Tugas Metlit Analisis Odgj.3
Tugas Metlit Analisis Odgj.3
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi individu. Kesehatan tak hanya terkait dengan
kesehatan fisik semata, namun juga kesehatan jiwa. Menurut Undang–Undang Republik
Indonesia No.18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, merupakan suatu kondisi dimana seorang
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan konstribusi untuk komunitasnya. Penanganan masalah kesehatan jiwa saat
ini telah bergeser dari hospital based menjadi community based psychiatric services. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penderita gangguan jiwa sehingga pelayanan tidak hanya
berfokus terhadap upaya kuratif tetapi lebih menekankan upaya proaktif yang berorientasi pada
upaya pencegahan (preventif) dan promotif (WHO, 2013).
Berpedoman dari pernyataan WHO mengenai pelayanan terhadap masalah kesehatan jiwa.
Pelayanan kesehatan jiwa saat ini tidak lagi difokuskan dalam upaya penyembuhan klien
gangguan jiwa saja, tetapi juga pada upaya promosi kesehatan jiwa dan pencegahan dengan
sasaran selain klien gangguan jiwa. Klien dengan penyakit kronis dan individu yang sehat juga
menjadi sasaran dalam upaya preventif (Stuart, 2016). Upaya ini tidak hanya dilakukan oleh
tenaga kesehatan tetapi juga dengan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan memberikan
pemahaman, menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap masalah kesehatan
jiwa di komunitas (Winahayu, Keliat, & Wardani, 2014).
Secara klinis, gangguan jiwa atau mental berkaitan dengan gangguan emosional seperti depresi
dan kecemasan, serta disabilitas yang dapat disertai dengan adanya peningkatan risiko kematian.
Oleh karena itu, gangguan jiwa termasuk dalam permasalahan yang kompleks dan jumlahnya
yang terus mengalami peningkatan, sehingga memerlukan penanganan yang tepat. Tingginya
angka kejadian gangguan jiwa berat di masyarakat yang dapat menimbulkan beban yang sangat
besar bagi individu, keluarga, masyarakat, dan pelayanan kesehatan. Penanganan masalah
kesehatan jiwa saat ini telah bergeser dari hospital based menjadi community based psychiatric
services sehingga pelayanan tidak hanya berfokus terhadap upaya kuratif tetapi lebih
menekankan upaya proaktif yang berorientasi pada upaya pencegahan (preventif) dan promotif
(WHO, 2013). Upaya promotif dan preventif dalam peningkatan status kesehatan khususnya
penanganan gangguan jiwa di masyarakat tidak terlepas dari peran-peran masyarakat itu sendiri
terutama peran kader kesehatan.
Saat ini yang masih menjadi perdebatan dalam penanganan orang dengan gangguan jiwa adalah
tingginya stigma oleh masyarakat. WHO mendefinisikan stigma sebagai “tanda rasa malu, aib,
atau penolakan yang menyebabkan seseorang ditolak, didiskriminasi, dan dikecualikan dari
berpartisipasi dalam sejumlah bidang masyarakat yang berbeda ”.(Thornicroft et al., 2007).
Sudut pandang bahwa ODGJ merupakan “orang gila” sehingga memandang perlu untuk
diisolasi, dihilangkan, dilakukan pemasungan, bahkan penelantaran. Stigma seperti ini yang
dapat menghambat kesembuhan orang dengan gangguan jiwa. Tidak hanya itu, dampak lainnya
dari lingkungan sekitar terhadap ODGJ ialah bentuk pengucilan, kualitas hidup yang menurun,
minimnya kesempatan bekerja, harga diri menurun, hingga minimnya peluang dalam
mendapatkan kualitas dalam perawatan (Mane et al., 2022).
Penyelenggara layanan kesehatan jiwa dilayanan primer (puskesmas) diharapkan
memiliki tenaga kesehatan terlatih, mampu menjalankan upaya promotif dan preventif kesehatan
jiwa, melaksanakan deteksi dini, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan awal dan pengelolaan
rujukan balik kasus gangguan jiwa. Cakupan Odgj berat mendapatkan layanan kesehatan, dapat
terlihat bahwa terdapat beberapa daerah di Provinsi Lampung yang rendah. Data 2021 mencatat,
Kabupaten Lampung Selatan (50,8%), Tanggamus (51,7%), Tulang Bawang (75,5%) terendah
dibandingkan kabupaten lain di Propinsi Lampung.
Rumusan Masalah
2. Apa saja bentuk-bentuk stigma terhadap ODGJ dan anggota keluarga ODGJ di
Kabupaten Tulang Bawang?
Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
TINJAUAN PUSTAKA
Proses penegakan diagnosis terhadap orang yang diduga ODGJ dilakukan untuk
menentukan kondisi kejiwaan dan tindak lanjut penatalaksanaan. Penegakan diagnosis
dilakukan berdasarkan kriteria diagnostik oleh dokter umum, psikolog, dan dokter
spesialis kedokteran jiwa.
Penatalaksanaan kondisi kejiwaan pada ODGJ dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan di bidang kesehatan jiwa. Penatalaksanaan kondisi kejiwaan pada ODGJ
dilakukan melalui sistem rujukan. penatalaksanaan kondisi kejiwaan pada ODGJ dapat
dilakukan dengan cara rawat jalan atau rawat inap.
d. Upaya rehabilitative pelayanan kesehatan jiwa
Upaya rehabilitative kesehatan jiwa merupakan kegiatan atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan jiwa yang bertujuan untuk mencegah atau
mengendalikan disabilitas, memulihkan fungsi sosial, memulihkan fungsi okupasional
dan mempersiapkan dan memberikan kemampuan ODGJ agar mandiri di masyarakat.
Upaya rehabilitatif ODGJ meliputi rehabilitasi psikiatrik atau psikososial dan
rehabilitasisosial. Rehabilitasi psikiatrik psikososial dan rehabilitasi sosial ODGJ
merupakan upaya yang tidak terpisahkan satu sama lain dan berkesinambungan.
Upaya rehabilitasi psikiatrik dan psikososial dilaksanakan sejak dimulainya pemberian
pelayanan Kesehatan Jiwa terhadap ODGJ.
Upaya rehabilitasi sosial, dilaksanakan secara persuasif, motivatif, atau koersif,
baik dalam keluarga, masyarakat, manrpun panti sosial. Upaya rehabilitasi. Sosial,
diberikan dalam bentuk: motivasi dan diagnosis psikososial, perawatan dan
pengasuhan, pelatihan vokasional dan pernbinaan, kewirausahaan, bimbingan mental
spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial dan konseling psikososial, pelayanan
aksesibilitas, bantuan sosial dan asistensi sosial, bimbingan resosialisasi, bimbingan
lanjut, dan rujukan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan model deskriptif, menggunakan
pendekatan observational analytic dengan desain studi ekologi atau korelasi dengan alat bantu
kuesioner. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Sidoharjo di Kabupaten Tulang Bawang, pada
bulan Juli 2023. Variabel yang di teliti yaitu edukasi Kesehatan dalam upaya mengatasi stigma
masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang diselenggarakan pada
Puskesmas Sidoharjo kabupaten Tulang Bawang. Sampel dipilih menggunakan teknik
nonprobability sampling, pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode accidental
sampling. Data di analisis menggunakan analisis paired t-test untuk mengetahui tingkat
signifikansi pengaruh stigma masyarakat terhadap orang dalam gangguan jiwa (ODGJ).
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo dan Puskesmas Bogatama.
Adapun alasan peneliti memilih lokasi tersebut yaitu :
a. Peneliti mengetahui lokasi-lokasi penelitian
b. Lokasi penelitian dekat dengan tempat tinggal peneliti
c. Peneliti kenal dengan informan-informan tertentu, sehingga dapat dengan mudah untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan.
a. Populasi penelitian
Populasi adalah sebuah generalisasi yang mana terdiri dari obyek atau subyek yang
berkualitas dan memiliki karakteristik tertentu sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan dari
sebuah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Sidoharjo dan Puskesmas Bogatama, dengan jumlah populasi 231 kk. Penderita gangguan jiwa di
Kedua Puskesmas ini berjumlah 15 orang (1 orang dalam 1 kk) atau 15 kk. Jadi jumlah populasi
menjadi 216 karena di kurang dengan penderita gangguan jiwa berdasarka kk di wilayah kerja
tersebut.
b. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian kecil objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.
Sampel yang dipilih adalah Teknik sampling dengan jumlah 68 orang. Instrumen yang
digunakan berupa kuesioner Community Attitudes toword the Mentally III (CAMI).
N
n
1+ N (d )2
N = Besarnya Populasi
n
rumus n= 2
1+ N (d )
216
= 2
1+ 216(0 , 01)
216
=
1+ 216(0 , 01)
216
=
3 ,16
= 68 kk
Dengan kriteria :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kerakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target
yang terjangkau dan akan diteliti ( Notoatmodjo: 2012).
1) Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo dan Puskesmas Bogatama.
2) Kepala keluarga yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo dan
Bogatama.
3) Tidak buta huruf dan bisa membaca dan menulis
4) Bias berkomunikasi dengan baik.
5) Menyetujui diri sebagai responden
6) Sehat jasmani dan rohani.
2. Kriteria eklusi
Kriteria eklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi dari studi karena berbagai sebab ( Notoatmodjo: 2012).
1) Masyarakat yang tidak berada di tempat saat peneliti melakukan penelitian.
2) Masyarakat yang tidak bersedia menjadi responden.
3) Masyarakat yang tidak sehat jasmani maupun rohaninya.
3.4 Sampling
Teknik sampling merupakan cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel agar
mendapatkan sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan objek penelitian
(Notoatmodjo, 2012). Pemilihan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan teknik
stratified random sampling ( pengambilan sampel secara acak stratifikasi) yaitu apabila
suatu populasi terdiri dari unit yang mempunyai karakteristik yang berbeda_beda atau
heterogen, hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi kerakteristik umum dari
anggota populasi kemudian menentukan strata atau lapisan dari jenis kerakteristik unit-
unit tersebut. ( Notoatmodjo: 2012). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 68 kk.
Responden yang diambil merupakan masyarakat atau kepala keluarga yang tinggal di
wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo dan Bogatama.
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data
(Notoatmodjo, 2012). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
kuesioner, yang mempunyai dua variabel yaitu: stigma gangguan jiwa dan prilaku
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa. Cara mengukur variabel independen yaitu
dengan menggunakan kuisioner Community Attitudes Toward The Mentally Ill dengan
jumlah pernyataan sebanyak 24 buah yang pertanyaannya telah dimodifikasi oleh
peneliti. Dengan menggunakan pengukuran skala Likert. Pilihan jawaban berrdasarkan
skala likert, (5) sangat tidak setuju (STS), (4) tidak setuju (TS),(3) ragu_ragu (RR), (2)
setuju (S) dan (1) sangat setuju (SS). Digunakan untuk memberikan skor atau bobot
untuk masing-masing alternatif jawaban sehubungan dengan pernyataan yang berkaitan
dengan stigma. Hasilnya nanti di kategorikan tinggi dan rendah. Sedangkan variabel
dependen yaitu perilaku berisi pernyataan-pernyataan terpilih yaitu tentang pengetahuan
berdasarkan jawaban YA dan TIDAK dengan sikap berdasarkan jawaban ( sangat setuju
(SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) dan tindakan dengan pilihan
jawaban ( Selalu, Sering, Kadang-Kadang, Tidak Pernah), sebanyak 9 yang telah diuji
reabilitas serta validitasnya.
3.6 Kerangka Konsep
Dampak
Dampak bagi masyarakat : penolakan, diskriminasi,pengucilan : bagi diri sendiri:
opppppengpengucila
Dampak bagi keluarga penolakan, merasa diasingkan, takut bersosialisasi
Frustasi
Kuesioner Stigma :
No Pernyataan SS S TS STS
1 Perceived Stigma :
Seseorang yang menunjukkan tanda-tanda gangguan jiwa
maka segera periksa kepelayanan kesehatan terdekat.
2 Lebih banyak uang pajak yang harus dibayar di perawatan
dari pada pengobatan orang sakit jiwa.
3 Sakit jiwa harus di isolasi dariseluruh masyarakat.
4 Sakit jiwa adalah beban masyarakat.
5 Sebisa mungkin layanan penyakit jiwa harus disediakan
melalui fasilitas berbasis masyarakat
6 Kurangnya penekanan yang ditempatkan untuk
melindungi masyarakat dari penyakit jiwa.
7 Warga setempat mempunyai alasan yang kuat untuk
menolak lokasi pelayanan kesehatan jiwa di lingkungan
mereka.
8 Sebagian besar wanita yang pernah menjadi pasien
rumahsakit jiwa bias dipercaya sebagai pengasuh bayi.
9 Public Stigma
Seorang wanita pasti bodoh menikahi pria yang telah
menderita penyakit jiwa meskipun ia tampaknya
sepenuhnya pulih.
10 Kita perlu memberi toleransi yang jauh lebih baik, Sikap
terhadap orang gangguan jiwa dilingkungan masyarakat.
11 Saya tidak ingin tinggal di sebelah orang yang menderita
gangguan jiwa.
12 Warga harus menerima lokasi fasilitas kesehatan jiwa di
lingkungan untuk melayani kebutuhan komunitas lokal.
13 Sakit jiwa seharusnya ditangani dan tidak terbuang di
masyarakat.
14 Menemukan layanan kesehatan jiwa di Indonesia di
lingkungan perumahan tidak membahayakan masyarakat
setempat.
15 Rumah sakit jiwa merupakan sarana yang tidak
ketingggalan layanan dalam mengobati sakit jiwa.
16 Warga tidak perlu takut pada orang dating dari
lingkungan mereka untuk mendapatkan layanan
kesehatan jiwa.
17 Enacted Stigma
Adanya fasilitas kesehatan jiwa di daerah perumahan
menurunkan peringkat lingkungan.
18 Sakit jiwa sudah sejak lama menjadi bahan ejekan.
19 Cara terbaik untuk menangani penyakit jiwaa dalah
menjaga mereka dibalik pintu terkunci.
20 Sakit jiwa tidak pantas kita simpati.
21 Sakit jiwa seharusnya tidak ditolak hak individu.
22 Fasilitas penyakit jiwa harus dijaga di lingkungan
perumahan.
23 Salah satu penyebab utama penyakit jiwa adalah
kurangnya disiplin diri dan kekuatanjiwa.
24 Sangat menakutkan memikirkan orang-orang masalah
gangguan jiwa tinggal di lingkungan perumahan.
uesioner Tingkat Pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)
A. Identitas
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Apakah keluarga atau orang di sekitar anda ada yang mengalami gangguan jiwa ?
a. Ya
B. Tidak
B. Pengetahuan
1. Menurut anda apa gangguan jiwa itu?
a. Kondisi mental yang mempengaruhi perilaku seseorang
b. Orang yang sedang stres/gila
c. pendapat anda sendiri…………….
C. Sikap
1. Apakah anda takut bila berinteraksi dengan ganguan jiwa ?
a. Ya
b. Tidak
4. Bila ada saudara / orang yang anda kenal menderita gangguan jiwa apa yang anda lakukan ?
a. Membawa ke orang pintar atau alternatif
b. Menjauhi dan mendiamkan saja
c. Mengajak untuk berobat/ lapor ke petugas Puskesmas
5. Apakah anda bersedia berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat untuk menghilangkan stigma dan
mendukung orang dengan gangguan jiwa?
a. Ya
b. Tidak
DAFTAR PUSTAKA
World Health Organization. (2007). Evidence and information for policy: department of human resources
for health. Community health worker: what do we know about them?. Geneva
Merry Tania.(2018) peran kader kesehatan dalam mendukung proses recovery pada odgj: literatur review
Triyana Harlia Putri. (2013) Peningkatan Pengetahuan Remaja dalam Mereduksi Stigma Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) Melalui Edukasi
Mane, G., Kuwa, M. K. R., & Sulastien, H. (2022). Gambaran Stigma Masyarakat pada Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ). Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ), 10(1), 185–192.
WHO. Mental Health Action Plan 2013 – 2020. Geneva: World Health Organization. 2013.
WHO. Promoting mental health: concepts, emerging evidence, practice. Geneva: World Health
Organization. 2004.
Afzal Javed , Cheng Lee , Hazli Zakaria d, Robert D. Buenaventura (2021) Reducing the stigma of mental
health disorders with a focus on low- and middle-income countries