Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Kedokteran Islam dan

Pengobatan di Dunia
 Admin Web RSUD Kertosono
 Ilmu Pengetahuan
 13/04/2020

MASA Keemasan Islam terentang antara abad ke-8 hingga 15,


menunjukkan banyak kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Para
ilmuwan Islam mengumpulkan berbagai macam sumber pengetahuan dari
seluruh dunia dan menambahkan penemuan mereka adalah salah satu
faktornya. Salah satu bidang penting adalah kedokteran Islam, yang
metode pengobatannya mendekati kedokteran modern yang kini kita
miliki. Jelas, selama periode ini mereka jauh lebih maju daripada Eropa
yang masih berkubang dalam Abad Kegelapan.

Inti dari kedokteran Islam adalah kepercayaan terhadap Qur’an dan


Hadist, yang menyatakan bahwa para Muslim memiliki tugas untuk
merawat yang sakit dan ini biasa disebut sebagai “Pengobatan Rasul”.
Menurut Hadist Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam, beliau
percaya bahwa Allah telah menetapkan obat bagi setiap penyakit dan
tugas seorang Muslim-lah untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani.
Ini berarti meningkatkan kualitas fasilitas kesehatan dan memberikan
aksesnya kepada siapa saja juga termasuk, dengan banyak Hadist
memberikan petunjuk untuk pendekatan holistik terhadap kesehatan.

Pada awalnya, banyak perdebatan mengenai boleh tidaknya para dokter


Muslim menggunakan teknik pengobatan dari Yunani, China, dan India,
yang dipandang orang banyak sebagai praktek paganisme. Setelah
perdebatan sengit, para dokter Muslim akhirnya diberikan kebebasan
untuk mempelajari dan mengadopsi teknik-teknik yang diperlukan.

Pengobatan Islam, Rumah Sakit, dan Kualifikasi

Kontributor besar Islam dalam sejarah dunia kedokteran adalah pendirian


rumah sakit yang dibiayai oleh uang zakat. Ada bukti-bukti bahwa rumah
sakit ini berdiri pada abad ke-8 dan dengan segera menyebar ke seluruh
dunia Islam.
Rumah sakit-rumah sakit ini tidak hanya merawat mereka yang
membutuhkan, namun juga mengirim para dokter dan bidan ke daerah-
daerah yang miskin dan padat penduduk, serta memberikan tempat bagi
para dokter dan staff rumah sakit untuk melakukan penelitian dan
eksperimen. Tiap rumah sakit memiliki spesialisasinya sendiri, seperti
rumah sakit khusus lepra, orang cacat, dan mereka yang renta.

Sistem pendidikan dokter tersusun dengan sangat baik, biasanya


menggunakan sistem tutoring sebagai basis, dan dengan banyaknya
dokter spesialis terkenal di berbagai daerah membuat perjalanan para
murid dari satu kota ke kota lain tidak sia-sia karena mereka belajar dari
yang terbaik. Sebagai tambahan, para dokter Islam sangat cermat
dengan catatan mereka, sebagian karena catatan mereka akan digunakan
untuk menyebarkan ilmu, namun juga dijadikan barang bukti kalau-kalau
mereka dituduh melakukan malpraktek.

Para Dokter Muslim dan Penemuan Mereka

Banyak dokter Islam menghasilkan penemuan luar biasa pada segala


bidang kedokteran selama Masa Keemasan Islam, dengan berdasar pada
pengetahuan dari dokter Yunani, termasuk Galenus, lantas ditambah
dengan penemuan mereka sendiri.

Bapak Kedokteran Islam: Ar-Razi

Muhammad ibn Zakariya Ar-Razi dikenal di Eropa dengan nama Rhazes


(850- 923), adalah peneliti Islam terdepan dalam bidang kedokteran.
Seorang penulis produktif yang menghasilkan lebih dari 200 buku tentang
kedokteran dan filosofi, termasuk sebuah buku kedokteran yang belum
selesai, yang mengumpulkan seluruh ilmu kedokteran dalam dunia Islam
ke dalam satu buku. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan
menjadi salah satu tulang punggung sejarah kedokteran Barat.

Ar-Razi juga terkenal akan hasil kerjanya dalam memperbaiki metode


ilmiah dan mempromosikan eksperimen dan observasi. Aksi beliau yang
paling terkenal adalah penentuan lokasi rumah sakit di Baghdad. Ketika
Ar-Razi ditanya dimanakah beliau akan membangun rumah sakit di
Baghdad, beliau menggantung sejumlah daging di sekeliling Baghdad,
dan memilih tempat dimana dagingnya paling tidak busuk. Beliau
menyimpulkan bahwa para pasien akan memiliki lebih sedikit resiko
terkena sejumlah penyakit dan pencemaran di tempat tersebut. Beliau
menjabat sebagai direktur rumah sakit tersebut hampir sepanjang
karirnya dan melakukan sebagian besar penelitiannya yang memajukan
dunia kedokteran Islam.

Ar-Razi menulis secara ekstensif pada pentingnya hubugan antara pasien


dan dokter, percaya bahwa dokter dan pasien harus membentuk
hubungan yang berdasar pada kepercayaan. Jika tugas dokter adalah
membantu pasien, maka tugas pasien adalah mengikuti petunjuk dokter.
Seperti Galenus, beliau percaya bahwa pendekatan holistik dalam
pengobatan adalah hal krusial, dengan
mempertimbangkan background pasien dan penyakit yang diderita oleh
keluarga dekat sebagai bagian dari pengobatan modern.

Pencapaian beliau lainnya yang luar biasa adalah pengertiannya akan sifat
sebuah penyakit, yang sebelumnya hanya melibatkan gejala, namun Ar-
Razi membuat sebuah terobosan dengan melihat faktor apa saja yang
menyebabkan gejala-gejala tersebut. Pada kasus cacar dan campak
beliau menyalahkan darah, dan karena saat itu mikroba belum
ditemukan, maka ini adalah pernyataan yang masuk akal.

Ar-Razi menulis secara ekstensif mengenai fisiologi manusia dan


memahami bagaimana otak dan sistem syaraf mengoperasikan otot.
Sayangnya, Muslim di masa tersebut dilarang melakukan pembedahan
mencegah Rhazes menyempurnakan studinya di area ini.

Kedokteran Islam: Integrasi Kedokteran Modern


dan Thibbun Nabawi
13 November 2015 Kesehatan

Ilmu kedokteran Islam didefinisikan sebagai ilmu pengobatan yang model dasar,
konsep, nilai, dan prosedur- prosedurnya sesuai atau tidak berlawanan dengan Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Prosedur medis atau alat pengobatan yang digunakan tidak
spesifik pada tempat atau waktu tertentu. Ilmu kedokteran Islam itu universal,
mencakup semua aspek, fleksibel, dan mengizinkan pertumbuhan serta
perkembangan berbagai metode investigasi dan pengobatan penyakit.

Dengan demikian, penyederhanaan seperti di atas merupakan hal yang tidak mutlak
dapat dibenarkan, walaupun cara-cara pengobatan yang disebut-sebut berkaitan
dengan kedokteran Islam tersebut merupakan bagian dari kedokteran Islam itu
sendiri. Bahkan, bisa dikatakan bahwa life style dan pedoman hidup sehat yang
dicontohkan oleh Rasulullah adalah kebenaran hakiki yang tidak diragukan
manfaatnya bahkan dalam penelitian modern lambat laun diketahui manfaat
medisnya melalui berbagai penelitian.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al- Ahzab: 21)
Pada ayat di atas ditegaskan, bahwa segala hal yang dicontohkan oleh Rasulullah
SAW merupakan teladan yang baik, tidak terkecuali dalam hal pengobatan dan
kedokteran. Banyak sunnah-sunnah Rasul yang setelah diteliti lebih lanjut, ternyata
terbukti memberikan manfaat. Orang yang melakukan wudhu’ dengan baik,
termasuk di dalamnya melakukan istinsyaq (menghirup air lewat hidung) dan
istintsar (mengeluarkan air yang dihirup lewat hidung), menurut hasil penelitian Prof.
DR. Syahathah dari bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Alexandria,
istinsyaq dapat membersihkan hidung dari kuman-kuman dan istintsar dapat
mengeluarkan kuman tersebut sehingga mengurangi terjadinya infeksi hidung Begitu
pun dengan cara pengobatan misalnya dengan menggunakan madu. Menurut hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari madu yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah telah
terbukti kebenarannya. George (2007) serta Gethin (2008), telah
mendemonstrasikan bahwa madu dari tumbuhan Leptospermum Scoparium memiliki
aktivitas antibakteri yang tinggi, bahkan tim dokter Divisi bedah plastic RSCM
meneliti lebih lanjut efek anti bakteri tersebut mendapatkan hasil bahwa tiga jenis
bakteri yang terkenal berbahaya yaitu, Pseudomonas sp, Stapilococus sp serta
bakteri yang terkenal karena kebal terhadap berbagai antibiotic, MRSA (methicillin-
resistant stapilococus aureus) ternyata dapat dimatikan oleh madu.

Kedokteran: Potret Kekinian


“Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara
penyembuhannya” (HR Bukhari).
Keyakinan ini, hendaknya memotivasi para dokter untuk senantiasa menggali dan
mengembangkan ilmu kedokterannya serta mengambil hikmah yang terkandung di
dalamnya. Mengobarkan semangat para praktisi kesehatan Nabi (thibbun nabawi)
untuk menggali teladan-teladan dari pola hidup Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam dan mulai melakukan penelitian sehingga kedokteran Nabi ke depannya akan
menjadi kedokteran yang terbukti keilmiahannya, diterima secara global dan bisa
jadi menjadi pintu masuk hidayah bagi dokter-dokter barat yang memiliki kecintaan
pada bidang kedokteran ini.

Idealnya, seorang yang melakukan praktek kedokteran dalam kedokteran Islam, baik
itu dokter modern ataupun praktisi thibbun nabawi hendaklah berperan deliberative
(sebagai guru yang memberitahu pasien apa yang harus dikerjakan dan mengapa
hal itu harus dikerjakan) sehingga hubungan dokter pasien atau praktisi kesehatan
dan pasien menjadi efektif untuk penyembuhan pasien.

Penelitian kedokteran modern yang berkembang pesat, hendaklah dimanfaatkan


oleh dokter-dokter muslim untuk menemukan pengobatan penyakit mau pun
mengambil pelajaran dan hikmah sehingga dokter-dokter muslim dapat kembali
merasakan zaman keemasan kedokteran Islam. Di samping itu, dokter muslim yang
mendalami ilmu kedokteran modern hendaklah menjadi agen kedokteran Islam
dengan berperilaku yang mencerminkan akhlakul karimah.
Pengobatan cara nabi (thibbun nabawi) yang terkesan berkembang lambat karena
hanya sedikit diterapkan dalam kehidupan modern. Haruslah melakukan riset yang
konseptual dan sistematis. Hal ini sesungguhnya didukung oleh hukum kesehatan
Indonesia. Dimana pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 47
menyatakan bahwa pengobatan tradisional dapat terus ditingkatkan dan
dikembangkan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Sehingga dengan pengembangan dan peningkatan mutu disertai dengan riset
konseptual dan sistematis pengobatan cara nabi (thibbun nabawi) akan diterima
secara universal.
Penutup: Kedokteran Islam Integrasi Kedokteran Modern dan Thibbun Nabawi
“Mohonlah kepada Allah kesehatan. Sesungguhnya karunia yang paling baik setelah
keimanan adalah kesehatan” (HR Ibnu Majah)
Mayoritas orang memiliki kecenderungan mencari pengobatan instan, baik medis
maupun alternative. Harapan terbesar orang yang sakit adalah menjadi sehat
kembali. Dokter modern maupun praktisi kedokteran nabi (thibbun nabawi) ataupun
kedua-duanya tidaklah bisa memberi kesembuhan, karena sesungguhnya Allah lah
yang maha menyembuhkan.
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku.” (QS. Asy Syu’araa’: 80)
Baik dokter modern maupun praktisi thibbun nabawi sudah seharusnya berusaha
untuk kesembuhan pasiennya, dan berusaha mengembalikan kejayaan kedokteran
Islam dengan cara memperkaya khazanah ilmu masing-masing, memberikan
pelayanan kesehatan yang professional dan menunjukkan nilai-nilai keislaman serta
saling mendukung dan bekerja sama dalam rangka ikhtiar untuk kesembuhan
pasien.
Perlu diketahui, segala jenis thibbun nabawi merupakan yang pernah disebutkan
oleh Rasulullah saja. Jika kemudian muncul obat dari bahan alami, tapi tak pernah
disebut Rasulullah, itu bukan bagian dari thibbun nabawi. Meski khasiatnya mujarab
setelah diuji penelitian, jika tak pernah disebut oleh Rasulullah, itu bukan bagian dari
wahyu yang diyakini sepenuhnya bermanfaat sebagai obat.
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan, pengobatan ala Nabi diyakini
mendatangkan kesembuhan karena bersumber dari wahyu, sedangkan pengobatan
yang lainnya kebanyakan berdasarkan praduga dan eksperimen.
Kendati demikian, bukan berarti Muslimin tak diizinkan menggunakan obat-obatan
modern. Hanya saja, thibbun nabawi hendaknya selalu diutamakan. Ibnul Qayyim
dalam “Thibbun Nabawi” mengatakan, para tabib sepakat ketika memungkinkan
pengobatan dengan bahan makanan, jangan beralih pada obat-obatan kimia. Ketika
memungkinkan mengonsumsi obat yang sederhana, jangan beralih memakai obat
yang kompleks.
“Mereka para tabib mengatakan setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan
dan tindakan preventif tertentu, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-
obatan,” ujarnya.
Selain itu, Muhammad juga diutus sebagai Rasul, bukan tabib. Meski Rasulullah
menganjurkan banyak obat, dia bukanlah peracik obat. Rasulullah hanya
menyampaikan wahyu dan memberikan suri teladan bagi Muslimin. Sahabat Sa’ad
menceritakan, suatu hari ia menderita sakit, kemudian Rasulullah menjenguknya.
“Rasulullah meletakkan tangannya di dadaku, sampai-sampai jantungku merasakan
sejuknya tangan beliau,” ujar Sa’ad.
Rasulullah pun kemudian bersabda, “Sesungguhnya engkau menderita penyakit
jantung, temuilah al-Harits bin Kalidah dari Bani Tsaqif karena sesungguhnya ia
adalah seorang tabib. Dan, hendaknya dia (al-Harits) mengambil tujuh buah kurma
ajwah, kemudian ditumbuk beserta biji-bijinya, kemudian meminumkanmu
dengannya,” hadis riwayat Abu Dawud.
Dalam ilmu kedokteran modern, thibbun nabawi pun tidaklah bertentangan dengan
pengobatan modern. Justru dalam sejarah, ilmu kedokteran modern merupakan
perkembangan yang tak luput dari thibbun nabawi. Warisan ilmu thibbun nabawi dari
Rasulullah diabadikan dalam kumpulan hadis oleh Imam Bukhari dalam kitab At-
Thibb An-Naby. Kitab tersebut berisi lebih dari 80 hadis yang berkaitan dengan ilmu
kedokteran. Kedelapan puluh hadis tersebut membicarakan ilmu kedokteran
modern, seperti embriologi, anatomi, fisiologi, dan patologi. Pada masa
perkembangan Islam, mulai bermunculan penerjemahan buku kedokteran dari
Persia, Yunani, dan India. Metode yang ada kemudian dibersihkan dari unsur harap
dan memadukannya dengan metode pengobatan Islami, yaitu metode pengobatan
ala Nabi.

Sumber :
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/05/16/mmvjw2-
pengobatan-ala-nabi-tak-bertentangan-dengan-pengobatan-modern
http://fuldmkgindonesia.wix.com/fuldmkg#!Kedokteran-Islam-Integrasi-Kedokteran-
Modern-dan-Thibbun-Nabawi-/c1f1x/FAC2F99A-2C6B-4603-9B94-A0A210B203B9
http://www.dakwatuna.com/2012/05/01/20182/kedokteran-islam-integrasi-
kedokteran-modern-dan-thibbun-nabawi/#axzz3rF8f3Tpp

Anda mungkin juga menyukai