Anda di halaman 1dari 7

Tugas Kelompok 3

Nama Kelompok : Daniel F.N Hutabarat


Bella Priskilla Br Sitepu
Sri Dewita Br Purba Girsang
Della Sari Manalu
Sri M. Siahaan
Sriwani Hutabarat
Irfan Martin Pasaribu
Prodi : Pendidikan Agama Kristen
Mata Kuliah : Hermeneutik PB
Dosen Pengampu : Erman Sepniagus Saraagih,, M.Th

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI (IAKN)


TARUTUNG
TAHUN 2023
PEMBAHASAN SEMANTIK DAN SINTAKSIS

Refrensi Tugas dari Buku:

Pembahasan Tentang:

Semantik:

MAKNA ADALAH INTI DARI KOMUNIKASI. Kata-kata menyediakan bangunan dari makna, tata
bahasa, dan sintaksis menyediakan rancangannya. Akan tetapi, akhir-akhir ini semantik (menentukan
makna kata) lebih merupakan suatu seni ketimbang ilmu. Johannes Louw (1982:1-4) mengatakan
bahwa sejak tahun 1950-an studi kata dan makna- nya telah menjadi perhatian utama di kalangan
akademik (untuk survei historis yang baik, lihat Black. 2001:230-52). Selain itu, sejak abad kedua
puluh semantik telal: benar-benar diakui sebagai ilmu linguistik yang dapat berdiri sendiri. Karya
monumental James Barr The Semantics of Biblical Lan- guage (1961) pertama kali menerapkan
prinsip-prinsip linguistik secara ilmiah dalam studi Alkitab. Hasilnya sangat menakjubkan, jika mau
dikata- kan demikian. para ahli berpikir bahwa makna dari suatu kata dapat ditemukan dalam
perkembangan historisnya (tesis volume pertama mengenal semantika pertama kali diterbitkan oleh
Michel Breal pada tahun 1897). Sekarang kita mengetahui bahwa untuk menemukan makna kata
yang benar jauh lebih rumit dari itu. Moisés Silva mengungkapkan sulitnya tugas menangani bidang
ini. "suatu tugas yang tidak dapat dituntaskan dalam satu jilid tanpa terlalu menyederhanakan
materi (1983:9). Betapa lebih sulit lagi untuk menuntaskan masalah ini dalam satu bab! Pada waktu
yang sama Max Turner mengatakan di samping peringatan Barr, "linguistik modern secara relatif
memiliki sedikit pengaruh pada eksegesis Perjanjian Baru. karena eksegesis Perjanjian Baru masih
didominasi oleh pemahaman pra-ilmiah yang terlihat di dalam tafsiran-tafsiran dan tata bahasa yang
lebih tua (1995-147). Studi kata memang sudah menjadi aspek yang paling populer dari ekse grais.
Melihat sekilas pada buku-buku tafsiran standar, dengan struktur yang tersusun secara kata per kata
membahas teks, akan membuktikan hal tersebut. Demikian pula dengan ruang kelas akademi atau
seminari secara umum, di mana kuliah eksegesis sering kali menghabiskan waktunya pada studi kata.
Ini sangat terlihat dalam kuliah kuliah Perjanjian Lama, di mana tata bahana Irani yang kurang
dikuasai menyebabkan sang profesor berpusat pada studi kata sebagai faktor yang paling penting
dalam eksegesis. Ten- tu saja, seperti yang saya katakan dalam bab 2, tata bahasa dapat memberi
sumbangsih besar, tetapi saya juga akan mengulanginya di sini bahwa kata tidak dapat benar-benar
memisahkan keduanya. Tanpa hubungan secara tata bahasa dengan kata-kata lain, sebuah kata
tidak akan ada maknanya Jika saya mengucapkan istilah counter, orang yang mendengar tidak
mema- hami apa yang saya maksudkan. Tanpa suatu konteks di dalam suatu kall- mat yang bertata
bahasa, suatu kata tidak bermakna. Hanya ketika saya mengatakan, "Lihatlah counter (meja kasir)
itu" atau "Counter (Melawan) pen- dapatnya maka istilah itu memiliki makna.

Pada umumnya para ahli bahasa modern menyadari sentralitas dari konteks sastra dan
sejarah, yaitu, dimensi-dimensi lingustik dan ekstra- linguistik, bagi semua masalah makna (lihat
Thiselton 1977.75). Dengan kata lain, analisis semantik atas suatu konsep tidak hanya melibatkan
sin- taksis melainkan juga latar belakang sejarah dan budaya di balik suatu pernyataan. Analisis
merupakan bagian dari dan mengasumsikan suatu paket hermeneutika yang menyeluruh. Seseorang
tidak melakukan langkah- langkah ini sesekali atas suatu perikop. Melainkan, ada suatu tindakan ber-
spiral yang konstan di mana satu aspek (seperti tata bahasa atau latar bela- kang) menginformasikan
aspek lainnya (seperti semantik) dan kemudian aspek tersebut oleh hasil yang dicapai.

Sintaksis

JANGKAUAN MAKNA dari istilah sintaksis memiliki konotast sempit dan luas. Dalam
pengertian yang sempit, istilah tersebut menunjuk kepada relasi antara kata-kata dari satu kalimat
dan bisa dikatakan sama de- ngan tata bahasa. Beberapa buku tata bahasa (seperti Williams)
memasuk- kan sintaksis dalam judul mereka. Dalam pengertian luasnya, sintaksis me- nunjuk kepada
semua relasi timbal balik di dalam kalimat sebagai suatu sarana untuk menentukan makna dari suatu
unit sebagai suatu keseluruh- an Dalam pengertian yang lebih luas ini, sintaksis mencakup pola-pola
komposisi, tata bahasa dan semantik, dan dengan demikian membentuk suatu kesimpulan yang
valid atas tiga bab sebelumnya.

Saya menggunakan sintaksis di dalam pengertian yang lebih luas int dan oleh karena itu saya
ingin melukiskan dalam bab ini bagaimana ketiga aspek eksegesis ini (struktur, tata bahasa, studi
leksikal) dapat digunakan bersamaan ketimbang secara terpisah. Pola-pola retoris menangani relasi
di antara unit-unit kalimat dan dengan demikian menyediakan dasar bagi studi sintaksis. Tata bahasa
memperhatikan relasi antara setiap istilah dan frasa dan oleh karena itu menyediakan tahap kedua
dari analisis sintaksis. Semantik menyelidiki relasi semotaksis antara makna-makna dari istilah- istilah
di dalam struktur lahir yang lebih besar dan oleh karena itu menye- diakan bagian bangunan terakhir
dari analisis sintaktis. Satu hal yang ineng- hubungkan ketiga aspek eksegesis ini adalah struktur. Di
dalam mempelajari teknik-teknik komposisi, saya menemukan fakta bahwa teknik-teknik terse- but
membentuk suatu pola yang menyatukan keseluruhan besar dari suatu paragraf. Setiap keputusan
gramatika juga didasarkan pada perkembangan dari keseluruhan pernyataan. Terakhir, kita memakai
pendekatan struktural untuk semantik, dengan mengingat bahwa kata-kata hanya memiliki makna
ketika menjadi bagian dari suatu konteks yang lebih besar. Oleh karena itu, sintaksis intinya adalah
struktural. Tidak satu pun elemen dari suatu struktur lahir (surface structure) berani menjadi suatu
tu- Juan. Kita terutama tidak mencari kiasme atau klimaks. Kita tidak hanya mencari genitif-genitif
subjektif atau partisipel-partisipel adverbial. Kita tidak ingin memusatkan perhatian pada studi kata
atas istilah-istilah tertentu seolah-olah makna dari keseluruhan paragraf dapat dipersempit kepada
isti lah tertentu. Melainkan kita ingin menjelaskan perkembangan pemi kiran dan makna dari
keseluruhan kalimat. Dalam komunikasi, setiap kita tidak pernah menyisihkan kata-kata atau
pernyataan-pernyataan tertentu sebagai makna keseluruhan. Kita jarang berlama-lama pada satu
bagian dari sebuah kalimat atau paragraf lalu melalaikan yang selebihnya. Sebaliknya kita ingin
makna dikomunikasikan terutama dengan seluruh ucapan sebagai suatu keutuhan.

Penyelidikan terbaru dalam teori komunikasi berurusan dengan masa- lah interferensi
informasi, yaitu aspek-aspek komunikasi yang menyembu nyikan pengalihan makna ketinibang
melancarkannya. Istilah-istilah yang ambigu atau tidak dikenal, kekeliruan-kekeliruan tata bahasa
atau agenda- agenda yang tersembunyi di dalam proses komunikasi sering kali mengham- bat
ketimbang melancarkan makna. Inilah sebabnya mengapa manusia sangat sering gagal untuk
berkomunikasi satu dengan yang lain. Mereka mendefinisikan istilah secara berbeda, tidak sengaja
(atau sengaja) menye satkan atau memang berbicara dari suatu perspektif yang sama sekali ber-
beda dari perspektif pendengar atau pembaca. Tugas eksegesis adalah me nyingkapkan kekeliruan
komunikasi suatu teks dan berusaha memulihkan makna asli yang dimaksud penulisnya. Sintaksis
memadukan berbagai as pek dari tugas hermeneutika dan memampukan kita untuk menyelidiki
lebih jauh ke dalam teks Alkitab dalam suatu usaha untuk menemukan berita dari Allah.

Beberpa Pengertian Sintaksis Lainnya


1. Sintaksis adalah proses perangkaian kata menjadi susunan gramatikal yang membentuk ujaran
(Hockett, 1958:179).

2. Sintaksis adalah cabang liguistik yang menyelidiki satuan- satuan kata dan satuan-satuan lain di
atas kata, hubungan satu dengan yang lainnya, serta penyusunan sehingga menjadi satuan ujaran
(Abdul Chaer).

3. Kata sintaksis (Inggris=Syintax) berasal dari Bahasa Yunani sun artinya “dengan” dan tattien
artinya “menempatkan”. Secara etimologis, istilah tersebut berarti menempatkan atau menyusun
secara bersama-sama antara kata dengan kata atau kata kelompok kata.

Terus dapat disimpulkan kedua ini melalui definisinya ialah Sintaksis merupakan istilah
yang mencakup pola-pola komposisi, tata bahasa dan semantik yang dapat menghasilkan suatu
kesimpulan yang tepat dan benar. Pola-pola komposisi menangani hubungan disetiap kalimat
dengan menyediakan dasar studi Sintaksis. Tata bahasa menangani hubungan di setiap frase dan
istilah yang menyediakan tabah kedua dari Analisis Sintaksis.

Sedangkan sematik menangani hubungan semotaksis di antara makna-makna dari istilah-


istilah dan yang menyediakan bagian bangunan terakhir dari Analisis Sintaksis. Yang menghubungkan
ketiga aspek tersebut adalah struktur dan pada intinya Sintaksis merupakan struktural. Sintaksis
memadukan berbagai aspek dalam tugas hermeneutika dan memungkinkan untuk menyembunyikan
lebih jauh ke dalam teks Alkitab untuk upaya menemukan berita dari Allah.
Kesalahan atau Keliruan yang sering dari semantik

Berikut beberapa keliruan di dalam semantic:


1. Kekeliruan Leksikal. Sudah menjadi hal yang lazim, khususnya sejak pemunculan
Theological Dictionary of the New Testament dari Kittel (TDNT. 1932-1977) dan juga
dengan kamus yang sama mengenal Perjanjian Lama (1970), untuk menganggap bahwa studi
kata dapat menyelesaikan perde- batan theologis. Misalnya, sebagian orang menganggap
suatu keputusan berkenaan dengan apakah khepalé berarti "sumber" atau "otoritas" dalam 1
Korintus 11:2 atau Efesus 5:23-24 akan menyelesaikan masalah tentang peran wanita di
gereja dan di rumah. Meskipun tidak ada yang mengakuinya secara terbuka, waktu yang
digunakan untuk melacak istilah itu melalui literatur Yunani yang masih ada sangatlah besar
dan sangat sedikit waktu yang digunakan dalam memperhatikan konteks dari-istilah itu. Ini
bukan untuk membantah bidang ilmu semantik yang sudah mapan melainkan untuk
mengenali sentralitas dari konteks dekat. Kekeliruan ini dapat terjadi dalam karya-karya yang
memiliki kualitas tertinggi.
2. Kekeliruan akar kata. Kekeliruan akar kata merupakan suatu keke- liruan yang lazim.
Kekeliruan ini terjadi karena menganggap bahwa akar dari suatu istilah dan kata-kata yang
seasalnya mengusung suatu arti dasar yang tercermin dalam setiap penggunaan subordinat
dari istilah tersebut maupun kata-kata seasalnya.
3. Penggunaan yang tidak tepat atas etimologi. Penggunaan yang tidak tepat atas etimologi
sesungguhnya mencakup dua kekeliruan awal sebagai bagian di dalamnya, namun untuk
kenyamanan saya memisahkannya. Eti- mologi itu sendiri adalah studi mengenai sejarah dari
suatu istilah. Louw melacak masalah itu sampai kepada kepercayaan Yunani kuno bahwa
mak- na kata berasal dari naturnya sendiri ketimbang dari konvensi (1982.23-25). Oleh
karena itu pada masa kini para ahli percaya bahwa kunci menuju makna suatu kata terletak
pada asal kata itu dan sejarahnya.
4. Penggunaan yang tidak tepat atas makna yang kemudian. Masalah yang berlawanan dari
etimologi muncul ketika kita menggunakan makna yang kemudian ke dalam materi-materi
yang ada dalam Alkitab. Ini terjadi. misalnya, ketika martys ("saksi") ditafsirkan dalam
makna kata itu di abad kedua yaitu "mati sebagai martir," atau tatkala "ikan" dari Yohanes
21:11-14 dijadikan simbol dari Ekaristi karena kehadirannya dalam sakramen gereja setelah
masa itu. Walter Kaiser mencetuskan frasa "analogi anteseden Kitab Suci" untuk merujuk
kepada proses penafsiran theologi yang ada di balik suatu teks (1981:134-40). Ini artinya kita
harus menafsirkan suatu istilah theologis bukan berdasarkan apa makna istilah itu di
kemudian hari melain- kan berdasarkan apa makna istilah itu di masa lalu, khususnya tatkala
makna masa lalu itu telah memengaruhi penggunaan masa sekarang atas istilah itu. Meskipun
pembahasan tersebut lebih luas daripada topik di sini.
5. Kekeliruan makna-tunggal. Ada kalanya kita menghadapi pandangan bahwa setiap
pemunculan dari suatu istilah Ibrani atau Yunani harus diterjemahkan dengan kata bahasa
Inggris yang sama. Tentu saja ini sangat berhubungan dengan kekeliruan akar kata Alkitab
Concordant Version telah melakukan hal ini dengan kegagalan yang parah. Masalahnya
adalah pandangan yang salah tentang bahasa. Katakanlah, rata-rata seorang memiliki
kosakata sebanyak dua puluh ribu kata; namun para ahli bahasa telah memperlihatkan bahwa
di sepanjang hidup orang itu ia akan mengungkapkan empat sampai lima juta ide yang
berbeda.
6. Penggunaan yang tidak tepat atas bagian-bagian paralel Penggunaan yang tidak tepat atas
bagian-bagian paralel menyebabkan salah satu dari kekeliruan yang paling sering terjadi.
Suatu artikel yang sangat baik oleh Robert Kysar (1970-250-55) menunjukkan bahwa Rudolf
Bultmann dan C. H. Dodd dalam tafsiran mereka atas Injil Yohanes (khususnya bagian
prolog) menggunakan sumber-sumber pembuktian yang sama sekali berbeda untuk
"membuktikan" teori mereka masing-masing. Jarang sekali yang satu mem- pertimbangkan
perikop-perikop paralel yang dikemukakan oleh yang lain. Dengan kata lain, mereka hanya
memilih bagian-bagian paralel yang akan mendukung pandangan-pandangan yang sudah
mereka pegang sebelumnya.
7. Kekeliruan disjungtif. Sering kali dua pilihan dihadirkan dalam ben- tuk "either-or" (ini
atau itu), memaksa para pembaca untuk memilih meski- pun tidak diperlukan. Carson
menghubungkan kekeliruan jenis ini dengan "suatu penggunaan bukti secara merugikan,"
yang mengajukan data dengan cara sedemikian rupa sehingga pembaca dipengaruhi untuk
mengarah kepa- da arah yang sebenarnya tidak diminta oleh suatu bukti (1984c:54-56). Kita
telah melihat hal ini dalam bab dua mengenai tata bahasa, misalnya, ketika seseorang diminta
untuk memilih antara suatu genitif yang objektif atau yang subjektif ketika suatu genitif
umum yang dinyatakan. Kekeliruan ini se- ring juga dibuat dalam studi kata. Satu contoh
yang digunakan adalah peng- gunaan bahasa institusional oleh para pendukung Katolisisme
Mula-mula, yang menganggap bahwa gereja mula-mula itu karismatik dan bebas dan baru
dikembangkan pada akhir pemerintahan gereja abad pertama. Oleh ka- rena itu, semua
penyebutan mengenai "penatua" atau "para penilik jemaat" (seperti Kis. 14:23; Flp. 1:1) pasti
terbentuk di kemudian hari, sementara ak- tivitas yang dipimpin Roh Kudus (misalnya, 1Kor.
14:26-28) berasal dari gereja primitif. Namun ini merupakan disjungtif yang tidak benar,
karena kebe- basan karismatik dan institusionalisme bukan suatu dikotomi. Paralel yang baik
dari hal ini adalah sinagoge Yahudi, yang memiliki kebebasan namun tertata kegiatan-
kegiatannya.
8. Kekeliruan kata. Suatu masalah utama lainnya adalah kegagalan untuk memperhatikan
konsep dan juga kata, yaitu para penulis Alkitab ine- ngatakan hal yang sama dari kata yang
berbeda. Secara umum ini menca- kup sinonim; salah satu tujuan New International
Dictionary of New Testa- ment Theology (NIDNTT) dibuat adalah untuk mengoreksi
kekeliruan dasar dalam TDNT. Akan tetapi, seperti yang telah dikatakan oleh Moises Silva.
bahkan dalam NIDNIT "pengelompokan istilah-istilah yang memiliki hubung- an semantik
tidaklah benar-benar memperlihatkan kepekaan kepada teori linguistik: kelihatannya
pengelompokan itu dilakukan untuk kenyamanan semata (bdk. ulasan saya dalam WTJ 43
[1980-81]. 395-99" [1983:21n]).
9. Mengabaikan konteks. Mengabaikan konteks bisa dikatakan merupa- kan kekeliruan dasar
yang meliputi kekeliruan lainnya dan membuat keke- liruan lain terjadi. Misalnya, etimologi
disalahgunakan sebagai pembentuk makna ketika suatu istilah diakronis lebih diprioritaskan
daripada konteks- nya. Saya telah mengatakan sebelumnya bahwa konteks dan jangkauan se-
mantik yang berlaku pada waktu itu dari satu kata merupakan dua aspek dari dimensi
diakronis.
Kesalahan atau Keliruan yang sering dari Sintaksis

Kesalahan sintaksis ialah kekeliruan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat
(Junus, 2010: 103). Kesalahan sintaksis berkaitan dengan fungsi-fungsi sintaksis dalam
bahasa, yakni predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.

Sebab-sebab terjadinya kesalahan sintaksis terbagi menjadi 6 kesalahan di antaranya:

(1) kalimat berstruktur tidak baku,


(2) kalimat ambigu,
(3) kalimat yang tidak jelas,
(4) diksi yang tidak tepat dalam membentuk kalimat,
(5) kontaminasi kalimat,
(6) koherensi.

Pengertian Sintaksis merupakan istilah yang mencakup pola-pola komposisi, tata


bahasa dan sematik yang dapat membetuk suatu kesimpulan yang tepat dan benar. Pola-pola
komposisi menangani hubungan disetiap kalimat dengan menyediakan dasar studi Sintaksis.
Tata bahasa menangani hubungan di setiap frasa dan istilah yang menyediakan tahab kedua
dari Analisis Sintaksis.

Anda mungkin juga menyukai