SKRIPSI
Diajukan Kepada
Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta
Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
i
LARANGAN PERNIKAHAN “LUSAN”
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Study Kasus di Desa Kuto, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta
Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Disusun Oleh :
ii
SURAT PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI
Assalamualaikum Wr. Wb
NIM : 17.21.21.119
Wassalamualaikum Wr. Wb
iii
NOTA DINAS
Hal : Skripsi Kepada
Sdr : Lichtquelle Resqykha Hamdan Yth. Dekan Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri (UIN)
Raden Mas Said Surakarta
di Surakarta
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan Hormat, bersama ini kami sampaikan bahwa setelah membaca,
menelaah, dan mengadakan perbaikan seperlunya, kami memutuskan bahwa skripsi
saudara Lichtquelle Resqykha Hamdan, NIM. 17.21.21.1119 yang berjudul:
LARANGAN PERNIKAHAN “LUSAN” DALAM PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM (Study Kasus di Desa Kuto, Kecamatan Kerjo, Kabupaten
Karanganyar)
Sudah dapat dimunaqosyahkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Hukum (S.H) dalam bidang Hukum Keluarga Islam.
Oleh karena itu, kami memohon agar skripsi tersebut dimunaqosyahkan dalam
waktu dekat.
Demikian, atas dikabulkannya permohonan ini disampaikan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
iv
MOTTO
َ َ ْ َ ْ َ ُ ْ ُ َ َ ُ ُ َ ْ َ َ َ ُ َ ً َ َ َ ً َّ ُ َ ْ ْ َّ َ ْ َ
اْلسَل يم سنة حسنة فع يمل بيها بعده كتيب َل ميثل أج ير من ع يمل
من سن يِف ي
َ ْ ُ ُ ْ ُْ َ
ب ي َها َوَل َينق ُص مين أجوريهيم َشء
ْ
“Barang siapa dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam Islam, lalu suri
tauladan tersebut dapat diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat
untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa
mengurangi sedikitpun pahala yang mereka peroleh”
v
PERSEMBAHAN
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
ا Alif
Tidak
dilambangkan
Tidak dilambangkan
ب Ba B Be
ت Ta T Te
ج Ja J Je
د Dal D De
ر Ra R Er
ز Za Z Zet
س Sa S Es
vii
ش Sya SY Es dan Ye
غ Ga G Ge
ف Fa F Ef
ق Qa Q Qi
ك Ka K Ka
ل La L El
م Ma M Em
ن Na N En
و Wa W We
هـ Ha H Ha
ي Ya Y Ye
viii
Hamzah ( )ءyang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda
apa pun. Jika hamzah ( )ءterletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda
(’).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab
yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:
ا Fatḥah A A
ا Kasrah I I
ا Ḍammah U U
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat
dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Contoh:
كيف : kaifa
هول : haula
ix
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,
Contoh:
مات : māta
رمى : ramā
قيل : qīla
َيوت : yamūtu
4. Ta Marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah yang hidup atau
adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūṭah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta
x
روضة األطفال : rauḍah al-aṭfāl
احلكمة : al-ḥikmah
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydīd ( ) ـ, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan
ربَّـنا : rabbanā
َنَّيـنا : najjainā
احلق : al-ḥaqq
احلج : al-ḥajj
نـعم : nu’’ima
عدو : ‘aduwwun
Jika huruf ىber- tasydīd di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf
berharkat kasrah ( ) ــ, maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (ī). Contoh:
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ( الalif
lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti
biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata
sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang
xi
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis
َّ
الشمس : al-syamsu (bukan asy-syamsu)
الزلزلة
َّ : al-zalzalah (bukan az-zalzalah)
الفلسفة : al-falsafah
البالد : al-bilādu
7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal
kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contohnya:
َتمرون : ta’murūna
النَّوء : al-nau’
شيء : syai’un
أمرت : umirtu
Kata, istil ah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau
kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat
yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau
sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara
transliterasi di atas. Misalnya kata Alquran (dari al-Qur’ān), sunnah, hadis, khusus
dan umum. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks
xii
Fī ẓilāl al-Qur’ān
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya
atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf
hamzah. Contoh:
xiii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala Puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
Karanganyar) Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi Jenjang Strata Satu
(S1) program studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari’ah Universitas Islam
dukungan dan bantun dari berbagai pihak ynag telah menyumbangkan waktu,
pikiran, tenaga dan sebagainya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan
3. Muh. Zumar Aminuddin, S.Ag., M.H., selaku ketua dan dosen Program
Islam.
xiv
6. Jaka Susila, M.H, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
menyelesaikan skripsi.
7. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Syari‟ah UIN Raden Mas Said
penulis.
8. Bapak dan Ibu saya yang selalu mendo‟akan, mendidik, mendukung dan
memberikan kasih sayang yang luar biasa yang tidak pernah ada habisnya,
10. Terhadap semuanya tiada kiranya penulis dapat membalasnya, hanya do’a
Wassalamualaikum Wr. Wb
xv
ABSTRAK
xvi
ABSTRACT
xvii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI iii
HALAMAN NOTA DINAS iv
HALAMAN MOTTO v
HALAMAN PERSEMBAHAN vi
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI vii
KATA PENGANTAR xiv
ABSTRAK xvi
ABSTRACT xvii
DAFTAR ISI xviii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan Masalah 8
D. Manfaat Penelitian 8
E. Kerangka Teori 8
F. Tinjauan Pustaka 14
G. Metode Penelitian 15
H. Sistimatika Penulisan 19
xviii
BAB III PERNIKAHAN LUSAN DI DESA KUTO,
KECAMATAN KERJO, KABUPATEN KARANGANYAR 55
A. Gambaran Umum Desa Kuto 55
1. Letak Geografis 55
2. Luas Wilayah 56
3. Kependudukan 56
4. Kondisi Sosial Ekonomi 56
5. Kebudayaan Dan Adat Desa Kuto 57
B. Pernikahan Lusan 59
1. Pendahuluan 59
2. Pernikahan Pernikahan Lusan 60
3. Sejatah Singkat Pernikahan Lusan 60
4. Proses Terjadinya Pernikahan Lusan 63
5. Syarat Pernikahan Lusan 67
6. Akibat Pernikahan Lusan 69
7. Pandangan Masyarakat Terhadap Pernikahan Lusan 70
8. Faktor Takutnya Masyarakat Terhadap Larangan
Pernikahan Lusan 72
BAB V PENUTUP 90
A. Kesimpulan 90
B. Saran 91
DAFTAR PUSTAKA 92
xix
BAB I
PENDAHULUAN
akibatnya antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita dengan
maksud hidup bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan-peraturan yang
kesopanan.1 Hukum perkawina secara umum dibagi dalam 2 (dua) bagian, yakni
sebagai berikut :2
Indonesia dalam praktiknya masih berlaku tiga macam sistem hukum perkawinan,
yaitu :3
1
Yahya Harahap, “Hukum Perkawinan Nasional”, (Medan; CV Zahir Trading Co, 1985), Hal 8
2
Ali Afandi, “Hukum Waris, Hukum Keluarga, dan Hukum Pembuktian Menurut Undang-Undang
Hukum Perdata”, (Jakarta; Bina Aksara, 1996), Hal 96
3
Titik Triwulan, “Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional” (Jakarta; Kencana Prenada Media,
2008) Hal 97-98
1
2
pribumi yang masih memegang teguh Hukum Adat. Hukum Adat merupakan
kaidah-kaidah yang tidak hanya dikenal, diakui dan dihargai akan tetapi juga
di taati. Hukum Adat juga mempunyai ikatan dan pengaruh yang kuat dalam
yang beragama Islam kebanyakan merupakan perpaduan antara Hukum Islam dan
Hukum Adat. Sedangkan BW diperuntukkan bagi WNI keturunan asing atau yang
tersebut di atas, sangat berbeda dengan Hukum Islam. Hukum Perdata Barat
melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-
laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak,
4
Sigit Sapto Nugroho, “Pengantar Hukum Adat Indonesia”, Cet I, (Kartasura; Pustaka Iltizam, 2016),
Hal 23
5
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Edisi Revisi)”, (Jakarta; PT.
Pradnya Paramita, 1996), Hal 8
3
dengan dasar suka rela dan keridhaan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketenteraman
َيني َغ ۡۡي ۡ َ ُ َّ َ ُ َّ َ َ ٓ َ َ َٰ ُ ۡ َ َ ۡ َ ُ ْ َ ۡ َ َٰ ُ ح
َ ُّمصن
ي وأحيل لكم ما وراء ذل يكم أن تبتغوا بيأمول يكم.....
َ سفيح َ
..... َۚني ُم َٰ ي
“....Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina....”
Islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Salah satu fitrah
manusia adalah adanya keinginan untuk mendapatkan keturunan yang itu hanya
dapat ditempuh melalui hubungan seksual antara laki-laki dan seorang wanita.
seksual haruslah didasarkan pada ikatan yang sah atau melalui pernikahan.
Hukum Islam menggambarkan sifat yang luhur bagi ikatan yang dijalin oleh
dua orang berbeda jenis yakni ikatan perkawinan. Ikatan perkawinan dalam Hukum
Islam dinamakan dengan mitsaqan ghalidzhan, yaitu suatu ikatan janji yang kokoh.
Oleh karenanya suatu ikatan perkawinan tidak begitu saja dapat terjadi tanpa
Dalam masalah pernikahan, Islam telah berbicara banyak hal, dari mulai
bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam selalu
4
pernikahan itu bertujuan untuk mengahalalkan rasa cinta dari seorang laki-laki dan
manusia akan berlangsung dan bersambung. Tidak diragukan lagi bahwa dengan
manusia7
pergaulan dan membatasi hak serta kewajiban dan juga tolong-menolong antara
َّ َ ۡ ُ ۡ ۡ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َ َ ۡ َ ٓ َ ُ َ َ َ َ ْ ُ َ
َٰ كم م َين ٱلنيساءي مث
َن وثلَٰث وربَٰعَۖ فإين خيفتم أَل كحوا ما طاب ل فٱن ي.....
ً َ ْ ُ َ
٣....... ت ۡعديلوا ف َوَٰح َيدة
“.....maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja.....” (QS. An-Nisa: 3)
mencontoh sunnah yang telah di ajarkan Nabi Muhammad SAW. Konsekuensi dari
6
Mulki Suhaini, “Islam dan Kasih Di Dalamnya”, Cet I, (Bandung; Pustaka Media, 2012), Hal 43.
7
Muhammad Nashir, “Budaya, Sosial, Dan Kemasyarakatan Dalam Ajaran Islam, Cet II, (Semarang;
Syauqi Press, 2014), Hal 22.
8
H. Sulaiman Rasjid, “Fiqih Islam”, Cet LXXXIV, (Bandung; Sinar Baru Algesindo, 2018), Hal 374.
5
ikatan pernikahan ini adalah adanya pergantian hak dan kewajiban antara laki-laki
dan perempuan yang akan melangsungkan pernikahan. Oleh karena itu, tidak ada
seorangpun yang hidup di tengah masyarakat melanggar batasan fitrahnya dan tidak
ۡ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ َّ َ َ َ َّ َّ َ َ ۡ ٗ َ َ َ ۡ َ ۡ ََ
يين حن ييفا َۚ ف يطرت ٱّللي ٱل يت فطر ٱنلاس عليها َۚ َل تبدييل يِلل يق
فأق يم وجهك ل يل ي
َ ََُۡ َ َّ َ َ ۡ َ َّ َٰ َ َ ُ َ ۡ ُ َ َ َّ
كن أكَث ٱنل ي
٣٠ اس َل يعلمون ٱّللَۚي ذَٰل يك ٱليين ٱلقييم ول ي
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum: 30)
Dalil di atas jelas sekali menerangkan bagi setiap yang memiliki akal dan
perasaan bahwa pernikahan di dalam Islam merupakan fitrah manusia. Hal ini
bertujuan agar seorang muslim mampu memikul beban tanggung jawab yang besar
juga menimbulkan rasa mawaddah, cinta kasih kepada keluarga. Setiap manusia
dambakannya. Manakala cinta dan kasihnya ini tidak disalurkan, maka ia akan
mencari benda lain atau hal lain untuk menumpahkan cinta dan kasihnya itu. Dalam
hal ini dengan menikah akan menyebabkan cinta dan kasih itu akan tertuang dan
tersalurkan secara benar. Bukan semata kepada isteri dan anak-anaknya, akan tetapi
juga kepada keluarga si isteri dan kerabatnya. Pernikahan pada hakikatnya bukan
6
semata pertemuan antar suami dan isteri saja, namun adalah pertemuan dari dua
keluarga besar. Oleh karena itu dalam Islam di isyaratkan adanya wali nikah. Ini
mempertemukan dua keluarga. Yang menikah bukan semata suami dan istri, akan
tetapi menjadi urusan seluruh keluarga. Ketika dua keluarga sudah bertemu, di
sanalah tempat untuk menuangkan rasa cinta kasih yang sudah menjadi fitrah
manusia.
Allah SWT menciptakan manusia dengan jenis laki-laki dan perempuan supaya
agar mereka cenderung dan mencintai satu sama lain dengan hubungan yang sah.
Di sinilah bagaimana interaksi keduanya yang baik tumbuh dalam sebuah ikatan
pernikahan. Islam selalu menjaga agar tidak terjadinya realitas tentang kekurangan
moral manusia pada budaya yang masuk dalam pernikahan. Terdapat beberapa adat
dalam sebuah pernikahan yang memang sangat bertolak pada ajaran Islam, di lain
sisi hal inilah yang membuat terbatasnya ruang untuk menjalin ikatan pernikahan
Islam sendiri adalah Rahmatan Lilalamin yang secara bahasa adalah rahmat atau
kasih sayang bagi seluruh alam semesta ini dimana Islam tidak membuat norma-
Wewaler (Larangan) tentang aturan “Lusan” yakni anak nomor satu tidak
diperbolehkan menikah dengan anak nomor tiga, jika hal itu dilanggar atau jika
mereka tetap akan melakukannya maka akan berdampak sial / malapetaka bagi
7
calon kedua mempelai bahkan hingga dipercaya salah satu dari keduanya akan ada
hal mistis. Seperti halnya yang terjadi di Wonogiri, khususnya bagi calon pengantin
dimana terdapat Wewaler ketika melewati Gunung Pegat4 maka pengantin tersebut
Dengan begitu pernikahan lusan ini akan menjadi trauma batin bagi masyarakat
Desa Kuto dalam ranah pernikahan karena beberapa hal yang menjadi pangkal
stigma kejawen bagi masyarakat karena pernikahan Lusan ini berhubungan erat
dengan Kejawen, dan sejatinya dua hal ini tidak dapat dipisahkan mengingat
Untuk itulah penulis ingin meneliti tentang pernikahan Lusan dalam perspektif
hukum Islam pada proses pernikahan di desa Kuto, Kecamatan Kerjo, Kabupaten
Karanganyar terutama dalam pernikahan adat Jawa. Selain itu juga ingin
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
2. Untuk mengetahui Pernikahan yang baik dan benar dalam perspektif Hukum
Islam.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
dalam Islam
2. Manfaat Praktis
E. Kerangka Teori
Hukum perkawinan dalam Islam merupakan bagian Integral dari syariat Islam
yang tidak terpisahkan dari dimensi akidah dan akhlak Islami. Atas dasar inilah
Muslim yang berakhlak. Hal ini disebabkan perkawinan diharapkan dapat memiliki
nilai sakral untuk mencapai tujuan perkawinan yang sejalan dengan syariat.
Walaupun pada dasarnya setiap laki-laki Islam dapat menikah dengan perempuan
manapun, namun ada batasan-batasan yang bersifat larangan. Hukum Islam dalam
konteks perkawinan mengenal asas yang disebut asas selektivitas artinya seseorang
yang hendak menikah harus terlebih dahulu menyeleksi dengan siapa boleh
Pada dasarnya perkawinan merupakan suatu perbuatan yang didasari atas rasa
suka sama suka atau adanya kerelaan dari masing-masing pihak karena dengan
begitu akan menambah rasa kecintaan terhadap pasangannya. Seperti asas yang
dan Istri perlu adanya sifat saling suka dan rela serta saling melengkapi agar dapat
nomor telu menikah dengan anak nomor pisan (Lusan). Menurut mereka ada
banyak akibat lantaran jika melanggar Wewaler ini. Mulai dari tertimpa
nalar berfikir masyarakat Jawa yang terpaten dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
begitu, adat kepercayaan ini akan terpola secara alami dan terjadi secara turun
Keterkaitan agama Islam dan budaya ini membuat para pakar untuk mengkaji
lebih jauh tentang relasi budaya dan agama, polaritas yang terjadi antara keduanya
warna dalam artian semangat pada sebuah budaya, begitu juga budaya yakni
memberi kekayaan pada Islam, terlebih Islam juga bagian dari bidang yang bisa
adalah hukum adat asli sebagai bentuk wadah budaya, sedangkan Islam
memiliki pengaruh bagi budaya dimana keduanya bisa saling sejalan dan
beragama Islam berlaku hukum Islam yang telah diresepiir dalam hukum
adat10. (Namun teori resepsi dari Snouck Hurgronje tersebut dikecam oleh
3. Selo Soemardjan dalam hal ini juga memaparkan bahwa budaya merupakan
hasil dari rasa, karya serta cipta manusia termasuk agama di dalamnya, dimana
9
Badrudin, “Pengantar Studi Kebudayaan”, Cet I, (Banten; Mediapress, 2015), Hal 5
10
Sajuti Thalib, “Receptio A Contrario”, (Jakarta; Bina Aksara, 1982), Hal 15-23
11
Muhammad Daud Ali, “Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Islam”, (Jakarta; Yayasan
Risalah, 1984), Hal 32-33
12
Jaih Mubarok, “Metodologi Studi Islam”, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2000), Hal 9
11
juga akan tetap mengalami liku perubahan yang terjadi pada sebuah paradigma
Dalam ajaran Islam, jelas memberi “pendidikan moral” yang baik terkait
masyarakat dimana tidak adanya “pantangan” pada laki-laki dan perempuan yang
sering kali menjadi sebuah polemik bagi mereka yang ingin melangsungkan
pernikahan dalam agama Islam, sebab Pernikahan Lusan ini juga bagian dari cara
cukup sulit jika ingin merubah paradigma masyarakat jawa terhadap Pernikahan
juga memeluk agama Islam, namun tidak menutup kemungkinan untuk turut yakin
dan mengaplikasikannya sebagai budaya dan adat istiadat setempat walau jelas
mereka tau bahwa Islam tidak mengajarkan hal seperti itu dan juga tidak dapat
13
Ibid, Hal 34
12
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu
rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil
dan mengingkari nikmat Allah?” (QS. An-Nahl: 72)
Ayat di atas menunjukkan bahwa kita sebagai umat muslim tidak sepantasnya
mempercayai bahkan mengimani sesuatu yang bathil, yang bertolak dengan ajaran
Islam, tidak mendatangkan kebaikan dan tidak pula manfaat namun malah
menjadikannya mafsadat yang akan datang kepada mereka hal ini tentunya juga
merujuk pada sebuah pernikahan, yakni terhalangnya laki-laki dan perempuan yang
bukan mahram untuk menikah karena sebab adanya Pernikahan Lusan ini.
hitam putih terhadap hal-hal yang baik dan bathil berupa pemberian Allah SWT
yakni rezeki yang baik, namun hal ini seolah tertampik karena adanya pengaruh
budaya yang jelas tidak di ajarkan dalam Islam sehingga memberi konsekuensi
sosial dimana masyarakat akan menganggap ini sebagai kepercayaan dan diyakini
secara luas dalam jangka waktu yang lama. Namun jika kita meleburkan budaya
atau adat dalam ajaran Islam khusunya Pernikahan Lusan, bisa jadi hal ini akan
bertentangan dengan apa yang sudah di sampaikan Rasulullah SAW kepada kita.
Untuk memahami konsep Islam tentang pernikahan, maka rujukan yang paling
sah dan benar adalah sesuai dengan Al-Qur`an dan Hadist, dengan itu maka akan
Pernikahan Lusan ini juga menjadi polemik tersendiri bagi masyarakat sekitar
yang tinggal di desa tersebut sebab banyak keluarga yang mengalami kehancuran
13
Sebagian lagi berpegang pada norma dan adat-istiadat lama yang semakin lama
semakin usang dan tidak mampu menghadapi dinamika zaman. Namun jika mereka
mampu mau menengok kembali pada tuntunan Islam, karena Allah SWT telah
menetapkan aturan dan prinsip-prinsip yang amat berharga bagi umatnya, terlebih
mengenai pernikahan atau rumah tangga.14 Maka dari itu hubungan antara laki-laki
dan perempuan ini perlu adanya pemahaman khusus. Yang pertama : kaum laki-
laki dan perempuan adalah sejenis, bukan dua jenis yang berlainan karena asal-usul
mereka sama yaitu Nabi Adam AS dan istrinya yang merupakan bagian darinya.
Yang kedua : penciptaan laki-laki dan perempuan dalam bentu seperti ini
merupakan salah satu bukti tanda kekuasaanNya. Melalui banyak ayat, Allah SWT
Dengan ini makna menikah sebenarnya adalah untuk menimbulkan rasa kasih
Sayang (Rahmah) jauh di atas mencintai. Rasa sayang biasanya muncul dari lubuk
hati yang paling dalam. Ia lahir bukan karena dorongan nafsu seksual, kebutuhan
biologis atau hal-hal lahiriyah lainnya. Ia betul-betul tumbuh dari dalam jiwa
setelah bergaul dan lama mengenal pasangannya. Naluri rasa sayangnya ini akan
14
Agus Hermanto. “Larangan Perkawinan (Dari Fiqih, Hukum Islam hingga Penerapannya Dalam
Legislasi Perkawinan di Indonesia)”, Cet I, (Yogyakarta; Lintang Rasi Aksara Books, 2016)
14
F. Tinjauan Pustaka
permasalahan yang ditulis dalam skripsi ini, agar terlihat bahwa tidak adanya
pengulangan ataupun plagiasi dari penelitian maupun kajian yang ada sehingga
dalam penulisan skripsi ini bebas dari seputar kesamaan karya ilmiah.
Yang pertama penelitian atau kajian mengenai pernikahan Lusan yang pernah
dibahas sebelumnya yakni oleh Mustopa F B (2019) dalam jurnalnya yang berjudul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan Pernikahan Adat Jawa Jilu Studi
Kasus Di Desa Tanggan Kecamatan Gesi Kabupaten Sragen”, secara garis besar
sekitar yang dipercaya dan diyakini hingga saat ini, dari sudut pandang Hukum
Islam ia mengklasifikasikan beberapa hal terkait siapa saja wanita yang tidak boleh
untuk dinikahi terlepas dari kepercayaan adat daerah yakni pernikahan Jilu.15
Perbedaanya adalah skripsi ini menganalisis poin-poin Fiqih secara spesifik terkait
Jilu terhadap hukum-hukum Islam tidak ada kaitannya, sehingga Al-Qur`an, Hadist
serta kaidah Fiqih tidak mempermasalahkan anak pertama menikah dengan anak
Kedua, adalah skripsi dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang oleh Ayu Laili
Amelia tahun 2014 dengan judul “Upaya Pasangan Jilu Dalam Membentuk
15
Mustopa, F. B. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan Pernikahan Adat Jawa Lusan Studi Kasus
Di Desa Tanggan Kecamatan Gesi Kabupaten Sragen”. Legitima : Jurnal Hukum Keluarga Islam, Vol. 2, no.
1, Dec. 2019, pp. 40-58
15
Keluarga Sakinah (Studi di Desa Sidorejo Kec Ponggok Kab Blitar)” dari penelitian
Ayu Laili Amelia tersebut masalah yang dikaji adalah upaya pasangan terhadap
tradisi pernikahan Jilu di desa tersebut meskipun masih kental akan kepercayaan
adat setempat namun mereka tetap berupaya berpegang pada al-Qur`an dan Hadist
karena mereka juga meyakini dengan adanya Al-Qur`an dan Hadist mampu
Dan yang ketiga adalah jurnal dari IAIN Kediri yang ditulis oleh Topan
Permadi dengan judul “Perspektif Masyarakat Jawa Terhadap Larangan Jilu Dalam
Pernikahan Jilu yang sedang marak terjadi di Kota Nganjuk tersebut khususnya
pada Desa Kedungdowo Kecamatan Nganjuk, jurnal tersebut jika dilihat dari
judulnya telah ada kemiripan mengenai konteks pembahasan / masalah yang dikaji,
yakni tentang pernikahan jilu, namun dalam hal ini Topan Permadi meninjau dalam
dimana penelitian dari Topan Permadi ini ada dalam pembahasan ada kemiripan
dan juga ada perbedaan dari yang penelitian yang telah penulis bahas.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi yang
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan
2. Pendekatan Penelitian
yakni suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek,
suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada
Sedangkan berdasarkan jenis masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang
penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari
khas dari kasus di lapangan, ataupun status dari individu, yang kemudian dari
17
sifat-sifat tersebut di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum dalam
3. Sumber Data
Karena bersifat deskriptif maka dalam penelitian ini, data diambil dari
tulisan yang berkaitan dengan tema yang diteliti. Selain sebagai sebuah
penelitian deskriptif maka data lain diperlukan seperti meneliti subyek secara
maupun tidak langsung dengan tema yang diteliti, penulis menggali data dari
yang utuh terhadap masalah yang diteliti serta mampu menganalisis dengan
Tahap awal penelitian ini dimulai dengan proses pengumpulan data, dalam
bentuk buku, artikel maupun tulisan yang berkaitan dengan topik penelitian.
dikategorikan mana yang termasuk data primer dan mana yang termasuk data
sekunder. Data primer adalah data utama yang menyangkut langsung dengan
diteliti. Sedangkan data sekunder adalah sebagai pelengkap diri analisa dan
data berupa hasil wawancara langsung dengan narasumber sebagai salah satu
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
yang dimaksudkan adalah data yang disajikan dalam bentuk kata verbal, bukan
dalam bentuk angka. Data dalam bentuk kata verbal sering muncul dalam kata
mengenai gejala atau fenomena yang terjadi di masyarakat serta penulis dapat
bertemu langsung dengan narasumber atau informan yakni tokoh desa dengan
dan aktual terhadap fenomena yang diselidiki. Dari sinilah kemudian diadakan
H. Sistematika Penulisan
secara garis besar yang terdiri dari bagian awal hingga akhir:
Pembahasan
BAB II Landasan Teori, pada bab ini membahas mengenai tinjauan umum
pernikahan dalam Islam yang secara spesifik dijadikan sebagai landasan dalam
BAB III adalah deskripsi data dari penelitian, bab ini memaparkan gambaran
umum termasuk profil, kondisi geografis dan demografi desa, juga kondisi
dalamnya masih kental akan budaya Gugon Tuhon termasuk Pernikahan Lusan
BAB V Kesimpulan dan saran dari keseluruhan masalah yang telah dibahas
A. Definisi Pernikahan
Kata perkawinan menurut istilah Hukum Islam sama dengan kata “nikah” dan
kata “zawaj”. Nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya (haqiqat) yakni
antara laki-laki dan perempuan.16 Nikah juga mempunyai arti kiasan yakni
“wathaa” yang berarti “setubuh” atau “aqad” yang berarti mengadakan suatu
perjanjian pernikahan. Hukum Islam menggambarkan sifat yang luhur bagi ikatan
yang dijalin oleh dua orang berbeda jenis yakni dalam ikatan pernikahan. Ikatan
ikatan janji yang kokoh. Oleh karenanya suatu ikatan pernikahan tidak begitu saja
ً َٰ َ ُ َ ۡ َ ََ ۡ َ َٰ َ ۡ ُ ُ ۡ َ َ َۡ ۡ ََ َُ ُ ُ َۡ َۡ ََ
َض بعضكم إيَل بع ٖض وأخذن مينكم مييثقا َٰ وكيف تأخذونهۥ وقد أف
ٗ َ
٢١ غل ييظا
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah
bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-Istri. Dan mereka (Istri-
Istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat” (Q.S. An-Nisa: 21)
16
Sulaiman Al-Muffaraj, “Bekal Pernikahan: Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah, Syair, Wasiat, Kata
Mutiara, (Jakarta; Qisti Press, 2003), Hal. 5
20
21
Dalam kehidupan sehari-hari nikah dalam arti kiasan lebih banyak dipakai
dalam arti sebenarnya jarang sekali dipakai saat ini.17 Rahmat Hakim juga
mendefinisikan kata nikah yakni berasal dari bahasa Arab yaitu nikaahun yang
merupakan masdar atau berasal dari kata kerja (fi`il madhi) nakahan, sinonimnya
disalurkan kepada orang tertentu, maka ia akan mencari hal lain untuk
menumpahkan cinta kasihnya itu, dengan menikah, cinta kasih itu akan tertuang
mendapatkan pengaturan dalam sumber utama Hukum Islam yakni Al-Qur`an dan
Hadist Nabi Muhammad SAW. Ketentuan hukum yang terdapat dalam kedua
Ijtihad inilah yang dikenal dengan Fiqih yang merupakan hasil pemahaman ulama
Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa madzab besar dikalangan sunni dan
syi`ah. Di antara yang terkenal masih banyak pengikutnya hingga saat ini, yakni
17
Dr. Abd. Somad, “HUKUM ISLAM : Penormaan Prinisp Syariah Dalam Hukum Indonesia”, Cet I
(Jakarta; Kencana, 2010), Hal 272-273
18
Abdul Rahman Al-Jaziri, “Fiqh ala Madhahib Al-Arba`ah”, Juz 4, (Mesir; Maktabah Al-Tijariyah
Al-Qubra, 1969), Hal. 2
19
Abdul Ghofur Anshori, “Hukum Perkawinan Islam” (Yogyakarta; UII Press, 2011), Hal 9
22
Menurut para “Ahli Ushul”, definisi nikah terdapat 4 macam pendapat, yakni
sebagai berikut :
1. Menurut Imam Hanafi arti aslinya adalah setubuh dan menurut arti majazi
2. Menurut Imam Syafii nikah menurut arti aslinya adalah akad yang dengannya
menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita, sedangkan menurut
3. Menurut Abul Qasim Azzajjad, Imam Yahya, Ibnu Hazm serta sebagian ahli
ushul dari sahabat Abu Hanifah mengartikan nikah artinya akad dan setubuh.
4. Abu Yahya Zakariya Al-Anshary nikah menurut istilah syara` adalah akad
1. Ahmad Azhar Bashir menjelaskan bahwa Nikah adalah melakukan suatu aqad
atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita
untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar
istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syariat. Aqad
23
adalah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan kabul dari calon
dan membatasi hak kewajiban serta bertolong menolong antara laki-laki dan
4. Soemyati yakni nikah itu merupakan perjanjian perikatan antara seorang laki-
laki dan seorang wanita. Perjanjian di sini bukan sembarang perjanjian tapi
seorang wanita. Suci di sini dilihat dari segi keagamaannya dari suatu
perkawinan.
hanya terdapat pada perbedaan sudut pandang. Perbedaan itu lebih memperlihatkan
mengadakan hubungan keluarga antara pria dan wanita dan mengadakan tolong-
menolong juga memberi batas hak pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi
masing-masing”20.
20
Slamet Abidin, “Fiqih Munakahat”, Cet I, (Bandung; Pustaka Setia, 1999), Hal. 37.
24
B. Dasar-Dasar Pernikahan
Nikah disyariatkan oleh agama sejalan dengna hikmah manusia diciptakan oleh
umat manusia.21 Para ulama sependapat bahwa nikah itu disyariatkan oleh agama,
1. Al-Qur`an
ۡ ُ َٓ ۡ ُ َ ۡ َ َٰ َّ َ ۡ ُ َٰ َ َٰ ََ ۡ ْ ُ ََ
حني مين عيباديكم ِإَومائيك َۚم إين كحوا ٱۡليم مينكم وٱلصل ي ي وأن ي
ٞ ّلل َوَٰسيع َعل
٣٢ ييم ُ َّ كونُوا ْ ُف َق َرا ٓ َء ُي ۡغنيه ُم ٱ
ُ َّ ّلل مين فَ ۡضليهيۦ َوٱ ُ َ
ي
ي
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-
Nya) lagi Maha Mengetahui”
21
Ahmad Rofiq, “Hukum Islam di Indonesia”, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1998), Hal 41.
25
bahwa hal itu wajib bagi yang sudah berkemampuan untuk menikah.22 Imam
tersebut juga sebagai landasan atau dasar bahwa pernikahan adalah sebagai
upaya ketaatan kita pada Allah SWT Selain dalam Al-Qur`an, dasar mengenai
َ َ َ َ َ ۡ َ ْ ٓ ُ ُ ۡ َ ٗ َٰ َ ۡ َ ۡ ُ ُ َ ۡ ُ َ َ َ َ ۡ َ ٓ َٰ َ َ ۡ َ
ومين ءايتيهيۦ أن خلق لكم مين أنفسيكم أزوجا ل يتسكنوا إيَلها وجعل
َ َّ َ َ َ َ َٰ َ َّ ً َ ۡ َ َ ٗ َّ َ َّ ُ َ ۡ َ
٢١ ت ل يق ۡو ٖم َي َتفك ُرون
ٖ َٰ ٓأَلي يك ل ذ ِفبينكم مودة ورۡحة َۚ إ ي ي
ن
َّ ُ ُ َّ َ ْ ُ َّ ُ َّ َ َ َٰٓ َ ح
c. Q.S An-Nisa Ayat 1
َكم مين َّن ۡفس َوَٰح َيدة ٖ َو َخلَ َق م ۡينها
ُ ََ َ
يأيها ٱنلاس ٱتقوا ربكم ٱَّليي خلق
ٖ
22
Syaidus Sahar, “Asas-Asas Hukum Islam”, (Bandung; Alumni, 1988), Hal 34.
23
Masduqi Mahfud, “Masalah Hukum Islam”, (Surabaya; Pustakadai, 2003), Hal 22.
26
َ ُ ٓ َ َّ َ َّ ْ ُ َّ َ ٗ ٓ َ َ ٗ َ ٗ َ َ ُ ۡ َّ َ َ َ َ ۡ َ
ّلل ٱَّليي ت َسا َءلون بيهيۦ زوجها وبث مينهما ريجاَل كثيۡيا ون يساء َۚ وٱتقوا ٱ
ٗ َ ۡ ُ ۡ َ َ َ َ َ َّ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ
١ وٱۡلرحام َۚ إين ٱّلل َكن عليكم رقييبا
ۡ مين حم ۡۡش َك ٖة َولَوٞ حم ۡؤم َينة َخ ۡۡيٞت يُ ۡؤم َّين َو َۡلَ َمة َٰ َّ ت َح َٰ َ ۡ ُۡ ْ ُ َ ََ
ك ۡش
ي َۚ ي وَل تنكيحوا ٱلم ي
ٞ ۡ َ ۡ حٞ ۡ َ َ َ ْ ُ ۡ ُ َٰ َّ َ َ ۡ ُۡ ْ ُ ُ ََ ۡ ُ َۡ َ ۡ َ
ۡشك يني حت يؤمين َۚوا ولعبد مؤمين خۡي مين أعجبتكم وَل تنكيحوا ٱلم ي
َ ۡ ّلل يَ ۡد ُع ٓوا ْ إ ي ََل ٱ
َّۡلنةي َ ُ ۡ َ َ َٰٓ َ ْ ُ ۡ ُ َ َ ۡ َ ۡ َ َ
ُ َّ ون إ ََل ٱنلَّار َوٱ ۡ ح
ي ي ع د ي ك ي ئ ل وأ م ك بج عأ ول و ك
ٖ ۡش
م ي
َ ُ َّ َ َ َ ۡ ُ َّ َ َ َّ َٰ َ َ ُ ََُ ۡ َ ۡ َۡ َ
٢٢١ اس لعلهم يتذكرون وٱلمغفيرة ي بيإيذنيهيَۖۦ ويب يني ءايتيهيۦ ل يلن ي
َ َ َّ َ َ َ ۡ َ َ َّ ٓ َ ُ َُٓ َ َ َ َ َ ْ ُ َ ََ
ف إين ُهۥ َكن
َۚ ل س دق ام َلي إ ي ء اسي لنٱ َ
ينم مك وَل تنكيحوا ما نكح ءاباؤ
27
ُ ُ َ َ َ ۡ ُ ُ َٰ َ َّ ُ ۡ ُ ۡ َ َ ۡ َ ُ ً ٓ ۡ ٗ َ َٰ َ
ۡكم ح يرمت عليكم أمهتكم وبنات٢٢ حشة َو َمق ٗتا َو َسا َء َسبييَل ف ي
ۡ ُ ۡ ُ َ َ َ َ َ َ َ َٰ ُ ُ ۡ َ َ ََّٰ ُ ُ ۡ َ َ َٰ َ َٰ ُ ُ ۡ َ َ َ ُ ۡ َ ي
ت وأخوتكم وعمتكم وخلتكم وبنات ٱۡلخ وبنات ٱۡلخ ي
ۡكم ُ ٓ َ ُ َٰ َ َّ ُ َ َ َٰ َ َّ َ ُ ُ َٰ َ َ َ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ ٓ َٰ َّ ُ ُ ُ َٰ َ َّ ُ َ
وأمهتكم ٱل يت أرضعنكم وأخوتكم مين ٱلرضعةي وأمهت ن يسائ ي
َّ َ ۡ َ َ َٰ َّ ُ ٓ ُ ُ ُ َٰ َّ ُ
جوريكم مين ن َيسائيك ُم ٱل يت دخل ُتم ب ي يه َّن فإين ل ۡم َو َر َبَٰٓئ ي ُبك ُم ٱل يت يِف ح
ۡين مين َ َّلَّ ُ ُ ٓ َ ۡ َ ُ َٰٓ َ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ َ َ ُ َ َ َّ ُ ۡ َ َ ْ ُ ُ َ
تكونوا دخلتم ب ي يهن فَل جناح عليكم وحلئيل أبنائيكم ٱ ي
ّٗلل ََك َن َغ ُفورا َ َّ ني ٱ ۡۡلُ ۡخ َت ۡني إ ََّل َما قَ ۡد َسلَ َف إ َّن ٱَ ۡ َك ۡم َوأَن ََتۡ َم ُعوا ْ بُ َٰ َ ۡ َ
ي ي ي أصلب ي
٢٣ ييماٗ َّرح
(22) “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh
ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan
itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”
(23) “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu Istrimu (mertua);
anak-anak Istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari Istri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan Istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan
bagimu) Istri-Istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”
ُ َٰ َ ۡ َ ۡ ُ َ َ َ َ َ ٗ َٰ َ َ ۡ ُ ُ َ ۡ ُ َ َ َ َ ُ َّ َ
جك مي و ز أ ين
م م ك ل ل عج و اج ۡو ۡ iزأ م يك
س نف أ ين
م مك وٱّلل جعل ل
28
َّ ۡ َ ُ ُۡ َ ۡ َ َ َ َّ َ ُ َ ٗ َ
يني َو َحف َدة َو َر َزقكم مين ٱلطييبَٰ ي
ت ٱّللي َ َ َٰ َ بَن
ت أفب يٱلب يط يل يؤمينون وبين يعم ي
َ ُۡ ُ
٧٢ ه ۡم يَكف ُرون
“Allah menjadikan bagi kamu Istri-Istri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari Istri-Istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”
2. Hadist
َ ُ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َ ُ ُ ْ َّ ُ ْ َ ُ َ َ َّ َ
a. HR. Muslim No 2663
ُّْمَارب َعن حَد نَا عبيَد اّللي بن معَا َذ حَد نَا أ يد حَد نَا ََُعبَة عن
َي
َّ َّ َ َّ ُ ُ َ
ُاّلل َ َ َ ً َ َ ْ ُ ْ َّ َ َ َ َ َّ ْ َ ْ َ
جاب ي ير ب ين عب يد اّللي قال تزوجت امرأة فقال يَل رسََول اّللي صَََّلل
َ َ ً َ ُ ْ ُ ً َ ْ َ ً ْ َ َ َ ْ َ َ ُ ْ ُ َ ْ َّ َ َ ْ َ َ َّ َ َ ْ َ َ
عليَهي وسََلم هل تزوجت قلَت نعم قال أبيكرا أم ثييبَا قلَت ثييبَا قال
َ ْ ْ َ ُ ُْ َ َ َ َُْ ُ َ َ َ َ َ َ َ َْ ْ َ َْ َ ََْ
ار
َ َفأين أنت مين العَذار وليعَابيهَا قال ََُعبَة فذكرته ل يعم يرو ب ين ديين
َ ُ َ ُ َ َ ُ َ ُ ً َ َ َّ َ َ َ َ َ َّ َ َ ََ
فقال ق ْد َس يم ْع َت ُه م ْين َجاب ي َر ِإَونما قال فهَل جاريية تَلعيبها وتَلعيبك
“Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz telah
menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami Syu'bah
dari Muharib bin Ditsar dari Jabir bin Abdullah dia berkata: Saya menikah
dengan seorang wanita, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bertanya kepadaku: "Apakah engkau telah menikah?" Saya menjawab: Ya.
Beliau kembali bertanya: "Dengan gadis ataukah janda?" Saya jawab:
Dengan janda. Beliau lalu bersabda: "Kenapa kamu tidak memilih gadis
hingga kamu dapat bercumbu dengannya?" Syu'bah berkata: Kemudian saya
mengemukakannya kepada 'Amru bin Dinar Lantas dia berkata: Saya telah
mendengarnya dari Jabir? Hanyasannya dia menyebutkan: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kenapa tidak dengan anak gadis
hingga kamu bisa mencuumbunya dan dia mencumbumu?"24
24
Imam al-Mundziri, “Mukhtashar Shahih Muslim”, Cet I, (Jakarta; Pustaka Amani, 2003), Hal 435.
29
ُ ْ َُ َ ْ َ َ ُ ُ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َّ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ
ان وتدبير يِف َ خرج إيَل أص َحابيهي فقال إين المرأة تقبيل يِف ص َورة ي ُ َيط
َت أَ ْهلَ ُه فَإ َّن َذل َيك يَ ُر حد ما ْ ْ َ ًَ ْ ْ ُ ُ َ َ َ َْ َ َ َْ َ
ََ أحدكم ام َرأة فل َيأ ي َ ورة ي َُيطان فإذا أب َ َُص
ي َ ي
َ ْ ْ َ ُ ْ َ َّ ُ ْ َ َ َ َّ َ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ ُ َ َ َّ َ َْ
ِ سَهي حد نا زهۡي بن حر َب حد نا عبد الصَم يد بن عب يد الواري ي يِف نف ي
َّ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َّ َ َ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َ َّ َ َ َ ُ ح
ۡي عن جَاب ي ير ب ين عبَ يد اّللي حَد نَا حرب بن أ يد العَا يَلَةي حَد نَا أبو الزب ي
َ َ ُ َّ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ً َ َ ْ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َّ َّ َ
أن انل يِب صَََّلل اّلل عليهي وسََلم رأ امرأة فذكر ب ي يمثليهي غۡي أنه قال
َييًَ ًة َول َ ْم َيَ ْذ ُك ْر ُتَ ْدب ُر ِف ُصََورة ي َ ب َو ي َ َت ْم َع ُس َمن ْ َفَ َأ َى
َ َام َر َأ َتَ ُه َزيْ َن
ي ي
ان طَ َُْي
َ
“kepada kami Abdul A'la telah menceritakan kepada kami Hisyam bn Abu
Abdullah dari Abu Zubair dari Jabir bahwasanya: Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam pernah melihat seorang wanita, lalu beliau mendatangi
Istrinya, yaitu Zainab yang sedang menyamak kulit, guna melepaskan rasa
rindunya. Sesudah itu, beliau pergi menemui para sahabatnya, lalu beliau
bersabda: "Sesungguhnya wanita itu datang dan pergi bagaikan syetan.
Maka bila kamu melihat seorang wanita, datangilah Istrimu, karena yang
demikian itu dapat menentramkan gejolak hatimu." Telah menceritakan
kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Abdush
Shamad bin Abdul Warits telah menceritakan kepada kami Harb bin Abu
'Aliyah telah menceritakan kepada kami Abu Zubair dari Jabir bin Abdullah
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat seorang wanita.
Maka ia pun menyebutkan hadits yang semisalnya. Hanya saja ia
menyebutkan: "Lalu beliau segera mendatangi Istrinya, yaitu Zainab yang
sedang menyamak kulit." Dan ia tidak menyebutkan: "Pergi seperti syetan."
30
“Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amir Abu Maryam Telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah mengabarkan
kepada kami Humaid bin Abu Humaid Ath Thawil bahwa ia mendengar Anas
bin Malik radliyallahu 'anhu berkata: Ada tiga orang mendatangi rumah
Istri-Istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya tentang ibadah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan setelah diberitakan kepada mereka,
sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata:
"Ibadah kita tidak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu
dan juga yang akan datang?" Salah seorang dari mereka berkata: "Sungguh,
aku akan shalat malam selama-lamanya." Kemudian yang lain berkata:
"Kalau aku, maka sungguh, aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan
aku tidak akan berbuka." Dan yang lain lagi berkata: "Aku akan menjauhi
wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya." Kemudian datanglah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada mereka seraya bertanya:
"Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang
yang paling takut kepada Allah diantara kalian, dan juga paling bertakwa.
Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi
wanita. Barangsiapa membenci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku."
32
a. Pasal 2
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
b. Pasal 3
c. Pasal 39
wanita disebabkan :
atau keturunannya;
dukhul;
atas;
ke bawah;
bawah;
d. dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
d. Pasal 40
pria lain;
b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
Hukum Islam yang terbagi dalam tiga kelompok, yakni hukum menikah adalah
wajib, karena perintah menikah di dalam QS. An-Nisa ayat 3 yang dalam ayat itu
menunjukan kepada perintah wajib. Hal ini berdasarkan pada kaidah bahwa pada
Hukum menikah adalah sunnah dan juga dengan berpegangan pada QS. An-
Nisa ayat 3 menunjukkan bahwa jalan halal untuk mendekati wanita itu ada dua
acara; dengan jalan menikah atau dengan jalan tassari yakni memiliki jariyah
35
kepada wanita untuk memperoleh dari suami suatu pemberian yang wajar yaitu
utuh karena seluruh diri pribadinya dimiliki oleh tuannya. Oleh karena tassari tidak
wajib, maka ini menunjukan bahwa menikah hukumnya tidak wajib. Menurut ushul
fiqh, tidak ada pilihan antara wajib dan tidak wajib, karena yang dikatakan wajib
itu suatu yang tidak dapat ditinggalkan, dengan demikian maka hukumnya adalah
sunnah. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad dari
suatu Riwayat.
Hukum menikah adalah mubah, dengan alasan bahwa firman Allah dalam QS.
An-Nisa ayat 3 adalah Allah menyerahkan kepada kita untuk memperoleh wanita
dengan jalan menikah atau tassari, yang menunjukan bahwa kedua jalan itu sama
hukumnya mubah (tidak sunnah) karena tidak ada pilihan antara sunnah dan mubah.
Pendapat ini dipelopori oleh Imam Syafii. Imam Syafii yang menyatakan bahwa
asal hukum nikah adalah jaiz atau mubah, atau dengan perkataan lain seseorang
boleh nikah boleh tidak atau tidak dihukumi orang yang nikah dan tidak pula
dihukumi orang yang tidak nikah. Bertolak pangkal dari jaiz itu dapat berkembang
menjurus ke tingkat yang tinggi yakni wajib melalui sunnah dan dapat pula
menjurus ke tingkat yang rendah yakni haram melalui makhruh. Dalam sistem
hukum syafi`iyah tidak menekankan hanya kepada kaidah hukumnya saja tetapi
juga pada segi agama, pahala, dosa, dan segi Susila-moralnya, sesuai dengan syariat
36
Islam. Lebih lanjut kita tinjau hukum menikah dari kondisi perseorangan dengan
”Hukum itu beredar atau berganti-ganti menurut illah nya, ada illah
menjadikan adanya hukum dan tidak ada illah menjadikannya tidak adanya
hukum”.
pula hukumnya. Hukum menikah ditinjau dari kondisi perseorangan adalah sebagai
berikut :
dan tidak dapat mengendalikannya sedang dia mampu untuk menikah, maka
menikah dia pasti akan jatuh ke perzinaan. Jika sekadar besar kemungkinannya
hanafi hukumnya adalah wajib, sedang menurut madzhab lain, kedua macam
kondisi tersebut hukumnya adalah wajib dan tidak ada perbedaan antara fardlu
dan wajib kecuali dalam bab haji. Sebagaimana keterangan Hadist Nabi
Muhammad SAW riwayat jamaah dari Ibnu Mas`ud ia berkata bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda : “Hai golongan pemuda! Bila diantara kamu ada
akan lebih terjaga dan kemaluannya akan lebih terpelihara. Dan bilamana ia
ibarat pengebiri”. Dalam kaitannya dengan hal itu Qurthuby berkata: “orang
bujang yang sudah mampu untuk menikah dan takut dirinya dan agamanya jadi
rusak, sedang tak ada jalan untuk menyelamatkan diri kecuali dengan menikah,
maka tak ada perselisihan pendapat tentang wajibnya menikah. Jika nafsunya
Allah nanti yang akan melapangkan rezekinya.” Karena itu hukumnya telah
wajib, maka jika seorang yang berada dalam kondisi demikian melaksanakan
pernikahan, maka akan mendapat pahala, jika tidak menikah maka akan
Jika ia mempunyai keinginan untuk menikah dengan niat memelihara diri atau
kalau dia tidak berkeinginan untuk menikah sedang ia ahli ibadah, maka lebih
utama untuk tidak menikah. Jika ia bukan ahli ibadah, maka lebih utama
baginya untuk menikah. Menurut Imam Ahmad dari suatu riwayat bahwa
menikah bagi yang tidak berkeinginan untuk menikah walaupun tidak khawatir
jatuh kedalam perzinaan yang oleh karenanya menikah lebih utama dari
ibadah-ibadah sunnah yang lain. Sedang menurut Ibnu Hazm, seorang yang
wajib. Oleh karena hukumnya sunnah maka jika seseorang yang berada dalam
menikah atau belum menikah, maka tidak berdosa dan tidak mendapat pahala.
38
Mubah, bagi seseorang (laki-laki) yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang
untuk menikah.
3. Makhruh, bagi orang yang kalau dia menikah dia khawatir bakal istrinya akan
teraniaya, akan tetapi kalau tidak menikah dia khawatir akan jatuh pada
perzinaan, karena manakala pertentangan antara hak Allah dan hak manusia ,
maka hak manusia diutamakan dan orang ini wajib mengekang nafsunya
supaya tidak berzina. Makruh menikah bagi seseorang yang lemah syahwat nya
dan tidak mampu memberi nafkah istrinyanya, Walaupun tidak merugikan istri,
karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Makruh
bagi seseorang yang dipandang dari sudut pertumbuhan jasmani nya telah
wajar untuk menikah walaupun belum sangat mendesak, tetapi belum ada biaya
untuk hidup Sehingga kalau dia kawin hanya akan membawa kesengsaraan
hidup bagi istri dan anak-anaknya. jika seseorang dalam kondisi demikian
menikah, maka tidak berdosa dan tidak mendapat pahala. Jika tidak menikah
4. Haram, bagi orang yang kalau dia menikah dia yakin bahwa perempuan yang
bakal istrinya akan menderita dan teraniaya karena tidak mempunyai mata
pencaharian. Haram bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin
dan lahirnya kepada istrinya serta nafsunya pun tidak mendesak. Dalam
kaitanya dengan hal ini Qurthuby berkata: “Bila seseorang laki-laki sadar tidak
memenuhi hak-hak istrinya. Begitu pula kalau ia karena suatu hal menjadi, tak
wajar dan umum. jika seseorang berada dalam situasi yang demikian, maka
ketentuan formil yang telah ditentukan. Namun jika dia tidak menikah dengan
maksud karena tidak diizinkan oleh Al-Qur`an, maka akan mendapat pahala.
5. Mubah, pernikahan menjadi mubah (yakni bersifat netral, boleh dikerjakan dan
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu,
seperti menutup aurat untuk sholat atau menurut Islam, calon pengantin laki-laki
Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti
40
membasuh muka untuk wudhu dan takbiratul ihram untuk shalat, atau adanya calon
atas:
2. Adanya wali dari pihak calon pemgantin wanita. Bahwa akad nikah akan
dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan
َ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َح
، فن ياك حها باطيل،ۡي إيذ ين مو ياَلها فن ياك حها باطيل
أيما امر أ َة نكحت بيغ ي
َ َ َ َ
فن ياك ُحها باطيل
“Perempuan mana saja yang akan menikah tanpa seizin dari walinya, maka
pernikahannya batal” (Muttaqun Alaih)
3. Adanya dua orang saksi
Pelaksanaan nikah akan sah apabila ada dua orang saksi yang menyaksikan
nikah tersebut
Yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita,
dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami Istri.
25
Ahmad Kuzari, “Nikah Sebagai Perikatan”, (Jakarta; RajaGrafindo, 1995), Hal 12
41
Secara garis besar, syarat-syarat sahnya dalam pernikahan itu dibagi menjadi
dua, yakni:26
haram dinikahi, baik karena haram dinikahi untuk sementara maupun untuk
selama-lamanya.
2. Akad nikahnya dihadiri para saksi. Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah
dua orang laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan mendengar serta
mengerti (paham) akan maksud akad nikah. Namun menurut golongan Hanafi
dan Hambali, boleh juga saksi itu satu orang laki-laki dan dua orang
perempuan. Kemudian orang tuli, orang tidur dan orang mabuk tidak boleh
menjadi saksi.
pendapat di kalangan ulama. Akan tetapi, semua ulama sependapat bahwa yang
harus ada dalam pernikahan antara lain akad, laki-laki yang akan menikah,
perempuan yang akan menikah, wali dari mempelai perempuan, saksi yang
D. Tujuan Pernikahan
26
Abdul Rahman Ghazaly, “Fiqih Munakahat”, (Jakarta; Kencana Pranada Media, 2003), Hal 49-50
27
Syarifuddin, “Hukum Perkawinan Islam”, (Semarang; Setiapress, 2007), Hal 23
42
merealisasikan risalah untuk tetap eksis beribadah kepada Allah dan memakmurkan
bumi. Ghayah, tujuan utama ini menjadikan pernikahan sebagai cara, bukan tujuan,
agama, bukan sebagai persoalan pribadi yang tunduk pada kemauan setiap individu.
Juga bukan persoalan sipil yang diatur dengan undang-undang sipil. Ketika
sebagai bentuk kehidupan suci dimana suami dan istri merasakan kebahagiaan di
dalamnya. Namun, jika pernikahan hanya menjadi sebatas persoalan pribadi atau
perjanjian sipil maka (ikatan) pernikahan akan bisa dilepaskan kapan saja, karena
pasangan suami dan istri menganggapnya sebagai perkara sepele dan mudah
menentangnya.28
Kendati hadaf atau tujuan pernikahan bersifat religi, pernikahan tidak akan
kebutuhan jasmani, jiwa, dan sosial suami-istri sesuai manhaj yang ditetapkan oleh
saja tujuan-tujuan insani pernikahan akan runtuh dan hanya menjadi tujuan-tujuan
bersifat materi yang mengalihkan pernikahan dari tabiat insani menjadi hewani
28
Hidayatul Anwar, “Perkawinan dan Agama”, Cet III, (Jakarta; Kencanamedia, 2010), Hal 44
43
hasrat biologis. Oleh karena itu, Allah SWT menyediakan tempat yang “legal”
1. Aspek Personal
ُ
ۡيكم ُ َ ْ ُ َ َ ۡ ُ ۡ َٰ َّ َ ۡ ُ َ ۡ َ ْ ُ ۡ َ ۡ ُ َّ ٞ ۡ َ ۡ ُ ُ ٓ َ
َۚ ن يساؤكم حرِ لكم فأتوا حرثكم أّن ُيئتمَۖ وقديموا يۡلنفس
َ ۡ ُۡ َ َ ُ ُ َٰ َ َ َّ ُ ْ َّ َ َ ۡ َ ُ ٓ ْ َ َّ ُ ح
٢٢٣ ۡش ٱلمؤ يمن يني
وٱتقوا ٱّلل وٱعلموا أنكم ملقوه وب ي ي
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
44
bukan suaru kewajiban, melainkan amanah dari Allah SWT, sesuai dalam
firmanNya :
ُب ل َيمن س َ َشا ٓ ُء إ َنَٰ ٗثا َو َي َهب ُ َيلُ ُق َما س َ َشا ٓ ُء َي َه
َۡ َ ۡ َ َ َ َّ ُ ۡ ُ َّ
ي َۚ ت وٱۡل ي
رض يّللي ملك ٱلسمَٰو َٰ ي
ًَۚ ج َع ُل َمن س َ َشا ٓ ُء َعقييما َ ٗ َ ۡ ُ ۡ ُ ُ َُ َۡ َ ُ َ ََ ُٓ ح
ۡ ِإَونَٰ ٗثاَۖ َو َي أو يزويجهم ذكرانا٤٩ ل يمن سشاء ٱَّلكور
salah satu tujuan Sang Pencipta, seperti yang ia firmankan tentang diri-Nya:
َ َ َ َّ ُ َٰ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ۡ َ َّ ُ َ َ ۡ َ ٓ َّ
م جعل٧ ينيٖ ٱَّليي أحسن ُك َش َء خلقه َۖۥ وبدأ خلق ٱ يْلنس ين مين ط
٨ ني ه َّ ن َ ۡسلَ ُهۥ مين ُس َلَٰلَة مين َّمآء
م
ٖ ٖ ي ٖ
(7) “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan
Yang memulai penciptaan manusia dari tanah”
45
(8) “Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina”
khalifah di muka bumi adalah keturunan yang berasal dari pernikahan syar`i,
dalamnya.
2. Aspek Sosial
segala akibat yang timbul karenanya. Dari rasa tanggung jawab dan kasih
arah yang lebih baik dengan berbagai cara. Orang yang telah berkeluarga
untuk lebih kreatif dan produktif, tidak seperti pada masa lajang.
3. Aspek Ritual
ٓ ُ َ َ َ َ ْ ُ َ
…اب لكم م َين ٱلن ي َساءي كحوا ما ط
…فٱن ي
4. Aspek Moral
norma agama, sedangkan makhluk yang lain tidak dituntut demikian. Jadi,
makhluk lain untuk menyalurkan kepentingan yang sama. Dan juga menjaga
َيني َغ ۡۡي ۡ َ ُ َّ َ ُ َّ َ َ ٓ َ َ َٰ ُ ۡ َ َ ۡ َ ُ ْ َ ۡ َ َٰ ُ ح
َ ُّمصن
ي …وأحيل لكم ما وراء ذل يكم أن تبتغوا بيأمول يكم.
َ س يفحَ
٢٤ ….َۚني ُم َٰ ي
“…Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina….” (Q.S An-Nisa: 24)
perzinaan yang Allah SWT haramkan. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW
5. Aspek Kultural
membedakan antara manusia yang beradab dan yang tidak beradab, ada juga
primitif.
48
َب َنلَا م ۡين أَ ۡز َوَٰج َنا َو ُذر َّيَٰت َنا قُ َّر َة أَ ۡع ُني َوٱ ۡج َعلۡنا َ ُ ُ َ َ َّ َ
ۡ ون َر َّب َنا َه وٱَّليين يقول
ٖ ي ي ي
َ ل يلۡ ُم َّتقي
ً ني إ َم
٧٤ اما ي
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada
kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami),
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (Q.S. Al-
Furqan: 74)
29
Sofyan Hasan, “Dasar-Dasar Memahami Hukum Islam di Indonesia”, (Surabaya; Usaha Nasional,
1994), Hal. 113
49
d. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama yang
َ َ َ َ َ ۡ َ ْ ٓ ُ ُ ۡ َ ٗ َٰ َ ۡ َ ۡ ُ ُ َ ۡ ُ َ َ َ َ ۡ َ ٓ َٰ َ َ ۡ َ
ومين ءايتيهيۦ أن خلق لكم مين أنفسيكم أزوجا ل يتسكنوا إيَلها وجعل
َ َّ َ َ َ َ َ َّ ً َ ۡ َ َ ٗ َّ َّ ُ َ ۡ َ
٢١ ت ل يق ۡو ٖم َي َتفك ُرون
ٖ َٰ بينكم م َودة ورۡحة َۚ إين يِف ذَٰل يك ٓأَلي
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S Ar-Rum: 21)
ْ ُ َ َ ٓ َ َ ۡ َ َٰ َ َ ۡ ُ َ ۡ َ ُ َّ َ َّ َ َ ٓ َ ََ َ َ ُ
لر َجال ق ََّٰو ُمون ِ ٱلنيساءي بيما فضل ٱّلل بعضهم ِ بع ٖض وبيما أنفقوا ٱ ي
َٰ َّ َ ُ َّ َ َ َ ۡ َ ۡ ٞ َٰ َ َٰ َ َٰ َ َٰ َ ُ َٰ َ َٰ َّ َ ۡ َٰ َ ۡ َ ۡ
ب بيما حفيظ ٱّللَۚ وٱل يت مين أمول ي يه َۚم فٱلصل يحت قن يتت حفيظت ل يلغي ي
ۡ َ ُ ۡ َ َ َۡ ُ ُ ُ ۡ َ َّ ُ ُ َ َّ ُ َ ُ ُ َ ُ َ َ
ۡض ُبوه َّنَۖ فإين
ي ٱو عيجي اض م لٱ ِف
ي
َّ وه
ن َتافون نشوزهن فعيظوهن وٱهجر
ٗ َ ٗ َ َ َ َ َّ َّ ً َ َّ ۡ َ َ ْ ُ ۡ َ َ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ
٣٤ أطعنكم فَل تبغوا علي يهن سبييَل إين ٱّلل َكن عل ييا كبيۡيا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Q.S An-Nisa: 34)
51
penrikahan. Pada dasarnya seluruh tujuan dari pernikahan di atas, bermuara pada
satu tujuan yakni bertujuan untuk membina rasa cinta dan kasih sayang antara
pasangan suami dan istri sehingga terwujudnya ketenteraman dalam keluarga, Al-
Qur`an menyebutnya dengan konsep sakinah, mawaddah, wa rahmah. Hal ini lebih
menyangkut pada upaya uraian sebuah ungkapan “keluarga ideal”, sebagai bagian
terpenting dari potret keluarga ideal sekaligus selaras dengan Al-Qur`an. Untuk
meraih keluarga yang ideal harus dimulai dari sebuah pernikahan yang ideal pula
yakni apabila tujuan dari pernikahan tersebut telah tercapai yakni adanya sakinah,
mawaddah, wa rahmah. Sebuah keluarga bisa dikatakan ideal jika keluarga tersebut
berhasil merangkai tiga konsep tersebut menjadi sebuah fondasi utuh. Sebuah
keluarga hanya sampai pada level sakinah tidak bisa disebut ideal karena keluarga
tersebut hanya akan menjadi keluarga statis dan establised. Ia hanya akan terus-
terusan tenang dan sama sekali tidak mengalami kemajuan dalam menghadapi
keadaan yang ada. Begitu juga keluarga yang hanya sampai pada level mawwaddah,
keluarga tipe ini memang dipenuhi rasa saling memiliki antar semua anggota
keluarga. Keluarga ini sebenernya sudah mulai dinamis dengan berbagai macam
sampai di sini maka keluarga tipe ini rentan terhadap goncangan, jika masing-
52
masing anggota mempunyai rasa memiliki yang overdosis, maka ketika salah satu
E. Hikmah Pernikahan
َٗ َ َۡ ٞ َ َ َٰٓ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ح
َۖ ِإَوذ قال ربك ل يلملئيكةي إ ي يّن جاعيل يِف ٱۡل ي
…. رض خل ييفة
Khalifah yang dimaksud di dalam ayat ini adalah manusia yang saling
membina rumah tangga dimana suami dan istri menemukan kepuasan kebutuhan
pemenuhan kebutuhan hak dan kewajiban, juga di atas tujuan-tujuan luhur, meraih
ketenangan dalam hubungan sosial suami dan istri. Oleh sebab itu, pernikahan
30
Muhammad Nashiruddin, “Tuntunan Pernikahan Islami”, (Jakarta; QisthiPress, 2015), Hal 32.
53
diri, menjaga seluruh anggota tubuh dari zina mata dan zina kemaluan.
54
َ َ َ ْ ُ َ َ ْ ُ َ
و يف بضعي أح يد كم صدقة
hubungan badan.
Dalam hal ini para sahabat pun bertanya “Wahai Rasulullah! Apakah bila
Pernikahan adalah perkara mubah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.
BAB III
PERNIKAHAN LUSAN DI DESA KUTO,
KECAMATAN KERJO, KABUPATEN KARANGANYAR
1. Letak Geografis
Desa ini dulu bernama “Kutho” yang berarti Kota (dalam Bahasa Indonesia),
sebab penduduk atau warga terdahulu menyebut dengan ejaan Jawa Kuno.
perekonomian yakni Pasar Jamus tepatnya pasar ini terletak di Jalan Jamus-
Karanganyar, Pasar Jamus yang berdiri di tengah Desa Kuto ini menjadikannya
ikon tersendiri bagi penduduk di Desa Kuto tersebut. Desa Kuto juga
Sragen yakni di sebelah utara desa, Desa Kuto juga termasuk salah satu desa
yang jauh dari pusat keramaian kota. Dengan tingkat ketinggian yang bisa
dibilang belum terlalu tinggi namun sudah terasa suasana sejuk dengan
intensitas suhu udara 21° C. Terletak sekitar 32 Km dari Kota Surakarta dan
55
56
jarak dari Ibukota Kabupaten Karanganyar dan 135 Km untuk jarak dari
2. Luas Wilayah
Desa Kuto memiliki luas wilayah seluas ± 635,3320 Ha. yang sebagian
besar merupakan dataran, terdiri dari area persawahan 123,5375 Ha, Tanah
3. Kependudukan
Dalam suatu wilayah, pasti ada suatu kelompok yang mendiami satu
ini setiap satu cakupan dari yang terkecil haruslah memiliki data siapa saja
sosial budaya. Jumlah penduduk yang ada di Desa Kuto yakni Laki-laki 3086
Orang dan Perempuan 3193 Orang jadi total keseluruhan penduduk Desa Kuto
yang sangat bergantung pada sumber daya alam terutama sawah dan hutan
(karena Desa Kuto merupakan desa yang dikelilingi oleh Hutan karet). Oleh
57
sesuatu, karena sesuatu itu bernilai atau berguna bagi kehidupannya. 31 Sebab
kebudayaan di patri sebagai cara berfikir sekelompok orang dalam satu tempat.
31
I Made Suru, “Selintas Budaya Indonesia”, Cet II, (Yogyakarta; Pusara Tamsis, 1996), Hal 24.
58
Desa Kuto juga merupakan bagian salah satu daerah atau kawasan yang
turut eksis pada tahap mobilitas desa dengan tetap mempertahakankan kearifan
lokalnya, yakni budaya jawa yang diwariskan secara turun temurun mulai dari
Suronan merupakan adat yang masih dilakukan hingga saat ini. Acara
Suronan merupakan acara tirakatan yang dilakukan pada malam suro, tepatnya
pada malam tahun baru Islam.33 Sebagian besar masyarakat Desa Kuto yang
turut melaksanakan Suronan ini meyakini bahwa tradisi ini akan membawa
perubahan ke arah yang lebih baik. Di lain itu Adat suronan ini sebagai ucapan
rasa Syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat yang diberikan dan juga
Dengan adanya Suronan ini, mayoritas masyarakat Desa Kuto tidak berani
untuk meninggalkan tradisi tersebut, sebab selain sebagai ucapan rasa Syukur
kepada Allah SWT. Masyarkat juga menghormati apa yang sudah leluhur
32
Sri Warjiyati, “Ilmu Hukum Adat”, Cet I, (Yogyakarta; IKAPI, 2020), Hal 18
33
Lutfhi Samudro, “Mandala Berbudaya”, (Magelang; Pustaka Rumah, 2020), Hal 35
59
Selain suronan, Desa Kuto memiliki adat reog, yang secara garis besar
mirip dengan reog khas ponorogo, namun dalam hal ini lebih disederhanakan
ikon-ikon atau part dalam bermain reognya, seperti tidak adanya Singo Barong
yakni penari yang menggunakan topeng singa atau macan dengan hiasan bulu
Pernikahan juga merupakan salah satu unsur adat yang ada di Desa Kuto,
klaster adat yang terjadi dalam satu wilayah dan diyakini secara turun menurun
hitungan-hitungan Jawa dan perihal nasib baik buruk yang akan ditimpa calon
mereka mempercayai dan meyakini secara mutlak, sebab munculnya adat yang
demikian karena proses interaksi budaya yang sudah ada sejak zaman dahulu
secara meluas, hingga telah menjadi urat budaya pada masyarakat Desa Kuto
B. Pernikahan Lusan
1. Pendahuluan
Lusan secara spesifik. Kajian pernikahan Lusan dalam sumber lain bernama
Pernikahan Jilu, yang masih semakna dengan Pernikahan Lusan, Hanya saja
Hal ini yang membuat penulis sulit untuk menelaah beberapa sumber literer
Desa Kuto yang memahami dan turut dalam menjalankan adat Pernikahan
sampel acak.
namanya, Lusan sendiri merupakan singkatan Lu yang berarti telu (tiga) dan
San yang berarti pisan (pertama). Dimana dalam pernikahan ini terdapat unsur
adat yakni wewaler (larangan yang tidak boleh dilanggar) berupa “bocah
nomer telu ora oleh rabi karo bocah nomer siji” (anak nomor tiga tidak
berada pada wilayah Jawa Tengah menjadikan Desa ini memiliki banyak sifat
pluralistik budaya khususnya Adat Jawa, dimana secara tidak langsung Desa
34
Wawancara dengan mbah siswo wagiyo pukul 13.46 pada tanggal 15 Juli 2021 di kediamannya, Desa
Kuto, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar.
61
tersebut dapat dilihat dalam tingkah laku dan perbuatan yang sudah biasa
Masyarakat Desa Kuto yang masih lekat akan budaya Jawanya sangat
berhati-hati terhadap sesuatu yang bersifat mudharat atau bahaya, dalam ranah
kepercayaan adat Jawa. Hal ini yang mendasari munculnya banyak pengaruh-
pengaruh adat dari warisan pendahulu atau nenek moyang, seperti perhitungan
weton dan nasib hingga perhitungan yang digunakan untuk laki-laki dan
perempuan yang akan menikah, antara mereka akan baik pernikahannya atau
malah sebaliknya.
Adat yang berlaku di Desa Kuto yang disematkan pada sebuah pernikahan
bukan serta merta ada, dibuat dan langsung ditaati, melainkan berdasarkan
banyaknya kejadian secara bertahap yang menimpa anak nomor pertama dan
dasar terbentuknya sebuah kepercayaan yang menjadi adat dalam skala luas
Fenomena kepercayaan yang telah membentuk pola adat ini secara umum
diterima dan dijalankan secara khidmat oleh masyarakat Desa Kuto. Sebab
selain menjunjung tinggi adat Jawa masyarakat Desa Kuto juga takut jika
35
Teuku Muttaqin Mansur, “Hukum Adat Perkembangan dan Pembaruannya”, Cet I, (Banda Aceh;
Syiah Kuala, 2018), Hal 44.
62
Dengan sifatnya yang tidak tertulis, adat Lusan ini memiliki peraturan
hidup yang meskipun tidak ditetapkan secara aturan sipil, namun ia tetap m
enjadi acuan hukum yang ditaati serta didukung oleh masyarakat Desa Kuto
Menurut mbah siswo wagiyo36 selaku sesepuh Desa Kuto yang masih
dahulunya Desa Kuto pernah disinggahi oleh salah satu abdi dalem Karaton
Kasunanan Surakarta yang kala itu Karaton masih menjadi sebuah kerajaan
yang aktif. Karaton Kasunanan Surakarta selain memiliki hukum atau aturan
pada kitab-kitab karangan seseorang yang dipercaya, termasuk kitab milik para
pujangga Karaton. Dan abdi dalem yang singgah di kawasan Desa Kuto
tersebut adalah orang yang mahir memaknai hakikat kitab Jawa klasik dalam
demi sedikit di amati oleh abdi dalem tersebut, dengan berbagai pertimbangan
36
Warga Desa Kuto, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karangayar. Berumur 68 Tahun. Beliau adalah salah
satu tokoh Masyarakat Desa Kuto yang masih nguri-uri adat Pernikahan Lusan di sana. Hal ini dikarenakan
beliau meneruskan amanah yang sebelumnya di jalankan oleh ayahnya sebagai orang yang dianggap betul-
betul faham mengenai adat Pernikahan Lusan.
37
Wawancara dengan mbah siswo wagiyo pukul 13.46 pada tanggal 15 Juli 2021 di kediamannya, Desa
Kuto, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar.
63
Pada dasarnya kondisi masyarakat Desa Kuto kala itu masih jauh dari kata
yang dianggap mampu atau dipercaya sebagai “wong pinter” di Desa tersebut.
Maka dari itu Pernikahan Lusan yang telah di maknai oleh abdi dalem tersebut
secara langsung sambut baik oleh masyarakat Desa Kuto karena yakin bahwa
abdi dalem tersebut adalah orang yang mengerti atau faham betul tentang
Hingga kini, pernikahan Lusan telah melebur dan menjadi sebuah budaya
pada masyarakat Desa Kuto dalam bab pernikahan. Menurut mbah siswo
wagiyo Pernikahan Lusan ini akan menjadi adat yang akan terus lestari tidak
boleh ada siapapun yang merubah adat Pernikahan Lusan di Desa Kuto,
implikasi dari Pernikahan Lusan ini membawa dampak besar bagi masyarakat
Desa Kuto dalam perihal memilih calon pasangan yang akan dinikahi.
a. Sosiologis
kehidupan bersama38
yang terjadi dalam kurun waktu yang panjang.39 Masyarakat Desa dalam
menjalani sebuah adat istiadat tersebut dilakukan tanpa refleksi yang sadar
maka akan terbentuknya suatu sistem peraturan yang dianut oleh sebagian
Desa itu memiliki ikatan bersama karena kekuatan kelompok atau kondisi
38
Mahyuddin, “Sosiologi Budaya” Cet I, (Makasar; Shofia, 2019), Hal 4
39
Wardiman Anugrah Pratama, “Paradigma Hukum Adat”, (Bogor; Guepedia, 2012), Hal 54
40
Indrayani, “Pengantar Psikologi Desa”, (Jakarta; Kencana, 2016), Hal 15
65
Kuto memandang ini sebagai gejala kultural biasa sebab Pernikahan Lusan
Tentunya juga ada beberapa masyarakat yang tidak turut serta dalam
kontak dengan dunia luar41. Terlihat jelas bahwa proses Pernikahan Lusan
ini tumbuh dengan baik di Desa Kuto karena sifat kondisi dari desa
b. Budaya
penuh makna dengan simbol-simbol yang tidak begitu saja mudah untuk
41
Sriyana, “Perubahan Sosial Budaya”, Cet I, (Malang; Literasi Nusantara, 2020), Hal 8
66
berotasi pada satu tempat dan telah menjadi adat yang diterima.
Kondisi geografis Desa Kuto yang masih terbilang asri ini secara tidak
langsung juga memperkuat akar adat dan budaya yang telah lama melebur
sistem modernisasi desa. Di lain sisi Desa Kuto juga memiliki masyarakat
yang homogen dimana hal tersebut mampu menunjang serta menjadi poin
Terjaganya budaya lokal di Desa Kuto ini juga membuat banyak adat
dan tradisi yang ada sejak dahulu lestari dan tersimpan rapi di atmosfer
Desa Kuto sebab norma dan sebagainya bersumber pada sistem nilai
budaya tersebut. Budaya yang terbentuk dalam proses panjang ini juga
42
Liliweri, “Dialektika Budaya Jawa”, (Surabaya; SinarPustaka, 2011), Hal 32
67
adat. Di lain sisi karena sifat dari budaya dan adat desa yang dinamis ini
ini. Masyarakat Desa Kuto tidak menyadari hal ini terjadi secara sengaja,
datang dari warisan budaya nenek moyang yang terpola secara alami.
selain sudah lama tumbuh dan berkembang, Pernikahan Lusan ini juga
dipenuhi dari kedua belah pihak sebelum hadirnya akad diantara mereka,
kedua belah pihak, karena dengan terpenuhinya syarat tersebut, maka akan
memang tidak bisa lepas dari proses jalannya pernikahan seperti halnya debu
syarat pernikahan yang berbeda pula. Salah satunya yakni yang ada di Desa
salah satu adat pernikahan yang masih terjaga hingga saat ini. Pernikahan
Lusan bukan lahir dari agama, melainkan dari kultur budaya setempat.
Sesuai namanya yakni “Lusan” yang berasal dari singkatan bahasa Jawa,
yakni Telu karo Pisan (Tiga dengan Satu), maksudnya adalah Pernikahan
Lusan melarang calon pengantin untuk tidak menikah dengan anak nomor satu
jika dirinya dari anak nomor tiga atau sebaliknya dilarang untuk menikah
dengan anak nomor tiga jika dirinya dari anak nomor satu. Hal ini dikarenakan
satu dan tiga atau sebaliknya sebab mereka meyakini bahwa itu bukanlah angka
Syarat Pernikahan Lusan ini bukan merupakan syarat tertulis yang secara
resmi menjadi aturan mutlak di Desa Kuto, syarat Pernikahan Lusan ini adalah
syarat tidak tertulis yang di taati secara umum oleh masyarakat Desa Kuto.
Walaupun sifatnya yang tidak tertulis, namun syarat Pernikahan Lusan ini
69
menjadi aturan paten bagi mayoritas masyarakat di sana dalam menerima dan
harus diyakini bahwa semua ini berjalan atas kehendakNya. Namun paradigma
masyarakat khususnya dalam masalah adat, mereka meyakini bahwa takdir itu
juga datang sebagai akibat dari apa yang sudah manusia itu lakukan seperti
Pantangan yang ada dalam Pernikahan Lusan untuk tidak menikah dengan
anak nomor satu dengan anak nomor tiga atau sebaliknya ini memiliki akibat
Kuto. Menurut masyarakat Desa Kuto dalam dialog wawancara di salah satu
tidak bisa diperalat oleh siapapun, sebab jika melanggar wewaler (aturan)
calon mempelai.
Sesepuh Desa Kuto yakni Mbah siswo wagiyo menambahkan, akibat yang
didapat jika melanggar wewaler (aturan) dalam Pernikahan Lusan ini adalah:43
a. Kematian mendadak
Umur manusia memang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
43
Wawancara dengan mbah siswo wagiyo pukul 13.46 pada tanggal 15 Juli 2021 di kediamannya, Desa
Kuto, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar.
70
dengan anak nomor tiga maka salah satu atau keduanya akan mengalami
kematian yang tidak terduga atau kematian mendadak. Hal ini sangat
atau tiba-tiba ini adalah akibat dari larangan dalam Pernikahan Lusan yang
dilanggar.
lumrah dan pasti terjadi, namun berbeda dengan pertengkaran yang satu
ini, pertengakaran yang terjadi dalam hal ini adalah akibat dari melanggar
Pernikahan Lusan. Pertengkaran ini diyakini tidak hanya terjadi satu dua
kali, namun sepanjang alur pernikahan mereka selalu ada saja hal-hal yang
dipertengkarkan.
c. Bercerai / Pisah
bagi sebagian kecil masyarakat Desa Kuto bercerai adalah dampak yang
tidak terlalu serius, namun juga sebagian yang lain menganggap dampak
cukup membuat masyarakat harus berfikir dua kali untuk menolaknya, karena
selain adanya beban sosial dan moral, masyarakat juga harus turut menghargai
Salah satu masyarakat Desa Kuto yang kerap disapa dengan mas Langgeng
memiliki akibat yang serius bagi yang melanggar aturan dari Pernikahan Lusan
tersebut, ia menambahkan bahwa hal ini didasari karena adat memiliki energi
alam yang tidak bisa ditentang. Maka dari itu ia mengatakan bahwa Pernikahan
Lusan adalah adat yang diwarisi oleh leluhur dan memiliki pengaruh kuat bagi
masyarakat sekitar.
Hal ini berbanding terbalik dengan yang dikatakan oleh mas suryadi45.
atau kebiasaan leluhur yang masih hingga kini, menurutnya Pernikahan Lusan
ini tidak memiliki dampak apapun jika tetap dijalankan. Karena ia mengatakan
bahwa takdir adalah Tuhan yang menentukan, bukan sebab dari adat atau
44
Wawancara dengan salah satu warga Desa Kuto di kediamannya, ia adalah warga Desa Kuto yang
meyakini tentang adanya akibat jika adanya pelanggar dari Pernikahan Lusan. Beragama Islam Kejawen yang
menambah eksistensinya dalam berbagai kepercayaan adat lebih mendalam.
45
Wawancara dengan salah satu warga Desa Kuto di serambi masjid, ia merupakan aktivis masjid di
salah satu masjid yang ada di Desa Kuto
72
seiring dengan berjalannya waktu, disisi lain masyarakat Jawa sangat sadar
tengah berkembang pada masa itu. Percampuran dua hal ini melahirkan
pengaruh Kejawen, sebab hal-hal yang ada dalam Kejawen juga meliputi
46
Suhardi, “Manekung di Puncak Gunung Dalam Jalan Keselametan Kejawen”, (Yogyakarta; IKAPI,
2018), Hal 8
73
ada salah satu larangan yang tidak boleh dilanggar oleh masyarakat.
terhadap aturan-aturan yang ada, sebab akan ada sanksi abstrak yang
47
Wawancara dengan mbah siswo wagiyo mengenai pengaruh budaya Kejawen bagi masyarakat Desa
Kuto, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar.
74
dari perkembangan budaya, adat serta Unsur-unsur lain yang lebih kuat
48
Wawancara dengan Lurah Desa Kuto terkait kependudukan
BAB IV
PANDANGAN HUKUM ISLAM
TERHADAP PERNIKAHAN LUSAN
Secara bersamaan, kehadiran Agama Islam memuat 2 hal, yakni Aqidah dan
Syariah. Dalam Islam, aqidah memuat aturan-aturan paling dasar yang berkaitan
dengan keimanan dan kepercayaan kepada Allah SWT. Sedangkan Syariah memuat
manusia bertindak sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Islam. Sebab
Aqidah menghantarkan kita untuk percaya atau mengimani ketentuan yang telah
Allah SWT tetapkan dan Syariah menghantarkan kita untuk bagaimana berperilaku
dan bersikap sesuai ajaran Agama Islam. Kedua poin tersebut dapat merubah
paradigma seseorang dalam menyikapi budaya dan moral sosial terutama mengenai
penerapan pola sikap yang benar. Salah satunya yakni mempercayai bahwa seluruh
takdir telah ditentukan oleh Allah SWT. Karena ketika seseorang kehilangan iman
tentang ketetapan takdir dari Allah SWT, maka ia telah kehilangan Aqidah yang
75
76
Dalam kaitannya, percaya terhadap sesuatu yang tidak ada dalam syariat
Agama Islam merupakan pudarnya Aqidah seseorang dalam mengimani apa yang
telah ditetapkan oleh Agama Islam seperti percaya terhadap takhayul berupa
kejadian atau fenomena yang akan terjadi bila melanggar peraturan-peraturan adat
setempat.
diyakini masyarakat akan dampaknya jika sampai melanggar larangan yang ada
pada Pernikahan Lusan tersebut. Hal ini lantas menjadikan stigma masyarakat Desa
Kuto lebih percaya apa yang di buat oleh manusia daripada ketentuan takdir yang
telah Allah SWT tetapkan. Berikut ini sebab mengapa masyarakat Desa Kuto takut
dalam jodoh, hingga prediksi yang akan terjadi dalam prahara rumah tangga
Desa Kuto. Mereka percaya bahwa hitungan Jawa mampu menerawang nasib,
rezeki dan jodoh seseorang dengan akurat. Masyarakat Desa Kuto menjadikan
Namun dalam Islam, baik buruknya takdir seseorang telah ditetapkan oleh
ُ ْ َ ُ ْ َّ ُ ْ َ َ َ َّ َ َ ُ ْ ُ َ ْ َ ْ َ ْ ح َّ َ ْ ُ َ َ َ َّ َ
ون
َ ََي حد نا عبد اّللي بن ميم اب زيياد بن َيَي اب يحد نا أبو اِلط ي
ُ ُ َ َ َ َ َ َّ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َّ َ ُ ْ َ ْ َ ْ َ
قال رسََول: عن جعف ير ب ين ُّمم َد عن أبييهي عن جاب ي ير ب ين عب يد اّللي قال
َ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ َّ َ ْ َ ُ ْ ُ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ
ۡشه ي
ۡيه ي و ي اّللي صََّلل اّلل عليهي وسَلم َل يؤمين عبد حت يؤمين بيالقدري خ ي
ْكن ُ َ ْ َ ُ َ َ ْ َ َ َّ َ َ ُ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ ُ َ َ َ َ َّ َ َ َ ْ َ َّ َ
حت يعلم أن مَا أصَََابَه لم يكن يَلخ يطًَه وأن مَا أخطَأه لم ي
يب ُه
َ يَلُ يص
“Telah menceritakan kepada kami Abul Khaththab Ziyad bin Yahya Al Bashri:
telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maimun dari Ja'far bin
Muhammad dari bapaknya dari Jabir bin 'Abdullah dia berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Seorang hamba tidak dikatakan
beriman sampai dia mengimani tentang takdir yang baik dan takdir yang
buruk, sampai dia mengetahui bahwa apa yang menimpanya tidak mungkin
akan meleset darinya, dan sesuatu yang tidak ditetapkan atasnya tidak akan
mungkin mengenainya." (HR. Tirmidzi No 2070)
jika ia masih tidak mempercayai takdir baik dan buruk yang telah Allah SWT
tetapkan. Dalam hal ini jika kita merasa bahwa nasib berdasarkan dari sebuah
bagi masyarakat Desa Kuto untuk menepis sumber takhayul yang berasal dari
Kejawen, karena hal ini dapat menjauhkan dari dari Allah SWT. Keimanan
seseorang juga akan hilang jika ia percaya dengan ketentuan takdir yang
SWT tetapkan sudah digariskan sejak dulu. Kebenaran ayat tersebut harus
bahwa takdir dan ketetapan telah Allah SWT gariskan. Dalam hal ini upaya
terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan menyerahkan segala sesuatu hanya
kepada Allah SWT atas takdir yang telah terjadi. Seperti firmanNya :
ۡ َ ََ َ َ ُ ۡ َ ٓ ُ َ َ ٞ ۡ ُ ُ َ َّ ُ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ
َّلل من أسلم وجههۥ يّللي وه َو ُّمسين فلهۥ أجرهۥ عيند ربيهيۦ وَل خوف
ُ َٰ ب
َ ُ َۡ ُ َ َ
١١٢ َعل ۡي يه ۡم َوَل ه ۡم َي َزنون
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah,
sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati” (Q.S. Al-Baqarah: 112)
Islam menghendaki seseorang untuk menuntut ilmu, baik ilmu Agama maupun
ilmu dunia.
adanya dasar atau bekal pengetahuan Agama hingga mereka condong pada
sesuatu yang bathil adalah salah satu sikap kurangnya keimanan pada diri
seseorang.
Dengan adanya bekal pengetahuan Agama yang baik kita akan terhindar
namun bisa jadi dalam suatu kondisi tertentu hukum pernikahan menjadi wajib,
makhruh, mubah, bahkan haram. Para Ulama memiliki beragam paham mengenai
melakukan pernikahan menarik untuk dikaji, karena juga terakit langsung dengan
perintah agama. Menikah adalah sunnah Nabi Muhammad SAW yang sangat mulia,
namun apabila tidak sesuai dengan apa yang diajarkannya, maka menikah akan jauh
dari kata sakinah mawadah wa rahmah. Hal ini disebabkan karena pernikahannya
tidak dibangun atas dasar teladan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.50
dan Hadist, adapula masalah kontemporer tentang pernikahan yang memang tidak
memiliki dasar atau landasan yang tepat dalam perspektif syariat Islam, termasuk
Jawa. Walaupun adat pernikahannya masih sedikit tersisipi ajaran Islam, namun
tetap dalam prosesinya masih berlaku hukum adat. Secara tradisional masyarakat
49
Yusuf Hidayat, “Pernikahan Islami” (Ciamis; Quepedia, 2017), Hal 18
50
Ahmad Sya`roni, “Bekal Pernikahan Bagi Calon Mempelai” Cet I, (Pekalongan; TYmediapress,
2010), Hal 12
81
adat memiliki konsep konservasi alam yang berkaitan sangat erat dengan beberapa
secara turun menurun. Hal inilah yang nantinya akan menjadi salah satu unsur
berlaku terlebih tradisi adat yang pasti telah mengakar dan diterima mayoritas
kepercayaan Jawa kuno dan masyarakat muslim yang ada di Desa Kuto pun juga
Hayuning Bowo” (menjaga kearifan Jawa beserta isinya) ini sejalan dengan misi
Islam yakni “Rahmatal Lil Alamin” (Rahmat Bagi Seluruh Alam). Sehingga adat
Sistem budaya dan adat yang menjalar di Desa Kuto memiliki sifat yang
religius mistis, dimana sebuah adat dan agama menjadi relasi sejajar bahkan
diantara keduanya memiliki kekuatan timbal balik yang erat. Jika adat diberlakukan
maka harus ada unsur agama di dalamnya, seperti adat ketika akan membangun
sebuah rumah haruslah menghadap ke sisi yang diperbolehkan oleh aturan adat,
sebab dari situlah rezeki dari Tuhan mengalir. Begitu kuatnya adat yang berkutat
pada lorong kehidupan masyarakat desa, sehingga terprediksi adat akan tetap
51
Wawancara dengan salah satu tokoh warga Desa Kuto (Pukul 12.30 Tanggal 05/06/2021)
82
Penerapan adat yang hingga kini masih lestari dan dilakukan serempak oleh
masyarakat Desa Kuto salah satunya adalah mengenai kecocokan antara laki-laki
lahir. Masyarakat Desa Kuto menyebutnya dengan “Lusan” (Telu Karo Pisan)
dimana anak nomor telu (ketiga) tidak diperbolehkan menikah dengan anak nomor
pisan (pertama). Konsep Pernikahan Lusan ini telah ada sejak zaman para leluhur
yang secara alami diwariskan turun menurun dan dijalankan secara khidmat oleh
Pada dasarnya masyarakat Desa Kuto ditekankan untuk mengikuti adat Lusan
restu dari tokoh adat, maka pernikahan mereka akan mengalami berbagai prahara,
mulai dari cerai, rumah tangga kacau, bahkan hingga salah satu atau keduanya ada
Adanya konsep dari Pernikahan Lusan ini sangat berbanding terbalik dengan
apa yang sudah di ajarkan oleh Agama Islam, didasari dari berlakunya aturan dalam
Pernikahan Lusan bahwa anak nomor satu tidak diperbolehkan menikah dengan
anak nomor 3 karena beberapa sebab yang telah ditetapkan dalam Pernikahan
Lusan.
Di lain sisi Islam juga telah membentuk aturan-aturan yang dimodifikasi dalam
beberapa sumber yang ada dalam Hukum Islam, Hal ini tentunya tidak selaras
dengan ajaran pernikahan dalam Islam, sejatinya Agama Islam membentuk konsep
83
َ َ َ َ َ ۡ َ ْ ٓ ُ ُ ۡ َ ٗ َٰ َ ۡ َ ۡ ُ ُ َ ۡ ُ َ َ َ َ ۡ َ ٓ َٰ َ َ ۡ َ
ومين ءايتيهيۦ أن خلق لكم مين أنفسيكم أزوجا ل يتسكنوا إيَلها وجعل
َ َّ َ َ َ َ َٰ َ َّ ً َ ۡ َ َ ٗ َّ َ َّ ُ َ ۡ َ
٢١ ت ل يق ۡو ٖم َي َتفك ُرون
ٖ َٰ ٓأَلي يك ل ذ بينكم مودة ورۡحة َۚ إ ي ي
ِف ن
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir” (Q.S. Ar-Rum: 21)
tenteram dan kasih sayang. Dan dengan pernikahan menjadikan ketenangan dan
melakukan hubungan suami istri. Maka dari itu Agama Islam menegaskan untuk
Pernikahan Lusan sebenarnya juga memiliki tujuan yang sama yakni untuk
memperoleh ketenangan dalam menjalani tali ikatan pernikahan, namun yang perlu
menjadi perhatian adalah konsep yang ada dalam Pernikahan Lusan ini. Dimana
menurut Islam Pernikahan Lusan ini tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada
dalam Hukum Islam. Sehingga keyakinan masyarakat dibuat tak berdaya dengan
Pernikahan Lusan juga menjadi bahan kajian oleh para fuqaha karena
Agama Islam. Walaupun secara garis besar adat Pernikahan Lusan ini sama-sama
Sedangkan konsep pertama yang dibangun dalam Islam ketika akan menikah adalah
wanita yang sendiri, yakni wanita yang belum menikah dan siap untuk menikah,
ْ ُ ُ َ ۡ ُ َٓ ۡ ُ َ ۡ َ َٰ َّ َ ۡ ُ َٰ َ َٰ ََ ۡ ْ ُ ََ
حني مين عيباديكم ِإَومائيك َۚم إين يكونوا كحوا ٱۡليم مينكم وٱلصل ي ي وأن ي
ٞ ّلل َوَٰسيع َعل
٣٢ ييم ُ َّ ُف َق َرا ٓ َء ُي ۡغنيه ُم ٱ
ُ َّ ّلل مين فَ ۡضليهيۦ َوٱ
ي
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-
hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui” (Q.S. An-Nur: 32)
Al-Qur`an tidak pernah memberi pelajaran mengenai nasib baik buruk yang
akan menimpa seseorang ketika akan menikah. Apalagi jika telah meyakini bahwa
menaati aturan yang ada dalam Pernikahan Lusan adalah kunci keselamatan dan
firmanNya :
ُ َّ ٱ
َّ ّلل ٱ
٢ لص َم ُد
“Allah tempat bergantung” (Q.S Al-Ikhlas: 2)
Potongan ayat tersebut memberi pemahaman bahwa Allah SWT lah tempat
bergantung segala hal, bergantung dari yang nampak hingga sesuatu yang tidak
nampak, termasuk mengenai nasib seseorang, khususnya nasib yang akan terjadi
segala keputusan dan takdir hanya kepada Allah SWT bukan bersandar pada
85
ketetapan yang dibuat oleh manusia seperti halnya Pernikahan Lusan, dimana
konsekuensi yang ada di dalamnya menjadikan masyarakat Desa Kuto percaya pada
nasib yang akan menimpa. Hal ini lah yang sangat tidak sesuai dengan yang telah
disebutkan dalam Surah Al-Ikhlas ayat 2 tersebut bahwa semua urusan termasuk
nasib hanya Allah SWT lah yang tahu dan kepadaNya lah kita bergantung atau
bersandar.
didalamnya, yang mana tidak sesuai dengan apa yang telah di ajarkan oleh Al-
Al-Qur`an yakni mengenai keyakinan tentang suatu nasib buruk dan pendeknya
umur pernikahan jika mereka melaksanakan larangan yang ada dalam pernikahan
Lusan yakni anak nomor 1 tidak diperbolehkan menikah dengan anak nomor 3
karena hal ini akan membuat keduanya mengalami berbagai malapetaka mulai dari
nasib salah satu atau keduanya buruk, dan rusaknya pernikahan di umur yang
singkat hingga kematian jika pernikahan tetap dilanjutkan. Konsep ini sangat
berbanding terbalik dengan ajaran yang ada di Al-Qur`an, dimana semuanya yakni
hidup, nasib dan pernikahan adalah Allah SWT yang mengaturnya dan hanya
Al-Qur`an telah memberi penjelasan agar tetap berpegang teguh pada firman-
firman Allah SWT dengan menerapkan rasa taqwa dan tawakkal terhadap apa yang
telah dan akan terjadi dikemudian hari serta menjauhi hal-hal atau sesuatu tentang
berfirman :
86
ٞ َو َمن َي ۡع ُ َعن ذ ۡيكر ٱ َّلرِنَٰمۡح ُن َقي ۡض َ َُلۥ َُ ۡي َطَٰ ٗنا َف ُه َو َ َُلۥ قَر
٣٦ يني ي ي
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al
Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah
yang menjadi teman yang selalu menyertainya” (Q.S Az-Zukhruf: 32)
Adanya keyakinan masyarakat terhadap apa yang akan terjadi jika mereka
melanggar Pernikahan Lusan ini timbul karena mereka tidak memiliki Iman yang
tertanam di hati dan jiwa. Di lain sisi karena lahir cerita atau mitos-mitos yang
khurafat. Hal ini menjadikan mereka bergantung dan bersandar pada keyakinan
adat. Orang-orang yang tidak menyandarkan segala sesuatu kepada Allah SWT dan
diantara keragu-raguan dan khurafat. Mereka takut akan hidup, nasib rezeki serta
َ ُ ۡ َ ۡ ُ َ ُ َ ۡ َٰ َ َ ُ َّ
١١٧ كن أنفسهم يظل يمون …ٱّلل ول ي.
“….Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri
mereka sendiri” (Q.S Ali Imran: 117)
masyarakat lebih cenderung percaya dan menjalankan adat yang ada dalam
mempercayai apa yang ada dalam Pernikahan Lusan seperti yang telah disebutkan
pada ayat 32 dalam surah Az-Zukhruf dilanjutkan dengan ayat selanjutnya yakni :
ُٗ ُ ۡ ُُ َّ ُ ُ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َّ ٗ َ َٰ َ ٗ َّ ُ ُ َّ َ ُ َ َ ٓ َ ۡ َ َ
ولوَل أن يكون ٱنلاس أمة وحيدة ۡلعلنا ل يمن يكفر ب يٱلرِنَٰمۡح بي يوت ي يهم سقفا
َ ُ َّ َ َ ۡ َ َ ً ُ ُ َ ٗ َٰ َ ۡ َ ۡ ُ ُ َ َ ۡ ََ َ َّ
كون وبي يوت ي يهم أبوبا وُسرا عليها يت ي٣٣ مين ف يضةٖ َو َم َعاريج عل ۡي َها َيظ َه ُرون
dalamnya terdapat unsur kepercayaan mengenai berbagai hal yang akan menimpa
mereka. Namun dengan yakin pada Allah SWT dan menyerahkan segala sesuatu
kepadaNya maka Allah SWT akan menjamin keselamatan hidup dari marabahaya.
ۡ َ ُ ۡ َ َ َّ ُ ۡ َ ۡ َ ۡ ُ َّ َ َ ُ َ َ َ َ ۡ ُ ۡ َ ۡ َ ٓ َ ُ َ َ َ ۡ َ َ
نل بيهيۦ وكيف أخاف ما أۡشكتم وَل َتافون أنكم أۡشكتم ب يٱّللي ما لم ي ي
َ ۡ َ َۡ ُ ۡ ُ َۡ ٗ ََ ح َۡ َ ۡ َ َ ح
َ ٱ ََّّليين٨١ ون َ ََُۡ ُۡ ُ ۡ
ني أحق ب يٱۡلم ين إين كنتم تعلم عليكم سلطَٰنا َۚ فأي ٱلف يريق ي
َ ُ َ ۡ َ َ ُ ْ َ َ ۡ َ ۡ ُ ٓ ْ َ َٰ َ ُ ُ ۡ ُ ْ َ َٰٓ َ َ ُ ُ ۡ َ ۡ ُ َ ُ ح
٨٢ ءامنوا ولم يلبيسوا إييمنهم بيظل َم أولئيك لهم ٱۡلمن وهم مهتدون
“(81)Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan
(dengan Allah), padahal kamu tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan-
sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk
mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih
berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui (82)
Orang-orang yang beriman dan juga tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. Al-An`am: 81-82)
Sistem adat Pernikahan Lusan ini membuat manusia mengalami kesulitan oleh
sebab aturan adat yang telah mereka buat sendiri, tentu saja hal ini sangat
memang tak sesuai dengan akidah dan kaidah serta syariat Islam sebab konsep
Pernikahan Lusan lah yang membuat masyarakat khususnya Masyarakat Desa Kuto
sebagai wujud rasa hormat, namun tetap saja masih menjadi polemik tersendiri.
termasuk salah satu hambatan untuk beriman kepada Allah SWT, takut akan segala
marabahaya yang terjadi jika melanggar larangan adat Pernikahan Lusan tersebut
segala sesuatu yang manusia katakan daripada ketetapan yang telah Allah SWT
gariskan.
َ ُ َ
….…ف َسديدوا َوقاري ُبوا.
“…Maka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar)…”
selalu takut akan malapetaka jika melanggar adat tersebut, maka dalam hal ini
ْ َّ ْ َ ْ َ َ َ َّ ُ ْ َ
ب انلفعي
دفع الَّضري أواَل مين جل ي
“Menolak kemudharatan lebih utama daripada kemaslahatan”
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai Rahmatalil Alamin yakni rahmat bagi seluruh umat manusia, Islam
hanya menekankan untuk menikahi wanita atau laki-laki yang sholeh bukan
berdasarkan urutan lahir seperti yang terjadi dalam Pernikahan Lusan sebab jika
terjadi hal yang tidak ada tuntunannya dalam Syariat atau Hukum Islam maka hal
itu merupakan salah satu perbuatan yang melampaui batas. Sebagaimana firman
Allah SWT :
ُ َ ُ َّ َّ َ َ ٓ َ َٰ َ َ ْ ُ َ ُ َ ْ ُ َ َ َ َّ َ َ َٰٓ َ ح
َك ۡم َو ََل َت ۡع َت ُد َۚٓوا ْ إ َّن ٱ َّّلل
ي ت ما أحل ٱّلل ل يأيها ٱَّليين ءامنوا َل ُت يرموا طييب ي
ََل َُي ح
َ يب ٱل ۡ ُم ۡع َتد
٨٧ يين
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik
yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (Q.S.
Al-Maidah: 87)
Menikah dengan prinsip untuk mendapatkan wanita atau laki-laki yang sholih,
maka pernikahannya akan dirahmati oleh Allah SWT, namun jika pernikahannya
karena pengaruh dan tercampur oleh adat yang mana didalamnya lekat dengan
takhayul dan khurafat seperti halnya Pernikahan Lusan maka pernikahannya tentu
Dengan adanya Pernikahan Lusan, dimana laki-laki dan perempuan akan saling
tertolak karena keyakinan anak nomor 1 tidak diperbolehkan menikah dengan anak
90
91
melanjutkan ke jenjang pernikahan sebab adanya larangan adat yang harus dipatuhi.
Namun yang menjadi sorotan di sini adalah kepercayaan yang dibawa seperti
akan datang malapetaka jika melanggar aturan Lusan. Hal ini sangat tidak ada
relevansinya dalam syariat Islam dan tidak sesuai dengan Ajaran Islam
sebagaimana bahwa Pernikahan adalah bagian integral dari syariat Islam yang tidak
terpisahkan dari dimensi akidah dan akhlak Islami. Atas dasar inilah Islam ingin
B. Saran
terkendala sumber daya manusia yang mengelola kegiatan keagamaan, di lain sisi
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Ali, “Hukum Waris, Hukum Keluarga, dan Hukum Pembuktian Menurut
2003)
Anshori, Abdul Ghofur “Hukum Perkawinan Islam” (Yogyakarta; UII Press, 2011)
2010)
Daud Ali, Muhammad “Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Islam”,
1985)
Sragen”. Legitima : Jurnal Hukum Keluarga Islam, Vol. 2, no. 1, Dec. 2019, pp.
40-58
2015)
2003)
94
Rasjid, H. Sulaiman “Fiqih Islam”, Cet LXXXIV, (Bandung; Sinar Baru Algesindo,
2018)
1998)
Suhaini, Mulki “Islam dan Kasih Di Dalamnya”, Cet I, (Bandung; Pustaka Media,
2012).
Suru, I Made “Selintas Budaya Indonesia”, Cet II, (Yogyakarta; Pusara Tamsis,
1996)