Anda di halaman 1dari 20

“MAKALAH ULUMUL HADIST “

“ILMU HADIST RIWAYAH DAN DIRAYAH “

Dosen pengampu:
ANUARSYAH

Disusun Oleh :Kelompok 4


1. Rohib Yusuf Qordhawi
2. M Faza ikhsan Nugraha A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafa’atnya di akhirat kelak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu
Bapak Anuarsyah yang telah memberikan amanah untuk menyelesaikan pembahasan
tentang“ilmu hadist riwayah dan dirayah “.Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Curup , 6 Mei 2023

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................I

DAFTAR ISI ..............................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................................1


B. Rumusan Masalah .........................................................................................1
C. Tujuan ...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................2

1. Apa Pengertian Ilmu Hadits Riwayah?

2. Apa Klasifikasi Ilmu Hadis Riwayah?

3. Apa Pengertian Ilmu Hadits Dirayah?

4. Apa Kitab-Kitab Hadits Riwayah Dan Tingkatan-Tingkatannya?

BAB III PENUTUP ...................................................................................................16

A. Kesimpulan .....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam pengetahuan. Sumber dari


pengetahuan tersebut ada dua macam yaitu Aqli dan Naqli. Sumber naqli ini merupakan pilar
sebagian besar ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia. Dan sumber yang sangat
otentif bagi ummat Islam dalam hal ini adalah Al-Quran dan Hadits.

Hadits dan Sunnah, baik secara struktural maupun fungsional disepakati oleh
mayoritas kaum Muslim dari berbagai madzhab Islam sebagai sumber ajaran Islam. karena
dengan adanya hadits dan sunnah itulah ajaran Islam menjadi jelas, rinci, dan spesifik.
Sepanjang sejarahnya, hadits-hadits yang tercantum dalam dalam berbagai kitab hadits yang
ada telah melalui proses penelitian ilmiah yang rumit, sehingga menghasilkan kualitas hadits
yang diinginkan oleh para penghimpunnya..

Dalam penelitiannya, para ulama hadits itu menggunakan dua pendekatan, yaitu kritik
sanad dan matan, sehingga melahirkan teori-teori yang berkaitan dengannya. Kedua
pendekatan tersebut bukan suatu yang baru dalam pendekatan studi hadits karena bila
ditelusuri ke zaman sahabat, pendekatan ini sudah digunakan.

Secara garis besar menurut kajian muta’akhirin ilmu hadis terbagi menjadi dua, yaitu
ilmu hadist Riwayah dan ilmu hadist Dirayah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Ilmu Hadits Riwayah?

2. Apa Klasifikasi Ilmu Hadis Riwayah?

3. Apa Pengertian Ilmu Hadits Dirayah?

4. Apa Kitab-Kitab Hadits Riwayah Dan Tingkatan-Tingkatannya?

C. Tujuan

1. Mengetahui Pengertian Ilmu Hadits Riwayah.

2. Mengetahui Klasifikasi Ilmu Hadis Riwayah.

1
3. Mengetahui Pengertian Ilmu Hadits Dirayah.

4. Mengetahui Kitab-Kitab Hadits Riwayah Dan Tingkatan-Tingkatannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Hadits Riwayah

Menurut bahasa riwayah berarti Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu
hadis riwayah, secara bahasa, berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan.

Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ilmu hadis riwayah, namun yang
paling terkenal diantara definisi-definisi tersebut adalah definisi Ibnu Al-Akhfani, yaitu ilmu
hadis riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi
SAW, periwayatannya, pencatatannya, dan penelitian lafazh-lafazhnya.

Sedangkan ilmu hadits riwayah menurut istilah sebagaimana pendapat Dr. Subhi
Asshalih, ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang periwayatan secara teliti
dan berhati-hati bagi segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad baik berupa
perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat serta segala segala sesuatu yang disandarkan
kepada sahabat dan tabiin.

Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Suyuthi, bahwa yang
dimaksud Ilmu Hadis Riwayah adalah Ilmu Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah
adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi saw dan perbuatannya,
serta periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya

Ilmu hadits Riwayah ialah ilmu yang membahas perkembangan hadits Dari segi
kelakuan para Perawinya, mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari segi
keadaan sanad. Ilmu hadits riwayah ini berkisar pada bagaimana cara-cara penukilan hadits
yang dilakukan oleh para ahli hadits, bagaimana cara menyampaikan kepada orang lain dan
membukukan hadits dalam suatu kitab.1

Objek kajian ilmu hadits riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi
SAW, sahabat, dan tabi’in, yang meliputi

1
DR.Nawir Yuslem. MA, ulumul Hadits, Jakarta: Mutiara sumber widya. 2001, hal 3

3
1. Cara periwayatannya

yakni cara penerimaan dan penyampaian hadis seorang periwayat (rawi) kepada
periwayat lain

2. Cara pemeliharaan

yakni penghafalan, penulisan, dan pembukuan hadits.Ilmu hadits riwayah bertujuan


agar umat Islam menjadikan Nabi SAW sebagai suri teladan melalui pemahaman terhadap
riwayat yang berasal darinya dan mengamalkannya.Pada masa Nabi Muhammad saw. para
sahabat dilarang menulis hadits.2

Dengan demikian hadits hanya tersimpan dalam hafalan para sahabat. Periwayatan
hadits oleh para sahabat, tabi`in dan tabi`it tabi`in dilakukan dengan dua cara, yaitu
periwayatan dengan lafal (riwayah hi al-lafzi); dan periwayatan dengan makna (riwayah hi al-
ma`na).

1. Periwayatan dengan lafal (riwayah hi al-lafzi)

Adalah periwayatan yang disampaikan sesuai dengan lafal yang diucapkan oleh Nabi
Muhammad SAW.. Ciri-ciri hadits yang diriwayatkan secara lafal ini, antara lain dalam
bentuk muta’ahad (sanadnya memperkuat hadits lain yang sama sanadnya), misalnya hadits
tentang adzan dan syahadat. hadits-hadits tentang doa dan tentang kalimat yang padat dan
memiliki pengertian yang mendalam (jawaami` al-kalimah)

2. Periwayatan dengan makna (riwayah hi al-ma`na)

Adalah hadits yang diriwayatkan sesuai dengan makna yang dimaksudkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Dengan demikian dari segi redaksinya ada perubahan. Sebagian besar
hadits Nabi SAW diriwayatkan dengan cara demikian. Sebab beliau memberi isyarat
diperbolehkannya meriwayatkan hadits dengan riwayah hi al-ma`na.

Syarat-syarat yang ditetapkan dalam meriwayatkan hadits secara makna ini cukup
ketat, yaitu periwayat haruslah seorang muslim, baligh, adil, dan dhobit (cermat dan kuat).
Periwayat hadits tersebut haruslah benar-benar memahami isi dan kandungan hadits yang
dimaksud. periwayat hadits haruslah memahami secara luas perbedaan-perbedaan lafal

2
Muhammad Ahmad. Ulumul Hadits. Bandung:Pustaka Setia.2004.hlm.52-53

4
sinonim dalam bahasa Arab. meskipun si pelafal lupa lafal atau redaksi hadits yang
disampaikan Nabi Muhammad saw., namun harus ingat maknanya secara tepat.3

Adapun tujuan dan urgensi ilmu hadis riwayah ini adalah agar tidak lenyap dan sia-
sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam
penulisan dan pembukuannya. Dengan demikian, hadis-hadis Nabi SAW dapat terpelihara
kemurniannya dan dapat diamalkan hukum-hukum yang terkandung didalamnya.

Fokus pembahasan ilmu hadist riwayah atau penekanan pembahasannya mempelajari


periwayatan yang mengakumulasi apa, siapa, dan dari siapa berita itu diriwayatkan tanpa
mempersyaratkan shahih atau tidaknya periwayatan. Dengan demikian pembahasan ilmu
hadist riwayah adalah matan yang diriwayatkan itu sendiri karena memang perbuatan dan
perkataan Rosul itu adanya pada matan. Namun matan ini tidak mungkin muncul dengan
sendirinya tanpa ada sanadnya, bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa rukun hadist itu
terdiri dari sanad dan matan.

B. Klasifikasi Ilmu Hadis Riwayah

1. Hadits Riwayah Bil-Lafdzi

Hadits Riwayah Bil-Lafdzi adalah meriwayatkan hadits sesuai dengan lafadz yang
mereka terima dari Nabi saw dan mereka hafal benar lafadz dari Nabi tersebut. Atau dengan
kata lain meriwayatkan dengan lafadz yang masih asli dari Nabi saw. Riwayat hadits dengan
lafadz ini sebenarnya tidak ada persoalan, karena sahabat menerima langsung dari Nabi baik
melalui perkataan maupun perbuatan, dan pada saat itu sahabat langsung menulis atau
menghafalnya.

2. Hadits Riwayah Bil-Ma’na

Hadits Riwayah Bil-Ma’na adalah meriwayatkan hadits dengan maknanya saja


sedangkan redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkan. Atau dengan kata lain
apa yang diucapkan oleh Rasulullah hanya dipahami maksudnya saja, lalu disampaikan oleh
para sahabat dengan lafadz atau susunan redaksi mereka sendiri. Hal ini dikarenakan para
sahabat tidak sama daya ingatannya, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Di samping itu
kemungkinan masanya sudah lama, sehingga yang masih ingat hanya maksudnya sementara
apa yang diucapkan Nabi sudah tidak diingatnya.

3
Drs. Munzier Suparta, MA., Ilmu Hadits, Jakarta : Raja Grafindo persada. 2003, hal 24

5
Menukil atau meriwayatkan hadits secara makna ini hanya diperbolehkan ketikan
hadits-hadits belum terkodifikasi. Adapun hadits-hadits yang sudah terhimpun dan dibukukan
dalam kitab-kitab tertentu (seperti sekarang), tidak diperbolehkan merubahnya dengan
lafadz/matan yang lain meskipun maknanya tetap.

Adapun contoh hadits ma’nawi adalah sebagai berikut

“Ada seorang wanita datang menghadap Nabi saw, yang bermaksud menyerahkan
dirinya (untuk dikawin) kepada beliau. Tiba-tiba ada seorang laki-laki berkata: Ya
Rasulullah, nikahkanlah wanita tersebut kepadaku, sedangkan laki-laki tersebut tidak
memiliki sesuatu untuk dijadikan sebagai maharnya selain dia hafal sebagian ayat-ayat Al-
Qur’an. Maka Nabi saw berkata kepada laki-laki tersebut: Aku nikahkan engkau kepada
wanita tersebut dengan mahar (mas kawin) berupa mengajarkan ayat Al-Qur’an.”

Dalam satu riwayat disebutkan: “Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut
dengan mahar berupa (mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an”. Dalam riwayat lain disebutkan:
“Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut atas dasar mahar berupa (mengajarkan) ayat-
ayat Al-Qur’an”. Dan dalam riwayat lain disebutkan: “Aku jadikan wanita tersebut milik
engkau dengan mahar berupa (mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an”. (Al-Hadits).4

C. Pengertian Ilmu Hadits Dirayah

Menurut bahasa, Dirayah berarti pengetahuan. Ilmu Hadits Dirayah juga sering
disebut-sebut sebagai pengetahuan tentang ilmu hadits atau pengantar ilmu hadits. Ilmu
hadits dirayah adalah ilmu pengetahuan tentang rawi dan yang diriwayahkan atau sanad dan
matannya baik juga berkaitan dengan pengetahuan tentang syarat-syarat periwayahan,
macam-macamnya atau hukum-hukumnya.

Ulama lain berpendapat, ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang dapat mengetahui
keadaan sanad dan matan. Menurut imam Assyuthi, Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu yang
mempelajari tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya dan hukum-
hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, macam-macam periwayatan, dan hal-
hal yang berkaitan dengannya.

Obyek atau sasaran Ilmu Hadits Dirayah adalah sanad dan matan hadits, sehubungan
dengan keshahihan, hasan, dan dha'ifnya. Kajian terhadap masalah-masalah yang

4
M. Syuhudi, Ismail. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: Bandung, 1987. hal.61

6
bersangkutan dengan sanad disebut naqd as-sanad (kritik sanad) atau kritik ekstern. Pokok
bahasan naqd as-sanad adalah sebagai berikut:

1. Ittishal as-sanad (persambungan sanad) .

2. Tsiqat as-sanad, yakni sifat ‘adl (adil) , dhabit (cermat dan kuat), tsiqah
(terpercaya) yang harus dimiliki seoarang periwayat.

3. Syadz, yakni kejanggalan yang terdapat atau bersumber dari sanad.

4. ‘Illat, yakni cacat yang tersembunyi pada suatu hadis yang kelihatannya baik
atau sempurna.

Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahih-an atau ke


dhaifan-nya. Hal tersebut dapat dilihat dari kesejalanannya dengan makna dan tujuan yang
terkandung didalam Al-Qur’an :

1. Dari kejanggalan redaksi (Rakakat al-Faz).

2. Dari cacat atau kejanggalan dari maknanya (Fasad al-Ma’na).

3. Dari kata-kata asing (Gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami
berdasarkan maknanya yang umum dikenal. 5

Tujuan dan urgensi Ilmu hadits Dirayah adalah untuk mengetahui dan menetapkan
hadits-hadits yang Maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk diamalkan) dan yang
Mardud (yang ditolak).

Dari Kedua Ilmu Tersebut Banyak bermunculan cabang-cabang ilmu mengenai


keduanya. Berikut diantara ilmu-ilmu yang bermunculan dari berbagai ragam topik ilmu
dirayah

1. Ilmu Jarah Wa Al-Ta’dil

Ilmu ini membahas para rawi, sekiranya masalah yang membuat mereka tercela atau
bersih dalam menggunakan lafad-lafad tertentu. Ini adalah buah ilmu tersebut dan merupakan
bagian terbesarnya.

2. Ilmu Tokoh-Tokoh Hadits

5
Dr. M. Alfatih Suryadilaga, ddk. , ulumul Hadits, Yogyakarta: Teras. 2010, hal 121-129

7
Dengan ilmu ini dapat diketahui apakah para rawi layak menjadi perawi atau tidak.
Orang yang pertama dibidang ini adalah al-bukhari.

3. Ilmu Mukhtalaf Al-Hadits

Ilmu ini membahas hadits-hadits yang secara lahiriyah bertentangan, namun ada
kemungkinan dapat diterima dengan syarat. Jelasnya, umpamanya ada dua hadits yang yang
makna lahirnya bertentangan, kemudian dapat diambil jalan tengah, atau salah satunya ada
yang di utamakan. Misalnya sabda rasulullah SAW, “tiada penyakit menular ” dan sabdanya
dalam hadits lain berbunyi, “Larilah dari penyakit kusta sebagaimana kamu lari singa”.
Kedua hadits tersebut sama-sama shahih. Lalu diterapkanlah jalan tengah bahwa
sesungguhnya penyakit tersebut tidak menular dengan sendirinya. Akan tetapi Allah SWT
menjadikan pergaulan orang yang sakit dengan yang sehat sebagai sebab penularan penyakit.

4. Ilmu Gharib Al-Hadits

Ilmu ini membahas tentang kesamaran makna lafad hadits. Karena telah berbaur
dengan bahasa arab pasar. Ulama yang terdahulu menyusun kitab tentang ilmu ini adalah abu
hasan al-nadru ibn syamil al-mazini, wafat pada tahun 203 H.

5. ilmu Nasikh Wa Al-Mansukh Al-Hadits

ilmu nasikh wa al-mansukh al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang hadits-
hadits yang bertentangan yang hukumnya tidak dapat dikompromikan antara yang satu
dengan yang lain.yang datang dahulu disebut mansukh (hadits yang dihapus) dan yang datang
kemudian disebut nasikh (hadits yang menghapus).6

D. Kitab-Kitab Hadits Riwayah Dan Tingkatan-Tingkatannya

1. Kitab Jami’

Menurut etimologinya, al-Jami’ artinya “yang menghimpun” sehingga dapat dipahami


bahwa kitab al-Jami’ adalah kitab yang menghimpun banyak hal. Karena itulah, menurut
istilah ulama hadis, pengertian kitab al-Jami’ ada dua macam, yaitu:

a. Dilihat dari segi pokok kandungan hadis yang dihimpunnya, pengertian kitab
al-Jami’ adalah kitab hadis yang disusun dan dibukukan oleh pengarangnya terhadap semua
pembahasan agama. Diantaranya masalah iman, thaharah, ibadah, mu’amalah, pernikahan,
6
Drs. Maslani,M.Ag. dan Ratu Suntiah,M.Ag. ikhisar ulumul hadits. Bandung: Sega Arsy. 2012, hal 66-67

8
sirah, riwayat hidup, tafsir, adab, penyucian jiwa, fitnah dan lain sebagainya. Inilah yang
membedakan antara kitab al-jami’ dan kitab al-Musannaf. Karena hanya disusun berdasarkan
permasalahan tertentu dan umumnya adalah mengenai persoalan fikih, sedangkan al-Jami’
lebih umum.

b. Dilihat dari segi sumber rujukan hadis-hadis yang dihimpunnya, pengertian


kitab al-Jami’ adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis yang berasal dari kitab-kitab hadis
yang telah ada.

Sebagai contoh kitab al-Jami’ adalah kitab Sahih al-Bukhari (194-256 H), kitab
tersebut ia beri nama “al-Jami’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min umuri Rasulillahi
Sallallahu ‘alaihi wa sallama wa sunanihi wa ayyamihi. kitab tersebut dinamakan al-Jami’
karena di dalamnya mencakup masalah yang beraneka ragam, termasuk persoalan hukum,
politik, dan sebagainya.

2. Kitab Shahih

Kitab hadist shahih ialah kitab yang berisi hadist- hadist shahih saja. Seperti kitab
hadist yang terkenal yaitu shahih Al Bukhary dan Shahih Muslim. Shahih Al Bukhary adalah
kitab yang mula- mula yang membukukan hadist- hadist shahih. Kebanyakan ulama hadist
sepakat menetapkan bahwa shahih Bukhary itu adalah seshahih- shahih kitab sesudah Al-
Qur’an.7

3. Kitab Sunan

Yang dimaksud dengan kitab Sunan adalah kitab yang ditulis dengan mengikuti
urutan bab fiqh, seperti Iman, Thaharah, salat, zakat, dan seterusnya, dan kebanyakan berisi
hadits marfu’, sedikit dan jarang sekali memuat khabar mauquf.

a. Sunan Abu Dawud

Penulisnya adalah Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syiddad bin Amar
bin Azdi as Sijistani atau lebih dikenal dengan Abu Dawud as-Sijistani rahimahullahu,
seorang Imam dan tokoh ahli hadits dari Sijistan, Bashrah. Beliau juga memiliki banyak
karya diantaranya adalah al-Marasil, kitab al-Qodar, an-nasikh wal Mansukh, Fadha’ilul
’Amal, Kitab az-Zuhd, Dalailun Nubuwah, Ibtda’ul Wahyi dan Akhbarul Khowarij.

7
Drs. M.Agus Solahudin, M.Ag, Ulumul Hadis, Bandung:Pustaka Setia, 2008. Hal 110

9
Al-Imam Abu Dawud didalam menulis kitab ini tidak hanya memuat hadits shahih
saja, namun beliau juga memasukkan hadits hasan dan dhaif yang tidak dibuang oleh ulama
hadits. Namun, ribuan hadits yang shahih dalam Sunan Abu Dawud dinilai keabsahannya
sebagai kitab hadits ketiga setelah Shahih Bukhari dan Muslim yang dijadikan mashdar oleh
kaum muslimin dan kitab Sunan yang paling diutamakan diantara kitab sunan lainnya.

Jumlah hadits dalam Sunan Abu Dawud adalah sebanyak 4.800 hadits, sebagian
ulama menghitungnya sebanyak 5.274 hadits. Perbedaan ini dikarenakan sebagian orang
menghitung hadits yang diulang sebagai satu hadits dan sebagian lagi menghitungnya sebagai
dua hadits. Abu Dawud membagi Sunannya dalam beberapa kitab dan tiap kitab dibagi
menjadi beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah diantaranya ada 3 kitab yang tidak
dibagi dalam bab-bab. Sedangkan jumlah babnya ada 1.871 bab.8

b. Sunan an-Nasa’i

Penulisnya adalah Abu Abdurrahman Ahmad bin Ali bin Syu’aib bin Ali bin Sinan al-
Khurasani. Beliau adalah ulama hadits terkemuka dimasanya, seorang yang sangat teliti dan
memiliki persyaratan yang ketat didalam menerima hadits. Beliau memiliki beberapa karya
dinataranya as-Sunanul Kubra, as-Sunanus Shughra (juga dikatakan al-Mujtaba), al-
Khashaish, Fadhailus Shahabah dan al-Manasik.

Imam Nasa’i sangat cermat didalam menyusun Sunanus Shughra ini, yang beliau tulis
setelah menyusun Sunanul Kubra. Beliau berupaya hanya menghimpun yang shahih saja
didalam kitab Sunan-nya ini.

Sunan an-Nasa’i ini menghimpun sejumlah 51 kitab dan haditsnya berjumlah 5774
hadits. Adapun mengenai syarah an-Nasa’i, sesungguhnya masih sangat sedikit sekali
walaupun kitab ini sudah berumur hampir 600 tahun.

c. Sunan at-Tirmidzi

Penulisnya adalah al-Imam Abu Isa Muhammad bin Musa bin ad-Dhahhak as-Sulami
at-Turmudzi dari Tirmidz, Iran Utara. Beliau adalah seorang imam ahli hadits yang kuat
hafalannya, amanah dan teliti. Beliau memiliki beberapa karangan diantaranya adalah Kitabul
Jami’ (lebih dikenal dengan Sunan at-Turmudzi), al-’Illat, at-Tarikh, asy-Syamail an-
Nabawiyah, az-Zuhd dan al-Asma’ wal Kuna.

8
H. Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 1999. Hal 45

10
d. Sunan Ibnu Majah

Penulisnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’i al-
Qazwini dari desa Qazwin, Iran. Beliau adalah muhaddits ulung, mufassir dan seorang alim.
Beliau memiliki beberapa karya diantaranya adalah Kitabus Sunan, Tafsir dan Tarikh Ibnu
Majah.

Beliau menyusun kitabnya dengan sistematika fikih, yang tersusun atas 32 kitab dan
1500 bab dan jumlah haditsnya sekitar 4.000 hadits. Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi
menghitung ada sebanyak 4241 hadits di dalamnya. Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadits
yang shahih, hasan, dhaif bahkan maudhu’.9

4. Kitab Al- Mushannaf

Pengertian Musannaf adalah sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab
permasalahan tertentu. Misalnya saja bab-bab fikih yang mencakup hadis-hadis marfu’,
mauquf, dan maqtu’, atau didalamnya terdapat hadis Nabi SAW, perkataan sahabat, fatwa-
fatwa tabi’in, dan terkadang fatwa tabi’ut tabi’in. Diantara kitab-kitab Musannaf tersebut
adalah;

Al-Musannaf karya Imam Zaid bin Ali al Washithi Abu Khalid (w. 72 H.). Zaid
menyusun hadis Nabi berdasarkan persoalan fikih dan hukum. Kitabnya sering dinakaman
dengan musnad karena semua riwayat yang disebutkan semuanya disandarkan pada Imam
Zaid, sering pula dinamakan al-Majmu’ karena kitab tersebut mengumpulkan hadis,
perkataan dan beberapa fatwa. Hanya saja perlu diketahui bahwa semua hadis yang terdapat
di dalamnya semuanya bersumber dari jalur Zaid dari bapaknya dari kakeknya dari Ali bin
Abi Thalib.

Al-Musannaf karya Abdurrazzaq bin Hammam bin Nafi’ al Humairi al Shan’ani (126-
211 H). Sesuai dengan namanya, kitab ini tersusun berdasarkan bab-bab fikih sehingga ia
diawali dengan pembahasan thaharah dan seterusnya, di mana jumlahnya terdiri atas 136 bab.
Di dalamnya juga terdapat hadis shahih dan dhaif serta hadis yang memiliki kecacatan.

Al-Musannaf karya Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al-Kufi.
Kitab ini termasuk kitab Syarh al-Atsar, karena di dalamnya dicantumkan banyak hadis dan
atsar shahabat. Hanya saja Ibnu Abi Syaibah tidak terlalu selektif dalam menghimpun hadis-

9
Drs. Factur Rahman. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung: Al-Ma’rif, 1985. Hal 92

11
hadis dan atsar-atsar shahabat. Hampir semua hadis dan atsar shahabat dimasukkan ke
dalamnya, baik yang berstatus shahih, hasan, maupun dhaif. Akan tetapi, tentu saja ia tidak
memasukkan hadis-hadis dan atsar-atsar shahabat yang jelas-jelas palsu. Kitab ini pun
disusun berdasarkan bab-bab fikih karena memang Ibnu Abi Syaibah hidup di sebuah masa
ketika fikih sedang mengalami kejayaan. Pada masa tersebut, banyak mahdzab fikih
bermunculan. Karenanya, di dalam kitabnya, ia sering mengutip pendapat atau pernyataan
para ulama mengenai persoalan tertentu, tanpa melalui seleksi yang ketat. Sehingga di
dalamnya ditemukan ada hadis dan atsar yang berkualitas munqati’, mu’dal, ma’lul dan
mursal.10

5. Kitab Musnad

Menurut etimologi, musnad berarti “sesuatu yang disandarkan pada sumbernya”


Sehingga di sini dipahami bahwa kitab musnad merupakan kumpulan hadis yang semuanya
tersusun dengan sebuah sandaran tertentu. Sedangkan menurut terminologinya, Kitab
Musnad adalah sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama perawi pertama.

Metodologi urutan nama perawi pertama tersebut berbeda-beda sesuai dengan


keinginan penyusun setiap kitab musnad, ada yang berdasarkan menurut tertib kabilah
misalnya dengan mendahulukan Bani Hasyim kemudian kabilah-kabilah yang lebih dekat
dengan Nabi dari aspek nasab dan keturunannya. Ada yang berdasarkan nama sahabat
menurut urutan waktu dalam memeluk Islam, termasuk di antaranya adalah Musnad Imam
Ahmad bin Hanbal (164-241 H), di mana ia memulai menyusun kitabnya yang diawali
dengan sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, kemudian ahlu bait dan seterusnya.
Adapula yang menyusun kitab musnad berdasarkan urutan huruf alfabet setiap nama sahabat,
termasuk di dalamnya kitab musnad yang dikarang oleh Baqi bin Makhlad al Qurthubi (w.
276 H). Adapula yang menyusun kitab musnad berdasarkan daerah tempat tinggal sahabat,
termasuk di dalamnya adalah Musnad al-Syamiyyin karya Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub
Abu al-Qasim al-Thabrani. Adapula yang hanya membatasi pada seoprang sahabat saja,
termasuk di antaranya adalah Musnad ‘Aisyah karya Ibnu Abi Daud, Musnad Umar bin
Khattab karya Ibn al-Najjad.

Musnad-musnad yang terdapat dalam kitab musnad tersebut tidak hanya berisi
kumpulan hadis shahih saja, tetapi mencakup semua hadis shahih, hasan, dan dhaif, dan tidak

10
Mahmud, Thahan, Ilmu Hadits Praktis, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2013. hal. 9

12
berurutan berdasarkan bab-bab fikih, karena urutan tersebut harus menggabungkan musnad
setiap sahabat tanpa melihat obyek pembahasan riwayatnya.

Diantara keistimewaan yang dimiliki oleh kitab musnad adalah kitab tersebut hanya
mencakup hadis-hadis yang berasal dari nabi, artinya tidak terdapat didalamnya perkataan
sahabat atau tabi’in apalagi fatwa tabi’ut tabi’in kecuali sedikit saja. Kedua, didalam kitab
musnad sudah tidak ada ditemukan tambahan-tambahan dari penulisnya kecuali sedikit saja. 11

6. Kitab Mustadrak

Kitab Hadis yang mengumpulkan Hadis-hadis yang tidak disebutkan oleh seseorang
pengarang sebelumnya secara sengaja atau tidak. Contohnya kitab Mustadarak al-Hakim
setebal 4 jilid di mana Hadis-hadis tersebut dikumpul menepati syarat-syarat yang digunakan
oleh Bukhari dan Muslim.

Kitab ini tidak boleh dibaca begitu saja, tetapi mesti bersama dengan takhrijnya oleh
al-Zahabi. Antara contoh kitab-kitab mustadrak yang lain adalah seperti Mustadrak Hafiz
Ahmad al-Maliki. Tujuan penyusunan kitab Mustadarak ialah: Supaya kita tidak
menganggap Hadis sahih hanyalah apa yang terkandung di dalam Sahih al-Bukhari dan
Muslim sahaja.

7. Kitab Mustakhraj

Mengumpulkan Hadis-hadis yang sama dalam satu kitab tetapi sanadnya berlainan di
mana sanadnya bertemu dengan syeikh kitab asalnya (gurunya) seperti Hadis tentang niat.
Contoh kitab Mustakhraj ialah Mustakhraj Abu ‘Awanah `Ala Sahih Muslim.

Ada juga yang hanya membawa Hadis-hadis tersebut tetapi tidak membawa sanadnya.
Beliau cuma menyebut kitab-kitab yang menyebut tentang perawinya. Tujuannya adalah:
Supaya Hadis-hadis tersebut akan lebih meyakinkan dengan banyaknya para perawi yang
meriwayatkan Hadis tersebut. Contoh lain juga ialah Mustakhraj al Sahihain:

a. Mustakhraj atas kitab Sahih Muslim oleh Abu Ja`far bin Hamdan, Abu Bakar
al-Jauzaqi, Abi Imran Musa bin Abbas, Abi Said bin Utsman dan sebagainya.

b. Mustkhraj atas Bukhari saja seperti karangan al-Ismaili, Abu Abdillah dan lain-
lain.

11
Endang Soetari. Ilmu Hadits. Bandung: Mimbar Pustaka, 2005. Hal 74

13
Ada juga Mustakhraj atas al-Tirmizi oleh Abi Ali al-Tusi, Mustakhraj atas Abu Daud,
Kitab al-Tauhid karangan Ibn Khuzaimah. Bagaimanapun mereka tidak beriltizam tentang
kesahihannya. Dan ada yang mentakrifkan Mustakhraj yang mana sanadnya bertemu dengan
tabi`in tetapi ada iktilaf mengenainya.12

Kitab mewarisi banyak sekali kitab hadits. Itulah warisan peninggalan islam yang
agung yang akan tetap di pelihara ileh para ulama' dan cendekiawan Muslim. Jumlah hadis
yang sangat banyak itu dihimpun dalam berbagai kitab, ditulis pada kurun waktu yang
berlainan, sehingga tidak mungkin melihat sumber yang sama. Oleh karena itu para Ulama'
membagi kitab-kitab hadis dalam beberapa tingkatan yaitu shahih, hasan, dan dha'if.

Thabaqat pertama terbatas hanya pada Shahih al-Bukhari dan Muslim, serta Muwatha'
Malik ibnu Anas. Disana diberikan klasifikasi hadis yang Muwatir, yang shahih ahad dan
yang hasan.

Thabaqat kedua terdiri dari jami' Imam at-Tirmidzi, sunan Abu daud, Musnadnya
Imam Ahmad bin Hanbal, dan Mujtaba Imam Nasa;i. tingkatan tersebut tentu dibawah
Shahih Bukhari dan Muslim, serta Muwatha'. Tetapi para penulisnya menolaknya sekalipun
tidak terlepas dari kelemahan, kitab-kitab tersebut menelurkan serta menjabarkan banyak
ilmu dan hukum. Secara khusus para ahli hadis sama berorientasi pada kedua thabaqat
tersebut. Dari keduanya merekamerumuskan dasar-dasar akidah dan syari'at.

Thabaqat ketiga terdiri dari beberapa kitab yang mengandung banyak kelemahan,
yaitu berupa keganjilan, kemungkaran dan keragu-raguan. Disamping keadaan para tokohnya
yang tertutup. Lagi pula tidak ada upaya mengatasi semua kelemahan tadi, seperti misalnya
Musnad ibnu Aby Syaibat, Musnad At-thayali, Musnad Abdu ibnu Humaid serta kitab-kitab
Al-baihaqi lainnya. Thabaqat ketiga ini belumdapat diorientasikan serta dijabarkan dari segi
ilmu dan hokum.

Thabaqat keempat terdiri dari karangan-karangan yang ditulis tidak dengan sungguh-
sungguh, pada abad-abad terakhir. Yaitu dari sumber cerita dari mulut ke mulut, dari orang-
orang yang senang menasehati, kaum sufi dan para sejarawan yang tidak adil, suka membuat
bid'ah dan menurut nafsu. Di dalamnya termasuk tulisan-tulisan Ibnu Mardawih, ibnu Syahin
dan Ubay Asy-Syaikh. Tentunya thabaqat keempat ini tidak akan dijadikan sebagai pedoman
oleh seseorang yang memahami hadis Nabi, karena merupakan sumber nafsu dan bid'ah.13
12
Utang Ranuwijaya. Ilmu Hadis . Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996. Hal 57
13
Dr. Zarkasih, M.Ag., Pengantar Studi Hadis.Yogyakarta: Aswaja Presindo. 2012, hal 78

14
BAB III

PENUTUP

15
A. Kesimpulan

Ilmu hadits Riwayah ialah ilmu yang membahas perkembangan hadits Dari segi
kelakuan para Perawinya, mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari segi
keadaan sanad. Objek kajian ilmu hadits riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan
kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in, yang meliputi cara periwayatannya dan cara
pemeliharaan

Periwayatan hadits oleh para sahabat, tabi`in dan tabi`it tabi`in dilakukan dengan dua
cara, yaitu periwayatan dengan lafal (riwayah hi al-lafzi); dan periwayatan dengan makna
(riwayah hi al-ma`na). Klasifikasi Ilmu Hadis Riwayah dibagi menjadi dua yaitu hadits
riwayah bil-lafdzi dan hadits riwayah bil-ma’na

Ilmu hadits dirayah adalah ilmu pengetahuan tentang rawi dan yang diriwayahkan
atau sanad dan matannya baik juga berkaitan dengan pengetahuan tentang syarat-syarat
periwayahan, macam-macamnya atau hukum-hukumnya. Obyek atau sasaran Ilmu Hadits
Dirayah adalah sanad dan matan hadits, sehubungan dengan keshahihan, hasan, dan
dha'ifnya.

Kitab-Kitab Hadits Riwayah diantaranya adalah Kitab Jami’, Kitab Shahih, Kitab
Sunan, Kitab Al- Mushannaf, Kitab Musnad dan Kitab Mustakhraj

DAFTAR PUSTAKA

Agus, M. Solahudin. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.

Ahmad, Muhammad. 2004. Ulumul Hadits. Bandung:Pustaka Setia.

16
Alfatih, M.Suryadilaga, ddk. 2010. Ulumul Hadits, Yogyakarta: Teras.

Maslani. dan Ratu Suntiah. 2012. Ikhisar ulumul hadits. Bandung: Sega Arsy.

Mudasir. 1999. Ilmu Hadis. Bandung: Pustaka Setia.

Nawir, Yuslem. 2001. Ulumul Hadits. Jakarta: Mutiara sumber widya.

Rahman, Factur. 1985. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung: Al-Ma’rif.

Ranuwijaya, Utang. 1996. Ilmu Hadis . Jakarta: Gaya Media Pratama.

Soetari, Endang. 2005. Ilmu Hadits. Bandung: Mimbar Pustaka,

Suparta, Munzier. Ilmu Hadits. 2003. Jakarta : Raja Grafindo persada.

Syuhudi, M. Ismail. 1987. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: Bandung,

Thahan, Mahmud. 2013. Ilmu Hadits Praktis. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.

Zarkasih. 2012. Pengantar Studi Hadis.Yogyakarta: Aswaja Presindo.

17

Anda mungkin juga menyukai