Anda di halaman 1dari 6

Analisis bahan ajar Modul 10 kb 3

1.Peta konsep beserta deskripsinya yang saya anggap penting untuk Dianalisis kedalam bahan ajar
dari jurnal 1

1. Salah satu tuntutan terhadap dunia pendidikan saat ini adalah masalah keadilan dan
kesetaraan gender. Pendidikan yang sejatinya ranah belajar bagi laki-laki dan
perempuan, justru lebih digandrungi oleh laki-laki daripada perempuan. Kondisi ini
bukan tanpa alasan, tetapi dilatar belakangi oleh pandangan patriarki pada masyarakat,
yaitu pendapat yang berpandangan bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukan dan
derajatnya daripada perempuan.
2. Dalam proses pendidikan di Indonesia ketimpangan gender masih kerap terjadi. Pada
umumnya masyarakatmasih menganut paham perempuan merupakan kelompok kelas
dua, dan posisinya terdapat dibawah laki-laki. Dampak dari pemahaman ini adalah
pendidikan lebih diutamakan untuk diberikan kepada laki-laki daripada perempuan.
Hampir semua faktor, seperti lapangan pekerjaan, jabatan, peran di masyarakat, sampai
pada masalah menyuarakan pendapat antaralaki-laki dan perempuan yang menjadi faktor
penyebab bias gender adalah karena factor kesenjangan pendidikan yang belum setara.
3. Kesetaraan gender merupakan sebuah momen dimana tidak ada batasan antar gender
sehingga terjadi keadilan dan keseimbangan antara peran perempuan dan laki-laki.
Kesetaraan dan keadilan gender menjadi suatu hal yang harus diupayakan demi
terwujudnya relasi gender yang berpihak pada kedua jenis kelamin baik perempuan
maupun laki-laki.
4. Tujuan utama dari kesetaraan gender adalah merobohkan stigma antara gender laki-laki
dan perempuan. Akan tetapi, saat ini masih terjadi ketimpangan gender di dunia
pendidikan. Stigma ini masih melekat di dunia pendidikan terutama pada pendidikan
Sekolah Menengah Kejuruan. Contohnya saja, Stigma bahwa anak laki-laki harus masuk
di jurusan Mesin sementara anak perempuan harus masuk di jurusan Tata Boga. Hal ini
merupakan salah satu contoh stigma yang masih berlaku di pendidikan SMK.
Kebanyakan dari siswa yang masuk di jurusan yang tidak sesuai dengan gendernya akan
mendapatkan omongan yang menjurus pada pertanyaan yang menjurus pada stigma
tersebut. Padahal pada kenyataannya baik laki-laki maupun perempuan, semua sama-
sama memiliki bakat dan juga potensi yang pada nantinya akan sama-sama berkontribusi
di dalam dunia industri.

2.Kontekstualisasi teori dalam artikel tersebut dengan kondisi realita


Objek dan Persoalan

Kesetaraan gender merupakan permasalahan yang masih sering ditemui terutama dalam bidang
pendidikan. Masih banyak orang tua, siswa dan masyarakat yang masih belum memahami
kesetaraan gender sehingga masih banyak diskriminasi gender dalam aspek pendidikan di
indonesia. Baik guru, orang tua, siswa maupun masyarakat masih banyak yang menganggap
bahwa laki-laki hanya dapat mengambil jurusan tertentu saja begitu pula perempuan. Dalam hal
ini guru sebagai tenaga pendidik seharusnya dapat mengedukasi terkait kesetaraan gender
namun masih banyak guru yang tidak mendukung kesetaraan gender itu sendiri diantaranya
masih banyaknya guru yang masih membedakan jurusan bagi siswa siswinya seperti anak laki-
laki harus masuk jurusan yang “berbau laki-laki” seperti teknik mesin dan perempuan harus
masuk jurusan yang bersifat feminim seperti tata boga.

Dalam tulisan ini tujuan saya menganalisis adalah menjelaskan bagaimana merealisasikan
pendidikan kesetaraan gender terutama di bidang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (
SMK ). dan pentingnya peran guru untuk mensosialisasikan kesetaraan gender dalam dunia
pendidikan sehingga pemahaman orangtua, siswa dan masyarakat mengenai kesetaraan gender
menjadi lebih baik dan terbuka. Karena pada hakikatnya laki-laki dan perempuan bebas memilih
jurusan bidang studi apapun yang ingin dipelajari tanpa terbatas gender.

Kemudian peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang pendidikan saat ini tidak ada
yang khusus mengarah kepada ketimpangan gender. Tidak ada kebijakan yang bias gender
terkait dengan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan di Indonesia mulai dari jenjang
Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Kalaupun terjadi perbedaan jumlah laki-laki
dan perempuan pada jurusan-jurusan tertentu baik di SMP, SMA, maupun di PT, bukan karena
kebijakan yang dibuat menuntut demikian, tetapi hal ini semata-mata adalah karena pilihan para
peserta didik yang dipengaruhi oleh asumsi perbedaan kemampuan mereka.

Seperti yang dikemukakan oleh Ace Suryadi, bahwa terjadinya ketimpangan menurut gender
yang tercermin dalam proporsi jumlah peserta didik yang tidak seimbang menurut jurusan-
jurusan atau program-program studi yang ada pada pendidikan menengah dan tinggi disebabkan
adanya asumsi perbedaan kemampuan intelektual dan keterampilan antara laki-laki dan
perempuan . Hal ini juga menjadi faktor sulitnya mensosialisasikan kesetaraan gender dalam
pendidikan karena tidak ada landasan hukum yang dapat dijadikan acuan untuk
mensosialisasikan kesetaraan gender dalam bidang pendidikan terutama bidang pendidikan
SMP.

saya pun juga sering menemukan adanya gejala kesenjangan gender dalam sistem pendidikan,
khususnya dalam pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, dalam hal proporsi laki-laki dan
perempuan dalam jurusan-jurusan yang dibuka. Penyebabnya, selain peserta didik itu sendiri
kekurangan informasi untuk menentukan pilihan jurusan atau program studi, juga adanya faktor
keluarga dengan berbagai persepsinya yang sudah bias gender. Sering kali dalam memilih
jurusan, mereka mendapat intervensi dari orang tua mereka, padahal jurusan yang dipilih di
sekolah akan berakibat lanjutan kepada kesempatan meneruskan pendidikan atau memilih
pekerjaan.

Bisa ditegaskan di sini, bahwa di SMU sudah terjadi kesetaraan gender dalam program
penjurusan. Namun, yang terjadi di SMK masih terjadi kesenjangan gender berdasarkan
kepantasan untuk memilih jurusan yang pantas diikuti laki-laki atau perempuan. Siswa
perempuan masih mendominasi program studi Bisnis dan Manajemen, Seni, dan Kerajinan.
Sebaliknya, laki-laki lebih mendominasi program studi Teknik. Hal ini juga terjadi di
jurusan-jurusan atau program-program studi di perguruan tinggi (PT)

Dalam analisis ini saya menghasilkan penemuan bahwasanya ketidaksetaraan gender dalam
pendidikan disebabkan oleh adanya pengaruh akses, partisipasi, kontrol, manfaat serta nilai
terhadap pendidikan. Dalam pengenalan pola ini membentuk persepsi yang keliru mengenai
peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat sehingga memicu terjadinya ketidaksetaraan
gender dalam pendidikan. Persepsi tersebut muncul akibat kurangnya edukasi terhadap orang tua
dan siswa mengenai kesetaraan gender dalam pendidikan yang mengakibatkan ketidaksetaraan
gender seperti pada pemilihan jurusan di SMK, Kemudian diketahui bahwa beragam faktor yang
menyebabkan ketidakadilan gender di mana beberapa mengakar pada tradisi atau budaya di
masyarakat. Proses pembelajaran yang berwawasan kesetaraan dan keadilan gender perlu
ditingkatkan karena masih terdapat berbagai gejala bias gender di sekolah. Laki-laki cenderung
masih ditempatkan pada posisi yang lebih menguntungkan dalam keseluruhan proses
pendidikan. Pemahaman Kesetaraan Gender bagi Guru, Orangtua, Siswa dan Masyarakat Belum
adanya kebijakan mengenai kesetaraan gender dalam bidang pendidikan di Indonesia
mempengaruhi Peran Guru dalam Sosialisasi Kesetaraan Gender dalam bidang pendidikan.

Kelebihan dan kekurangan terkait dengan materi dan baha ajar

Kelebihan:
1. Pemaparan materi pada bahan ajar disajikan dengan bahasa yang lugas, berbasis
fenomena, dan mudah untuk dipahami oleh pembaca.
2. Pada bahan ajar sudah disajikan subjudul dan sub-subjudul yang bisa membantu saya
dalam mengkategorikan materi yang ingin disampaikan.

Kekurangan:
1. Paparan materi pada bahan ajar kesimpulannya terlalu panjang. Sebaiknya kesimpulan
yang disajikan berupa 2-3 paragraf saja sebagaimana pertanyaan yang telah tersaji pada
rumusan masalah.
2. Pada bahan ajar belum disajikan dalil-dalil secara lengkap, hanya ada terjemahannya
saja.
3. Pada bahan ajar masih kekurangan bahan terutama dari segi sumber pengutipan. Hal ini
terlihat darinya banyaknya footnote berupa ibid pada bahan ajar.
3.Refleksi mengenai kontekstualisasi pemaparan materi pada Artikel

Pertama, mewujudkan pemerataan pendidikan yang bermutu dan berwawasan gender bagi
semua anak laki-laki dan perempuan Yang saya harapkan dari program tersebut adalah bisa
memberikan pengalaman untuk di dunia kerja bagi mereka yang memang membutuhkan,
terlebih lagi bagi siswa yang tidak bisa melanjutkan ke jenjang perkuliahan.

Kedua, penyuluhan dan pemberdayaan bagi perempuan yang tidak bisa melanjutkan pendidikan
seperti di kampung-kampung, kita bisa memberikan fasilitas atau pemberdayaan agar mereka
setidaknya bisa membangun usaha sendiri melalui pemberdayaan yang kita lakukan terhadap
masyarakat sekitar.
4.kisi-kisi UP dengan materi yang ada di modul KB 1

C C Mat Sub Tingkat


No. I Taksonomi
P P eri/ Materi/ Kesukaran
n
B M Top Sub d
S K ik Topik i
k
a
t
o
r
1 2. Menguasai pola pikir dan 2.10. Menganalisis hakikat 2.10.2. K e s e t a a r a a n 2.10.2.1 44. Diberikan kasus C4 Sedang
struktur keilmuan serta kesetaraan gender gender tentang K e s e t a r a a n h a k perilaku tentang potensi
materi ajar Pendidikan pendidikan laki laki dan pendidkan laki laki p e n d i d i k a n l a k i penyimpangan gender di
Agama Islam yang perempuan dan peremuan laki dan masyarakkat
berkategori advance peremuan
materials secara bermakna
yang dapat menjelaskan
aspek “apa” (konten),
“mengapa” (filosofi),
“bagaimana” (penerapan) dan
“untuk apa” (manfaat atau
makna) dalam kehidupan
sehari-hari
2 2. Menguasai pola pikir dan 2.11. Menganalisis kedudukan 2.11.1. P e m a h a m a n 2.11.1.1. 45. Disajikan narasi kisah C5 Sukar
struktur keilmuan serta LGBT di masyarakat Konsep k edu duka n perilaku seseorang yang
materi ajar Pendidikan kedudukan gender dalam senantiasa
Agama Islam yang gender dalam masyarakat mengimplementasikan
berkategori advance islam pemahaman keetaraan
materials secara bermakna gender di masyarakat dan
yang dapat menjelaskan perilak penyimpangan
aspek “apa” (konten), LGBT
“mengapa” (filosofi),
“bagaimana” (penerapan) dan
“untuk apa” (manfaat atau
makna) dalam kehidupan
sehari-hari

Analisis bahan ajar Modul 10 kb 4

1.Konsep Pembelajaran beserta deskripsinya yang saya anggap penting untuk Dianalisis
kedalam bahan ajar

Analisa Bahan Ajar jurnal 2 Toleransi dan Kerukunan dalam Persefektif Islam

1. Toleransi adalah kemampuan individu untuk memperlakukan seseorang dengan baik.


Sikap toleransi ini membiarkan orang lain punya pendapat berbeda dari kita. Pada
hakikatnya, toleransi menjadi sebuah kesadaran untuk menerima dan menghargai
perbedaan. Toleransi yang dalam bahasa Arab-nya disebut
dengan tasamuh sesungguhnya merupakan salah satu dari sekian ajaran inti dalam
Islam, sejajar dengan ajaran fundamental yang lain seperti kasih (rahmah), kebijaksanaan
(hikmah), kemaslahatan universal (mashlahah „ammah), keadilan („adl). Beberapa
prinsip ajaran agama tersebut merupakan sesuatu–meminjam bahasa ushul fikih–
yang qath‟iyyat dan kulliyat. Dengan demikian, sebagai ajaran yang qath‟iy, prinsip-
prinsip tersebut tidak bisa dianulir dengan ajaran apapun.
2. Kerukunan adalah proses bersatunya masyarakat dalam berbagai pebedaan, yang dimana
kata kerukunan sendiri berasal dari pungutan Bahasa Arab “rukun” yang artinya adalah
pondasi dasar. Jika secara harfiah dari segi katanya kerukunan adalah pondasi dasar yang
bisa dilakukan masyarakat dalam menghadapi gelaja sosial dan bentuk masalah sosial.
Kerukunan sangat diperlukan dalam masyarakat majemuk, yang ternyata masyarakat
majemuk ini rawan terjadi disintegrasi sosial. Oleh karena itu, diperlukan mewujudkan
kerukunan yang artinya adalah persatuan dan kesatuan masyarakat untuk mencapai
tujuan atas dasar perbedaan-perbedaan yang sudah ada. Dengan demikian, perbedaan
agama mestinya bukanlah penghalang untuk merajut tali persaudaraan antar-sesama
manusia yang berlainan agama.
3. fungsi agama dalam kehidupan manusia, atau tepatnya disebut dengan istilah the
functional definition of religion. Yewangoe memandang bahwa istilah ini menunjukkan
definisi agama dalam pengertian :

1. peranannya dalam masyarakat;


2. agama ialah suatu sistem interpretasi terhadap dunia yang mengartikulasikan
pemahaman diri dan tempat serta tugas masyarakat dalam alam semesta;
3. agama ditempatkan sebagai inti masyarakat; dan
4. agama merupakan bagian yang bersipat konstitutif terhadap masyarakat

2.Kontekstualisasi dalam artikel tersebut dengan kondisi realita

Evaluasi yang didapat dari pemaparan materi pada bahan ajar di atas yaitu:

Toleransi dalam konteks ini ditinjau dari beberapa aspek yaitu teologis, sosiologis dan budaya.
Dengan toleransi diharapkan manusia mampu mengakui keragaman termasuk keragaman agama
yang disebut pluralism. Selain toleransi dan pluralism, konsep dialog agama pun hadir untuk
menciptakan kerukunan tersebut, sebagaimana Islam mencontohkan dengan teladan Muhammad
Saw sebagai rosul sewaktu di Madinah yang melindungi setiap warganya baik muslim maupun
non muslim dari musuhnya sehingga terciptalah piagam madinah.

Walhasil, sungguh tidak alasan bagi seorang Muslim untuk tidak menenggang dan bersikap
toleran kepada orang lain hanya karena ia bukan penganut agama Islam. Pembiaran terhadap
orang lain (al-akhar) untuk tetap memeluk agama non-Islam adalah bagian dari perintah Islam
sendiri. Dengan perkataan lain, pemaksaan dalam perkara agama–di samping bertentangan
secara diametral dengan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang merdeka–juga
berlawanan dengan ajaran Islam sendiri.

Menjadi hak setiap orang untuk mempercayai bahwa agamanyalah yang benar. Namun, dalam
waktu yang bersamaan, yang bersangkutan juga harus menyadari dan menghormati jika orang
lain berpikiran serupa. Dengan demikian, persoalan keyakinan merupakan perkara pribadi dari
setiap orang. Tidaklah banyak guna memaksa seseorang untuk memeluk suatu agama, tanpa
dibarengi dengan kepercayaan dan keyakinan. Memeluk agama karena paksaan dan intimidasi
merupakan kepemulekan agama yang pura-pura, tidak serius, “boong”. Tidak dibolehkannya
memaksakan suatu agama, karena manusia dipandang telah memiliki kemampuan untuk
membedakan dan memilih sendiri agama yang dipercayai dan diyakini dapat mengantarkan
dirinya menuju gerbang kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat (sa‟adah al-„ajil wa al-
ajil). Tuhan sendiri berfirman fa man sya`a falyu`min wa man sya`a falyakfur.

Selanjutnya, sejumlah ketentuan syari’at (sering disamakan dengan fikih)

 Seperti riddah, kufr yang oleh sebagian kalangan dikumandangkan sebagai argumen
penolakan ajaran toleransi merupakan kesalahan fatal (khatha` jali) dalam meletakkan
syari‟at atau lebih tepatnya fikih itu sendiri.
 fikih atau syari‟at tidak diletakkan dalam proporsinya yang benar, sebagai jalan
(syir‟ah, shirath) untuk sampai kepada Tuhan. Syari‟at bukanlah–meminjam bahasa para
ahli ushul fikih–ghayah melainkan washilah.
 adanya sebuah kaidah; al-Islam murunatun fiy al-wasa`il wa tsabatun fiy al-shayat. Oleh
karena itu, sangat masuk akal jika syari‟at dari setiap pembawa pesan dan risalah
ketuhanan, hampir selalu berbeda-beda mengikuti perbedaan ruang dan waktu.
 Arkian, alasan teologis apalagi yang dapat dipakai untuk menolak ajakan dan seruan
toleransi dalam beragama tersebut. Yang tersisa tinggal bagaimana menbumikan
toleransi dalam beragama itu di bumi, khususnya Indonsia?

Implementasinya di Indonesia

Telah cukup lama bangsa Indonesia merasa bangga atau dibanggakan sebagai bangsa yang
memiliki tingkat toleransi dan kerukunan beragama yang tinggi. Namun, dalam
perkembangannya yang paling kontemporer, kebanggaan itu telah luluh luntak oleh deretan
kekerasan yang (terus terang) beraroma agama. Bagaimana tidak, dalam realitasnya, para pelaku
tindak kekerasan yang sekaligus penganut agama itu kerap membakar tempat-tempat ibadah
agama tertentu, seperti gereja dan masjid. Sudah berapa ribu nyawa yang melayang akibat
konflik-konflik agama semacam itu. Serangkaian kekerasan tersebut, diakui atau tidak, telah
membuyarkan kebanggaan masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang toleran,
tenggang rasa, anti-kekerasan dan sebagainya.

Dalam tataran itu, gerakan kelompok agamawan tertentu yang mengambil jalan kekerasan di
dalam melancarkan misi agamanya, bagaimanapun, telah memberikan saham yang tidak sedikit
bagi corengnya wajah agama. Soalnya, apakah mereka sudah berpikir bahwa tindak kekerasan
itu dalam kenyataannya tidak menghasilkan keuntungan yang banyak bagi agama itu, melainkan
justru bersifat kontraproduktif bahkan menodai wajah agama yang pada era formatifnya sangat
santun, damai, dan riang gembira.

Pertanyaannya kemudian,
Bagaimana intoleransi dan kekerasan yang berbau agama itu mesti diakhiri?

Dalam konteks pertanyaan tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah yang strategis-sistematis


bagi upaya pribumisasi ajaran toleransi dalam beragama. Misalnya,

1. pertama, oleh karena upaya pendistribusian toleransi beragama bukan perkara mudah
dan gampang, maka diperlukanlah sebuah ijtihad yang dikenal sebagai ijtihad tathbiqiy.
Di dalam melakukan aktivitas ijtihad seperti ini dibutuhkan kehadiran banyak orang yang
datang dari pelbagai jenis agama. Karena merumuskan juklak dan juknis toleransi
beragama dalam lokus Indonesia yang plural tidak bisa ditentukan oleh segelintir orang
(fardy) yang datang dari agama tertentu saja, melainkan harus dirembuk secara kolektif
(jama‟iy) dengan melibatkan semua agama yang ada, paralel dengan struktur masyarakat
Indonesia yang memang beragam dari sudut kepenganutan agamanya. Dalam forum
inilah perlu dibicarakan tentang banyak hal menyangkut problem-problem krusial di
sekitar hubungan antar-umat beragama.
2. Kedua, perlu dipersiapkan dai/khathib atau misionaris “militan” yang bertugas
mensosialisasikan dan mengkampanyekan cita toleransi dimaksud pada tingkat praksis di
level akar rumput secara terus menerus. Para elit intelektual yang suka gembor
menyanyikan lagu “toleransi dan pluralisme” harus segera turun dari pentas dengan
melibatkankan diri secara nyata dalam gerakan toleransi beragama di masyarakat bawah.
Dengan cara inilah, maka wacana toleransi tidak hanya melingkar-lingkar secara elitis di
kalangan intelektual kota, melainkan justru dapat tembus pada grass-root society. Ini
karena disadari bahwa problem toleransi beragama kebanyakannya memang tidak
bersemayam pada diri para intelektual, tetapi malah di grass-root level. Sungguh,
sebetapapun “seksi” dan canggihnya sebuah pemikiran dari sudut teologis dan
filosofisnya jika tidak dapat diimplementasikan di lapangan (dunya al-waqi‟), maka
tidaklah terlalu banyak guna dan manfaatnya bagi sebesar-besarnya kemaslahatan umat
manusia.

Kelebihan:
1. Pemaparan materi pada bahan ajar disajikan dengan bahasa yang lugas, berbasis fenomena, dan
mudah untuk dipahami oleh pembaca.
2. Pada bahan ajar sudah disajikan subjudul dan sub-subjudul yang bisa membantu pembaca dalam
mengkategorikan materi yang ingin disampaikan.
Kekurangan:
1. Paparan materi pada bahan ajar kesimpulannya terlalu panjang. Sebaiknya kesimpulan yang
disajikan berupa 2-3 paragraf saja sebagaimana pertanyaan yang telah tersaji pada rumusan
masalah.
2. Pada bahan ajar belum disajikan dalil-dalil secara lengkap, hanya ada terjemahannya saja.
3. Pada bahan ajar masih kekurangan bahan terutama dari segi sumber pengutipan. Hal ini terlihat
darinya banyaknya footnote berupa ibid pada bahan ajar.

3.Refleksi mengenai kontekstualisasi pemaparan materi pada Artikel


Akhirnya, tentu langkah-langkah lain yang lebih cespleng bagi pelaksanaan toleransi beragama di
Indonesia dapat ditemukan dan akan mengalami pengayaan melalui perbincangan dalam forum seminar
ini. Saya yakin, seminar ini didesain bukan dalam kerangka untuk menjatuhkan vonis dari satu pihak ke
pihak lain sebagai murtad dan “sesat”. Karena sesat dan tidaknya suatu perbuatan bukan ditentukan oleh
manusia, tetapi oleh Tuhan. Inna rabbaka huwa a‟lamu biman dhalla „an sabilih wa huwa a‟lamu
bimanihtada. Sehingga kita tidak tahu apakah kita telah sesat atau belum. Wa inna aw iyyakum la‟ala
hudan aw fiy dhalal mubin. Segala perselisihan teologis yang berlangsung dalam forum ini serahkanlah
pada Tuhan untuk menghukuminya. Inna rabbaka huwa yafshilu baynahum yawmal qiyamah fiyma kanu
fihi yakhtalifun.

4.kisi-kisi UP dengan materi yang ada di modul KB 2

C C M Sub Tingkat
No. I Takson
P P a Materi Kesukaran
n omi
B M t / Sub d
S K e Topik i
r k
i a
/ t
o
T r
o
p
i
k
1 2. Menguasai pola pikir 2.12. Menganalisis niai 2.12.1. Akhlak Toleransi da 2.12.1.1. Konsep 47. Pengenalan C4 Sedang
dan struktur keilmuan nilai moderasi keerukunan dalam beragama tolera kalimah Tawassuth
serta materi ajar beragama nsi
Pendidikan Agama berag
Islam yang ama
berkategori advance
materials secara
bermakna yang dapat
menjelaskan aspek
“apa” (konten),
“mengapa” (filosofi),
“bagaimana”
(penerapan) dan
“untuk apa” (manfaat
atau makna) dalam
kehidupan sehari-hari
2 2. Menguasai pola pikir 2.12.Mengimpelmentasi 2.12.1. Toleransi dan kerukuan 2.12.1.2. Konsep 48. Disajikan teks C5 Sedang
dan struktur keilmuan kan sikap akhlak a l-karimah terhadap diri sikap adab toleransi dan
serta materi ajar moderat daam sendiri akhlak kerukuan beragama ,
Pendidikan Agama pembelajaran al- mahasiswa dapat
Islam yang kehidpan sehar karimah dapat
berkategori advance hari terhdp mengidentifikasi
materials secara toleransi manfaat perilaku al-
bermakna yang dapat da karimah dalam
menjelaskan aspek kerukun kaitannya dengan
“apa” (konten), an dengan pembentukan
“mengapa” (filosofi), akhlak pribadi
“bagaimana”
(penerapan) dan
“untuk apa” (manfaat
atau makna) dalam
kehidupan sehari-hari

Anda mungkin juga menyukai