Saya Sedang Berbagi 'LPLK' Dengan Anda
Saya Sedang Berbagi 'LPLK' Dengan Anda
1. Definisi
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus karena ada
peningkatan permebialitas glomerulus, terhadap protein plasma menimbulkan proteinuria,
hipoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema (Betz & Sowden, 2012). Sindrom nefrotik adalah penyakit
dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolestrolemia. Kadang- kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013).
Nefrotik sindrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminea, dan
hiperkolesterolemia. Kadang kadang terdapat hematuria, hipertensi, penurunan fungsi ginjal (Nurarif dan
Kusuma, 2016). Sindrom Nefrotik adalah rusaknya membran kapiler glomerulus yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus.Sindrom Nefrotik dalah merupakan kumpulan gejala yang
disebabkan oleh adanya injury glomerulus yang terjadi pada anak dengan karakteristik: proteinuria,
hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suriadi & Rita Yuliant, 2017).
Tanda dan gejala sindrom nefrotik (Hidayat, 2016) adalah sebagai berikut:
a. Proteinuria
b. Retensi cairan
c. Edema
d. Berat badan meningkat
e. Edema periorital
f. Edema fasial
g. Asites
h. Distensi abdomen
i. Penurunan jumlah urin
j. Urin tampak berbusa dan gelap
k. Hematuria
l. Nafsu makan menurun
m. wajah tampak pucat
4. Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder, penyebab secara primer
berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom perubahan
minimal.Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti: Diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, Sistema lupus eritematosus,
Amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein,
terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ
ini tidak mampu untuk terus 6 mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal
sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang
berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Manifestasi
hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan
konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun
sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia..Respon perubahan patologis pada
glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2012).
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan
yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas
campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak
akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2012 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin
yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun
dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema
terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus
keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial
menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Price, 2015).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler
yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin
yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada
reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi
natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi
air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik
plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2012).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi
terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat
yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan
terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini
dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2012).
Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein serum
meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein
dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Sistem enzim utama
yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein plasma keluar melalui urin belum jelas
(Behrman, 2000).
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun
sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Respon perubahan patologis pada
glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat.
5. Patway
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah.
2. Urin
3. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan jarum kedalam
ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis.
4. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).
7. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian kortikosteroid (prednisone atau prednisolon) untuk menginduksi remisi. Dosis akan
diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis
tinggi untuk beberapa hari.
b. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena).
c. Pengurangan edema
1) Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakan secara cermat untuk mencegah terjadinya
penurunan volume intravaskuler, pembentukan thrombus, dan atau ketidakseimbangan
elektrolit).
2) Pembatasan natrium (mengurangi edema).
d. Mempertahankan keseimbangan elektrolit.
e. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan edema dan terapi
invasif).
f. Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain). g. Terapi imunosupresif
(siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) atau anak yang gagal berespon terhadap steroid
(Wong, 2008).
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
1) Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir, panjang badan lahir,
serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis kelamin, anak ke, jumlah saudara dan
identitas orang tua.
2) Keluhan Utama
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa bagian tubuh anak
seperti pada wajah, mata, tungkai serta bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga
mengeluhkan anaknya mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.
d) Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena keletihan
akibat lambung yang mengalami tekanan oleh cairan intrastisial dan memberikan
persepsi kenyang pada anak.
3) Pemeriksaan Fisik
a. TTV
a) Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole normal 80 sampai 100
mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg. Anak dengan hipovolemik akan mengalami
hipotensi, maka akan ditemukan tekanan darah kurang dari nilai normal atau dapat
ditemukan anak dengan hipertensi apabila kolesterol anak meningkat.
b) Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/ menit, frekuensi
nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit
dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun 82x/menit.
c) Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit, anak 6 sampai 10
tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
b. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam tahun) + 8. Perlu
ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum sakit untuk menentukan adanya
peningkatan BB pada anak dengan sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat
ditandai dengan peningkatan Berat Badan >30%.
c. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya Jugularis Vein Distention
(JVD) terletak 2 cm diatas angulus sternalis pada posisi 450, pada anak dengan
hipovolemik akan ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak dengan
hipervolemik akan ditemukan JVD melebar sampai ke angulus mandibularis pada
posisi anak 450.
d. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema pada periorbital
yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun tidur atau konjunctiva terlihat kering
pada anak dengan hipovolemik.
e. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun anak dengan
Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas yang tidak teratur sehingga akan
ditemukan pernapasan cuping hidung.
f. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat penurunan saturasi oksigen.
Selain itu dapat ditemukan pula bibir kering serta pecah-pecah pada anak dengan
hipovolemik .
g. Kardiovaskuler
a) Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas yang tidak
teratur
b) Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut jantung
c) Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
d) Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta penurunan bunyi napas
pada lobus bagian bawah. Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia,
pendataran gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta peningkatan
interval PR.
h. Paru-Paru
a) Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
b) Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris bila anak
mengalami dispnea
c) Perkusi, biasanya ditemukan sonor
d) Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun, frekuensi
napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen kerongga dada.
i. Abdomen
a) Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila anak asites
b) Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur lingkar
c) perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
d) Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
e) Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness
j. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan tampak pucat serta
keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang akibat edema dan berdampak pada
risiko kerusakan integritas kulit.
k. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema anasarka atau
hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain itu dapat ditemukan CRT > 2 detik
akibat dehidrasi.
l. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum dan pada anak
perempuan akan mengalami edema pada labia mayora.
4) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Urine
a) Urinalisis
1. Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine lebih dari 2
gr/m2/hari.
2. Ditemukan bentuk hialin dan granular.
3. Terkadang pasien mengalami hematuri.
b) Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
c) Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria ( normalnya 50-
1.400 mOsm).
d) Osmolaritas urine akan meningkat.
b. Uji Darah
a) Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr/dl (normalnya
3,5-5,5 gr/dl).
b) Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000 mg/dl
(normalnya <200 mg/dl).
c) Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada Perempuan 39-
47% ).
d) Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000/ µl (normalnya
150.000-400.000/µl).
e) Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan
(normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-145 mEq/L, Kalsium 4-5,5 mEq/L,
Klorida 98-106 mEq/L )
c. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status glomerular,
jenis sindrom nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan medis dan melihat proses
perjalanan penyakit. (Betz & Sowden, 2009)
2. Diagnosa Keperawatan (SDKI, SLKI, SIKI)
1. SDKI : Bersihan jalan napas tidak efektif
Batasan karakteristik :
Kriteria hasil :
Defenisi : melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif untuk
membersihkan laring, trakea dan bronkiolus dari sekret dan benda asing di jalan nafas.
Tindakan :
2. SDKI : Hipervolemia
Batasan karakterisitik :
a. Oliguria
b. Intake lebih banyak dari output
c. Terdengar suara napas tambahan
SLKI : Keseimbangan cairan
Defenisi : Ekuilibrrium antara volume cairan di ruang intraseluler dan ekstraseluler tubuh.
Kriteria hasil :
Tindakan :
1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
meningkat,suara napas tambahan)
2. Identifikikasi penyebab hipervolemia
3. Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung, tekanna darah)
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda peningkatana tekanan onkotik plasma (mis. Kadar protein dan albumin
meningkat)
6. Batasi asupan cairan dan garam
7. Anjurkan cara mengukur dan mencata asupan dan haluaran cairan
8. Kolaborasi pemberian diuretic
Kriteria hasil :
Defenisi : respon biologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga. Kriteria Hasil :
Defenisi : mengguankan aktivitas fisik kognitif, sosial dan spiritual tertentu untuk
memulihkan keterlibatan frekuensi atau durasi aktivitas individu atau kelompok.
Tindakan :
a. Perubahan preload
b. Perubahan anterload
c. Perubahan kontraktilitas
SLKI : Curah Jantung
Defenisi :kekuaatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
Kriteria Hasil :
Tindakan :
Kriteria Hasil :
Defenisi : mengidentifikasi dan merawat area lokal dengan keterbatasan sirkulasi perifer.
Tindakan :
3. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
kegiatannya meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan (Purnomo, 2016).
4. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik diharapkan
sebagai berikut :
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC
Mansjoer. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius: Jakarta
Muttaqin. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Salemba Medika. Jakarta.
Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica.
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Suyono, (2000).Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.