Anda di halaman 1dari 18

ISLAM, EKONOMI DAN RASIONALITAS

Aulia Ramadani Pane1), Dita Saharani2), Lulu Aulia3), Mutiara4)

Program Studi Akuntansi Syariah, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Email: ramadaniaulia1114@gmail.com 1), saharanidita57@gmail.com 2),


aulialulu24@gmail.com 3), mutiarav568@gmail.com 4)

ABSTRAK

Pandangan dunia Islam tentang ekonomi didasarkan pada suatu paradigma yang
membenarkan ekonomi sosial sebagai dasar obyektifitasnya, dengan memposisikan
umat dalam posisi terdepan dibanding kepentingan individu (self interest). Menurut
pandangan ekonomi konvensional hal ini sangat tidak rasional dan tidak memenuhi
persyaratan transitifitas, sedangkan rasionalitas ekonomi syariah dapat dilihat pada asas-
asas ekonomi Syariah dan prinsip dasar sistem yang dipakai dimilikinya. Konsep
rasionalitas memiliki konsekuensi terhadap perilaku manusia dalam melakukan
tindakan ekonomi dan tujuan-tujuan hidupnya. Rasionalitas ekonomi yang dibangun
oleh konsepsi homo economicus sebagaimana dikembangkan dalam ekonomi kapitalis
dan sosialis berbeda dengan rasionalitas ekonomi yang dibangun oleh konsepsi homo
islamicus sebagaimana dikembangkan dalam ekonomi islam.

Kata Kunci : Islam, Rasionalitas, Ekonomi Islam

1. PENDAHULUAN
Islam merupakan ajaran yang mengatur kehidupan dalam semua dimensi baik
akidah, ibadah, dan semua aspek kehidupan manusia termasuk semua bentuk
muamalah, khususnya pada hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi. Tidak ada
sesuatupun yang tersembunyi dari jangkauan Allah SWT dan tidak sesuatupun yang
luput dari pengawasan-Nya. Pemahaman tentang rasionalitas ekonomi
sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari sistem ekonomi yang mendasarinya.
Sistem dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi yang terdiri dari berbagai unsur
yang saling berhubungan satu sama lain, saling mempengaruhi dan bekerja sama
untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa sistem ekonomi
adalah organisasi yang terdiri dari bagian-bagian yang saling terkait dan bekerja
sama untuk mencapai tujuan ekonomi. 1
Ilmu ekonomi merupakan suatu studi yang mempelajari tentang perilaku
manusia. Dalam kapitalisme, studi yang dimaksud disini bukanlah manusia secara
umum. Tetapi tentang manusia ekonomi yang memiliki perilaku untuk memenuhi
segala kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka manusia harus melakukan pilihan. Cara
melakukan pilihan tersebut hanya dapat dilakukan oleh manusia ekonomi secara
rasionalitas ekonomi.
Pelaku ekonomi yang memiliki rasionalisasi Islam menghadapi jangkauan
waktu (time horizon) yang tak terbatas. Dalam pandangan Islam, kehidupan manusia
terdiri dari kehidupan dunia, kehidupan kubur (kehidupan manusia setelah mati
sehingga menunggu hari pembalasan) dan kehidupan abadi akibat (kehidupan kekal
setelah proses pembalasan). Oleh karena itu, mashlahah yang akan diterima di hari
akhir merupakan fungsi dari kehidupan di dunia atau mashlahah di dunia terkait
dengan mashlahah yang diterima di akhirat. 2
Pelaku ekonomi yang memiliki perilaku rasional islami akan memaknai
mashlahah dan mengupayakannya dengan petunjuk yang diberikan oleh Alquran
dan Sunnah. Dalam hal ini Islam menjelaskan bahwa mashlahah adalah segala
bentuk keadaan ataupun perilaku yang mampu meningkatkan kedudukan manusia
sebagai makhluk yang paling mulia. Terdapat lima mashlahah mendasar yang
diperlukan oleh manusia, yaitu mashlahah fisik, mashlahah agama, mashlahah
intelektual, mashlahah antargenerasi dan waktu, dan mashlahah materi/kekayaan.
Setiap pelaku ekonomi Islam yang rasional akan berusaha meningkatkan kelima
mashlahah tersebut agar tujuan jangka panjangnya yakni falah dapat terwujud. 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ekonomi sebagai Bagian Integral dari Agama Islam


Untuk memahami hubungan antara agama dan perilaku ekonomi maka harus
dipelajari bidang dan lingkup masing-masing. Secara umum, agama (religion)
1 Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2007), hal. 23
2 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII dan BI. Ekonomi Islam (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2012) hal. 31
3 Ibid, 32
diartikan sebagai persepsi dan keyakinan manusia terkait dengan eksistensinya, alam
semesta dan peran Tuhan terhadap alam semesta dan kehidupan manusia sehingga
membawa kepada pola hubungan dan perilaku manusia dengan Tuhan, sesama
manusia dan alam semesta. Agama merupakan serangkaian "rencana atas perilaku
yang didasarkan atas nilai atau norma". Kesemua definisi tersebut berimplikasi
bahwa agama meliputi perilaku manusia, termasuk semua tahap dan aspeknya.
Termasuk dalam hal ini adalah keyakinan, sebagai tahap pertama dari agama yang
menentukan perilaku dan tujuan hidup manusia. Islam mendefinisikan agama bukan
hanya berkaitan dengan spiritualitas atau ritualitas, namun agama merupakan
serangkaian keyakinan, ketentuan dan peraturan serta tuntutan moral bagi setiap
aspek kehidupan manusia. Sebagaimana diungkap di muka, Islam memandang
agama sebagai suatu jalan hidup yang melekat pada setiap aktivitas kehidupan, baik
ketika manusia melakukan hubungan ritual dengan Tuhannya maupun ketika
manusia berinteraksi dengan sesama manusia atau alam semesta. Ekonomi, secara
umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam
menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang
dibutuhkan manusia. Dengan demikian, ekonomi merupakan suatu bagian dari
agama. Ruang lingkup ekonomi meliputi suatu bidang perilaku manusia terkait
dengan konsumsi, produksi dan distribusi. Setiap agama, secara definitif, memiliki
pandangan mengenai cara manusia berperilaku mengorganisasi kegiatan
ekonominya. Meskipun demikian, mereka berbeda dalam intensitasnya. Agama
tertentu memandang aktivitas ekonomi sebagai suatu kebutuhan hidup yang harus
dipenuhi sebatas untuk menyediakan kebutuhan materi namun dapat mendorong
pada terjadinya disorientasi terhadap tujuan hidup. Karenanya, agama ini
memandang bahwa semakin manusia dekat dengan Tuhan, semakin kecil ia terlibat
dalam kegiatan ekonomi. Kekayaan dipandang akan menjauhkan manusia dari
Tuhan.
Islam memandang aktivitas ekonomi secara positif. Semakin banyak manusia
terlibat dalam aktivitas ekonomi maka semakinbaik, sepanjang tujuan dari
prosesnya sesuai dengan ajaran Islam. Ketakwaan kepada Tuhan tidak berimplikasi
pada penurunan produktivitas ekonomi, sebaliknya justru membawa seseorang
untuk lebih produktif. Kekayaan dapat mendekatkan kepada Tuhan selama diperoleh
dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Islam, sebagai suatu agama yang didasarkan pada ajaran kitab Alquran dan
Sunnah. Memberikan banyak contoh ajaran ekonomi, baik pada masa-masa awal
Islam diturunkan- masa Ibrahmin a.s. dan Shu'aib a.s. hingga menjelang wafatnya
Nabi Muhammad SAW Pada masa Ibrahim a.s., Islam telah mengajarkan manusia
untuk berderma. Pada masa Shu'aib, Islam telah mengajarkan agar manusia berbuat
adil dalam memberikan takaran, menimbang degan benar dan tidak merugikan
orang lain. Pada masa awal Muhammad SAW. di Makkah Islam telah mengajarkan
agar manusia memenuhi takaran dan timbangan, baik pada saat menjual atau pun
membeli barang. Islam menjelaskan kondisi manusia pada umumnya yang sering
mengurangi timbangan saat menjual dan minta timbangan penuh pada saat membeli.
Islam merupakan suatu agama yang memberikan tuntutan pada seluruh aspek
kehidupan, baik hubungan manusia dengan Tuhan, atau manusia dengan sesama
makhluk Tuhan. Inilah yang sering disebut dengan implementasi Islam secara kaffah
(menyeluruh). Pengertian implementasi Islam secara kaffah ini adalah (a) ajaran
Islam dilaksanakan secara keseluruhan, jadi tidak diambil beberapa bagian saja
secara parsial, dan (b) meliputi seluruh aspek kehidupan, yaitu seluruh aspek
kehidupan harus dibingkai ajaran Islam. Dengan menjalankan Islam secara kaffah
berarti menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan (way of life), bukan sekedar
pedoman ritual antara manusia dengan Tuhan saja.
Islam memosisikan kegiatan ekonomi sebagai salah satu aspek penting untuk
mendapatkan kemuliaan (falah), dan karenanya kegiatan ekonomi sebagaimana
kegiatan lainnya perlu dituntun dan dikontrol agar berjalan seirama dengan ajaran
Islam secara keseluruhan. Falah hanya akan diperoleh jika ajaran Islam
dilaksanakan secara menyeluruh atau kaffah. Agama Islam memberikan tuntunan
bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan Allah (ibadah mahdhah) dan
bagaimana manusia melaksanakan kehidupan bermasyarakat (ma'amalah), baik
dalam lingkungan keluarga, kehidupan bertetangga, bernegara, berekonomi, bergaul
antarbangsa, dan sebagainya.
Konsistensi dan koherensi ajaran Islam antarapek kehidupan diwujudkan dalam
bentuk kesatuan antara keyakinan (iman), perbuatan (amal) dan moralitas (akhlak).
Amal dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar, yaitu ibadah dan
muamallah. Kegiatan ekonomi merupakan bagian dari muamallah dan harus
didasarkan atas akidak atau bermoral. Kegiatan ekonomi hanya akan mampu
memabwa kepada falah selama dilaksanakan berdasarkan akidah Islam dan diwarnai
dengan moral Islam.4
Kerangka Metodologis Ekonomi Islam
a. Kebenaran dan kebaikan
Dalam pandangan Islam kebenaran dan kebaikan mutlak hanya berasal
dari Allah, baik yang berbentuk ayat qauliyah ataupun kauniyah. Sebagian dari
ayat qauliyah dapat secara langsung dipahami sebagai kebenaran, namun
sebagian ayat lainnya masih memerlukan penafsiran untuk memahaminya.
Disisi lain, kebenarandapat bersumber dari fenomena alam semesta atau ayat
kauniyah. Ayat kauniyah ini berfungsi sebagai pendukung dan penguat
kebenaran yang disampaikan melalui ayat-ayat qauliyah. Dalam Al-quran Allah
memerintahkan manusia untuk membaca kejadian dialam semesta untuk
menemukan kebenaran dengan petunjuk Al-Quran. Oleh karena itu, kebenaran
ayat kauniyah masih dipengaruhi oleh penafsiran manusia terhadap fenomena
sosial dan alam karena kebenaran empiris tidaklah bersifat mutlak.
b. Metodologi ilmu alam versus metodologi ilmu sosial
Kebenaran yang disimpulkan melalui metode ilmiah dari fenomena alam
tidak menyebabkan divergensi antara kata “kebenaran” dan “kebaikan”. Tidak
demikian halnya pada area ilmu sosial dimana ilmu ekonomi termasuk
didalamnya. Kesalahan terbesar dari metodologi yang dikembangkan selama ini
dalam ilmu ekonomi adalah mengidentikan ekonomi dengan proses yang terjadi
dalam ilmu fisika (Chapra, 2000). Mekanisme hubungan antarberbagai variabel
yang terbentuk dalam ilmu ekonomi dipercayai sebagai pola yang pasti.
Anggapan tentang kepastian inilah yang telah menjebak ilmu ekonomi dalam
perangkap determinisme.
c. Objek ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan manifestasi ajaran Islam dalam perilaku
ekonomi, baik mulai penentuan tujuan kegiatan ekonomi, sikap, analisis, dan

4
Muhammad Arif dkk, Filsafat Ekonomi Islam, (Medan: FEBI PRESS, 2023), hal. 24
respons terhadap sosial dalam tataran empiris, perilaku ekonomi islam secara
parsial dapat dijumpai pada sekelompok masyarakat muslim maupun non
muslim.5

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam


1. Pengertian Ekonomi
Ekonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu oikos
dan nomos. Oikos berarti rumah tangga dan nomos berarti, tata, aturan. Dengan
demikian secara sederhana ekonomi dalam pengertian bahasa berarti. Ekonomi
atau tata aturan rumah tangga. Ekonomi menurut kamus Bahasa Indonesia
berarti segala hal yang bersangkutan dengan penghasilan, pembagian dan
pemakaian barang- barang dan kekayaan (keuangan). Ekonomi berkenaan
dengan setiap tindakan atau proses yang harus dilaksanakan untuk menciptakan
barang-barang dan jasa yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan atau
keinginan manusia.
Menurut Abraham Maslow Ekonomi adalah salah satu bidang pengkajian
yang mencoba menyelesaikan masalah keperluan asas kehidupan manusia
melalui penggemblengan segala sumber ekonomi yang ada dengan berasaskan
prinsip serta teori tertentu dalam suatu sistem ekonomi yang dianggap efektif
dan efisien.6
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, ekonomi adalah sebuah
bidang kajian tentang pengurusan sumber daya material individu, masyarakat,
dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Karena ekonomi
merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang
ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan atau distribusi.
2. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti
masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya.

5 P3EI, P.P. Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011). hal 37-42
6
Hendra Safri, Pengantar Ilmu Ekonomi (Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo, 2018), hal. 3.
Hanya dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar
dalam setiap aktifitasnya.
Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan
alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun,
definisi tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang
tidak kompatibel dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong
seseorang terperangkap dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar
atau salah tetap harus diterima. 7
Menurut Abdul Manan, ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang dipahami oleh nilai-
nilai Islam.8
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah
suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis,
dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-
cara yang Islami.9
Menurut Abdul Mannan, ilmu ekonomi Islam tidak hanya mempelajari
individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religius manusia itu
sendiri.
Ilmu Ekonomi Syari’ah adalah ilmu yang mempelajari aktivitas atau
perilaku manusia secara aktual dan empirikal, baik dalam produksi, distribusi,
maupun konsumsi berdasarkan Syari’at Islam yang bersumber Al-Qur’an dan
As-Sunnah serta Ijma’ para ulama dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.10
3. Ruang Lingkup Ekonomi Islam
Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karena itu ia merupakan
bagian tak terpisahkan (integral) dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama
Islam, ekonomi Islam mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam

7
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2011), h. 14.
8
Muhammad Abdul Manan, Islamic Economic, Theory and Practice, (India: Idarah Adabiyah, 1980), h.3
9
Syed Nawab Haider Naqi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, ter. M. Saiful Anam dan Muhammad
Ufiuqul Mubin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 28.
10
Abdul Mannan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group), h.29.
adalah sistem kehidupan (way of life), di mana Islam telah menyiapkan berbagai
perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang
ekonomi. Beberapa aturan bersifat pasti dan berlaku permanen, sebagian yang
lain bersifat kontekstual sesuai dengan situasi dan kondisi. 11 Senada dengan
uraian ini, M. Syafi’i Antonio menjelaskan bahwa syariah Islam adalah syariah
yang mempunyai keunikan tersendiri, yaitu bukan saja menyeluruh atau
komprehensif, melainkan juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab
tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya.
Komprehensif berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik
ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Universal bermakna syariah Islam
dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai Hari Akhir nanti.
Universalitas ini tampak jelas terutama dalam bidang muamalah. Selain
mempunyai cakupan luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan
antara muslim dan nonmuslim. 12
Beberapa ahli telah mendefinisikan tentang apa yang dimaksud dengan
ekonomi Islam. Di antaranya adalah Umer Chapra yang mendefinisikan
Ekonomi Islam sebagai cabang ilmu yang membantu merealisasikan
kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka,
yang sejalan dengan ajaran Islam, tanpa membatasi kebebasan individu atau pun
menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekonologis. 13
Hasanuzzaman
mendefinisikan Ekonomi Islam sebagai suatu ilmu aplikasi petunjuk dan aturan
syari’ah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan
sumber daya material agar memenuhi kebutuhan manusia dan agar dapat
menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat.
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam
bukan hanya merupakan praktik kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu
dan komunitas Muslim yang ada, namun juga merupakan perwujudan perilaku
ekonomi yang didasarkan pada ajaran Islam. Ia mencakup cara memandang

11
M. Nadratuzzaman Hosen, A.M. Hasan Ali, dan Bahrul Muhtasib, Materi Dakwah Ekonomi Syariah,
(Jakarta: PKES, 2008), hal. 21-22.
12
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Cet, Ke-13 (Jakarta: Gema Insani bekerja
sama dengan Tazkia Cendekia, 2009), hal. 3-4.
13
M. Umer Chapra, Islam an The Economic Challenge, (USA: The Islamic Foundation and The
International Institute of Islamic Thought, 1996), hal. 33.
permasalahan ekonomi, menganalisis, dan mengajukan alternatif solusi atas
berbagai permasalahan ekonomi. Sifat integral dalam ajaran Islam menjadikan
ekonomi Islam tidak bisa dilepaskan dari aspek keyakinan (aqidah) dan ibadah.
Hal ini telah jelas sebagaimana pembahasan beberapa ayat Makiyyah di atas.
Maka, ruang lingkup ekonomi Islam juga tidak terlepas dari dimensi ini.
Ekonomi Islam merupakan konsekuensi logis dari implementasi ajaran Islam
secara kaaffah (menyeluruh) dalam aspek ekonomi. Beberapa ekonom bahkan
memberikan penegasan bahwa ruang lingkup dari ekonomi Islam adalah
masyarakat muslim atau negara muslim sendiri. Namun, pendapat lain tidak
sejalan dengan pandangan ini dan lebih menekankan kepada perspektif Islam
tentang masalah ekonomi pada umumnya.
Dengan kata lain, titik tekan ilmu ekonomi Islam adalah pada bagaimana
Islam memberikan pandangan dan solusi atas berbagai persoalan ekonomi yang
dihadapi umat manusia secara umum. 14
Adapun masalah-masalah pokok (yang menjadi ruang lingkup) ekonomi
menurut para pakar mencakup antara lain:15
a. Jenis barang dan jasa yang diproduksi serta sistemnya
b. Sistem distribusi (untuk siapa barang/jasa itu)
c. Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.
d. Inflasi, resesi, dan depresi, dll.

Masalah-masalah pokok tersebut memerlukan jawaban, bukan sekedar


penyelesaian praktis yang bersifat pragmatis, melainkan suatu solusi jangka
panjang yang didasarkan kepada paradigma yang kuat dan dapat
dipertanggungjawabkan apabila diaplikasikan secara praktis. Hal-hal tersebut
menjadi kajian dalam khazanah ilmu ekonomi Islam. Maka, ekonomi Islam
harus mempelajari perilaku individu yang dituntun oleh ajaran Islam, mulai dari
penentuan tujuan hidup, cara memandang dan menganalisis masalah ekonomi,
serta prinsip-prinsip dan nilai yang harus dipegang untuk mencapai tujuan
tersebut.

14
M. Nadratuzzaman Hosen, A.M. Hasan Ali, dan Bahrul Muhtasib, Materi Dakwah Ekonomi
Syariah, hal. 26.
15
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, hal. 402.
Dengan demikian, ekonomi Islam tidak dibatasi kepada kajian fiqih
muamalah semata, meskipun ia tidak mungkin terlepas dari kajian tersebut.
Kajian fiqih muamalah yang meliputi pembahasan akad, bai’, salam, istishna’,
sharf, murabahah, wadi’ah, qardh, ijarah, syirkah, mudharabah, hibah, riba,
gharar, dan lain-lain tetap merupakan hal yang perlu dikaji dan tak terpisahkan
dari kajian maupun aplikasi ekonomi syariah, namun harus disadari pula bahwa
ekonomi syariah tidak terbatas pada akad dan kenis-jenisnya tersebut, maupun
larangan atas jenis akad tertentu.

C. Pengertian Rasionalitas dan Konsep Rasionalitas Ekonomi Islam


1. Pengertian Rasionalitas
Rasionalitas menjadi membingungkan ketika dapat berarti banyak, seperti
tidak memihak, beralasan, logis, dan mempunyai maksud tertentu. Serta lebih
lanjut keputusan rasional yang dibuat terkadang tidak selalu sesuai dengan yang
diharapkan. Perbedaan pengertian rasional ini pun juga terjadi antara sesama
ilmuwan sosial. Dimana rasionalitas menjadi topik yang kontroversial dan tidak
ada defeni yang jelas, lugas, serta gamblang yang bisa diterima secara umum
oleh semua pihak.16
Dalam literature teori ekonomi modern, seorang pelaku ekonomi
diasumsikan rasional berdasarkan kriteria berikut:
Setiap orang selalu tahu apa yang mereka mau dan inginkan Keputusan
yang diambil berdasarkan pertimbangan tradisi, nilai-nilai dan mempunyai
alasan dan argumentasi yang lugas. Setiap keputusan yang diambil oleh individu
harus menuju pada pengkuantifikasian keputusan akhir dalam satuan unit
moneter.
Dalam model produksi dari kapitalisme, rasionalitas berarti kepuasan yang
dapat dicapai dengan prinsip efisiensi dan tujuan ekonomi itu sendiri. Perilaku
seorang individu yang rasional dalam mencapai kepuasan berdasarkan
kepentingan sendiri yang bersifat material akan menuntun pada perbuatan
barang-barang sosial yang berguna bagi kemaslahatan umat. Pilihan dapat
dikatakan rasional jika pilihannya secara keseluruhan dapat dijelaskan oleh

16Muhammad Ngasifudin, Ekonomi Syariah Indonesia, Syariah Indonesia, Vol. 7, No.2, Desember 2017,
hal. 112
syarat-syarat hubungan konsisten pilihan yang lebih disukai dengan definisi
penampakan pilihan yang lebih disukai.
Dari penjelasan diatas dapat digambarkan bahwa rasionalitas dalam banyak
ekonomi literatur berarti kepentingan sendiri dan pada saat bersamaan konsisten
pada pilihan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, dimana bisa
dikuantifikasikan menuju maksimalisasi beberapa ide kesejahteraan umum.17
Rasional (rational) adalah lawan dari irrational, secara bahasa diartikan
seperti ungkapan rational human beings (manusia yang dapat berpikir), rational
behaviour (perilaku yang masuk akal). Ia juga yang mengandung makna
measureble in matrical units (dapat diukur dengan satuan angka), agreeable to
reason (dapat disetujui dengan pertimbangan akal budi / alasan), pertaining to or
acting in conformity to reason (bersinggungan atau bertindak sesuai dengan akal
budi). Makna tersebut dapat diambil intinya bahwa rasional mengandung
pengertian tentang keputusan dan tindakan yang didasari atas pertimbangan akal
budi.18
2. Konsep Rasionalitas Ekonomi
Rasionalitas ekonomi syariah dapat dilihat pada asas-asas Ekonomi Syariah
dan prinsip dasar sistem yang dipakai. Pengaruh kepentingan pribadi dan
dukungan kaum agamawan menjadi justifikasi untuk memperkaya diri sendiri
dan mengabaikan kepentingan sosial, kenyataan yang kaya terus memperkaya
diri dan yang miskin semakin dieksploitasi dan dibui mimpi terus merambah
semua lini perekonomian alih-alih berbicara kesejahteraan masyarakat, yang
menjadi target ekonominya adalah monopoli gaya baru. Jika dalam ekonomi
konvensional manusia disebut rasional secara ekonomi jika mereka selalu
memaksimumkan utility untuk konsumen dengan keuntungan untuk produsen,
maka dalam ekonomi islam seorang pelaku ekonomi, produsen, konsumen fakan
berusaha untuk memaksimalkan maslahah.
Sesungguhnya konsep rasionalitas ini menjadi fondasi penting bagi suatu
standar prilaku ekonomi konsep ini menjadi prinsip pembangun suatu ilmu
ekonomi. Prinsip ini dijadikan parameter suatu tindakan tepat atau tidak tepat

17M. Ngasifudin, Rasionalitas Ekonomi Islam, AL-INTAJ, Vol.4, No.2, September 2018, hal. 329
18Ali Amin Isfandiar, Melacak Teori Rasionalitas Ekonomi berbasis Islamic Ethic, Muqtasid, Vol.6 No. 2,
Desember 2015, hal. 26
dalam kacamata ekonomi. Jika suatu tindakan ekonomi sesuai dengan parameter
tersebut berarti tindakan itu benar, demikian juga sebaliknya. Sebagai misal, jika
seseorang lebih memilih membeli mobil Mercy daripada Honda Jazz, maka
perilaku orang itu dianggap rasional. Dianggap rasional karena mobil yang
pertama lebih mahal dari kedua. Sesuatu yang lebih mahal pasti lebih enak.
Dengan itu, maka kepuasaan yang paling tinggi terkandung dalam barang yang
pertama daripada yang kedua. Apabila ia memilih barang yang kedua, maka ia
berarti telah melakukan tindakan tidak rasional. Perilaku seorang untuk
mengoptimumkan kepuasaan tersebut merupakan perilaku yang rasional. Contoh
lain, seorang penjual dianggap rasional jika ia dapat memaksimumkan
keuntungan dari usahanya. Penetapan harga yang tinggi untuk memperoleh
keuntungan yang besar, oleh karenanya, dianggap wajar. Sementara jika
pedagang tersebut menetapkan harga yang tidak menghasilkan keuntungan
tinggi dianggap kurang wajar. Dalam hal ini rasionalitas ditentukan oleh tinggi
dan rendahnya keuntungan. Jika usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan
maksimum, maka tindakan tersebut rasional, sementara jika sebaliknya, maka
tidak rasional. Dari situ, maka prilaku agen ekonomi dianggap rasional, jika ia
memperoleh kepuasan atau keuntungan material yang tinggi dalam kegiatan
ekonominya. Dengan kata lain, parameter rasionalitas prilaku ekonomi
didasarkan pada tingginya kepuasan yang diterima untuk diri pelakunya sendiri
dalam kegiatan ekonomi tersebut. 19
Dalam ekonomi Islam, rasionalitas mempunyai batasan-batasan tertentu,
karena rasionalitas yang berbasis akal harus dikendalikan oleh etika dan norma
yang digali dari ajaran Islam yang berasal dari sumber otoritatif yaitu Qur’an
dan Hadis. Etika bukan hanya berlaku sebagai border (pembatas), tetapi ia
secara internal dan inheren berlaku pada setiap muslim dalam berperilaku
ekonomi. Oleh karena itu, rasionalitas dalam ekonomi Islam berorientasi pada
subyek yakni perilaku muslim dalam ekonomi. Sehingga pandangan rasionalitas
dalam ekonomi Islam berimplikasi pada dihadapkannya rasionalitas yang

19Dede Nurohman, Konsep Self-Interest Dan Maslahah Dalam Rasionalitas Ekonomi Islam, ISLAMICA,
Vol. 5, No. 1, September 2010, hal.102
berbasis ajaran Islam dengan pemahaman rasionalitas yang selama ini
berkembang pada perekonomian modern (konvensional).

D. Ekonomi Islam sebagai Suatu Ilmu dan Norma


Secara epistemologis ekonomi islam dapat dibagi menjadi 2 disiplin ilmu;
Pertama, ekonomi islam normatif, yaitu ilmu yang mempelajari tentang hukum-
hukum syari’ah yang fokusnya pada urusan harta benda (almāl). Cakupannya
adalah: kepemilikan (al-milkiyah), pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fi al-
milkiyah), dan distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’at al-tsarwahbaina an-
nās). Bagian ini merupakan pemikiran yang terikat nilai, karena diperoleh dari
sumber nilai islam, melalui metode deduksi (istinbath) hukum syari’ah dari sumber
hukum islam yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Ekonomi Islam normatif ini oleh
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani disebut sistem ekonomi islam (an-nizhām al-
iqtishādi fi al-Islām). Kedua, ekonomi islam positif, yaituilmu yang mempelajari
tentang konsep-konsep islam yang berkaitan dengan urusan harta benda, spesifiknya
yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa. Cakupannya adalah segala macam
cara (uslub) dan sarana (wasilah) yang digunakan dalam proses produksi barang dan
jasa. Bagian ini tidak harus mempunyai dasar konsep dari al-Quran dan as-Sunnah,
tapi cukup disyaratkan tidak boleh bertentangand engan al-Quran danas-Sunnah.
Ekonomi islam positif ini oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani disebut ilmu ekonomi
islam (al-‘ilmu al-iqtishādi fi al-islām).20
Pemahaman tentang terminologi ekonomi positif (positive economics) dan
ekonomi normatif (normative economics) merupakan sesuatu yang sangat penting
dalam mempelajari ekonomi islam. Ekonomi positif membahas mengenai realitas
hubungan ekonomi atau membahas sesuatu yang senyatanya terjadi, sedangkan
ekonomi normatif membahas mengenai apa yang seharusnya terjadi atau apa yang
seharusnya dilakukan. Keharusan ini didasarkan atas nilai (value) atau norma
(norm) tertentu, baik secara eksplisit maupun implisit. Contoh pernyataan normatif
yaitu kemiskinan yang terjadi di negara-negara berkembang tidak seharusnya
semakin memburuk. Contoh pernyataan positif yaitu kenyataan bahwa kemiskinan

20 HendriHermawan Adinugraha, Norma dan Nilai dalam Ilmu Ekonomi Islam, Media Ekonomi &
Teknologi Informasi, Vol.21 No. 1 Maret 2013: 49 -59
di negara-negara ini memang semakin memburuk. Contoh lain, misalmya tentang
fakta bahwa kebanyakan orang akan mengonsumsi barang dan jasa apa saja
sepanjang memberikan kepuasan maksimal merupakan ekonomi positif, sementara
anjuran agar tidak semestinya segala nafsu mencari kepuasan dipenuhi merupakan
pernyataan normatif.21
Ilmu ekonomi konvensional melakukan pemisahan secara tegas antara aspek
positif dan aspek normatif. Pemisahan aspek normatif dan positif mengandung
implikasi bahwa fakta ekonomi merupakan suatu yang independen terhadap norma;
tidak ada kausalitas antara norma dengan fakta. Dengan kata lain, realitas ekonomi
merupakan suatu yang bersifat independen, dan karenanya bersifat objekif dan
akhirnya berlaku universal. Hukum penawaran misalnya yang menyatakan bahwa
jika harga suatu barang meningkat, cateris paribus adalah pernyataan positif. Hukum
tersebut berlaku karena para produsen memandang bahwa kenaikan harga barang
adalah untuk mencetak keuntungan (pendapatan) setinggi-tingginya.
Teori ini tidak menjelaskan faktor apakah yang mendorong dan mengharuskan
produsen untuk mencari keuntungan maksimum, yang sebenarnya hal ini
merupakan pernyataan normatif. Hal-hal yang bersifat normatif dianggap sebagai
sesuatu yang telah ada sebelumnya (given) dan berada diluar batas analisis ekonomi.
Salah satu kritik utama para pemikir islam terhadap ilmu ekonomi
konvensional, terutama kapitalisme adalah adanya kecenderungannya untuk
mengklaim bebas nilai (value free), serta mengabaikan pertimbangan moral. Kritik
ini muncul dari pengamatam berikut ini:
a. Ilmu ekonomi konvensional cenderung berbicara pada dataran positif (positive
economics) dengan alasan menjaga objektivitas ilmu pengetahuan. Dalam
konteks ini, ilmu ekonomi dianggap benar-benar independen terhadap norma
atau nilai. Norma yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
ekonomi dipandang sebagai sesuatu yang sudah ada sebelumnya sehingga tidak
membuka peluang untuk dilakukannya perubahan norma sebagai perubahan
ilmu ekonomi.
b. Teori model kebijakan dan masyarakat ekonomi yang dikembangkan selama 2
abad terakhir berada dalam lingkup tradisi materialisme.

21 Muhammad Arif dkk, Filsafat Ekonomi Islam, (Medan: FEBI PRESS, 2023), h.28-29
c. Tradisi pemikiran neo klasik, yang merupakan mazhab pemikiran ekonomi
mainstream saat ini, cenderung menempatkan filsafat individualisme,
merkantilisme, dan utilitarisme sebagai dasar dalam penyusunan teori dan
model ekonominya.22

Sebenarnya fenomena pendikotomian normatif dan positif dalam ekonomi


konvensional adalah menyimpang dari sejarah awalnya. Buku tentang ekonomi
yang pertama ditulis oleh Adam Smith adalah Theory of Moral Sentiment (1759)
tidak mendikotomikan realitas dan norma, sebelum kemudian ia menulis buku An
Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776). Upaya untuk
menanggalkan baju moral sebenarnya telah berawal dari Adam Smith sendiri,
setidaknya hal ini tampak pada dua buku tersebut. Namun, 'politifisasi' ilmu
ekonomi baru berkembang pesat pada masa kemudian, terutama dipelopori oleh
David Ricardo dan diperkuat olehh fondasi pemikiran dari Alfred Marshal, Stanley
Jevons, dan Walras pendiri aliran neo klasik. Mereka dengan menggunakan
perangkat matematika ekonominya, dengan kalkulus diferensial dan persamaan
simultannya telah membawa ilmu ekonomi semakin jauh dari matriks
norma/budaya.
Menurut Daniel Bell perkembangan ilmu ekonomi tidak terpisahkan dengan
kebijaksanaan, karenanya dinamakan political economics. Sejak tahun 1980 nama
ini diganti menjadi economics oleh Alfred Marshal, dan kemudian diganti lagi
menjadi positive economics. Penggunaan istilah positive economics ini adalah untuk
mempertegas perbedaannya dengan normatif economics.
Pada dasarnya, pemisahan ilmu ekonomi positif dan normatif bertentangan
dengan karakteristik dasar ilmu sosial dan fakta empiris perekonomian dunia. Ilmu
sosial selalu diawali dan didasarkan pada nilai-nilai tertentu, baik pada aspek
ontologis maupun aksiologis. Dengan demikian, tidak ada ilmu ekonomi yang
bebas nilai. Pendikotomian positif dan normatif pada dasarnya ditolak dalam
ekonomi islam, sebab pandangan islam meyakini bahwa perilaku-perilaku sosial
manusia tidak terjadi dengan sendirinya. Perilaku manusia bukanlah sesuatu yang
bebas nilai. Manusia memiliki kecenderungan, kehendak, dan perilaku yang sangat

22Muhammad Arif dkk, Filsafat Ekonomi Islam, (Medan: FEBI PRESS, 2023), h. 29-30
dipengatuhi oleh nilai (value) atau etika yang diyakininya, serta pandangannya
terhadap kehidupan ini. Selain itu, kejadian ekonomi dipengaruhi oleh interaksi
berbagai variabel dan kejadian lain yang tidak dapat dipisahkan secara mekanis satu
dengan lainnya. Dengan kata lain, terdapat suatu multi kausalitas dan multi relasi
yang kompleks antar berbagai variabel dalam kejadian sosial, sedangkan kejadian
ekonomi hanya merupakan salah satunya. 23
Sesungguhnya pendikotomian normatif dengan positif dalam ilmu ekonomi
konvensional saat ini masih mengandung banyak kerancuan. Ilmu ekonomi
konvensional telah dibangun diatas dua himpunan tujuan yang berbeda. Salah
satunya disebut tujuan 'positif', yang berhubungan erat dengan usaha realisasi
secara efisien dan adil dalam proses alokasi dan distribusi sumber daya ekonomi.
Tujuan lainnya yaitu tujuan normatif, yang diekspresikan dengan usaha
penggapaian secara universal tujuan sosial ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan
hidup, full employment, tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimal, distribusi
pendapatan, kekayaan yang merata, dan lain-lain. Adanya tujuan yang berbeda ini
telah menyebabkan ketidakefektifan ilmu ekonomi konvensional dalam menggapai
tujuannya, sebab keduanya berhubungan erat. Dapat atau tidaknya tujuan normatif
dan positif tersebut bersifat konsisten akan sangat tergantung bagaimana tujuan-
tujuan tersebut didefinisikan. Jadi, sebenarnya selalu ada kaitan antara positif dan
normatif, ia tidak dapat didikotomisasikan.
Oleh karena itu, ekonomi islam pada dasarnya mengedepankan pendekatan
integratif antara normatif dan positif. Islam menempatkan nilai yang tercermin
dalam etika pada posisi yang tinggi. Jadi, etika harus menjadi kerangka awal dalam
ilmu ekonomi. Penjelasan, pemahaman dan penilaian tujuan ekonomi haris
dilakukan dengan kerangka ilmu sosial yang integral, tanpa mendikotomikan etika
dan realita secara absolut. Integrasi etika dan realita dalam pandangan islam tentu
saja bukan seperti pemahaman Max Weber tentang wertfei, sebab dalam pandangan
islam etikalah yang harus menguasai ilmu ekonomi bukan sebaliknya. Dalam
pandangan islam hidup seorang manusia harus dituntun oleh syariat islam secara
keseluruhan, dan inilah misi utama eksistensi manusia di muka bumi. Syariah islam

23Muhammad Arif dkk, Filsafat Ekonomi Islam, (Medan: FEBI PRESS, 2023), h. 30-31
telah menyediakan perangkat lengkap sebagai sistem kehidupan (manhaj al-hayah)
dan sarana kehidupan (wasilah al-hayyah).
Sebagai konsekuensi bahwa ekonomi islam hanya ditujukan untuk
mendapatkan falah, maka ekonomi islam tidak hanya dapat dipandang sebagai
deskripsi empiris atas perilaku umat islam, namun juga membentuk suatu
perekonomian yang mampu membawa manusia untuk mencapai falah tersebut.24

KESIMPULAN
Rasionalitas dalam ekonomi bahwa manusia berperilaku secara rasional (masuk
akal), dan tidak akan secara sengaja membuat keputusan yang menjadikan mereka
menjadi lebih buruk. Perbedaan mendasar antara rasionalitas ekonomi konvensional
dengan ekonomi islam adalah sumber pengembalian dasar sebagai filosofinya dan
rentang waktu yang melingkupinya. Islam lebih menekankan pada konsep need
daripada want dalam menuju maslahah, need lebih bisa diukur daripada want. Menurut
Islam, manusia mesti mengendalikan dan mengarahkan want dan need sehingga dapat
membawa maslahah dan bukan mudharat untuk kehidupan dunia dan akhirat. Konsep
rasionalitas memiliki konsekuensi terhadap perilaku manusia dalam melakukan
tindakan ekonomi dan tujuan-tujuan hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

(P3EI), P. P. 2011. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Abdul Manan, Muhammad. Islamic Economics, Theory and Practice. India: Idarah
Adabiyah, 1980.

Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syari'ah dalam Persefektif Kewenangan Peradilan


Agama, Diterbitkan oleh Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat
Madani (PPHIMM), Jakarta

Adinugraha, Hendri Hermawan. Norma dan Nilai dalam Ilmu Ekonomi Islam. Media
Ekonomi &Teknologi Informasi Vol.21 No. 1 Maret 2013

24Muhammad Arif dkk, Filsafat Ekonomi Islam, (Medan: FEBI PRESS, 2023), h. 31-32
Alim. Muhammad, (2006), Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran
dan Kepribadian Muslim, Bandung: Remaja Rosdakarya

Antonio, Muhammad Syafi'i. (2001), Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta :
Gema Insani.

Arif, Muhammad, et al. 2023. Filsafat Ekonomi Islam. Medan: FEBI PRESS

Chapra, M. Umer. 2000a. Islam dan Tantangan Ekonomi. cet 1. ed. Sholihat. Jakarta:
Gema Insani Pers.

Isfandiar, Ali Amin. (2015). Melacak Teori Rasionalitas Ekonomi berbasis Islamic
Ethic. Muqtasid, Vol.6 No. 2.

M.Quraish Shihab. Wawasan Al Qur'an. (Mizan Media Utama. 2007)

Nadratuzzaman Hosen, M, dkk, Materi Dakwah Ekonomi Syariah, Jakarta: PKES


(Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah), 2008.

Naqvi, Syed Nawad Haider. 2003. Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, ter. M Saiful Anam
dan Muhammad Ufuqul Mubin. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution dkk, (2007) Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Group,
Jakarta.

Ngasifudin , M..( 2018). Rasionalitas. Ekonomi Islam. AL-INTAJ, Vol.4, No.2.

Ngasifudin, Muhammad. (2017). Ekonomi Syariah Indonesia. Syariah Indonesia, Vol.


7, No.2.

Nurohman, Dede. (2010). Konsep Self-Interest Dan Maslahah Dalam Rasionalitas


Ekonomi Islam. ISLAMICA. Vol. 5, No. 1.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII dan BI. Ekonomi Islam
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012) hal. 31

Safri, Hendra. Pengantar Ilmu Ekonomi. Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN
Palopo, 2018.

Anda mungkin juga menyukai