1.2. Prospek Semiologi
1.2.1. Bahasa, tuturan, dan ilmu sosial. Lingkup
sosiologis dari konsep bahasa/tuturan kiranya jelas. Afinitas
yang nyata dalam bahasa menurut Saussure dan konsep
Durkheim tentang kesadaran kolektif yang bebas dari
manifestasi-manifestasi individual telah lama ditandaskan.
Bahkan, pengaruh langsung Durkheim terhadap Saussure
juga telah ditelaah; ada dugaan bahwa Saussure mengikuti
dengan cermat perdebatan antara Durkheim dengan Tarde
seria bahwa konsep Saussure mengenai bahasa berasal dari
Durkheim dan konsepnya mengenai tuturan merupakan
upaya untuk mewadahi pandangan Tarde mengenai elemen
individual.* Tetapi, hipotesis ini kemudian kehilangan daya
sengatnya karena linguistik sudah mengembangkan, lewat
pandangan Saussure tentang bahasa, aspek ‘sistem nilai’,
yang berujung dengan keharusan untuk mengamini analisis
imanen terhadap institusi bahasa. Analisis imanen inilah
yang berlawanan dengan penelitian sosiologi.
Paradoksnya, pengembangan terbaik terhadap pemikiran
tentang bahasa/tuturan justru terjadi bukan dalam ranah
sosiologi; pengembangan terbaik terhadap konsep ini
dilakukan di ranah filsafat, yakni melalui Merleau-Ponty,
yang barangkali merupakan salah satu filsuf utama Prancis
yang tertarik menggeladah pemikiran Saussure. Merleau-
Ponty mengangkat kembali pembedaan Saussure yang
saling berlawanan antara tuturan yang sedang diucapkan(speaking speech, embrio dalam aktivitas penandaan) dengan
tuturan yang telah diucapkan (spoken speech, ‘kekayaan-
bahasa yang sudah diperoleh’ yang mengingatkan kita pada
‘harta terpendam’ Saussure).!° Dia juga memperluas konsep
itu dengan menyatakan bahwa setiap proses mengisyaratkan
sebuah sistem:° jadi, dengan ini, ia merinci lebih jauh oposisi
antara peristiwa dengan struktur yang harus diterima*' dan
yang dalam sejarah terbukti berguna.”
Konsep Saussure ini, tentu saja, juga digunakan dan
dikembangkan lebih jauh dalam antropologi. Claude Lévi-
Strauss banyak merujuk kepada Saussure dalam karya-
karyanya dan inilah yang membuat kami bersikukuh pada
pandangan Saussure; kami hanya semata-mata mengingat-
kan pembaca akan tiga fakta berikut: i) oposisi antara proses
dan sistem (atau antara tuturan dan bahasa) muncul kembali
secara tersamar dalam transisi dari pertukaran perempuan
ke struktur kekerabatan; ii) bagi Lévi-Strauss, oposisi itu
mengandung nilai epistemologis: kajian terhadap fenomena
linguistik adalah ranah mekanistik (kata ini dipahami sesuai
dengan pengertian Lévi-Strauss, yaitu sebagai sesuatu
yang berlawanan dengan ranah ‘statistik’) dan interpretasi
struktural, sedangkan kajian terhadap fenomena tuturan
menjadi objek dari teori probabilitas (makrolin guistik);*
ili) akhirnya, sifat ketaksadaran pada bahasa, yang dengan
lugas didalilkan oleh Saussure,** ditemukan kembali dalam
salah satu pemikiran paling produktif dan orisinal Lévi-
Strauss, yang menyatakan bahwa bukan isi yang merupakan
ketaksadaran (ini kritik terhadap teori arketipe Jung),
melainkan bentuk atau forma, yakni fungsi simbolisnya.
Banasa (LANGuE) DAN Tururan (Faroie) | 15Gagasan itu tidak lepas dari pandangan Lacan. Lacan
berpendapat bahwa libido itu sendiri terartikulasi dalam
bentuk sistem penandaan dan dari sana muncul, atau pasti
muncul, cara baru untuk mendeskripsikan dimensi kolektif
dari imajinasi, bukan lewat ‘istilah-istilahnya’ seperti yang
diyakini sampai sekarang, tetapi lewat bentuk dan fungsinya.
Atau, secara lebih luas tapi lebih jelas: lebih melalui penanda
ketimbang petandanya.
Dari beberapa indikasi yang diuraikan di atas kelihatan
sekali betapa luas pengembangan gagasan bahasa/tuturan
pada ranah ekstra-linguistik dan metalinguistik. Oleh karena
itu, kita dapat mendalilkan bahwa terdapat kategori umum
bahasa/tuturan dan kategori ini terdapat dalam semua
sistem tanda; karena tidak ada istilah lain yang lebih baik,
kami tetap memakai istilah bahasa/tuturan, bahkan ketika
diterapkan dalam ilmu komunikasi yang substansi kajiannya
bukan bahasa.
1.2.2. Sistem busana: Kami insaf bahwa pemisahan
bahasa dari tuturan menjadi ciri mendasar dalam analisis
linguistik; karena itu, terasa sia-sia bila kita secara serta-
merta menerapkan pemisahan seperti ini terhadap sistem
benda, citra, atau pola perilaku yang belum diteliti dari sudut
Pandang semantik. Berkaitan dengan beberapa dari sistem
hipotetis tersebut, kami berpendapat bahwa beberapa fakta
akan menjadi bagian dari kategori bahasa dan beberapa
fakta lainnya menjadi bagian dari kategori tuturan, serta
mengungkapkan sejak dini bahwa ketika diterapkan
16 | Etewen-evewen Semrorocrdalam semiologi, pemisahan Saussure itu akan mengalami
perubahan yang mesti diperhatikan dengan saksama.
Mari kita ambil sistem busana sebagai contoh; sistem ini
mungkin harus dijabarkan menjadi tiga sistem berbeda dan
penjabarannya dibuat berdasarkan substansi yang digunakan
untuk berkomunikasi.
Pada pakaian sebagai sesuatu yang ditulis, yakni pakaian
yang dijelaskan dengan bahasa artikulatif dalam majalah
mode, tidak ada praktis ‘tuturan’: busana yang dideskripsikan
tersebut tidak pernah berkaitan dengan cara individu
menerapkan aturan-aturan berbusana, tetapi merupakan
seperangkat tanda dan aturan tersistem: ini sepenuhnya
adalah bahasa. Menurut skema Saussurean, bahasa tanpa
tuturan adalah sesuatu yang tak mungkin: di satu sisi, yang
membuat fakta tersebut dapat diterima atau dipahami adalah
bahwa bahasa mode tidak berasal dari ‘masa yang bertutur’
tetapi dari suatu kelompok yang mengambil keputusan dan
yang dengan sadar mengembangkan kode tersebut, serta, di
sisi lain, bahwa proses abstraksi yang melekat pada setiap
bahasa diejawantahkan di sini sebagai bahasa tulis: pakaian-
pakaian yang sesuai dengan mode (sebagaimana tertulis)
adalah bahasa pada tataran komunikasi tulisan, sementara
tuturan berada pada tataran komunikasi verbal. _
Pada pakaian sebagai sesuatu yang terpdiret (dengan
anggapan bahwa, untuk menyederhanakan uraian, tidak
disertai dengan penjelasan verbal), bahasa tetap berasal dari
kelompok mode tadi, tetapi tidak lagi dalam bentuk yang
sepenuhnya abstrak, karena pakaian yang difoto pastisedang
dikenakan oleh seorang perempuan. Yang disuguhkan oleh
BAHASA (LANGUE) DAN TuTURAN (PaRote) | 17foto atau potret mode tersebut adalah keadaan semi-formal
dari sistem busana. Sebab, di satu sisi, bahasa mode di sini
mesti disimpulkan dari busana yang pseudo-real dan, di sisi
lain, orang yang mengenakannya (model yang dipotret),
yakni individu normatif yang dipilih karena ukuran tubuhnya
memenuhi syarat tertentu, dan yang, sebagai konsekuensinya
merepresentasikan ‘tuturan’ yang bersifat tetap dan tanpa
kebebasan kombinatif.
Akhirnya, pada pakaian sebagai sesuatu yang dikenakan
(pakaian dalam arti sebenarnya), seperti diungkapkan
Trubetzkoy,* kita kembali menemukan distingsi klasik
antara bahasa dengan tuturan. Bahasa, pada sistem busana,
dibangun i) oleh oposisi antara helaian kain, bagian-
bagian pakaian, dan detail-detailnya, variasi-variasi yang
mengakibatkan perubahan makna (mengenakan topi baret
berbeda maknanya dengan topi bulat); ii) oleh aturan-
aturan yang mengatur asosiasi antara helaian-helaian, baik
di sekujur tubuh bagian luar maupun di bagian dalamnya.
Tuturan, dalam sistem busana, terdiri atas semua fenomena
fabrikasi anomik (beberapa masih tetap dibiarkan hidup
dalam masyarakat kita) atau cara berbusana seseorang
(ukuran pakaian, tingkat kebersihan atau keusangannya,
keunikan pakaian, kebebasan dalam memadukan bagian-
bagian pakaian). Dialektika, yang di sini menggabungkan
kostum (bahasa) dengan pakaian (tuturan), tidak sama
dengan bahasa_ verbal: memang benar, pakaian selalu
merunut pada kostum (kecuali pada kasus orang berpakaian
eksentrik, yang juga memiliki tanda-tandanya sendiri),
tetapi kostum (setidaknya hari-hani ini) mendahului pakaiankarena kostum lahir dari industri siap pakai, yaitu dari suatu
kelompok minoritas (meski kelompok ini lebih anonim
dibandingkan kelompok Haute Couture).
1.2.3. Sistem makanan: Sekarang marilah kita menguraikan
sistem penandaan lain:makanan. Tanpa mengalamikesulitan,
kita akan menemukan distingsi Saussure pada sistem ini.
Bahasa makanan dibangun oleh i) aturan pengecualian
makanan (tabu makanan); ii) oposisi di antara satuan-satuan
penandaan, tipe yang tetap mesti ditentukan (misalnya,
oposisi antara asin/manis); iii) aturan-aturan asosiasi, baik
secara simultan (pada tataran hidangan) maupun secara
suksesif (pada tataran menu); 4) ritual pelaksanaan yang
tampaknya berfungsi sebagai semacam reforika makanan.
Adapun ‘tuturan’ yang berkaitan dengan makanan, yang
ternyata amat kaya itu, mencakup semua variasi persiapan
dan asosiasi yang dilakukan secara perseorangan atau
keluarga (kita bisa mempertimbangkan kegiatan masak-
masak dalam sebuah keluarga, yang tunduk pada kebiasan-
kebiasan tertentu, sebagai idioleknya). Menu-nya, sebagai
contoh, mengilustrasikan dengan baik pertautan antara
bahasa dan tuturan: setiap menu tersusun menurut suatu
struktur tertentu (yang bersifat nasional—atau regional—
dan sosial); namun, struktur menu itu diisi dengan makanan
yang berbeda-beda tergantung pada orang yang akan makan
dan hari-hani tertentu, sama seperti ‘forma’ linguistik yang
bisa diisi dengan pelbagai kombinasi dan variasi secara
bebas sesuai dengan pesan yang mau disampaikan oleh
penutur bahasa. Relasi antara bahasa dan tuturan yang
BAHASA (LANGUE) DAN TuTURAN (PAROLE) | 19disampaikan di sini sama persis dengan relasi yan g terdapat
dalam bahasa verbal: secara umum bisa dikatakan bahwa
sejenis endapan (sedimentasi) dari tuturan banyak orang-
lah yang membentuk bahasa makanan; meski demikian,
inovasi yang dilakukan seseorang dapat memperoleh nilai
institusional di dalam bahasa itu. Hal yang hilang atau tidak
ada, dalam banyak hal, dan berbeda dengan apa yang terjadi
dalam sistem busana, adalah tindakan dari sekelompok
pengambil keputusan: bahasa makanan muncul hanya dari
penggunaannya secara kolektif atau juga dari tuturan yang
murni bersifat individual.
1.2.4. Sistem mobil, sistem perabot rumah: Untuk me-
nuntaskan, meski semena-mena, persoalan-persoalan
yang timbul dari distingsi antara bahasa/tuturan ini, kami
akan mengemukakan sedikit saran yang disadap dari dua
sistem objek, yang memang amat berlainan tetapi sama-
sama bergantung pada kelompok pembuat dan pengambil
keputusan: dua sistem itu adalah mobil dan perabot rumah.
Pada sistem mobil, bahasa adalah keseluruhan forma
atau bentuk dan detail-detailnya, yakni struktur yang
dibuat secara berbeda-beda dengan cara membandingkan
prototipe-prototipe satu sama lain (bersifat tidak bergantung
pada sejumlah ‘kopian’ dari prototipe-prototipe tersebilt);
tuang lingkup ‘tuturan’-nya sendiri sangat sempit karena
kebebasan untuk memilih model mobil sangat terbatas:
mobil tersebut hanya memiliki dua atau tiga model dan
untuk setian model hanua ara cadibit nilthen coe Jn+konsep mobil sebagai objek dengan mobil sebagai fakta
sosiologis; dengan begitu kita akan menemukan, di dalam
perbuatan mengemudikan mobil, pelbagai variasi penggunaan
objek yang umumnya membangun ranah tuturan. Karena
pengguna tidak dapat langsung memilih model mobil dan
memadukan elemen-elemen, maka kebebasannya untuk
menginterpretasi dilampiaskan dalam penggunaan mobil
yang berkembang bersarmaan dengan waktu dan, dengan itu,
‘bentuk-bentuk’ bahasa mesti diwujudkan dengan praktik
tertentu agar menjadi aktual.
Akhirnya, sistem terakhir yang harus kita bicarakan,
yaitu perabot rumah, juga merupakan objek semantis: di
sini ‘bahasa’ dibentuk baik oleh oposisi di antara bagian-
bagian perabot rumah yang sama fungsinya (dua jenis
lemari pakaian, dua jenis ranjang, dan seterusnya), dimana
masing-masing bagian tersebut, ditilik dari ‘gaya’-nya—
merujuk pada makna yang berlainan, maupun oleh aturan-
aturan asosiasi di antara satuan-satuan yang berbeda dalam
satu ruangan (perabotan). Di sini, ‘tuturan’ terbentuk entah
oleh variasi-variasi yang tidak signifikan dimana pengguna
memasukkan sesuatu ke dalam satu perabot (misalnya,
menambal-sulam satu elemen perabot), maupun oleh
kebebasan dalam mengasosiasi bagian-bagian suatu perabot
secara bersamaan. E
1.2.5. Sistem kompleks: Sistem-sistem yang paling
menarik, setidaknya menarik di antara sistem yang termasuk
dalam wilayah komunikasi massa, ialah sistem kompleks
yang menggunakan substansi yang tidak sama. Pada sinema,
, Banas (LANGuE) DAN Tuturan (Paroze) | 21televisi, dan iklan, indera kita tunduk terhadap sekumpulan
citra, bunyi, dan kata tertulis. Karena itu, dalam kasus ini,
terlalu dini untuk menentukan fakta yang termasuk dalam
bahasa dan fakta yang termasuk dalam tuturan, di satu
sisi, sejauh kita belum mengetahui apakah ‘bahasa’ dari
masing-masing sistem kompleks itu orisinal ataukah hanya
gabungan dari ‘bahasa-bahasa’ subsider/tambahan, dan di
sisi lain, sejauh bahasa subsider itu belum dianalisis (kita
mengetahui ‘bahasa’ linguistik, tetapi belum tahu ‘bahasa’
citra atau musik).
Berkaitan dengan pers, yang memiliki sistem penandaan
tersendiri, meski hanya terbatas menelisik unsur tertulisnya,
kita nyaris tidak menangkap fenomena linguistik yang justru
memainkan peranan penting: konotasi, yakni sistem makna
pada tataran kedua yang bersifat parasit terhadap bahasa
umum.” Sistem pada tataran kedua ini juga merupakan
“bahasa’ yang membangun fenomena tuturan, idiolek, dan
struktur ganda. Dalam kasus sistem kompleks atau sistem
konotasi semacam itu (keduanya bisa hadir bersama-sama),
tidak mungkin untuk terlebih dahulu menetapkan mana
yang tergolong bahasa dan mana yang tergolong tuturan,
meski disampaikan hanya secara global dan dalam bentuk
hipotesis.
1.2.6. Persoalan (1)—asal-muasal pelbagai sistem pe-
mandaan: Pengembangan semiologis terhadap konsep
bahasa/tuturan bukannya tanpa masalah karena dengan
itu, tentu saja, model linguistik tidak dapat lagi digunakan
begitu saja dan mesti diubah sana-sini. Masalah pertama
22 | ELemen-cLemen SemioLociCC ISSEES "i
berkaitan dengan asal-muasal pelbagai sistem dan, dengan
demikian, terkait juga dengan dialektika antara bahasa dan
tuturan. Pada model linguistik, tak satu pun masuk ke ranah
bahasa bila belum digunakan di ranah tuturan; sebaliknya,
tuturan adalah sesuatu yang mustahil (yaitu, memenuhi
fungsi komunikasi) jika tidak diambil dari ‘khazanah’ bahasa.
Proses ini, paling tidak secara parsial, masih ditemukan
dalam sistem seperti makanan, meski inovasi-inovasi
individual yang terjadi di ranah tuturan dapat berkembang
menjadi fenomena bahasa. Namun, pada Sebagian besar
sistem semiologis lain, bahasa dielaborasi lebih jauh bukan
oleh ‘masa yang berbicara’, tetapi oleh kelompok pengambil
keputusan. Dalam konteks pemahaman seperti ini, dapat
dikatakan bahwa pada sebagian besar sistem Semiologis
itu, tanda sungguh dan mumi bersifat ‘semena’”’ karena
dibuat sebagai bahasa semu dan secara sepihak; dalam
Kenyataannya, inilah bahasa buatan, ‘logo-teknik’, Pengguna
Mematuhi dan menarik pesan (atau ‘tuturan’) dari bahasa-
bahasa itu, tetapi sama sekali tidak mengelaborasinya.
Kelompok pengambil keputusan yang Menjadi asal-muasal
sistem (dan Perubahannya) bisa jadi sangat sedikit; mungkin
Segelintir teknokrat berkualifikasi tinggi (dalam industri
mode atau mobil); mungkin Juga kelompok yang terbilang
anonim dan tidak jelas (mereka yang memproduksi perabot
Tumah yang sudah baku Wwujudnya atau busana siap pakai
untuk kelas menengah). Akan tetapi, Jika ciri artifisial atau
semu bahasa tersebut tidak mengubah sifat institusional
komunikasi dan melestarikan hubungan dialektis antara
sistem dan Penggunaan, maka hal tersebut—meskipun
— a een
Banasa (LANGue) DAN TuTURAN (Parouz) | 23dipaksakan kepada pengguna—disebabkan pertama-tama
karena ‘kontrak’ penandaan tidak begitu disadari oleh
mayoritas pengguna (jika tidak demikian maka pengguna
mengidap ‘a-sosiabilitas’: dia tidak bisa mengomunikasikan
apa pun selain keeksentrikannya); lebih jauh, juga karena
bahasa dielaborasi sebagai hasil dari keputusan yang tidak
sepenuhnya bebas (‘semena’), Bahasa ini tunduk pada
determinasi komunitasnya, paling tidak melalui proses-
proses berikut: i) ketika muncul kebutuhan baru, maka
kebutuhan tersebut mengikuti perkembangan masyarakat
(peralihan menuju busana semi-Eropa di negara-negara
kontemporer Afrika, lahirnya budaya makan cepat di dalam
masyarakat industri dan urban); ii) ketika tuntutan ekonomi
mengakibatkan kelangkaan atau promosi bahan material
tertentu (bahan tekstil tiruan); iii) ketika ideologi membatasi
penemuan baru dengan alasan tabu serta mereduksi batas-
batas ‘kenormalan’. Dalam arti yang lebih luas, kita boleh
mengatakan bahwa elaborasi yang dilakukan oleh kelompok
pengambil keputusan, yaitu kaum logo-teknik, pada dirinya
sendiri merupakan prasyarat dari sebuah fungsi yang lebih
luas, yakni ranah imajinasi kolektif: jadi, inovasi individual
dikalahkan oleh determinasi sosiologis (oleh kelompok yang
terbatas itu), tetapi determinasi sosiologis ini pada gilirannya
mengarah pada suatu makna final, yaitu makna antropologis.
1.2.7, Masalak (I) —proporsi antara ‘bahasa’ dan
‘tuturan’ dalam pelbagai sistem: Masalah pene yang
SEN A SN SESE Aa Stdapat dibentuk dalam ‘bahasa’ dan ‘tuturan’ dalam semua
sistem. Pada bahasa verbal, terjadi disproporsi antara bahasa,
yang adalah sekumpulan kaidah yang ragamnya bersifat
terbatas, dengan tuturan, yang tunduk pada kaidah itu dan
secara praktis bersifat tidak terbatas dalam hal ragamnya.
Bisa diduga bahwa sistem makanan tetap menunjukkan
perbedaan penting dalam hal volume karena dalam ‘bentuk-
bentuk’ kuliner, modalitas dan kombinasi dalam interpretasi
beragam. Tetapi, kita telah melihat bahwa dalam sistem
mobil atau perabotan rumah ruang lingkup bagi variasi
alternatif dan bagi asosiasi bebas bersifat sempit: hanya
ada margin yang sangat sempit—setidaknya pada jenis
yang diakui oleh institusi itu sendiri—antara model dengan
‘eksekusi’-nya: inilah sistem-sistem yang miskin ‘tuturan’.
Pada sistem yang agak istimewa, yakni mode yang tertulis,
tuturan bahkan hampir tak ada sehingga, paradoksnya, kami
di sini sepakat dengan gagasan bahasa tanpa tuturan (yang
mungkin, seperti telah kita lihat, hanya karena bahasa ini
ditopang oleh tuturan linguistik).
Faktanya, jika benar bahwa ada bahasa tanpa tuturan
atau tuturannya sangat terbatas, maka haruskah kita merevisi
teori Saussurean yang menyatakan bahwa bahasa tak lain
merupakan sistem yang mengatur perbedaan-perbedaan
serta melengkapi pasangan bahasa/tuturan dengan elemen
yang ketiga, elemen pra-penandaan, yakni materi atau
substansi yang memberikan dukungan (yang perlu) terhadap
proses penandaan. Dalam frasa seperti baju panjang atau
pendek, kata ‘baju’ hanya merupakan penyokong terhadap
varian (panjang/pendek) yang seutuhnya berada di ranah
BAHASA (LANGUE) DAN TuruRAN (ParoLe) | 25bahasa pakaian—distingsi Seperti ini tidak dikenal di ranah
bahasa yang umum yang, sejak suara dipertimbangkan
sebagai sesuatu yang pada saat itu juga bersifat mendasar,
tidak bisa diurai lagi menjadi sebuah elemen yang lebih kecil
atau elemen semantik. Pendapat ini menggiring kita untuk
mengakui tiga ranah sistem semiologis (bukan linguistik):
ranah materi, ranah bahasa, dan ranah penggunaan.
Pembagian ke dalam tiga ranah ini tentu Saja membuat kita
harus mempertimbangkan keberadaan sistem-sistem yang
tanpa ‘eksekusi’ karena elemen pertama di atas menjamin
bahwa terdapat materialitas bahasa: modifikasi Seperti ini
benar-benar masuk akal karena dapat dijelaskan secara
Senetis: jika dalam sistem-sistem seperti itu ‘bahasa’ mem-
butuhkan ‘materi’ (tidak terlalu membutuhkan ‘tuturan’),
maka hal inidisebabkan karena, tidak seperti bahasa manusia,
asal-usul sistem-sistem tersebut ada dalam manfaatnya
Secara umum dan bukan dalam proses penandaan, []
26 | Evemen-ereen SemiovociI]
PENANDA DAN PETANDA
11.1. Tanda
IL.1.1. Xlasifikasi Tanda: Dalam terminologi Saussurean,
penanda dan petanda merupakan komponen dari randa.
Sekarang, istilah tanda ini, yang dipakai dan diartikan sangat
berbeda dalam pelbagai disiplin ilmu (mulai dari teologi
sampai kedokteran) dan yang sejarahnya sangat panjang
(mulai dari zaman Kitab Suci* sampai sibernetik), bersifat
sangat ambigu karena alasan-alasan ini; jadi, sebelum kita
kembali ke pemahaman Saussure terhadap istilah ini, kita
mesti sepaham tentang ranah abstrak yang dimaksudkan
oleh istilah ini, meskipun tidak tepat, seperti yartg akan kita
lihat. Karena, berpijak pada pemilihan istilah yang beragam
dari beberapa pengarang, tanda ditempatkan sejajar dengan
beberapa istilah yang memiliki kedekatan dan perbedaan
dengannya: sinyal, indeks, ikon, simbol, alegori adalah rival
utama ‘anda, Terlebih dahulu kami mengungkapkan elemen
umum pada semua istilah ini: semua istilah ini selalu