Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP)

Isma Nur’Imani Rachmat

12003080

Pembimbing : Sartika Limbong, AMd.Kep


COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP)

A. Definisi
Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat (Irman
Somantri, 2012).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat
konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda – benda asing (Arif
Muttaqin, 2014).
Community Acquired pneumonia (CAP) adalah tipe pneumonia
yang paling sering dan diperoleh di luar sarana pelayanan kesehatan.
Penyebab paling umum pada CAP yaitu Streptococcus pneumonia (Arif
Muttaqin, 2014).

B. Etiologi
Menurut (Arif Muttaqin, 2014) pneumonia dikelompokkan
berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu diantaranya adalah
berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
 Community-acquired pneumonia (diperoleh di luar sarana pelayanan
kesehatan).
 Hospital-acquired (diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan
lainnya).
 Ventilator-associated pneumonia (diperoleh setelah prosedur
pemasangan intubasi 2x24 jam dan terjadi pneumonia).

Streptococcus pneumoniae menjadi penyebab tersering terjadinya


pneumonia yang didapat di luar sarana pelayanan kesehatan. Setelah
masuk ke paru organisme bermultiplikasi dan jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain
diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu:

1. Bakteri
Bakteri penyebab pneumonia diantaranya: diplococcus pneumonia,
pneumococcus.
2. Virus
Disebabkan oleh respiratory syncytial virus, adeno virus yang
menyebar melalui transmisi droplet.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora.

C. Patofisiologi
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu
keaadan (imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan
lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan sehat, pada
paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri
di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya penyakit. Penyebaran
mikroorganisme secara inhalasi terjadi pada virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara
dapat mencapai brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi
proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari
sebagian besar infeksi paru dan terjadi pneumonia.
Gambar 1.1 Patogenesis pneumonia oleh bakteri Pneumococcus

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli


menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel leukosit mendesak bakteri
ke permukaan alveoli mengelilingi bakteri tersebut kemudian teijadi
proses fagositosis.
Infeksi parenkim paru menghasilkan nquel tenis yang tidak hanya
mengubah fungsi normal parenkim paru tetapi juga dengan menginduksi
respon iskemik. konsekuensi patofisiologis utama dari perdagangan dan
infeksi yang melibatkan ruang udara distal seperti yang sering teijadi
karena efek vasodilator mediator inflamasi hasil ketidakseimbangan
ventilasi perfusi. ketika alveoli dipenuhi dengan eksudat inflamasi
Mungkin tidak ada ventilasi ke daerah-daerah tersebut. ketidakseimbangan
ventilasi perfusi umumnya bermanifestasi sebagai bagai hipoksemia.
ketidakcocokan ventilasi berfungsi dengan area rasio ventilasi perfusi
rendah biasanya merupakan faktor yang lebih penting. retensi karbon
dioksida bukan fitur Pneumonia kecuali pasien sudah memiliki cadangan
yang sangat terbatas terutama pada COPD (Chronic Obstuctive Pulmonary
Disease) yang mendasarinya. Bahkan pasien pneumonia sering mengalami
hiperventilasi dan memiliki PCo2 kurang dari sama dengan 40 mmHg
(Weinberger, 2019).
D. Tanda dan gejala
Menurut (Herdman, 2017) gejala penyakit pneumonia biasanya
didahului infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Pada pasien
dengan pneumonia biasanya merasakan :
1. Demam >37,5oc.
2. Sesak nafas.
3. Nyeri dada.
4. Batuk dengan dahak kental.
5. Suara paru terdengar ronchi.
6. Kurang nafsu makan.
7. Berkeringat.
8. Pusing
9. Lemas.

E. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesis
 Keluhan utama
Keluhan utama yang sering terjadi adalah sesak nafas, batuk dan
peningkatan suhu tubuh / demam.
 Riwayat penyakit sekarang
Pada klien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul
mendadak dan tidak berkurang setalah meminum obat batuk yang
biasa ada dipasaran. Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif,
tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan
mucus purulent kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, kecoklatan
atau kemerahan dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya
mengeluh mengalami demam tiggi dan menggigil. Adanya keluhan
nyeri dada pleuritis, sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan,
lemas dan nyeri kepala.
 Riwayat penyakit dahulu
Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran nafas atas
(infeksi pada hidung dan tenggorokan). Risiko tinggi timbul pada
klien dengan riwayat alkoholik, post-operasi, infeksi pernafasan
dan klien dengan imunosupresi (kelemahan dalam sistem imun).

F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat dilakukan secara
lintas pandang dengan menilai keaddan fisik tiap bagian tubuh.
Dengan alat pengukuran Glasgow Coma Scale (GCS) Meliputi mata,
kesadaran dan verbal.
2. Tanda – tanda vital, Tb dan BB
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital biasanya didapatkan peningkatan
suhu tubuh, frekuensi nafas meningkat, denyut nadi biasanya
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuhdan frekuensi
pernafasan, apabilla tidak melibatkan infeksi sistemis yang
berpengaruh pada hemodinamik kardiovaskuler tekanan darah
biasanya tidak ada masalah.
3. Body Sistem :
a) Pernafasan, B1 (Breathing) :
Pada pasien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan
frekuensi nafas cepat dan dangkal, nafas cuping hidung pada sesak
berat, didapatkan batuk produktif serta peningkatan secret, terdapat
bunyi nafas ronchi.
b) Kardiovaskuler, B2 (Bleeding) :
Pada pasien dengan pneumonia sering ditemukan adanya
kelemahan fisik secara umum, denyut nadi melemah, tekanan darah
biasanya normal, bunyi jantung tambahan biasanya tidak
didapatkan.
c) Persyarafan, B3 (Brain) :
Pada pasien dengan pneumonia berat sering terjadi penurunan
kesadaran. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis,
menangis, dan merintih.
d) Perkemihan, B4 (Bladder) :
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor intake dan output
klien.
e) Pencernaan, B5 (Bowel) :
Pada pasien dengan pneumonia biasanya mengalami mual, muntah,
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
f) Tulang Otot Integumen, B6 (Bone) :
Pada pasien dengan pneumonia biasanya terjadi kelemahan dan
keletihan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan
klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari
– hari.

G. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan radiologi
Teridentifikasi penyebaran, missal lobus, bronkial: dapat juga
menunjukkan multiple abses/infiltrat, penyebaran atau lokasi infiltrasi
(bacterial); atau penyebaran ekstensif nodul infiltrate (sering kali viral);
pada pneumonia mycoplasma, gambaran chest x-ray mungkin bersih.
 ABGs/Pulse Oximetry : abnormalitas mungkin timbul bergantung pada
luasnya kerusakan paru.
 Kultur sputum dan darah/gram stain :didapatkan dengan needle biopsy,
transtracheal aspiration, fiberoptic bronchoscopy atau biopsy paru
terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Akan didapatkan
lebih dari satu jenis kuman, seperti Diplococcus pneumonia,
staphylococcus aureus, A Hemolytic streptococcus dan haemophilus
influenza.
 Hitung darah lengkap/ complete blood count (CBC) : leukositosis
biasanya timbul, meskipun nilai SDP rendah pada infeksi virus.
 Tes serologic : membantu membedakan diagnosis pada organisme
secara spesifik.
 Pemeriksaan fungsi paru: Volume mungkin menurun (kongesti
dan kolaps alveolar), tekanan saluran udara meningkat,
compliance menurun dan akhirnya dapat terjadi hipoksemia.
H. Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1 DS : Bakteri, virus, jamur Gangguan
DO : ventilasi
 Masuk melalui inhalasi spontan
 Tingkat
kesadaran Saluran pernafasan bawah
 Peningkatan /
penurunan nilai Edema antar kapiler
– nilai AGD.
 Penggunaan alat Edema paru

bantu
pernafasan. Pengerasan dinding paru

Suplai O2 menurun

Gangguan ventilasi spontan


2 DS : Bakteri, virus, jamur Ketidakefektif
 Klien mengeluh an bersihan
sesak nafas. Masuk melalui inhalasi jalan nafas
 Klien mengeluh
batuk produktif. Saluran pernafasan
DO :
 RR cenderung Bakteri, virus, jamur berlebih di
meningkat. bronkus

 Terdengar suara
nafas ronchi Proses peradangan

kasar/halus.
Akumulasi secret
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas
3 DS : Bakteri, virus, jamur Gangguan
 Klien mengeluh pertukaran gas
sesak nafas. Masuk melalui inhalasi
 Klien mengeluh
pusing. Dilatasi pembuluh darah
DO :
Peningkatan / Eksudat plasma masuk ke
penurunan nilai – alveoli
nilai AGD.
Gangguan difusi dalam plasma

Gangguan pertukaran gas

I. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan pengerasan dinding
paru.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
sekret yang kental.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan
membran alveoli.
Daftar Pustaka

Elsevier. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Indonesia: Elsevier


Inc.

Gloria, H. J. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). Indonesia:


Elsevier.

Herdman. (2017). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikas. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran, ECG.

Muttaqin, A. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Somatri, I. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta, DIVA


Press.

Anda mungkin juga menyukai