa tetapi belum mampu
31
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 4, hlm 138.
17
membedakan antara yang baik dengan yang buruk. Menyediakan sesuatu yang
baik, menjaganya dari sesuatu yang burukk dan mengasuh jasmani dan rohani
serta akalnya agar mampu mandiri dan mampu memikul tanggungjawab.
(Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah).32
Batas hadhanah:
mumayyiz disebut sebagai kafalah ()الكفالة, yakni berusia 7 tahun bagi laki-laki
dan 9 tahun bagi perempuan. Setelah tamat tempoh hadhanah, hak penjagaan
diberikan kepada si ayah atau si anak diberi hak untuk membuat pilihan sama
ada mau mengikut ayah maupun ibu, kecuali mahkamah memerintahkan
selainnya. Namun ulama berbeda pendapat mengenainya.
32
Zaini Nasohah, Perceraian hak wanita Islam, (Kuala Lumpur, Utusan
Publications&Distributors Sdn. Bhd: 2004), hlm 58.
33
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 4, hlm 138
18
Ini karena pada usia tujuh tahun anak-anak sudah dikira mumayyiz
mampu untuk bersuci dan mendirikan solat. Pendapat lain mengatakan pada usia
sembilan tahun anak-anak boleh mengurus dirinya sendiri. Bagi anak
perempuan, ibu dan neneknya lebih berhak ke atas penjagaannya sehingga si
anak mengalami haid, yakni sembilan tahun atau sebelas tahun. Hal ini bagi si
anak mempelajari daripada ibu atau neneknya mengenai adab-adab seorang
perempuan. Manakala apabila sudah dewasa, anak tersebut lebih memerlukan
perhatian dan perlindungan dari si ayah.
Mãlikĩyyah berpendapat untuk anak laki-laki baik gila atau sakit lain,
batas hadhanah adalah sehingga si anak itu baligh. Manakala bagi anak
perempuan pula adalah sehingga anak itu menikah dan melakukan hubungan
kelamin suami istri.
Jika si anak memilih salah seorang daripada kedua orang tuanya, tetapi
yang dipilihnya tidak mahu menanggungnya, maka penjagaannya jatuh kepada
yang mahu menanggungnya. Selain itu, jika diantara kedua orang tuanya yang
salah seorang sahaja berkemampuan dan berkelayakan untuk menjaga sianak
19
karena seorang lagi mengidap penyakit gila atau kafir, budak, fasik atau
menikah dengan orang lain, maka hadhanahnya jatuh kepada pihak yang
berkelayakan itu tadi. Demikianlah si anak tersebut tidak diberi untuk membuat
pilihan melainkan halangan tersebut telah hilang, maka si anak dibenarkan untuk
membuat pilihan. Pendapat ini turut disetujui oleh ulama Hanabilah dengan
disertai dua syarat buat si anak laki-laki yang memilih, yakni;34
1. Kedua orang tua atau orang lain yang layak hadhanah. Jika salah satu
darinya tidak layak, maka hadhanah akan jatuh kepada yang lebih layak.
2. Anak tersebut bukan seorang yang idiot. Karena idiot tidak
membolehkan seseorang itu membuat pilihan. Lantas, anak tersebut
harus diserahkan kepada si ibu, karena memandang kepada kelayakan
seorang ibu lebih berhak ke atas si anak itu.
Namun ketetapan ini berbeda bagi anak perempuan, yang mana anak
perempuan setelah tamat hadhanah, yakni sudah mumayyiz, maka hak
penjagaan ke atasnya adalah ayahnya. Menurut imam Hanbalĩ, jika sudah
mencapai usia tujuh tahun, si ayah lebih berhak ke atas si anak tanpa perlu diberi
pilihan. Manakala menurut Syãfi’ĩyyah pula hal ini adalah untuk kemaslahatan
si anak perempuan itu.
Berbeda pada pandangan Imam Hanãfĩ yang menyatakan bahwa, ayah lebih
berhak terhadap anaknya dan memberi anak untuk membuat pilihan adalah
suatu yang tidak benar, ini karena si anak masih belum mempunyai pengetahuan
yang baik untuk menentukan pemilihannya. Kebarangkalian si anak
berkecenderungan memilih orang yang lebih melayaninya dan suka bermain
dengannya. Ini membuatkan masa depan si anak dikhawatiri akan menghadapi
masalah jika tidak diberi Pendidikan yang sebagusnya dengan sebaliknya hanya
menuruti semua kemahuannya sehinggakan keperluan diabaikan.35
34
Fiqih Islam, hlm80
35
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 4, hlm 155.
20
(1) Hak hadhinah bagi menjaga seseorang anak-anak tamat adalah setelah
anak-anak itu mencapai usia tujuh tahun bagi laki-laki dan sembilan
tahun bagi anak perempuan. Tetapi, mahkamah boleh mengizinkan
permohonan hadhinah untuk menjaga anak-anak yang sehingga
mencapai usia sembilan tahun bagi anak laki-laki dan sebelas tahun bagi
anak perempuan.
(2) Setelah tamatnya hak hadhanah, hak penjagaan turun kepada si ayah, dan
jika anak-anak itu telah mencapai tahap kecerdikan (mumayyiz), maka
anak-anak itu mempunyai hak boleh memilih untuk tinggal dengan si ibu
atau sia ayah, melainkan jika mahkamah memerintahkan selainnya.
Hal hadhanah ini sebagaimana telah termaktub dalam al-Quran, Firman Allah 37:
َو ٱۡل َٰو ِل َٰد ُت ُيۡر ِض ۡع َن َأۡو َٰل َد ُه َّن َح ۡو َلۡي ِن َك اِم َلۡي ِۖن ِلَم ۡن َأَر اَد َأن ُيِتَّم ٱلَّر َض اَعَۚة َو َعَلى
ٱۡل َم ۡو ُل وِد َل ۥُه ِر ۡز ُقُه َّن َو ِكۡس َو ُتُه َّن ِب ٱۡل َم ۡع ُر وِۚف اَل ُتَك َّل ُف َنۡف ٌس ِإاَّل ُو ۡس َعَه ۚا اَل ُتَض ٓاَّر
36
Enakmen 2 Tahun 2003 Enakmen Udang-Undang Keluarga Islam (Negeri Selangor)
2003.
37
QS. Al-Baqarah (2): 233.
21
َٰو ِل َد ُۢة ِبَو َل ِد َه ا َو اَل َم ۡو ُل ودَّل ۥُه ِبَو َل ِدِهۚۦ َو َعَلى ٱۡل َو اِر ِث ِم ۡث ُل َٰذ ِلَۗك َف ِإۡن َأَر اَد ا ِفَص ااًل َعن
َتَر اض ِّم ۡن ُه َم ا َو َتَش اُو ر َفاَل ُج َن اَح َعَلۡي ِه َم ۗا َو ِإۡن َأَر دُّت َأن َتۡس َتِض ُعٓو ْا َأۡو َٰل َد ُك ۡم َفاَل
ُج َن اَح َعَلۡي ُك ۡم ِإَذا َس َّلۡم ُتم َّم ٓا َءاَتۡي ُتم ِب ٱۡل َم ۡع ُر وِۗف َو ٱَّتُق وْا ٱلَّل َه َو ٱۡع َلُم ٓو ْا َأَّن ٱلَّل َه َمِبا
)233 :َتۡع َم ُلوَن َبِص ري(البقرة
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusukan anak-anak mereka selama dua
tahun genap iaitu bagi orang yang hendak menyempurnakan
penyusuan itu; dan kewajiban bapa pula adalah memberi makan dan
pakaian kepada ibu itu menurut cara yang sepatutnya. Tidaklah
diberatkan seseorang ibu itu menderita karena anaknya, dan (jangan
juga menjadikan) seseorang bapa itu menderita karena anaknya; dan
waris juga menanggung kewajipan yang tersebut (jika sibapa tiada).
Kemudian jika keduanya (suami isteri mau menghentikan penyusuan
itu dengan persetujuan yang telah dicapai oleh) mereka sudah
berunding, maka mereka berdua tidaklah salah (melakukannya). Dan
jika kamu hendak beri anak-anak kamu menyusu kepada orang lain,
maka tiada salahnya bagi kamu apabila kamu serahkan (upah) yang
kamu mahu beri dengan cara yang patut. Dan bertaqwalah kamu
kepada Allah, serta ketahuilah, sesungguhnya Allah sentiasa melihat
akan apa jua yang kamu lakukan.” (QS. al-Baqarah [2]: 233)
َأَيَو ُّد َأَح ُد ُك ۡم َأن َتُك وَن َل ۥُه َج َّنٌ۬ة ِّم ن ِخَّن يٍ۬ل َو َأۡع َن اٍ۬ب َتِر ى ِم ن َتِتَه ا ٱۡل َأۡن َه ٰـ ُر َل ۥُه ِفيَه ا
ٓا َفَأ ا ٓا ِإۡع اٌ۬ر ِفيِه اٌ۬ر ٌ۬ة ۡل ِك ِت ِم
َن ن ُك ِّل ٱلَّثَم َر َو َأَص اَبُه ٱ َبُر َو َل ۥُه ُذِّر َّي ُض َعَف ُء َص َبَه َص
)266:َفٱۡح َتَر َقۗۡت َك َذ ٲِلَك ُيَبُنِّي ٱلَّلُه َلُك ُم ٱۡل َأَيٰـِت َلَعَّلُك ۡم َتَتَف َّك ُر وَن (البقرة
38
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir. Hlm 146
39
QS. Al-Baqarah (2):266.
22
mempunyai kebun kurma dan anggur. Mereka menjawab bahwa Allah lebih
mengetahui maksudnya. Lalu Khalifah Umar marah dan mengatakan
“katakanlah oleh kalian bahawa kami mengetahui atau tudak tahu.” Lalu berkata
Ibnu Abbas “hai amirul mukminin aku tahu sedikit tentangnya, yakni ayat ini
mengandung perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan satu
perbuatan yang ditujukan kepada seorang laki-laki kaya, yang taat kepada Allah,
lalu Allah mengirimkan setan kepadanya yang akhirnya menghapuskan amalan
kebaikannya akibat dari perbuatan maksiat yang dilakukan olehnya.”
Yang dimaksudkan dengan lafaz إعص َـَـارadalah angin yang kuat yang
mengandung panasnya api sehingga terbakarnya pohon dan buah tersebut. Yang
mana hal ini terjadi ketika usianya masih muda, sedangkan anak-anak dan
keturunannya masih lemah pada masa dia tua. Lalu datanglah taufan yang
mengandung api itu tadi membakar kesemua kebunnya sedangkan dia tidak lagi
mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk mempertahankan kebunnya dan
tidak ada seorang pun dari keturunannya yang juga boleh diharapkan.
Demikianlah nasib orang kafir di hari kiamat kelak yang kepergiannya tanpa
Allah s.w.t. dihati mereka.41
َو ۡل َيۡخ َش ٱَّلِذ يَن َلۡو َتَر ُك وْا ِم ۡن َخ ۡل ِف ِه ۡم ُذِّر َّيً۬ة ِض َعٰـًف ا َخ اُفوْا َعَلۡي ِه ۡم َفۡل َيَّتُقوْا ٱلَّلَه َو ۡل َيُقوُلوْا َقۡو ل َس ِد يًد ا
)9:(الّنساء
)6:َيَأُّيَه ا اَّلِذ يَن َءاَم ُنوْا ُقوْا َأنُف َس ُك م َو َأهِليُك م َناًر ا (التحرمي
dari Ali bin Abi Talib tentang maksud bagi ayat ُقوْا َأنُفَس ُك م َو َأهِليُك م َناًر اadalah
didiklah mereka dan ajarilah mereka.
فإذا بلغ عشر فاضربوه ععليها، مروا الّص ّىب باالّص الة إذا بلغ سبع سنني
43
QS. At-Tahrim (66):6.
44
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir.
25
B. Hukum Hadhanah
si anak cenderung dalam kondisi yang berbahaya baik dari fisik maupun
psikik.46
Jika ada di antara kerabatnya yang layak mengasuh dengan sukarela ingin
mengasuhnya dan si ibunya tidak mahu menjaganya kecuali diberi upah. Si ayah
boleh memaksa si ibu untuk menjaga sianak jika dia mampu untuk membayar
upah kepada si ibu dan tidak boleh menyerahkan penjagaan anak dibawah orang
lain, melainkan sia ayah tidak mempunyai kemampuan untuk membayar upah si
ibu tadi. Hal ini karena si ibu itu lebih berkelayakan dan lebih baik untuk
memelihara dan mengurus anaknya yang masih kecil.
Jika si ibu tidak mahu menjaga anak kecuali jika diberi upah oleh dan tidak
ada seorang pun dari kerabat yang sukarela mahu menjaga si anak, sedangkan si
ayah turut tidak berkemampuan untuk membayar upah kepada si ibu untuk
menjaga sia anak, maka si ibu harus dipaksa untuk mengasuh si anak tersebut
dan upah tersebut menjadi utang yang wajib dibayar oleh si ayah, dan utang
tersebut tidak akan gugur sehingga si ayah membayarnya atau si ibu
membatalkannya.47
46
Zaini Nasohah, Perceraian hak wanita Islam, (Kuala Lumpur, Utusan
Publications&Distributors Sdn. Bhd: 2004), hlm 59.
47
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 4, hlm 149
27
a. Mahdhuun.
Adalah orang yang tidak mampu menguruskan dirinya sendiri dan tidak
mampu melindungi dirinya dari bahaya. Yakni, anak kecil yang belum
mumayyiz, orang dewasa yang gila. Ini bermaksud bahwa orang yang
sudah baligh, yakni mampu menguruskan dirinya sendiri tidak
membutuhkan pemeliharaan oleh orang lain (orang yang boleh mandiri
tinggal bersama orang tuanya).
Jika anak yang sudah baligh itu adalah laki-laki, maka dia berhak untuk
hidup mandiri tanpa bantuan dari orang tuanya. Namun tidak bagi anak
perempuan, dia tidak boleh hidup atau tinggal berasingan dari orang
tuanya, karena khawatir akan terjadinya bahaya kepadanya yang sedang
menginjak dewasa.
b. Hawaadhin (orang yang berhak memelihara)
i. Berakal
Tidak sah hadhanah diberikan kepada orang gila, baik gilanya berterusan
maupun kadang-kadang. Sedangkan orang gila tidak mampu mandiri dan
membutuhkan orang lain mengurusnya.
ii. Islam
Orang kafir tidak boleh diberi hak penjagaan anak-anak yang beragama
Islam, karena orang kafir tidak mempunyai hak penguasaan (hak
wilayah) terhadap orang Islam. hal ini berdasarkan firman Allah s.w.t.48:
)141:َو َلن جَي َعَل الَّلُه ِللَك ِف ِر يَن َعَلى ا ؤِمِنَني َس ِبياًل (الِّنساء
ُمل
“dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-
orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman”
(QS. An-Nisa’ [4]: 141)
48
QS. An-Nisa’ (4): 141.
28
أو ميّج سانه، أو ينصرانه، إّال أّن أبويه يهودانه، كّل مولود يولد على الفطرة
“setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya saja, kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya sabagai seorang Yahudi, Nasrani Atau
Majusi” (HR Bukhari)
Namun, si anak harus mengikut orang tuanya yang lebih baik
agamanya. Hal ini karena dikhawatir akan terjadinya pengkafiran bagi si
anak. Hal ini menurut mazhab Syãfi’ĩ dan mazhab Hanbalĩ. Jika anak-
anak itu non muslim, orang Islam atau orang kafir boleh menjaganya.
Menurut Hanãfĩyah dan Mãlikĩyah,49 beragama Islam tidak
disyaratkan dalam hadhanah, sama ada kitabiyah maupun bukan
kitabiyah mereka berhak untuk hadhanah, baik orang itu ibu si anak
maupun orang lain. Hal ini berdasarkan kisah Rasulullah pernah
memberi pilihan kepada seorang anak untuk mengikut ayahnya yang
muslim atau mengikut ibunya yang musyrik, namun anak itu lebih
memilih si ibu yang musyrik, lalu Rasulullah s.a.w. pun berdoa “ya
Allah, berilah petunjuk pada anak itu dan luruskan hati anak itu agar
ikut kepada ayahnya”. Karena memandang kepada kasih sayang orang
tua terhadap anaknya walaupun berlainan agama. Tetapi apa yang
dikatakan mazhab Hanãfĩ ia tidak bermaksud bahwa orang murtad boleh
ke atas hadhanah, karena si murtad itu harus dihukum dengan penjara
sehingga dia bertaubat dan kembali kepada Islam, setelah itu dia berhak
untuk mendapatkan hak tersebut.50
49
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 10, (Gema Insani), Hlm 67.
50
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 4, hlm 147.
29
a. Sudut Fikih
Dalam riwayat lain ada menyebutkan bahwa Abu Bakar berkata kepada
Umar, ibu itu lebih mengasihi, lebih mencintai, lebih menyayangi, lebih mesra,
lebih baik dan lebih kasih sayang terhadap anaknya. Disebabkan itu ibu lebih
berhak dan dihalulukan terhadap hadhanah selama mana dia tidak menikah
dengan orang lain.51
i. Ibu
Ibu adalah berhak keatas penjagaannya selama mana dia belum berkawin
dengan laki-laki lain. Hal ini karena ibu itu kasih sayangnya lebih sabar
menanggung bebanan dalam memelihara dan mengasuh anak kecil
tambahan pula anak bioligisnya sendiri. Sabda Rasulullah s.a.w.:
Abdullah bin Amru berkata:
“Seorang wanita datang berjumpa Rasulullah s.a.w. dan berkata: “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya anakku ini, perut akulah yang
menghamilkannya, susu akulah yang diminumya, dan riba akulah tempat
ribaannya. Bapanya telah menceraikan aku dan sekarang dia ingin
mengambil anakku. Lalu Rasulullah menjawab:
51
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 4, hlm 141.
32
iii. Setelah itu, nenek sebelah ayah (ibu kepada ayah si anak), berterusan ke
atas, yakni ibu-ibu kepada nenek tersebut (moyang) karena
mendahulukan pihak terdekat dari kalangan yang dekat.
iv. Seterusnya adalah saudara perempuan seibu sebapa, seterusnya saudara
perempuan sebapa. Setelah itu saudara perempuan seibu.
v. Setelah itu bibi dari sebelah ibu dan kemudiannya bibi dari sebelah bapa.
vi. Seterusnya anak saudara perempuan daripada saudara laki-laki. Setelah
itu, anak saudara perempuan daripada saudara perempuan.
(1) Mengikut seksyen 83, ibu adalah orang yang lebih berhak dari yang lain
untuk memelihara anak kecil, baik semasa perkawinan maupun pasca
perceraian.
33
(2) Jika mahkamah mendapati bahwa ibu hilang kelayakan (hak) dibawah
hukum syarak terhadap hadhanah, maka hak itu berdasarkan subseksyen
(3), harus berpindah kepada salah seorang yang dibawah mengikut
susunan keutamaannya;
(a) Nenek sebelah ibu hingga ke atas
(b) Ayah
(c) Nenek sebelah ayah hingga ke atas
(d) Saudara perempuan seibu seayah
(e) Saudara perempuan seibu
(f) Saudara perempuan seayah
(g) Anak perempuan dari saudara perempuan seibu seayah
(h) Anak perempuan dari saudara perempuan seibu
(i) Anak perempuan saudara perempuan seayah
(j) Bibi dari sebelah ibu
(k) Bibi dari sebelah ayah
(l) Waris laki-laki yang boleh menjadi warisnya sebagai asabah
(3) Tidak ada seseorang laki-laki yang mempunyai hak terhadap penjagaan
anak-anak perempuan, kecuali laki-laki itu adalah mahramnya, yakni
mempunyai pertalian darah dengan anak-anak perempuan.
(4) Jika ada beberapa orang dari nasab anak itu dan masing-masing
mempunyai kelayakan yang sama, hadhanah harus diberikan kepada
orang yang lebih mempunyai sifat-sifat mulia yang menunjukkan rasa
kasihnya kepada anak itu, jika sifatnya sama-sama mulia, maka ambil
lah yang paling tua usianya dia antara mereka.
Hilang atau gugurnya hak hadhanah:
b. Sudut fikih
34
(1) Walau apa pun peruntukan seksyen 83, mahkamah boleh pada bila-bila
masa dengan perintah memilih untuk meletakkan seseorang anak-anak
dalam jagaan salah seorang daripada orang-orang yang tersebut dalam
seksyen itu atau, jika ada hal keadaan yang luar biasa yang menyebabkan
tidak diingini bagi anak-anak itu diamanahkan kepada salah seorang
52
Enakmen 2 Tahun 2003 Enakmen Udang-Undang Keluarga Islam (Negeri Selangor)
2003
36
Mahkamah boleh pada bila-bila masa dan dari semasa ke semasa memecat
seseorang penjaga, sama ada seorang ibu, ayah atau orang lain dan sama ada dia
53
Enakmen 6 Tahun 2002 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Kelantan
2002.
37
adalah penjaga bagi diri atau harta anak-anak itu, dan boleh melantik seseorang
yang lain menjadi penjaga untuk menggantikannya.
BAB TIGA
KEWENANGAN MAHKAMAH YANG MEMUTUSKAN KASUS HAK
HADHANAH PASANGAN MUSLIM DENGAN NON MUSLIM
Suami atau istri yang beragama Islam mengajukan gugatan perceraian dan
tuntutan hak hadhanah ke Mahkamah Tinggi Syariah di mana tempat mukim
penggugat atau mendapatkan khidmat pengacara daripada pengacara Syarie di
Biro Bantuan Guaman atau swasta untuk mewakili penggugat dalam gugatan
tersebut.
54
Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Terengganu), seksyen 43 (2);
Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Melaka), seksyen 46 (2);
Enakmen 3 Tahun 2005 Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam, Seksyen 46 (2).
38
39
57
Akta 164, Akta Membaharui Undang-Undang (Perkahwinan dan Perceraian) 1976,
hlm 67.
42
kebajikan anak tersebut. Antara kebajikan yang diutamakan dalam hak jagaan
anak, adalah kemahuan orang tua si anak dan kemahuan si anak jika telah
mencapai umur mumayyiz. Namun, anak yang dibawah umur tujuh tahun,
pengadilan melihat kepada kebajikan dan maslahah anak diletakkan di bawah
jagaan ibu berdasarkan fakta kasus. Ini karena, jika di bawah penjagaan ibu
boleh memudaratkan si anak, maka ibu tersebut tidak mempunyai hak ke atas
anak tersebut. Selain itu, jika pasangan mempunyai lebih dari seorang anak,
pengadilan membuat pertimbangan tentang kebajikan setiap anak untuk
memberi hak jagaan terhadap orang tua. Ini karena, tidak terikat untuk memberi
hak jagaan anak hanya kepada salah seorang daripada orang tuanya.
Antara syarat-syarat suatu perintah penjagaan anak adalah menurut seksyen
89 (2) adalah;58
(a) Tempat anak itu akan berdomisili, cara asuhannya dan tentang agama
yang dianuti semasa dia dibesarkan;
(b) Mengadakan peruntukan bagi anak itu semasa berada dalam jagaan
sementara, yakni, selain daripada orang yang berhak menjaganya;
(c) Memberi peruntukan bagi anak itu melawat ibu atau ayahnya atau mana-
mana ahli keluarga seeblah ibu atau ayah yang tidak diberi hak
menjaganya dalam period yang ditetapkan;
(d) Memberi hak melawat si anak kepada orang yang tidak diberi hak
penjagaan anak;
(e) Melarang orang yang diberi penjagaan itu membawa anak ke luar dari
Malaysia.
58
Akta 164, Akta Membaharui Undang-Undang (Perkahwinan dan Perceraian) 1976,
hlm 68.
43
ibu atau bapa yang memeluk Islam, agama bagi anak kepada pasangan tersebut
adalah Islam dan hak hadhanah bagi anak tersebut adalah orang tuanya yang
beragama Islam.
Hal ini, turut berlandaskan hukum bagi perkara 12 (4) menyatakan bahwa
agama seseorang yang berumur di bawah 18 tahun harus ditetapkan oleh orang
tuanya atau penjaganya.
Demikian salah seorang dari orang tua tersebut menentukan agama bagi
anak mereka sudah cukup menentukan agama seorang anak di bawah umur. Ini
karena, perkara 12 (4), mengikut istilah “parent or guardian” (ibu atau bapa
atau penjaga) dan bukan “parents or guardian” (ibu dan bapa atau penjaga).65
Seksyen 61 (3) (b) (iii), Enakmen 1 Tahun 2003 Enakmen pentadbiran Agama
Islam (Negeri Selangor) 2003 bagi bidangkuasa Mahkamah Tinggi Syariah
adalah:
65
Peguam Syarie Faiz Adnan Associates, “Status agama anak bawah umur dan Hak
Hadhanah apabila salah seorang ibubapa memeluk Islam: Adakah Islam atau kekal dengan
Agama ibubapa ketika berkahwin?, diakses melalui https://peguamsyariefas.com.my/status-
agama-anak-bawah-umur/, pada tanggal 14 Maret 2023.
46
Akta ini terpakai khusus untuk orang bukan Islam yang berwarganegara
Malaysia dan rakyat Malaysia yang menetap di luar negara. Akta ini tidak boleh
digunakan terhadap orang Islam, atau orang yang berkawin berdasarkan hukum
syarak, dan tidak boleh diupacarakan dan didaftarkan perkawinannya dibawah
akta ini jika salah seorang daripada pihak perkawinan itu menganut agam Islam.
Hal ini dinyatakan dalam Seksyen 3 Akta ini.67
66
Enakmen 1 Tahun 2003 Enakmen Pentadbiran Agama Islam (Negeri Selangor) 2003,
Bahagian IV (Mahkamah Syariah).
67
Akta 164, Akta Membaharui Undang-Undang (Perkahwinan dan Perceraian)
1976,hlm 11.
68
Ibid, hlm 66.
47
Fasal (1), jika satu pihak kepada perkawinan telah memeluk Islam, pihak yang
satu lagi itu yang tidak memeluk Islam boleh mempetisyen untuk perceraian,
dengan satu syarat bahwa tidak ada satu petisyen di bawah seksyen ini boleh
dikemukakan sebelum tamat tempoh tiga bulan dari tarikh masuk Islam.
Sekseyen 3 (3):-
(a) Akta ini tidak terpakai bagi orang Islam atau bagi mana-mana orang
yang berkawin di bawah undang-undang Islam dan tidak ada perkawinan
boleh diupacarakan atau didaftarkan di bawah akta ini jika salah satu
daripada pihak-pihak kepada perkawinan itu menganut agama Islam;
tetapi tidak ada apa-apa jua dalam seksyen iniboleh diertikan sebagai
menghalang suatu mahkamah daripada mempunyai kewenangan ekslidif
atau pembubaran perkawinan dan semua perkara yang berbangkit
daripada itu termasuk memberi dekri perceraian atau perintah lain di
bawah Bahagian VII dan Bahagian VIII bagi:
69
Redwan Yasin, Hak Pemeliharaan Anak bagi Mualaf: Konflik Undang-Undang di Malaysia,
(UKM, 2021). Hlm 73.
70
Akta 164, Akta Membaharui Undang-Undang (Perkahwinan dan Perceraian)
1976,hlm 46.
48
71
Ibid.
72
Zulazhar Tahir, “Mahkamah Syariah selepas 16 tahun Kemasukan Artikel 121 (1A)
Perlembagaan Persekutuan”, diakses melalui
https://ejournal.um.edu.my/index.php/JMCL/article/view/16258/9766, hlm 150.
73
Zuliza, Nurhidayah, Pemelukan Islam pasangan perkawinan sivil: isu berbangkit dan
cadangan penambahbaikan menurut undang-undang di Malaysia, (UITM, Shah Alam: 2016),
hlm 21.
74
Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Selangor) 2003.
49
c. Perlembagaan Persekutuan77
Jadual Kesembilan
Islam adalah agama bagi persekutuan; tetapi agama-agama lain boleh diamalkan
dengan aman dan damai di mana-mana Bagian Persekutuan.
Perkara 11;
Fasal (1), tiap-tiap orang berhak menganuti dan mengamalkan agamanya dan
tertakluk kepada Fasal (4).
Perkara 12;
Fasal (3), tidak ada seorang pun boleh dikehendaki menerima ajaran sesuatu
agama atau mengambil bagian dalam apa-apa upacara atau upacara sembahyang
sesuatu agama, selain agamanya sendiri.
Fasal (4), bagi maksud Fasal (3) agama seseorang yang di bawah umur 18
tahun hendaklah ditetapkan oleh ibu atau ayahnya atau penjaganya.
Perayu telah memeluk Islam pada tahun 2012 dan telah mendaftarkan
pemelukan Islam kedua-dua anaknya di Mahkamah Tinggi Syariah Seremban,
Negeri Sembilan. Mahkamah kemudiannya memerintahkan pembubaran
perkawinan tersebut dan memberikan hak penjagaan dua orang anaknya kepada
perayu, adapun si istri (tergugat) diberi hak untuk menziarah dan akses ke atas
anak tersebut.
Pertimbangan dalam memutuskan kasus ini lebih terbuka dan luas, hakim
melihat bukan sahaja melihat kepada isu pengislaman anak-anak tersebut , tetapi
52
Penggugat telah berkawin dengan tergugat dan mempunyai dua orang anak
laki-laki. Penggugat mengajukan gugatan perceraian dan hak penjagaan anak
terhadap suaminya yang sudah memeluk Islam yang turut mengislamkan
anaknya di Mahkamah Tinggi. Namun, tergugat membantah permohonan
istrinya dengan alasan bahwa Mahkamah Tinggi tidak mempunyai kuasa ke atas
orang Islam. tetapi, mahkamah menolak bantahan tergugat dan
memerintahkannya untuk mendengar gugatan yang diajukan oleh penggugat
kepadanya.
79
Peguam Syarie Faiz Adnan Associates, “Status agama anak bawah umur dan Hak
Hadhanah apabila salah seorang ibubapa memeluk Islam: Adakah Islam atau kekal dengan
Agama ibubapa ketika berkahwin?, diakses melalui https://peguamsyariefas.com.my/status-
agama-anak-bawah-umur/, pada tanggal 14 Maret 2023.
53
iii. Akses (kebenaran berjumpa anak) diberikan kepada tergugat pada setiap
minggu pada hari Ahad, jam 10 pagi hingga 6 petang bersama penggugat
dirumah penggugat;
iv. Lain-lain perintah yang dianggap adil dan sesuai oleh pengadilan yang
mulia ini; dan
v. Kos permohonan ini ditanggung oleh tergugat.
Pada 12 maret 2003, ketika saman pemula dari pihak penggugat mula
dibicarakan, tergugat mengajukan bantahan awalan yang menyatakan bahwa
Mahkamah Tinggi tidak mempunyai kewenangan untuk membicarakan
permohonan penggugat atas alasan:
tergugat di bantahan awalan telah ditolak, atas faktor seksyen 8 Akta 164
Membaharui Undang-undang, yang mana menyatakan perkawinan tersebut
masih diteruskan dan tidak akan dibubarkan selagimana tidak dibubarkan oleh
mana-mana pengadilan. Demikian, keputusan berpihak kepada penggugat.80
80
Mahkamah Tinggi (Kuala Lumpur), Saman Pemula No S8-24-3586 Tahun 2002,
Shamala a/p Sathiyaseelan v Dr Jeyaganesh a/l C Mogarajah.
BAB EMPAT
PENUTUP
A. Kesimpulan
55
56
B. Saran
57
58
LAMPIRAN