Anda di halaman 1dari 2

Penelitian Cross Section

A. Pengertian

Salah satu metode penelitian yang digunakan untuk menginvestigasi penyebab penyakit
adalah penelitian cross section. Penelitian cross-sectional adalah jenis studi observasional di mana
paparan dan hasilnya diukur secara bersamaan. Dalam penelitian ini, pengukuran faktor risiko
potensial dan hasil penyakit dilakukan secara kontemporer, sehingga tidak memerlukan waktu follow-
up. Sebagai contoh, jika kita ingin meneliti jumlah orang dalam populasi yang menderita diabetes dan
obesitas, serta jumlah orang dalam populasi yang menderita diabetes namun tidak obesitas, dapat
dievaluasi menggunakan penelitian cross-sectional. Penelitian dengan metode ini disebut sebagai
penelitian cross section karena paparan dan hasil penyakit ditentukan secara bersamaan untuk setiap
subjek, sehingga kita dapat melihat gambaran populasi pada waktu tertentu. Namun, perlu diingat
bahwa dalam pendekatan ini, kasus penyakit yang diidentifikasi adalah kasus prevalen dari penyakit
yang ditanyakan karena kita hanya mengetahui keberadaan mereka pada saat studi dan tidak
mengetahui durasinya. Oleh karena itu, desain ini juga dikenal sebagai penelitian prevalens.

Contoh rumus untuk menghitung prevalensi dalam cross-sectional study adalah sebagai berikut:

Prevalensi = (Jumlah kasus / Total populasi) x 100%

Di mana:

 Jumlah kasus adalah jumlah individu yang memiliki kondisi tertentu pada waktu yang sama
saat studi dilakukan.
 Total populasi adalah jumlah individu yang dipilih untuk diselidiki pada waktu yang sama saat
studi dilakukan.

Contoh cross-sectional study dapat dilakukan dengan memilih sampel acak dari populasi tertentu dan
mengumpulkan data tentang faktor risiko dan hasil pada waktu yang sama. Misalnya, seorang peneliti
ingin mengevaluasi prevalensi obesitas pada orang dewasa di suatu kota. Dia memilih sampel acak
dari populasi orang dewasa di kota tersebut dan mengumpulkan data tentang berat badan, tinggi
badan, dan faktor risiko lainnya pada waktu yang sama. Kemudian dia menggunakan rumus prevalensi
untuk menghitung prevalensi obesitas pada sampel yang diambil.

B. Penelitian Cross Sectional dalam kesehatan

Cross-sectional study adalah jenis studi observasional yang dilakukan pada satu titik waktu
tertentu untuk mengevaluasi hubungan antara faktor risiko dan hasil. Studi ini tidak melibatkan
pengamatan terhadap subjek selama periode waktu yang panjang.

Dalam konteks surveilans, cross-sectional study dapat digunakan untuk mendapatkan informasi
mengenai jumlah orang yang terkena suatu penyakit atau kondisi kesehatan tertentu pada waktu
tertentu. Studi ini dapat memberikan gambaran yang akurat tentang prevalensi penyakit atau kondisi
kesehatan pada populasi yang diteliti, serta faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit atau
kondisi kesehatan tersebut.

Namun, cross-sectional study memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menunjukkan hubungan
sebab-akibat antara faktor risiko dan penyakit. Oleh karena itu, dalam surveilans, cross-sectional study
seringkali dilengkapi dengan penelitian jenis lain seperti cohort atau case-control study untuk
mendapatkan informasi yang lebih komprehensif tentang faktor risiko dan hubungan sebab-akibat
dalam suatu penyakit atau kondisi kesehatan.

Ketika kita ingin mempelajari hubungan antara faktor tertentu (exposure) dengan suatu penyakit
(outcome), kita ingin tahu apakah exposure tersebut menyebabkan penyakit ataukah sebaliknya,
apakah penyakit yang menyebabkan exposure. Untuk mengetahuinya, kita perlu melihat waktu
terjadinya peristiwa. Studi cross-sectional mengukur exposure dan outcome pada waktu yang sama,
sehingga sulit untuk mengetahui yang mana yang terjadi lebih dulu. Hal ini disebut sebagai reverse
causality.

Sebagai contoh, dalam sebuah studi tentang homocysteine dan penyakit arteri perifer, mungkin
saja bahwa tingginya kadar homocysteine terjadi sebelum penyakit, tetapi juga bisa jadi penyakit
menyebabkan tingginya kadar homocysteine. Kita tidak bisa mengetahuinya hanya dengan melihat
data cross-sectional.

Walaupun begitu, ada beberapa kasus di mana kita tahu pasti bahwa satu hal terjadi sebelum
yang lainnya. Sebagai contoh, kita tahu bahwa jenis kelamin seseorang sudah ditentukan sejak lahir
dan terjadi sebelum terjadinya penyakit arteri perifer. Jadi, jika kita menemukan bahwa wanita lebih
sedikit menderita penyakit tersebut dibandingkan dengan pria, kita dapat yakin bahwa jenis kelamin
tidak terpengaruh oleh reverse causality. Contoh lainnya termasuk urutan genetik, ras, dan usia.

Anda mungkin juga menyukai