Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS PELAKSANAAN EDUKASI KESEHATAN DALAM UPAYA

MENGATASI STIGMA MASYARAKAT TERHADAP ORANG DENGAN


GANGGUAN JIWA (ODGJ) DI KABUPATEN TULANG BAWANG
Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi individu. Kesehatan tak hanya terkait dengan
kesehatan fisik semata, namun juga kesehatan jiwa. Menurut Undang–Undang Republik
Indonesia No.18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, merupakan suatu kondisi dimana seorang
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan konstribusi untuk komunitasnya. Penanganan masalah kesehatan jiwa saat
ini telah bergeser dari hospital based menjadi community based psychiatric services. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penderita gangguan jiwa sehingga pelayanan tidak hanya
berfokus terhadap upaya kuratif tetapi lebih menekankan upaya proaktif yang berorientasi pada
upaya pencegahan (preventif) dan promotif (WHO, 2013).

Berpedoman dari pernyataan WHO mengenai pelayanan terhadap masalah kesehatan jiwa.
Pelayanan kesehatan jiwa saat ini tidak lagi difokuskan dalam upaya penyembuhan klien
gangguan jiwa saja, tetapi juga pada upaya promosi kesehatan jiwa dan pencegahan dengan
sasaran selain klien gangguan jiwa. Klien dengan penyakit kronis dan individu yang sehat juga
menjadi sasaran dalam upaya preventif (Stuart, 2016). Upaya ini tidak hanya dilakukan oleh
tenaga kesehatan tetapi juga dengan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan memberikan
pemahaman, menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap masalah kesehatan
jiwa di komunitas (Winahayu, Keliat, & Wardani, 2014).

Secara klinis, gangguan jiwa atau mental berkaitan dengan gangguan emosional seperti depresi
dan kecemasan, serta disabilitas yang dapat disertai dengan adanya peningkatan risiko kematian.
Oleh karena itu, gangguan jiwa termasuk dalam permasalahan yang kompleks dan jumlahnya
yang terus mengalami peningkatan, sehingga memerlukan penanganan yang tepat. Tingginya
angka kejadian gangguan jiwa berat di masyarakat yang dapat menimbulkan beban yang sangat
besar bagi individu, keluarga, masyarakat, dan pelayanan kesehatan. Penanganan masalah
kesehatan jiwa saat ini telah bergeser dari hospital based menjadi community based psychiatric
services sehingga pelayanan tidak hanya berfokus terhadap upaya kuratif tetapi lebih
menekankan upaya proaktif yang berorientasi pada upaya pencegahan (preventif) dan promotif
(WHO, 2013). Upaya promotif dan preventif dalam peningkatan status kesehatan khususnya
penanganan gangguan jiwa di masyarakat tidak terlepas dari peran-peran masyarakat itu sendiri
terutama peran kader kesehatan.

Saat ini yang masih menjadi perdebatan dalam penanganan orang dengan gangguan jiwa adalah
tingginya stigma oleh masyarakat. WHO mendefinisikan stigma sebagai “tanda rasa malu, aib,
atau penolakan yang menyebabkan seseorang ditolak, didiskriminasi, dan dikecualikan dari
berpartisipasi dalam sejumlah bidang masyarakat yang berbeda ”.(Thornicroft et al., 2007).
Sudut pandang bahwa ODGJ merupakan “orang gila” sehingga memandang perlu untuk
diisolasi, dihilangkan, dilakukan pemasungan, bahkan penelantaran. Stigma seperti ini yang
dapat menghambat kesembuhan orang dengan gangguan jiwa. Tidak hanya itu, dampak lainnya
dari lingkungan sekitar terhadap ODGJ ialah bentuk pengucilan, kualitas hidup yang menurun,
minimnya kesempatan bekerja, harga diri menurun, hingga minimnya peluang dalam
mendapatkan kualitas dalam perawatan (Mane et al., 2022).
Penyelenggara layanan kesehatan jiwa dilayanan primer (puskesmas) diharapkan
memiliki tenaga kesehatan terlatih, mampu menjalankan upaya promotif dan preventif kesehatan
jiwa, melaksanakan deteksi dini, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan awal dan pengelolaan
rujukan balik kasus gangguan jiwa. Cakupan Odgj berat mendapatkan layanan kesehatan, dapat
terlihat bahwa terdapat beberapa daerah di Provinsi Lampung yang rendah. Data 2021 mencatat,
Kabupaten Lampung Selatan (50,8%), Tanggamus (51,7%), Tulang Bawang (75,5%) terendah
dibandingkan kabupaten lain di Propinsi Lampung.

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat dikembangkan program promosi Kesehatan


berbasis dukungan keluarga yang efektif untuk meningkatkan Kesehatan ODGJ di Kabupaten
Tulang Bawang. Program ini akan melibatkan keluarga pasien ODGJ dalam memperbaiki
pengetahuan, sikap, dan perilaku mereka dalam merawat dan memberikan dukungan pada
ODGJ.

Rumusan Masalah

1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Kesehatan ODGJ di Kabupaten Tulang


Bawang.

2. Apa saja bentuk-bentuk stigma terhadap ODGJ dan anggota keluarga ODGJ di
Kabupaten Tulang Bawang?

3. Bagaimana cara mengatasi stigmatisasi dimasyarakat dengan program promosi Kesehatan


di Kabupaten Tulang Bawang?

Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk menganalisis penerapan program pelaksanaan edukasi kesehatan dalam upaya


mengatasi stigmatisasi masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa di Kabupaten Tulang
Bawang.

b. Tujuan Khusus

 Mengetahui bentuk-bentuk stigmatisasi yang diterima oleh orang dengan


gangguan jiwa di Kabupaten Tulang Bawang.

 Mencari solusi untuk mengatasi stigmatisasi masyarakat terhadap orang dengan


gangguan jiwa di Kabupaten Tulang Bawang.

Manfaat Penelitian ODGJ

Diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat secara umum tentang


cara bersikap terhadap orang dengan gangguan jiwa dengan benar dan baik, untuk meminimalisir
tindakan negatif kepada orang dengan gangguan jiwa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Jiwa


2.1.1 Pengertian Kesehatan Jiwa
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup
seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia dengan ciri menyadari
sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi tekanan hidup yang wajar, mampu
bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan
hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya, merasa nyaman bersama dengan
orang lain (Kemenkes, 2020)
Upaya Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa
yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitative yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat (Kemenkes,
2020)

2.1.2. Kriteria Sehat Jiwa


Menurut WHO dikutip dalam buku Risal, Helena, Litaqia dkk (2022), kriteria sehat jiwa
terdiri dari:
a. Sikap positif terhadap diri sendiri
Hal ini dapat dipercayai jika melihat diri sendiri secara utuh/total contoh:
membandingkan dengan teman sebaya pasti ada kekurangan dan kelebihan. Apakah
kekurangan tersebut dapat diperbaiki atau tidak. ingat, jangan mimpi bahwa anda tidak
punya kelemahan.
b. Tumbuh dan berkembang baik fisik dan psikologis dan puncaknya adalah aktualisasi diri
c. Integrasi
Harus mempunyai satu kesatuan yang utuh. Jangan hanya menonjolkan yang positif
saja tapi yang negatif juga merupakan bagian anda. Jadi seluruh aspek merupakan satu
kesatuan.
d. Otonomi
Orang dewasa harus mengambil keputusan untuk diri sendiri dan menerima masukan dari
orang lain dengan keputusan sendiri sehingga keputusan pasien pun bukan diatur oleh
perawat tapi mereka yang memilih sendiri
e. Persepsi sesuai dengan kenyataan
Stressor sering dimulai secara tidak akurat. Contoh: putus pacar karena perbedaan
adat.
2.1.3. Upaya Kesehatan Jiwa
Upaya kesehatan jiwa berazaskan keadilan, perikemanusiaan, manfaat, transparansi,
akuntabilitas, komprehensif, perlindungan dan nondiskriminasi (UU nomor 18 Tahun 2014)
Upaya kesehatan jiwa bertujuan untuk :
a) Menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikrnati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan
lain yang dapat mengganggu Kesehatan Jiwa;
b) Menjamin setiap orang dapat mengembangkan berbagai potensi kecerdasan;
c) Memberikan pelindungan dan menjamin peiayanan Kesehatan Jiwa bagi
ODMK dan ODGJ berdasarkan hak asasi manusia;
d) Memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan
berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
bagi ODMK dan ODGJ;
e) Menjamin ketersediaan dan ketedangkauan sumber daya dalam Upaya
Kesehatan Jiwa;
f) Meningkatkan mutu Upaya Kesehatan Jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan
g) Memberikah kesempatan kepada ODMK dan ODGJ untuk dapat memperoleh
haknya sebagai Warga Negara Indonesia.
Upaya kesehatan jiwa dilakukan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative. Upaya kesehatan jiwa dilaksanakan oleh Pemerintah, seperti Pemerintah Daerah
dan masyarakat. Upaya Kesehatan Jiwa dilaksanakan secara terintegrasi, komprehensif, dan
berkesinarnbungan sepanjang siklus kehidupan manusia. Dalam rangka menjamin pelaksanaan.
Upaya Kesehatan Jiwa yang terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan harus dilakukan
secara terkoordinasi.
a. Upaya Promotif pelayanan kesehatan jiwa
Upaya promotif, merupakan suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan
penyelenggaraan pelayanan Kesehatan Jiwa yang bersifat promosi Kesehatan Jiwa.
Upaya promotif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk :
 Mempertahankan dan meningkatkan derajat Kesehatan Jiwa masyarakat secara optimal;
 Menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi ODGJ sebagai bagian dari
masyarakat;
 Meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat terhadap Kesehatan Jiwa; dan
 Meningkatkan penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap Kesehatan Jiwa.

Upaya promotif dapat dilakukan secara terintegrasi, komprehensif, dan


berkesinambungan dengan upaya promotif kesehatan lain. Upaya promotif
dilaksanakan di lingkungan seperti lingkungan keluarga, lembaga pendidikan, tempat
kerja, masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan, media massa, lembaga
keagamaan, lembaga pemasyarakatan.
Upaya promotif di lingkungan keluarga, dilaksanakan dalam bentuk pola asuh
dan pola komunikasi dalam keluarga yang mendukrrng pertumbuhan dan
perkembangan jiwa yang sehat. Upaya promotif di lingkungan lembaga pendidikan,
dilaksanakan dalam bentuk menciptakan suasana belajar-mengajar yang kondusif bagi
pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan keterampilan hidup terkait Kesehatan Jiwa
bagi peserta didik sesuai dengan tahap perkembangannya.
Upaya promotif di lingkungan tempat kerja, dilaksanakan dalam bentuk
komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai Kesehatan Jiwa, serta menciptakan
tempat kerja yang kondusif untuk perkembangan jiwa yang sehat agar tercapai kinerja
yang optimal. Upaya promotif di lingkungan masyarakat, dilaksanakan dalam bentuk
komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai Kesehatan Jiwa, serta menciptakan
lingkungan masyarakat yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa
yang sehat.
Upaya promotif' di lingkungan fasilitas pelayanan Kesehatan, dilaksanakan dalam
bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai Kesehatan Jiwa dengan sasaran
kelompok pasien, kelompok keluarga, atau masyarakat di sekitar fasilitas pelayanan
kesehatan.
Upaya promotif di media massa, dilaksanakan dalam bentuk penyebarluasan
inforrnasi bagi masyarakat mengenai Kesehatan Jiwa, pencegahan, dan penanganan
gangguan jiwa di masyarakat dan fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan.
Pemahaman yang positif mengenai gangguan jiwa dan ODGJ dengan tidak membuat
program pemberitaan, penyiaran, artikel, dan materi yang mengarah pada stigmatisasi,
diskriminasi terhadap ODGJ. Upaya promotif di lingkungan lembaga keagamaan dan
tempat ibadah, dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi
mengenai Kesehatan Jiwa yang diintegrasikan dalam kegiatan keagamaan. Upaya
promotif di lingkungan lembaga pemasyarakatan dilaksanakan dalam bentuk
peningkatan pengetahuan dan pemahaman warga, binaan pemasyarakatan tentang
Kesehatan Jiwa, pelatihan kemampuan adaptasi dalam masyarakat dan menciptakan
suasana kehidupan yang kondusif untuk Kesehatan Jiwa warga binaan
pemasyarakatan.
b. Upaya preventif pelayanan kesehatan jiwa
Upaya preventif, merupakan suatu kegiatan untuk mencegah terjadinya masalah
kejiwaan dan gangguan jiwa. Upaya preventif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk :
 Mencegah teradinya masalah kejiwaan
 Mencegah timbulnya dan kambuhnya gangguan jiwa
 Mengurangi faktor risiko akibat gangguan jiwa pada masyarakat secara umum atau perorangan
 Mencegah timbulnya dampak masalah psikososial.

Upaya preventif Kesehatan Jiwa dilaksanakan di lingkungan di keluarga, lembaga


dan masyarakat. upaya preventif di lingkungan keluarga dilaksanakan dalam bentuk
pengembangan pola asuh dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa,
komunikasi, informasi dan edukasi dalam keluarga. Kemudian upaya preventif
dilingkungan lembaga dilaksanakan dalam bentuk menciptakan lingkungan lembaga
yang kondusif bagi perkembangan kesehatan jiwa, memberikan komunikasi,
informasi, dan edukasi mengenai pencegahan gangguan jiwa dan menyediakan
dukungan psikososial tentang kesehatan jiwa di lingkungan lembaga.

c. Upaya kuratif pelayanan kesehatan jiwa


Upaya kuratif merupakan kegiatan pemberian pelayanan kesehatan terhadap
ODGJ yang mencakup proses diagnosis, dan penatalaksanaan yang tepat sehingga
ODGJ dapat berfungsi kembali secara wajar dilingkungan keluarga, lembaga dan
masyarakat.
Upaya kuratif kesehatan jiwa ditujukan untuk :
 Penyembuhan atau pemulihan
 Pengurangan penderitaan
 Pengendalian disabilitas dan
 Pengendalian gejala penyakit.

Proses penegakan diagnosis terhadap orang yang diduga ODGJ dilakukan untuk
menentukan kondisi kejiwaan dan tindak lanjut penatalaksanaan. Penegakan diagnosis
dilakukan berdasarkan kriteria diagnostik oleh dokter umum, psikolog, dan dokter
spesialis kedokteran jiwa.
Penatalaksanaan kondisi kejiwaan pada ODGJ dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan di bidang kesehatan jiwa. Penatalaksanaan kondisi kejiwaan pada ODGJ
dilakukan melalui sistem rujukan. penatalaksanaan kondisi kejiwaan pada ODGJ dapat
dilakukan dengan cara rawat jalan atau rawat inap.
d. Upaya rehabilitative pelayanan kesehatan jiwa
Upaya rehabilitative kesehatan jiwa merupakan kegiatan atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan jiwa yang bertujuan untuk mencegah atau
mengendalikan disabilitas, memulihkan fungsi sosial, memulihkan fungsi okupasional
dan mempersiapkan dan memberikan kemampuan ODGJ agar mandiri di masyarakat.
Upaya rehabilitatif ODGJ meliputi rehabilitasi psikiatrik atau psikososial dan
rehabilitasisosial. Rehabilitasi psikiatrik psikososial dan rehabilitasi sosial ODGJ
merupakan upaya yang tidak terpisahkan satu sama lain dan berkesinambungan.
Upaya rehabilitasi psikiatrik dan psikososial dilaksanakan sejak dimulainya pemberian
pelayanan Kesehatan Jiwa terhadap ODGJ.
Upaya rehabilitasi sosial, dilaksanakan secara persuasif, motivatif, atau koersif,
baik dalam keluarga, masyarakat, manrpun panti sosial. Upaya rehabilitasi. Sosial,
diberikan dalam bentuk: motivasi dan diagnosis psikososial, perawatan dan
pengasuhan, pelatihan vokasional dan pernbinaan, kewirausahaan, bimbingan mental
spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial dan konseling psikososial, pelayanan
aksesibilitas, bantuan sosial dan asistensi sosial, bimbingan resosialisasi, bimbingan
lanjut, dan rujukan.

2.1.4. Sistem Pelayanan Kesehatan Jiwa


Untuk melaksanakan Upaya Kesehatan Jiwa, Pemerintah membangun sistem pelayanan
Kesehatan Jiwa yang berjenjang dan komprehensif. Sistem pelayanan Kesehatan Jiwa, terdiri atas
:
 Pelayanan Kesehatan Jiwa dasar
 Pelayanan Kesehatan Jiwa rujukan
Pelayanan Kesehatan Jiwa dasar, merupakan pelayanan Kesehatan Jiwa yang
diselenggarakan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan umum di Puskesmas dan jejaring, klinik
pratama, praktik dokter dengan kompetensi pelayanan Kesehatan Jiwa, rrmah perawatan, serta
fasilitas pelayanan di luar sektor kesehatan dan fasilitas rehabilitasi berbasis masyarakat.
Pelayanan Kesehatan Jiwa rujukan, terdiri atas pelayanan Kesehatan Jiwa di rumah sakit
jiwa, pelayanan Kesehatan Jiwa yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan umum di rumah
sakit, klinik utama, dan praktik dokter spesialis kedokteran jiwa.

2.1.5. Sumber Daya Dalam Upaya Kesehatan Jiwa


Sumber daya dalam Upaya Kesehatan Jiwa terdiri atas, sumber daya manusia di bidang
Kesehatan Jiwa, fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa, perbekalan Kesehatan Jiwa,
teknologi dan produk teknologi Kesehatan Jiwa, pendanaan kesehatan jiwa.
Sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa terdiri atas, tenaga kesehatan dengan
kompetensi dibidang kesehatan jiwa, tenaga profesional lainnya dan tenaga lain yang terlatih
dibidang kesehatan jiwa. Tenaga profesional lainnya dan tenaga lain yang terlatih di bidang
Kesehatan Jiwa berperan sebagai mitra tenaga kesehatan dengan kompetensi di bidang Kesehatan
Jiwa dalam menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa.
Pemerintah menJrusun perencanaan, pengadaan dan peningkatan mutu, penempatan dan
pendayagunaan, serta pembinaan sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa, dalam rangka
penyelenggaraan program Kesehatan Jiwa yang berkesinambungan. perencanaan sumber daya
manusia di bidang Kesehatan Jiwa dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan
memperhatikan
 Jenis upaya penyelenggaraan Kesehatan Jiwa yang dibutuhkan oleh masyarakat;
 Jumlah fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa;
 Jumlah tenaga kesehatan dengan kompetensi di bidang Kesehatan Jiwa yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan Kesehatan Jiwa.
Sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa dalam menjalankan tugasnya dilarang
melakukan kekerasan dan menyuruh orang lain untuk melakukan kekerasan atau tindakan lainnya
yang tidak sesuai standar pelayanan dan standar profesi terhadap ODMK dan ODGJ.
Fasilitas Pelayanan di Bidang Kesehatan Jiwa, Fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan
Jiwa meliputi: fasilitas pelayanan kesehatan; dan fasilitas pelayanan di luar sektor kesehatan dan
fasilitas pelayanan berbasis masyarakat. Fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa
menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Fasilitas Pelayanan di Luar Sektor Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Berbasis Masyarakat.
Fasilitas pelayanan di luar sektor kesehatan dan fasilitas pelayanan berbasis masyarakat, meliputi
praktik psikolog, praktik pekerja sosial, panti sosial, pusat kesejahteraan sosial, pusat rehabilitasi
sosial, rumah pelindungan sosial, pesantren/institusi berbasis keagamaan, rumah singgah dan
lembaga kesejahteraan sosial.

2.1.6. Peran Serta Masyarakat


Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara :
a. Memberikan bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa;
b. Melaporkan adarrya ODGJ yang membutuhkan pertolongan;
c. Melaporkan tindakan kekerasan yang dialami serta yang dilakukan ODGJ
d. Menciptakan iklim yang kondusif bagi ODGJ;
e. Memberikan pelatihan keterampilan khusus kepada ODGJ;
f. Memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai
g. Pentingnya peran keluarga dalam penyembuhan ODGJ; dan
h. Mengawasi fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan model deskriptif, menggunakan
pendekatan observational analytic dengan desain studi ekologi atau korelasi dengan alat bantu
kuesioner. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Sidoharjo di Kabupaten Tulang Bawang, pada
bulan Juli 2023. Variabel yang di teliti yaitu edukasi Kesehatan dalam upaya mengatasi stigma
masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang diselenggarakan pada
Puskesmas Sidoharjo kabupaten Tulang Bawang. Sampel dipilih menggunakan teknik
nonprobability sampling, pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode accidental
sampling. Data di analisis menggunakan analisis paired t-test untuk mengetahui tingkat
signifikansi pengaruh stigma masyarakat terhadap orang dalam gangguan jiwa (ODGJ).

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo dan Puskesmas Bogatama.
Adapun alasan peneliti memilih lokasi tersebut yaitu :
a. Peneliti mengetahui lokasi-lokasi penelitian
b. Lokasi penelitian dekat dengan tempat tinggal peneliti
c. Peneliti kenal dengan informan-informan tertentu, sehingga dapat dengan mudah untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi penelitian
Populasi adalah sebuah generalisasi yang mana terdiri dari obyek atau subyek yang
berkualitas dan memiliki karakteristik tertentu sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan dari
sebuah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Sidoharjo dan Puskesmas Bogatama, dengan jumlah populasi 231 kk. Penderita gangguan jiwa di
Kedua Puskesmas ini berjumlah 15 orang (1 orang dalam 1 kk) atau 15 kk. Jadi jumlah populasi
menjadi 216 karena di kurang dengan penderita gangguan jiwa berdasarka kk di wilayah kerja
tersebut.
b. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian kecil objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.
Sampel yang dipilih adalah Teknik sampling dengan jumlah 68 orang. Instrumen yang
digunakan berupa kuesioner Community Attitudes toword the Mentally III (CAMI).

Dengan menggunakan rumus Slovin : (Abd Nasir dkk, 2011)

N
n
1+ N (d )2

Keterangan: n = Besarnya Sampel

N = Besarnya Populasi

d = Tingkat Kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

n
rumus n= 2
1+ N (d )

216
= 2
1+ 216(0 , 01)

216
=
1+ 216(0 , 01)

216
=
3 ,16

= 68 kk

Dengan kriteria :

1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kerakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target
yang terjangkau dan akan diteliti ( Notoatmodjo: 2012).
1) Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo dan Puskesmas Bogatama.
2) Kepala keluarga yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo dan
Bogatama.
3) Tidak buta huruf dan bisa membaca dan menulis
4) Bias berkomunikasi dengan baik.
5) Menyetujui diri sebagai responden
6) Sehat jasmani dan rohani.

2. Kriteria eklusi
Kriteria eklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi dari studi karena berbagai sebab ( Notoatmodjo: 2012).
1) Masyarakat yang tidak berada di tempat saat peneliti melakukan penelitian.
2) Masyarakat yang tidak bersedia menjadi responden.
3) Masyarakat yang tidak sehat jasmani maupun rohaninya.
3.4 Sampling

Teknik sampling merupakan cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel agar
mendapatkan sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan objek penelitian
(Notoatmodjo, 2012). Pemilihan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan teknik

stratified random sampling ( pengambilan sampel secara acak stratifikasi) yaitu apabila
suatu populasi terdiri dari unit yang mempunyai karakteristik yang berbeda_beda atau
heterogen, hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi kerakteristik umum dari
anggota populasi kemudian menentukan strata atau lapisan dari jenis kerakteristik unit-
unit tersebut. ( Notoatmodjo: 2012). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 68 kk.
Responden yang diambil merupakan masyarakat atau kepala keluarga yang tinggal di
wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo dan Bogatama.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data
(Notoatmodjo, 2012). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
kuesioner, yang mempunyai dua variabel yaitu: stigma gangguan jiwa dan prilaku
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa. Cara mengukur variabel independen yaitu
dengan menggunakan kuisioner Community Attitudes Toward The Mentally Ill dengan
jumlah pernyataan sebanyak 24 buah yang pertanyaannya telah dimodifikasi oleh
peneliti. Dengan menggunakan pengukuran skala Likert. Pilihan jawaban berrdasarkan
skala likert, (5) sangat tidak setuju (STS), (4) tidak setuju (TS),(3) ragu_ragu (RR), (2)
setuju (S) dan (1) sangat setuju (SS). Digunakan untuk memberikan skor atau bobot
untuk masing-masing alternatif jawaban sehubungan dengan pernyataan yang berkaitan
dengan stigma. Hasilnya nanti di kategorikan tinggi dan rendah. Sedangkan variabel
dependen yaitu perilaku berisi pernyataan-pernyataan terpilih yaitu tentang pengetahuan
berdasarkan jawaban YA dan TIDAK dengan sikap berdasarkan jawaban ( sangat setuju
(SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) dan tindakan dengan pilihan
jawaban ( Selalu, Sering, Kadang-Kadang, Tidak Pernah), sebanyak 9 yang telah diuji
reabilitas serta validitasnya.
3.6 Kerangka Konsep

Gambar Kerangka Konsep

Dampak stigma gangguan jiwa

Dampak
Dampak bagi masyarakat : penolakan, diskriminasi,pengucilan : bagi diri sendiri:
opppppengpengucila
Dampak bagi keluarga penolakan, merasa diasingkan, takut bersosialisasi
Frustasi

Pengetahuan masyarakatBagaimana cara untuk memberikan pengetahuan


- ODGJ tidak dikucilkanterhadap
ataupunmasyarakat terkait
di diskriminasi ODGJ
oleh masyarakat
terhadap ODGJ
sekitar.
V - ODGJ dirawat dengan baik
-tingkat pengetahuan masyarakat thd ODGJ meningkat (baik)

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan : Pendidikan, pekerjaan, sosial dan ekonomi


DefinisiPendidikan
Operasional
Kesehatan (Notoadmojo, 2012)
Edukasi kelompok masyarakat
Memberikan materi tentang tingkat pengetahuan terhadap ODGJ
Menggunakan media Pendidikan kesehatan seperti poster, flipchart, video animasi, dan leafleat.
Diskusi dengan kelompok masyarakat
Diberikan post dan pretest agar dapat mengetahui hasil tingkat.
3.7 Variabel Penelitian

No Variabel Defenisi Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala


Konsepsional Operasional Ukur Ukur
1 Stigma - Perceived Sesuatu yang
Kuesioner Kuesioner Sangat ordinal
Stigma dianggap bernilai
dengan 24 berisi setuju
- Public negative terhadap
pernyataan , tentang (SS)
Stigma suatu keadaan atau dengan stigma Setuju
- Enacted kondisi. Stigma di jawaban (S)
Stigma masyarakat biasanya Sangat Tidak
- selalu ditandai
setuju(ss) Setuju
dengan melekatnya denganpoi (TS)
anggapan negative n=4, Sangat
terhadap seseorang Setuju(s) Tidak
untuk mengetahui denganpoi n Setuju
karakteristik atau
=3, (STS)
penilaian terhadap Tidaksetuj u
orang lain. (ts)
denganpoi n
=2, Sangat
tidaksetuju
(sts)
denganpoin =
1
2 Pendidikan Kelas tertinggi yang Ijasah tertinggi yang Wawancara Kuesioner SD-1 ordinal
berhasil dicapai berhasil dicapai menggunakan berisi SLTP-2
seseorang seseorang kuesioner pertanyaan SLTA-3
tentang S1-4
pendidikan S2-5
terakhir
3 Pekerjaan Jenis perbuatan atau Aktivitas yang Kuesioner Kuesioner A. nominal
kegiatan yang dilakukan seseorang yang- berisi Bekerja
memperoleh sebagai profesi , tentang B. tidak
imbalan sengaja dilakukan pekerjaan bekerja
untuk mendapatkan
penelitian
4 Pengetahuan Informasi yang Kemampuan Kuesioner Nilai interval
diketahui atau responden/seseoran Kuesioner yang berisi 60-100:
disadari seseorang3 g dalam menjawab pertanyaan dapat
pertanyaan tentang nilai
pengetahuan baik
tentang Nilai
ODGJ <60
nilai
kurang
5 Status Status pernikahan kuesioner Wawancara Lajang nominal
yang dikategorikan dan melihat Menikah
dalam bentuk KTP cerai
belum/tidak
kawin/kawin dan
cerai

Kuesioner Stigma :

No Pernyataan SS S TS STS
1 Perceived Stigma :
Seseorang yang menunjukkan tanda-tanda gangguan jiwa
maka segera periksa kepelayanan kesehatan terdekat.
2 Lebih banyak uang pajak yang harus dibayar di perawatan
dari pada pengobatan orang sakit jiwa.
3 Sakit jiwa harus di isolasi dariseluruh masyarakat.
4 Sakit jiwa adalah beban masyarakat.
5 Sebisa mungkin layanan penyakit jiwa harus disediakan
melalui fasilitas berbasis masyarakat
6 Kurangnya penekanan yang ditempatkan untuk
melindungi masyarakat dari penyakit jiwa.
7 Warga setempat mempunyai alasan yang kuat untuk
menolak lokasi pelayanan kesehatan jiwa di lingkungan
mereka.
8 Sebagian besar wanita yang pernah menjadi pasien
rumahsakit jiwa bias dipercaya sebagai pengasuh bayi.
9 Public Stigma
Seorang wanita pasti bodoh menikahi pria yang telah
menderita penyakit jiwa meskipun ia tampaknya
sepenuhnya pulih.
10 Kita perlu memberi toleransi yang jauh lebih baik, Sikap
terhadap orang gangguan jiwa dilingkungan masyarakat.
11 Saya tidak ingin tinggal di sebelah orang yang menderita
gangguan jiwa.
12 Warga harus menerima lokasi fasilitas kesehatan jiwa di
lingkungan untuk melayani kebutuhan komunitas lokal.
13 Sakit jiwa seharusnya ditangani dan tidak terbuang di
masyarakat.
14 Menemukan layanan kesehatan jiwa di Indonesia di
lingkungan perumahan tidak membahayakan masyarakat
setempat.
15 Rumah sakit jiwa merupakan sarana yang tidak
ketingggalan layanan dalam mengobati sakit jiwa.
16 Warga tidak perlu takut pada orang dating dari
lingkungan mereka untuk mendapatkan layanan
kesehatan jiwa.
17 Enacted Stigma
Adanya fasilitas kesehatan jiwa di daerah perumahan
menurunkan peringkat lingkungan.
18 Sakit jiwa sudah sejak lama menjadi bahan ejekan.
19 Cara terbaik untuk menangani penyakit jiwaa dalah
menjaga mereka dibalik pintu terkunci.
20 Sakit jiwa tidak pantas kita simpati.
21 Sakit jiwa seharusnya tidak ditolak hak individu.
22 Fasilitas penyakit jiwa harus dijaga di lingkungan
perumahan.
23 Salah satu penyebab utama penyakit jiwa adalah
kurangnya disiplin diri dan kekuatanjiwa.
24 Sangat menakutkan memikirkan orang-orang masalah
gangguan jiwa tinggal di lingkungan perumahan.

uesioner Tingkat Pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)

A. Identitas
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Apakah keluarga atau orang di sekitar anda ada yang mengalami gangguan jiwa ?
a. Ya
B. Tidak

B. Pengetahuan
1. Menurut anda apa gangguan jiwa itu?
a. Kondisi mental yang mempengaruhi perilaku seseorang
b. Orang yang sedang stres/gila
c. pendapat anda sendiri…………….

2. Apa yang menyebabkan gangguan jiwa ?


a. Kuntukan, akibat ilmu hitam
b. Penyakit Menular
c. Kelainan genetik

3. Apa gejala gangguan jiwa?


a. Marah-marah dan berbicara sendiri
b. Menyendiri, diam saja.
c. Semua benar

4. Apakah Gangguan Jiwa bisa diobatin ?


a. Ya
b. Tidak

5. Apakah gangguan jiwa menular?


a. Ya
b. Tidak

C. Sikap
1. Apakah anda takut bila berinteraksi dengan ganguan jiwa ?
a. Ya
b. Tidak

2. Menurut anda apa orang dengan gangguan jiwa harus diasingkan ?


a. Ya
b. Tidak
3. Apa anda bersedia menerima orang dengan gangguan jiwa yang sedang berobat/telah berobat kembali
ke masyarakat ?
a. Ya
b. Tidak

4. Bila ada saudara / orang yang anda kenal menderita gangguan jiwa apa yang anda lakukan ?
a. Membawa ke orang pintar atau alternatif
b. Menjauhi dan mendiamkan saja
c. Mengajak untuk berobat/ lapor ke petugas Puskesmas

5. Apakah anda bersedia berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat untuk menghilangkan stigma dan
mendukung orang dengan gangguan jiwa?
a. Ya
b. Tidak

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia No.18 Tahun 2004 Tentang Kesehatan Jiwa

World Health Organization. (2007). Evidence and information for policy: department of human resources
for health. Community health worker: what do we know about them?. Geneva

Merry Tania.(2018) peran kader kesehatan dalam mendukung proses recovery pada odgj: literatur review

Triyana Harlia Putri. (2013) Peningkatan Pengetahuan Remaja dalam Mereduksi Stigma Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) Melalui Edukasi

Mane, G., Kuwa, M. K. R., & Sulastien, H. (2022). Gambaran Stigma Masyarakat pada Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ). Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ), 10(1), 185–192.

WHO. Mental Health Action Plan 2013 – 2020. Geneva: World Health Organization. 2013.

WHO. Promoting mental health: concepts, emerging evidence, practice. Geneva: World Health
Organization. 2004.

Dumilah Ayuningtyas, Misnaniarti,1Marisa Rayhani (2018) ANALISIS SITUASI KESEHATAN


MENTAL PADA MASYARAKAT DI INDONESIA DAN STRATEGI PENANGGULANGANNYA

Afzal Javed , Cheng Lee , Hazli Zakaria d, Robert D. Buenaventura (2021) Reducing the stigma of mental
health disorders with a focus on low- and middle-income countries

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT Rineka Cipta. Jakarta


------------------. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta ------------------. 2010.
Ilmu Perilaku Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta
------------------. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai