Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TATALAKSANA TERAPI INSOMNIA

OLEH

NAMA : BELLA MATHEOS

NIM : 2021321030

PRODI STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan Rahmat-Nya penyusunan makalah tentang
“Tatalaksana terapi inflamasi ” telah selesai dengan baik. Makalah ini di
ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Farmakoterapi I.
walaupun demikian dalam menyelesaikan makalah ini saya menemukan
kesulitan, namun dengan campur tangan Tuhan makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik.

Tak lupa saya sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu


mata kuliah yang telah memandu penyusunan makalah ini.Semoga
makalah ini dapat memberi manfaat dan berguna bagi mahasiswa.Saya
sebagai penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, dan
untuk itu kritik dan saran sangat saya harapkan.Demikian makalah ini di
buat.
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Insomnia adalah keluhan sulit untuk masuk tidur atau sulit


mempertahankan tidur (sering terbangun saat tidur) dan bangun terlalu
awal serta tetapi merasa badan tidak segar meskipun sudah tidur
(Puspitosari, 2008). Pengertian ini juga dapat menjelaskan dimensi
insomnia yang dikemukakan oleh Iskandar dan Setyonegoro (1985)
adalah kesulitan untuk masuk tidur, gangguan dari kontunuitas tidur,
bangun lebih dini, tidur delta (terdalam) yang kurang, atau kualitas tidur
yang terganggu.

Seseorang yang mengalami gangguan sulit tidur (insomnia) akan


berkurang kuantitas dan kualitas tidurnya. Gejala insomnia disebabkan
oleh adanya gangguan emosi/ketegangan atau gangguan fisik. Insomnia
dapat diakibatkan oleh banyak faktor, misalnya penyakit, lingkungan,
kelelahan, stress psikologis, obat, nutrisi, motivasi, merokok dan alkohol.
Kurang tidur (insomnia) yang sering terjadi dan berkepanjangan dapat
mengganggu kesehatan fisik yang menyebabkan muka pucat dan mata
sembab, badan lemas, dan daya tahan tubuh menurun sehingga menjadi
mudah terserang penyakit (Lanywati, 2001).

Insomnia juga dapat mengakibatkan berbagai dampak yang


merugikan, yaitu: depresi, 2 kesulitan untuk berkonsentrasi, aktivitas
sehari-hari menjadi terganggu, penurunan iq (Intelligence Quotient),
penurunan prestasi kerja dan belajar, mengalami kelelahan di siang hari,
hubungan interpersonal dengan orang lain menjadi buruk, meningkatkan
risiko kematian, menyebabkan kecelakaan karena mengalami kelelahan
yang berlebihan, dan memunculkan berbagai penyakit fisik.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Insomnia

Insomnia berasal dari kata in artinya tidak dan somnus yang artinya
tidur, insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. Insomnia ada tiga
macam, yaitu pertama, Intial Insomnia artinya gangguan tidur saat
memasuki tidur. Kedua, Middle Insomnia yaitu terbangun ditengah malam
dan sulit untuk tidur lagi. Ketiga, Late Insomnia yaitu sering mengalami
gangguan tidur saat bangun pagi. (Purwanto, 2012).

Insomia adalah salah satu gangguan tidur pada malam hari dimana
individu akan merasakan kesulitan tidur pada malam hari dan membuat
individu tidak cukup tidur saat terbangun. Insomnia dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, salah satunya stres. Gejala fisik dapat dilihat dari raut
muka yang pucat, mata sembab dan badan yang merasa lemas
(Wahyuningsih, 2007).

2.2. Etiologi

Insomnia disebabkan oleh beberapa hal antara lain ritme sirkardian,


hormon, kondisi medis(lesi di otak, tumor, stroke, GERD, alzheimer,
hipertiroid, asma, parkinson), gangguan mood (bipolar, ansietas, depresi,
psikotik), media atau alat elektronik di kamar tidur, obat-obatan
(kortikosteroid, statin, alphablocker, betablocker, SSRI, ACE inhibitor),
faktor lain (parasit, kehamilan, genetik, stres) (Anggara & Annisa, 2019).

Penyebab insomnia dapat berbagai macam seperti stress, stress


akibat pekerjaan, sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran menjadi
aktif dimalam hari. Kecemasan dan depresi, hal ini disebabkan karena
terjadi ketidakseimbangan kimia 10 dalam otak atau kekhawatiran yang
menyertai depresi. Obat-obatan, beberapa resep obat dapat
mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa antidepresan, obat
jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan, dan kortikosteroid.
Kafein, nikotin, dan alcohol serta kondisi medis Gejala nyeri kronis,
kesulitan bernapas dan kondisi medis lainnya dapat menyebabkan
insomnia karena menimbulkan rasa tidak nyaman (Susanti, 2015).

2.3. Patofisiologi

Tidur merupakan suatu ritme biologis yang bekerja 24 jam yang


bertujuan untuk mengembalikan stamina untuk kembali beraktivitas. Tidur
dan terbangun diatur oleh batang otak, thalamus, hypothalamus dan
beberapa neurohormon dan neurotransmitter juga dihubungkan dengan
tidur. Hasil yang diproduksi oleh mekanisme serebral dalam batang otak
yaitu serotonin. Serotonin ini merupakan neurotransmitter yang berperan
sangat penting dalam menginduksi rasa kantuk, juga sebagai medula
kerja otak (Guyton & Hall, 2016).

Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin yang merupakan


hormon katekolamin yang diproduksi secara alami oleh tubuh. Adanya lesi
pada pusat pengatur tidur di hypothalamus juga dapat mengakibatkan
keadaan siaga tidur. Katekolamin yang dilepaskan menghasilkan hormon
norepinefrin yang akan merangsang otak untuk melakukan peningkatan
aktivitas. Stres juga merupakan salah satu faktor pemicu, dimana dalam
keadaan stres atau cemas, kadar hormon katekolamin akan meningkat
dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik sehingga
seseorang akan terus terjaga (Widya, 2016).

A. Manifestasi Klinik

Tanda gejala insomnia kesulitan memulai tidur, kesulitan untuk


mempertahankan tidur sehingga sering terbangun dari tidur, bangun
terlalu dini hari dan sulit untuk tidur kembali, tidur dengan kualitas yang
buruk. Kesulitan tidur di atas terjadi meskipun terdapat peluang dan
keadaan yang cukup untuk tidur, serta setidaknya terdapat satu gangguan
yang dialami pada siang hari : kelelahan, gangguan atensi, konsentrasi,
dan memori, gangguan dalam hubungan sosial dan pekerjaan atau
performa yang jelek di sekolah, gangguan mood atau iritabel, mengantuk
di siang hari, kekurangan energi inisiasi dan motivasi, sering mengalami
kesalahan, kecelakaan saat bekerja atau menyetir, nyeri kepala,
gangguan pencernaan akibat kurang tidur (Susanti, 2015).
B. Klasifikasi Insomnia

1) Insomnia Akut Insomnia akut sering dijumpai dan sebagian besar


individu sering mengalami insomnia akut ini, dimana insomnia ini ditandai
dengan keadaan stress terhadap pekerjaan maupun masalah hidup atau
gagal ujian, tetapi tidak disertai komplikasi yang dapat mengganggu
aktivitas sehari – hari.

2) Insomnia Kronik 7 Insomnia kronik yaitu insomnia yang dapat


mengganggu kualitas hidup, gangguan mental maupun fisik.Dimana
penderita insomnia kronik ini rawan mengalami kecelakaan akibat dari
insomnia yang mengganggu aktivitas sehari–hari.

3) Salah Persepsi Keadaan Tidur (Misperception Sleep State) Penderita


insomnia banyak yang mempunyai persepsi yang buruk terhadap lamanya
kualitas tidur. Dimana persepsi yang muncul pada diri mereka yaitu
kualitas tidur selama 3 – 4 jam semalam (Imadudin, 2012).

C. Komplikasi Insomnia

Komplikasi Insomnia Komplikasi akibat dari insomnia dapat


mempengaruhi fungsi otak yang tepat. Otak menggunakan tidur sebagai
proses aktif dimana pada saat seseorang tidur otak akan melatih semua
sel saraf dengan melewatkan sinyal aktifitas listrik melalui semua sel
saraf. Ketika sel saraf otak tidak mendapatkan jumlah tidur yang cukup
maka kerja fungsi otak dalam hal menyimpan atau mengambil informasi
dan kemampuan untuk menoleransi situasi stress dan berfungsi pada
tingkat yang lebih tinggi dapat terganggu dan tidak optimal (Driver et
al,2012).

2.4. Penatalaksanaan Terapi

Prinsip penanganan insomnia dapat dilakukan dengan pendekatan


nonfarmakologi ataupun pendekatan farmakologi. Fokus utama dari
pengobatan insomnia harus diarahkan pada identifikasi faktor penyebab.
Setelah faktor penyebab teridentifikasi maka penting untuk mengontrol
dan mengelola masalah yang mendasarinya.
Identifikasi faktor penyebab yaitu dengan mengoptimalkan
penanganan gangguan medis psikiatri serta penanganan nyeri,
menangani gangguan tidur primer dan penyalahgunaan obat-obatan, jika
mungkin dilakukan , mengurangi atau menghentikan obat-obatan yang
diketahui memiliki efek yang mempengaruhi fungsi tidur, pada
kebanyakan kasus , insomnia kronis dapat disembuhkan jika penyebab
medis atau psikiatri di evaluasi dan diobati dengan benar.

A. Terapi Farmakologi Insomnia

Terapi pengobatan insomnia diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :


Benzodiazepin, Nonbenzodiazepin - hipnotik, dan obat –obat yang lain yg
dapat memberikan efek tertidur.

1. Benzodiazepin

Dalam penggunaanya, efek benzodiazepin yang diinginkan adalah


efek hipnotik-sedatif. Sifat yang diinginkan dari penggunaan hipnotik-
sedatif antara lain adalah perbaikan anxietas, euporia dan kemudahan
tidur sehingga obat ini sebagai pilihan utama untuk insomnia, jika keadaan
ini terjadi terus menerus , maka pola penggunaanya akan menjadi
kompulsif sehingga terjadi ketergantungan fisik . hampir semua golongan
obat- obatan hipnotik-sedatif dapat menyebabkan ketergantungan.

Efek ketergantungan ini tergantung pada besar dosis yang


digunakan tepat sebelum penghentian penggunaan dan waktu paruh serta
golongan obat yang digunakan. Obat golongan benzodiazepin kerja
pendek efektif untuk mengatasi insomnia karena kesulitan untuk memulai
tidur (sleep-onset 24 insomnia), sedangkan untuk mengatasi insomnia
karena terbangun lebih awal/ dini hari, obat golongan benzodiazepin kerja
menengah lebih bermanfaat. Obat golongan benzodiazepin kerja panjang
tidak direkomendasikan untuk diberikan kepada orang usia lanjut

 Nonbenzodiazepin Hipnotik
Nonbenzodiazepin hipnotik adalah sebuah alternatif yang baik dari
penggunaan benzodiazepin tradisional. Obat golongan non-benzodiazepin
juga efektif untuk terapi jangka pendek insomnia. Obat-obatan ini relatif
memiliki waktu paruh yang singkat sehingga lebih kecil potensinya untuk
menimbulkan rasa mengantuk pada siang hari; selain itu penampilan
psikomotor dan daya ingat nampaknya lebih tidak terganggu dan
umumnya lebih sedikit mengganggu arsitektur tidur normal dibandingkan
obat golongan benzodiazepine.
 Zaleplon
Zaleplon adalah obat kerja pendek sebagai indikasi pengobatan
insomnia dan menunjukan adanya penurunan sleep-onset insomnia.
Adanya toleransi obat atau efek rebound tidak ditemukan. Zaleplon
meningkatkan total waktu tidur dan mengurangi terbangunnya di malam
hari. Pada dasarnya obat ini digunakan untuk sleep onset insomnia
karena waktu paruhnya pendek serta tidak ditemukan efek hang over.

 Eszopiclone
Eszopiclone (lunesta ) adalah obat untuk insomnia dan telah disetujui
penggunaan oleh FDA pada tahun 2004. Mekanisme aksinya tidak
dikeatahui dengan jelas. Eszopiclone mempunyai waktu paruh cukup lama
yaitu 5-6 jam dibanding golongan hipnotik nonbenzodiazepin yg lain dan
obat ini diberikan hanya untuk pasien yang memiliki waktu tidur terjaga
minimal 8jam. Dosis yang direkomendasikan Yaitu 3mg untuk dewasa
sebelum tidur, 1mg untuk sleep-onset Insomnia, 2mg untuk
sleepmaintenance insomnia pada lansia dan 1-2mg pada pasien dengan
gagal hati.
 Ramelteon
Ramelteon (rozerem) adalah melatonin reseptor agonis dengan
selectivitas yang tinggi terhadap reseptor MT1 dan MT2 di nucleus
suprasiasma di hipotalamus. Reseptor ini dipercaya dapat memberikan
efek tertidur dan memelihara ritme sirkadian. Waktu paruh obat ini pendek
yaitu berkisar 1-6 jam , sehingga cocok untuk sleep-onset insomnia atau
sleep -maintenance insomnia. Ramelton secara signifikan meningkatkan
total waktu tidur pada chronic insomnia dan pasien lansia dengan chronic
insomnia. Dosis yang direkomendasikan yaitu 8mg yang diberikan 30
menit 26 menjelang tidur.

B. Terapi Non Farmakologi

Penanganan terapi non farmakologi terdiri dari cognitive and


behavioral therapy meliputi: sleep hygine, sleep restriction atau
pembatasan tidur, relaxation therapy atau terapi relaksasi dan stimulus
control therapy.

 Sleep Hygine
Sleep hygine adalah salah satu komponen terapi perilaku untuk
insomnia. Beberapa langkah sederhana dapat diambil untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur pasien. Langkah – langkah ini
meliputi : 2 Mencuci muka, sikat gigi, buang air kecil sebelum tidur, tidur
sebanyak yang dibutuhkan, berolahraga secara rutin minimal 20 menit
sehari, idealnya 4-5 jam sebelum waktu tidur, hindari memaksa diri untuk
tidur, hindari caffeine, alkohol, dan nikotin 6 jam sebelum tidur , hindari
kegiatan lain yang tidak ada kaitannya dengan tidur kecuali hanya untuk
sex dan tidur.
 Sleep Restriction
Membatasi waktu di tempat tidur hanya untuk tidur sehingga dapat
meningkatkan kualitas tidur. Terapi ini disebut pembatasan tidur. Hal ini
dicapai dengan rata-rata waktu di tempat tidur dihabiskan hanya untuk
tidur. Pasien dipaksa untuk bangun pada waktu yang ditentukan walaupun
pasien masih merasa mengantuk. Ini mungkin membantu tidur pasien
yang lebih baik pada malam 22 berikutnya karena kurang tidur dari malam
sebelumnya.
Sleep restriction ini didasarkan atas pemikiran bahwa waktu yang
terjaga di tempat tidur adalah kontraproduktif sehingga mendorong siklus
insomnia. Maka tujuannya adalah untuk menigkatkan efisiensi tidur
sampai setidaknya 85% . awalnya pasien disarankan ke tempat tidur
hanya pada saat tidur. Kemudian mereka diijinkan untuk meningkatkan
waktu terjaga di tempat tidur 15 – 20 menit permalam setiap minggu,
asalkan efisiensi tidur melebihi 90%. Waktu di tempat tidur berkurang
sebesar 15 - 20 menit jika efisiensi tidur dibawah 90%.
 Relaxation Therapy
Relaxation therapy meliputi relaksasi otot progresif, latihan pernafasan
dalam serta meditasi. Relaksasi otot progresif melatih pasien untuk
mengenenali dan mengendalikan ketegangan dengan melakukan
serangkaian latihan , pada latihan perrnafasan dalam maka pasien diminta
untuk menghirup dan menghembuskan nafas dalam perlahan – lahan.
 Stimulus Control Therapy
Stimulus control therapy terdiri dari beberapa langkah sederhana yang
dapat membantu pasien dengan gejala insomnia, dengan pergi ke tempat
tidur saat merasa mengantuk, hindari menonton TV, membaca, makan di
tempat tidur. tempat tidur hanya digunakan untuk tidur dan aktivitas
seksual. jika tidak 23 tertidur 30 menit setelah berbaring, bangun dan
pergi ke ruangan lain dan melanjutkan teknik relaksasi, mengatur jam
alarm untuk bangun pada waktu tertentu setiap pagi, bahkan pada akhir
pecan, hindari bangun kesiangan, hindari tidur siang panjang di siang hari.
BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pengaruh depresi ringan terhadapat kualitas tidur pada lanjut usia


yang mengalami depresi ringan cenderung memiliki kualitas tidur yang
buruk ditandai dengan kesulitan memulai tidur, sering terbangun di malam
hari, lama tidur yang kurang dari 6.5 jam. dan juga pengaruh depresi
sedang-berat terhadapat kualitas tidur depresi sedang-berat
menyebabkan penurunan kualitas tidur yang dilihat dari lama tidur yang
lebih panjang, tidur yang tidak adekuat, kelelahan di siang hari pada lanjut
usia. dan tidak terdapat korelasi yang bermakna antara depresi ringan
dengan kejadian insomnia, karena pada lanjut usia yang mengalami
gejala depresi ringan hanya beberapa yang mengeluhkan gangguan tidur
namun masih mudah untuk memasuki fase tidur.

Anda mungkin juga menyukai