Anda di halaman 1dari 77

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA OUTSORCING

DALAM UU NOMOR 13 TAHUN 2003 PERSPEKTIF MAQASID SYARIAH

SKRIPSI

Ditujukan Kepada

Fakultas Syariah

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

RINALDY ASSIDIQI AFFRIANSYAH


NIM. 17. 2.1.1.1.020

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

2022
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA OUTSORCING

DALAM UU NOMOR 13 TAHUN 2003 PERSPEKTIF MAQASID SYARIAH

SKRIPSI

Ditujukan Kepada

Fakultas Syariah

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Disusun Oleh :

RINALDI ASSIDIQI AFFRIANSYAH


NIM. 172111020

Surakarta, Desember 2021

Disetujui dan disahkan oleh:


Dosen Pembimbing Skripsi

Lutfi Rahmatullah, S.TH., M.Hum


NIP. 198102272017011143

ii
SURAT PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

NAMA : Rinaldy Assidiqi A

NIM : 172111020

PROGRAM STUDI : Hukum Ekonomi Syariah

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA OUTSORCING DALAM

UU NOMOR 13 TAHUN 2003 PERSPEKTIF MAQASID SYARIAH”.

Benar-benar bukan merupakan plagiasi dan belum pernah diteliti sebelumnya.

Apabila kemudian ari diketahui skripsi ini merupakan plagiasi, saya bersedia

menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Demikian surat ini dibuat denan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Surakarta, .................... 2022

Rinaldy Assidiqi A
NIM.17.21.1.020

iii
Desti Widiani, S.Pd.I., M.Pd. I
Dosen Fakultas Syari’ah

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta

NOTA DINAS Kepada Yang Terhormat

Hal : Skripsi Dekan Fakultas Syari’ah

Sdr : Rinaldy Assidiqi A Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Surakarta

Di Surakarta

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Dengan hormat, bersama ini kami sampaikan bahwa setelah menelaah dan
mengadakan perbaikan seperlunya, kami memutuskan bahwa skripsi saudari
Rinaldy Assidiqi A NIM : 172111020 yang berjudul :
” PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA OUTSORCING

DALAM UU NOMOR 13 TAHUN 2003 PERSPEKTIF MAQASID

SYARIAH”

Sudah dapat dimunaqasyahkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar


Sarjana Hukum (S.H) dalam bidang Hukum Ekonomi Syariah (Mu’amalah).

Oleh karena itu kami mohon agar skripsi tersebut segera dimunaqasahkan
dalam waktu dekat.
Demikian, atas dikabulkannya permohonan ini disampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Sukoharjo, 2021
Dosen pembimbing

Lutfi Rahmatullah, S.TH., M.Hum


NIP : 198102272017011143

iv
PENGESAHAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA OUTSORCING


DALAM UU NOMOR 13 TAHUN 2003 PERSPEKTIF MAQASID SYARIAH

Disusun Oleh :

Rinaldy Assidiqi A

NIM. 17.21.1.1.020

Telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqosyah


Pada hari ......................................................... dan dinyatakan telah memenuhi
persyaratan guna memperoleh gelar
Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (Mu’amalah)

Penguji I Penguji II Penguji III

NIP. NIP. NIP.

Dekan Fakultas Syariah

Dr. Ismail Yahya S.Ag, M.A,


NIP.197504091999031001

v
MOTTO

“Bekerja dan berjuang bukan karena kedudukan, pengaruh, ataupun kekayaan,


tidak pula karena mengharap pujian dan sanjungan, melainkan semua itu
dilakukannya demi kepentingan agama dan masyarakat”

vi
PERSEMBAHAN

Allhamdulilah, dengan mengucap syukurr kepada allah SWT yang telah


memberikan kekuatan, memberikan ilmu,serta kemampuan untuk menerima
hidayahnya, atas karunia yang ngkau berikan, akhirnya skripsi ini telah
terselesaikan, sholawat serta salam selalu terlimpahkan kepa Rasullah
Muhammad, sang pendita bahlewa dan pintu segala ilmu. Ku persembahkan
karyaku kepada mereka yang tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupanku
khussnya :
1. Kedua orang tuaku, bapak dan ibu yang senantiasa sabar dengan tingkah tak
karuanku, sejak lahir hingga sekarang.Ya Rabb, masukkan mereka dalam
surga-Mu.
2. Para pembimbing skripsi yang senantiasa sabar dalam membimbing saya,
Lutfi Rahmatullah, S.TH., M.Hum. Semoga jerih payah dan kesabaran Anda
dibalas oleh Allah SWT serta semoga kebaikan selalu menyertai.
3. Adik-adikku terutama adik kandung, Fadlilah. Kamu orang yang sering
kuzalimi. Bagaimana tidak, kakak kalian ini begitu tidak becus menjalankan
perannya sebagai kakak. Maaf, namun ketahuilah, dalam hati terdalam, aku
sangat menyayangi kalian, hanya saja aku tidak mahir mewujudkannya dalam
sikap. Yang jelas, doa untuk kalian akan selalu kakakmu panjatkan kepada-
Nya SWT.
4. Teman-temanku, banyak, sangat banyak. Semoga penyebutan nama berikut
ini bisa mewakili: Lutfi Oktaviani wulandari, Yufidz Anwar, M Kervian
Zamroni, Erwan Hariyadi. Byuh, terima kasih semuanya.
5. Sahabat sahabati PMII Sukhoharjo
6. Pengurus DEMA IAIN Surakarta Fakultas Syariah 2019

vii
PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi yang digunakan dalam penulisan skripsi di Fakultas


Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta didasarkan pada Keputusan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor
158/1987 dan 0543 b/U/1987 tanggal 22 Januari 1988. Pedoman transliterasi
tersebut adalah :
1. Konsonan
Fonem konsonan Bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, sedangkan dalam transliterasi ini sebagian
dilambangkan dengan tanda dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf
serta tanda sekaligus. Daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf latin
adalah sebagai berkut:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

‫ا‬ Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

‫ب‬ Ba B Be

‫ت‬ Ta T Te

‫ث‬ Ṡa Ṡ Es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jim J Je

‫ح‬ Ḥa Ḥ Ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ Kha Kh Ka dan ha

‫د‬ Dal D De

‫ذ‬ Żal Ż Zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ Ra R Er

‫ز‬ Zai Z Zet

‫س‬ Sin S Es

‫ش‬ Syin Sy Es dan ye

viii
‫ص‬ Ṣad Ṣ Es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ Ḍad Ḍ De(dengan titik di bawah)

‫ط‬ Ṭa Ṭ Te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ Ẓa Ẓ Zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ ‘ain …’… Koma terbalik di atas

‫غ‬ Gain G Ge

‫ف‬ Fa F Ef

‫ق‬ Qaf Q Ki

‫ك‬ Kaf K Ka

‫ل‬ Lam L El

‫م‬ Mim M Em

‫ن‬ Nun N En

‫و‬ Wau W We

‫ه‬ Ha H Ha

‫ء‬ Hamzah ...ꞌ… Apostrop

‫ي‬ Ya Y Ye

2. Vokal
Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

ix
َ Fathah A A

َ Kasrah I I

َ Dammah U U

Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transiterasi

1. ‫كتب‬ Kataba

2. ‫ذكر‬ Żukira

3. ‫يذهب‬ Yażhabu

b. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harakat dan huruf maka transliterasinya gabungan huruf, yaitu :

Tanda dan
Nama Gabungan Huruf Nama
Huruf

‫ى‬...‫أ‬ Fathah dan ya Ai a dan i

‫و‬...‫أ‬ Fathah dan wau Au a dan u

Contoh :
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
1. ‫كيف‬ Kaifa

2. ‫حول‬ Ḥaula

x
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut :

Harakat dan Huruf dan


Nama Nama
Huruf Tanda

Fathah dan alif atau


‫ي‬...‫أ‬ ya
Ā a dan garis di atas

‫ي‬...‫أ‬ Kasrah dan ya Ī i dan garis di atas

‫و‬...‫أ‬ Dammah dan wau Ū u dan garis di atas

Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
1. ‫قال‬ Qāla

2. ‫قيل‬ Qīla

3. ‫يقول‬ Yaqūlu

4. ‫رمي‬ Ramā

4. Ta Marbutah
Transliterasi untuk Ta Marbutah ada dua (2), yaitu :
a. Ta Marbutah hidup atau yang mendapatkan harakat fathah, kasrah atau
dammah transliterasinya adalah /t/.
b. Ta Marbutah mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya adalah /h/.
c. Apabila pada suatu kata yang di akhir katanya Ta Marbutah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang /al/ serta bacaan kedua kata itu terpisah
maka Ta Marbutah itu ditransliterasikan dengan /h/.
Contoh :
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
1. ‫روضة األطفال‬ Rauḍah al-aṭfāl

xi
2. ‫طلحة‬ Ṭalḥah

5. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda yaitu tanda Syaddah atau Tasydid. Dalam transliterasi ini
tanda Syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama
dengan huruf yang diberi tanda Syaddah itu.
Contoh :
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
1. ‫ربّنا‬ Rabbana

2. ّ
‫نزل‬ Nazzala

6. Kata Sandang
Kata sandang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf yaitu ‫ال‬.
Namun dalam transliterasinya kata sandang itu dibedakan antara kata sandang
yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah dengan kata sandang yang diikuti oleh
huruf Qamariyyah.
Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf
yang langsung mengikuti kata sandang itu. Sedangkan kata sandang yang
diikuti leh huruf Qamariyyah ditransliterasikan sesua dengan aturan yang
digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Baik diikuti dengan huruf
Syamsiyyah atau Qamariyyah, kata sandang ditulis dari kata yang mengikuti
dan dihubungkan dengan kata sambung.

Contoh :
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
1. ‫الرجل‬
ّ Ar-rajulu

xii
2. ‫الجالل‬ Al-Jalālu

7. Hamzah
Sebagaimana yang telah disebutkan di depan bahwa Hamzah
ditransliterasikan dengan apostrof, namun itu hanya terletak di tengah dan di
akhir kata. Apabila terletak diawal kata maka tidak dilambangkan karena dalam
tulisan Arab berupa huruf alif.
Perhatikan contoh berikut ini :
No Kata Bahasa Arab Transliterasi
1. ‫أكل‬ Akala

2. ‫تأخذون‬ Taꞌkhuzūna

3. ‫النوء‬ An-Nauꞌu

8. Huruf Kapital
Walaupun dalam sistem bahasa Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi
dalam transliterasinya huruf kapital itu digunakan seperti yang berlaku dalam
EYD yaitu digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri dan permulaan
kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandangan maka yang ditulis
dengan huruf kapital adalah nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya.
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam
tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan tersebut
disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan,
maka huruf kapital tidak digunakan.
Contoh :
No Kata Bahasa Arab Transliterasi

‫ومامح ّمدإالرسول‬ Wa mā Muḥammdun illā rasūl

xiii
‫الحمدهللا رب العالمين‬ Al-ḥamdu lillahi rabbil ꞌālamīna

9. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata baik fi’il, isim, maupun huruf ditulis terpisah.
Bagi katakata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang sudah lazim
dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan
maka penulisan kata tersebut dalam transliterasinya bisa dilakukan dengan dua
cara yaitu bisa dipisahkan pada setiap kata atau bisa dirangkai.
Contoh :
No Kata Bahasa Arab Transliterasi

‫وإن هللا لهوخيرالرازقين‬ Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqin /


Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīn

‫فأوفواالكيلوالميزان‬ Fa aufū al-Kaila wa al-mīzāna /


Fa auful-kaila wal mīzāna

xiv
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan karunia dan rahmatnya kepada kita, shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul ” PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
TENAGA KERJA OUTSORCING DALAM UU NOMOR 13 TAHUN 2003
PERSPEKTIF MAQASID SYARIAH”
Skripsi ini disusun guna menyelesaikan Program Studi Jenjang Strata1 (S1)
Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Fakultas Syariah Universitas Islam
Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah mendapat bantuan dari banyak
pihak, melalui kesempatan ini dengan setulus hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Mudhofir, S. Ag., M. Pd., selaku Rektor Universitas Islam
Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta.
2. Bapak Dr. Ismail Yahya, S. Ag., M.A selaku Dekan Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta
3. Bapak H. Masrukhin, S.H., M.H selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana
Islam Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said
Surakarta
4. Bapak Abdullah Tri Wahyudi, S. Ag., S.H.I. selaku Dosen Pendamping
Akademik Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta
5. Lutfi Rahmatullah, S.TH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah banyak memberikan perhatian dan bimbingan selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap Dosen Fakultas Syariah yang telah memberikan bekal ilmu yang
bermanfaat bagi penulis.
7. Segenap Civitas Akademika yang telah memberikan bantuan moril maupun
materiil sehingga skripsi ini terselesaikan.

xv
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan. Kritik dan
saran selalu penulis harapkan demi proses perbaikan. Semoga skripsi ini dapat
menjadi wasilah datangnya manfaat Allah SWT kepada pembaca umumnya dan
penulis khususnya. Amin.

Wassalamu‟alaikum, Wr. Wb

Surakarta, Mei 2022

Rinaldi Assidiqi Affriansyah


NIM. 17. 2.1.1.1.020

xvi
ABSTRAK

Perkembangan kemajuan teknologi dan informasi membuat semakin


meningkatnya permintaan pasar dan akan membuat persaingan antara para pelaku
ekonomi semakin ketat. Oleh sebab itu, setiap perusahaan hatus membuat sesuatu
yang berbeda dan cepat respon agar tetap bertahan. Hal ini lah yang membuat
perusahaan bergerak cepat dan efisien. Pengaturan mengenai outsorching terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan yang
dijadikan sebagai landasan hukum bagi perusahaan dan tenaga kerja melalui ruang
lingkup hak serta kewajiban.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (Library Research), yaitu


penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, menelaah dan mengkaji literatur
ilmiah atau buku-buku yang terdapat dalam suatu perpustakaan. Teknik
pengumpulan data dengan Teknik study kepustakaan Yang dilakukan untuk
menghasilkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini Perlindungan hukum bagi tenaga kerja outsourcing dalam UU
No.13 Tahun 2003 tentang outsourcing terdapat tiga unsur perlindungan yang
diberikan perusahan kepada tenaga kerja yaitu: perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja, jaminan sosial tenaga kerja, dan perlindungan upah. Dan
perlindungan yang diberikan kepada tenaga kerja dibagi menjadi lima aspek yaitu:
hifdz al-din (menjaga agama), hifz an-nafs (menjaga jiwa), hifdz al-‘aql (menjaga
akal), hifdz al-nas’i (menjaga keturunan), dan hifdz al-maal (menjaga harta).
Dalam praktiknya perspektif maqosid syariah terkait perlindungan hukum tenaga
kerja outsourcing memiliki relevansi dengan perlindungan tenaga kerja
outsourcing dalam UU No. 13 Tahun 2003 terutama dalam aspek hifz an-nafs,
hifdz al-nas’i, dan hifdz al-maal.

Kata kunci : pegawai outsourcing, UU No.13 Tahun 2003, Maqosid Syariah

xvii
ABSTRACT
The development of advances in technology and information will increase market
demand and will make competition between economic actors increasingly fierce.
Therefore, every company must make something different and respond quickly in
order to survive. This is what makes the company move quickly and efficiently.
The regulation regarding outsourcing is contained in Law Number 13 of 2003
concerning Manpower which is used as a legal basis for companies and workers
through the scope of rights and obligations.

This research belongs to the type of library research, namely research conducted
by reading, studying and reviewing scientific literature or books contained in a
library. Data collection techniques with literature study techniques were carried
out to produce the data needed in this study.

The results of this study that there are three elements of protection provided by the
company to workers, namely: protection of occupational safety and health, social
security of workers, and protection of wages. And the protection provided to
workers is divided into five aspects, namely: hifdz al-din (maintaining religion),
hifz an-nafs (guarding the soul), hifdz al-'aql (maintaining reason), hifdz al-nas'i
(keeping offspring ), and hifdz al-maal (guarding property). In practice, the
maqosid sharia perspective related to the legal protection of outsourcing workers
has relevance to the protection of outsourcing workers in Law no. 13 of 2003,
especially in the aspects of hifz an-nafs, hifdz al-nas'i, and hifdz al-maal

xviii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii


SURAT PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI .................................................. iii
PENGESAHAN ................................................................................................... v
PERSEMBAHAN .............................................................................................. vii
PEDOMAN TRANSLITERASI........................................................................ viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... xv
ABSTRAK ...................................................................................................... xvii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
E. Kerangka Teori ......................................................................................... 5
F. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 8
G. Metode Penelitian...................................................................................... 9
1. Jenis Penelitian .................................................................................... 10
2. Sumber Data ........................................................................................ 11
3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 12
4. Teknik Analisis data ............................................................................ 12
H. Sistematika Penulisan .............................................................................. 13

BAB II MAQASHID AL-SYARIAH ................................................................. 14


A. Maqoshid Al-Syariah............................................................................... 14
1. Pengertian Maqashid Al-Syariah .......................................................... 14
2. Sejarah Maqashid Al-Syariah............................................................... 16
3. Klasifikasi Maqashid Al-Syariah.......................................................... 17

xix
BAB III UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 ( SISTEM PEKERJA
OUTSOURCING) .............................................................................................. 22
A. Sistem Tenaga Kerja Outsourcing ........................................................... 22
1. Pengertian Sistem Pekerja Outsourcing ................................................ 22
2. Syarat-Syarat Sistem Tenaga Kerja Outsourcing .................................. 24
3. Jenis Pekerjaan yang Boleh dalam Outsourcing ................................... 26
B. Bentuk Perjanjian dalam Sistem Tenaga Kerja Outsourcing .................... 28
1. Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh ........................................................................ 29
2. Perjanjian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan
pekerja/buruh. ............................................................................................. 31
C. Berakhirnya Perjanjian Kerja Tenaga Kerja Outsourcing......................... 32
D. Dampak Sistem Tenaga Kerja Outsourcing ............................................. 33
1. Dampak Positif .................................................................................... 33
2. Dampak Negatif................................................................................... 34

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA


OUTSOURCING DALAM UNDANG UNDANG NO. 13 TAHUN 2003
PRESPEKTIF MAQOSHID AL-SYARIAH ......................................................... 37
A. Perlindungan Hukum Dan Sistem Tenga Kerja Outsourcing Dalam UU
No.13 Tahun 2003 .......................................................................................... 37
B. Perlindungan Hukum Dan Sistem Tenaga Kerja Outsourcing Perspektif
Maqosid Al-Syariah........................................................................................ 41
C. Persamaan dan Perbedaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Outsourcing
Menurut maqosid syariah an UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
50

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 53


A. Kesimpulan ............................................................................................. 53
B. Saran ....................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 55

xx
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di tengah derasnya kebutuhan manusia, Ketenaga kerjaan merupakan suatu

hal yang sangat vital, karena ketenaga kerjaan itu berkaitan langsung dengan

kesejahteraan masyarakat. Oleh karna itu ketenaga kerjaan tidak bisa di gabugkan

dengan bidang lainnya seperti sosisal, politik,ekonomi, keamanan, dan

kebudayaan.

Hal tersebut terlihat dalam Industrialisasi dan pembangunan ekonomi

merupakan suatu starategi dari pemerintah indonesia unntuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat, dan industrialisasi sendiri kan menghasilkan orang yang

mencoba untuk meraih kesejahteraannya dengan bekerja kepada pemilik usaha

yang dimana disebut dengan pekerja/buruh, dalam hal ini negara mau tidak mau

harus terlibat dan bertanggung jawab terhadap perusahaan atau tenagakerja dmi

menjamin buruh atau tenga kerja tersebut memiliki bingkai konstitusi. 1

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peran

dan kedudukan yang sangat penting. Karana tenaga kerja disitu sebgai pelaku dan

tujuan dari sebuah pembangunan. Tenga kerja sendiri sebgai penggerak

perusahaan, patner kerja, aset perusahaan yang mempunyai harga investasi bagi

suwatu perusahaan yang dimana bisa meningkatkan produktivitas. Tenaga kerja

juga merupakan aset terpenting dalam upaya meningkatkan volume

1
Zainal Asikiat all., Dasar Dasar Kumum Perubahan , (Jakarta: Rujawali Pres, 2001),
hlm. 001

1
2

pembangunan. 2 Sesuai dengan peranan dna kedudukan tenaga kerja maka,

diperlukan pembangunan dalam tenaga kerja untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja dan peran sertanya pembangunan dalam peningkatkan perlindungan tenaga

kerja ssesuai dengan harkat dan martabat manusia.

Setiap manusia berhak mendapat hak dan perlakuan yang sama antar

manusia yang satu dengan manusia lainnya, 3 Sehingga pelaksanna pembangunan

nasional, tenaga kerja mempunyai peran dan kedudukan yang sangat penting

sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Tenaga kerja sendiri merupakan

penggerak perusahaan, patner kerja, asset perusahaan yang merupakan investasi

bagi suatu perusahaan dalam rangka meningkatkan produktivitas. Tenaga kerja

juga merupakan asset terpenting dalam upaya meningkatkan volume

pembangunan. 4

Akan tetapi persaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan, membuat

perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses aktifitas penciptaan

produk dan jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya

konsentrasi terhadap kompetensi utama dari perusahaan, akan dihasilkan sejumlah

produk dan jasa memliki kualitas, yang memiliki daya saing di pasaran. Dalam

iklim persaingan usaha yang makin ketat. Salah satu solusinya dengan sistem

outsourcing, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran

2
Redaksi Sinar Grafika,jaminan sosial tenaga kerja (UU No. 3 Tahun1992). (jakarta:
Sinar Grafika, 1992) hal.15
3
Departemen Agama Islam RI, Al-Qurn, Terjemah, dan Tafsir untuk Wanita. (Bandung:
Marwah, 2009), hlm. 277.
4
Redaksi Sinar Grafika, Jaminan sosial tenaga ( UU NO.3 Tahun 1992) ( Jakarta: Sinar
Grafika, 1992) hlm. 15
3

dalam membiyayai Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan

yang bersangkutan. 5

Undang-Undang No. 13 tahun 2003 merupakan salah satu peraturan yang

membahas tentang ketenaga kerjaan, dimana dalam pembahasannya meliputi

tenaga kerja, hubungan kerja, hak-hak tenaga kerja, dan sebagainya. Didalam

Undang-Undang tidak menyebutkan secara tegas mengenai istilah outsourcing.

Tetapi pengertian outsourcing dapat dilihat dalam ketentuan pasal 64 Undang-

Undang Ketenaga Kerjaan No. 13 tahun 2003, yang isinya perusahaan dapat

menyerahkan sebgaian pekerjan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian

pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerjaan yang dibuat secara tertulis 6

Pasca dilegalkannya sistem outsourcing menimbulkan kontroversi di

kalangan pekerja/tenaga kerja, puncaknya dalah pada saat Didi Suprijadi yang

merupakan pekerja pada Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia

(AP2ML) mengajukan permohonan uji materiil terhadap pasal 59, pasal 64, pasal

65, dan pasal 66 Undang-Undang Nomer 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga

kerjaan ke Mahkamah Konstitusi7

Uji materiil yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi oleh Didi Suprijadi

beserta rekan-rekan yang tergabung dalam Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik

Indonesia (AP2ML) dilatarbelakangi oleh Didi Suprijadi beserta rekan-rekan

menganggap dengan adanya sistem outsourcing tidak memberikan rasa keadilan

5
Wirawan, Publik Hukum teropong “Apa yang dimaksud dengan sistem outsorcing ?,”
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0504/31/teropong/komenhukum. Diakses 02 September
2021, hlm 22
6
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan, pasal 24.
7
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tentang syarat-syarat
Penyerahan sebagain Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain
4

terutama terhadap perlindungan hak-hak dasar yang seharusnya didapat oleh

mereka selaku tenaga kerja outsourcing.8

Hal itu dapat kita lihat bahwa, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

faktor tenaga kerja harus diperhatikan. Mulai dari pembinaan, pengarahan dan

perlindungan tenaga kerja. Semata-mata untuk menciptakan proses pembangunan

dan kesejahteraan. Ditambah dengan jumlah penduduk yang sangat besar, itu

merupakan salah satu modal yang sangat penting.

Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja bertujuan untuk menjaga agar

para tenaga kerja lebih dimanusiakan.sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan

hidup tenaga kerja dan hidup layak sebagai manusia. Untuk menjalankan proses

dari perlindungan terhadap tenaga kerja itu memerlukan beberapa perencanaan

dan pelaksanaan secara komprehensif, terpadu dan berkesimbangan.

Berdasarkan uraian masalah diatas, maka hal ini kemudian menjadi dasar

yang mendorong peneliti, untuk membahas dan menulisnya dalam sebuah bentuk

karya ilmiah yang berupa skripsi dengan judul “ Perlindungan Hukum Bagi

Tenaga Kerja Outsourcing Dalam UU Nomer 13 Tahun 2013 Perspektif Maqosid

Syariah”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi tenaga kerja outsorcing dalam UU

no. 13 tahun 2003 tentang aoutsourcing?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi tenaga kerja dalam UU no.13 Tahun

8
https: //www.bphn.go.id, data dan documents, diakses tanggal 21 September 2021.
5

2003 perspektif maqosid syariah ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memberi gambaran dan pemahaman tentang hukum perlirlindungan

tenaga kerja outsourcing.

2. Memahami perjanjian dengan sistem outsorsing mengenai keseimbangan

hak dan kewajiban bagi pekerja atau buruh

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis penelitian ini adalah memberikan penjelasan, pemahaman

dan pengetahuan mengenai proses perlindungan hukum bagi pekerja

outsorcing dalam Undang-Undang no13 tahun 2003 Perspektif Maqasid

Asy- Syariah.

2. Manfaat praktis penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan

kontribusi dalam pengembangan pemikiran khususnya yang berkaitan

dengan pekerja outsourcing.

E. Kerangka Teori

Perlindungan hukum merupakan perkembangan dari konsep pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak manusia (HAM) yang berkembang pada abad ke-

19. Adapun arah dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap HAM

adalah adanya pembatasan dan peletakan kewajiban kepada masyarakat dan

pemerintah.9 Menurut Sucipto Raharjo, perlindungan hukum adalah upaya untuk

9
Tesis hukum, “Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli,”
http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/” diakses pada tanggal 5
6

mengorganisasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat supaya tidak terjadi

tubrukan antar kepentingan dan dan dapat menikmati semua hak-hak yang diberi

oleh hukum. 10

Tenaga Kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

Undang-Undang No. 12 tahun 2003 bab 1 pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga

kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan

barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk

masyarakat.11 Sedangkan menurut DR. Payaman Siamanjuntak dalam bukunya “

Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia” tenaga kerja adalah penduduk yang

sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang

melaksankan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Secara

praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurut dia hanya

dibedakan oleh batas umur. 12

Outsourcing menurut bahasa Indonesia dapat di terjemahkan sebagai ahli

daya. Outsourcing merupakan kegiatan atau proses pemindahhan sorang pekerja

kepada suatu perusahaan kepada pihak ketiga. 13 Sebagai mana aslinya outsourcing

April 2021.
10
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum,( Bandung: PT. Citra Aditya Bakri, 2000) , hal. 53-54.
11
Subijanto, Peran Negara Dalam Hubungan Tenaga Kerja Indonesia, Jurnal Pendidikan
Dan Kebudayaan vol. 17 nomor 6 , 2009, hal. 708
12
Sendjun H Manunulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, (Jakarta:
PT Rineka Citra, 1998), hal. 708
13
Prabhaputra, Budiartha, Seputra Sistem Outshorching dalam hubungan Industri di
Indonesia, jurnal Analogi Hukum Vol.1 nomor 1, 2019, hal 24-25
7

itu dalah jasa yang dimana perusahaan itu sebgai penyedia pekerja untuk

perusahaan lainnya. 14

Secara etimologi Maqasid Asy-Syariah. merupakan istilah gabungan dari

dua kata maqosid dan asy-syariah. Maqasid yang bermakna seperti suatu arah,

tujuan. Syariah secara terminology bermakna jalan menuju mata air, yang dapat

diartikan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan. Syariah secara

terminology adalah teks-teks suci dari Al Qur’an dan As Sunnah yang mutawatir

yang sama sekali belum dicampuri oleh pemikiran manusia. Secara terminology,

Maqasid Asy- Syariah. dapat diartikan sebagai nilai dan makna yang di jadikan

tujuan dan hendak direalisasikan oleh pembuat syariah (Allah) dibalik pembuatan

syariah dan hukum, yang diteliti oleh para ulama mujtahid dan teks-teks syariah.15

Terdapat beberapa ulama yang mendefinisikan tentang maqashid syariah,

yaitu sebagai berikut:

1. Menurut pernyataan al Syatibi dapat dikatakan bahwasanya, kandungan

Maqasid Asy-Syariah.atau tujuan hukum ialah kemaslahatan umat manusia.

2. Menurut al Ghazali dapat dikatakan bahwa Maqasid Asy-Syariah.

merupakan salah satu bentuk pendekatan dalam menetapkan hukum syara’

selain melalui pendekatan kaidah kebahasaan yang sering digunakan oleh

para ulama.16

14
ibid,.
15
Syamsuri dan Dadang Irsyamuddi, “Negara Kesejahteraan dan Maqosid Syariah”,
Jurnal Ekonomi Syariah. Vol. 4 nomor. 1, 2019, hal. 95
16
Moh. Mukri, Aplikasi Konsep Maslahah Al Ghazali pada Isu-Isu Hukum Islam
Kontemporer di Indonesia ( Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2012) hlm 3
8

F. Tinjauan Pustaka

Setelah menulis mencoba menelusuri literatur baik buku-buku, jurnal

ilmiah atau skripsi, penulis menemukan beberapa hasil penelitian yang membahas

mengenai tenaga kerja outsourcing. Penulis juga melakukan review terhadap

hasil-hasil karya ilmiah tersebut yang akan berguna memperjelas posisi penulis

dalam penelitian ini dan memperjelas perbedaan obyek kajian yang sedang

penulis kaji dan teliti.

Diantaranya skripsi yang dilakukan oleh Amiruddin, mahasiswa Universitas

Sumatra Utara Medan, Fakultas Hukum, skripsi tahun 2018, pada skripsinya yang

berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/outsourcing berdasarkan

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ( Studi Di Micky

Holiday Berastagi)”.17 Didalam skripnya menjelaskan tentang peran upah dan jam

kerja outsourcing, mennyakan bagai mana perlindungan hukum dan menganalis

upaya perlindungan hukum di Micky Holiday agar dapat di lindungi sesuai aturan

yang ada.

Peneliti selanjutnya, oleh Kadek Agus Sudiarawan, mahasiswa Universitas

Udayana, Fakultas Hukum, Jurnal tahun 2016 pada jurnal yang berjudul “

Analisis Hukum Terhadap Pelaksanaan Ooutsourcing Dari Sisi Perusahaan

Pengguna Jasa Pekerja”.18 Penenelitian ini bertujuan mengetahui dasar hukum dan

perlindungan suatu perusahaan dalam menggunakan jasa pekerja outsorcing.

Penelitian ini menggunakan metode normatif empiris.

17
Amirudin, “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Outsourcing Berdasarkan
Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan (Studi Di Micky Holiday
Bersatu)”., (Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 2018).
18
Kadek Agus Sudiarawan, “Analisis Hukum Terhadap Pelaksanaan Outsourcing Dari
Sisi Perusahaan Pengguna jasa pekerja”, Jurnal Ilmu Sosial, Bali, Vol. 5 nomor . 2 , 2016.
9

Penelitina selanjutnya, oleh Hamid Mustofa, Mahasiswa Universitas Islam

Negri Sunan Kalijaga, Fakultas Syariah dan Hukum, skripsi tahun 2013, pada

skripsi yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi

Outsourcing Pasca Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PPU-IX/2011 Di PT. Karya

Kinasih Anugra”. Dialam penelitian tersebut penulis menggunakan metode

kualitatif dengan pendekatan normatif. Diaman muncul kecurigaan kesenjangan

antara pengusaha dan pekerja outsourcing tentang paradigma bisnis, sehingga

memunculkan berbagai maslah dan hasilnya nantik mengenai implementasi

purusan pasca keluarnya undang –undang tersebut.19

Penelitian selanjutnya, oleh Lis Juliyanti, Dosen Fakultas hukum,

Universitas Mahasarawati Denpasar, Fakultas Hukum, Jurnal tahun 2015, pada

jurnal yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Kerja Outsourcing di

Indonesia” didalam jurnal ini menganalis tentang outsourcing yang dimana dalam

munculnya Undang-Undang no.13 tahun 2013 ini masih banyak kelemahan

terutaman dalam hal ini kurangnya regulasi yang di keluarkan pemerintah maupun

sebagai ketidak adilan dalam pelaksanaan hubungan kerja antar pengusaha dengan

pekerja. 20

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan

kontriksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.

Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistem dalam

Muatof Hamid, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi outsourching Pasca


19

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomir 27/PUU-IX/2011 Di PT Karya Kinasih Anugrah”, Skripsi


20
Lis Juliyanti “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsourcing Di Indonesi”
jurnal
10

berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti berdasarkan tidak adanya

hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.21

Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur

yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi juga merupakan

analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. 22 Untuk mendapatkan kajian

yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka dalam mengumpulkan

data, menjelaskan dan menyimpulkan objek skripsi ini, penulis menggunakan

metode penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif merupakan penelitian dengan

konteks dan latar apa adanya bukan melakukan eksperimen yang dikontrol secara

ketat atau memanipulasi variabel. 23

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan

naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang

fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus, antara lain terbagi dalam:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (Library Research), yaitu

penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, menelaah dan mengkaji literatur

ilmiah atau buku-buku yang terdapat dalam suatu perpustakaan. Library Research

adalah metode penelitian dengan pengumpulan data dari bahan tertulis (teori-

21
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,
2008), hlm. 42.
22
Diperolehdarihttp://rinawssuriyani.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-metode-dan
metodologi.

html, diakses pada tanggal 16 Oktober 2020.


23
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta:
Lemba Humanika, 2010), hlm. 10.
11

teori) yang berkaitan dengan pokok-pokok masalah yang mengandalkan atau

memakai sumber karya tulis kepustakaan. 24

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif-

analitis, yakni mendeskripsikan atau menguraikan teori-teori yang berkaitan

dengan metode yang digunakandalam menganilisis hukum perlindungan tenaga

kerja outsourcing dalam Undang-Undang No.13 tahun 2013 Perspektif Maqasid

Asy-Syariah. agar mendapatkan pemahaman yang utuh untuk dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan Normative

yaitu dengan menggunakan pendekatan kepada Maqasid Asy-Syariah., hukum

positif, hukum perlindungan tenaga kerja outsourcing dan pendekan filosofis

yaitu dengan menggunakan nilai yang dibangunatau yang dicapaiatau moral.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini tidak akan terlepas dari data-data pendukung sesuai

dengan tujuan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder.

a. Bahan Hukum Primer, dikarenakan penelitian ini merupakan kajian

kepustakaan maka sumber data primernya yaitu beberapa peraturan

Undang- Undang Nomer 13 Tahun 2003 tentang pelindungan tenaga kerja,

yang dimana disini fokus pada tenaga kerja outsourcing.

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasaan

mengenai bahan hukum primer yang bersumber dari literatur-literatur,

makalah, dokumen-dokumen, karya-karya atau buku, serta tulisan ilmiah

24
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1997), hlm 9
12

yang berkaitan dengan penelitian tenaga kerja outsourcing dan Maqasid

Asy- Syariah.

c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder seperti berita, kamus hukum dan pedoman penulisan karya

ilmiah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Mengingat bahwa penelitian ini merupakan penelitian literrer, maka akan

menggunakan Teknik pengumpulan data dengan Teknik study kepustakaan Yang

dilakukan untuk menghasilkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini

sebgaiamana telah di jelaskan dalam pembahasan diatas.

Teknik pengumpulan data ini dimulai dari membaca buku-buku mengenai

maqosid Syariah dan menelaah UU no.13 Tahun 2003 tentang tenaga kerja

aoutsourcing, dan sebgaian buku dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan

aoutsourcing dan maqosid syariah Al Ghazali.

4. Teknik Analisis data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan metode

kualitatif dengan menggunakan metode berfikir deduktif yang berangkat dari

pengetahuan yang bersifat umum untuk menemukan kesimpulan yang bersifat

khusus. Dengan kata lain, penulis menguraikan secara deskriptif tentang teori-

teori yang berkaitan dengan persoalan yang dibahas. Dari data yang umum akan

dianalisis sehingga menghasilkan data yang bersifat khusus yang berhubungan

dengan metode yang digunakan dalam hukum perlindungan tenaga kerja


13

outsorcing dalam Undang- Undang No.13 Tahun 2003 Perspektif Maqasid Asy-

Syariah.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan penjabaran tulisan, penelitian ini

akan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I merupakan Bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat; latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, ,amfaat penelitian,

kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II, ini membahasa tujuan umum konsep Maqasid Asy-Syariah. Yang

isinya terdapat empat Sub Bab antara lain, Definisi Maqasid Asy-Syariah, Sejarah

Maqasid Asy-Syaria., Klasifikasi Maqasid Asy-Syariah.. Maqasid Asy-

Syariah.Imam Al Ghazali

BAB III, ini membahas mengenai Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 (

pekerja outsourcing) yang isinya Sub Bab antara lain. Pengertian undang-undang

No, 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan outsourcing.

BAB IV, dalam bab ini akan menganalisis mengenai perlindungan hukum

tenaga kerja outsaurcing dalam undang undang No, 13 tahun 2003 prespektif

maqosid syariah. Tentang ketenaga kerja aoutsourcing bagi maqosid syariah dan

analis maqosid syariah terhadap pola dan urgensi UU No. 13 tahun 2003 tentang

ketenaga kerjaan.

BAB V, merupakan penutup yang membicarakan tentang hasil penelitian

secara khusus yang terangkum dalam kesimpulan dan dilanjutkan dengan saran-

saran.
BAB II

MAQASHID AL-SYARIAH

A. Maqoshid Al-Syariah

1. Pengertian Maqashid Al-Syariah

Maqashid Al-Syariah secara etimologi terdiri dari dua suku kata, yaitu

maqashid dan Al-Syariah. Menurut dari segi bahasa, maqashid merupakan jama’

dari kata maqshid atau yang diartikan sebagai kesengajaan atau tujuan, keinginan
25
yang kuat, dan berpegang teguh. Sedangkan dalam kamus bahasa arab

maqashid diartikan sebagai menyeaja atau bermaksud kepada (maqashid ilaih)26.

Sementara itu, Al-Syatibi mendefinisikan syariah sebagai aturan-aturan

Allah yang berupa hukum yang mengikat para mukallaf baik dalam perbuatan,

perkataan maupun i’tiqad-nya secara keseluruhan.27 Sedangkan Syariah secara

bahasa berarti ‫ المواضع تحدر الي الماء‬artinya jalan menuju sumber air, jalan menuju

sumber air dapat juga diartikan berjalan menuju sumber kehidupan. 28

Allah SWT menyebutkan beberapa kata Syariah dalam Al-Quran. Beberapa

diantaranya sebagaimana yang tertera pada QS. Al-Jassiyah dan Al-Syura:

َ َ‫َاَو ََلَتَتَّبِ ْعَأ َ ْه َوا َءَالَّ ِذين‬


ََ‫ََلَيَ َْعلَ ُمون‬ َ ‫َاْل َ ْم ِرَفَاتَّبِ ْع َه‬
ْ َ‫ٍَمن‬ َ َ َ‫ث ُ َّمَ َجعَ ْلنَاك‬
ِ ‫علَ ٰىَش َِريعَة‬
Artinya: kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat
(peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah
kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.( Q:S, 45 : 18)

25
Ahsan Lihasanah. “al-Fiqh al-Maqashid ‘Inda al-Imam al-Syatibi”. (Da al-Salam:
Mesir, 2008), h. 11.
26
Mahmud Yunus, “Kamus Arab-Indonesi”, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuryah,
1990), h. 243
27
Abu Ishaq Al-Syatibi, “al-Muwaafaqat fi Ushul al-Syari’ah, juz I, (Beirut: Dar al-
Ma’rifah), h.88.
28
Fazlur Rahman, Islam, alih bahasa: Ahsin Muhammad, ( Bandung: Pustaka, 1994),
hlm. 140.

14
15

َ‫ص ْينَاَبِ ِهَإِب َْرا ِهي َم‬


َّ ‫اَو‬ َ َ‫اَوالَّذِيَأ َ ْو َح ْينَاَإِلَ ْيك‬
َ ‫َو َم‬ َ ‫اَوص َّٰىَبِ ِهَنُو ًح‬
َ ‫ِينَ َم‬ ِ ‫َرعََلَكُ ْم‬
ِ ‫َمنَ َالد‬ َ‫ش‬
َ
َ‫َو ََلَتَتَفَ َّرقُواَفِي ِه‬
َ َ‫واَالدين‬
ِ ‫س ٰىََۖأ َ ْنَأَقِي ُم‬
َ ‫َو ِعي‬
َ ‫س ٰى‬
َ ‫َو ُمو‬
Artinya: Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu:Tegakkanlah
agam dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. (Q:S, 42: 13)

Abu Ishak As-Syatibi (W:790 H) menfefinisikan maqashid Al-Syariah

sebagai tujuan atas hukum yang telah disyariaatkan oleh Allah SWT kepada

hambanya untuk menciptakan kemslahatan. 29 Berdasarkan definisi tersebut,

maqashid al-Syariah mengandung segenap tujuan ditetapkannya hukum dan

aturan Allah SWT untuk kemaslahatan umat manusia. Dengan demikian dapat

diambil kesimpulan bahwa tujuan hukum syariat Allah SWT semata-mata untuk

menciptakan kemslahatan diantara manusia.

Ibn Ashur (W:1393 H) memberikan definisi maqashid al-Syariah adalah

nilai atau hikmah yang dalam koridor syariat baik secara terperinci maupun secara

gelobal. Nilai tersebut memuat moderasi, toleran, dan holistic. Ibn Ashur lebih

jauh mengatakan bahwa maqashid al-Syariah merupakan tujuan utama dari

ditetapkannya syariat sebagai landasan dasar hukum syariat. Menurutnya,

maqhasid al-Syariah tidak dapat dipisahkan dari sumber hukum Islam yang

utama. 30

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa maqashid al-

Syariah adalah hukum ketetapan yang sudah disyariatkan oleh Allah SWT yang

mengandung tujuan untuk menciptakan kemaslahatan diantara kehidupan

29
Abu Ishaq Al-Syatibi, “al-Muwaafaqat fi Ushul al-Syari’ah, juz I, (Beirut: Dar al-
Ma’rifah), h.88.
30
Abd al-Rahman Ibrahim al-Kailani, Qawaid al-Maqaid inda al-Imam al-Shatibi: ‘Ardan
wa Dirasatan wa Tahlilan (Damishq: Dar al-Fikr, 2000), h. 46.
16

manusia. Maqashid al-Syariah mencakup tujuan yang bersifat universal yaitu

menegakkan maslahat dan menolak kesengsaraan,

2. Sejarah Maqashid Al-Syariah

Menurut Nurizal Ismail, istilah maqashid al-Syariah dapat ditelusiri dari

pemikiran para uluma ushul fiqh seperti imam al-haramayn, dan imam al-Ghazali.

Sebelumnya istilah maqashid al-Syariah belum didefinikan secara jelas dan

terperinci karena pada masanya kajian tentang maqashid al-Syariah masuk dalam

pokok ilmu ushul fiqh. 31

Dalam konteks lintas sejarah, As-Syatibi disebut sebagai bapak maqashid

al-Syariah pertama sekaligus peletak dasar ilmu maqashid, namun bukan berarti

tidak ada ilmu maqashid sebelumnya. 32 Oleh sebab itu, As-Syatibi lebih tepat bila

disebut sebagai sarjana muslim yang pertama menyusun secara sistematis

maqashid al-Syariah sebagaimana Imam Syafi’I dianggap sebagai peletak ilmu

ushul fiqh secara sistematis.33

Sejarah maqashid al-Syariah menurut versi Ahmad Raisuni adalah

maqashid al-Syariah pertama kali digunakan oleh At-Turmuzi Al-Hakim, umala

yang hidp di abad ke-3. Beliau pertama kali yang menjabarkan ilmu maqashid al-

Syariah melalui bukunya al-Salah wa Maqasiduhu, al-Haj wa Asraruh, al-’Illah,

31
Nuruzal Ismail, Maqashid Syariahdalm Ekonomi Islam,(Yogyakarta: Smart WR,
2014), h. 4-5
32
Abu Ishaq Al-Syatibi, “al-Muwaafaqat fi Ushul al-Syari’ah, juz I, (Beirut: Dar al-
Ma’rifah), h.88.
33
Jasser Auda, 2015, Membumikan Hukum Islam Melalui Maqhasid Syariah,
Terjemahan, Rosidin dan ‘Ali ‘Abd el Mu’im,(Bandung: Mizan Media Utama) hlm 33
17

’Ilal al- Syariah, ’lal al-‘Ubudiyah dan juga bukunya al-Furuq yang kemudian

diadopsi oleh imam al-Qarafi menjadi buku karangannya. 34

Terlepas dari perbedaan sejarah periode perkembangan teori maqashid al-

Syariah dapat disimpulkan bahwa terori maqoshid al-Syariah sudah ada jauh

sebelum As-Syatibi memperkenalkannya. Tetapi, Al-Syatibi berperan dalam

merumuskan teori maqoshid al-Syariah secara sistematis dalam desain yang lebih

tertata, komunikatif, dan dapat diterima oleh masyarakat umat Islam. Teori

maqashid al-Syariah pertamakali dipopulerkan Al-Syatibi dalam buku

karangannya yang berjudul al-Muwafaqot fi Ushul Asy-Syariah. Kitab tersebut

sebagai kitab karangan yang ditulis sebagai upaya menjembatani titik perbedaan

ulama Malikiyah dan Hanfiah. 35

3. Klasifikasi Maqashid Al-Syariah

Maqashid al-Syariah diklasifikasin oleh para ahli ushul fiqh menjadi tiga

klasifikasi besar yaitu: menjaga kebutuhan pokok (dzaruriyat), menjaga

kebutuhan sekunder (hajiyyat), dan menjaga kebutuhan tersier (tahsiniyyat).36

Dzaruriyat atau menjaga kebutuhan pokok menjadi klasifikasi maqashid al-

Syariah yang berhubungan dengan memelihara kebutuhan yang bersifat primer

bagi kehidupan manusia seperti: agama, jiwa, keturunan,harta, dan akal.

Hajiyyat atau menjaga kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan yang

bersifat sekunder atau dapat diindari dari kehidupan manusia dari kesulitan. Tidak

34
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000).
35
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997) hlm
133
36
Dr. Yusuf Muhammad al-Badawiy, Maqashid al-Syariah ‘Inda Ibn Taimiyah,
(Yordania: Dar al-Nafais, t.th), h. 63-66.
18

terpenuhinya kebutuhan ini, tidak akan mengancam kebutuhan dasar manusia.

Sedangkan tahsiniyyat berkenaan dengan menjaga kebutuhan tersier, yaitu

kebutuhan penunjang martabat manusia dalam masyarakat dan di hadapan

Tuhanya.37

Pada dasarnya ketiga tujuan tersebut dimaksudkan untuk menjaga dan

memilahara serta mewujudkan lima kebutuhan pokok. Lima kebutuhan pokok

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hifz al-Din (menjaga agama)

Menjaga agama pada dasarnya adalah menjaga dan memelihara dalam

menjadikan syariat dan aturan agama sebagai dasar berperilaku dan bersikap.

Menjaga agama dalam kepentingannya dibagi menjadi tiga tingkat yaitu: (1)

memelihara kewajiban agama seperti sholah lima waktu dan puasa wajib

ramadhan; (2) melaksanakan ketentuan agama untuk menghindari kesulitan

seperti melaksanakan shalat jama’ dan qhasar ketika sedang bepergian; (3)

mengikuti petunjuk agama sebagai menjunjung martabat manusia seperti

menutup aurat, membersihkan badan, dan selalu menjaga kebersihan.

2. Hifz al-Nafs (menjaga jiwa)

Menjaga jiwa berarti menjaga kondisi diri dalam segi kesehatan fisik dan

mental. Menjaga diri dapat dipenuhi dengan memenuhi kebutuhan pokok

berupa makanan untuk mempertahankan hidup. Selain itu, menjaga diri

diartikan dapat menjaga diri dari makanan halal dengan menerapkan tata cara

yang disyariatkan oleh agama Islam.

3. Hifz al-‘Aql (menjaga akal)

37
Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam al-Ghazali: Maslahah Mursalah
dan Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, hlm.144.
19

Menjaga akal berarti menjaga dan melestarikan kesehatan akal pikiran.

Dalam perspektif ini dapat berupa tidak makan dan minum sesuatu yang

diharamkan seperti minuman keras dan sabu-sabu yang dapat merusak otak.

Selain itu menuntut ilmu pengetahuan dan menghindari mendengarkan atau

melamun sesuatu yang tidak bermanfaat menjadi upaya dalam menjaga akal.

4. Hifz al-Nas’i (menjaga keturunan)

Menjaga keturunan dapat diimplementasikan dalam menjaga diri dari

perbuatan zina yang diharamkan. Selain itu dalam ketika manusia melakukan

akad pernikahan harus sesuai dengan tata cara dan syariat yang mengatur

demi melestarikan keturunan yang menjadi generasi penerus Islam.

5. Hifz al-Maal (menjaga harta)

Menjaga harta diartikan sebagai menjaga perolehan harta yang halal dan tidak

melanggar syariat Islam. Menjaga harta dapat diimplementasikan dengan cara

kepemilikan harta yang halal dan menghindari kecurangan dan penipuan

dalam mendapatkannya.

Didalam hal ini ada hubungan antara maqosid syariah dengan beberapa

metode ijtihad atau penetapan hukum yang dapat dikemukakan dalam beberpa

aspek maslahat yang kemudian disandarkan pada maqosid syariah dapat dilihat

dari :

1. Qiyas

Secara bahasa qiyas berarti mengukur, menyamakan dan menghimpun

atau ukuran, skala, bandingan dan analogi. Adapun pengertian maqosid

secara istilah adalah “ menyantumkan sesuatu yang diamana tidak

menyebutkan hukum dalam nas dengan sesuatu yang disebutkan dalam nash,
20

disebut kesatuan ‘illat hukum antara deduanya.”38 qiyas sebagai metode

ijtihad dipakai hampir semua madzab hukum dalam islam. Walaupun

pemakaiaannya dalam intensitas yang berbeda-beda. Oleh karena itu, qiyas

juga termasuk kategori dalil hukum yang disepakati setalah al-quran hadits

dan ijma’.

2. Maslahah Mursalah

Mayoritasulamak fiqih menerima metode maslahah al- mursalah, karena

tujuan maslahah adalah untuk menarik manfaat dan menghindari bahaya dan

memelihara hukum isalam untuk agama, jiwa, akal, keturunan dan harta

manusia.39 Para ulama juga menggunakan metode tersebut dengan memberi

beberapa pernyataan, agar hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar hukum,

sebagai berikut :

a. kemaslahatan termasuk dalam kategori daruriyyat, yang dimana bahwa

menetapkan satu kemaslahatan, maka tingkat keperluannya harus

diperhatikan jika samapi mengancam 5 unsur pokok maslahah atau

sampai batas tersebut.

b. kemaslahatan bersifat qath’i, yang artinya yang sudah dimaksud dengan

maslahah dan benar-benar sudah diyakini sebagai maslahah, tidak

dijadikan dugaan semata-mata.

c. kemaslahatan bersifat kulli, artinya kemaslahatan itu bersifat umum dan

kolektif, tidak bersifat individual.

38
Totok jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Usul Fiqih , (Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2005), hlm. 270
39
Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam –Ghazali; Maslahah Mursalah dan
Relevensinya Dengan Pembaruan Hukum Islam, ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002) hlm. 37
21

Berdasarkan hal-hal diatas maka dapat dismpulkan bahwasannya maslahat

mursalah dan maqosid syariah mempunyai hubungan yang sangat erat.40

3. Saddu Zariah

Saddu zariah disini mempunyai artinya yaitu, jalan yang membawa kepada

sesuatu, secara hissi atau maknawi, baik atau buruk dan menutup jalan untuk

terjadinya suatu keruskan.41

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama Maqashid

Al-Syariah adalah mengatur cara hidup manusia di dunia. Tujuan tersebut yang

menjadikan manusia bermatabat sebagai bentuk penghambaat diri kepada Allah

SWT dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Implementasi

Maqashid Al-Syariah sebagai cara hidup manusia meliputi menjaga agama, jiwa,

akal, keturunan, dan harta.

...

40
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu 1999) hlm.
128.
41
Amir Syarifuddin, Usul Fiqih, Jilid II ( Cet. V: Jakarta: Kencana, 2009) hlm. 424.
BAB III

UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 ( SISTEM PEKERJA

OUTSOURCING)

A. Sistem Tenaga Kerja Outsourcing

1. Pengertian Sistem Pekerja Outsourcing

Istilah outsourcing dapat diartikan sebagai kontrak kerja (work out).42

Outsourcing sendiri memiliki berbagai definisi. Menurut Maurice Greaver yang

dikutip oleh Iftida Yasar mendefinisikan outsourcing sebagai tindakan alih daya

beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusanya kepada pihak

lain, dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerja sama. 43

Menurut Chandra Suwondo, outsourcing disebut dengan pengalihan daya

dimana pendelegasian operasional dan manajemen harian daru suatu proses bisnis

kepada pihak luar/perusahaan penyedia jasa pekerja. 44 Pendapat serupa

dikemukakan oleh Amin Widjaja Tunggal yang mengartikan outsourcing sebagai

proses pemindaan pekerjaan dan layanan yang sebelumnya dilakukan di dalam

perusahaan ke pihak ketiga.45

Dari penafsiran pendapat Tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa

outsourcng merupakan pengalihan daya dalam aspek operasional, aktivitas

42
Iftida Yasar, Outsourcing Tidak Akan Pernah Bisa Dihapus, (Jakarta : Pelita Fikir
Indonesia, Cet.I, 2012), 17.
43
Ibid
44
Chandra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia, (Jakarta : Elex Media
Komputindo, Cet. II, 2003), 2-3.
45
Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (t.tt. : Harvarindo, 2008), 11.

22
23

perusahaan, dan hak pengambilan keputusan kepada pihak lain (perusahaan

penyedia jasa).

Peraturan perundang-undangan belum secara tegas dan rinci memberikan

definisi outsourcing. Namun pengertian outsourcing dapat terpatri dalam

ketentuan Pasal 64 UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, yakni

sebagai berikut:

“Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada


perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”46

Berdasarkan pemaparan UU di atas memunculkan adanya komponen dalam

sistem tenaga kerja outsourcing, yaitu pekerja/butuh, perusahaan, pemborong

pekerjaan, dan penyedia jasa pekerja/buruh. Pekerja/buruh adalah orang yang

bekerja pada orang lain dengan upah sebagai imbalan pekerjaan yang teiah

dilakukan. 47

Sedangkan berdasarkan Pasal 1 ayat (3) yang dimaksud dengan perusahaan

yang selanjutnya disebut perusahaan pemberi pekerjaan adalah:

1. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau yang bukan berbadan hukum,

milik perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik

swasta ataupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan

membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

2. Usaha-usaha sosial atau usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan

mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk

46
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Pasal 64.
47
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor :
KEP.101/MEN/VI/2004

tentang tata cara perijinan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, Pasal 1 ayat (1).
24

lain. 48

Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmisi

Pasal 1 ayat (1) penyedia jasa pekerja/buruh atau bisa disebut dengan vendor

adalah perusahaan berbadan hukum yang dalam kegiatan usahanya menyediakan

jasa pekerja/buruh untuk dipekerjakan di perusahaan pemberi pekerjaan. 49

Kesimpulanya, dalam peraturan perundang-undangan tidak menjelaskan

pengertan outsourcing secara pasti. Namun, pengertian outsourcing dapat

ditafsirkan berdasarkan Pasal 64 UU No.13 Tentang Ketenagakerjaan. Pasal

tersebut menyebutkan bahwa terdapat empat komponen dalam sistem tenaga kerja

outsourcing, yaitu pekerja/buruh, perusahaan, pemborong pekerjaan, dan penyedia

jasa pekerja/buruh.

2. Syarat-Syarat Sistem Tenaga Kerja Outsourcing

Merujuk pada ketentuan Pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan dapat dipahami bahwa praktik yang dikenal dalam sistem kerja

outsourcing memiliki dua wajah.

Pertama, penyerahan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan

kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan. Pekerjaan yang dapat

diserahkan kepada perusahaan pemborong pekerjaan harus memenuhi syarat

sesuai ketentuan pasal 65 UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yaitu:

a. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain

dilaksanakan berdasarkan perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat

secara tertulis

b. Pekerjaan dapat diserahkan kepada perusahaan lain dengan syarat yaitu: 1)

48
Ibid., Pasal 1 ayat (3).
49
Ibid.
25

dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; 2) dilakukan atas perintah dari

pemberi pekerjaan; 3) merupakan kegiatan penunjang perusahaan secaa

keseluruhan; dan 4) tidak menghambat proses produksi secara langsung

c. Perusahaan lain harus berbadan hukum

d. Perlindungan kerja dan syarat kerjaga buruh harus sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku 50

Kedua, penyedia jasa tenaga kerja, yakni perusahaan berbadan hukum

dalam kegiatan usahanya menyediakan jasa pekerja/buruh untuk dipekerjakan di

perusahaan pemberi pekerjaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 66 UU No. 13 Tahun

2003 tentang ketenagakerjaan diatur penyerahan pelaksanaan pekerjaan melalui

perushaan penyalur jasa pekerja/buruh sebagi berikut:

a. Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa tidak boleh bekerja pada

kegiatan pokok atau yang berhubungan dengan proses produksi

b. Penyedia jasa pekerja/buruh harus memenuhi syarat: 1) memiliki hubungan

kerja antara buruh dan perusahaan penyedia jasa kerja; 2) perjanjian kerja

adlah perjanjian untuk waktu tertentu; 3) perlindugan upah dan kesejahteraan

buruh menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; 4)

perjanjian yang dijalin dibuat secara tertulis

c. Penyedia jasa pekerja/buruh harus berbadan hukum51

Amin Widjaja Tunggal merangkum syarat menjadi perusahaan penyeda jasa

pekerja/buruh outsourcing harus memiliki bukti, yaitu:

a. Ijin dari Dinas Ketenagakerjaan sebagai penyedia jasa tenaga kerja

50
Maimun, Hukum Ketenagakerjaan : Suatu Pengantar, hlm.147.
51
Ibid
26

b. Akta pendirian perusahaan badan hukum (PT/Kopereasi) (pengecualian

sesuai Keputusan Meneteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor :

KEP.220/X/MEN/2004, Pasal 3 ayat (2) dan (3)).

c. SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan)

d. NPWP (Nomor Induk Wajib Pajak)

e. Perjanjian kerjasama antara prinsipil dengan vendor

f. Wajib lapor ketenagakerjaan

g. Peruaturan perusahaan yang disahkan oleh Dinas Ketenagakerjaan.52

3. Jenis Pekerjaan yang Boleh dalam Outsourcing

Ketentuan jenis pekerjaan yang boleh dalam sistem outsourcing tidak

dipaaparkan secara jelas dan pasti dalam ketentuan perundang-undangan. Namun,

hal ini dipaparkan pada bagian penjelasan UU Pasal 66. Dalam Pasal 66 ayat (1)

UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan klasifikasi jenis

pekerjaan sistem tenaga kerja outsourcing sebagai berikut:

“Kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung


dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha
pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain Usaha
pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi
pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman (security/satuan
pengaman), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta
usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.”53

Sehingga dari sini dapat dipahami, bahwa pekerjaan yang boleh dioutsource

hanyalah pekerjaan penunjang saja, antara lain yakni cleaning service, catering,

security, penunjang dipertambangan, serta penyediaan jasa angkutan

pekerja/buruh.

52
Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus , 40
53
Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
Pasal 66 ayat (1).
27

Pasal 65 dan 66 UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan juga

menyebutkan perusahaan lain (yang diserahi pekerjaan) harus berbentuk badan

hukum. Ketentuan ini lebih lanjut diatur dengan Pasal 3 Keputusan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : KEP.220/MEN/VI/2004 tentang

syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain,

yakni sebagai berikut :

a. Dalam hal perusahaan pemberi pekerjaan akan menyerahkan sebagian

pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan pemborong pekerjaan harus

diserahkan kepada perusahaan yang berbadan hukum.

b. Ketentuan mengenai berbadan hukum ini dikecualikan bagi :

1) Perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang pengadaan

barang.

2) Perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang jasa

pemeliharaan dan perbaikan serta jasa konsultasi yang dalam

melaksanakan pekerjaan tersebut mempekerjakan pekerja/buruh kurang

dari 10 (sepuluh) orang.

c. Apabila pemborong pekerjaan tersebut akan menyerahkan lagi sebagian

pekerjaan yang diterima dari perusahaan pemberi pekerjaan, maka peyerahan

tersebut dapat diberikan kepada perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan

berbadan hukum. Namun, jika perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan

berbadan hukum tersebut tidak melaksanakan kewajibannya memenuhi hak-

hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja, maka perusahaan yang berbadan

hukum yang bertanggungjawab dalam memenuhi kewajiban tersebut.

d. Apabila dalam satu daerah tidak terdapat perusahaan pemborong pekerjaan


28

yang berbadan hukum atau terdapat perusahaan pemborong pekerjaan

berbadan hukum tetapi tidak memenuhi kualifikasi untuk dapat melaksanakan

sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, maka penyerahan

sebagian pelaksanaan pekerjaan dapat diserahkan pada perusahaan

pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum dan perusahaan tersebut

harus bertanggungjawab untuk memenuhi hak-hak pekerja/buruhnya. Serta

harus dituangkan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan antara perusahaan

pemberi pekerjaan dengan perusahaan pemborong pekerjaan. 54

B. Bentuk Perjanjian dalam Sistem Tenaga Kerja Outsourcing

Hubungan kerjasama antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan

perusahaan pegguna jasa pekerja/buruh tentunya diikat dengan suatu perjanjian

tertulis. Perjanjian dalam sistem tenaga kerja outsourcing dapat berbentuk

perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh.

Perjanjian–perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi syarat-syarat

sah perjanjian seperti yang tercantum dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPerdata), yakni sebagai berikut :

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :


1. Sepakat, bagi para pihak.
2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Sebab halal.

Sesuai dengan UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan bahwa

perjanjian dalam sistem tenaga kerja outsourcing terdapat 2 (dua) tahapan, yakni

sebagai berikut:

54
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : KEP.220/MEN/X/2004
tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, Pasal 3
dan 4.
29

1. Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain

melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa

pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : KEP.101/MEN/VI/2004 tentang tata cara

perijinan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, apabila perusahaan penyedia

jasa pekerja/buruh memperoleh pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan,

kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurangkurangnya

memuat beberapa ketentuan, yakni sebagai berikut :

a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh.

b. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud

huruf a, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan perusahaan penyedia

jasa pekerja/buruh sehingga perlindungan dan kesejahteraan, syarat-syarat

kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggungjawab perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh.

c. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia menerima

pekerja/buruh di perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk

jenis-jenis pekerjaan yang terus-menerus ada di perusahaan pemberi

pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh.55

55
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : KEP.101/MEN/VI/2004
tentang tata cara perijinan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, Pasal 4.
30

Selanjutnya ketentuan pendaftaran perjanjian tersebut yakni sebagai berikut:

a. Perjanjian harus didaftarkan pada instansi yang bertanggungjawab di bidang

ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan dengan melampirkan draft perjanjian

kerja.

b. Dalam melakukan pendaftaran, pejabat instansi yang bertanggungjawab di

bidang ketenagakerjaan melakukan perjanjian tersebut. Apabila telah

memenuhi ketentuan, maka diterbitkan bukti pendaftaran, namun apabila

tidak sesuai dengan ketentuan, maka pejabat instansi yang bertanggungjawab

di bidang ketenagakerjaan memberikan catatan pada bukti pendaftaran halhal

yang tidak sesuai dengan ketentuan.56

Sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor

KEP.220/MEN/X/2004 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan

pekerjaan kepada perusahaan lain dijelaskan bahwa perusahaan pemberi pekerjaan

yang akan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan

pemborong pekerjaan wajib membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan

serta menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang utama dan penunjang berdasarkan

ketentuan undang-undang yang kemudian dilaporkan ketenagakerjaan setempat.57

56
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : KEP.101/MEN/VI/2004
tentang tata cara perijinan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, Pasal 5 dan 6
57
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : KEP.220/MEN/X/2004
tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, Pasal 6.
31

2. Perjanjian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan

pekerja/buruh.

Perjanjian kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan

pekerja/buruh dapat berupa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maupun

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara

pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu

tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Sedangkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak

Tertentu (PKWTT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan

pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.58

Pasal yang mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah Pasal 56 sampai dengan

Pasal 60 UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diatur pula dalam Keputusan

Menteri Tenaga Kerja RI No. KEP/100/MEN/VI/2004 tentang ketentuan

pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu. Perjanjian kerja antara perusahaaan

penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh berisi yakni sebagai berikut :

a. Hubungan kerja, Syarat-syarat kerja.


b. Jangka waktu (PKWT/PKWTT)
c. Besarnya upah dan cara pembayaran.
d. Jenis pekerjaan.

58
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor :
KEP.100/MEN/VI/2004
tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu, Pasal 1ayat (1) dan ayat (2).
32

e. Penempatan kerja. 59
Jika dalam perjanjian kerja tersebut tidak memenuhi ketentuan yang

berlaku, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan

perusahaan pemberi pekerjaan.

C. Berakhirnya Perjanjian Kerja Tenaga Kerja Outsourcing

Secara umum berakhirnya perjanjian kerja diatur dalam Pasal 61 ayat (1)

UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yakni sebagai berikut : Perjanjian

kerja berakhir apabila :

1. Pekerja meninggal dunia;

2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

3. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap; atau

4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. 60

Ketentuan berakhirnya perjanjian kerja diatur pula dalam Pasal 62 UU No.

13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yakni sebagai berikut :

“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya


jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau
berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud

59
Hadi Setia Tunggal, Pokok-Pokok Outsourcing : Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Dan Transmigrasi No 13/2012 Tentang Komponen Dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian
Kebutuhan Hidup Layak, 47.
60
Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Pasal 61ayat (1).
33

dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan
membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh
sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.” 61

Sehingga dengan adanya ketentuan UU No 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan tersebut membuat perusahaan tidak serta merta dapat

memutuskan hubungan kerja dengan para pekerja/buruh.

D. Dampak Sistem Tenaga Kerja Outsourcing

1. Dampak Positif

Mengingat bisnis sistem tenaga kerja outsourcing berkaitan erat dengan

praktik ketenagakerjaan, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan

ketenagakerjaan menjadi faktor penting dalam memacu perkembangan sistem

tenaga kerja outsourcing di Indonesia. Legalisasi penggunaan jasa baru terjadi

pada tahun 2003, yakni dengan keluarnya UU No 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan.62

Salah satu konsultan sumber daya manusia (SDM) dan alih daya PT.

Perdana Perkasa Elastindo (PERSAELS), Iftida Yasar dalam bukunya

“Outsourcing Tidak Akan Pernah Bisa Dihapus” menyebutkan praktik sistem

tenaga kerja outsourcing memiliki banyak manfaat di antaranya yakni sebagai

berikut :63

1. Manfaat bagi pemerintah. Dapat membantu mengembangkan dan

mendorong pertumbuhan serta mendorong pertumbuhan ekonomi

61
Ibid., Pasal 62.
62
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarata : Rajawalai Pers,

2012), 187.
63
Iftida Yasar, Outsourcing Tidak Akan Pernah Bisa Dihapus, 29-30.
34

masyarakat dan perekonomian nasional.

2. Manfaat bagi masyarakat dan pekerja/buruh. Mengurangi pengangguran

dan mencegah urbanisasi.

3. Manfaat bagi perusahaan. Meningkatkan fokus perusahaan inti. Jika semua

kegiatan dilakukan sendiri oleh perusahaan, maka perhatian perusahaan

dan energi perusahaan akan terserap pada hal-hal yang bukan core

business. Dengan menyerahkan sebagian pekerjaan kepada pihak lain yang

lebih ahli maka perusahaan bisa lebih fokus pada bisnis inti.

Kemunculan aturan sistem tenaga kerja outsourcing melalui UU No 13

Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan membuat meningkatnya minat perusahaan

pengguna jasa pekerja/buruh untuk melakukan sistem tenaga kerja outsourcing

dan mengakibatkan berjamurnya perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

2. Dampak Negatif

1) Memunculkan Kesenjangan sosial

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, FSPMI, dan

FES di 3 Provinsi 7 Kabupaten/Kota tepatnya yakni Provinsi Kepulauan Riau

di Kota Batam, Provinsi Jawa Barat di Bekasi dan Karawang serta Provinsi

Jawa Timur di kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto dan

Kabupaten Pasuruan. Penelitian tersebut menemukan kesenjangan sosial

berupa pembedaan upah antara pekerja/buruh tetap, kontrak dan outsourcing.

Meskipun buruh kontrak dan outsourcing melakukan jenis pekerjaan yang

sama di tempat serta jam kerja yang sama akan tetapi upah yang diterima

kedua kelompok pekerja/buruh ini lebih rendah dari upah yang diterima oleh
35

buruh tetap.64

2) Kurangnya kesejahteraan pekerja/buruh outsourcing65

Ditemukan fakta bahwa tidak adanya kesejahteraan bagi pekerja/buruh

yakni melalui salah satu pekerja/buruh outsourcing yang diwawancarai oleh

harian Republika bernama Taufan (bukan nama asli) mencurahkan isi hatinya.

Ia bekerja di salah satu perusahaan plat merah alias Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) sebagai penjaga loket Jasa Marga, pemuda berusia 23 tahun ini sama

sekali tidak nyaman dengan statusnya sebagai pekerja/buruh outsourcing. ia

mengatakan yakni sebagai berikut :

“Kalau bisa segera dihapusah praktik kerja outsourcing. gaji saya hanya
Rp 1,7 juta per bulan, tetapi tidak sebanding dengan jam kerja dan tenaga
yang saya keluarkan. Saya juga tidak menerima bonus dan tunjangan
layaknya pegawai tetap. Gaji mereka Rp 3 Juta per bulan.”

3) Status kerja tidak jelas66

Sistem kerja outsourcing membuat status hubungan kerja pekerja/buruh

menjadi tidak jelas. Jika seseorang bekerja pada perusahaan A, dimana

sebelumnya disalurkan oleh perusahaaan B, maka ketika terjadi pelanggaran

hak-hak normatif (upah dibayar lebih rendah dari Upah Minimum Kota

(UMK), jam kerja berlebihan, lembur yang tidak dibayar, Tunjangan Hari Raya

(THR) yang tidak diberikan, pelarangan cuti, Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK)) sulit untuk memprosesnya. Bahkan kerap terjadi, baik perusahaan A

64
Indrasari Tjandraningsih, Diskriminatif Eksploratif : Praktek Kerja Kontrak Dan
Outsourcing Buruh Metal Di Indonesia, (t.tt. : AKATIGA-FSPMI-FES, 2010), 8.
65
Citra Listya Rini,”Praktik Outsourcing, Perbudakan Ala Modern ?”, dalam
http://www.republika.co.id/berita/kolom/fokus/13/04/12/ml4cvu-praktik-outsourcing-perbudakan-
alamodern (08 Februari 2022).
66
Iqbal Fajar,”Pengaruh Sistem Outsourcing Terhadap Kinerja Karyawan”, dalam
http://belajarnulisserius.blogspot.com/2011/07/pengaruh-sistem-outsourcing-terhadap-
kinerja.html. (08 Februari 2022)
36

maupun perusahaan B saling lempar tanggungjawab terhadap tuntutan yang

diinginkan.
BAB IV

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA OUTSOURCING

DALAM UNDANG UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 PRESPEKTIF

MAQOSHID AL-SYARIAH

A. Perlindungan Hukum Dan Sistem Tenga Kerja Outsourcing Dalam UU

No.13 Tahun 2003

Kontrak kerja atau yang sering disebut outsourcing , adalah suatu

perjanjian antar pekerja dan pengusaha yang dilakukan secara lisan atau tertulis,

baik untuk waktu tertentu maupun waktu yang tidak tertentu yang dimana disitu

sudah memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban. 67 Sedangkan menurut UU

No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 59 ayat 1. Pengertian karyawan

kontrak adalah suatu karyawan yang bekerja pada satu instansi dengan kerja

waktu yang tertentu yang dimana didasarri atas suatu perjanjian atau kontrak

yang dimana biasanya disebut dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT),

yaitu perjanjian yang didasarkan oleh suatu jangka waktu paling lama 3 tahun

68
dan hanya dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu maksimal satu tahun.

Faktanya praktik kerja kontrak (outsourcing) selama ini hanya dijadikan

formalitas saja tanpa ada penerapan sistem pasti outsourcing yang berlaku dalam

undang- undang ketenagakerjaan di Indonesia. Hal ini mengakibatkan pekerja dan

buruh, selalu dalam bentuk tidak tetap atau kontrak, upah lebih rendah, jaminan

67
Salim, HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, ( Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), hlm. 04
68
Doni Judian, Tahukah Anda? Tentang Pekerja Tetap, Kontrak, Freelance,
Outsourcing, (Jakarta: Dunia Cerdas, 2014), hlm.52.

37
38

sosial hanya sebatas minimal, tidak adanya pengamanan kerja serta tidak ada

jaminam pengembangan karir dan lain-lain yang menujang secara pasti dalam

memenuhi hak dan perlindungan karyawan. 69

Dalam hal ini penulis mengunkan konsep maqosid syariah dalam penerapan

kerja dengan sistem kontrak (outsorcing), hal ini perlu dilakukan peninjauan dan

evaluasi secara ilmiah agar terwujud hak dan perlindungan karyawan yang

dimasksud dalam konsep maqosid syariah. Agar tujuan penerapan kerja dengan

sistem outsourcing sesuai dengan tujuan-tujuan syariah (maqosid syariah).

Maslahad islamiyah yang diwujudkan dan di tetabkan berdasarkan nash-nash

agama merupakan maslahat hakiki. Maslahat ini mengacu kepada lima

pemeliharaan agama, jiwa, harta, akal dan keturunan. ini disebabkan, karena

dunia tempat manusia tinggal disandarkan kepada lima pokok tersebut. kelima

pokok tersebut disebut dengan istilah maqosid syariah. 70

Hak-hak adalah sesuatu yang harus diberikan seseorang sebagai akibat dari

kedudukan atau status dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah suatu prestasi

baik berupa benda atau jasa yang dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atas

statusnya. 71 Adapun Hak-hak tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.72 hal ini, terdapat pada beberapa

pasal dalam UU tersbut, diantaranya Pasal 5 yang berbunyi, setiaptenaga kerja

memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan. pasal 6 berbunyi,

69
Doni Judian, Tahukah Anda? Tentang Pekerja Tetap, Kontrak, Freelance,
Outsourcing, (Jakarta: Dunia Cerdas, 2014), hlm.52.
70
Muhammad Sa’ad Bin Ahamad Bin Mas’ud Alyubi, Maqosid Al- Syariah Al-Islamiyah
Wa ‘Alaqotuhi Bin Al- Adlilati Al- Syar’iyyati, (Jami’ Al-Huququ Mahfuzhat, 1998) hlm. 179-181.
71
Darwin Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, ( Bandung: Citra Aditiya Bakti,
2000), hlm. 22
72
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
39

setiap pekerja/ buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa deskriminasi

dari perusahaan pasal 11 berbunyi, setiap tenga kerja berhak untuk memperoleh,

meningkatkan, mengembangkan kemampuannya melalui pelatihan kerja, pasal 12

ayat 3 yang berbunyi, setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk

mengikuti pelatihan kerja, pasal 18 berbunyi, setiap tenaga kerja berhak

memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja. dan

ada beberapa pasal lainnya antaranya pasal 31, pasal 79, pasal 80, pasal 86 ayat

(1), pasal 88 ayat (1), pasal 99 ayat (!), pasal 104 ayat (1), pasal 137 dan pasal

156.

Berdasarkan pasal pasal diatas bahwa dapat disimpilkan pekerja outsourcing

itu mempunya hak-hak yang harus dipenuhhi atau yang harus diberikan oleh pihak

dari pemakai jasa tersebut, sehingga tidak ada yang dirugikan serta terpenuhiya

hak hak perkerja tersebut seperti, hak bekerja, hak memperoleh gaji, hak hak cuti

dan keringanan pekerja dan hak memperoleh jaminan dan perlindungan. Menurut

Adrian Sutedi, hanya ada dua cara melindungi pekerja/buruh: Pertama, melalui

undang-undang perburuhan, karena dengan undang-undang berarti ada jaminan

Negara untuk memberikan pekerjaan yang layak, melindunginya di tempat kerja

(kesehatan, keselamatan kerja, dan upah layak) sampai dengan pemberian jaminan

sosial setelah pensiun. Kedua, melalui serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB).

Karena melalui SP/SB pekerja/buruh dapat menyampaikan aspirasinya, berunding

dan menuntut hak-hak yang semestinya mereka terima. SP/SB juga dapat

mewakili pekerja/buruh dalam membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang


40

mengatur hak-hak dan kewajiban pekerja/buruh dengan pengusaha melalui suatu

kesepakatan umum yang menjadi pedoman dalam hubungan industrial. 73

1. Pasal 27 ayat 2 UUD 1945:


“tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.”
2. Pasal 28D ayat 2 UUD 1945:
“setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
3. Pasal 28H ayat 1,2,3 dan 4 UUD 1945:
“setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
4. Pasal 28I ayat 2 UUD 1945:
“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminasi
atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan
terhadapperlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan

menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum,

ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu

dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke dalam

sebuah hak hukum. Dalam ilmu hukum “Hak” disebut juga hukum subyektif,

hukum subyektif merupakan hukum utama dari pada hubungan hukum yang

diberikan oleh hukum obyektif yang hukum tersebut menjadi sumber utama dalam

legalitas hukum .

Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan

perlindungan kepada pekerja dan buruh dalam mewujudkan kesejahteraan, yaitu

sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 4 huruf c UU Ketenagakerjaan.

Lingkup perlindungan terhadap pekerja/ buruh yang diberikan dan diatur dalam

73
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 17.
41

UU Ketenagakerjaan adalah: Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja. Obyek

perlindungan ini adalah sebagai berikut:74

1. Perlindungan pekerja/ buruh perempuan,

2. Perlindungan terhadap pekerja/buruh anak,

3. Perlindungan bagi penyandang cacat dan berkebutuhan khusus,

4. Perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja,

5. Perlindungan atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan

6. Perlindungan atas Upah.

B. Perlindungan Hukum Dan Sistem Tenaga Kerja Outsourcing Perspektif

Maqosid Al-Syariah

Kontrak kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara

lisan atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu

yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban. 75 Menurut Undang-Undang

Ketenagakerjaan 2003 dalam pasal 59 ayat 1 berbunyi “ Karyawan kontrak

adalah karyawan yang bekerja pada suatu instansi dengan kerja waktu tertentu

yang didasari atas suatu perjanjian atau kontrak dapat juga disebut dengan

perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), yaitu perjanjian kerja yang didasarkan

suatu jangka waktu yang diadakan ntuk paling lama 3 (tiga) tahun dan hanya

dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu maksimal 1 satu) tahun’’.76

74
Labotarium Pusat Data Hukum Fakultas Hukum UAJY, Himpunan Lengkap
UndangUndang Bidang Perburuhan, Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2006, lihat juga Kartasapoetra,
G dan Rience Indraningsih, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Cet. 1, (Bandung: Armico, 1989),
h. 43-44.
75
Salim, HS, Hukum Kontrak Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta:
SinarGrafika, 2004), h. 4.
76
Doni Judian, Tahukah Anda? Tentang Pekerja Tetap, Kontrak, Freelance,Outsourcing,
(Jakarta: Dunia Cerdas, 2014), h. 52.
42

Faktanya praktei kerja kontrak (outsourcing) selama ini diakui lebih banyak

merugikan pekerjadan buruh, karena hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak

tetap, upah lebih rendah, jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal,

tidak adanya pengamanan kerja (job security) serta tidak adanya jaminan

pengembangan karir dan lain-lain. Penerapan kerja dengan sistem kontrak

(outsourcing) ini perlu dilakukan peninjauan dalam konsep maqashid syariah. 77

Agar tujuan penerapan kerja dengan sistem kontrak (outsourcing) sesuai

dengan tujuan-tujuan syariah (maqashid syariah). Maslahat Islamiyah yang

diwujudkan melalui hukum Islam dan ditetapkan berdasarkan nash-nash agama

merupakan maslahat hakiki. Maslahat ini mengacu kepada lima pemeliharaan;

memelihara agama, jiwa, harta, akal dan keturunan. Ini disebabkan, karena dunia

tampat manusia tinggal disandarkan kepada lima pokok tersebut. Kelima pokok

itu disebut dengan istilah maqashid al- khamsah.78

Telaah konsep maqashid Pertama, dilihat dari konsep menjaga agama (hifzh

ad dien). Dalam hal perjanjian kontrak (outsourcing) dalam perjanjian kerja waktu

tertentu apakah telah sesuai dengan aturan syariat islam. Kedua, dilihat dari

konsep menjaga jiwa (hifzh an-nafs), dapat dilihat dari gaji yang diberikan untuk

karyawan kontrak (outsourcing) tersebut. Pemberian gaji yang sesuai dan juga

prinsip keadilan yang diterapkan dalam pemberian gaji, dapat membuat

terpenuhinya kebutuhan pokok karyawan kontrak (outsourcing) secara sempurna

dan pemenuhan hifzh an-nafs nya dapat tercapai.

77
Muhammad Sa‟ad bin Ahmad bin Mas‟ud Alyubi, Maqashid al- Syari‟ah
alIslamiyyah wa „Alaqatuhi bi al- Adillati al- Syar‟iyyati, Jami‟ al- Huququ Mahfuzhat, 1998,
h.,179-181.
78
Muhammad Sa‟ad bin Ahmad bin Mas‟ud Alyubi, Maqashid al- Syari‟ah
alIslamiyyah wa „Alaqatuhi bi al- Adillati al- Syar‟iyyati, Jami‟ al- Huququ Mahfuzhat, 1998,
h.,179-181.
43

Ketiga, dilihat dari konsep menjaga akal (hifzh al aql), dalam praktek kerja

kontrak (outsourcing) dapat dilihat dari bentuk pengembangan pengetahuan

terhadap pekerja. Apakah ada pengembangan pengetahuan terhadap pekerja untuk

meningkatkan jenjang karir dalam bekerja. Agar pekerja termotivasi untuk bekerja

seoptimal mungkin untuk perusahaan. 79

Keempat, dilihat dari konsep menjaga keturunan (hifzh an-nasl). Dapat

dilihat status pekerja sebagai pekerja kontrak (outsourcing) maka posisi mereka

dalam bekerja membutuhkan perlindungan. Apabila kontrak mereka telah berakhir

maka bagaimana para pekerja tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan pokok

keluarganya. Melalui telaah konsep maqashid syariah menjaga keturunan

keluarga dari hal-hal yang tidak baik merupakan bagian dari kemaslahatan. 80

Kelima, dilihat dari konsep menjaga harta (hifzh al-maal). Dengan gaji yang

diberikan terhadap pekerja kontrak (outsourching) tersebut diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan pokok pekerja tersebut, Namun jika pemberian gaji tidak

sesuai dengan keadilan maka pekerja akan berusaha mengambil jalan lain agar

kebutuhannya tersebut dapat terpenuhi. Ketika jalan pemenuhan kebutuhan

tersebut tidak sesuai dengan jalur syariat, maka kesucian harta (hifzh al-maal)

yang dimilikinya dapat rusak karena cara yang salah dalam pemenuhan kebutuhan

tersebut.81

79
Muhammad Sa‟ad bin Ahmad bin Mas‟ud Alyubi, Maqashid al- Syari‟ah
alIslamiyyah wa „Alaqatuhi bi al- Adillati al- Syar‟iyyati, Jami‟ al- Huququ Mahfuzhat, 1998,
h.,179-181.
80
Muhammad Sa‟ad bin Ahmad bin Mas‟ud Alyubi, Maqashid al- Syari‟ah
alIslamiyyah wa „Alaqatuhi bi al- Adillati al- Syar‟iyyati, Jami‟ al- Huququ Mahfuzhat, 1998,
h.,179-181.
81
Yusuf al- Qardawi, Madkhal li Dirasat al- Syari‟at al- Islamiah, (Kairo: Maktabah
Wahbah, 2001), h., 73.
44

Berkaitan dengan lima prinsip dasar tersebut, memelihara jiwa menempati

urutan kedua dan memelihara harta pada urutan kelima. Sedangkan dalam bekerja

seseorang lebih mementingkan harta daripada jiwanya, padahal dalam islam

kewajiban memelihara jiwa adalah hal yang utama karena jiwa itu harus pelihara

agar tidak terjadi sesuatu yang mengakibatkan kecelakaan. 82

Berlandaskan pada doktrin normatif Islam yang termuat dalam Al Qur‟an

dan Hadits, serta pengalaman-pengalaman historis, maka dalam konsep Islam

dapat dirumuskan bahwa kerja merupakan hak dan kewajiban umat manusia

sebagai realisasi ibadah kepada Allah SWT. Ada 4 hal yang merupakan hak dan

kewajiban Pekerja dalam Islam, yaitu: 83

1. Hak bekerja,

2. Hak memperoleh gaji,

3. Hak cuti dan keringanan pekerjaan, dan

4. Hak memperoleh jaminan dan perlindungan.

maqosid syariah bertujuan untuk kemaslahatan yang dimana dapat diwujudkan

jika terpeliharanya lima unsur yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.84

Tujuan utama syariat islam yaitu untuk melindungi lima unsur tersebut. Kelima

82
Muhammad Sa‟ad bin Ahmad bin Mas‟ud Alyubi, Maqashid al- Syari‟ah
alIslamiyyah wa „Alaqatuhi bi al- Adillati al- Syar‟iyyati, Jami‟ al- Huququ Mahfuzhat, 1998,
h.,179-181.
83
Muhammad Syauqi Al Fanjari, seperti dikutip dari Duski Samad, Kerja Sebagai
Ibadah, Pola Relasi Ibadah Vertikal-Horizontal, (Jakarta: Madani, 1999), h. 139.
84
Abdul Kadir dan Ika Yunia. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqoshid Al
Syariah, (Jakarta:PT Fajar Interpratama Mandiri, 2014), hlm. 89
45

pokok unsur tersebut merupakan hal yang harus dijaga dan dipelihara dalam

menjalani kehidupan di dunia untuk mencapai kemaslahatan manusia. 85

Tujuan konsep maqoshid al-syariah meliputi: membina individu untuk

menjadi sumber kebaikan bagi orang lain, menegakkan keadilan masyarakat, dan
86
merealisasikan kemaslahatan diantara manusia. Dalam memandu hubungan

pengusaha dan buruh, Islam memiliki prinsip dan konsep muswah (kesetaraan)

dan ‘adlah (keadilan). Artinya, prinsip kesetaraan menempatkan pengusaha dan

tenaga kerja pada kedudukan yang sama, yaitu saling membutuhkan satu

samalainnya.87 Untuk mencapai kemaslahatan dalam hubungan kerja outsourcing,

dapat dianalisis yakni: Perlindungan hukum bagi tenaga kerja outsourcing

merupakan kewajiban dari perusahaan, hal ini sebagaimana diatur dalam Islam.

sehingga perlindungan hukum itu muncul karna adanya suatu perjanjian antara

pihak pekerja dan penggunanya pekerja tersebut, yang dimaksud dalam UU no.13

tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ada bebebrapa aspek yaitu: 88

1. Perlindungan Pekerja Atau Buruh Perempuan ( hifdul nasl)

Perlindungan terhadap pekerja/buruh perempuan berkaitan dengan:

Batasan waktu kerja bagi yang berumur kurang dari 18 (delapan belas)

tahun, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (1) Undang-undang

Ketenagakerjaan.

85
Abdul Kadir dan Ika Yunia. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqoshid Al
Syariah, (Jakarta:PT Fajar Interpratama Mandiri, 2014), hlm. 89
86
Saipudin Shidiq. Ushul Fiqh. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm 223-
225
87
Abdul Kadir dan Ika Yunia. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqoshid Al
Syariah, (Jakarta:PT Fajar Interpratama Mandiri, 2014), hlm. 89
88
Laboratorium Pusat Data Hukum Fakultas Hukum UAJY, Himpunan Lengkap
Undang-Undang Bidang Perburuha, ( Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2006), hlm. 76
46

Larangan bekerja bagi wanita hamil untuk jam-jam tertentu, yaitu

sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan;

Syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh pengusaha apabila

mempekerjakan perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00,

yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (3) Undang-undang

Ketenagakerjaan; Kewajiban bagi pengusaha menyediakan angkutan antar

jemput bagi yang bekerja antara puku 23.00 sampai dengan pukul 07.00, yaitu

sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Hal ini sebagaimana diatur dalam islam, anak merupakan anugrah yang

diberikan tuhan. sehingga wanita hamil mau tidak mau harus mendapatkan

pelayanan dan fasilitas sebaik mungkin. hal ini, sebgai upaya dalam menjaga

keturunan atau hifdun nasel.

2. Perlindungan Terhadap Pekerja dan Buruh Anak

Dalam pekerja dan buruh anak adalah mereka atau setiap orang yang

bekerja yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun, sebagaimana diatur

dalam Pasal 1 butir 26 Undang-undang Ketenagakerjaan. Perlindungan

terhadap pekerja/buruh anak meliputi halhal atau ketentuan tentang tata cara

mempekerjakan anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 68, 69 ayat (1) dan ayat

(2), Pasal 72, Pasal 73 dan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang

Ketenagakerjaan.89

Perlindungan pekerja atau buruh perempuan itu berhubungan dengan

hifdul nasl (menjaga keturunan), dapat dilihat dari status pekerja sebagai

89
Yusuf Al-Qardawi, Madlhal Li Dirasat Al-Syari’at Al-Islamiah, (Kairo:Maktabah
Wahbah, 2001), hlm. 73
47

pekerja kontrak (outsourcing) maka posisi mereka dalam bekerja

membutuhkan perlindungan. Apabila kontrak mereka telah berakhir maka

bagaimana para pekerja tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan pokok

keluarganya. Melalui telaah konsep maqashid syariah menjaga keturunan

keluarga dari hal-hal yang tidak baik merupakan bagian dari kemaslahatan. 90

3. Perlindungan Bagi Penyandang Cacat.

Yang termasuk ke dalam pekerja/buruh anak adalah mereka atau setiap

orang yang bekerja yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun, sebagaimana

diatur dalam Pasal 1 butir 26 Undang-undang Ketenagakerjaan. Perlindungan

terhadap pekerja/buruh anak meliputi halhal atau ketentuan tentang tata cara

mempekerjakan anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 68, 69 ayat (1) dan ayat

(2), Pasal 72, Pasal 73 dan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang

Ketenagakerjaan.alat kerja dan pelindung diri. 91

Selain berhubungan dengan materiil, hifdzun nafs juga berhubungan dengan

hal-hal yang diluar materiil, seperti perlindungan bagi penyandang cacat. dengan

memberikan pelayanan jasa ketika karyawan mengalami cacat, yang sesuai dan

juga prinsip keadilan yang diterapkan dalam UU No.3 Tahun 2013. yang dapat

terpenuhinya segala unsur yang dibutuhkan oleh pekerja seperti hal yang diatas

secara sempurna dan pemenuhan hifzh an-nafs dapat tercapai.92

4. Perlindungan Atas Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Hifdul Nass)

Yusuf Al-Qardawi, Madlhal Li Dirasat Al-Syari’at Al-Islamiah, (Kairo:Maktabah


90

Wahbah, 2001), hlm. 73


91
Ibid.
92
Yusuf Al-Qardawi, Madlhal Li Dirasat Al-Syari’at Al-Islamiah, (Kairo:Maktabah
Wahbah, 2001), hlm. 73
48

Perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu

hak dari pekerja atau buruh seperti yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 86

ayat (1) huruf UU Ketenagakerjaan. Untuk itu pengusaha wajib melaksanakan

secara sistematis dan terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Perlindungan ini bertujuan untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna

mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, dengan cara pencegahan

kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian cahaya ditempat kerja,

promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitas.

Selain berhubungan dengan pelindungan selelamatan dan kesehatan pekerja,

hal ini juga berhubungan dengan hifdul nass yang dimana hal tersut sangat

penting karna untuk keberlangsungan antara pekerja dan pengguna kerja hizlh

nass dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan pekerja harus di perhatikan

oleh pengguna jasa tersebut.

5. Perlindungan Atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( Hifdul Nnas)

Perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu hak dari

pekerja atau buruh seperti yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 86 ayat (1)

huruf UU Ketenagakerjaan. Untuk itu pengusaha wajib melaksanakan secara

sistematis dan terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Perlindungan ini

bertujuan untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal, dengan cara pencegahan kecelakaan dan

penyakit akibat kerja, pengendalian cahaya ditempat kerja, promosi kesehatan,

pengobatan dan kerja.

Fasilitas yang diberikan oleh lembaga outsourcing kepada pekerja merupakaan

kewajiban lembaga tersebut. dengan tujuan sebagaimana dijelaskan dalam pasal


49

diatas. senada dengan UUD 1945 bahwa jaminan sosial merupakan tanggung

jawab kita bersama.

6. Perlindungan Atas Upah ( Hifdul Mal)

Pengupahan merupakan aspek yang sangat penting dalam perlindungan

pekerja dan buruh. Hal ini secara tegas diamanatkan dalam Pasal 88 ayat (1)

Undang-undang Ketenagakerjaan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh

penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Lebih

lanjut dalam penjelasan dari Pasal 88 ayat (1) UU Ketenagakerjaan diterangkan,

bahwa yang dimaksud dengan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang

layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja dan buruh dari hasil

pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan buruh dan

keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang,

perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.

Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh harus memenuhi ketentuan

upah minimun, sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Nomor 01/Men/1999 tentang Upah Minimum, yang dimaksud dengan upah

minimum adalah upah bulanan yang terendah, terdiri dari upah pokok dan

tunjangan tetap.93

Disisi pelindungan atas upah yang di atur dalam uu diatas maka bisa dilihat

dari konsep menjaga harta hifzh al-maal dengan penghasilan yang di peroleh

pekerja (outsourcing) tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pokok dari

karyawan tersebut untuk kebutuhan keluarga. namun jika pemberian upah tidak

sesuai dengan keadilan maka pekerja akan mengambil jalan lain agar kebutuhan

93
Kartasapoetra, G dan Rience Indraningsih, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan Cet. 1, (
Bandung Armico, 1989), hlm. 43-44
50

tersebut dapat terpenuhi. ketika jalan lain itu bisa memenuhi kebbutuhan tersebut

tidak sesuai jalur syariat, maka kesucian harta yang dimiliki pekerja dapat

merusak karena menggunakan cara yang salah dalam memenuhi kebutuhan

keluarga pekerja tersebut.

C. Persamaan dan Perbedaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja

Outsourcing Menurut maqosid syariah an UU No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan

Perlindungan hukum bagi tenaga kerja outsourcing di tinjau dari Hukum

Islam dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan seperti

diuraikan sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan, hal tersebut

disebabkan oleh karakteristik konsep dan pandangan yang berbeda-beda.

Tableberikut ini akan memberi kemudahan dalam memahami letak persamaan dan

perbedaannya.

Tabel 1
Persamaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja
Unsur Perlindungan Hukum Positif Maqashid Syariah
Berlaku untuk semua
Keselamatan dan Tidak membedakan jenis
jenis hubungan kerja,
Kesehatan Kerja pekerjaan
termasuk outsourcing
Islam memerintahkan
Hukum positif
kepada pemberi kerja
memerintahkan untuk
Jaminan Sosial Tenaga untuk berlaku adil,
berlaku adil kepada setiap
Kerja berbuat baik, dan
tenaga kerja tanpa adanya
dermawan terhadap
diskriminasi apaupun
pekerja
Pengusaha wajib Islam memerintahkan
Perlindungan Upah
membayar upah kepada untuk menyegerakan
51

pekerja/tenga kerja atas pembayaran upah


pekerjaan yang telah
dilakukan dan dilarang
menunda pembayaran
upah

Tabel 2
Perbedaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja

Unsur Perlindungan Hukum Positif Hukum Islam


Hubungan kerja yang Perusahaan-Penyedia Jasa-
Majikan-pekerja/buruh
dibangun Pekerja
Kebijakan pengupahan:
upah minimum, upah kerja
lembur, upah tidak masuk
kerja karena berhalangan,
upah tidak masuk kerja
karena melakukan Upah menurut
kegiatan lain di luar pandangan Islam dibagi
pekerjaan. Upah karena menjadi 3 yaitu: tingkat
Pengupahan
hak waktu istirahat, upah minimum, upah
dendan dan potongan tertinggi, dan tingkat
upah, hal-hal yang didapat upah sesungguhnya
diperhitungan dengan
upah, struktur dan skala
pengupahan yang
porposional, pah untuk
pembayaran pesangon
Berlaku jika kadaan pasar
tenaga kerja tidak stabil Berlaku apabila upah
Waktu berlakunya upah
(pekerja tidak memiliki pekerja tidak memenuhi
minimum
nilai tawar) serta upah kebutuhan hidup layak
tidak mencerminkan
52

keadilan
Undang-Undang No. 13
Dasar Hukum Tahun 203 tentang Al-Quran dan Hadits
Ketenagakerjaan
Jaminan sosial
untuktenaga kerja
dalahsuatu
perlindunganbagi tenaga
kerjadam bentuk Jaminan sosial kerja
santunanberupa uang menurut islam tidak
sebagaipengganti hanyakeselamatan raga
sebagiandari semata, melainkanjuga
penghasilanyang hilang menganturkeselamatan
Jaminan Sosial
atauberkurang tenagakerja dalam hal-
danpelayanan halyang bersifatabstrak
sebagaiakibat peristiwa yaknimemelihara agama,
ataukeadaan yang jiwa, akal,keturunan dan
dialamioleh tenaga harta.
kerjaberupa
kecelakaankerja, sakit,
hamil,bersalin, hari tua
danmeninggal dunia.
Undang-Undang No.
13Tahun 2003 Pasal
100ayat 1 menyebutkan
Diperoleh dari
untuk
Kesejahteraan upah,jaminan sosial
meningkatkankesejahteraa
danbantuan Negara.
n pekerja,pengusaha
wajibmenyediakan
fasilitasesejahteraan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan terkait perlindungan hukum bagi tenaga kerja

outsourcing dalam UU No. 13 Tahun 2003 perspektif maqosid syariah

menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

Kesimpulan tersebut adalah:

1. Perlindungan hukum bagi tenaga kerja outsourcing dalam UU No.13 Tahun

2003 tentang outsourcing terdapat tiga unsur perlindungan yang diberikan

perusahan kepada tenaga kerja yaitu: perlindungan keselamatan dan

kesehatan kerja, jaminan sosial tenaga kerja, dan perlindungan upah. Sebab,

ketiga poin tersebut merupakan pilar yang harus dijunjung tinggi dan bagian

dari hakikat manusia.

2. Perspektif maqosid syariah perlindungan yang diberikan kepada tenaga kerja

dibagi menjadi lima aspek yaitu: hifdz al-din (menjaga agama), hifz an-nafs

(menjaga jiwa), hifdz al-‘aql (menjaga akal), hifdz al-nas’i (menjaga

keturunan), dan hifdz al-maal (menjaga harta). Dalam praktiknya perspektif

maqosid syariah terkait perlindungan hukum tenaga kerja outsourcing

memiliki relevansi dengan perlindungan tenaga kerja outsourcing dalam UU

No. 13 Tahun 2003 terutama dalam aspek hifz an-nafs, hifdz al-nas’i, dan

hifdz al-maal.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

53
54

1. Bagi praktisi dan pegiat kajian hukum, terutama hukum Islam:

Maqosid syariah tentang perlindungan hukum tenaga kerja outsourcing

mengandung prinsip dasar dalam menjaga hak-hak para pekerja outsourcing

yang sangat layak untuk diteladani dan diterapkan dalam menetapkan hukum-

hukum di Indonesia, terutama terkait perlindungan hukum pekerja

outsourcing.

2. Bagi akademisi hukum Islam:

Penelitian tentang perlindungan hukum tenaga kerja outsourcing dalam UU

No.13 Tahun 2003 perspektif maqosid syariah layak dijadikan sebagai objek

penelitian lain dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang mungkin

memiliki relevansi dan pengaruh terhadap pokok bahasan yang tidak dibahas

pada penelitian ini.


55

DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Rahman Ibrahim al-Kailani, Q. a.-M.-I.-S. (2000). wa Dirasatan wa


Tahlilan . Damishq: Dar al-Fikr.
Abdul Wahhab Khallaf, K.-k. H. (2000). Kaidah-kaidah Hukum Islam. Jakarata:
Raja Grafindo Persad.
al-Badawiy, D. Y. (Yordania). Maqashid al-Syariah ‘Inda Ibn Taimiyah. 2008:
Dar al-Nafais.
All, Z. A. (2001). Dasar Dasar Hukum Perubahan. Jakarta: Rajawali Pres.
Al-Syatibi, A. I. (1989m). Al-Muwaafaqot Fi Usul AL-Syariah. Bairut : Dar al-
ma'rifah.
Al-Syatibi, A. I. (2009). Al-Muwaafaqat fi Ushul al-Syari’ah, juz I. Bairut: Dar al-
Ma’rifah.
Al-Syatibi, A. I. (n.d.). al-Muwaafaqat fi Ushul al-Syari’ah, juz 1. Bairut: Dar al-
Ma’rifah.
Amin Widjaja Tunggal. (2008). Outsourcing Konsep dan Kasus. Jakarta: t.tt. :
Harvarindo.
Amin, T. j. (Jakarta). Kamus Ilmu Usul Fiqih. 2005: Sinar Grafika Offset.
Amir Syarifuddin. (2009). Usul Fiqih, Jilid II, 147.
Amirudin. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Perja Outsourcing
Berdasarkan UU no.13 Tahun 2003. Sumatra: Fakultas Hukum UIN
sumatra.
Auda, J. (2015). Membumikan Hukum Iislam Melalui Maqosid. Bandung: Mizan
Media Utama.
Djami, F. (1997). Filsafat Hukum Islam . Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Djamil, F. (1999). Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu .
DPR RI. (2003). Undang-Undang Nomor 13 Tahum 2003. Jakarta: DPR RI.
Fazlur Rahman, I. (1994). alih bahasa: Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka.
Grafika, R. S. (1992). Jaminan Sosial Tenaga (UU No.3 Tahun 1992). Jakarta :
Sinar Grafika.
Grafika, R. S. (1992). Jaminan Sosisal Tenaga Keja (UU nO. 3 Tahun 1992).
Jakarta : Sinar Grafika.
56

Hadi, S. (1997). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Ofset.


Hamid, M. (2011). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi outsourching
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomir 27/PUU-IX/2011. Jakrta: PT
Karya Kinasih Anugrah.
Herdiansyah, H. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta.
ibarahim. (2018, mei selasa). From Data dan Documents: http:/www.bphn.go.id,
Ilham. (2020). pengertian Outsourcing.
http://rinawssuriyani.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-metode-dan-
metodologi.html.
Irsyamuddi, S. D. (2019). Negara Kesejahteraan Dan Maqosid Syarih. Ekonomi
Syariah , 95.
Ismail, N. (2014). Maqosid Syariah Dalam Ekonomi Islam. Yogyakarta: Smart
WR.
Lihasanah, A. (2008). al-Fiqh al-Maqashid ‘Inda al-Imam al-Syatib. Mesir: Da
al-Salam.
Mahkamah Konstitusi. (2011). Syarat-Syarat Penyerahan Sebagaimana
Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Jakarta: Mahkamah
Konstitusi.
Manunulung, S. H. (1998). Pokok Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia .
Jakarta: PT. Rineka Citra.
Mukri, M. (2012). Aplikasi Konsep Maqosid Al-Ghazali Pada Isu-Isu Hukum
Islam Konteporer Di Indonesia . Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta.
Prabhaputra. (2019). Saputra Sistem Outsourcing Dalam Hubungan Industri Di
Indonesia. Analogi Hukum, 24-25.
Raharjo, S. (2000). Ilmu Hukum. Bandung : Pt. Citra Aditya Bakri.
RI, D. (2003). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Pasal 64. Jakarta: DPR RI.
Ri, D. A. (2009). Al-Quran Terjemah dan Tafsir Untuk Wanita . Bandung :
Marwah.
RI, M. T. (2004). Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Jakarta.
Soekanto, S. (2008). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.
57

Subijanto. (2009). Peran negara Dalam Hubungan Tenaga Kerja Indonesia. Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan, 708.
Sudiarawan, K. A. (2016). Analisis Hukum Terhadap Pelaksanaan Outsourcing
Dari Sisi Perusahaan Pengguna jasa pekerja. Jurnal Ilmu Sosia, 18.
Suratmaputra, A. M. (2009). Filsafat Hukum Islam al-Ghazali. Maslahah
Mursalah dan Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, 144.
Suratmaputra, A. M. (Jakarta). , Filsafat Hukum Islam –Ghazali; Maslahah
Mursalah dan Relevensinya Dengan Pembaruan Hukum Islam. 2002:
Pustaka Firdaus.
Suwondo, C. (2009). Outsourcing Implementasi di Indonesia. Jakarta: Elex
Media.
wahyu, n. (2021, april rabu). Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para
Ahli. From tesis hukum: http:/tesishukum.com/pengertian-perlindungan-
hukum-menurut-para-ahli/
Wirawan. (2021, September kamis ). From Pikiran Rakyat: http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/0504/31/teropong/komenkumham
Yasar, I. (2017). Outsourcing Tidak Akan Pernah Bisa Dihapus. Jakarta : Pelita
Fikir.
Yunus, M. (1990). Kamus Arab-Indonesi. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzurya.

Anda mungkin juga menyukai