Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN SINDROM NEFROTIK

1. Definisi
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus karena ada
peningkatan permebialitas glomerulus, terhadap protein plasma menimbulkan proteinuria,
hipoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema (Betz & Sowden, 2012). Sindrom nefrotik adalah penyakit
dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolestrolemia. Kadang- kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013).
Nefrotik sindrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminea, dan
hiperkolesterolemia. Kadang kadang terdapat hematuria, hipertensi, penurunan fungsi ginjal (Nurarif dan
Kusuma, 2016). Sindrom Nefrotik adalah rusaknya membran kapiler glomerulus yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus.Sindrom Nefrotik dalah merupakan kumpulan gejala yang
disebabkan oleh adanya injury glomerulus yang terjadi pada anak dengan karakteristik: proteinuria,
hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suriadi & Rita Yuliant, 2017).

2. Etiologi Dan Faktor Resiko


Penyebab sindrom nefrotik belum diketahui, akhir- akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun,
yaitu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi sebagai berikut:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi matemofetal. Resisten terhadap suatu
pengobatan. Gejala edema pada masa neonates. Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonates
tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan- bulan pertama
kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
1) Malaria quartana atau parasite lainnya.
2) Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid.
3) Glomerulonefritis akut atau glomerulonephritis kronik, thrombosis vena renalis.
4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,
racun otak, air raksa.
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranneproliferatif
hipokomplementemik.

c. Sindrom nefrotik idiopatik


Adalah sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga disebut sindrom
nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy gunjal dengan pemeriksaan
mikroskopi biasa dan mikroskopi electron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan
minimal, nefropati membranosa, glomerulonephritis proliferatif, glomeruloskleorosis fokal
segmental (Nurarif & Kusuma 2013).
Sedangkan menurut Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik Sindrome). Merupakan
kondisi yang tersering yang menyebabkan sindrom nefrotik pada anak sekolah.
b. Sindom Nefrotik Sekunder. Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen, seperti lupus
eritematomasus sistemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonephritis, infeksi sistem
endokarditis, baktetialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom nefotik kongenital. Faktor heriditer sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah
edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat
terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis.
3. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala sindrom nefrotik (Hidayat, 2016) adalah sebagai berikut:
a. Proteinuria
b. Retensi cairan
c. Edema
d. Berat badan meningkat
e. Edema periorital
f. Edema fasial
g. Asites
h. Distensi abdomen
i. Penurunan jumlah urin
j. Urin tampak berbusa dan gelap
k. Hematuria
l. Nafsu makan menurun
m. wajah tampak pucat

Klasifikasi Whaley dan Wong (membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:


1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan
sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop
cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena
sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah 5 edema dan proteinuria.
Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun
pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
Sindrom Nefrotik menurut terjadinya
1. Sindrom Nefrotik Kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia. Kelainan ini
diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature (90%), plasenta besar (beratnya kira-
kira 40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema,
asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan
laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria massif dan hipercolestrolemia. Gejala klinik
yang lain berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga
letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal Karen ainfeksi sekunder atau
kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini adalah
pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya meninggi.
2. Sindrom Nefrotik yang didapat: Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan
sekunder.

4. Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder, penyebab secara primer
berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom perubahan
minimal.Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti: Diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, Sistema lupus eritematosus,
Amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein,
terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ
ini tidak mampu untuk terus 6 mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal
sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang
berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Manifestasi
hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan
konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun
sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia..Respon perubahan patologis pada
glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2012).
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan
yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas
campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak
akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2012 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin
yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun
dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema
terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus
keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial
menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Price, 2015).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler
yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin
yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada
reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi
natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi
air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik
plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2012).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi
terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat
yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan
terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini
dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2012).
Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein serum
meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein
dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Sistem enzim utama
yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein plasma keluar melalui urin belum jelas
(Behrman, 2000).
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun
sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Respon perubahan patologis pada
glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat.
5. Patway
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah.
2. Urin
3. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan jarum kedalam
ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis.
4. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).

7. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian kortikosteroid (prednisone atau prednisolon) untuk menginduksi remisi. Dosis akan
diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis
tinggi untuk beberapa hari.
b. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena).
c. Pengurangan edema
1) Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakan secara cermat untuk mencegah terjadinya
penurunan volume intravaskuler, pembentukan thrombus, dan atau ketidakseimbangan
elektrolit).
2) Pembatasan natrium (mengurangi edema).
d. Mempertahankan keseimbangan elektrolit.
e. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan edema dan terapi
invasif).
f. Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain). g. Terapi imunosupresif
(siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) atau anak yang gagal berespon terhadap steroid
(Wong, 2008).

8. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:

1) Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir, panjang badan lahir,
serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis kelamin, anak ke, jumlah saudara dan
identitas orang tua.
2) Keluhan Utama
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa bagian tubuh anak
seperti pada wajah, mata, tungkai serta bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga
mengeluhkan anaknya mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.

b) Riwayat Kesehatan Dahulu


Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk menilai adanya
peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat keluarga dengan sindroma nefrotik
seperti adakah saudara- saudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal dan riwayat
tumbuh kembang anak yang terganggu, apakah anak pernah mengalami diare atau
sesak napas sebelumnya, serta adanya penurunan volume haluaran urine.

c) Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan adakah menderita penyakit
lupus eritematosus sistemik atau kencing manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu
tradisional yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama hamil.

d) Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena keletihan
akibat lambung yang mengalami tekanan oleh cairan intrastisial dan memberikan
persepsi kenyang pada anak.

e) Riwayat Psikososial dan Perkembangan


Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan perfusi darah ke otak.
Hal ini dapat berdampak pada ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak.
Sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang dengan baik.

3) Pemeriksaan Fisik
a. TTV

a) Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole normal 80 sampai 100
mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg. Anak dengan hipovolemik akan mengalami
hipotensi, maka akan ditemukan tekanan darah kurang dari nilai normal atau dapat
ditemukan anak dengan hipertensi apabila kolesterol anak meningkat.
b) Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/ menit, frekuensi
nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit
dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun 82x/menit.
c) Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit, anak 6 sampai 10
tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
b. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam tahun) + 8. Perlu
ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum sakit untuk menentukan adanya
peningkatan BB pada anak dengan sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat
ditandai dengan peningkatan Berat Badan >30%.

c. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya Jugularis Vein Distention
(JVD) terletak 2 cm diatas angulus sternalis pada posisi 450, pada anak dengan
hipovolemik akan ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak dengan
hipervolemik akan ditemukan JVD melebar sampai ke angulus mandibularis pada
posisi anak 450.

d. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema pada periorbital
yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun tidur atau konjunctiva terlihat kering
pada anak dengan hipovolemik.

e. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun anak dengan
Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas yang tidak teratur sehingga akan
ditemukan pernapasan cuping hidung.

f. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat penurunan saturasi oksigen.
Selain itu dapat ditemukan pula bibir kering serta pecah-pecah pada anak dengan
hipovolemik .

g. Kardiovaskuler
a) Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas yang tidak
teratur
b) Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut jantung
c) Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
d) Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta penurunan bunyi napas
pada lobus bagian bawah. Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia,
pendataran gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta peningkatan
interval PR.
h. Paru-Paru
a) Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
b) Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris bila anak
mengalami dispnea
c) Perkusi, biasanya ditemukan sonor
d) Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun, frekuensi
napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen kerongga dada.
i. Abdomen
a) Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila anak asites
b) Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur lingkar
c) perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
d) Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
e) Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness
j. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan tampak pucat serta
keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang akibat edema dan berdampak pada
risiko kerusakan integritas kulit.

k. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema anasarka atau
hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain itu dapat ditemukan CRT > 2 detik
akibat dehidrasi.

l. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum dan pada anak
perempuan akan mengalami edema pada labia mayora.
4) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Urine
a) Urinalisis
1. Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine lebih dari 2
gr/m2/hari.
2. Ditemukan bentuk hialin dan granular.
3. Terkadang pasien mengalami hematuri.
b) Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
c) Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria ( normalnya 50-
1.400 mOsm).
d) Osmolaritas urine akan meningkat.
b. Uji Darah
a) Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr/dl (normalnya
3,5-5,5 gr/dl).
b) Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000 mg/dl
(normalnya <200 mg/dl).
c) Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada Perempuan 39-
47% ).
d) Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000/ µl (normalnya
150.000-400.000/µl).
e) Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan
(normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-145 mEq/L, Kalsium 4-5,5 mEq/L,
Klorida 98-106 mEq/L )
c. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status glomerular,
jenis sindrom nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan medis dan melihat proses
perjalanan penyakit. (Betz & Sowden, 2009)
2. Diagnosa Keperawatan (SDKI, SLKI, SIKI)
1. SDKI : Bersihan jalan napas tidak efektif
Batasan karakteristik :

a. Batuk tidak efektif


b. Sputum berlebih
c. Mengi, wheezing dan ronkhi kering
SLKI : Bersihan jalan napas

Defenisi : Kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk


memepertahankan jalan nafas.

Kriteria hasil :

1. Batuk efektif menurun (1)


2. Produksi sputum sedang (3)
3. Mengi sedang (3)
4. Wheezing sedang (3)
5. Dispnea cukup membaik (4)
6. Ortopnea cukup membaik (4)
7. Frekuensi napas cukup membaik (4)
8. Pola napas sedang (3)
SIKI : Latihan Batuk Efektif

Defenisi : melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif untuk
membersihkan laring, trakea dan bronkiolus dari sekret dan benda asing di jalan nafas.

Tindakan :

1. Identifikasi kemampuan batuk


2. Monitor adanya sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
4. Monitor output dan input cairan
5. Atur posisi semi fowler atau fowler
6. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
7. Anjurkan tarik napas dalam hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik keluarkan
dari mulut dengan bibir mecucu selama 8 detik
8. Anjurkan mengualngi tarik napas dalam hingga 3 kali
9. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran

2. SDKI : Hipervolemia
Batasan karakterisitik :

a. Oliguria
b. Intake lebih banyak dari output
c. Terdengar suara napas tambahan
SLKI : Keseimbangan cairan

Defenisi : Ekuilibrrium antara volume cairan di ruang intraseluler dan ekstraseluler tubuh.

Kriteria hasil :

1. Asupan cairan cukup menurun (2)


2. Keluaran urin cukup menurun (2)
3. Edema sedang (3)
4. Asupan makanan sedang (3)
5. Tekanan darah sedang (3)
6. Tekanan darah sedang (3)
SIKI : Manajemen Hipervolemia

Defenisi : mengidentifikasi dan mengelola volume cairan intravaskuler dan ekstraseluler


serta mencegah terjadinya komplikasi.

Tindakan :

1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
meningkat,suara napas tambahan)
2. Identifikikasi penyebab hipervolemia
3. Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung, tekanna darah)
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda peningkatana tekanan onkotik plasma (mis. Kadar protein dan albumin
meningkat)
6. Batasi asupan cairan dan garam
7. Anjurkan cara mengukur dan mencata asupan dan haluaran cairan
8. Kolaborasi pemberian diuretic

3. SDKI : Gangguan citra tubuh


Batasan karakteristik :

a. Mengungkapkan perubahan gaya hidup


b. Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
c. Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh
SLKI : Kesadaran Diri

Defenisi : Kemampuan menilai kekuatan, kelemahan, pkiran, sikap, kepercayaan, emosi,


motivasi seseorang berkaitan dengan diri, lingkungan dan orang lain.

Kriteria hasil :

1. Mengakui kemampuan fisik cukup meningkat (4)


2. Mengakui kemampuan mental cukup meningkat (4)
3. Mengenali keterbatasan fisik meningkat (5)
4. Menerima perasaaan sendiri cukup meningkat (4)
5. Mengenali respon sibjektif terhadap situasi meningkat (5)
SIKI : Edukasi Teknik Adaptasi

Defenisi : mengajarkan melakukan proses adaptasi terhadap perubahan. Tindakan :

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi


2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Jelaskan tindakan terapeutik untuk mengatasi masalah atau gangguan fisik yang
dialami
4. Jelaskan efek samping kemungkinan akibat terapi/pengobatan saaat ini
5. Ajarkan cara mengidentifikasi kemampuan beradaptasi terhadap tuntutan kondisi saat
ini
6. Ajarkan cara meengidentifikasi adanya depresi, gangguan proses pikir, dan ekspresi
ide bunuh diri
7. Ajarkan melakukan teknik proses reminisens (mis. Mendengarkan lagu lama,
mengingat peristiwa masa lalu, dan melihat foto / benda kenangan)
8. Informasikan ketersediaan sumber sumber (mis. Konseling psikatrik atau eksual , ahli
protesa, terapis okupasi)

4. SDKI : Defisit nutrisi


Batasan karakteristik :

a. Cepat kenyang setalah makan


b. Kram / nyeri abdomen
c. Berat badan menurun
SLKI : Status Nutrisi

Defenisi : Keadekuatan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Kriteria hasil :

1. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat (5)


2. Pengetahuan tentang makanan yang sehat meningkat (5)
3. Berat badan sedang (3)
4. Nafsu makan sedang (3)
SIKI : Manajemen Nutrisi

Defenisi : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang. Tindakan :

1. Identifikasi alergi dan status makanan


2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
3. Monitor berat badan
4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan.
5. SDKI : Intoleransi aktivitas
Batasan karakteristik :

a. Dispnea saat/setelah aktivitas


b. Merasa tidak nyaman setelah aktivitas
c. Merasa lemah
SLKI : Toleransi Aktivitas

Defenisi : respon biologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga. Kriteria Hasil :

1. Frekuensi nadi cukup menurun (2)


2. Keluhan lelah cukup meningkat (4)
3. Dispnea saat beraktivitas sedang (3)
4. Dispnea setelah beraktivitas cukup meningkat (4)
5. Perasaan lema sedang (3)
SIKI : Terapi aktivitas

Defenisi : mengguankan aktivitas fisik kognitif, sosial dan spiritual tertentu untuk
memulihkan keterlibatan frekuensi atau durasi aktivitas individu atau kelompok.

Tindakan :

1. Identifikasi defisi tingkat aktivitas


2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
3. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
4. Fasilitasi aktivitas rutin (mis. Ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri) sesuai
kebutuhan
5. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
6. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
7. Kolaborasikan dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor program
aktivitas

6. SDKI : Penurunan curah jantung


Batasan karakteristik :

a. Perubahan preload
b. Perubahan anterload
c. Perubahan kontraktilitas
SLKI : Curah Jantung
Defenisi :kekuaatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.

Kriteria Hasil :

1. Palpitasi sedang (3)


2. Edema sedang (3)
3. Dispnea sedang (3)
4. Hepatomegali sedang (3)
5. Pulmonary vascular resistance sedang (3)
SIKI : Perawatan jantung

Defenisi : mengidentifikasi, merawat dan membatasi komplikasi akibat


ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen miokard.

Tindakan :

1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan,


edema, ortopnea, peningkatan CVP)
2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan
berat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, batuk)
3. Monitor intake dan output cairan
4. Monitor keluhan nyeri dada
5. Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
6. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres
7. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
8. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap

7. SDKI : Risiko perfusi perifer tidak efektif


Batasan karakteristik :

1. Gaya hidup yang kurang gerak


2. Trauma
3. Kurang terpapar informasi
SLKI : Perfusi Perifer
Defenisi : keadekuatan aliran darah pembuluh darah distal untuk
mempertahankan jaringan.

Kriteria Hasil :

1. Denyut nadi perifer sedang (3)


2. Edema perifer cukup meningkat (4)
3. Nyeri ekstremitas sedang (3)
4. Kelemahan otot sedang (3)
5. Kram otot sedang (3)
6. Nekrosis sedang (3)
SIKI : Perawatan sirkulasi

Defenisi : mengidentifikasi dan merawat area lokal dengan keterbatasan sirkulasi perifer.

Tindakan :

1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler,suhu)


2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
3. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi
4. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera
5. Hindari pengukuran tekanan darah pada ektremitas dengan keterbatasan perfusi
6. Anjurkan berolahraga secara rutin
7. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega 3
8. Informasihkan tanda dan gejala darurat yang harus dialporkan

3. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
kegiatannya meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan (Purnomo, 2016).
4. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik diharapkan
sebagai berikut :

a) Kelebihan volume cairan teratasi


b) Meningkatnya asupan nutrisi
c) Meningkatnya citra tubuh
d) Bersihan jalan nafas efektif
e) Perfusi jaringan perifer efektif
f) Pola nafas efektif
g) Aktivitas dapat ditoleransi
h) Curah jantung mengalami peningkatan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC

Husein A Latas. 2012. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Lackman’s (1996).Care Principle and Practise Of Medical Surgical Nursing, Philadelpia : WB


Saunders Company.

Mansjoer. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius: Jakarta

Muttaqin. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Salemba Medika. Jakarta.

Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica.

Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC

Suyono, (2000).Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai