Anda di halaman 1dari 5

PENGERTIAN METODE TAFSIR DAN KEDUDUKAN NYA

DALAM ILMU AL-QUR’AN

Oleh: Ziky Shufa Azra

Tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul Allah
SAW, penjelasan mengenai makna-makna Kitab Allah, serta mengesensikan hukum-hakam
dan hikmah-hikmahnya. Tafsir adalah proses atau upaya untuk menginterpretasikan dan
menjelaskan makna teks suci dalam agama Islam, terutama Al-Quran dan Hadis. Ini adalah
salah satu disiplin ilmu dalam studi Islam yang bertujuan untuk memahami pesan, petunjuk,
dan ajaran yang terkandung dalam teks-teks suci tersebut. Tafsir juga mencoba untuk
mengungkapkan makna yang lebih dalam dan konteks dari ayat-ayat Al-Quran dan Hadits
agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.

A. Metode Tafsir
Metode tafsir adalah kerangka atau kaidah yang digunakan dalam menafsirkan ayat-
ayat al-Qur'an dan seni atau teknik ialah cara yang dipakai ketika menerapkan kaidah
yang telah tertuang di dalam metode, sedangkan metodologi tafsir adalah pembahasan
ilmiah tentang metode-metode penafsiran al-Qur'an.
Metode tafsir ini adalah pendekatan atau cara yang digunakan oleh para mufassir (ahli
tafsir) untuk menginterpretasikan dan memahami teks-teks suci dalam agama Islam,
seperti Al-Quran dan Hadis. Metode tafsir ini digunakan untuk mengungkapkan makna,
pesan, dan ajaran yang terkandung dalam teks-teks suci tersebut. Metode tafsir membantu
dalam menganalisis, mengurai, dan menjelaskan teks-teks suci agar dapat dipahami
secara lebih mendalam.
B. Sejarah Tafsir Al-Quran
Ilmu tafsir tumbuh sejak zaman Rasulullah beserta para sahabatnya mentradisikan,
menguraikan dan menafsirkan alQur’an setelah turunnya. Tradisi tersebut terus
berlangsung hingga beliau wafat. Sejak itu perkembangan dan pertumbuhan tafsir seiring
dengan keragaman yang mufassir miliki hingga pada bentuk yang kita saksikan pada saat
ini.10 Muhammad Husain alDzahabi dalam kitab Tafsir Wa al-Mufassirun membagi
periodesasi tafsir al-Qur’an menjadi tiga periode, yaitu tafsir alQur’an masa Nabi
Muhammad dan Sahabat (klasik atau mutaqaddimin), tafsir masa al-Qur’an masa Tabi’in
(mutaakhirin), dan masa tafsir masa al-Qur’an kodifikasi atau periode baru (alTafsir Fi
Ushur al-Tadwin).
1. Periode Pertama
Pada masa hidup Nabi Muhammad kebutuhan tafsir belumlah begitu dirasakan,
sebab apabila para sahabat tidak memahami suatu ayat, mereka langsung menanyakan
kepada Rasulullah. Dalam hal ini, Rasulullah selalu memberikan jawaban yang
memuaskan, dan Nabi Muhammad disini berfungsi sebagai mubayyin (penjelas).
Semua persoalan terutama menyangkut pemahaman al-Qur’an dikembalikan kepada
Nabi Muhammad, persoalan apapun yang muncul tempo itu senantiasa mendapat
jawaban dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu wajar apabila para sahabat bertanya
kepada Nabi Muhammad tentang ayat alQur’an, dan beliau memberikan jawaban dan
tafsirnya, namun jawaban dan tafsirnya bukan berdasarkan fikirannya sendiri, tetapi
menurut wahyu dari Allah. Beliau menanyakan kepada malaikat Jibril dan malaikat
Jibrilpun menanyakan kepada Allah SWT. Karena itulah, Allah adalah pihak pertama
yang menafsirkan alQur’an, sebab Allah yang menurunkan al-Qur’an dan Allah lah
yang mengetahui maksud firmann-Nya. Karena Allah adalah Shahibul Qoul (yang
berfirman).

Tafsir masa Nabi Muhammad dan masa awal pertumbuhan Islam di susun secara
pendek-pendek dan tampak ringkas, karena penguasaan bahasa Arab yang murni pada
saat itu cukup untuk memahami gaya dan susunan kalimat al-Qur’an, setelah masa
Nabi Muhammad penguasaan bahasa Arab mulai mengalami peningkatan dan
beraneka ragam, karena akibat percampuran bahasa Arab dengan bahasa lain. Setiap
kali Nabi Muhammad menerima al-Qur’an, beliau kemudian menyampaikan kepada
para sahabat, disamping itu beliau menganjurkan kepada para sahabat untuk
menyampaikan kepada sahabat lain yang belum mendengarnya, terutama kepada
keluarga, masyarakat luar yang telah memeluk Islam. Begitu juga sama halnya ketika
para sahabat menerima tafsir dari Nabi Muhammad, para sahabat kemudian
menyampaikan kepada anggota keluarga dan masyarakat luar yang telah memeluk
Islam, maka tradisi seperti ini dinamakan dengan tradisi Oral. Melalui cara tersebutlah
yang ditempuh oleh Nabi Muhammad, maka semua ayat dan seluruh ajaran yang
terkandung di dalamnya dapat diketahui dan diamalkan oleh para sahabat, meskipun
tidak semua sahabat menerima langsung dari Nabi Muhammad.

2. Periode Kedua
Para sahabat r.a menafsirkan al-Qur’an dengan berpegang kepada tafsiran yang
disampaikan oleh Rasul s.a.w kepada mereka. Salah satu kelebihan mereka adalah mereka
yang menyaksikan langsung bagaimana, bila dan di mana ayat-ayat al-Qur’an turun
kepada Rasul s.a.w sehingga mereka sangat faham apa makna, kandungan dan tujuan
sesebuah ayat diturunkan.cAbdullah ibn Mas’ud r.a mengatakan: ”Demi Allah yang tidak
ada Tuhan selainNya, tidak ada ayat dari Kitab Allah yang diturunkan melainkan aku
paling mengetahui kepada siapa ia diturunkan dan dimana diturunkan. Seandainya aku
tahu adanya seseorang yang lebih mengetahui daripadaku tentang Kitab Allah boleh
sampai kendaraan ke tempatnya maka pasti aku akan mendatanginya”. Adapun yang
paling terkenal daripada para sahabat dan yang paling banyak mengetahui tafsir al-Qur'an
serta paling banyak meriwayatkan daripada Rasul s.a.w diantaranya adalah cAli ibn Abi
Talib, Abdullah ibn Abbas dan Ubay ibn Kaab.
Ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, para sahabat r.a pertama-tama menelitinya
dalam al-Qur’an sendiri, karena ayat-ayat al-Qur’an satu sama lain saling menafsirkan.
Setelah itu, mereka merujuk kepada penafsiran Rasul s.a.w, sesuai dengan fungsi beliau
sebagai penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Sekiranya penjelasan tentang ayat tertentu
tidak ditemukan di dalam al-Qur’an dan hadis, maka para sahabat berijtihad. Rengkasnya,
pada zaman sahabat, ucapan, perbuatan, tindakan dan keputusan Rasul Allah s.a.w
dijadikan sandaran untuk menafsirkan al-Qur’an.

3. Periode Ketiga
Masa tabiin. Setelah generasi sahabat, para tabiin menafsirkan al-Qur’an dengan al-
Qur’an, hadis Nabi dan pendapat para sahabat. Selain itu baru mereka mengembangkan
penafsiran sendiri berdasarkan ijtihad. Pada masa tabiin, tafsir belum merupakan sebuah
disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Tafsir masih merupakan bahagian dari hadis. Ini
menunjukkan dengan jelas bahwa tafsir tidaklah sewenang-wenang namun selalu terkait
dengan apa yang telah dilakukan oleh Rasul Allah s.a.w dan para sahabat. Berkata Imam
Mujahid r.a ulama tafsir kalangan tabiin dan salah seorang murid Ibn cAbbas yang paling
dipercayai: “Aku memperdengarkan al-Qur’an kepada Ibn Abbas sebanyak tiga kali,
dimana aku selalu berhenti di setiap ayat dan bertanya berkaitan dengan apa ayat ini dan
bagaimana maksud ayat ini”. Karakteristik yang paling penting pada tafsir era ini adalah
bahwa tafsir pada periode ini mulai mengalami hal-hal berikut:
 Mulai disusupi kisah-kisah israiliyat.
 Masih dalam bentuk ilmu yang diajarkan langsung ataupun periwayatan separti
corak yang ada pada zaman sahabat, walaupun pada masa ini lebih kepada
periwayatan individu-individu dimana setiap kota mempunyai sumber ataupun
imam masing-masing.
 Tampak mulai muncul bibit-bibit perbedaan mazhab
 Mulai dikenal perbedaan-perbedaan tafsir yang sebelumnya tidak dikenal di
periode sahabat.

4. Periode Keempat
tafsir mamasuki zaman kodifikasi. Periode ini dimulai di akhir pemerintahan Bani
Umayyah dan awal masa pemerintahan Abbasiyah. Demikianlah tafsir berkembang dan
kitab-kitab yang dikarang mulai menampakkan aliran-aliran yang berbeda-beda. Istilah-
istilah ilmiah mulai terbakukan di dalam ungkapan-ungkapan Al-Qur’an, hingga akhirnya
tampaklah warna filsafat dan sains dalam khazanah tafsir, begitu pula gaya sufi dan
berbagai aliran dan sekte mulai tampak dengan jelas.
Karya tafsir termasuk yang paling tua yang sampai ke tangan generasi sekarang dan
ditulis oleh pengarangnya sendiri adalah sebahagian dari kitab al-Wujuh wa al-nazir karya
Muqatil ibn Sulaiman al-Balkhi seorang tabi’ at-tabiin. Di dalam karya tafsirnya, Muqatil
menyebutkan beberapa orang mufassir dari kalangan tabi’in seperti Said ibn Jubair,
Mujahid ibn Jabr dan al-Dahhak ibn Muzahim. Said ibn Jubayr dan Mujahid ibn Jabr
adalah murid langsung daripada Abdullah ibn Abbas. Selain karya tersebut, Muqatil juga
menulis beberapa karya tafsir yang lain separti Tafsir al-Khamsumi’ah ayah, kitab
Mutasyabih al-Qur’an, kitab Nawadir al-Tafsir dan al-Tafsir al-Kabir.

C. Kedudukan Metode Tafsir Dalam Ilmu Al-Quran

Metode tafsir memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ilmu Al-Quran. Ini karena
tafsir Al-Quran adalah salah satu cabang utama dalam studi Al-Quran dan memainkan peran
sentral dalam pemahaman, interpretasi, dan aplikasi teks suci Islam ini. Beberapa alasan
mengapa metode tafsir memiliki posisi yang sangat penting dalam ilmu Al-Quran ialah,
Mengungkap Makna Al-Quran: Metode tafsir membantu dalam mengungkapkan dan
memahami makna ayat-ayat Al-Quran. Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam, dan
untuk memahami pesan dan ajarannya, tafsir diperlukan. Metode-metode ini membantu
menguraikan ayat-ayat Al-Quran agar dapat dimengerti dengan benar. Konteks dan
Penafsiran, Metode tafsir membantu dalam memahami konteks ayat-ayat Al-Quran. Ini
mencakup pemahaman konteks historis, sosial, budaya, dan linguistik di mana ayat-ayat
tersebut diungkapkan. Dengan demikian, metode tafsir membantu menghindari penafsiran
yang keliru atau menyimpang. Pemecahan Perselisihan, Metode tafsir seringkali digunakan
untuk memecahkan perselisihan atau perbedaan pendapat dalam interpretasi ayat-ayat
tertentu. Para cendekiawan tafsir dapat merujuk kepada prinsip-prinsip metode tafsir untuk
mencari pemahaman yang paling akurat.

Dan masih banyak lagi betapa pentingnya kedudukan metode tafsir ini dalam keilmuan
Al-Quran. Dengan demikian, metode tafsir memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
ilmu Al-Quran, karena mereka memungkinkan pemahaman, penafsiran, dan aplikasi yang
tepat dari teks suci Al-Quran dalam konteks kehidupan dan keyakinan Islam.

Anda mungkin juga menyukai