Visum Hidup
Visum Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat diperlukan adalah
pemeriksaan korban untuk pembuatan Visum et Repertum (VeR) atau lebih sering disingkat
‘visum’ saja. Melalui jalur inilah umumnya terjalin hubungan antara pihak yang membuat dan
memberi bantuan dengan pihak yang meminta dan menggunakan bantuan. Visum adalah jamak
dari visa, yang berarti dilihat dan repertum adalah jamak dari repere yang berarti ditemukan atau
didapati, sehingga terjemahan langsung dari Visum et Repertum adalah ‘yang dilihat dan
ditemukan’.
Walaupun istilah ini berasal dari bahasa latin namun sudah dipakai sejak jaman belanda dan
sudah demikian menyatu dalam bahasa indonesia dalam kehiduapn sehari-hari. Jangankan
kalangan hukum dan kesehatan, masyarakat sendiripun akan segera menyadari bahwa visum pasti
berkaitan dengan surat yang dikeluarkan dokter untuk kepentingan polisi dan pengadilan.
Ada usaha unutk mengganti istilah Visum et Repertum ini ke bahasa indonesia seperti yang
terlihat dalam KUHAP, dimana digunakan istilah ‘keterangan’ dan ‘keterangan ahli’ untuk
pengganti visum. Namun usaha demikian tidak banyak berguna karena sampai saat ini ternyata
istilah visum tetap saja dipakai oleh semua kalangan.
Dari rumah sakit pemerintah maupun swasta sampai ke puskesmas, setiap tahunnya ada
banyak pemeriksaan yang harus dilakukan dokter untuk membuat visum yang diminta oleh
penyidik. Paling banyak adalah visum untuk luka karena perkelahian, penganiayaan, dan
kecelakaan lalu lintas, selanjutnya visum untuk pelanggaran kesusilaan atau perkosaan, kemudian
diikuti visum jenazah. Visum yang lain seperti visum psikiatri, visum untuk korban keracunan,
atau penentuan keraguan siapa bapak seorang anak (disputed parenity).
Panduan Evaluasi Kinerja Profesional Staf Medis Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Surabaya 1
Dasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
1. KUHAP Pasal 133
a. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
b. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat. 2
2. KUHAP pasal 6
Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang
3. Staatsblad Tahun 1937 no. 350
Visa reperta seorang dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan
pada waku menamatkan pelajaran di Negeri Belanda atau di Indonesia, maupun atas
sumpah khusus dalam pasal 2, mempunyai daya bukti yang sah dalam perkara
pidana, selama Visa reperta tersebut berisi keterangan mengenai hal yang dilihat dan
ditemukan pada benda yang diperiksa.
4. KUHAP Pasal 184
Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi. Keterangan saksi agar dapat menjadi alat bukti yang sah harus
memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
1) Keterangan saksi yang diberikan harus diucapkan diatas sumpah, hal ini
diatur dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP.
2) Keterangan saksi yang diberikan dipengadilan adalah apa yang saksi lihat
sendiri, dengar sendiri dan dialami sendiri oleh saksi. Hal ini diatur dalam
Pasal 1 angka 27 KUHAP.
3) Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan, hal ini sesuai dalam
Pasal 185 ayat (1) KUHAP.
Isi Visum et Repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang terdiri dari:
1. Pro Justitia
Penulisan kata Pro Justitia pada bagian atas dari visum lebih diartikan agar
pembuat maupun pemakai visum dari semula menyadari bahwa laporan itu adalah
demi keadilan (Pro Justitia). Hal ini sering terabaikan oleh pembuat maupun
Kata ini diletakkan di bagian sudut kiri atas untuk menjelaskan bahwa visum et
repertum dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et Repertum tidak perlu
bermaterai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.
CONTOH :
Surabaya, 24 Agustus 2020
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
No. / TUM/VER/VIII/2008
CONTOH :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Warga negara :
Pekerjaan :
Agama :
Alamat :
Pedoman Pembuatan Visum Hidup 12
3. Pemberitaan atau hasil Pemeriksaan
Bagian terpenting dari visum sebetulnya terletak pada bagian ini, karena apa
yang dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari Visum et Repertum itu
terdapat pada bagian ini. Pada bagian ini dokter melaporkan hasil pemeriksaannya
secara objektif sesuai dengan apa yang diamati terutama dilihat dan ditemukan pada
korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari
atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu
mulai dari Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis
kelamin,TB/BB), serta keadaan umum, Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang
ditemukan pada korban letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara
luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik
anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristiknya serta
ukurannya. Rincian ini terutama penting pada pemeriksaan korban mati yang pada
saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali.
Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari :
a. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu
hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang
berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis).
b. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan sebaliknya,
alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan. Uraian
meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan
tersebut. Hal ini perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang
tepat tidaknya penanganan dokter dan tepat tidaknya kesimpulan yang diambil.
c. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan merupakan
hal penting guna pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas.
Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka
pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan
yang diberikan.
4. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari
fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat Visum et Repertum, dikaitkan
dengan maksud dan tujuan dimintakannya Visum et Repertum tersebut.
Untuk pemakai visum, ini adalah bagian yang terpenting, Bagian ini berupa
pendapat dari dokter yang melakukan pemeriksaan dan pengamatan dengan kelima
panca indera (pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan). Hasil
pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya, karena diharapkan dokter
dapat menyimpulkan kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya. Pada
korban luka perlu penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan sebab-akibat dari
kelainan, tentang derajat kualifikasi luka, berapa lama korban dirawat dan
bagaimana harapan kesembuhan.
Pada korban perkosaan atau pelanggaran kesusilaan perlu penjelasan tentang
tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, kesadaran korban serta bila perlu
umur korban.
5. Penutup
Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai Visum et Repertum bahwa laporan
tersebut dibuat dengan sejujur-jujurnya dan mengingat sumpah atau janji lebih
dahulu sebelum melakukan pemeriksaan. Selain itu di bagian ini harus disertai tanda
tangan, nama lengkap dan NIP dokter pembuat Visum et Repertum.
Selain dari 5 bagian diatas, Visum et Repertum dapat juga disertakan lampiran foto.
Lampiran foto terutama perlu untuk memudahkan pemakai visum memahami laporan
yang disampaikan dalam visum. Pada luka yang sulit disampaikan dengan kata-kata,
dengan lampiran foto akan memudahkan pemakai visum memahami apa yang ingin
disampaikan dokter.
Pedoman Pembuatan Visum Hidup 14
7. Tahapan-tahapan dalam pembuatan Visum et Repertum pada korban hidup
1. Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik. Yang berperan dalam kegiatan ini
adalah dokter, mulai dokter umum sampai dokter spesialis yang pengaturannya
mengacu pada S.O.P. Rumah Sakit tersebut. Yang diutamakan pada kegiatan ini
adalah penanganan kesehatannya dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah
ditangani aspek medikolegalnya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa terhadap
korban dalam penanganan medis melibatkan berbagai disiplin spesialis.
2. Penerimaan surat permintaan keterangan ahli / Visum et Repertum. Adanya surat
permintaan keterangan ahli / Visum et Repertum merupakan hal yang penting untuk
dibuatnya Visum et Repertum tersebut. Dokter sebagai penanggung jawab
pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat permintaan tersebut sesuai
ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan
masalah, yaitu pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari penyidik belum
ada atau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan keterangan ahli /
Visum et Repertum. Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat
kriteria tentang pasien / korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit / UGD tidak
membawa SPV. Sebagai berikut :
a. Setiap pasien dengan trauma
b. Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan
c. Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas
d. Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan
e. Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum
“Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan dalam hal pencatatan
temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus, diberi tanda pada map rekam
medisnya (tanda “VER”), warna sampul rekam medis serta penyimpanan rekam
medis yang tidak digabung dengan rekam medis pasien umum.”
Contoh :
“Pada pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi tidak rata sepanjang lima senti meter“
BAB III
Pada kenyataanya dilapangan sering terjadi ketidak pahaman dari pihak penegak
hukum tentang tata cara permohonan visum kepada dokter, sehingga dapat menyebabkan
kerugian pada pihak korban. Maka dari itu diterbitkan instruksi polisi
No.Pol.INS/E/20/IX/75 tentang tata cara penarikan/ pencabutan Visum et Repertum.
BAB IV
PENUTUP
Pedoman Pembuatan Visum Hidup 22
Pembuatan Visum et Repertum merupakan salah satu bagian dari bentuk pelayanan
medikolegal di rumah sakit, namun demikian terkait dengan kedokteran forensik, pembuatan
Visum et Repertum juga merupakan bagian dari pembuktian, bahan penuntutan serta
pertimbangan bagi seorang hakim untuk memutus perkara dalam sebuah persidangan.
Untuk mempermudah bagi dokter dalam memberikan pelayanan Visum et Repertum
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Maka dengan panduan Visum et Repertum ini kami
harapkan dapat menjadi panduan dalam mekanisme pembuatan Visum et Repertum di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Surabaya.
DIREKTUR