Anda di halaman 1dari 14
1.2. Prospek Semiologi 1.2.1. Bahasa, tuturan, dan ilmu sosial. Lingkup sosiologis dari konsep bahasa/tuturan kiranya jelas. Afinitas yang nyata dalam bahasa menurut Saussure dan konsep Durkheim tentang kesadaran kolektif yang bebas dari manifestasi-manifestasi individual telah lama ditandaskan. Bahkan, pengaruh langsung Durkheim terhadap Saussure juga telah ditelaah; ada dugaan bahwa Saussure mengikuti dengan cermat perdebatan antara Durkheim dengan Tarde seria bahwa konsep Saussure mengenai bahasa berasal dari Durkheim dan konsepnya mengenai tuturan merupakan upaya untuk mewadahi pandangan Tarde mengenai elemen individual.* Tetapi, hipotesis ini kemudian kehilangan daya sengatnya karena linguistik sudah mengembangkan, lewat pandangan Saussure tentang bahasa, aspek ‘sistem nilai’, yang berujung dengan keharusan untuk mengamini analisis imanen terhadap institusi bahasa. Analisis imanen inilah yang berlawanan dengan penelitian sosiologi. Paradoksnya, pengembangan terbaik terhadap pemikiran tentang bahasa/tuturan justru terjadi bukan dalam ranah sosiologi; pengembangan terbaik terhadap konsep ini dilakukan di ranah filsafat, yakni melalui Merleau-Ponty, yang barangkali merupakan salah satu filsuf utama Prancis yang tertarik menggeladah pemikiran Saussure. Merleau- Ponty mengangkat kembali pembedaan Saussure yang saling berlawanan antara tuturan yang sedang diucapkan (speaking speech, embrio dalam aktivitas penandaan) dengan tuturan yang telah diucapkan (spoken speech, ‘kekayaan- bahasa yang sudah diperoleh’ yang mengingatkan kita pada ‘harta terpendam’ Saussure).!° Dia juga memperluas konsep itu dengan menyatakan bahwa setiap proses mengisyaratkan sebuah sistem:° jadi, dengan ini, ia merinci lebih jauh oposisi antara peristiwa dengan struktur yang harus diterima*' dan yang dalam sejarah terbukti berguna.” Konsep Saussure ini, tentu saja, juga digunakan dan dikembangkan lebih jauh dalam antropologi. Claude Lévi- Strauss banyak merujuk kepada Saussure dalam karya- karyanya dan inilah yang membuat kami bersikukuh pada pandangan Saussure; kami hanya semata-mata mengingat- kan pembaca akan tiga fakta berikut: i) oposisi antara proses dan sistem (atau antara tuturan dan bahasa) muncul kembali secara tersamar dalam transisi dari pertukaran perempuan ke struktur kekerabatan; ii) bagi Lévi-Strauss, oposisi itu mengandung nilai epistemologis: kajian terhadap fenomena linguistik adalah ranah mekanistik (kata ini dipahami sesuai dengan pengertian Lévi-Strauss, yaitu sebagai sesuatu yang berlawanan dengan ranah ‘statistik’) dan interpretasi struktural, sedangkan kajian terhadap fenomena tuturan menjadi objek dari teori probabilitas (makrolin guistik);* ili) akhirnya, sifat ketaksadaran pada bahasa, yang dengan lugas didalilkan oleh Saussure,** ditemukan kembali dalam salah satu pemikiran paling produktif dan orisinal Lévi- Strauss, yang menyatakan bahwa bukan isi yang merupakan ketaksadaran (ini kritik terhadap teori arketipe Jung), melainkan bentuk atau forma, yakni fungsi simbolisnya. Banasa (LANGuE) DAN Tururan (Faroie) | 15 Gagasan itu tidak lepas dari pandangan Lacan. Lacan berpendapat bahwa libido itu sendiri terartikulasi dalam bentuk sistem penandaan dan dari sana muncul, atau pasti muncul, cara baru untuk mendeskripsikan dimensi kolektif dari imajinasi, bukan lewat ‘istilah-istilahnya’ seperti yang diyakini sampai sekarang, tetapi lewat bentuk dan fungsinya. Atau, secara lebih luas tapi lebih jelas: lebih melalui penanda ketimbang petandanya. Dari beberapa indikasi yang diuraikan di atas kelihatan sekali betapa luas pengembangan gagasan bahasa/tuturan pada ranah ekstra-linguistik dan metalinguistik. Oleh karena itu, kita dapat mendalilkan bahwa terdapat kategori umum bahasa/tuturan dan kategori ini terdapat dalam semua sistem tanda; karena tidak ada istilah lain yang lebih baik, kami tetap memakai istilah bahasa/tuturan, bahkan ketika diterapkan dalam ilmu komunikasi yang substansi kajiannya bukan bahasa. 1.2.2. Sistem busana: Kami insaf bahwa pemisahan bahasa dari tuturan menjadi ciri mendasar dalam analisis linguistik; karena itu, terasa sia-sia bila kita secara serta- merta menerapkan pemisahan seperti ini terhadap sistem benda, citra, atau pola perilaku yang belum diteliti dari sudut Pandang semantik. Berkaitan dengan beberapa dari sistem hipotetis tersebut, kami berpendapat bahwa beberapa fakta akan menjadi bagian dari kategori bahasa dan beberapa fakta lainnya menjadi bagian dari kategori tuturan, serta mengungkapkan sejak dini bahwa ketika diterapkan 16 | Etewen-evewen Semrorocr dalam semiologi, pemisahan Saussure itu akan mengalami perubahan yang mesti diperhatikan dengan saksama. Mari kita ambil sistem busana sebagai contoh; sistem ini mungkin harus dijabarkan menjadi tiga sistem berbeda dan penjabarannya dibuat berdasarkan substansi yang digunakan untuk berkomunikasi. Pada pakaian sebagai sesuatu yang ditulis, yakni pakaian yang dijelaskan dengan bahasa artikulatif dalam majalah mode, tidak ada praktis ‘tuturan’: busana yang dideskripsikan tersebut tidak pernah berkaitan dengan cara individu menerapkan aturan-aturan berbusana, tetapi merupakan seperangkat tanda dan aturan tersistem: ini sepenuhnya adalah bahasa. Menurut skema Saussurean, bahasa tanpa tuturan adalah sesuatu yang tak mungkin: di satu sisi, yang membuat fakta tersebut dapat diterima atau dipahami adalah bahwa bahasa mode tidak berasal dari ‘masa yang bertutur’ tetapi dari suatu kelompok yang mengambil keputusan dan yang dengan sadar mengembangkan kode tersebut, serta, di sisi lain, bahwa proses abstraksi yang melekat pada setiap bahasa diejawantahkan di sini sebagai bahasa tulis: pakaian- pakaian yang sesuai dengan mode (sebagaimana tertulis) adalah bahasa pada tataran komunikasi tulisan, sementara tuturan berada pada tataran komunikasi verbal. _ Pada pakaian sebagai sesuatu yang terpdiret (dengan anggapan bahwa, untuk menyederhanakan uraian, tidak disertai dengan penjelasan verbal), bahasa tetap berasal dari kelompok mode tadi, tetapi tidak lagi dalam bentuk yang sepenuhnya abstrak, karena pakaian yang difoto pastisedang dikenakan oleh seorang perempuan. Yang disuguhkan oleh BAHASA (LANGUE) DAN TuTURAN (PaRote) | 17 foto atau potret mode tersebut adalah keadaan semi-formal dari sistem busana. Sebab, di satu sisi, bahasa mode di sini mesti disimpulkan dari busana yang pseudo-real dan, di sisi lain, orang yang mengenakannya (model yang dipotret), yakni individu normatif yang dipilih karena ukuran tubuhnya memenuhi syarat tertentu, dan yang, sebagai konsekuensinya merepresentasikan ‘tuturan’ yang bersifat tetap dan tanpa kebebasan kombinatif. Akhirnya, pada pakaian sebagai sesuatu yang dikenakan (pakaian dalam arti sebenarnya), seperti diungkapkan Trubetzkoy,* kita kembali menemukan distingsi klasik antara bahasa dengan tuturan. Bahasa, pada sistem busana, dibangun i) oleh oposisi antara helaian kain, bagian- bagian pakaian, dan detail-detailnya, variasi-variasi yang mengakibatkan perubahan makna (mengenakan topi baret berbeda maknanya dengan topi bulat); ii) oleh aturan- aturan yang mengatur asosiasi antara helaian-helaian, baik di sekujur tubuh bagian luar maupun di bagian dalamnya. Tuturan, dalam sistem busana, terdiri atas semua fenomena fabrikasi anomik (beberapa masih tetap dibiarkan hidup dalam masyarakat kita) atau cara berbusana seseorang (ukuran pakaian, tingkat kebersihan atau keusangannya, keunikan pakaian, kebebasan dalam memadukan bagian- bagian pakaian). Dialektika, yang di sini menggabungkan kostum (bahasa) dengan pakaian (tuturan), tidak sama dengan bahasa_ verbal: memang benar, pakaian selalu merunut pada kostum (kecuali pada kasus orang berpakaian eksentrik, yang juga memiliki tanda-tandanya sendiri), tetapi kostum (setidaknya hari-hani ini) mendahului pakaian karena kostum lahir dari industri siap pakai, yaitu dari suatu kelompok minoritas (meski kelompok ini lebih anonim dibandingkan kelompok Haute Couture). 1.2.3. Sistem makanan: Sekarang marilah kita menguraikan sistem penandaan lain:makanan. Tanpa mengalamikesulitan, kita akan menemukan distingsi Saussure pada sistem ini. Bahasa makanan dibangun oleh i) aturan pengecualian makanan (tabu makanan); ii) oposisi di antara satuan-satuan penandaan, tipe yang tetap mesti ditentukan (misalnya, oposisi antara asin/manis); iii) aturan-aturan asosiasi, baik secara simultan (pada tataran hidangan) maupun secara suksesif (pada tataran menu); 4) ritual pelaksanaan yang tampaknya berfungsi sebagai semacam reforika makanan. Adapun ‘tuturan’ yang berkaitan dengan makanan, yang ternyata amat kaya itu, mencakup semua variasi persiapan dan asosiasi yang dilakukan secara perseorangan atau keluarga (kita bisa mempertimbangkan kegiatan masak- masak dalam sebuah keluarga, yang tunduk pada kebiasan- kebiasan tertentu, sebagai idioleknya). Menu-nya, sebagai contoh, mengilustrasikan dengan baik pertautan antara bahasa dan tuturan: setiap menu tersusun menurut suatu struktur tertentu (yang bersifat nasional—atau regional— dan sosial); namun, struktur menu itu diisi dengan makanan yang berbeda-beda tergantung pada orang yang akan makan dan hari-hani tertentu, sama seperti ‘forma’ linguistik yang bisa diisi dengan pelbagai kombinasi dan variasi secara bebas sesuai dengan pesan yang mau disampaikan oleh penutur bahasa. Relasi antara bahasa dan tuturan yang BAHASA (LANGUE) DAN TuTURAN (PAROLE) | 19 disampaikan di sini sama persis dengan relasi yan g terdapat dalam bahasa verbal: secara umum bisa dikatakan bahwa sejenis endapan (sedimentasi) dari tuturan banyak orang- lah yang membentuk bahasa makanan; meski demikian, inovasi yang dilakukan seseorang dapat memperoleh nilai institusional di dalam bahasa itu. Hal yang hilang atau tidak ada, dalam banyak hal, dan berbeda dengan apa yang terjadi dalam sistem busana, adalah tindakan dari sekelompok pengambil keputusan: bahasa makanan muncul hanya dari penggunaannya secara kolektif atau juga dari tuturan yang murni bersifat individual. 1.2.4. Sistem mobil, sistem perabot rumah: Untuk me- nuntaskan, meski semena-mena, persoalan-persoalan yang timbul dari distingsi antara bahasa/tuturan ini, kami akan mengemukakan sedikit saran yang disadap dari dua sistem objek, yang memang amat berlainan tetapi sama- sama bergantung pada kelompok pembuat dan pengambil keputusan: dua sistem itu adalah mobil dan perabot rumah. Pada sistem mobil, bahasa adalah keseluruhan forma atau bentuk dan detail-detailnya, yakni struktur yang dibuat secara berbeda-beda dengan cara membandingkan prototipe-prototipe satu sama lain (bersifat tidak bergantung pada sejumlah ‘kopian’ dari prototipe-prototipe tersebilt); tuang lingkup ‘tuturan’-nya sendiri sangat sempit karena kebebasan untuk memilih model mobil sangat terbatas: mobil tersebut hanya memiliki dua atau tiga model dan untuk setian model hanua ara cadibit nilthen coe Jn+ konsep mobil sebagai objek dengan mobil sebagai fakta sosiologis; dengan begitu kita akan menemukan, di dalam perbuatan mengemudikan mobil, pelbagai variasi penggunaan objek yang umumnya membangun ranah tuturan. Karena pengguna tidak dapat langsung memilih model mobil dan memadukan elemen-elemen, maka kebebasannya untuk menginterpretasi dilampiaskan dalam penggunaan mobil yang berkembang bersarmaan dengan waktu dan, dengan itu, ‘bentuk-bentuk’ bahasa mesti diwujudkan dengan praktik tertentu agar menjadi aktual. Akhirnya, sistem terakhir yang harus kita bicarakan, yaitu perabot rumah, juga merupakan objek semantis: di sini ‘bahasa’ dibentuk baik oleh oposisi di antara bagian- bagian perabot rumah yang sama fungsinya (dua jenis lemari pakaian, dua jenis ranjang, dan seterusnya), dimana masing-masing bagian tersebut, ditilik dari ‘gaya’-nya— merujuk pada makna yang berlainan, maupun oleh aturan- aturan asosiasi di antara satuan-satuan yang berbeda dalam satu ruangan (perabotan). Di sini, ‘tuturan’ terbentuk entah oleh variasi-variasi yang tidak signifikan dimana pengguna memasukkan sesuatu ke dalam satu perabot (misalnya, menambal-sulam satu elemen perabot), maupun oleh kebebasan dalam mengasosiasi bagian-bagian suatu perabot secara bersamaan. E 1.2.5. Sistem kompleks: Sistem-sistem yang paling menarik, setidaknya menarik di antara sistem yang termasuk dalam wilayah komunikasi massa, ialah sistem kompleks yang menggunakan substansi yang tidak sama. Pada sinema, , Banas (LANGuE) DAN Tuturan (Paroze) | 21 televisi, dan iklan, indera kita tunduk terhadap sekumpulan citra, bunyi, dan kata tertulis. Karena itu, dalam kasus ini, terlalu dini untuk menentukan fakta yang termasuk dalam bahasa dan fakta yang termasuk dalam tuturan, di satu sisi, sejauh kita belum mengetahui apakah ‘bahasa’ dari masing-masing sistem kompleks itu orisinal ataukah hanya gabungan dari ‘bahasa-bahasa’ subsider/tambahan, dan di sisi lain, sejauh bahasa subsider itu belum dianalisis (kita mengetahui ‘bahasa’ linguistik, tetapi belum tahu ‘bahasa’ citra atau musik). Berkaitan dengan pers, yang memiliki sistem penandaan tersendiri, meski hanya terbatas menelisik unsur tertulisnya, kita nyaris tidak menangkap fenomena linguistik yang justru memainkan peranan penting: konotasi, yakni sistem makna pada tataran kedua yang bersifat parasit terhadap bahasa umum.” Sistem pada tataran kedua ini juga merupakan “bahasa’ yang membangun fenomena tuturan, idiolek, dan struktur ganda. Dalam kasus sistem kompleks atau sistem konotasi semacam itu (keduanya bisa hadir bersama-sama), tidak mungkin untuk terlebih dahulu menetapkan mana yang tergolong bahasa dan mana yang tergolong tuturan, meski disampaikan hanya secara global dan dalam bentuk hipotesis. 1.2.6. Persoalan (1)—asal-muasal pelbagai sistem pe- mandaan: Pengembangan semiologis terhadap konsep bahasa/tuturan bukannya tanpa masalah karena dengan itu, tentu saja, model linguistik tidak dapat lagi digunakan begitu saja dan mesti diubah sana-sini. Masalah pertama 22 | ELemen-cLemen SemioLoci CC ISSEES "i berkaitan dengan asal-muasal pelbagai sistem dan, dengan demikian, terkait juga dengan dialektika antara bahasa dan tuturan. Pada model linguistik, tak satu pun masuk ke ranah bahasa bila belum digunakan di ranah tuturan; sebaliknya, tuturan adalah sesuatu yang mustahil (yaitu, memenuhi fungsi komunikasi) jika tidak diambil dari ‘khazanah’ bahasa. Proses ini, paling tidak secara parsial, masih ditemukan dalam sistem seperti makanan, meski inovasi-inovasi individual yang terjadi di ranah tuturan dapat berkembang menjadi fenomena bahasa. Namun, pada Sebagian besar sistem semiologis lain, bahasa dielaborasi lebih jauh bukan oleh ‘masa yang berbicara’, tetapi oleh kelompok pengambil keputusan. Dalam konteks pemahaman seperti ini, dapat dikatakan bahwa pada sebagian besar sistem Semiologis itu, tanda sungguh dan mumi bersifat ‘semena’”’ karena dibuat sebagai bahasa semu dan secara sepihak; dalam Kenyataannya, inilah bahasa buatan, ‘logo-teknik’, Pengguna Mematuhi dan menarik pesan (atau ‘tuturan’) dari bahasa- bahasa itu, tetapi sama sekali tidak mengelaborasinya. Kelompok pengambil keputusan yang Menjadi asal-muasal sistem (dan Perubahannya) bisa jadi sangat sedikit; mungkin Segelintir teknokrat berkualifikasi tinggi (dalam industri mode atau mobil); mungkin Juga kelompok yang terbilang anonim dan tidak jelas (mereka yang memproduksi perabot Tumah yang sudah baku Wwujudnya atau busana siap pakai untuk kelas menengah). Akan tetapi, Jika ciri artifisial atau semu bahasa tersebut tidak mengubah sifat institusional komunikasi dan melestarikan hubungan dialektis antara sistem dan Penggunaan, maka hal tersebut—meskipun — a een Banasa (LANGue) DAN TuTURAN (Parouz) | 23 dipaksakan kepada pengguna—disebabkan pertama-tama karena ‘kontrak’ penandaan tidak begitu disadari oleh mayoritas pengguna (jika tidak demikian maka pengguna mengidap ‘a-sosiabilitas’: dia tidak bisa mengomunikasikan apa pun selain keeksentrikannya); lebih jauh, juga karena bahasa dielaborasi sebagai hasil dari keputusan yang tidak sepenuhnya bebas (‘semena’), Bahasa ini tunduk pada determinasi komunitasnya, paling tidak melalui proses- proses berikut: i) ketika muncul kebutuhan baru, maka kebutuhan tersebut mengikuti perkembangan masyarakat (peralihan menuju busana semi-Eropa di negara-negara kontemporer Afrika, lahirnya budaya makan cepat di dalam masyarakat industri dan urban); ii) ketika tuntutan ekonomi mengakibatkan kelangkaan atau promosi bahan material tertentu (bahan tekstil tiruan); iii) ketika ideologi membatasi penemuan baru dengan alasan tabu serta mereduksi batas- batas ‘kenormalan’. Dalam arti yang lebih luas, kita boleh mengatakan bahwa elaborasi yang dilakukan oleh kelompok pengambil keputusan, yaitu kaum logo-teknik, pada dirinya sendiri merupakan prasyarat dari sebuah fungsi yang lebih luas, yakni ranah imajinasi kolektif: jadi, inovasi individual dikalahkan oleh determinasi sosiologis (oleh kelompok yang terbatas itu), tetapi determinasi sosiologis ini pada gilirannya mengarah pada suatu makna final, yaitu makna antropologis. 1.2.7, Masalak (I) —proporsi antara ‘bahasa’ dan ‘tuturan’ dalam pelbagai sistem: Masalah pene yang SEN A SN SESE Aa St dapat dibentuk dalam ‘bahasa’ dan ‘tuturan’ dalam semua sistem. Pada bahasa verbal, terjadi disproporsi antara bahasa, yang adalah sekumpulan kaidah yang ragamnya bersifat terbatas, dengan tuturan, yang tunduk pada kaidah itu dan secara praktis bersifat tidak terbatas dalam hal ragamnya. Bisa diduga bahwa sistem makanan tetap menunjukkan perbedaan penting dalam hal volume karena dalam ‘bentuk- bentuk’ kuliner, modalitas dan kombinasi dalam interpretasi beragam. Tetapi, kita telah melihat bahwa dalam sistem mobil atau perabotan rumah ruang lingkup bagi variasi alternatif dan bagi asosiasi bebas bersifat sempit: hanya ada margin yang sangat sempit—setidaknya pada jenis yang diakui oleh institusi itu sendiri—antara model dengan ‘eksekusi’-nya: inilah sistem-sistem yang miskin ‘tuturan’. Pada sistem yang agak istimewa, yakni mode yang tertulis, tuturan bahkan hampir tak ada sehingga, paradoksnya, kami di sini sepakat dengan gagasan bahasa tanpa tuturan (yang mungkin, seperti telah kita lihat, hanya karena bahasa ini ditopang oleh tuturan linguistik). Faktanya, jika benar bahwa ada bahasa tanpa tuturan atau tuturannya sangat terbatas, maka haruskah kita merevisi teori Saussurean yang menyatakan bahwa bahasa tak lain merupakan sistem yang mengatur perbedaan-perbedaan serta melengkapi pasangan bahasa/tuturan dengan elemen yang ketiga, elemen pra-penandaan, yakni materi atau substansi yang memberikan dukungan (yang perlu) terhadap proses penandaan. Dalam frasa seperti baju panjang atau pendek, kata ‘baju’ hanya merupakan penyokong terhadap varian (panjang/pendek) yang seutuhnya berada di ranah BAHASA (LANGUE) DAN TuruRAN (ParoLe) | 25 bahasa pakaian—distingsi Seperti ini tidak dikenal di ranah bahasa yang umum yang, sejak suara dipertimbangkan sebagai sesuatu yang pada saat itu juga bersifat mendasar, tidak bisa diurai lagi menjadi sebuah elemen yang lebih kecil atau elemen semantik. Pendapat ini menggiring kita untuk mengakui tiga ranah sistem semiologis (bukan linguistik): ranah materi, ranah bahasa, dan ranah penggunaan. Pembagian ke dalam tiga ranah ini tentu Saja membuat kita harus mempertimbangkan keberadaan sistem-sistem yang tanpa ‘eksekusi’ karena elemen pertama di atas menjamin bahwa terdapat materialitas bahasa: modifikasi Seperti ini benar-benar masuk akal karena dapat dijelaskan secara Senetis: jika dalam sistem-sistem seperti itu ‘bahasa’ mem- butuhkan ‘materi’ (tidak terlalu membutuhkan ‘tuturan’), maka hal inidisebabkan karena, tidak seperti bahasa manusia, asal-usul sistem-sistem tersebut ada dalam manfaatnya Secara umum dan bukan dalam proses penandaan, [] 26 | Evemen-ereen Semiovoci I] PENANDA DAN PETANDA 11.1. Tanda IL.1.1. Xlasifikasi Tanda: Dalam terminologi Saussurean, penanda dan petanda merupakan komponen dari randa. Sekarang, istilah tanda ini, yang dipakai dan diartikan sangat berbeda dalam pelbagai disiplin ilmu (mulai dari teologi sampai kedokteran) dan yang sejarahnya sangat panjang (mulai dari zaman Kitab Suci* sampai sibernetik), bersifat sangat ambigu karena alasan-alasan ini; jadi, sebelum kita kembali ke pemahaman Saussure terhadap istilah ini, kita mesti sepaham tentang ranah abstrak yang dimaksudkan oleh istilah ini, meskipun tidak tepat, seperti yartg akan kita lihat. Karena, berpijak pada pemilihan istilah yang beragam dari beberapa pengarang, tanda ditempatkan sejajar dengan beberapa istilah yang memiliki kedekatan dan perbedaan dengannya: sinyal, indeks, ikon, simbol, alegori adalah rival utama ‘anda, Terlebih dahulu kami mengungkapkan elemen umum pada semua istilah ini: semua istilah ini selalu

Anda mungkin juga menyukai