Anda di halaman 1dari 6

1.

Hakekat kepemimpinan dalam islam

Ada dua hal yang harus dipahami tentang hakikat pemimpin. Pertama, pemimpin dalam pandangan Islam
bukan hanya ikatan sosial antara pemimpin dengan yang dipemimpinnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian
dengan Allah Swt. Allah Swt berfirman, “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim me-laksanakannya dengan baik. Allah berfirman : Sesungguhnya
Aku akan men-jadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan
pemimpin)? Allah Swt.menjawab: Janji (amanat) Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim”. (QS. Al- Baqarah
(2): 124)

Hakikatnya pemimpin merupakan amanah yang diberikan oleh Allah Swt. kepada seseorang untuk
melaksanakan tanggung jawabnya melayani yang dipimpin, dan kekuasaan itupun tidak digunakan untuk
menambah dirinya lebih dari yang dipimpin. Akan tetapi, digunakan sepenuhnya untuk kepentingan melayani
yang dipimpin. Maka, seorang pemimpin itu akan dapat merasakan manisnya buah kepemimpinan setelah yang
dipimpin merasa puas akan kepemimpinannya.

Karena itu, ketika sahabat Nabi Saw, Abu Dzarr, meminta suatu jabatan, Nabi saw bersabda: “Kamu lemah, dan
ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-
siakan).” (Hr. Imam Muslim). Sikap yang sama juga ditunjukkan Nabi saw ketika seseorang meminta jabatan
kepada beliau, dimana orang itu berkata: “Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian
yang diberikan Allah kepadamu.” Maka Rasulullah saw menjawab : “Demi Allah, Kami tidak mengangkat
seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atau ambisi pada jabatan itu.” (Hr. Imam
Bukhari & Imam Muslim).

Kedua, pemimpin dituntut adil. Karena adil merupakan sikap bahwa seorang pemimpin harus tanggung jawab
atas rasa adil pada yang dipimpin dengan menunjukan kasih sayang kepada yang dipimpinnya agar tidak
menimbulkan pilih kasih. Dalam surat QS. Shad [38] : 22, “Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di
bumi, maka berilah putusan antara manusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu”.

Dengan demikian, hakikat pemimpin sejatinya adalah seorang pemimpin yang sanggup untuk adil dan
menjalankan amanat Allah Swt. dalam melayani umat/dipimpin.

2. Sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin

a. Integritas (Integrity)

John C. Maxwell dalam bukunya Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam Diri Anda, meletakkan integritas
sebagai faktor kepemimpinan yang paling penting. Integritas meneguhkan adanya konsistensi antara apa yang
kita katakan dengan apa yang kita perbuat. Integritas sepintas terlihat sepele, namun kegagalan para pejabat
pemerintah dan negara dalam menjalankan roda organisasi/instansi karena kurangnya integritas yang berujung
pada KKN, meskipun pemimpinnya cakap dalam berpolitik dan bernegara.

Kepemimpinan tidak hanya menyangkut organisasi, tetapi bagaimana sikap dan perilaku pemimpin pada
tingkat pribadi. Kepemimpinan dalam diri sendiri dapat dilatih dengan memiliki integritas yang tinggi. Ada tiga
kata kunci dalam mengimplementasikan integritas,[5] yaitu : 1) menunjukkan kejujuran; 2) memenuhi
komitmen; 3) berperilaku konsisten, yang berarti menunjukkan tidak adanya kesenjangan antara kata dan
perbuatan.

b. Pengetahuan (Cognizance)

Pemimpin harus memiliki pengetahuan tentang tujuan, asas organisasi yang dipimpinnya, serta cara-cara untuk
menjalankannya secara efisien, serta mampu memberikan keyakinan kepada orang-orang yang dipimpin dalam
mencapai tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sebagai pemimpin, seseorang harus berperan
mendorong anggotanya untuk beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar tujuan dapat tercapai.

Peranan yang perlu ditampilkan oleh seorang pemimpin adalah: (1) mencetuskan ide atau sebagai seorang
kepala; (2) memberi informasi; (3) sebagai seorang perencana; (4) memberi sugesti; (5) mengaktifkan anggota;
(6) mengawasi kegiatan; (7) memberi semangat untuk mencapai tujuan; (8) sebagai katalisator; (9) mewakili
kelompok; (10) memberi tanggung jawab; (11) menciptakan rasa aman; dan (12) sebagai ahli dalam bidang
yang dipimpinnya.

Dalam memposisikan (positioning) dirinya di depan bawahan, seorang pemimpin harus dapat menjadi: (1)
atasan atau komandan; (2) bapak; (3) teman. Pada saat seorang pemimpin harus memberikan perintah atah
arahan kepada bawahannya, ia harus mampu bertindak selaku atasan atau komandan. Artinya, ia harus dapat
memberi perintah yang jelas dan tegas. Kemudian, pada saat anak buah atau bawahannya mengalami kesulitan
dan memerlukan perlindungan, sang pemimpin tersebut harus dapat memposisikan dirinya sebagai bapak atau
ayah, yang melindungi bawahan sebagai “anak-anaknya.” Selain itu, juga pada momen-momen dimana
bawahan memerlukan seseorang untuk curhat (mencurahkan isi hati), sang pemimpin harus dapat menjadi
“kawan” atau teman, bahkan sahabat, bagi bawahan.

c. Keberanian (Courage)

“Keberanian sejati adalah kebajikan tertinggi,” sebagaimana diungkapkan oleh Sir Winston Churchill.
Keberanian adalah karakter utama dari seorang pemimpin sejati. Hal itu tercermin dan terlihat dalam
perkataan, perbuatan dan tindakan seorang pemimpin. Tidak akan ada terobosan signifikan tanpa keberanian
mengambil risiko. Keberanian berarti memiliki kepastian dan keteguhan dalam mengambil keputusan atau
bertindak. Namun, keberanian berbeda dengan tindakan sesaat yang tidak terfokus dan tanpa perhitungan.
Keberanian ditunjukkan oleh seorang pemimpin setelah melakukan analisis atas suatu situasi, dan mengambil
keputusan berdasarkan analisis tersebut. Setelah itu, baru lah seorang pemimpin melaksanakan dengan
sepenuh hati keputusan yang telah dibuatnya, apapun risiko yang harus dihadapinya.

d. Inisiatif (Initiative)

Mengimplementasikan sifat inisiatif (ide untuk menggerakkan). Pemimpin harus mempunyai kemampuan
melihat apa yang seharusnya dikerjakan, kemampuan menghadapi situasi tanpa adanya sarana/alat-alat atau
cara-cara yang biasa dipakai. Dengan demikian, mereka yang dipimpin benar-benar merasakan bahwa sifat
kepemimpinan hadir dalam diri pemimpinnya, yaitu pemimpin yang telah menjadi penggerak bagi mereka.
Kualitas inisiatif atau prakarsa biasanya berkaitan erat dengan kreativitas. Seorang pemimpin yang kreatif dan
penuh ide, serta berani mengambil keputusan dan melaksanakan keputusan itu, akan menjadi pemimpin yang
mampu menggerakkan seluruh anggota organisasi yang dipimpinnya.

e. Kebijaksanaan/kebajikan (Wisdom)

Kebijaksanaan (wisdom), atau disebut pula sebagai kebajikan, merupakan kearifan seorang pemimpin dalam
memutuskan sesuatu sehingga keputusannya adil dan bijaksana. Adalah penting untuk mengimplementasikan
sifat kebijaksanaan dalam kepemimpinan, karena berdampak pada hubungan-hubungan maupun pengaruh
dalam sebuah organisasi yang dipimpin. Kebijaksanaan menjadi suri teladan bagi bawahan dan orang lainnya.
Pemimpin yang bijaksana akan dihormati oleh bawahan bukan karena jabatan atau kedudukannya, melainkan
karena kualitas kepemimpinannya.

Faktor yang penting dalam kebijaksanaan adalah kesopanan. Pengaruh kepemimpinan secara spesifik beranjak
dari kepribadian pemimpin. Apabila karakter pemimpin positif, maka akan menularkan pengaruh positif, dan
sebaliknya, bila karakternya didominasi oleh unsur negatif, maka pengaruhnya tentu akan negatif. Oleh karena
itu, dalam praktek kepemimpinan sehari-hari, pemimpin yang memimpin dengan penuh kesopanan, selalu
tersenyum, dan mampu mengendalikan diri dari sikap marah yang berlebihan, akan lebih diterima dan diikuti
serta perintahnya dijalankan daripada pemimpin yang perilakunya kasar, jarang tersenyum, dan kerapkali
bertindak tidak sopan.
f. Keadilan

Bagaikan bentangan layar, sifat dan sikap adil seorang pemimpin akan menggerakkan seluruh potensi kapal
kepemimpinan seseorang menuju arah yang diinginkan. Tanpa berlaku adil, kapal kepemimpinan hanya
terombang-ambing di samudera masalah yang begitu luas. Tujuan organisasi akan sulit tercapai karena seorang
pemimpin yang tidak adil tidak akan dapat menjadi panutan dan arahan serta perintah-perintahnya tidak akan
dilaksanakan oleh anggota organisasi. Padahal, lingkungan internal maupun eksternal organisasi seringkali
menghadirkan masalah yang sangat kompleks.

Sifat adil akan selalu menjadi takaran dalam kepemimpinan. Oleh karena itu, dalam kepemimpinan, sifat adil
harus senantiasa terwujud dan diimplementasikan dalam menjalankan roda organisasi. Sifat adil berarti tidak
memihak dalam suatu situasi konflik, baik atas alasan demi kepentingan pribadi maupun kelompok. Sifat adil
juga tampak dari pemberian imbalan (reward) dan sanksi (punishment) terhadap bawahan. Pemimpin harus
mampu menempatkan kepentingan yang lebih besar dar kepentingan yang sempit. Kualitas pribadi dari sifat
adil dan tindakan yang adil ini tampaknya mudah diucapkan, tetapi tidak gampang dipraktekkan.

g. Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan merupakan landasan kepemimpinan. Kepercayaan orang adalah hal yang sangat penting, dan
merupakan suatu modal dasar bagi seorang pemimpin. Kepercayaan orang terletak pada karakter, dan karakter
adalah modal sang pemimpin. Jenderal H. Norman Schwarzkoff menekankan pentingnya karakter. Schwarzkoff
mengungkapkan, bahwa Kepemimpinan adalah kombinasi antara strategi dan karakter, namun jika anda harus
kehilangan salah satunya, lebih baik anda tidak punya strategi. Mengapa? Setiap karakter memungkinkan
terciptanya kepercayaan. Dan kepercayaan memungkinkan terciptanya kepemimpinan. Jika orang
mempercayai kita, mereka akan mendukung kita untuk berhasil. Kepercayaan dapat menuntun pada
kesuksesan. Jika orang tidak percaya kepada pemimpinnya, maka akan ditinggalkan oleh anggotanya. Hasilnya
adalah kegagalan.

h. Sikap

Setiap pemimpin perlu menciptakan kesan-kesan yang baik dalam kelakuan, pembawaan dan tingkah laku
pribadi pada setiap saat, sehingga berpengaruh terhadap anak buah/bawahan. Bahasa merupakan ukuran
untuk menilai seseorang pemimpin. Dengan bahasa dapat juga digunakan untuk menanamkan pengaruh
terhadap bawahan. Untuk itu, hendaknya berbicara dengan jelas dan sederhana dengan kalimat yang jelas,
positif dan langsung.

i. Tidak Mementingkan Diri Sendiri (Altruism)

Adalah penting untuk mengimplementasikan sifat tidak mementingkan diri sendiri dalam kepemimpinan, yaitu
sikap yang tidak mengambil keuntungan dari suatu situasi demi keuntungan sendiri dengan merugikan orang
lain.Padahal, fenomena yang muncul saat ini, egoisme pribadi atau kelompok telah berkembang menjadi virus
ganas yang melahirkan sosok kepemimpinan yang bercorak premanisme dan pameran adu kekuatan.
Persoalan-persoalan bangsa yang strategis, serius, dan luas, terkadang tidak lagi dipersepsikan sebagai
kepentingan nasional. Bagaikan sebuah kapal yang sedang berlayar yang di tengah laut harus dikuras, dirampok
dan semua mengambil bagian sebanyak mungkin dari kapal tersebut untuk dirinya dan kelompoknya.

j. Sifat Pendukung: Kemampuan Memutuskan, Tahan Menderita, Kegembiraan, Loyalitas serta Kemampuan
untuk Mempertimbangkan.

Pertama, kemampuan memutuskan. Seorang pemimpin tidak saja dituntut untuk mampu membuat rencana-
rencana dan melaksanakan rencana tersebut, tetapi juga harus mampuan untuk memutuskan segala sesuatu
yang perlu. Intinya adalah kemampuan membuat keputusan yang berkualitas.

Kedua, tahan menderita atau tahan uji. Sifat kepemimpinan ini membuat pemimpin tidak lembek, cengeng.
Sifat ini akan membawa pada karakter mentalitas seorang pemimpin.
Ketiga, kegembiraan. Senantiasa menumbuhkan kegembiraan dalam kepemimpinan akan menghadirkan
perasaan semangat dan sikap optimis dalam menjalankan tugas-tugas organisasi.

Keempat, loyalitas. Loyalitas mengacu pada kesetiaan kepada organisasi, kerelaan berkorban untuk organisasi,
dan hal-hal lain yang sifatnya heroik. Loyalitas akan menggerakkan motor-motor organisasi untuk tetap
bekerja, meskipun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, kondisi kekurangan, atau kondisi-kondisi buruk
lainnya.

Kelima, kemampuan untuk mempertimbangkan. Segala masukan yang datang dari luar, baik berupa ide atau
gagasan, tekanan-tekanan, maupun berupa materi, semuanya merupakan fakta yang memungkinkan yang
dapat menjadi solusi dalam pengambilan keputusan. Untuk ini, pemimpin perlu berperan: (1) sebagai
penggerak (aktivator); (2) sebagai pengawas; (3) sebagai martir; (4) sebagai pemberi semangat/kegembiraan;
dan (5) sebagai pemberi tanggung jawab kepada anggota.

3. Pandangan islam terhadap kepemimpinan wanita

Mayoritas pemimpin adalah mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Pemimpin perempuan hanya ditemukan di
sebagian kecil masyarakat. Sebenarnya, terkait kepemimpinan, Islam tidak melarang perempuan untuk menjadi
pemimpin.Dalam surat Al-Baqarah ayat 30 berbunyi :

‫ٰۤل‬
‫َوِاْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم ِٕىَك ِةِ اِّنْي َج اِع ٌل ِفى اَاْلْر ِض َخ ِلْيَفًةۗ َقاُلْٓو ا َاَتْج َع ُل ِفْيَها َم ْن ُّيْفِس ُد ِفْيَها َو َيْس ِفُك الِّد َم ۤا َۚء َو َنْح ُن ُنَس ِّبُح ِبَح ْمِد َك َو ُنَق ِّدُس َل َك ۗ َق اَل ِاِّنْٓي َاْعَلُم َم ا اَل‬
‫َتْع َلُم ْو َن‬

Wa iż qāla rabbuka lil-malā`ikati innī jā\'ilun fil-arḍi khalīfah, qālū a taj\'alu fīhā may yufsidu fīhā wa yasfikud-
dimā`, wa naḥnu nusabbiḥu biḥamdika wa nuqaddisu lak, qāla innī a\'lamu mā lā ta\'lamụn.

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”
Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana,
sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.”

Ayat tersebut menjelaskan semua manusia itu sama, yaitu menjadi khalifah dan menciptakan kemaslahatan di
muka bumi. Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.Seorang pemimpin yang memimpin manusia akan bertanggung
jawab atas rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas
mereka semua, seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggung
jawab atas mereka semua, seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab
atas harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya,” (HR
Muslim 3408).Hadits itu menjelaskan tugas dan kewajiban semua manusia sama, yaitu menjadi seorang
pemimpin. Minimal menjadi pemimpin diri sendiri dan setiap kepemimpinannya diminta pertanggungjawaban
nanti. Bahkan Allah menyebut nama-nama perempuan mulia di Alquran.

Pertama, Ratu Bilqis. Selain parasnya yang jelita, dia adalah seorang pemimpin bijaksana. Dia sukses mempin
rakyatnya sehingga mereka makmur dan sejatehra. Kedua, Asiyah binti Muzahim. Asiyah adalah seorang
perempuan yang dipuji karena kemandirian dan ketegasan imannya dalam melawan raja zalim, Raja Firaun.
Ketiga, Siti Maryam, seorang perempuan terbaik sepanjang masa.

“Siti Maryam dengan ketegasannya menjaga kehormatan dalam dirinya yang membuat Allah memberinya
anugerah berupa putra shaleh yaitu Nabi Isa AS,” kata Ustadzah Nur Isti Faizah, dalam kajian berjudul
Kepemimpinan Perempuan dalam Islam di akun Youtube NU Online.

Selain ketiga nama perempuan yang disebutkan di Alquran, ada pula perempuan mulia sebagai representasi
perempuan yang berhasil memimpin. Pertama ada Siti Khadijah, yang mendermakan seluruh harta, tenaga, dan
pikirannya untuk mendukung dakwah Rasulullah SAW.
Kedua, Siti Aisyah, perempuan cerdas yang mampu menghapal ribuan hadits dalam waktu singkat. Ketiga,
Ritha, perempuan yang membanting tulangnya untuk memberikan nafkah suami dan anak-anaknya.

“Rasulullah menghibur dia dengan mengatakan apa yang dilakukannya merupakan sebuah kebaikan dan
bernilai pahala,” ujar dia.

Terakhir, Nusaibah, perempuan yang berani berjuang di medan perang. Semua perempuan yang disebutkan
tadi merupakan bukti bahwa perempuan memiliki kapabilitas yang sama dengan laki-laki. Selain itu,
perempuan juga memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi seorang pemimpin.

“Karena dalam Islam landasan untuk menjadi seorang pemimpin ialah kemasalhatan umat,” kata dia.

4. Ancaman bagi mereka yang menyalahgunakan kepemimpinan

Sungguh berat beban seorang pemimpin. Sebab, pertanggungjawabannya tidak hanya di dunia yang fana ini,
melainkan juga akhirat kelak.Oleh karena itu, sifat amanah harus melekat pada dirinya. Allah SWT menebar
ancaman kepada para pemimpin yang berbuat zalim kepada rakyat atau orang yang dipimpinnya.

a. Azab yang pedih

“Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka” (HR Ahmad). Demikian sabda Nabi
Muhammad SAW. Allah mengancam orang yang semena-mena.

“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di
bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapatkan siksa yang pedih” (QS asy-Syura: 42).

Seorang pemimpin yang zalim akan merasakan akibatnya pada Hari Pembalasan. “Sungguh, manusia yang
paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil.
Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim” (HR
Tirmidzi).

b. Didoakan kesukaran

Rasulullah SAW mendoakan kesusahan bagi para penguasa yang menindas umat beliau. “Ya Allah, siapa yang
mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang
mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia,” demikian munajat
beliau, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim.

Doa itu menyiratkan dua tipikal pejabat. Ada yang kerap menyusahkan rakyatnya. Ada pula yang cenderung
memudahkan hidup mereka.Semestinya, seorang pemimpin menjalankan tugas dengan baik dan seadil-adilnya.
Bila ia terus berupaya, insya Allah, pertolongan dari-Nya akan datang. Jika ia justru menyepelekan amanah,
kesulitan akan menimpanya. “Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian ia meninggal
dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga” (HR Bukhari-Muslim).

c. Dijauhi rakyat

Rasulullah SAW berpesan agar kaum Muslimin mematuhi pemimpin (ulil amri) dari kalangan mereka, selama
pemimpin itu tidak menyuruh bermaksiat kepada Allah.Jika rakyat diperintahkan untuk maksiat, maka
hilanglah kewajiban untuk taat.

“Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf,” sabda beliau, seperti diriwayatkan Imam Bukhari. Maka,
pemimpin yang zalim akan cenderung dijauhi orang-orang yang masih berpegang teguh pada kebenaran.Inilah
pentingnya nasihat atau kritik. Kalangan ulama atau orang-orang berilmu dapat mengingatkan penguasa agar
tetap amanah dan tak salah arah. Ujaran pun disampaikan dengan tegas, tetapi baik dan sopan. Tidak
kemudian dibumbui niat ingin mempermalukan penguasa.
Kesimpulan

Kepemimpinan dalam Islam dipandang sebagai amanah. Seorang pemimpin bangsa hakekatnya ia mengemban
amanah Allah sekaligus amanah masyarakat. Amanah itu mengandung konsekwensi mengelola dengan penuh
tanggung jawab sesuai dengan harapan dan dan kebutuhan pemiliknya. Karenanya kepemimpinan bukanlah
hak milik yang boleh dinikmati dengan cara sesuka hati orang yang memegangnya. Oleh karena itu, Islam
memandang tugas kepemimpinan dalam dua tugas utama, yaitu menegakkan agama dan mengurus urusan
dunia. Sebagaimana tercermin dalam do’a yang selalu dimunajatkan oleh setiap muslim: “Rabbanaa atinaa(Yaa
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat).

Sumber :

fakultas hukum universitas pattimura. (2012, juni 12). Implementasi Sifat-Sifat Kepemimpinan Dalam Praktek
Kepemimpinan Nasional Mampu Mewujudkan Terciptanya Ketahanan Pangan Nasional. Retrieved
from https://fh.unpatti.ac.id/.

Khoir, P. M. (2011, april 11). Hakikat Pemimpin Dalam Pandangan Islam. Retrieved from
https://www.ppmmiftahulkhoir.com/.

Hasanul Rizqa. (2020, september 11). Ancaman untuk Pemimpin Zalim, tak Hanya Neraka. Retrieved from
https://islamdigest.republika.co.id/berita/qgi0x9458/

Anda mungkin juga menyukai