MAKALAH Kelompok 4
MAKALAH Kelompok 4
Dosen pengampu:
ANUARSYAH
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafa’atnya di akhirat kelak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu
Bapak Anuarsyah yang telah memberikan amanah untuk menyelesaikan pembahasan
tentang“ilmu hadist riwayah dan dirayah “.Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Kesimpulan .....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits dan Sunnah, baik secara struktural maupun fungsional disepakati oleh
mayoritas kaum Muslim dari berbagai madzhab Islam sebagai sumber ajaran Islam. karena
dengan adanya hadits dan sunnah itulah ajaran Islam menjadi jelas, rinci, dan spesifik.
Sepanjang sejarahnya, hadits-hadits yang tercantum dalam dalam berbagai kitab hadits yang
ada telah melalui proses penelitian ilmiah yang rumit, sehingga menghasilkan kualitas hadits
yang diinginkan oleh para penghimpunnya..
Dalam penelitiannya, para ulama hadits itu menggunakan dua pendekatan, yaitu kritik
sanad dan matan, sehingga melahirkan teori-teori yang berkaitan dengannya. Kedua
pendekatan tersebut bukan suatu yang baru dalam pendekatan studi hadits karena bila
ditelusuri ke zaman sahabat, pendekatan ini sudah digunakan.
Secara garis besar menurut kajian muta’akhirin ilmu hadis terbagi menjadi dua, yaitu
ilmu hadist Riwayah dan ilmu hadist Dirayah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
3. Mengetahui Pengertian Ilmu Hadits Dirayah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut bahasa riwayah berarti Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu
hadis riwayah, secara bahasa, berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan.
Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ilmu hadis riwayah, namun yang
paling terkenal diantara definisi-definisi tersebut adalah definisi Ibnu Al-Akhfani, yaitu ilmu
hadis riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi
SAW, periwayatannya, pencatatannya, dan penelitian lafazh-lafazhnya.
Sedangkan ilmu hadits riwayah menurut istilah sebagaimana pendapat Dr. Subhi
Asshalih, ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang periwayatan secara teliti
dan berhati-hati bagi segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad baik berupa
perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat serta segala segala sesuatu yang disandarkan
kepada sahabat dan tabiin.
Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Suyuthi, bahwa yang
dimaksud Ilmu Hadis Riwayah adalah Ilmu Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah
adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi saw dan perbuatannya,
serta periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya
Ilmu hadits Riwayah ialah ilmu yang membahas perkembangan hadits Dari segi
kelakuan para Perawinya, mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari segi
keadaan sanad. Ilmu hadits riwayah ini berkisar pada bagaimana cara-cara penukilan hadits
yang dilakukan oleh para ahli hadits, bagaimana cara menyampaikan kepada orang lain dan
membukukan hadits dalam suatu kitab.1
Objek kajian ilmu hadits riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi
SAW, sahabat, dan tabi’in, yang meliputi
1
DR.Nawir Yuslem. MA, ulumul Hadits, Jakarta: Mutiara sumber widya. 2001, hal 3
3
1. Cara periwayatannya
yakni cara penerimaan dan penyampaian hadis seorang periwayat (rawi) kepada
periwayat lain
2. Cara pemeliharaan
Dengan demikian hadits hanya tersimpan dalam hafalan para sahabat. Periwayatan
hadits oleh para sahabat, tabi`in dan tabi`it tabi`in dilakukan dengan dua cara, yaitu
periwayatan dengan lafal (riwayah hi al-lafzi); dan periwayatan dengan makna (riwayah hi al-
ma`na).
Adalah periwayatan yang disampaikan sesuai dengan lafal yang diucapkan oleh Nabi
Muhammad SAW.. Ciri-ciri hadits yang diriwayatkan secara lafal ini, antara lain dalam
bentuk muta’ahad (sanadnya memperkuat hadits lain yang sama sanadnya), misalnya hadits
tentang adzan dan syahadat. hadits-hadits tentang doa dan tentang kalimat yang padat dan
memiliki pengertian yang mendalam (jawaami` al-kalimah)
Adalah hadits yang diriwayatkan sesuai dengan makna yang dimaksudkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Dengan demikian dari segi redaksinya ada perubahan. Sebagian besar
hadits Nabi SAW diriwayatkan dengan cara demikian. Sebab beliau memberi isyarat
diperbolehkannya meriwayatkan hadits dengan riwayah hi al-ma`na.
Syarat-syarat yang ditetapkan dalam meriwayatkan hadits secara makna ini cukup
ketat, yaitu periwayat haruslah seorang muslim, baligh, adil, dan dhobit (cermat dan kuat).
Periwayat hadits tersebut haruslah benar-benar memahami isi dan kandungan hadits yang
dimaksud. periwayat hadits haruslah memahami secara luas perbedaan-perbedaan lafal
2
Muhammad Ahmad. Ulumul Hadits. Bandung:Pustaka Setia.2004.hlm.52-53
4
sinonim dalam bahasa Arab. meskipun si pelafal lupa lafal atau redaksi hadits yang
disampaikan Nabi Muhammad saw., namun harus ingat maknanya secara tepat.3
Adapun tujuan dan urgensi ilmu hadis riwayah ini adalah agar tidak lenyap dan sia-
sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam
penulisan dan pembukuannya. Dengan demikian, hadis-hadis Nabi SAW dapat terpelihara
kemurniannya dan dapat diamalkan hukum-hukum yang terkandung didalamnya.
Hadits Riwayah Bil-Lafdzi adalah meriwayatkan hadits sesuai dengan lafadz yang
mereka terima dari Nabi saw dan mereka hafal benar lafadz dari Nabi tersebut. Atau dengan
kata lain meriwayatkan dengan lafadz yang masih asli dari Nabi saw. Riwayat hadits dengan
lafadz ini sebenarnya tidak ada persoalan, karena sahabat menerima langsung dari Nabi baik
melalui perkataan maupun perbuatan, dan pada saat itu sahabat langsung menulis atau
menghafalnya.
3
Drs. Munzier Suparta, MA., Ilmu Hadits, Jakarta : Raja Grafindo persada. 2003, hal 24
5
Menukil atau meriwayatkan hadits secara makna ini hanya diperbolehkan ketikan
hadits-hadits belum terkodifikasi. Adapun hadits-hadits yang sudah terhimpun dan dibukukan
dalam kitab-kitab tertentu (seperti sekarang), tidak diperbolehkan merubahnya dengan
lafadz/matan yang lain meskipun maknanya tetap.
“Ada seorang wanita datang menghadap Nabi saw, yang bermaksud menyerahkan
dirinya (untuk dikawin) kepada beliau. Tiba-tiba ada seorang laki-laki berkata: Ya
Rasulullah, nikahkanlah wanita tersebut kepadaku, sedangkan laki-laki tersebut tidak
memiliki sesuatu untuk dijadikan sebagai maharnya selain dia hafal sebagian ayat-ayat Al-
Qur’an. Maka Nabi saw berkata kepada laki-laki tersebut: Aku nikahkan engkau kepada
wanita tersebut dengan mahar (mas kawin) berupa mengajarkan ayat Al-Qur’an.”
Dalam satu riwayat disebutkan: “Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut
dengan mahar berupa (mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an”. Dalam riwayat lain disebutkan:
“Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut atas dasar mahar berupa (mengajarkan) ayat-
ayat Al-Qur’an”. Dan dalam riwayat lain disebutkan: “Aku jadikan wanita tersebut milik
engkau dengan mahar berupa (mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an”. (Al-Hadits).4
Menurut bahasa, Dirayah berarti pengetahuan. Ilmu Hadits Dirayah juga sering
disebut-sebut sebagai pengetahuan tentang ilmu hadits atau pengantar ilmu hadits. Ilmu
hadits dirayah adalah ilmu pengetahuan tentang rawi dan yang diriwayahkan atau sanad dan
matannya baik juga berkaitan dengan pengetahuan tentang syarat-syarat periwayahan,
macam-macamnya atau hukum-hukumnya.
Ulama lain berpendapat, ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang dapat mengetahui
keadaan sanad dan matan. Menurut imam Assyuthi, Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu yang
mempelajari tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya dan hukum-
hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, macam-macam periwayatan, dan hal-
hal yang berkaitan dengannya.
Obyek atau sasaran Ilmu Hadits Dirayah adalah sanad dan matan hadits, sehubungan
dengan keshahihan, hasan, dan dha'ifnya. Kajian terhadap masalah-masalah yang
4
M. Syuhudi, Ismail. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: Bandung, 1987. hal.61
6
bersangkutan dengan sanad disebut naqd as-sanad (kritik sanad) atau kritik ekstern. Pokok
bahasan naqd as-sanad adalah sebagai berikut:
2. Tsiqat as-sanad, yakni sifat ‘adl (adil) , dhabit (cermat dan kuat), tsiqah
(terpercaya) yang harus dimiliki seoarang periwayat.
4. ‘Illat, yakni cacat yang tersembunyi pada suatu hadis yang kelihatannya baik
atau sempurna.
3. Dari kata-kata asing (Gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami
berdasarkan maknanya yang umum dikenal. 5
Tujuan dan urgensi Ilmu hadits Dirayah adalah untuk mengetahui dan menetapkan
hadits-hadits yang Maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk diamalkan) dan yang
Mardud (yang ditolak).
Ilmu ini membahas para rawi, sekiranya masalah yang membuat mereka tercela atau
bersih dalam menggunakan lafad-lafad tertentu. Ini adalah buah ilmu tersebut dan merupakan
bagian terbesarnya.
5
Dr. M. Alfatih Suryadilaga, ddk. , ulumul Hadits, Yogyakarta: Teras. 2010, hal 121-129
7
Dengan ilmu ini dapat diketahui apakah para rawi layak menjadi perawi atau tidak.
Orang yang pertama dibidang ini adalah al-bukhari.
Ilmu ini membahas hadits-hadits yang secara lahiriyah bertentangan, namun ada
kemungkinan dapat diterima dengan syarat. Jelasnya, umpamanya ada dua hadits yang yang
makna lahirnya bertentangan, kemudian dapat diambil jalan tengah, atau salah satunya ada
yang di utamakan. Misalnya sabda rasulullah SAW, “tiada penyakit menular ” dan sabdanya
dalam hadits lain berbunyi, “Larilah dari penyakit kusta sebagaimana kamu lari singa”.
Kedua hadits tersebut sama-sama shahih. Lalu diterapkanlah jalan tengah bahwa
sesungguhnya penyakit tersebut tidak menular dengan sendirinya. Akan tetapi Allah SWT
menjadikan pergaulan orang yang sakit dengan yang sehat sebagai sebab penularan penyakit.
Ilmu ini membahas tentang kesamaran makna lafad hadits. Karena telah berbaur
dengan bahasa arab pasar. Ulama yang terdahulu menyusun kitab tentang ilmu ini adalah abu
hasan al-nadru ibn syamil al-mazini, wafat pada tahun 203 H.
ilmu nasikh wa al-mansukh al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang hadits-
hadits yang bertentangan yang hukumnya tidak dapat dikompromikan antara yang satu
dengan yang lain.yang datang dahulu disebut mansukh (hadits yang dihapus) dan yang datang
kemudian disebut nasikh (hadits yang menghapus).6
1. Kitab Jami’
a. Dilihat dari segi pokok kandungan hadis yang dihimpunnya, pengertian kitab
al-Jami’ adalah kitab hadis yang disusun dan dibukukan oleh pengarangnya terhadap semua
pembahasan agama. Diantaranya masalah iman, thaharah, ibadah, mu’amalah, pernikahan,
6
Drs. Maslani,M.Ag. dan Ratu Suntiah,M.Ag. ikhisar ulumul hadits. Bandung: Sega Arsy. 2012, hal 66-67
8
sirah, riwayat hidup, tafsir, adab, penyucian jiwa, fitnah dan lain sebagainya. Inilah yang
membedakan antara kitab al-jami’ dan kitab al-Musannaf. Karena hanya disusun berdasarkan
permasalahan tertentu dan umumnya adalah mengenai persoalan fikih, sedangkan al-Jami’
lebih umum.
Sebagai contoh kitab al-Jami’ adalah kitab Sahih al-Bukhari (194-256 H), kitab
tersebut ia beri nama “al-Jami’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min umuri Rasulillahi
Sallallahu ‘alaihi wa sallama wa sunanihi wa ayyamihi. kitab tersebut dinamakan al-Jami’
karena di dalamnya mencakup masalah yang beraneka ragam, termasuk persoalan hukum,
politik, dan sebagainya.
2. Kitab Shahih
Kitab hadist shahih ialah kitab yang berisi hadist- hadist shahih saja. Seperti kitab
hadist yang terkenal yaitu shahih Al Bukhary dan Shahih Muslim. Shahih Al Bukhary adalah
kitab yang mula- mula yang membukukan hadist- hadist shahih. Kebanyakan ulama hadist
sepakat menetapkan bahwa shahih Bukhary itu adalah seshahih- shahih kitab sesudah Al-
Qur’an.7
3. Kitab Sunan
Yang dimaksud dengan kitab Sunan adalah kitab yang ditulis dengan mengikuti
urutan bab fiqh, seperti Iman, Thaharah, salat, zakat, dan seterusnya, dan kebanyakan berisi
hadits marfu’, sedikit dan jarang sekali memuat khabar mauquf.
Penulisnya adalah Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syiddad bin Amar
bin Azdi as Sijistani atau lebih dikenal dengan Abu Dawud as-Sijistani rahimahullahu,
seorang Imam dan tokoh ahli hadits dari Sijistan, Bashrah. Beliau juga memiliki banyak
karya diantaranya adalah al-Marasil, kitab al-Qodar, an-nasikh wal Mansukh, Fadha’ilul
’Amal, Kitab az-Zuhd, Dalailun Nubuwah, Ibtda’ul Wahyi dan Akhbarul Khowarij.
7
Drs. M.Agus Solahudin, M.Ag, Ulumul Hadis, Bandung:Pustaka Setia, 2008. Hal 110
9
Al-Imam Abu Dawud didalam menulis kitab ini tidak hanya memuat hadits shahih
saja, namun beliau juga memasukkan hadits hasan dan dhaif yang tidak dibuang oleh ulama
hadits. Namun, ribuan hadits yang shahih dalam Sunan Abu Dawud dinilai keabsahannya
sebagai kitab hadits ketiga setelah Shahih Bukhari dan Muslim yang dijadikan mashdar oleh
kaum muslimin dan kitab Sunan yang paling diutamakan diantara kitab sunan lainnya.
Jumlah hadits dalam Sunan Abu Dawud adalah sebanyak 4.800 hadits, sebagian
ulama menghitungnya sebanyak 5.274 hadits. Perbedaan ini dikarenakan sebagian orang
menghitung hadits yang diulang sebagai satu hadits dan sebagian lagi menghitungnya sebagai
dua hadits. Abu Dawud membagi Sunannya dalam beberapa kitab dan tiap kitab dibagi
menjadi beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah diantaranya ada 3 kitab yang tidak
dibagi dalam bab-bab. Sedangkan jumlah babnya ada 1.871 bab.8
b. Sunan an-Nasa’i
Penulisnya adalah Abu Abdurrahman Ahmad bin Ali bin Syu’aib bin Ali bin Sinan al-
Khurasani. Beliau adalah ulama hadits terkemuka dimasanya, seorang yang sangat teliti dan
memiliki persyaratan yang ketat didalam menerima hadits. Beliau memiliki beberapa karya
dinataranya as-Sunanul Kubra, as-Sunanus Shughra (juga dikatakan al-Mujtaba), al-
Khashaish, Fadhailus Shahabah dan al-Manasik.
Imam Nasa’i sangat cermat didalam menyusun Sunanus Shughra ini, yang beliau tulis
setelah menyusun Sunanul Kubra. Beliau berupaya hanya menghimpun yang shahih saja
didalam kitab Sunan-nya ini.
Sunan an-Nasa’i ini menghimpun sejumlah 51 kitab dan haditsnya berjumlah 5774
hadits. Adapun mengenai syarah an-Nasa’i, sesungguhnya masih sangat sedikit sekali
walaupun kitab ini sudah berumur hampir 600 tahun.
c. Sunan at-Tirmidzi
Penulisnya adalah al-Imam Abu Isa Muhammad bin Musa bin ad-Dhahhak as-Sulami
at-Turmudzi dari Tirmidz, Iran Utara. Beliau adalah seorang imam ahli hadits yang kuat
hafalannya, amanah dan teliti. Beliau memiliki beberapa karangan diantaranya adalah Kitabul
Jami’ (lebih dikenal dengan Sunan at-Turmudzi), al-’Illat, at-Tarikh, asy-Syamail an-
Nabawiyah, az-Zuhd dan al-Asma’ wal Kuna.
8
H. Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 1999. Hal 45
10
d. Sunan Ibnu Majah
Penulisnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’i al-
Qazwini dari desa Qazwin, Iran. Beliau adalah muhaddits ulung, mufassir dan seorang alim.
Beliau memiliki beberapa karya diantaranya adalah Kitabus Sunan, Tafsir dan Tarikh Ibnu
Majah.
Beliau menyusun kitabnya dengan sistematika fikih, yang tersusun atas 32 kitab dan
1500 bab dan jumlah haditsnya sekitar 4.000 hadits. Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi
menghitung ada sebanyak 4241 hadits di dalamnya. Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadits
yang shahih, hasan, dhaif bahkan maudhu’.9
Pengertian Musannaf adalah sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab
permasalahan tertentu. Misalnya saja bab-bab fikih yang mencakup hadis-hadis marfu’,
mauquf, dan maqtu’, atau didalamnya terdapat hadis Nabi SAW, perkataan sahabat, fatwa-
fatwa tabi’in, dan terkadang fatwa tabi’ut tabi’in. Diantara kitab-kitab Musannaf tersebut
adalah;
Al-Musannaf karya Imam Zaid bin Ali al Washithi Abu Khalid (w. 72 H.). Zaid
menyusun hadis Nabi berdasarkan persoalan fikih dan hukum. Kitabnya sering dinakaman
dengan musnad karena semua riwayat yang disebutkan semuanya disandarkan pada Imam
Zaid, sering pula dinamakan al-Majmu’ karena kitab tersebut mengumpulkan hadis,
perkataan dan beberapa fatwa. Hanya saja perlu diketahui bahwa semua hadis yang terdapat
di dalamnya semuanya bersumber dari jalur Zaid dari bapaknya dari kakeknya dari Ali bin
Abi Thalib.
Al-Musannaf karya Abdurrazzaq bin Hammam bin Nafi’ al Humairi al Shan’ani (126-
211 H). Sesuai dengan namanya, kitab ini tersusun berdasarkan bab-bab fikih sehingga ia
diawali dengan pembahasan thaharah dan seterusnya, di mana jumlahnya terdiri atas 136 bab.
Di dalamnya juga terdapat hadis shahih dan dhaif serta hadis yang memiliki kecacatan.
Al-Musannaf karya Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al-Kufi.
Kitab ini termasuk kitab Syarh al-Atsar, karena di dalamnya dicantumkan banyak hadis dan
atsar shahabat. Hanya saja Ibnu Abi Syaibah tidak terlalu selektif dalam menghimpun hadis-
9
Drs. Factur Rahman. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung: Al-Ma’rif, 1985. Hal 92
11
hadis dan atsar-atsar shahabat. Hampir semua hadis dan atsar shahabat dimasukkan ke
dalamnya, baik yang berstatus shahih, hasan, maupun dhaif. Akan tetapi, tentu saja ia tidak
memasukkan hadis-hadis dan atsar-atsar shahabat yang jelas-jelas palsu. Kitab ini pun
disusun berdasarkan bab-bab fikih karena memang Ibnu Abi Syaibah hidup di sebuah masa
ketika fikih sedang mengalami kejayaan. Pada masa tersebut, banyak mahdzab fikih
bermunculan. Karenanya, di dalam kitabnya, ia sering mengutip pendapat atau pernyataan
para ulama mengenai persoalan tertentu, tanpa melalui seleksi yang ketat. Sehingga di
dalamnya ditemukan ada hadis dan atsar yang berkualitas munqati’, mu’dal, ma’lul dan
mursal.10
5. Kitab Musnad
Musnad-musnad yang terdapat dalam kitab musnad tersebut tidak hanya berisi
kumpulan hadis shahih saja, tetapi mencakup semua hadis shahih, hasan, dan dhaif, dan tidak
10
Mahmud, Thahan, Ilmu Hadits Praktis, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2013. hal. 9
12
berurutan berdasarkan bab-bab fikih, karena urutan tersebut harus menggabungkan musnad
setiap sahabat tanpa melihat obyek pembahasan riwayatnya.
Diantara keistimewaan yang dimiliki oleh kitab musnad adalah kitab tersebut hanya
mencakup hadis-hadis yang berasal dari nabi, artinya tidak terdapat didalamnya perkataan
sahabat atau tabi’in apalagi fatwa tabi’ut tabi’in kecuali sedikit saja. Kedua, didalam kitab
musnad sudah tidak ada ditemukan tambahan-tambahan dari penulisnya kecuali sedikit saja. 11
6. Kitab Mustadrak
Kitab Hadis yang mengumpulkan Hadis-hadis yang tidak disebutkan oleh seseorang
pengarang sebelumnya secara sengaja atau tidak. Contohnya kitab Mustadarak al-Hakim
setebal 4 jilid di mana Hadis-hadis tersebut dikumpul menepati syarat-syarat yang digunakan
oleh Bukhari dan Muslim.
Kitab ini tidak boleh dibaca begitu saja, tetapi mesti bersama dengan takhrijnya oleh
al-Zahabi. Antara contoh kitab-kitab mustadrak yang lain adalah seperti Mustadrak Hafiz
Ahmad al-Maliki. Tujuan penyusunan kitab Mustadarak ialah: Supaya kita tidak
menganggap Hadis sahih hanyalah apa yang terkandung di dalam Sahih al-Bukhari dan
Muslim sahaja.
7. Kitab Mustakhraj
Mengumpulkan Hadis-hadis yang sama dalam satu kitab tetapi sanadnya berlainan di
mana sanadnya bertemu dengan syeikh kitab asalnya (gurunya) seperti Hadis tentang niat.
Contoh kitab Mustakhraj ialah Mustakhraj Abu ‘Awanah `Ala Sahih Muslim.
Ada juga yang hanya membawa Hadis-hadis tersebut tetapi tidak membawa sanadnya.
Beliau cuma menyebut kitab-kitab yang menyebut tentang perawinya. Tujuannya adalah:
Supaya Hadis-hadis tersebut akan lebih meyakinkan dengan banyaknya para perawi yang
meriwayatkan Hadis tersebut. Contoh lain juga ialah Mustakhraj al Sahihain:
a. Mustakhraj atas kitab Sahih Muslim oleh Abu Ja`far bin Hamdan, Abu Bakar
al-Jauzaqi, Abi Imran Musa bin Abbas, Abi Said bin Utsman dan sebagainya.
b. Mustkhraj atas Bukhari saja seperti karangan al-Ismaili, Abu Abdillah dan lain-
lain.
11
Endang Soetari. Ilmu Hadits. Bandung: Mimbar Pustaka, 2005. Hal 74
13
Ada juga Mustakhraj atas al-Tirmizi oleh Abi Ali al-Tusi, Mustakhraj atas Abu Daud,
Kitab al-Tauhid karangan Ibn Khuzaimah. Bagaimanapun mereka tidak beriltizam tentang
kesahihannya. Dan ada yang mentakrifkan Mustakhraj yang mana sanadnya bertemu dengan
tabi`in tetapi ada iktilaf mengenainya.12
Kitab mewarisi banyak sekali kitab hadits. Itulah warisan peninggalan islam yang
agung yang akan tetap di pelihara ileh para ulama' dan cendekiawan Muslim. Jumlah hadis
yang sangat banyak itu dihimpun dalam berbagai kitab, ditulis pada kurun waktu yang
berlainan, sehingga tidak mungkin melihat sumber yang sama. Oleh karena itu para Ulama'
membagi kitab-kitab hadis dalam beberapa tingkatan yaitu shahih, hasan, dan dha'if.
Thabaqat pertama terbatas hanya pada Shahih al-Bukhari dan Muslim, serta Muwatha'
Malik ibnu Anas. Disana diberikan klasifikasi hadis yang Muwatir, yang shahih ahad dan
yang hasan.
Thabaqat kedua terdiri dari jami' Imam at-Tirmidzi, sunan Abu daud, Musnadnya
Imam Ahmad bin Hanbal, dan Mujtaba Imam Nasa;i. tingkatan tersebut tentu dibawah
Shahih Bukhari dan Muslim, serta Muwatha'. Tetapi para penulisnya menolaknya sekalipun
tidak terlepas dari kelemahan, kitab-kitab tersebut menelurkan serta menjabarkan banyak
ilmu dan hukum. Secara khusus para ahli hadis sama berorientasi pada kedua thabaqat
tersebut. Dari keduanya merekamerumuskan dasar-dasar akidah dan syari'at.
Thabaqat ketiga terdiri dari beberapa kitab yang mengandung banyak kelemahan,
yaitu berupa keganjilan, kemungkaran dan keragu-raguan. Disamping keadaan para tokohnya
yang tertutup. Lagi pula tidak ada upaya mengatasi semua kelemahan tadi, seperti misalnya
Musnad ibnu Aby Syaibat, Musnad At-thayali, Musnad Abdu ibnu Humaid serta kitab-kitab
Al-baihaqi lainnya. Thabaqat ketiga ini belumdapat diorientasikan serta dijabarkan dari segi
ilmu dan hokum.
Thabaqat keempat terdiri dari karangan-karangan yang ditulis tidak dengan sungguh-
sungguh, pada abad-abad terakhir. Yaitu dari sumber cerita dari mulut ke mulut, dari orang-
orang yang senang menasehati, kaum sufi dan para sejarawan yang tidak adil, suka membuat
bid'ah dan menurut nafsu. Di dalamnya termasuk tulisan-tulisan Ibnu Mardawih, ibnu Syahin
dan Ubay Asy-Syaikh. Tentunya thabaqat keempat ini tidak akan dijadikan sebagai pedoman
oleh seseorang yang memahami hadis Nabi, karena merupakan sumber nafsu dan bid'ah.13
12
Utang Ranuwijaya. Ilmu Hadis . Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996. Hal 57
13
Dr. Zarkasih, M.Ag., Pengantar Studi Hadis.Yogyakarta: Aswaja Presindo. 2012, hal 78
14
BAB III
PENUTUP
15
A. Kesimpulan
Ilmu hadits Riwayah ialah ilmu yang membahas perkembangan hadits Dari segi
kelakuan para Perawinya, mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari segi
keadaan sanad. Objek kajian ilmu hadits riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan
kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in, yang meliputi cara periwayatannya dan cara
pemeliharaan
Periwayatan hadits oleh para sahabat, tabi`in dan tabi`it tabi`in dilakukan dengan dua
cara, yaitu periwayatan dengan lafal (riwayah hi al-lafzi); dan periwayatan dengan makna
(riwayah hi al-ma`na). Klasifikasi Ilmu Hadis Riwayah dibagi menjadi dua yaitu hadits
riwayah bil-lafdzi dan hadits riwayah bil-ma’na
Ilmu hadits dirayah adalah ilmu pengetahuan tentang rawi dan yang diriwayahkan
atau sanad dan matannya baik juga berkaitan dengan pengetahuan tentang syarat-syarat
periwayahan, macam-macamnya atau hukum-hukumnya. Obyek atau sasaran Ilmu Hadits
Dirayah adalah sanad dan matan hadits, sehubungan dengan keshahihan, hasan, dan
dha'ifnya.
Kitab-Kitab Hadits Riwayah diantaranya adalah Kitab Jami’, Kitab Shahih, Kitab
Sunan, Kitab Al- Mushannaf, Kitab Musnad dan Kitab Mustakhraj
DAFTAR PUSTAKA
16
Alfatih, M.Suryadilaga, ddk. 2010. Ulumul Hadits, Yogyakarta: Teras.
Maslani. dan Ratu Suntiah. 2012. Ikhisar ulumul hadits. Bandung: Sega Arsy.
Thahan, Mahmud. 2013. Ilmu Hadits Praktis. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
17