Anda di halaman 1dari 25

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KENDANGSARI SURABAYA


Nomor : 172.SK-DIR.RSIA-KS.V.2022
Tentang : Panduan Pembuatan Visum Hidup Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Surabaya

PANDUAN PEMBUATAN VISUM HIDUP


RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KENDANGSARI SURABAYA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat diperlukan adalah
pemeriksaan korban untuk pembuatan Visum et Repertum (VeR) atau lebih sering disingkat
‘visum’ saja. Melalui jalur inilah umumnya terjalin hubungan antara pihak yang membuat dan
memberi bantuan dengan pihak yang meminta dan menggunakan bantuan. Visum adalah jamak
dari visa, yang berarti dilihat dan repertum adalah jamak dari repere yang berarti ditemukan atau
didapati, sehingga terjemahan langsung dari Visum et Repertum adalah ‘yang dilihat dan
ditemukan’.
Walaupun istilah ini berasal dari bahasa latin namun sudah dipakai sejak jaman belanda dan
sudah demikian menyatu dalam bahasa indonesia dalam kehiduapn sehari-hari. Jangankan
kalangan hukum dan kesehatan, masyarakat sendiripun akan segera menyadari bahwa visum pasti
berkaitan dengan surat yang dikeluarkan dokter untuk kepentingan polisi dan pengadilan.
Ada usaha unutk mengganti istilah Visum et Repertum ini ke bahasa indonesia seperti yang
terlihat dalam KUHAP, dimana digunakan istilah ‘keterangan’ dan ‘keterangan ahli’ untuk
pengganti visum. Namun usaha demikian tidak banyak berguna karena sampai saat ini ternyata
istilah visum tetap saja dipakai oleh semua kalangan.
Dari rumah sakit pemerintah maupun swasta sampai ke puskesmas, setiap tahunnya ada
banyak pemeriksaan yang harus dilakukan dokter untuk membuat visum yang diminta oleh
penyidik. Paling banyak adalah visum untuk luka karena perkelahian, penganiayaan, dan
kecelakaan lalu lintas, selanjutnya visum untuk pelanggaran kesusilaan atau perkosaan, kemudian
diikuti visum jenazah. Visum yang lain seperti visum psikiatri, visum untuk korban keracunan,
atau penentuan keraguan siapa bapak seorang anak (disputed parenity).

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 1


B. Tujuan
Menjelaskan pengertian Visum et Repertum, cara permintaan dan pencabutan visum, dan
hukum yang berkaitan dengan Visum et Repertum. Serta membahas tentang jenis-jenis visum
baik untuk visum korban hidup maupun korban meninggal.

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 2


BAB II
VISUM ET REPERTUM

1. Pengertian Visum et Repertum


Pengertian arti harafiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata “visual”
yang berarti melihat dan “repertum” yaitu melaporkan.Sehingga jika digabungkan dari
arti harfiah ini adalah apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum
merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah,
mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun
barang bukti lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-
baiknya atas permintaan tertulis (resmi) penyidik untuk kepentingan peradilan.
Dalam undang-undang terdapat satu ketentuan hukum yang menuliskan langsung
tentang Visum et Repertum, yaitu pada Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1937 No.350
yang menyatakan: Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan
yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di negeri belanda ataupun di
Indonesia, merupakan alat bukti yang sah dalam perkara-perkara pidana, selama visa
reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh
dokter pada benda yang diperiksa.
Perbedaan Visum et Repertum dengan Catatan medis. Cacatan medis adalah
catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan pengobatan atau
perawatan yang dilakukan oleh dokter. Catatan medis disimpan oleh dokter atau institusi
dan bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kecuali dengan izin dari pasien atau atas
kesepakatan sebelumnya misalnya untuk keperluan asuransi. Catatan medis ini berkaitan
dengan rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti yang terdapat dalam pasal 322
KUHP. Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal
120, 179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan
meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan
dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.

2. Dasar Hukum Visum et Repertum

Panduan Evaluasi Kinerja Profesional Staf Medis Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Surabaya 1
Dasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
1. KUHAP Pasal 133
a. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
b. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat. 2
2. KUHAP pasal 6
Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang
3. Staatsblad Tahun 1937 no. 350
Visa reperta seorang dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan
pada waku menamatkan pelajaran di Negeri Belanda atau di Indonesia, maupun atas
sumpah khusus dalam pasal 2, mempunyai daya bukti yang sah dalam perkara
pidana, selama Visa reperta tersebut berisi keterangan mengenai hal yang dilihat dan
ditemukan pada benda yang diperiksa.
4. KUHAP Pasal 184
Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi. Keterangan saksi agar dapat menjadi alat bukti yang sah harus
memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
1) Keterangan saksi yang diberikan harus diucapkan diatas sumpah, hal ini
diatur dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP.
2) Keterangan saksi yang diberikan dipengadilan adalah apa yang saksi lihat
sendiri, dengar sendiri dan dialami sendiri oleh saksi. Hal ini diatur dalam
Pasal 1 angka 27 KUHAP.
3) Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan, hal ini sesuai dalam
Pasal 185 ayat (1) KUHAP.

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 2


4) Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup, agar mempunyai
kekuatan pembuktian maka keterangan seorang saksi harus ditambah dan
dicukupi dengan alat bukti lain. Hal ini sesuai dengan Pasal 185 ayat (2)
KUHAP.
5) Keterangan para saksi yang dihadirkan dalam sidang pengadilan
mempunyai saling hubungan atau keterkaitan serta saling menguatkan
tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian tertentu, hal ini sesuai
dengan Pasal 185 ayat (4) KUHAP.
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa.
5. KUHAP Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
6. KUHAP Pasal 187 (c)
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya.

3. Fungsi dan Peran Visum et Repertum


Visum et Repertum dapat berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et repertum menguraikan segala
sesuatu tentang pemeriksaan hasil medik yang terdapat di bagian pemberitaan yang
dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et Repertum secara utuh telah
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dapat membaca Visum et
Repertum. Visum et Repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai
hasil pemeriksaan medik tersebut tertuang di dalam kesimpulan.
Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 184 KUHAP, Visum et Repertum merupakan
alat bukti yang sah dalam proses peradilan, yang berupa keterangan ahli, surat, dan
petunjuk. Dalam penjelasan Pasal 133 KUHAP, dikatakan bahwa keterangan ahli yang
diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang
dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan. Hal ini diperjelas pada
Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI
No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982 yang menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 3


dokter bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian, semua hasil Visum
et Repertum yang dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik maupun dokter bukan
spesialis forensik merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.
Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut berturut-turut adalah
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Beban
pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut berbeda sesuai dengan urutannya.
Sebagai contoh, keterangan saksi harus lebih dipercaya oleh hakim bila dibandingkan
dengan keterangan terdakwa. Demikian halnya dengan keterangan ahli yang
diberikan oleh seorang dokter spesialis forensik tentunya akan mempunyai beban
pembuktian yang lebih besar bila dibandingkan dengan keterangan yang diberikan oleh
dokter bukan spesialis forensik. Sehingga, kedudukan Visum et Repertum yang dibuat
oleh dokter spesialis forensik masih lebih tinggi dibandingkan dengan Visum et
Repertum yang dibuat oleh dokter bukan spesialis forensik.
Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti karena
segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan di dalam bagian
Pemberitaan. Karena barang bukti yang diperiksa tentu saja akan mengalami
perubahan alamiah, seperti misalnya luka yang telah sembuh, jenazah yang mengalami
pembusukan atau jenazah yang telah dikuburkan yang tidak mungkin dibawa ke
persidangan, maka Visum et Repertum merupakan pengganti barang bukti tersebut yang
telah diperiksa secara ilmiah oleh dokter ahli.
Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan suatu duduk persoalan di
sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan
baru. Sesuai dengan Pasal 180 KUHAP, hakim tersebut dapat meminta kemungkinan
untuk dilakukan pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti jika memang timbul
keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukumnya terhadap suatu hasil
pemeriksaan.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan
demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas
apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-
norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 4


Bagi penyidik (Polisi / Polisi Militer) Visum et Repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk
menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti
formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum.
4. Tujuan Melakukan Visum et Repertum
1. Untuk memberikan kepada hakim (majelis) suatu kenyataan akan fakta-fakta dari
bukti-bukti tersebut atas semua keadaan, hal sebagaimana tertuang pembagian
pemberitaan agar hakim dapat mengambil keputusannya dengan tepat atas dasar
kenyataan atau fakta-fakta tersebut sehingga dapat menjadi pendukung atas
keyakinan hakim.
2. Membantu penyidik untuk mengungkapkan tindak pidana.
3. Sebagai alat bukti sah. Karena Visum et Repertum merupakan suatu keterangan ahli
dari dokter maka termasuk salah satu alat bukti sah dalam KUHAP 184.
4. Visum et repertum merupakan pengganti barang bukti tersebut yang diperiksa secara
ilmiah oleh dokter ahli karena barang bukti yang diperiksa akan mengalami
perubahan alamiah.
5. Mencari, menentukan sebab kematian pada korban meninggal dunia.
6. Untuk memberikan kepada hakim (majelis)suatu kenyataan akan fakta-fakta dari
bukti-bukti atas semua keadaan/hal sebagaimana tertuang dalam pembagian
pemberitaan agar hakim dapat mengambil putusannya dengan tepat atas dasar
kenyataan atau fakta-fakta tersebut,sehingga dapat menjadi pendukung atas
keyakinan hakim.

5. Jenis-jenis Visum et Repertum


Visum yang diberikan untuk korban luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan,
psikiatri dan lain-lain.
1. Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk korban hidup dapat dibedakan atas:
a. Visum seketika (definitive)
Visum yang langsung diberikan setelah korban selesai diperiksa. Visum inilah
yang paling banyak dibuat oleh dokter.
b. Visum sementara
Visum yang diberikan pada korban yang masih dalam perawatan. Biasanya
visum sementara ini diperlukan penyidik untuk menentukan jenis kekerasan,

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 5


sehingga dapat menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam menginterogasi
tersangka. Dalam visum semsentara ini belum ditulis kesimpulan.
c. Visum lanjutan
Visum ini diberikan setelah korban sembuh atau meninggal dan merupakan
lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan sebelumnya. Dalam visum
ini harus dicantumkan nomer dan tanggal dari visum sementara yang telah
diberikan. Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan. Visum lanjutan
tidak perlu dibuat oleh dokter yang membuat visum sementara, tetapi oleh
dokter yang terakhir merawat penderita.
2. Berdasarkan objek yang diperiksa, Visum et Repertum dibagi menjadi dua yaitu:
a. Objek psikis
Visum et Repertum berupa objek psikis ialah Visum et Repertum
psikiatrikum. Visum et Repertum ini perlu dibuat karena adanya pasal 44 (1)
KUHP yang berbunyi “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam
tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit
(ziekelijke storing) , tidak dipidana”.
Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang menderita
penyakit jiwa (psikosis), tetapi juga orang dengan retardasi mental. Apabila
penyakit jiwa (psikosis) yang ditemukan, maka harus dibuktikan apakah
penyakit itu telah ada sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan. Tentu saja, jika
semakin panjang jarak antara saat kejadian dengan saat pemeriksaan, maka akan
semakin sulit bagi dokter untuk menentukannya sehingga diperlukan
pemeriksaan lanjutan. Demikian pula jenis penyakit jiwa yang bersifat hilang
timbul juga akan mempersulit pembuatan kesimpulan dokter.
Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka atau terdakwa
pelaku tindak pidana, bukan bagi korban sebagaimana Visum et Repertum
lainnya. Selain itu, Visum et Repertum psikiatrikum menguraikan tentang segi
kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia. Oleh karena Visum et
Repertum psikiatrikum menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya
seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka lebih baik pembuat
Visum et Repertum psikiatrikum ini adalah dokter spesialis psikiatri yang
bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 6


Dalam Keadaan tertentu dimana kesaksian seseorang amat diperlukan
sedangkan ia diragukan kondisi kejiwaannya jika ia bersaksi di depan
pengadilan maka kadangkala hakim juga meminta evaluasi kejiwaan saksi
tersebut dalam bentuk visum et repertum psikiatrik.
b. Objek fisik,
Objek fisik yang dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1) Visum et Repertum orang hidup
a) Visum et Repertum perlukaan atau keracunan
Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah
untuk mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat parahnya luka
atau sakitnya tersebut. Terhadap setiap pasien, dokter harus membuat
catatan medis atas semua hasil pemeriksaan medisnya.
Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah
melapor ke penyidik atau pejabat kepolisian, sehingga mereka datang
dengan membawa serta surat permintaan Visum et Repertum.
Sedangkan para korban dengan luka sedang dan berat akan datang ke
dokter atau rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat
permintaan Visum et Repertum-nya akan datang terlambat.
Keterlambatan surat permintaan Visum et Repertum ini dapat diperkecil
dengan diadakannya kerja sama yang baik antara dokter atau institusi
kesehatan dengan penyidik atau instansi kepolisian.
Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan dokter
sebaiknya menentukan juga derajat keparahan luka yang dialami
korban atau disebut juga derajat kualifikasi luka. Ini sebagai usaha
untuk membantu yudex facti dalam menegakkan keadilan.
Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah menyatakan
pasien mengalami luka ringan, sedang, atau berat.
Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang tidak
menimbulkan halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak
mengganggu kegiatan sehari-hari. Sedangkan luka berat harus
disesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang yaitu yang diatur
dalam KUHP pasal 90. Luka sedang adalah keadaan luka diantara luka
ringan dan luka berat.

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 7


KUHP pasal 90 Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian.
(3) Kehilangan salah satu panca indra
(4) Mendapat cacat berat
(5) Menderita sakit lumpuh
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Di dalam bagian pemberitaa biasanya disebutkan keadaan umum
korban sewaktu datang, luka-luka atau cedera atau penyakit yang
diketemukan pada pemeriksaan fisik berikut uraian tentang letak, jenis
dan sifat luka serta ukurannya, pemeriksaan khusus /penunjang,
tindakan medis yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit selama
perawatan, dan keadaan akhir saat perawatan selesai. Gejala yang dapat
dibuktikan secara obyektif dapat dimasukkan, sedangkan yang
subyektif dan tidak dapat dibuktikan tidak dimasukkan ke dalam visum
et repertum.

b) Visum et Repertum korban kejahatan susila


Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan Visum et
Repertum-nya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan
yang diancam hukuman oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam
pidana oleh KUHP meliputi perzinahan, pemerkosaan, persetubuhan
pada wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan dengan wanita yang
belum cukup umur.
Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk
membuktikan adanya persetubuhan atau perbuatan cabul, adanya
kekerasan, serta usia korban. Selain itu, dokter juga diharapkan
memeriksa adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan
kelainan psikiatri atau kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana
tersebut. Dokter tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 8


karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus dibuktikan
di depan sidang pengadilan.
Bila ditemukan adanya tanda-tanda ejakulasi atau adanya tanda-
tanda perlawanan berupa darah pada kuku korban, dokter berkewajiban
mencari identitas tersangka melalui pemeriksaan golongan darah serta
DNA dari benda-benda bukti tersebut.
Untuk memerikasa korban wanita tersebut, selain adanya surat
permintantaan visum et repertum, dokter sebaiknya juga
mempersiapkan si korban atau orang tuanya bila ia belum cukup umur,
agar dapat dilakukan pemeriksaan serta saksi atau pendamping perawat
wanita dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam runga tertutup
yang terang.
Pembuktiaan adanya persetubuhan dilakukan dengan pemeriksaan
fisik terhadap kemungkinan adanya deflorasi hymen, laserasi vulva
atau vagina, serta adanya cairan mani dan sel sperma dalam vagina
terutama dalan forniks posterior.
Pembuktian adanya sel sperma dapat dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopik sediaan usap vagina, baik langsung maupun
dengan pewarnaan khusus. Selain sperma, adanya ejakulat juga dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan khusus untuk cairan mani. Adanya
penyakit hubungan seksual atau kehamilan memperkuat adanya
persetubuhan,meskipun tidak diketahui saat terjadinya. Bukti adanya
persetubuhan tersebut baru mempunyai nilai bila sesuai waktu
kejadiannya dengan persetubuhan yang diperkakan. Misalnya, adanya
deflorasi hymen lama (tepi robekan berupa jaringan parut) atau
ditemukannya sel – sel sperma yang hampir lisis, bukanlah merupakan
bukti persetubuhan yang diperkakan yang terjadi satu hari sebelum
pemeriksaan. Jejak kekerasan harus dicari tidak hanya di daerah
perineum, melainkan juga daerah – daerah lain yang lazim, seperti
wajah, leher, payudara, perut dan paha. Pengambilan sempel darah
untuk pemeriksaan toksikologi dilakukan bila ada kecuriagaan kearah
tersebut, baik yang didapat dari anamnesa maupun dari pemeriksaan
fisik.

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 9


Usia korban biasanya dapat diketahui bila identitasnya dan asal
usulnya jelas. Bila usianya tidak jelas, maka harus dicari tanda – tanda
medic guna memperkirakannya. Telah adanya haid menunjukkan usia
12 tahun atau lebih, sedangkan adanya tanda seks sekunder yang
berkembang menunjukkan usia 15 tahun atau lebih. Dalam kesimpulan
diharapkan tercantum perkiraan tentang usia korban, ada atau tidaknya
tanda persetubuhan dan bila mungkin, menyebutkan kapan perkiraan
terjadinya, dan ada atau tidaknya tanda kekerasan

6. Struktur dan Isi Visum et Repertum


Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
2. Bernomor dan bertanggal
3. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
5. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan
6. Tidak menggunakan istilah asing
7. Ditandatangani dan diberi nama jelas
8. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
9. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
10. Hanya diberikan kepada penyidik peminta Visum et Repertum. Apabila ada lebih
dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan
keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi Visum et
Repertum masing-masing asli
11. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan
disimpan sebaiknya hingga 20 tahun.

Isi Visum et Repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang terdiri dari:
1. Pro Justitia
Penulisan kata Pro Justitia pada bagian atas dari visum lebih diartikan agar
pembuat maupun pemakai visum dari semula menyadari bahwa laporan itu adalah
demi keadilan (Pro Justitia). Hal ini sering terabaikan oleh pembuat maupun

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 10


pemakai tentang arti sebenarnya kata Pro yustitia ini. Bila dokter sejak semula
memahami bahwa laporan yang dibuatnya tersebut adalah sebagai partisipasinya
secara tidak langsung dalam menegakkan hukum dan keadilan, maka saat mulai
memeriksa korban ia telah menyadari bantuan yang diberikan akan dipakai sebagai
salah satu alat bukti yang sah dalam menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena
biarpun Pro Justitia hanya kata-kata biasa, tetapi kalau dokter menyadari arti dan
makna yang terkandung di dalamnya maka kata-kata atau tulisan ini menjadi sangat
penting artinya.

Kata ini diletakkan di bagian sudut kiri atas untuk menjelaskan bahwa visum et
repertum dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et Repertum tidak perlu
bermaterai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.

CONTOH :
Surabaya, 24 Agustus 2020

PRO JUSTITIA

VISUM ET REPERTUM
No. / TUM/VER/VIII/2008

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 11


2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang :
a. Identitas pemohon Visum et Repertum.
b. Identitas korban atau identitas objek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur,
bangsa, alamat, pekerjaan (Data diri korban diisi sesuai dengan yang tercantum
dalam permintaan visum).
c. Identitas dokter yang memeriksa / membuat Visum et Repertum.
d. Alasan dimintakannya Visum et Repertum.
e. Tanggal dan pukul diterimanya permohonan Visum et Repertum.
f. Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan.
g. Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit “X”).
h. Keterangan mengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban ke rumah
sakit dan waktu saat korban diterima dirumah sakit.
i. Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban
dirawat, waktu korban meninggal.

CONTOH :

Yang bertandatangan di bawah ini, Diana Larasaty, dokter spesialis


forensik pada RS “X”, atas permintaan dari kepolisian
sektor.........dengan suratnya nomor..................... tertanggal..........
maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal.......... pukul...........
bertempat di RS “X”, telah melakukan pemeriksaan korban dengan
nomor registrasi..................yang menurut surat tersebut adalah :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Warga negara :

Pekerjaan :

Agama :

Alamat :
Pedoman Pembuatan Visum Hidup 12
3. Pemberitaan atau hasil Pemeriksaan
Bagian terpenting dari visum sebetulnya terletak pada bagian ini, karena apa
yang dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari Visum et Repertum itu
terdapat pada bagian ini. Pada bagian ini dokter melaporkan hasil pemeriksaannya
secara objektif sesuai dengan apa yang diamati terutama dilihat dan ditemukan pada
korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari
atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu
mulai dari Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis
kelamin,TB/BB), serta keadaan umum, Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang
ditemukan pada korban letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara
luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik
anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristiknya serta
ukurannya. Rincian ini terutama penting pada pemeriksaan korban mati yang pada
saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali.
Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari :
a. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu
hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang
berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis).
b. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan sebaliknya,
alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan. Uraian
meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan
tersebut. Hal ini perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang
tepat tidaknya penanganan dokter dan tepat tidaknya kesimpulan yang diambil.
c. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan merupakan
hal penting guna pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas.

Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka
pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan
yang diberikan.

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 13


Syarat-syarat penulisan hasil pemeriksaan :

a. Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.


b. Angka harus ditulis dengan hurup, (4 cm ditulis empat sentimeter).
c. Tidak dibenarkan menulis diagnose luka,(luka bacok, luka tembak dll).
d. Luka harus dilukiskan dengan kata-kata
e. Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan
ditemukan).

4. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari
fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat Visum et Repertum, dikaitkan
dengan maksud dan tujuan dimintakannya Visum et Repertum tersebut.
Untuk pemakai visum, ini adalah bagian yang terpenting, Bagian ini berupa
pendapat dari dokter yang melakukan pemeriksaan dan pengamatan dengan kelima
panca indera (pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan). Hasil
pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya, karena diharapkan dokter
dapat menyimpulkan kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya. Pada
korban luka perlu penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan sebab-akibat dari
kelainan, tentang derajat kualifikasi luka, berapa lama korban dirawat dan
bagaimana harapan kesembuhan.
Pada korban perkosaan atau pelanggaran kesusilaan perlu penjelasan tentang
tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, kesadaran korban serta bila perlu
umur korban.
5. Penutup
Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai Visum et Repertum bahwa laporan
tersebut dibuat dengan sejujur-jujurnya dan mengingat sumpah atau janji lebih
dahulu sebelum melakukan pemeriksaan. Selain itu di bagian ini harus disertai tanda
tangan, nama lengkap dan NIP dokter pembuat Visum et Repertum.
Selain dari 5 bagian diatas, Visum et Repertum dapat juga disertakan lampiran foto.
Lampiran foto terutama perlu untuk memudahkan pemakai visum memahami laporan
yang disampaikan dalam visum. Pada luka yang sulit disampaikan dengan kata-kata,
dengan lampiran foto akan memudahkan pemakai visum memahami apa yang ingin
disampaikan dokter.
Pedoman Pembuatan Visum Hidup 14
7. Tahapan-tahapan dalam pembuatan Visum et Repertum pada korban hidup
1. Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik. Yang berperan dalam kegiatan ini
adalah dokter, mulai dokter umum sampai dokter spesialis yang pengaturannya
mengacu pada S.O.P. Rumah Sakit tersebut. Yang diutamakan pada kegiatan ini
adalah penanganan kesehatannya dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah
ditangani aspek medikolegalnya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa terhadap
korban dalam penanganan medis melibatkan berbagai disiplin spesialis.
2. Penerimaan surat permintaan keterangan ahli / Visum et Repertum. Adanya surat
permintaan keterangan ahli / Visum et Repertum merupakan hal yang penting untuk
dibuatnya Visum et Repertum tersebut. Dokter sebagai penanggung jawab
pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat permintaan tersebut sesuai
ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan
masalah, yaitu pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari penyidik belum
ada atau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan keterangan ahli /
Visum et Repertum. Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat
kriteria tentang pasien / korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit / UGD tidak
membawa SPV. Sebagai berikut :
a. Setiap pasien dengan trauma
b. Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan
c. Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas
d. Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan
e. Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum

“Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan dalam hal pencatatan
temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus, diberi tanda pada map rekam
medisnya (tanda “VER”), warna sampul rekam medis serta penyimpanan rekam
medis yang tidak digabung dengan rekam medis pasien umum.”

3. Pemeriksaan korban secara medis


Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik yang telah
dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi kesulitan yang
mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan. Ada kemungkinan didapati
benda bukti dari tubuh korban misalnya anak peluru, dan sebagainya. Benda bukti
berupa pakaian atau lainnya hanya diserahkan pada pihak penyidik. Dalam hal pihak
Pedoman Pembuatan Visum Hidup 15
penyidik belum mengambilnya maka pihak petugas sarana kesehatan harus me-
nyimpannya sebaik mungkin agar tidak banyak terjadi perubahan.
Status benda bukti itu adalah milik negara, dan secara yuridis tidak boleh diserahkan
pada pihak keluarga/ahli warisnya tanpa melalui penyidik.

4. Pengetikan surat keterangan ahli / Visum et Repertum


Pengetikan berkas keterangan ahli / Visum et Repertum oleh petugas administrasi
memerlukan perhatian dalam bentuk / formatnya karena ditujukan untuk
kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir alinea dengan garis, untuk
mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Contoh :

“Pada pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi tidak rata sepanjang lima senti meter“

5. Penandatanganan surat keterangan ahli / Visum et Repertum


Undang-undang menentukan bahwa yang berhak menandatanganinya adalah dokter.
Setiap lembar berkas keterangan ahli harus diberi paraf oleh dokter. Sering terjadi
bahwa surat permintaan visum dari pihak penyidik datang terlambat, sedangkan
dokter yang menangani telah tidak bertugas di sarana kesehatan itu lagi. Dalam hal
ini sering timbul keraguan tentang siapa yang harus menandatangani Visum et
Repertum korban hidup tersebut. Hal yang sama juga terjadi bila korban ditangani
beberapa dokter sekaligus sesuai dengan kondisi penyakitnya yang kompleks.
Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang
menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang menangani tersebut
(dokter pemeriksa). Dalam hal korban ditangani oleh beberapa orang dokter, maka
idealnya yang menandatangani visumnya adalah setiap dokter yang terlibat langsung
dalam penanganan atas korban. Dokter pemeriksa yang dimaksud adalah dokter
pemeriksa yang melakukan pemeriksaan atas korban yang masih berkaitan dengan
luka/cedera/racun/tindak pidana.
Dalam hal dokter pemeriksa sering tidak lagi ada di tempat (di luar kota) atau sudah
tidak bekerja pada Rumah Sakit tersebut, maka Visum et Repertum ditandatangani
oleh dokter penanggung jawab pelayanan forensik klinik yang ditunjuk oleh Rumah
Sakit tersebut.

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 16


6. Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa.
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik saja
dengan menggunakan berita acara.
7. Penyerahan surat keterangan ahli / Visum et Repertum.
Surat keterangan ahli / Visum et Repertum juga hanya boleh diserahkan pada pihak
penyidik yang memintanya saja.

BAB III

TATA CARA PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 17


Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter
untuk membuat Visum et Repertum.
1. Surat permintaan Visum et Repertum kepada Dokter, Dokter ahli Kedokteran
Kehakiman atau Dokter dan atau ahlinya, tidak boleh secara lisan harus diajukan
secara tertulis dengan menggunakan formulir sesuai dengan kasusnya dan ditanda
tangani oleh penyidik yang berwenang.
Hal tersebut sesuai dengan pasal 133 KUHAP yang berbunyi:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Dalam pelaksanaannya maka sebaiknya :
a. Prioritas Dokter Pemerintah, ditempat dinasnya (bukan tempat praktek
partikelir)
b. Ditempat yang ada fasilitas rumah sakit umum / Fakultas Kedokteran,
permintaan ditujukan kepada bagian yang sesuai yaitu :
Untuk korban hidup :
1) Terluka dan kecelakaan lalu lintas : kebagian bedah
2) Kejahatan susila / perkosaan : kebagian kebidanan
c. Korban, harus diantar sendiri oleh petugas Polri, disertai surat permintaannya.
d. Ditempat yang tidak memiliki fasilitas tersebut, permintaan ditujukan kepada
Dokter pemerintah di Puskesmas atau Dokter ABRI/ khususnya Dokter POLRI.
Bila hal ini tidak memungkinkan, baru dimintakan ke Dokter swasta.
e. Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada dokter dari
penyidik, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarga korban. Juga tidak
diperbolehkan melalui jasa pos.
2. Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada dokter dari penyidik,
tidak boleh dititip melalui korban atau keluarga korban. Juga tidak diperbolehkan
melalui jasa pos.

3. Adapun Pejabat yang Berhak mengajukan Permintaan Visum Et Repertum :

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 18


a. Syarat kepangkatan Penyidik seperti ditentukan oleh Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1983, tentang pelaksanaan KUHAP pasal 2
yang berbunyi : Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi.
b. Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Sektor Kepolisian yang
berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi, karena jabatannya
adalah penyidik
c. Penyidik Pembantu adalah : Pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia
tertentu sekurang–kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi.
d. Dalam perkara perdata, hakim perdata dapat minta sendiri.
e. Dalam perkara agama, hakim agama dapat minta sendiri (Undang-Undang No.1
Th 1970 pasal 10).
f. Dalam hal orang yang luka atau mayat itu seorang anggota ABRI maka untuk
meminta Visum Et Repertum hendaknya menghubungi polisi militer setempat
dari kesatuan si korban (instruksi Kapolri No.Pol:Ins/P/20/IX/74).
4. Barang bukti yang dimintakan Visum et Repertum korban hidup dapat merupakan :
a. Dalam hal korban luka, keracunan, luka akibat kejahatan kesusilaan menjadi
sakit, memerlukan perawatan/berobat jalan, penyidik perlu memintakan Visum
et Repertum sementara tentang keadaan korban.
b. Penilaian keadaan korban ini dapat digunakan untuk mempertimbangkan perlu
atau tidaknya tersangka ditahan. Bila korban memerlukan / meminta pindah
perawatan ke Rumah Sakit lain, permintaan Visum et Repertum lanjutan perlu
dimintakan lagi. Dalam perawatan ini dapat terjadi dua kemungkinan, korban
menjadi sembuh atau meninggal dunia.
c. Bila korban sembuh Visum et Repertum definitif perlu diminta lagi karena
Visum et Repertum ini akan memberikan kesimpulan tentang hasil akhir
keadaan korban. Khusus bagi korban kecelakaan lalu lintas, Visum et
Repertum ini akan berguna bagi santunan kecelakaan.
d. Kemungkinan yang lain adalah korban meninggal dunia, untuk itu permintaan
Visum et Repertum Jenazah diperlukan guna mengetahui secara pasti apakah
luka paksa yang terjadi pada korban merupakan penyebab kematian langsung
atau adakah penyebab kematian lainnya.

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 19


Syarat Visum et Repertum korban hidup yaitu :
a. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
b. Bukan kejadian yang sudah lewat, tidak dibenarkan meminta visum pada
perkara yang telah lewat.
c. Ada alasan mengapa korban dibawa ke dokter.
d. Ada identitas korban.
e. Ada identitas peminta.
f. Mencantumkan tanggal permintaannya.
g. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

5. Dalam surat permintaan Visum et Repertum, kelengkapan data – data jalannya


peristiwa dan data lain yang tercantum dalam formulir, agar diisi selengkapnya,
karena data-data itu dapat membantu Dokter mengarahkan pemeriksaan mayat yang
sedang diperiksa.
Contoh :
a. Pada kecelakaan lalu lintas perlu dicantumkan apakah korban pejalan
kaki/pengemudi/penumpang dan jenis kendaraan yang menabrak.
Gambaran luka-luka dan tempat luka pada tubuh dapat menggambarkan
bagaimana posisi korban pada waktu terjadi kecelakaan.
b. Dalam kasus pembunuhan jangan hanya diisi, korban diduga meninggal karena
pembunuhan atau penganiayaan saja. sebutkan keterangan tentang jenis senjata
yang diduga dipergunakan pelaku, senjata tajam, senjata api, racun.
Sebaiknya jenis senjata yang diduga dipergunakan pelaku diikut sertakan
sebagai barang bukti, sehingga dapat diperiksa apakah senjata / alat yang
ditemukan sesuai dengan luka-luka yang terdapat pada tubuh korban.
c. Pada kasus keracunan atau yang diduga mati karena keracunan, cantumkan
keterangan tentang tanda-tanda atau gejala-gejala keracunan (dari saksi serta
perkiraan racun yang dipergunakan.) Bersama dengan korban perlu dikirim sisa-
sisa makanan/racun yang dicurigai sebagai penyebab
d. Pada kasus diduga bunuh diri data-data tentang alat ataupun racun yang
dipergunakan korban agar diisi slengkapnya. Apabila korban dirawat, sertakan
salinan rekaman medis pada waktu perawatan

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 20


6. Sebaiknya petugas yang meminta Visum / petugas penyidik hadir ditempat otopsi
dilakukan untuk dapat memberikan informasi kepada Dokter yang membedah mayat
tentang situasi TKP, barang-barang bukti relevan yang ditemukan, keadaan korban
di TKP hal-hal lain yang diperlukan, agar memudahkan Dokter mencari sebab dan
cara kematian korban.
7. Sebaiknya petugas penyidik dapat segera memperoleh informasi yang perlu tentang
korban seperti :
a. Berapa lama korban hidup setelah terjadi serangan yang fatal.
b. Sejauh mana korban masih dapat berlari / jalan.
c. Apakah korban dipindah
d. Senjata/alat jenis apa yang melukai korban
e. Apakah jenis alat/ senjata yang ditemukan di TKP sesuai dengan bentuk luka
yang ada pada tubuh korban
f. Bagaimana caranya alat /senjata tersebut mengenai tubuh korban
g. Apakah ada tanda-tanda perlawanan
h. Apakah luka-luka yang ada pada tubuh korban terjadi sebelum atau sesudah
kematian
i. Kapan kira-kira korban meninggal
j. Apakah korban minum obat-obatan atau minuman keras sebelum meninggal
8. Syarat pembuat Visum et Repertum :
Harus seorang dokter
a. Di wilayah sendiri
b. Memiliki SIP
c. Kesehatan baik
9. Yang berhak menandatangani dan menerima surat hasil visum :
a. Penandatanganan surat keterangan ahli/ Visum et Repertum
UU menentukan bahwa yang berhak menandatangani surat hasil visum adalah
dokter. Setiap berkas keterangan ahli harus diberi paraf oleh dokter. Jika korban
ditangani oleh beberapa dokter, maka idealnya yang menandatangani visumnya
adalah setiap dokter yang terlibat langsung dalam penanganan atas korban.
Dalam hal dokter pemeriksa tidak lagi ada di tempat (luar kota) atau sudah tidak
bekerja pada Rumah Sakit tersebut, maka Visum et Repertum ditandatangani

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 21


oleh dokter penanggung jawab pelayangan forensik klinik yang ditunjuk oleh
Rumah sakit atau oleh Direktur Rumah Sakit tersebut.
b. Penyerahan surat keterangan ahli / Visum et Repertum
Surat keterangan ahli / Visum et Repertum juga hanya boleh diserahkan pada
pihak penyidik yang meminta saja. Dapat terjadi dua instanti penyidik sekaligus
yang meminta surat Visum et Repertum.

Pada kenyataanya dilapangan sering terjadi ketidak pahaman dari pihak penegak
hukum tentang tata cara permohonan visum kepada dokter, sehingga dapat menyebabkan
kerugian pada pihak korban. Maka dari itu diterbitkan instruksi polisi
No.Pol.INS/E/20/IX/75 tentang tata cara penarikan/ pencabutan Visum et Repertum.

Pada dasarnya penarikan / pencabutan Visum et Repertum tidak dapat dibenarkan.


Bila terpaksa Visum et Repertum yang sudah diminta harus diadakan
pencabutan/penarikan kembali, maka hal tersebut hanya diberikan oleh komandan
kesatuan paling rendah tingkat Komres dan untuk kota hanya oleh DANTES.

BAB IV

PENUTUP
Pedoman Pembuatan Visum Hidup 22
Pembuatan Visum et Repertum merupakan salah satu bagian dari bentuk pelayanan
medikolegal di rumah sakit, namun demikian terkait dengan kedokteran forensik, pembuatan
Visum et Repertum juga merupakan bagian dari pembuktian, bahan penuntutan serta
pertimbangan bagi seorang hakim untuk memutus perkara dalam sebuah persidangan.
Untuk mempermudah bagi dokter dalam memberikan pelayanan Visum et Repertum
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Maka dengan panduan Visum et Repertum ini kami
harapkan dapat menjadi panduan dalam mekanisme pembuatan Visum et Repertum di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Surabaya.

RSIA KENDANGSARI SURABAYA

DIREKTUR

dr. Hermin Hadiati

Pedoman Pembuatan Visum Hidup 23

Anda mungkin juga menyukai