Anda di halaman 1dari 4

Ketersediaan tanah menjadi instrumen utama untuk pembangunan nasional di Indonesia.

Namun, masifnya kegiatan pembangunan oleh pemerintah dan masyarakat sering kali
menimbulkan gesekan permasalahan pengelolaan, pengembangan, pengamanan dan
pengendalian atas tanah. Hadirnya badan bank tanah diharapkan mampu menjembatani
ketersediaan tanah dalam pembangunan untuk kepentingan umum, sosial dan pemerataan
ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis urgensi pembentukan badan bank tanah,
mekanisme perolehan tanah sebagai penunjang pembangunan nasional, peluang dan
tantangannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Data
primer dan sekunder yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif melalui
reduksi data, penyajian data hingga penarikan kesimpulan terkait dengan keberadaan badan
bank tanah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa badan bank tanah merupakan
badan yang mampu menjawab persoalan terkait dengan pengadaan tanah untuk pembangunan
di Indonesia. Mekanisme pelaksanaannya dimulai dari proses pengadaan, pengelolaan,
pemanfaatan hingga pendistribusian tanah. Ketersediaan tanah oleh badan bank tanah selain
mampu memudahkan iklim investasi, juga mampu menghindarkan pembengkakan
pembiayaan dalam pembebasan tanah, penelantaran tanah serta sengketa tanah. Namun
demikian, penelitian ini menyarankan perlu dilakukan kajian yang lebih spesifik terkait proses
peralihan hak atas tanah dan koordinasi antar stakeholder terkait dalam rangka pemenuhan
objeknya.

Salah satu tugas Negara adalah menjamin ketertiban serta mewujudkan kesejahteraan dan
kemakmuran bagi warganya. Dalam konteks Negara kita tugas tersebut secara jelas
dicantumkan dalam pembukaan UUD 45 yang antara lain mengamanatkan bahwa Negara RI
bertujuan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta menjaga ketertiban
dunia. Untuk itu, semua Negara pada dasarnya berkewajiban untuk dapat memenuhi hak-hak
dasar bagi warganya seperti, tempat tinggal, pekerjaan yang layak, bahan makan yang cukup
dan lingkungan yang memadai sehingga Negara dituntut dapat memanfaatkan setiap jengkal
tanahnya secara optimal.

Mendesaknya penerapan manajemen pertanahan tersebut di antaranya dipicu dengan terus


bertambahnya penduduk dunia, sehingga tanah yang sifatnya statis harus mampu
menyediakan kebutuhan dasar para penghuninya. Sebagai gambaran lajunya pertumbuhan
penduduk dunia dapat kita lihat dari data Bank Dunia bahwa jumlah penduduk dunia pada
tahun 1963 tercatat sebanyak 3,195 miliar orang menanjak menjadi 7,125 miliar orang pada
tahun 2013. Rujukan lain yang menggambarkan pesatnya pertumbuhan penduduk dunia
terlihat pada laporan yang diterbitkan oleh Markas Besar PBB di New York yang bertajuk
“Prospek Populasi Dunia: Revisi 2012” yang menyatakan bahwa penduduk dunia akan naik
menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun 2025 dari jumlah kurang lebih 7,2 miliar jiwa pada saat
ini, diperkirakan jumlah penduduk dunia akan mencapai 9,6 miliar jiwa pada tahun 2050.
Menyikapi ledakan penduduk dunia tersebut, dewasa ini banyak Negara Eropa, Amerika,
Afrika dan Asia menerapkan bank tanah/land banking sebagai sarana manajemen pertanahan.
Land banking sebagai alternatif manajemen pertanahan yang saat ini diterapkan di banyak
Negara, secara konseptual sebetulnya bukan hal baru. Sebagai instrumen manajemen
pertanahan, sebetulnya land banking/bank tanah merupakan bentuk penyempurnaan dan
perluasan pola manajemen pertanahan yang dterapkan di beberapa Negara Eropa beberapa
abad yang lampau pada saat Negara-negara tersebut menyelenggarakan program land
consolidation khususnya di sektor pertanian seperti di Negara-negara Inggris (1710 – 1853),
Denmark (1720), Swedia (1749), Norwegia (tahun 1821) dan Jerman (1821).
Apabila pada awalnya konsep land consolidation yang digunakan di sektor pertanian, land
banking sebagai manajemen pertanahan biasa diterapkan di banyak Negara untuk keperluan,
konsolidasi tata ruang pertanahan, mengendalikan gejolak harga tanah, mengefektifkan
manajemen pertanahan, mencegah terjadinya pemanfaatan yang tidak optimal maupun
pengembangan tata perkotaan yang baru. Untuk itu, apabila pemangku kepentingan
dalam land consolidation yang diterapkan di sektor pertanian pada umumnya adalah sektor
pemerintahan (public), dalam land banking pendirinya dapat berupa sektor pemerintah
maupun swasta.

Bank Tanah diberikan kewenangan khusus untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka
ekonomi berkeadilan untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan
nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan dan reforma agraria.

Bank Tanah sendiri akan bertanggung jawab secara langsung kepada presiden melalui Komite
Bank Tanah. Komite ini mengemban tugas untuk menetapkan kebijakan strategis Bank Tanah.
Dalam kepentingan umum, Bank Tanah mendapatkan tanggung jawab untuk mendukung
ketersediaan tanah untuk berbagai pembangunan infrastruktur yang tersebar di seluruh pelosok.

Selain itu, Bank Tanah juga mendukung jaminan ketersediaan tanah untuk kepentingan sosial
seperti kepentingan Pendidikan, ibadah, budaya, konservasi dan penghijauan. Untuk diketahui,
Bank Tanah nantinya akan mendukung pemanfaatan tanah bagi kepentingan umum, sosial,
pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan serta reforma agraria.

Selama ini, Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi land regulator (pengatur tanah). Maka
dari itu Bank Tanah diharapkan mampu menjalani fungsi sebagai land manager (pengelola tanah)
negara. Dengan adanya bank tanah, negara bisa mengatur berbagai kebutuhan pembangunan yang
tujuannya untuk kemaslahatan dan kemakmuran masyarakat. Di dalam UUCK juga telah diatur
fungsi maupun peran Bank Tanah, yaitu memiliki tujuan akhir memberikan kemakmuran kepada
masyarakat.

“Dalam hal ini tujuan dibentuknya bank tanah supaya negara bisa menampung fungsi
sebagai land keeper tanah-tanah yang bisa dimanfaatkan nantinya untuk berbagai kepentingan.”
Perpres dan kebijakan ini memang harus segera diterbitkan, untuk mulai menapaki tertibnya
pengelolaan tanah untuk kesejahteraan rakyat.

Skema kerja bank tanah, antara lain, merencanakan ketersediaan tanah untuk
kepentingan umum, sosial, pembangunan, pemerataan ekonomi, konsolidasi
lahan, serta reforma agraria dan keadilan pertanahan.

Mulai tahun ini, pemerintah akan mulai memelototi kepemilikan dan pengelolaan
tanah. Tanah yang telantar dan yang habis masa haknya akan diambil kembali oleh
negara. Hal ini seiring dengan mulai beroperasinya bank tanah pada 2022. Badan
yang ditugasi sebagai manajer yang mengelola tanah itu pun telah mendapatkan
modal awal dengan skema penyertaan modal negara (PNM) Rp1 triliun dari rencana
awal Rp2,5 triliun.

Shock therapy itu sepertinya terjadi pada Kamis, 6 Januari 2022. Presiden Joko
Widodo mencabut ribuan izin perusahaan pertambangan mineral dan batu bara dan
pencabutan izin sektor kehutanan dan HGU perkebunan.

“Izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain,
serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan, kita cabut,” tegas
Presiden Joko Widodo dalam keterangannya di Istana Kepresidenan Bogor, pada
Kamis, 6 Januari 2022.

Dalam keterangan pers tersebut Presiden Jokowi mengatakan, pertama, pemerintah


mencabut sebanyak 2.078 izin perusahaan pertambangan mineral dan batu bara
(minerba) karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja. “Izin yang sudah
bertahun-tahun telah diberikan tetapi tidak dikerjakan, ini menyebabkan
tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat,” imbuhnya.

Kedua, pemerintah juga mencabut sebanyak 192 izin sektor kehutanan seluas
3.126.439 hektare. Izin-izin ini dicabut karena tidak aktif, tidak membuat rencana
kerja, dan ditelantarkan.

Ketiga, untuk Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang ditelantarkan seluas 34.448
hektare, hari ini juga dicabut. Dari luasan tersebut, sebanyak 25.128 hektare adalah
milik 12 badan hukum, sisanya 9.320 hektare merupakan bagian dari HGU yang
telantar milik 24 badan hukum.
Sekjen Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto menjelaskan, bank tanah yang
ditugaskan untuk mengatasi masalah harga tanah yang tinggi, ketersediaan tanah
pemerintah yang terbatas, dan terjadinya urban sprawling yang berakibat pada tidak
terkendalinya alih fungsi lahan dan perkembangan kota yang tidak efisien.

Skema kerja bank tanah, antara lain, merencanakan ketersediaan tanah untuk
kepentingan umum, sosial, pembangunan, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan,
serta reforma agraria dan keadilan pertanahan.

Perolehan bank tanah, yaitu tanah hasil penetapan pemerintah dan tanah dari pihak
lain. Bank tanah dapat melakukan pengadaan tanah dengan mekanisme tahapan
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau pengadaan
tanah secara langsung.

Menurutnya bank tanah akan melakukan pengelolaan, pengembangan,


pengamanan, dan pengendalian tanah. Pemanfaatan tanah oleh bank tanah
dilakukan melalui kerja sama pemanfaatan dengan pihak lain dan tetap
memerhatikan asas kemanfaatan serta asas prioritas.

Pembentukan badan bank tanah dilakukan melalui penandatangan Peraturan


Presiden (Perpres) nomor 113 tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan
Bank Tanah oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Adapun susunan dan struktur badan bank tanah yaitu sebagai berikut:

Komite Bank Tanah terdiri dari:

- Menteri ATR/BPN

- Menteri Keuangan

- Menteri PUPR

Anda mungkin juga menyukai