Anda di halaman 1dari 110

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel-novel karya Tere Liye yaitu
novel Tentang Kamu, novel Rindu, dan novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu.
Tere Liye telah menciptakan banyak novel-novel yang inspiratif. Beberapa
karyanya yang pernah diangkat ke layar lebar yaitu Hafalan Sholat Delisa, Moga
Bunda Disayang Allah, dan Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Beberapa novel
lainnya bahkan dicetak ulang karena tingginya peminat pembaca novel Tere Liye.
Novel Tentang Kamu memiliki jumlah halaman 524 + vi, ketebelan 13,5 cm
x 20,5 cm dan diterbitkan oleh Republika Penerbit yang diterbitkan pada Oktober
2016 pada cetakan pertama.
Novel Rindu memiliki jumlah halaman 544 + ii, ketebalan 13,5 cm x 20,5
cm dan diterbitkan oleh Republika Penerbit yang diterbitkan pada Oktober 2014
pada cetakan pertama.
Novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu memiliki jumlah halaman 426 +
iv, ketebalan 20,5 cm x 13,5 cm dan diterbitkan oleh Republika Penerbit yang
diterbitkan pada Februari 2009 pada cetakan pertama.
Pada penelitian ini penulis menganalisis struktur novel berupa unsur
instrinsik dan nilai moral yang terdapat pada novel-novel karya Tere Liye yaitu
novel Tentang Kamu, novel Rindu, dan novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
dan sebagai hasilnya dapat dijadikan pedoman dalam berperilaku dalam
kehidupan sehari-hari dan sebagai motivasi untuk perkembangan dalam
membentuk karakter peserta didik. Selain itu, hasil penelitian akan dimanfaatkan
sebagai bahan ajar modul pada pembelajaran novel di SMA kelas XI.
Dalam setiap analisis, peneliti memaparkan kutipan-kutipan yang
berkenaan dengan permasalahan yang menjadi fokus kajian, yaitu unsur intrinsik
diantaranya (1) tema, (2) latar, (3) alur, (4) tokoh dan penokohan, dan (5) sudut
pandang dan nilai moral yang mengandung jangkauan sikap yang terdiri dari (1)
sikap dan perilaku dan hubungannya dengan Tuhan, (2) sikap dan perilaku dengan
diri sendiri, (3) sikap dan perilaku dan hubungannya dengan keluarga, (4) sikap
dan perilaku dan hubungannya masyarakat dan bangsa, (5) sikap dan perilaku dan
hubungannya dengan alam sekitar.

B. Analisis Data
1. Novel Tentang Kamu
a. Sinopsis Novel Tentang Kamu
Novel ini menceritakan tentang perjalanan hidup Sri Ningsih, seorang
wanita sederhana, tangguh, dan baik hati yang berasal dari Pulau Bungin,
Sumbawa, Provinsi NTB. Sebelum menutup usia, Sri menulis surat wasiat untuk
ahli waris hartanya sebesar 19 triliun rupiah.
Pada mulanya, seorang pengacara muda, Zaman Zulkarnaen yang bekerja di
firma hukum London Thompson & Co. ditugaskan oleh Sir Thompson yang
merupakan senior di firma hukum Thompson & Co. untuk menyelesaikan
pembagian warisan dari surat wasiat milik Sri Ningsih sebesar 19 triliun. Untuk
menyelesaikan tugas tersebut, Zaman Zulkarnaen harus menelusuri setiap jengkal
perjalanan hidup Sri Ningsih, mengunjungi tempat-tempat dia dibesarkan untuk
mencari ahli waris dari harta yang ditinggalkannya..
b. Struktur Novel Tentang Kamu

No Unsur Pembangun Data


.
1. Tema: Novel Tentang Kamu memiliki tema tentang
perjuangan hidup. Berikut terlihat pada kutipan
“Kami tidak tahu sama sekali jika Ibu Sri
Ningsih baru saja melakukan perjalanan
ratusan kilometer dari London sepanjang
malam. Dia.. dia tidak punya uang sepeser
uang pun, menumpang dari satu mobil ke
mobil lain. Termasuk saat menyebrangi Selat
Inggris, dia menumpang perahu nelayan,
karena ferry tidak mau menaikan penumpang
tanpa tiket. Tiba di daratan Prancis, dia
kembali menumpang mobil demi mobil, hingga
akhirnya tiba di pinggiran Kota Paris.” (hal.
34)
2. Penokohan 1. Sri Ningsih
- Penyabar
Sri tersengal menahan tangis. Sudah lima
tahun dia bersabar atas perangai ibu tirinya.
(Hal. 108)
- Kreatif dan gigih
Aimée tersenyum,”Tidak punya. Tapi Ibu Sri
Ningsih selalu punya ide menarik. Dia
menyulap atap gedung menjadi kebun. Itu
hamparan kosong cor beton seluas tiga ratus
meter persegi, ada enam toren air bersih di
sana, sisanya kosong. Awalnya Ibu Sri
menanam tomat di dalam pot,tapi berkali-kali
gagal, tumbuhan tiu layu, mati oleh cuaca
musim dingin, beberapa tahun kemudian, dia
bukan hanya memanam cabai dan kentang, dia
bahkan berhasil mengubah hamparan kosong
itu menjadi kebun yang indah.” (Hal. 39)
- Patuh terhadap orang tua
“Ibuku akan marah jika embernya tidak
penuh.”
“Tapi mau sampai jam berapa?”
“Tidak tahu. Sampai embernya penuh.”
“Kamu selalu saja menuruti ibumu, Sri.”
(Hal. 105)
Ode menggerutu. Dia tidak pernah keberatan
meminjamkan perahu ke Sri selama ini. Dia
hanya kesal melihat betapa patuhnya Sri
kepada ibu tirinya yang jahat. (Hal. 120)
- Rela berkorban
“Demikian kisah tentang gadis kecil di foto
lama ini.” Pak Tua mengembuskan napas
perlahan, “Tentang Sri Ningsih, anak yang
dikutuk. Lima tahun dia diperlakukan buruk
oleh ibu tirinya, di detik terakhir, dia justru
membalasnya dengan rela mati demi bisa
menyelamatkannya.” (Hal. 137)
- Pandai dan cerdas
Sri sudah menyalakan mobil-dia tidak
sabaran. Tapi kecemasan Pak Anwar
berlebihan. Sri berbakat. Lihatlah, sekejap
setelah mesin mobil menyala, dengan gerakan
mantap, Sri mulai menginjakkan gas. Mobil itu
maju dengan mulus. Juga saat berbelok,
berganti perseneling, melakukan manuver
kecil. Sri bisa mengendarainya dengan
kesempatan pertama. (Hal.164)
- Pantang menyerah
Ternyata mencari pekerjaan di Jakarta susah,
Nur. kata siapa mudah. setiap mulai pukul
tujuh pagi aku berjalan kaki tiada henti
menelusuri jalan-jalan, terik matahari
membakar kepala, keluar-masuk bangunan,
baru sorenya menjelang gelap aku pulang.
Tetap gagal. Puluhan tempat kudatangi,
semua menolakku. Aku harus semakin
berhemat, jika awalnya tidak naik oplet,
sekarang aku tidak makan siang, cukup
sarapan seadanya, dan baru malamnya makan
nasi. Tapi aku tidak akan berhenti berusaha.
(Hal.219)
- Pribadi yang kuat dan tangguh
Situasi ini membuatku berpikir banyak, apakah
akan aku terus di bisnis ini, atau saatnya aku
banting setir mencari usaha lain. Aku minta
maaf tidak menulis kabar baik, Nur. Entahlah,
aku juga tidak tau, apakah smua hal yang
kuhadapi ini adalah masalah, atau tantangan
agar aku semakin kuat, tahan banting. Yang
aku tau, jika aku berdiri kokoh, maka orang-
orang yang bekerja padaku juga akan ikut
kokoh. Sepertinya aku harus menemukan ide-
ide baru, peluang-peluang berbeda, agar
bisnis terus berjalan. mungkin sudah saatnya
aku memulai sesuatu yang berbeda. (Hal. 240)
2. Zaman Zulkarnaen
- Pantang menyerah
Zaman meremas jemarinya. dia harus
memikirkan cara lain.
“Telepon sekali lagi, bilang, aku hendak
bertanya tentang Sri Ningsih. apakah dia
mengenal nama itu.” Dua petugas itu
menggeleng. tidak mau menelepon. (Hal.57)
“Ayolah, apa susahnya menelepon lagi
sebentar. jika pimpinan kalian ternyata
mengenal nama itu, dan dia tahu kalianlah
yang ternyata mencegahku masuk, jangan
salahkan siapa-siapa jika kalian mendapat
masalah.” Zaman menatap serius. (Hal.267)
- Sangat pandai
“Aku tahu banyak, Lastri. Aku tidak senaif Sri
yang tetap memercayai sahabatnya. Aku
adalah pihak ketiga yang bisa melihat masalah
ini dengan jernih, kemudian menghubungkan
begitu banyak benang merah saat menelusuri
kehidupan Sri. saat melihatmu di ruang rapat
A & Z Law, seketika aku bisa melihat semua
penjelasannya. kenapa Sri lari ke London,
kenapa dia juga pergi ke Paris. Andalah yang
membuatnya menghindar. Andalah hantu
masa lalu Sri Ningsih.” (hal.501)
“Tapi kabar baiknya, kita tidak akan mati hari
ini, Lastri. aku tidak bodoh masuk ke rumahmu
tanpa rencana. sebentar lagi akan ada yang
datang menyelamatkan kita. kamu akan
menghabiskan hari tua di penjara Perancis.”
Zaman melirik jam tangannya (hal.512)
3. Nugroho
- Penyayang
Sri mengangguk, tertawa—teringat keseuan di
kelas, dia dan teman-teman berebut menjawab
pertanyaan dari guru. hari ini Nugroho tidak
melaut, dia bisa menjemput sendiri anaknya
yang pulang sekolah di seberang pulau.
(hal.84-85)
“Tidak usah membantu pekerjaan di dapur,
Indi.” Nugroho mengingatkan istrinya (hal. 88)
4. Pak Tua/Ode
- Cekatan dan Penurut
“Ode!! panggil dukun beranak. segera! lari
secepat mungkin.”
Anak kurus tinggi itu tidak perlu disuruh dua
kali, sudah pontang-panting berlarian
menuruni anak tangga. (Hal. 76)
- Tidak pernah membantah
“Ya Tuhan, anak itu belum sembuh benar.
bagaimana kalau dia pingsan di atas perahu?
terjatuh ke laut? cari anak itu sampai dapat,
Ode!! Atau kamu kena pecut rotan seperti Nusi
memecut Sri selama ini.” Kepala kampung
berseru tegas.
Ode tidak peru disuruh dua kali, bergegas
balik kanan, berlarian mulai mencari.
(Hal. 128)
5. La Golo
- Cerewet dan suka berbicara
“Aku sudah beberapa kali mengunjungi Pulau
Bugin, Pak.” La golo lompat ke topik
percakapan berikutnya.
La Golo terus bicara, dia suka membahas apa
saja yang terlintas di kepalanya. (Hal. 53)
6. Kepala Kampung
- Selalu memerhatikan warganya
“Ya Tuhan, anak itu belum sembuh benar.
bagaimana kalau dia pingsan di atas perahu?
terjatuh ke laut? cari anak itu sampai dapat,
Ode!! Atau kamu kena pecut rotan seperti Nusi
memecut Sri selama ini.” Kepala kampung
berseru tegas. (Hal. 128)
7. Nusi Maratta
- Tidak bisa menerima kenyataan
Nusi Maratta amat kehilangan suaminya,
Nugroho. Rasa cinta yang amat besar dan
direnggut tiba-tiba itu membuat akal sehatnya
tersisihkan. Berhari-hari berlalu dalam
kesedihan, bermalam-malam meratapi nasib
yang begitu kejam membuatnya janda, Nusi
Maratta mendadak menjadi amat benci kepada
anak tirinya. Nusi melampiaskan seluruh
gusar dan marahnya kepada Sri Ningsih. Dia
menyalahkan Sri Ningsih. (Hal. 103)
- Pemarah
Enam bulan sejak kepergian Nugroho, cukup
hal sepele untuk membuat Nusi marah besar.
Seperti sekarang, saat Sri menumpahkan
makanan dari mangkok ketika hendak
membawanya ke meja makan. sedikit sekali
yang tumpah, tapi cukup untuk memancing
amarah Nusi Maratta. (Hal. 104)
“Hanya ini?” Nusi Maratta melotot, wajahnya
merah padam. (Hal. 107)
8. Tilamuta
- Cepat merasa lapar
“Perutku lapar, Ka.” Tilamuta mengeluh.
“Bersabar sedikit lagi, Tilamut.” Sri
mengangguk. mereka sudah tiga hari di
perjalanan (total dengan perjalanan laut) dan
sempat keliru bus beberapa kali. bekal uang
yang dibefrikan Kepala Kampung harus
dihemat, tidak terhitung Sri harus membujuk
adiknya untuk mnahan lapar. (Hal.154)
9. Nur’aini
- Sahabat yang baik
“Apakah kamu tidak membawa bekal, Sri?
maksudku pakaian?” Nur’aini bertanya sambil
mengantar Sri menuju asrama putri.
Sri menggelang, menunduk menatap lorong
asrama.
“Tidak apa. Aku akan memberikan pakaianku
kepadamu, Sri. rasa-rasanya ukuran kita
sama.” Nur’aini mengangguk, “Sedangkan
Tilamuta, semoga masih ada baju-baju lama
milik murid laki-laki. di rumahku tidak ada
anak cowok, kami bertujuh bersaudara,
perempuan semua.” (Hal. 156)
10. Sulastri/Ningrum
- Jahat, menghalalkan segala cara
“Malam ini, kalian akan tahu bagaimana
rasanya dikunci di ruangan tertutup, lantas
bangunannya dibakar. entah mana yang akan
membunuh kalian lebih dulu, lemas karena
susah bernapas, atau dibakar oleh api.
Silahkan nikmati.” Sulastri menghardik Kia’i
Maksum dan istrinya. (Hal.195)
Lastri telah turun dari mobilnya, dia
mengacungkan pistol, membabi buta
menembak. zaman segera melompat,
berlindung du balik meja-meja terdekat.
merunduk. (Hal. 509)
11. Hakkan
- Rela berkorban
“Anak muda itu sepertinya amat menyukaimu,
Sri. dia mengorbankan setidaknya satu jam
untuk berputar setiap hari ke selatan.
memaksakan naik busmu sesuai jadwal, hanya
untuk mengobrol lima menit, lantas berlarian
naik kereta, menuju kantornya di utara. Aku
tidak tahu, apakah dia tiba tepat waktu atau
tidak di kantornya. satu tahum penuh aku
menyaksikan kegilaan itu.” (hal.368-369)
- Sangat romantis
Hakan berkomitmen penuh menemani istrinya
melewati fase itu. dia memangkas jam
kerjanya di kantor, menemani istrinya
berjalan-jalan, mengobrol, memberikan
hadiah kejutan, tapi itu belum berarti banyak,
Sri tetap sering terlihat murung. hakan ingin
sekali Sri tahu, betapa dia akan selalu ada di
sampingny apa pun yang terjadi. (hal.385)
12. Rajendra Khan
- Senang bergurau
“My Friend, agar kita tidak salah paham,
makanan ini sama seperti restoran di bawah,
diskon 50%.” Rajendra berkata serius.
“Rajendra” Ibunya melotot.
Zaman tertawa.
“Dia selalu saja bergurau kepada siapa pun.”
Ibu Rajendra Khan menatap anaknya.
(Hal.306)
“Nah, biar semangat, hari ini bolehlah Baihan
sekali-kali membawa bus tingkatnya ngebut.
salip sana, salip sini, seperti balapan, bila
perlu kejar-kejaran seperti film aksi Amitabh
Bachchan. dijamin tidak bosan lagi.”
Rajendra Khan tertawa—Sri selau cepat
bersepakat dengannya. (hal. 351)
13. Aami/Ibu Rajendra
- Penyayang
“Hampir dua puluh tahun, sejak akhir tahun
1980 hingga 1999. Dia sudah kuanggap
seperti anak sendiri. hingga dia pergi diam-
diam, hanya menitipkan selembar surat.”
(hal.307)
- Baik, jiwa yang lembut
Ibu Rajendra Khan mengangguk. Mulai mulai
memberekan nampan makanan yang habis
separuh. ini jadwal rutinnya mengambil
piring, gelas kotor, sekaligus memastikan Sri
Baik-baik saja. Tidak lama, dai sudah siap
beranjak kembali ke lantai dua. (Hal.412)
14. Lucy
- Teman yang baik/ membantu orang lain
Lucy memenuhi janjinya, membantu Sri
mengurus dokumen yang diperlukan. mereka
cepat akarab, sering terlihat, mengobrol.
sesekali, saat pool sedang sepi, Sri mengajak
Lucy naik salah satu bus, mencoba
mengemudikannya, bus meliuk mulus di
lapangan parkir. lucy bersorak senang. Sri
tidak berbohong, dia memang pandai
mengemudi.(hal.319)
Kamu mau kubuatkan daftar kawasan Little
India di London, Sri?” Lucy menoleh lagi.
Sri mengangguk.
Beberapa ke depan, Sri mulai berburu
apartemen murah.
Lucy memberikan daftar kawasan Little India
di London, mulai dari Kingsbury, Hounslow,
Southall, juga termasuk tempat Sri sekarang
tinggal, Stratford. (hal. 320)
3. Latar Tempat
1. Belgrave Square
Pukul 07.30, masih sangat pagi untuk jalanan
di Belgrave Square, London. tapi sepagi ini,
taman kecil yang dipenuhi pepohonan besar
dan dikelilingi oleh berbagai kantor kedutaan
besar itu ramai. (Hal. 1)
2. Paris
Hari ini. pukul sembilan pagi. Gulfstream
G650 dengan kapasitas dua belas penumpang
itu mendarat di Aéroport de Paris-Orly-
bandar udara kedua terbesar di Paris. (hal.
23)
3. London
Jalanan Kota London padat. para pekerja
beranjak pulang dari kantor. bus tingkat
berwarna merah merayap melintasi rutenya.
(Hal. 297)
“Selamat datang di London, Sri.” dia berbisik
kepada diri sendiri, kemudian tertawa pelan.
(Hal. 311)
4. Pulau Bungin
“Selamat datang di Pulau Bungin, Pak.” La
Golo bergaya mengangkat tangannya. (Hal.
53)
Hari kedua di Pulau Bungin. Tetap tidak ada
kemajuan. (Hal. 61)
5. Surakarta
Pesawat jet pribadi dengan warna hijau tua
berkelir keemasan itu mendarat mulus di
Bandara Adi Sumarmo, Surakarta. cahaya
matahari senja menyiram kota. (Hal. 143)
6. Jakarta
Hujan deras kembali menyiram Jakarta.
Zaman meraih mangkok baksonya. dia tidak
bisa ke mana-mana dengan hujan sederas ini.
(Hal. 222)
Hari kedua di Jakarta. Sueb pagi-pagi sekali
sudah menunggu di lobi hotel. (Hal. 232)

Waktu
- Pagi
Pagi itu, Sri mengubah rencana perjalanan.
menyisihkan lima lokasi lain, dia menuju pool
bus tempat lowongan pekerjaan sopir
ditawarkan. setelah berpindah bus dua kali,
Sri tiba di sana. Criclewood Bus Garage.
hujan semakin deras, dia berlari kecil menuju
bangunan kantor pool. (hal.315)
- Sore
Matahari sudah tumbang di kaki barat,
jalanan telah padat oleh penduduk kota yang
pulang dari kantor. (Hal. 253)
Pukul enam sore, matahari hampir tenggelam,
kaki langit jingga, dan burung-burung camar
yang terbang rendah, terlihat begitu menawan.
Sudah belasan lagi rumah yang dikunjungi
Zaman, tetap belum ada kemajuan berarti.
(Hal. 57-58)
- Malam
Pukul tujuh malam, saat matahari telah lama
tenggelam di kaki barat, setelah melintasi
sawah-sawah luas, puluhan pedesaan, serta
kota-kota berikutnya mobil itu akhirnya
berbelok memasuki kompleks luas madrasah
yang dituju. (Hal. 144)
Pukul sebelas malam, Zaman berpamitan. Dia
telah mendengar seluruh kisah. (Hal. 205)
Suasana:
- Menyedihkan
“Kisah ini sangat menyedihkan, Pak Tua.
Siapa pula yang tidak terharu
mendengarnya?” Terdesak, La Golo mencoba
berkelit, “Aku pikir, bagian yang paling
menyedihkan adalah saat kapal bapaknya
tenggelam, ternyata tidak. Nusi Maratta
sungguh kejam pada anak tirinya.
Membayangkan Sri tidur dengan tubuh basah
di teras rumah, aku akui itu membuat mataku
kelilipan.” (Hal. 110)
- Menegangkan
Lastri telah turun dari mobilnya, dia
mengacungkan pistol, membabi buta
menembak. Zaman segera melompat,
berlindung di balik meja-mejaterdekat
merunduk.
“Dor!”
Partisi kaca dekat meja hancur berguguran.
“Keluar, bajingan!” Lastri berteriak, “Hadapi
aku!”
Napas Zaman menderu, dia sedang berhitung
meraih kaleng oli yang terbuka.(508)
4. Alur Alur yang digunakan pada novel Tentang
Kamu adalah alur campuran (alur maju-
mundur) yang artinya dalam cerita ini terjadi
flashback ke masa lalu Sri Ningsih dan alur
maju ketika Zaman Zulkarnaen mencari surat
wasiat milik Sri Ningsih.
5. Sudut Pandang Sudut pandang novel Tentang Kamu adalah
orang ketiga serba tahu, karena pengarang
seolah-olah serba tahu sehingga dapat
mengetahui segala tingkah laku, peristiwa, dan
pikiran semua tokoh dan ditandai dengan kata
ganti “dia” atau para tokoh dengan menyebut
namanya. Seperti pada kutipan berikut
Zaman menyerahkan selembar 10
poundsterling, “Sekaligus untuk membayar roti
daging dua hari lalu, Tuan Khan, aku lupa
membayarnya.” Kemudian melambaikan
tangan, dia harus kembali bergegas. (Hal.3)

c. Nilai Moral Dalam Novel Tentang Kamu


Judul novel : Tentang Kamu
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : Republika

No Data Jenis Nilai Moral


1. Meski usia perawakan, dan penampilan Ramah-tamah
berbeda sangat jauh, mereka berdua kenal (Sikap dan
baik. Sesama warga pendatang, mereka akrab hubungannya dengan
dengan sendirinya sejak bertemu. (Hal. 2-3) masyarakat dan
bangsa)
2. Zaman menyerahkan selembar 10 Jujur
poundsterling, “Sekaligus untuk membayar (Sikap dan
roti daging dua hari lalu, Tuan Khan, aku lupa hubungannya dengan
membayarnya.” Kemudian melambaikan diri sendiri)
tangan, dia harus kembali bergegas. (Hal. 3)
3. “Aku harus mengingatkan, firma hukum ini Berpegang pada prinsip
berbeda dengan firma hukum lainnya. Ayahku (Sikap dan
mendirikan firma ini dengan prinsip-prinsip hubungannya dengan
yang kokoh. Penuh kehormatan. Kita adalah masyarakat dan
kesatria hukum, berdiri tegak diatas nilai-nilai bangsa)
luhur. Kamu akan memastikan wanita tua yang
malang itu mendapatkan penyelesaian warisan
seadil mungkin menurut hukum…” (Hal 14)
4. Zaman mengangguk, tidak ada waktu untuk Menghargai waktu
bercakap-cakap lagi. Dia hafal SOP firma, (Sikap dan
setiap ada situasi khusu seperti ini, semakin hubungannya dengan
cepat irma hukumnya bertindak, semakin baik. diri sendiri)
Zaman bergegas membereskan berkas-berkas
di atas meja, menggepitnya, kemudian
melangkah menuju pintu. (Hal. 16)
5. “Seratus tahun lalu, Thomson Senior sudah Berpegang pada prinsip
digantikan oleh anaknya, dan hari ini juga (Sikap dan
banyak muncul firma hukum yang juga hubungannya dengan
mengurus penyelesaian harta warisan. Tapi masyarakat dan
tidak ada yang seperti Thompson & Co. bangsa)
mereka sangat berbeda. Mereka berdiri di atas
prinsip-prinsip, mereka bukan firma hukum
kebanyakan, apalagi heir hunters serakah.”
(Hal. 20)
6. “Tapi tidak semua firma hukum atau heir Berpegang pada prinsip
hunters itu buruk. Thompson & Co. adalah (Sikap dan
kebalikannya. Seperti yang pernah kubilang hubungannya dengan
lewat telepon, mereka adalah legenda hidup. masyarakat dan
Pengacara-pengacara mereka adalah kesatria bangsa)
gagah berani pembela kebenaran. Thompson
Senior berhasil membangun reputasi hebat itu,
mereka bekerja keras untuk memastikan setiap
harta warisan diselesaikan seadil mungkin,
tanpa peduli berapa besar yang akan mereka
peroleh. Hampir seratus tahun firma hukum ini
berdiri mereka telah meangani ribuan kasus
penting, dan semua tanpa publikasi. Aku
berani memastikan, banyak bangsawan
kerajaan Inggris sekarang, juga orang-orang
kaya dunia mempercayakan wasiat mereka di
tangan Thompson & Co. Tidak ada yang lebih
baik dibandingkan mereka dalam mengurus
harta warisan.” (Hal. 21-22)
7. Nenek-nenek itu tertawa, “Tentu saja bukan. Berempati
Tapi tidak ada salahnya berpura-pura menjadi (Sikap dan
anaknya sebentar. Itu akan membuatnya hubungannya dengan
senang. Bertahun-tahun tidak pernah ada yang masyarakat dan
mengunjunginya.” (Hal. 28) bangsa)
8. “Sahabat kami, dia meninggal tadi pagi.” Ramah
Nenek-nenek yang tadi berisik dan sekarang (Sikap dan
ikut duduk di dekat Zaman, memberitahu. hubungannya dengan
Sepertinya dia nenek-nenek yang ramah dan masyarakat dan
suka mengobrol, dan kabar baik, indra bangsa)
pendengarannya masih baik.” (Hal. 30)
9. “…Dia akan dimakamkan di pemakaman Religius
muslim. Selama tinggal di panti ini, dia amat (Sikap dan
religius. Rajin beribadah, rajin membaca kitab hubungannya dengan
sucinya.” (Hal. 30) Tuhan)
10. Jika mengikuti suasana, melihat wajah Sopan santun (moral
Maximillien yang ngotot, Zaman hampir berhubungan dengan
tertawa. Tapi dia segera menutup mulut, itu masyarakat dan
tidak sopan… (Hal. 31) bangsa)
11. “Enam belas tahun beliau tinggal di panti ini, Bersahaja / membawa
sejatinya, kamilah yang berterima kasih semangat baru
banyak. Ibu Sri Ningsih membawa semangat (moral berhubungan
baru, kegembiraan, suka-cita. Dia adalah dengan masyarakat
penghuni panti paling riang, paling aktif, dan dan bangsa)
humoris. Akulah yang seharusnya berterima
kasih diberikan kesempatan bertemu dengan
karakter yang begitu memesona…”(Hal. 35)
12. Bulan-bulan berlalu cepat, Sri mulai menyatu Pemurah dan ramah
dengan penghuni dan petugas panti. Dia (Sikap dan
menyibukkan diri di dapur, ikut memasak, hubungannya dengan
membantu mengurus tetangga yang lebih masyarakat dan
sepuh, menghadiri setiap acara pantai, bangsa)
berteman dengan Quay D’Orsay mengenal
dirinya, yang suka berjalan-jalan setiap pagi
menuju Menara Eiffel, atau sekadar menatap
Sungai Seine. Sri Ningsih tidak pernah
merepotkan orang lain, dia mengerjakan
banyak hal sendirian, panca inderanya baik,
fisiknya masih kuat- mengingat dia pernah
menyeberangi Selat Inggris saat badai.
(Hal. 38)
13. Aimée tersenyum,”Tidak punya. Tapi Ibu Sri Kreatif dan gigih
Ningsih selalu punya ide menarik. Dia (Sikap dan
menyulap atap gedung menjadi kebun. Itu hubungannya dengan
hamparan kosong cor beton seluas tiga ratus diri sendiri)
meter persegi, ada enam toren air bersih di
sana, sisanya kosong. Awalnya Ibu Sri
menanam tomat di dalam pot,tapi berkali-kali
gagal, tumbuhan tiu layu, mati oleh cuaca
musim dingin, beberapa tahun kemudian, dia
bukan hanya memanam cabai dan kentang, dia
bahkan berhasil mengubah hamparan kosong
itu menjadi kebun yang indah.” (Hal. 39)
14. “Memang bukan. Tapi tempat ini telah Menepati janji
memberikan pengalaman menarik dua jam (Sikap dan
terakhir, membuatku belajar banyak hal baru. hubungannya dengan
Selain bagiku, janji adalah janji, setiap janji diri sendiri)
sesederhana apa pun itu, memiliki kehormatan.
Besok lusa, aku akan menemuinya, walaupun
boleh jadi Maximillien sudah lupa denganku.
Aku sungguh-sungguh mengatakan kalimat
tadi. Itu bukan excuse. (Hal. 45)
15. Terima kasih banyak atas pelajaran tentang Kesabaran
kesabaran. Bapak, aku akhirnya (Sikap dan
memahaminya. Apakah sabar ada batasan? hubungannya dengan
Aku tahu jawabannya sekarang. Ketika diri sendiri)
kebencian, dendam kesumat sebesar apa pun
akan luruh oleh rasa sabar. Gunung-gunung
akan rata, lautan akan kering,tidak ada yang
mampu mengalahkan rasa sabar. Selemah apa
pun fisik seseorang, semiskin apa pun dia,
sekali di hatinya punya rasa sabar, dunia bisa
menyakitinya, tidak bisa. Terima kasih banyak
untuk tempat yang mengajarkan pelajaran
ini… (Hal. 48)
16. …Ini baru pertama kali dia menemani seorang Berkemauan keras dan
wartawan yang tanpa lelah terus mencari pantang menyerah
sumber berita. Biasanya paling lama hanya (Sikap dan
satu-dua jam saja, wawancara pendek foto hubungannya dengan
sana-sini, sisanya wawancara sudah minta diri sendiri)
pulang.
“Aku tidak akan kembali ke kota, Golo,
hingga seluruh penduduk pulau ini kita temui.”
(Hal. 58)
17. Zaman tahu sekarang, betapa bisa diandalkan Dapat diandalkan
La Golo, lihatlah, seharusnya yang lebih (Sikap dan
kecewa itu dirinya, bukan La Golo. hubungannya dengan
“Aku tidak pernah gagal saat mengantar masyarakat dan
orang-orang, Pak. Apa pun tujuan mereka, bangsa)
selalu berhasil didapat, bahkan kalaupun aku
harus mengantar mereka jauh dari Sumbawa,
naik kapal berhari-hari. Ke Komodo,
Sangaeng, dan sebagainya.”(Hal. 61)
18. “…Meski bukan penduduk asli, bukan suku Ringan tangan
Bajo, keluarga Nugroho dikenal dekat. Mereka (Sikap dan
tetangga yang baik hati dan ringan tangan hubungannya dengan
membantu.” (Hal. 82) masyarakat dan
bangsa)
19. “…Setiap kali Nugroho pergi melaut, Sri Penyayang
Ningsih dititipkan di rumah kami. Aku senang (Sikap dan
sekali seperti punya adik kandung. Sri Ningsih hubungannya dengan
tumbuh sehat tak kurang satu apa pun. keluarga)
Nugroho amat menyayangi putrinya.”(Hal. 82)
20. “Menunaikan janji pada istrinya, Nugroho Menepati janji
mengirim Sri Ningsih sekolah. Malam hari dia (Sikap dan
belajar mengaji di masjid Pulau Bungin. hubungannya dengan
Siangnya belajar membaca dan berhitung di keluarga)
sekolah seberang pulau…”(Hal. 82)
21. Nugroho menggelar syukuran tiga malam Bergotong royong
sebagai ungkapan syukur bayi dan ibunya (Sikap dan
yang sehat. Tiga hari berturut-turut, rumah hubungannya dengan
panggung besar itu tidak pernah sepi dari masyarakat)
penduduk. Ibu-ibu bergotong rotong membuat
hidangan di dapur dan laki-laki dewasa
menyembelih beberapa ekor kambing. Tidak
hanya penduduk setempat, perahu-perahu luar
pulau juga tertambat di dermaga, beberapa
kenalan dari Sumbawa datang mengucapkan
selamat dengan membawa buah tangan. (Hal.
93)
22. “Selama bapak pergi, hormati dan patuhi Patuh kepada oramg tua
ibumu. Lakukan apa yang dia suruh tanpa (Sikap dan
bertanya. Turuti apa yang diperintahkan tanpa hubungannya dengan
membantah. Jangan mudah menangis, jangan diri sendiri)
suka mengeluh. Kamu adalah anak seorang
pelaut tangguh. Bersabarlah dalam setiap
perkara.” (Hal. 95)
23. Sri berlarian di jalan setapak, melintasi rumah- Sabar
rumah rapat, tidak tahu mau kemana. Dia tidak (Sikap dan
mau ada yang melihatnya menangis. Sejak hubungannya dengan
kecil, sejak Nugroho mendidiknya menjadi diri sendiri)
anak yang kuat dan sabar, dia tidak pernah lagi
menangis di depan orang lain… (Hal. 101)
24. Tapi bukan jatuh miskin atau kelaparan yang Tidak menerima
membuat kehidupan Sri rumit, karena sejak kenyataan
kecil dia sudah dibiasakan bapaknya hidup (Sikap dan
prihatin, melainkan perubahan perangai ibu hubungannya dengan
tirinya. Nusi Maratta amat kehilangan diri sendiri)
suaminya, Nugroho. Rasa cinta yang amat
besar dan direnggut tiba-tiba itu membuat akal
sehatnya tersisihkan. Berhari-hari berlalu
dalam kesedihan, bermalam-malam meratapi
nasib yang begitu kejam membuatnya janda,
Nusi Maratta mendadak menjadi amat benci
kepada anak tirinya. Nusi melampiaskan
seluruh gusar dan marahnya kepada Sri
Ningsih. Dia menyalahkan Sri Ningsih.
(Hal. 103)
25. “Ibuku akan marah jika embernya tidak Patuh kepada orang tua
penuh.” (Sikap dan
“Tapi mau sampai jam berapa?” hubungannya dengan
“Tidak tahu. Sampai embernya penuh.” keluarga)
“Kamu selalu saja menuruti ibumu, Sri.”
(Hal. 105)
26. Sri tersengal menahan tangis. Sudah lima Kesabaran
tahun dia bersabar atas perangai ibu tirinya. (Sikap dan
(Hal. 108) hubungannya dengan
diri sendiri)
27. Pak Tua mengusap rambut uban, “Kejadian Kesabaran
yang membuktikan bahwa kesabaran bisa (Sikap dan
mengalahkan apa pun. Kita sudah dekat hubungannya dengan
dengan penghujung cerita. Ayo, La Golo, diri sendiri)
Zaman, dihabiskan dulu minumannya.” (Hal.
111)
28. Sri Ningsih tahu, jika Tilamuta mendatanginya Tidak ada kepedulian
sepagi ini saat ibunya tertidur, itu berarti terhadap anaknya
kemarin sore ibunya tidak masak. Entah kapan (Sikap dan
terakhir Tilamuta makan, ibunya kadang tidak hubungannya dengan
peduli. (Hal. 114) keluarga)
29. Gadis berusia empat belas tahun itu, di detik Rasa kasih sayang
terakhir, memutuskan menutupi kesalahan (Sikap dan
adiknya. (Hal. 117) hubungannya dengan
keluarga)
30. Tidak ada pilihan bagi Sri, dia harus Patuh terhadap orang
melaksanakan perintah ibu tirinya, dia meraih tua
jeriken. (Hal. 118) (Sikap dan
hubungannya dengan
keluarga)
31. Ode menggerutu. Dia tidak pernah keberatan Patuh terhadap orang
meminjamkan perahu ke Sri selama ini. Dia tua
hanya kesal melihat betapa patuhnya Sri (Sikap dan
kepada ibu tirinya yang jahat. (Hal. 120) hubungannya dengan
keluarga)
32. Sri meremas jemarinya. Matanya basah. Dia Sabar
lapar sekali. Apa lagi setelah berjuang (Sikap dan
mengambil air bersih di seberang. Tidakkah hubungannya dengan
ibu tirinya sedikit saja mau mngasihaninya? diri sendiri)
Tidakkah ibu titinhya sekali saja mau peduli
padanya? Sri menggigit bibir, segera mengusir
pikiran jelek yang melintas di kepalanya.
Tidak apa, tidak apa… Sri menunduk
membujuk hatinya, setidaknya Tilamuta
malam ini tidur dengan perut kenyang. Itu
lebih dari cukup. Dulu bapaknya berpesan,
selain selalu patuh pada ibunya, agar dia
menjaga Tilamuta.
(Hal. 123)
33. “Astaghfirullah, Nak. Kami tidak ingin ikut Peduli kepada orang
campur urusan keluargamu. Kami hanya ingin lain(Sikap dan
membantu. Bertahun-tahun Sri diperlakukan hubungannya dengan
kasar, apakah kami pernah ikut campur? masyarakat dan
Tidak. Tapi kali ini, izinkan dukun merawat bangsa)
Sri, anak itu membutuhkan pertolongan, atau
—“
(Hal. 125)
34. “Atau aku terpaksa melaporkan kepegawai Tegas
pemerintah di Sumbawa Besar, dan urusan ini (Sikap dan
akan panjang, Nak. Bekas pecutan ditubuh Sri hubungannya dengan
cukup untuk membuat masalah ini jadi masyarakat dan
kemana-mana.” Kepala Kampung berkata bangsa)
tegas.
(Hal. 125)
35. Tetapi Sri berjanji. Sri akan selalu mengingat Patuh
nasihat Bapak. Sri akan menjadi anak yang (Sikap dan
patuh, penurut. Sri akan menjadi anak yang hubungannya dengan
sabar apa pun yang terjadi. Ibu, apakah sabar keluarga)
memiliki batasannya? Itu sering Sri tanyakan
saat sendirian, sberapa lama kita harus sabar?
Sri tidak tahu jawabannya. (Hal. 130)
36. Lihatlah, tidak ada kebencian di mata Sri, Menolong orang lain/
tidak ada dendam kesumat meski dia Berhati besar
diperlakukan buruk lima tahun terakhir. Anak (Sikap dan
tirinya justru mengulurkan tangan, amat tulus hubungannya dengan
hendak menolongnya. (Hal. 136) keluarga)
37. “Maafkan ibu yang selama ini Menerima takdir
memperlakukanmua amat kasar, Sri. Sungguh (Sikap dan
maafkan ibu. Bertahun-tahun benci sekali hubungannya dengan
dengan takdir perginya bapakmu, hingga ibu diri sendiri)
abai, ada cara baik untuk menerima takdir
kejam itu, dengan memeluknya. Persis seperti
yang kamu lakukan.” (Hal. 136)
38. “Demikian kisah tentang gadis kecil di foto Rela berkorban
lama ini.” Pak Tua mengembuskan napas (Sikap dan
perlahan, “Tentang Sri Ningsih, anak yang hubungannya dengan
dikutuk. Lima tahun dia diperlakukan buruk keluarga)
oleh ibu tirinya, di detik terakhir, dia justru
membalasnya dengan rela mati demi bisa
menyelamatkannya.” (Hal. 137)
39. “…Tapi masya Allah, ini juga sekaligus berita Gigih
yang indah. Aku tahu sejak dulu, Sri akan (Sikap dan
melakukan hal-hal hebat. Dia tidak akan hubungannya dengan
menghabiskan usianya di Pulau Bungin... diri sendiri)
Paris? Bukan main. Dia telah mengelilingi
dunia. Jika demikian, dia meninggal dengan
menggapai cita-citanya, juga cita-cita Rahayu,
ibunya.” (Hal. 139)
40. “…Dalam situasi ini, sebelum semua terang Amanah dan adil
benderang, lebih baik jika hanya orang tertentu (Sikap dan
yang tahu detailnya. Tapi aku akan hubungannya dengan
memastikan, amanat ini akan dilaksanakan masyarakat dan
sebaik dan seadil mungkin.” (Hal. 140) bangsa)
42. “Baiklah. Sebelum mengobrol, kita makan Keramah-tamahan
malam dulu, makanan sudah siap.” (Sikap dan
Zaman terdiam. Makan malam? hubungannya dengan
“Ayo, Mas Zaman, sampeyan mesti belum masyarakat dan
makan malam, toh? Madrasah ini punya juru bangsa)
masak yang terkenal uenak sajiannya.”
Zaman hendak menolak masih kenyang, tapi
Sarwo memberi kode agar dia mau, ini adalah
keramah-tamahan khas madrasah, mengajak
tamunya makan bersama. (Hal. 147)
41. “Aku sendiri yang memutuskan datang saat Menyelamatkan orang
Wahid bilang ada orang yang ingin bertanya lain (Sikap dan
tentang Sri Ningsih. Nama itu akan selalu hubungannya dengan
kuingat hingga kapan pun. Nama yang telah masyarakat dan
menyelamatkan puluhan santri di madrasah bangsa)
ini, termasuk nyawa suamiku, Kiai Arifin.
Silahkan duduk.” (Hal. 149)
42. “Astaghfirullah…” Ibu Nur’aini Pengendalian diri
mengembuskan napas, berusaha (Sikap dan
menenangkan. Satu kali, dua kali, berkali-kali hubungannya dengan
dia mencoba mengendalikan didri. (Hal. 150) diri sendiri)
43. “Hanya Sri Ningsih yang mampu mengenang Tidak membenci dan
masa lalu itu dengan damai… Hanya dia yang tidak mendendam
kuat mengingatnya… Lihatlah, bahkan dia (Sikap dan
tetap menyimpan foto bersama itu. Aku tidak hubungannya dengan
pernah melihan wanita sekokoh Sri Ningsih, diri sendiri)
yang bisa memeluk kejadian semenyakitkan
apa pun. Tidak membenci, tidak
mendendam… Hanya dia.” (Hal. 151)
44. “Tidak apa. Aku akan memberikan pakaianku Berbagi kepada sesama
kepadamu, Sri. Rasa-rasanya ukuran kita (Sikap dan
sama.” Nur’aini mengangguk, “Sedangkan hubungannya dengan
Tilamuta, semoga masih ada baju-baju lama masyarakat dan
milik murid lai-laki. Di rumahku tidak ada bangsa)
anak cowok, kami tujuh bersaudara,
perempuan semua.” (Hal. 156)
45. Itu tidak sulit, karena toh selama ini Sri sudah Rajin membantu
terbiasa bangun pagi, membereskan rumah, (Sikap dan
bekerja sepanjang hari. Kebiasaan itu tetap hubungannya dengan
terbawa ke madrasah, membuat guru-guru masyarakat dan
terkesan. Sri rajin mengerjakan tugas— bangsa)
termasuk yang diuar tugasnya. Pagi-pagi dia
sudah pergi ke dapur, menawarkan diri
membantu memasak, atau menyapu asrama,
mengepel, mencuci seprai, apa pun itu.
Pelajaran di madrasah dimualai dari jam tujuh
pagi hingga dua siang. Setiap jam istirahat atau
selesai sekolah, dia rajin membantu hingga
larut malam, termasuk tiba-tiba ditemukan
sedang sibuk menyikat seluruh kakus asrama
putri malam-malam. (Hal. 157)
46. “Seluruh sekolah itu munafik, Sri. Kiai Berperasangka baik
Ma’sum munafik. Dan lihatlah Nur’aini, dulu (Sikap dan
aku sangka dia teman baik. Sekarang, dia hubungannya dengan
selalu tersenyum-senyum meremehkan jika masyarakat dan
melihatku. Dia senang sekali melihat Mas bangsa)
Musoh tersingkir dari madrasah.” (Hal. 180)
47. “Aduh, Sri tidak paham, Mbak.” Sri Berperasangka baik
menggeleng. “Aku berani sumpah tidak pernah (Sikap dan
melihat Nur’aini senyum-senyum meremehkan hubungannya dengan
melihat Mbak Lastri, dia justru sedih. Dan soal masyarakat dan
Mas Musoh, bukankah dia sendiri yang minta bangsa)
berhenti? Apa salah Mas Arifin?” (Hal. 180)
48. Musoh sejak dulu memiliki ketertarikan Penghianatan
dengan paham komunis. Dia terpesona oleh (Sikap dan
logika buku-buku yang dibacanya, dan hubungannya dengan
tersingkirnya dia dari madrasah Kiai Ma’sum, masyarakat dan
kedengkian, kebencian, membuat dia bangsa)
mencemplungkan diri sekaligus memimpin
cabang kelompok itu di Surakarta. Sedangkan
Sulastri, sakit hati atas nasib Musoh,
membuatnya mengikuti jejak langkah
suaminya. (Hal. 181)
49 “Tidak apa, Nur. Agar aku sekalian bisa Berprasangka baik
bertemu dengan Mbak Lastri, sudah lama tidak (Sikap dan
bertemu. Siapa tahu suasana hatinya sudah hubungannya dengan
berubah.” (Hal. 182) masyarakat dan
bangsa)
50. “Aku kangen dengan Mbak Lastri. Kangen Kerinduan
mengobrol seperti dulu.” (Hal. 184) (Sikap dan
hubungannya dengan
masyarakat dan
bangsa)
51. Baginya hingga kapan pun, Mbak Lastri Kejujuran
adalah sahabat baiknya. Terlepas dari pilihan (Sikap dan
politik, rasa dengki, apa pun itu, Mbak Lastri hubungannya dengan
adalah sahabatnya. Tapi Sri tidak pernah masyarakat dan
berbohong dalam hidupnya, dan dia tidak akan bangsa)
tergoda untuk mulai berbohong. Maafkan aku,
Mbak Lastri, Sri terisak, maafkan aku jika
‘menghianatimu’ dalam pengadilan ini.
(Hal. 199)
52. “Sri Ningsih..” Ibu Nur’aini berkata lirih Tidak pernah
setelah kotak kayu berpindah tangan, “Aku berperasangka buruk
ingin sekali punya hati miliknya. Tidak pernah (Sikap dan
membenci walau sedebu. Tidak pernah hubungannya dengan
berperasangka buruk walau setes. Dia adalah masyarakat dan
sahabat terbaikku.” Ibu Nur’aini tergugu- dia bangsa)
dipeluk oleh Wahid, berusaha
menenangkannya. (Hal. 206)
53. Terima kasih atas pelajaran tentang Teguh dan pantang
keteguhan. Aku tahu sekarang, pertanyaan menyerah
terpenting bukan berapa kali kita gagal, (Sikap dan
melainkan berapa kali kita bangkit lagi, lagi, hubungannya dengan
dan lagi setelah gagal tersebut. (Hal. 210) diri sendiri)
54. “Aku keliru, Nur. Ternyata tidak semua orang Berperasangka baik
Jakarta itu jahat. Ibu-ibu ini berbaik hati (Sikap dan
menampungku selama seminggu, hingga hubungannya dengan
akhirnya aku menemukan kamar yang bisa diri sendiri)
disewa di dekat situ…” (Hal. 217)
55. Separuh semangatku runtuh. Kadang aku Keteguhan
berpikir, mungkin sebaiknya kembali ke (Sikap dan
Surakarta. Tapi keinginan mencoba hal baru, hubungannya dengan
melakukan hal-hal baru, membuatku kembali diri sendiri)
meneguhkan niat, siapa tahu akhirnya ada
jalan. Setelah sembuh. Sambil mencari
pekerjaan tetap, aku bekerja serabutan di
pasar agar dapat bertahan lebih lama.
Menjaga kios, menjadi kuli angkut- kamu
akan tertawa melihatku memikul karung
besar, disuruh ini itu, apa saja sepanjang aku
bisa makan.
(Hal. 220)
56. Saat aku sudah hampir tiba di titik terakhir, Kerja keras dan pantang
hampir menyerah, pertolongan itu datang, Nur. menyerah
Bayangkan aku mengelilingi Jakarta mencari (Sikap dan
pekerjaan, hingga hafal jalan-jalan sama hubungannya dengan
seperti sopir oplet yang hafal rit-nya, jauh diri sendiri)
sekali aku mencari pekerjaan, Harmoni,
Glodok, Kemayoran, tahukan dimana akhirnya
aku mendapatkan pekerjaan? Hanya lima
puluh meter dari rumah tempatku menyewa
kamar. Ada sekolah madrasah di sana. (Hal.
221)
57. Berbulan-bulan Sri mencari pekerjaan, Kerja keras dan pantang
terdesak, nyaris menggelandang, baru di detik- meneyerah
detik terakhir, Sri memerolehnya. Itu jelas (Sikap dan
bukan ‘keberuntungan’. Jika itu harus disebut hubungannya dengan
keberuntungan, maka itulah keberuntungan diri sendiri)
kerja keras, pantang menyerah. (Hal. 222)
58. Tidak aneh jika bisnis berjualan dengan Berinovasi
gerobak Sri Ningsih berkembang pesat, Sri (Sikap dan
memimpin inovasi, berada di depan. Dia hubungannya dengan
bahkan telah melakukan diversifikasi produk diri sendiri)
dengan menual bakso dan minuman
sarsapilla, itu stategi penting berjualan
makanan.
(Hal. 235)
59. Masalah kedua, tidak semua orang yang Kejujuran
bekerja padaku dapat dipercaya. Minggu- (Sikap dan
minggu ini saja sudah dua kali terjadi, uang hubungannya dengan
penjualan dibawa kabur oleh pedagang— masyarakat dan
masih untung gerobaknya bisa ditemukan. Aku bangsa)
ikhlas soal uangnya, karena besok-lusa uang
bisa dicari, tapi itu membuatku kecewa,
memikirkan banyak hal. Kenapa orang mudah
sekali menghianati? Bukankah dalam hidup ini
kejujuran adalah hal penting? Sepertinya aku
harus mulai membiasakan diri menghadapai
masalah seperti ini. (Hal. 239)
60. Aku minta maaf tidak menulis kabar baik, Pantang menyerah
Nur. Entahlah, aku juga tidak tahu, apakah (Sikap dan
semua hal yang kuhadapi ini adalah masalah, hubungannya dengan
atau tantangan agar aku semakin kuat, tahan diri sendiri)
banting. Yang aku tahu. Jika aku berdiri
kokoh, maka orang-orang yang bekerja padaku
juga akan ikut kokoh. Sepertinya aku harus
menemukan ide-ide baru, peluang-peluang
berbeda, agar bisnis terus berjalan. Mungkin
sudah saatnya aku memulai sesuatu yang
berbeda. (Hal. 240)
61. …Sri memang tidak pernah mengenyang Berani mengambil
sekolah bisnis, atau belajar manajemen bisnis, keputusan
tapi dia tahu persis yang hendak dia garap. Sri (Sikap dan
melakukan riset secara otodidak, dan yang hubungannya dengan
paling penting berani mengambil keputusan diri sendiri)
resiko… (Hal. 245)
62. Satu tahun sejak memulai bisnis rental Bekerja keras
mobilnya, Sri berhasil melipat gandakan (Sikap dan
armada menjadi tiga kali. Itu tidak hubungannya dengan
mengherankan. Dengan naluri bisnis setajam diri sendiri)
itu juga kerja kerasnya, tidak mustahil jika Sri
Ningsih bisa menguasai seluruh pasar taksi
Jakarta. (Hal. 248)
63. Doakan akau kuat melewati semuanya, Nur. Sabar
Malam ini, menulis surat ini sambil menangis, (Sikap dan
hatiku terasa lebih ringan. Besok, aku berjanji hubungannya dengan
akan memulainya dari awal. (Hal. 249-250) diri sendiri)
64. …Awalnya tidak mudah, Nur, mereka tidak Pantang menyerah
tertarik menjualnya, lebih suka merk lama dari (Sikap dan
perusahaan lain. Tapi mereka sepertinya belum hubungannya dengan
mengenalku, sepuluh tahun lalu kakiku sampai diri sendiri)
lecet-lecet berkeliling Jakarta untuk mencari
pekerjaan. Aku tidak akan menyerah hanya
karena satu-dua penolakan. Mereka harus
menyeretku keluar gedung baru aku berhenti
menawarkan sabun ini. (Hal. 262)
65. Aku ingin saat produksi pertama keluar, sabun Kerja keras
mandi itu langsung terjual. Membuat produk (Sikap dan
itu gampang, siapa pun bisa melakukannya, hubungannya dengan
tapi menjualnya, itu baru istimewa. Aku diri sendiri)
menanamkan daya juang itu kepada stafku,
melatih mereka tahan banting, dengan berkali-
kali bilang ‘Bayangkan besok lusa di setiap
rumah-rumah, akan ada sabun produksi kita.’
(Hal. 262)
66. Kerja keras tidak pernah menghianati, Nur. Kerja keras
Tiga bulan sejak rilis pertamanya, sabun (Sikap dan
‘Rahayu’ laris manis. (Hal. 262) hubungannya dengan
diri sendiri)
67. “Suatu hari, aku berdiri di depan gerobaknya, Pemurah/ suka memberi
lapar sekali. Ibu Sri melambaikan tangan, (Sikap dan
menyuruhku mendekat. Dia memberikan satu hubungannya dengan
porsi penuh nasi goreng. Sejak hari itu, aku diri sendiri)
tinggal bersamanya di Pasar Senen, belajar
sekaligus bekerja dengannya. (Hal. 272)
68. “Aku mengenal Ibu Sri Ningsih cukup lama, Peduli terhadap orang
termasuk saat pasar senen terbakar. Tiga tahun lain
sebelum membangun pabrik sabun mandi, dia (Sikap dan
menyuruhku melanjutkan sekolah. Saat pabrik hubungannya dengan
itu mulai beroperasi, aku bergabung dibagian masyarakat dan
keuangan, siangnya bekerja, malamnya kuliah. bangsa)
Adalah Ibu Sri Ningsih yang mendidikku
menjadi tahan banting. Bangun pukul empat
pagi, tidur jam dua belas malam. (Hal. 274)
69. “…Mereka menawar pabrik dengan harga Berpikir jauh ke depan.
tinggi, menyiapkan jutaan dolar. Lebih baik (Sikap dan
membeli pabrik pesaing daripada di masa hubungannya dengan
depan menghadapinya. Tapi Ibu Sri Ningsih diri sendiri)
tidak tertarik menjual pabrik secara tunai, dia
tidak menginginkan sepeser pun uanya. Dia
menjual pabrik dengan cara menukar
kepemilikan saham. Aku terkejut dengan
idenya, metode transaksi itu termasuk
sophisticated, sangat maju…” (Hal. 275)
70. “Iya benar. Jangan pernah meremehkan Tidak meremehkan
pengetahuan Ibu Sri dalam banyak hal. Aku orang lain
juga terkejut saat dia memintaku (Sikap dan
melakukannya demikian. Entah sejak kapan hubungannya dengan
dia mempelajari hal itu, tapi Ibu Sri selalu tahu masyarakat dan
persis apa yang dilakukannya…” (Hal. 276) bangsa)
71. “…Ibu Sri Ningsih adalah pribadi yang Bersahaja
bersahaja. Aku pernah melihatnya meyikat (Sikap dan
sendiri kakus ruangan kantaornya, padahal dia hubungannya dengan
adalah pemilik pabrik ini.” (Hal. 276) diri sendiri)
72. “Aku memang bukan siapa-siapa bagi Ibu Sri Peduli terhadap orang
Ningsih, hanya remaja yang dipungut dari lain
jalanan, tapi bagku, dia adalah malaikat. Dia (Sikap dan
memberiku makan saat aku kelaparan, hubungannya dengan
mendidiku, memberikan kesempatan. Empat masyarakat dan
puluh tahun lamanya aku bekerja di pabrik ini, bangsa)
mengenal setiap jengkalnya. Bagiku Ibu Sri
adalah segalanya, dan dia pergi begitu saja
tanpa pamit…” (Hal. 277)
73. Mata Ibu Chaterine berkaca-kaca, “Aku ingan Jangan pernah takut
sekali saat dia selesai menandatangani memulai hal baru
dokumen transaksi, ibu Sri Ningsih tersenyum (Sikap dan
padaku, berkata pelan, ‘Chaty, jadilah seperti hubungannya dengan
lilin, yang tidak pernah menyesal saat nyala diri sendiri)
api membakarmu. Jadilah seperti air yang
mengalir sabar. Jangan pernah takut memulai
hal baru. Aku titip pabrik ini. Rawat dia
seperti merawat anakmu sendiri.” (Hal. 278)
74. “Lihatlah, anak muda sepertimu, usia tiga Bekerja keras
puluh tahun, bahkan di atas pesawat sekalipun (Sikap dan
terus bekerja. Aku khawatir kamu tidak akan hubungannya dengan
pernah menikah, Zul.” (Hal. 285) diri sendiri)
75. “Sri Ningsih sopir yang menyenangkan. Dia Ulet
bergabung di rute ini tahun 1980. Awalnya (Sikap dan
hanya petugas cleaning service, mencuci hubungannya dengan
mobil, mengelap kaca, menyikat lantai bus. diri sendiri)
Beberapa bulan kemudian dia melamar untuk
posisi mengemudi, petugas seleksi
memandangnya sebelah mata, tapi Sri lulus
pada kesempatan pertama.” Lucy bercerita,
melepas kacamatanya. (Hal. 299)
76. “…Sri selalu bekerja dengan semangat, tiba Bersemangat dan rajin
lebih awal dibanding yang lain, dan pulang (Sikap dan
paling akhir. Dia tidak pernah protes jika harus hubungannya dengan
menggantikan sopir lain, tidak mengeluh jika diri sendiri)
diberikan mobil bermasalah. Akrab dengan
pegawai lain tanpa membeda-bedakan.”
(Hal. 299)
77. “…London, kota ini memaksa siapa pun Bekerja keras
bekerja keras agar bisa menikmati masa tua (Sikap dan
dengan santa. Nasib. Dia yang bersantai, saya hubungannya dengan
yang bekerja keras.” (Hal. 302) diri sendiri)
78. Hari ini, Sri mencatat enam lokasi lowongan Pantang menyerah
pekerjaan. Dia tidak terlalu bersemangat (Sikap dan
seperti biasanya, karena belajar dari hubungannya dengan
pengalaman satu setengah bulan terakhir, lima diri sendiri)
tempat ini tidak ada yang menjanjikan—tapi
dia tetap harus berusaha. (Hal. 314)
79. Menatap hujan menyelimuti Kota London, dia Kerja keras
tersenyum lebar. Terima kasih banyak, setelah (Sikap dan
enam minggu berusaha, akhirnya dia punya hubungannya dengan
pekerjaan di kota ini. (Hal. 318) diri sendiri)
80. “Aku punya satu tiket. Jika ibu mau, bisa Pemurah/ membantu
masuk dengan salah seorang anggota orang lain (Sikap dan
keluarga.” hubungannya dengan
Ibu itu menggeleng. masyarakat dan
“Tidak apa, Bu. Aku bisa mengunjungi bangsa)
pertunjukan tahun depan…” (Hal. 322)
81. “Ambillah, Sri.” Ibu Rajendra Khan berkata Tidak mau orang
lembut. membalas budi (Ikhlas)
Sri Ningsih menggeleng, dia tidak mau. Dia (Sikap dan
tidak pernah mau orang membalas budinya. hubungannya dengan
(Hal. 326) masyarakat dan
bangsa)
82. “Kami respek dengan betapa mudahnya kamu Membantu orang lain
membantu orang lain yang bahkan tidak (Sikap dan
dikenal.” Ayah Rajendra Khan menambahkan, hubungannya dengan
“Tiket tadi siang harganya tidak seberapa, tapi masyarakat dan
hanya orang dengan kepribadian terbaik yang bangsa)
mudah sekali memberikannya.” (Hal. 327)
83. “Halo, Bu! Bisa kubantu?” Sri menyapa Membantu orang lain
ramah. (Sikap dan
Ibu-ibu yang menggunakan kursi roda balas hubungannya dengan
menyapa, mengangguk. masyarakat dan
Sri telaten membantu ibu-ibu turun dari bangsa)
kursinya, kemudian membimbingnya naik ke
atas bus. (Hal. 336)
84. Apalagi di halte berikutnya, juga ada Baik hati / menolong
penumpang yang mengenakan tongkat, Sri orang
kembali turun membantunya naik. (Hal. 336) (Sikap dan
hubungannya dengan
masyarakat dan
bangsa)
85. “Sesuai peraturan angkutan umum Kota Tegas
London, Anda telah mengganggu ketertiban (Sikap dan
umum, Tuan. Turun dari bus atau aku akan hubungannya dengan
memanggil polisi!” (Hal. 388) masyarakat dan
bangsa)
86. “Atau begini saja, kenapa tidak kamu biarkan Berpasrah diri pada
seperti air yang mengalir, Sri. Lihat sampai ke takdir
mana ujung perjalanan perasaan kalian. Jika (Sikap dan
memang berjodoh, maka berjodohlah. Tidak hubungannya dengan
perlu terlalu berharap, tapi tidak juga sangat Tuhan)
negatif menanggapinya…” (Hal. 360)
87. “Anak muda itu sepertinya amat menyukaimu, Rela berkorban
Sri. Dia mengorbankan setidaknya satu jam (Sikap dan
untuk berputar setiap hari ke selatan. hubungannya dengan
Memaksakan naik busmu sesuai jadwal, hanya masyarakat dan
untuk mengobrol lima menit, lantas berlarian bangsa)
naik kereta, menuju kantornya di utara…”
(Hal. 368)
89. Sri dan Hakan adalah pasangan kompak. Rasa kasih sayang
Mereka mengurus pekerjaan rumah berdua, (Kompak)
berjalan-jalan berdua, ke mana pun tidak (Sikap dan
terpisahkan. Pagi-pagi mereka akan berangkat hubungannya dengan
kerja bersama. Hakan menemani Sri hingga keluarga)
Cricklewood, baru kemudian naik jaringan
kereta bawah tanah menuju Watford.
(Hal. 374)
90. Mereka berdua adalah pasangan yang mesra. Rasa kasih sayang
Hakan seringkali menyiapkan kejutan-kejutan (Sikap dan
kecil untuk Sri. Mulai dari kartu ucapan, kado- hubungannya dengan
kado kecil, hingga mengajak jalan-jalan di keluarga)
pusat perbelanjaan, makan bersama di luar,
atau mengunjungi tempat-tempat wisata Kota
London berdua. (Hal. 374)
91. “..Tapi aku tidak akan menyalahkan diri Pengendalian diri
sendiri, karena itu tidak akan mengubah (Sikap dan
situasi.” (Hal. 384) hubungannya dengan
diri sendiri)
92. Hakan berkomitmen penuh menemani istrinya Setia
melewati itu. Dia memangkas jam kerjanya (Sikap dan
dikantor, menemani istrinya berjalan-jalan, hubungannya dengan
mengobrol, memberikannya hadiah kejutan, keluarga)
tapi itu belum berarti banyak, Sri tetap sering
terlihat murung. Hakan ingin sekali Sri tahu,
betapa dia akan selalu ada di sampingnya apa
pun yang terjadi. (Hal. 385)
93. “Aku berjanji, Sri. Aku akan membuatmu Rasa kasih sayang /
jatuh cintah lagi, lagi, lagi, dan lagi padaku. setia
Agar kita bisa kembali melanjutkan hidup (Sikap dan
seperti dulu. Agar aku bisa menyaksikan Sri hubungannya dengan
yang selalu riang. Sri yang selalu sederhana keluarga)
menatap kehidupan ini.” Hakan menggenggam
jemari istrinya. (Hal. 385)
94. “Aku akan membuatmu kembali seperti dulu, Rela berkorban
Sri. Aku kan melakukan kegilaan yang pernah (Sikap dan
kulakukan empat tahun silam, setiap hari, hubungannya dengan
hingga kamu kembali riang. (Hal. 386) keluarga)
95. Dalam hidupnya, banyak orang yang bisa Kuat
memberikan kesaksian betapa Sri adalah (Sikap dan
wanita kuat, yang selalu bisa memeluk hal hubungannya dengan
semenyakitkan apa pun, tapi dia bukan wanita diri sendiri)
super. (Hal. 406)
96. Dia tetaplah wanita biasa. Saat orang Tegar menghadapi apa
melihatnya bagitu tegar menghadapi apa pun, pun
orang-orang tidak tahu seberapa besar (Sikap dan
perjuangannya untuk membujuk dirinya hubungannya dengan
sendiri sabar. Membujuk dirinya untuk diri sendiri)
melepaskan, melupakan, dan semua hal yang
ringan dikatakan, tapi berat dilakukan. karena
bila bicara tentang penerimaan yang tulus,
hanya yang bersangkutlah yang tahu seberapa
ikhlas dia telah berdamai dengan sesuatu. (Hal.
406)
97. Banyak sekali pengorbanan yang dilakukan Rela berkorban
suaminya. Hakan bersedia tinggal di (Sikap dan
apartemen ini, padahal mereka bisa pindah, hubungannya dengan
memilii rumah yang lebih baik di tengah Kota keluarga)
London. Hakan yang bersedia menyesuaikan
dengan budaya baru, padahal komunitas
pendatang Turki juga sama besarnya dengan
pendatang India.
(Hal. 411)
98. “Aku tahu kamu anak yang jujur,” Ibu Amanah
Rajendra Khan menatap Zaman, “Aku selalu (Sikap dan
bisa mengenali seseorang dari tatapan hubungannya dengan
matanya. Tolong tunaikan amanat terakhir Sri masyarakat dan
Ningsih sebaik mungkin. Sri berhak bangsa)
mendapatkan yang terbaik.”
Zaman mengangguk. (Hal. 421)
99. Zaman menggeleng, “Tunda jawabannya Tidak terburu-buru
hingga aku menyelesaikan semua investigasi, mengambil tindakan
kita masih punya waktu hingga tenggat resmi. (Sikap dan
Kita tidak bisa membawa masalah ini ke hubungannya dengan
hakim pengadilan sebelum memahami masyarakat dan
seluruhnya.” (Hal.424) bangsa)
100 “Kamu tidak perlu terlalu mendengarkan apa Rasa kasih sayang
. yang dia bicarakan, Zam. Mereka tidak pernah (Sikap dan
sungguh peduli atau perhatian dengan kita. hubungannya dengan
Kabar ibu baik. Ibu memang mengenakan keluarga)
tongkat beberapa hari ini, Hans mungkin
melihatnya, tapi itu hanya terkilir kecil. Sudah
membaik, besok ibu sudah bisa ikut lomba
lari. Ibu tidak akan membuatmu cemass,
mengganggu konsentrasi pekerjaan dengan
memberitahumu masalah sesederhana itu.
(Hal. 427)
101 “Maafkan Zaman jika telah membuat ibu Rasa kasih sayang
. marah. Aku sungguh tidak peduli urusan lain, (Sikap dan
apalagi soal Hans. Aku menelepon hanya hubungannya dengan
Ingin tahu apakah ibu baik-baik saja.” keluarga)
Di seberang sana ibu Zaman menghela napas
panjang.
“Ibu baik-baik saja, Zam. Ibu juga minta
maaf.”
“Nanti Zaman telepon lagi. Peluk cium untuk
ibu. Bagi Zaman, ibu adalah segalanya, dulu,
sekarang, dan kapan pun.” (Hal. 428)
102 Ajaibnya dalam urusan ini, selain tumbuh Memaafkan orang lain
. menjadi anak pintar, yang lebih penting lagi (Sikap dan
Zaman tumbuh dengan pemahaman terbaik. hubungannya dengan
Dia tidak dendam meski menyaksikan ibunya keluarga)
tersakiti. Dia justru belajar banyak memaafkan
—itulah kenapa jawabannya saat di-intrview
Eric sangat mengagumkan.
(Hal. 430)
103 Ini pukul enam pagi dia baru kembali tidur Religius
. setelah sholat shubuh. (Hal. 431) (Sikap dan
hubungannya dengan
Tuhan)
104 Wajah Zaman menggelembung, “Belum, Sir Pantang menyerah
. Thompson. Demi Ibu Sri Nningsih, aku akan (Sikap dan
menemukan surat wasiat itu. Aku juga akan hubungannya dengan
membuktikan, ada sesuatu yang amat ganjil keluarga)
dengan surat pengacara dari Paris ini. Mereka
hanya mengincar bagian 20% dari harta
warisan sebagai jasaheir hunters mereka tidak
peduli dengan siapa pewaris sahnya. Aku tidak
akan menyerah.” (Hal. 436)
105 “Zulkarnaen, aku sangat menghargai semangat Pengabdian dan amanah
. kerjamu. Aku juga memahami seluruh latar (Sikap dan
belakang kehidupanmu, prinsip-prinsip yang hubungannya dengan
kamu gigit. Tapi dalam urusan ini, jangan masyarakat dan
terlalu emosional, Nak, itu akan membuat bangsa)
penilaian profesional kita terdistorsi. Kita tidak
perlu menilai posisi moralitas firma hukum
lain, biarkan itu menjadi konsen mereka
sendiri. Kita fokus saja melaksanakan amanat
sebaik mungkin. Sri Ningsih atau siapa pun
klien yang kita wakili akan mendapatkan
penyesalan yang terbaik dan seadil-adilnya.
Berpuluh-puluh tahun aku mengelola firma
hukum ini, aku selalu menyakini itu.”
(Hal. 436-435)
106 Zaman mengabaikan kalimat Monsieur Tegas
. Alfonse, dia menatap dua perempuan, (Sikap dan
“Dengan segala hormat, Monsieur Alfonse, hubungannya dengan
aku tidak akan melanjutkan pembicaran jika masyarakat dan
ada peserta lain yang tidak berhubungan bangsa)
dengan kasus ini ikut dalam rapat. Monsieur
lebih tahu soal itu.” (Hal. 448)
107 “..Aku tidak mau memercayainya mentah- Tidak mudah percaya
. mentah hanya dengan melihat mereka wanita terhadap orang lain.
Jawa yang seolah bersahaja. Mereka berdua (Sikap dan
boleh jadi penipu, impostor.” (Hal. 454) hubungannya dengan
masyarakat dan
bangsa)
108 “Aku bahkan sekarang sedang berpikir, siapa Menyembunyikan
. yang sedang mengendalikan siapa. Apakah kebenaran
Alfonse yang mengendalikan Ningrum, untuk (Sikap dan
mendapatkan bagian firma hukumnya? Atau hubungannya dengan
Ningrum yang mengontrol Alfonse dan firma masyarakat dan
hukumnya? Sementara Anita, dia bergaya bangsa)
sekali, padahal hanyalah bidak yang rakus atas
pengakuan orang lain. Ada yang mereka
sembunyikan, fakta, kebenaran,
sesungguhnya.” (Hal. 454)
109 “Besar sekali pengaruh Ibu Sri Ningsih di Berinovasi
. panti ini sejak kedatangannya, Tuan Zaman, (Sikap dan
dalam artian positif. Dia tidak hanya hubungannya dengan
membawa ide senam, tapi juga mengusulkan masyarakat dan
soal menu masakan, juga membantu bangsa)
menyiapkannya di dapur bersama koki panti.
Penghuni menyukaianya, mereka belum
pernah mencicipi masakan antar bangsa. Sejak
saat itu, setiap bulan kami membuat makan
malam dengan menu spesial, mulai dari India,
Polandia, Turki, Irlandia, hingga aku lupa
negara apa saja. (Hal. 468)
110 “Salah satu karakter Sri Ningsih yang Gigih
. menakjubkan adalah kemampuan belajarnya. (Sikap dan
Dia tidak memiliki pendidikan formal tinggi, hubungannya dengan
tapi semangat belajarnya luar biasa. Diam- diri sendiri)
diam dia menyerap begitu banyak pengetahuan
lewat memperhatikan orang lain. Dan Sri
memiliki ketertarikan atas berbagai disiplin
ilmu.
(Hal. 482)
111 Perempuan bersahaja dengan kelahiran Pulau Tangguh
. Bungin itu selalu punya kejutan. Dia tidak (Sikap dan
pernah sesederhana yang terlihat. Dia adalah hubungannya dengan
wanita yang kokoh, paling brilian dalam kisah diri sendiri)
ini. (Hal. 486)
112 “Tampan, pintar, tambahkan satu lagi baik Berhati
. hati. Sedikit sekali yang mau meladeni lembut/berempati
Maximillen, itu tes terbesar kebaikan hatinya.” (Sikap dan
(Hal. 491) hubungannya dengan
masyarakat dan
bangsa)
113 ”Kamu sudah kalah, Lastri. Hari ini, bahkan Penghianatan
. anakmu sendiri telah ‘menghianatimu’. Sangat (Sikap dan
menyakitkan memang, menuduh orang lain hubungannya dengan
penghianat, padahal sejatinya diri sendiri yang masyarakat dan
menghianati orang lain. Merasa paling benar, bangsa)
tapi kenyataannya tidak. Berpuluh tahun
hidupmu penuh kebohongan, apa akhirnya
yang kamu peroleh, Lastri? Anak kandungmu
sendiri bahkan tidak lagi memercayaimu.”
(Hal. 511)
114 Zaman menatap wajah Lastri lamat-lamat, Menegakkan kebenaran
. lantas mengangguk mantap, “Dua tahun lalu, (Sikap dan
ada seseorang yang bertanya kepadaku hubungannya dengan
tentang, jika berkata jujur akan membuat masyarakat dan
empat orang jahat terbunuh mengenaskan, bangsa)
sedangkan berbohong akan membuatnya
selamat, maka pilihan apa yang akan anda
ambil? Kamu tahu apa jawabanku, Lastri?
Jawabanku adalah: aku bahkan bersedia
memilih mati bersama dengan empat orang
jahat itu demi menegakkan kebenaran.” (Hal.
512)
115 Zaman menggeleng, “Karena Sri Ningsih ingin Cermat
. seseorang menelusuri hidupnya, Eric. Dia (Sikap dan
melakukan riset mengagumkan, mengetahui hubungannya dengan
tentang Thompson & Co., membaca kliping diri sendiri)
koran saat Sir Thompson Senior mendirikan
firma hukum. Sri tahu seseorang akan kembali
mengunjungi tempat-tempat dia dibesarkan,
memahami perjalanan hidup seorang Sri
Ningsih, bila perlu menceritakan ulang agar
banyak orang tahu. Dan yang lebih penting
lagi, Sri ingin seseorang itu esok lusa menjadi
kepanjangan tangannya menjelaskan
kebenaran sejati kepada Lastri, karena Sri jelas
tidak bisa melakukannya. Malangnya siapa
pun yang memberitahu, Lastri tidak akan
bersedia melihat kebenaran tersebut.” (Hal.
517)
116 “Sebulan lalu, aku menelusuri kisah hidup Hati yang besar
. seseorang yang bernama Sri Ningsih. Hatinya (memaafkan orang lain)
bagai kristal tanpa cacat. Dia memaafkan (Sikap dan
semua orang yang menyakitinya, dia bersedia hubungannya dengan
mengalah, menelan seluruh kepedihan yang masyarakat dan
dilakukan orang lain kepadanya. Dalam situasi bangsa)
tertentu, aku ingin sekali memiliki hati sebaik
Sri Ningsih, berdamai dengan siapa pun. Tapi
tidak untuk kasus ini, Hans Ibuku benar, kalian
tidak pernah peduli dengan kami, kalian hanya
ingin melibatkan supermarket ibuku agar bisa
menyelamatkan bisnis kalian. Aku minta maaf
tidak bisa menandatangani surat ini, aku
sungguh menyesal atas nama almarhum Ayah
harus mengatakannya, I don’t care anymore.
Silahkan kalian selesaikan sendiri masalahnya.
Itu bukan urusanku dan ibuku”. (Hal. 522-523)
117 Thompson & Co. telah melakukan settlement Adil dan amanah
. atas harta warisan Sri Ningsih. Aset milik Sri (Sikap dan
telah dijual di pasar modal, kemudian hubungannya dengan
dibagikan sesuai wasiat Sri Ningsih atas masyarakat dan
kebaikan Lucy, persahabatan tulusnya selama bangsa)
di london, dia mendapatkan 2% dari total nilai
warisan jumlah yang sama juga diterima
Franciszek. (Hal. 524)

2. Novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu


a. Sinopsis Novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
Novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu menceritakan kisah pengusaha
kaya raya berusia 60 tahun, Rehan Raujana alias Ray, yang sekarat di rumah sakit.
Dia dikenal sebagai pengusaha properti yang terus mengekspansi bisnisnya.
Setelah melewati banyak hal yang membawanya kepada posisinya sekarang, kaya
raya, terpandang, disegani, tetapi tetap sendirian dan kini sakit. Ray kembali
berpikir dan mempertanyakan, meski sudah sukses dalam bisnis, ia tetap merasa
"kosong."
Tiba-tiba Ray didatangi seorang pria dengan wajah teduh yang membawa
Ray menembus ruang waktu, menyususri kembali masa lalunya. Pengalaman itu
perlahan menjawab pertanyaan yang sebelumnya pernah dia lontarkan kepada
Tuhan. Kedatangannya membuat Ray terkejut. Meski tak mengenal pria tersebut,
dia tetap menuruti perkataan pria asing tersebut. "Aku akan membawamu pergi ke
tempat di mana semua pertanyaanmu akan terjawab," ucap pria tersebut. Saat Ray
memegang tangan pria itu, seketika juga ia berada di sebuah jalan. Ia
mempertanyakan kepada pria asing itu mengapa mereka berada di tempat itu.
"Karena di sini pertama kalinya kamu berkenalan dengan rembulan," jawab pria
itu.

b. Struktur Novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu


No. Unsur Pembangun Data
1. Tema Novel Rembulan tenggelam di wajahmu
memiliki tema rahasia dibalik sebuah
kehidupan seperti kisah hidup dan percintaan
2. Penokohan 1. Rehan / Ray
- Keras kepala tapi cerdas.
"Berbeda dengan anak-anak pada lainnya
yang tumbuh tertekan, Rehan tumbuh
melawan. Kepintarannya menjelma menjadi
sebuah perlawanan paling logis.
Dia sering membantah perintah penjaga panti.
Bertanya banyak hal. Menyudutkan." (Hal. 32).
- Peduli dan bertanggung jawab.
"Maka watak Ray yang 'solider' muncul tak
tertahankan. Sama seperti di panti dulu, ketika
Ray tanpa disadarinya selalu melindungi Diar
dan anak- anak lainnya dari perlakuan
penjaga panti, maka di Rumah Singgah itu,
Ray memutuskan akan membela mereka dari
siapa saja yang berbuat tidak menyenangkan"
(Hal. 101).
- Sombong:
"Malam ketiga itu, Rehan sempurna
menghabiskan keberuntungan berjudi malam
sebelumnya. Dia pulang sambil membesarkan
hati, besok keberuntungannya pasti kembali."
(Hal. 51)
- Cerdas:
Apa yang sudah kubilang, Rehan cerdas,
dengan cepat meski hanya berdasarkan
kertas-kertas dan potongan cerita di koran itu
kepalanya mendadak merangkaikan penjelasa.
(Hal. 57)
- Nekat:
"Bergegas memasang bom di dinding kaca.
Berlari berlindung. Tidak perlu timer. Ray
mengarahkan Uzi-nya ke kotak bom.
Meledak." (Hal. 186)
- Pendendam:
"... Cara kau membalaskan kelakuan mereka
terhadap Ilham sama persis seperti kelakuan
mereka." (Hal. 110)
- Pemberontak
Berbeda dengan anak-anak Panti lainnya yang
tumbuh tertekan, Rehan tumbuh melawan.
Kepintarannya menjelma menjadi sebuah
perlawanan paling logis. Dia sering
membantah perintah penjaga. Bertanya
banyak hal. Menyudutkan. Berbantah-bantah.
(Hal. 35)
2. Diar:
- Peduli
"Diar, anak panti asuhan yang sekamar
dengannya, setengah jam kemudian berbaik
hati menyelinap ke halaman panti, berusaha
menyerahkan sebungkus roti tawar dan
segelas cendol melalui belakang pintu." (Hal.
13)
Diar lagi-lagi seperti lazimnya berbaik hati
sembunyi-sembunyi menyerahkan bungkusan
koko dan sarung baru jatahnya, tapi Rehan
menatap galak. Mengusir Diar jauh-jauh.
(Hal. 33)
- Jujur
Dasar bodoh. Diar bisa saja mengambil jatah
lebih dari upahnya yang hanya tiga ribu perak
perhari dari kotak uang ini. Tidak ada yang
tahu. Tetapi Diar selalu saja jujur
menyerahkan semuanya. (Hal. 22)
- Ramah dan setia kawan
3. Penjaga Panti
- Kasar terhadap anak-anak panti
Penjaga Panti yang tidak suka melihat anak-
anak banyak bicara langsung
membungkamnya dengan pecutan bilah
rotan…(Hal. 35)
- Munafik
“…Kau benar saat Penjaga Panti itu sok-suci,
sok-alim. Penjaga panti itu adalah bentuk
nyata dari kemunafikan kasat mata. Dia
memasang wajah seolah-olah mencintai anak-
anak ke dermawan, tapi dia sesungguhnya
membenci anak-anak yang harus diasuhnya,
dia justru merasa terjebak oleh pekerjaan
itu…” (Hal.68)
4. Plee:
- Nekat
Plee menembak pahanya sendiri. memututskan
untuk menyerahkan dirinya..(Hal. 199)
- Peduli:
"Korang-korang berebut memasang wajah
Plee. Pencuri hebat yang pernah ada. Pencuri
yang mengakui usaha pencurian dua belas
berlian sebelumnya. Bukan main. Seluruh
hasil curian itu justru untuk orang-orang
miskin dan tidak beruntung." (Hal. 220)
Selain itu memiliki sifat bersahabat dan setia
5. Fitri
- Baik hati & menyayangi anak-anak:
Gadis itu tengah asyik bermain bersama anak-
anak. Membagikan balon-balon terbang. (Hal.
251)
- Hati yang tulus:
"Tetapi aku tidak membutuhkan itu. Rumah
besar, mobil, berlian, pakaian yang indah,
bagiku kau ikhlas dengan semua yang
kulakukan untukmu. Ridha atas perlakuanku
padamu. Itu sudah cukup." (Hal. 281)
6. Jo
- Setia:
"Jo amat dekat dengan Ray. Tahu semua
urusan Ray, termasuk tentang istrinya." (Hal.
332)
Latar Tempat
1. Terminal
“Ini t-e-r-m-i-n-a-l, Ray. Bagaimana mungkin
kau tidak mengenail sebuah terminal?" orang
itu memotong, tetawa lagi. (Hal: 32)
Pasien berumur enam puluh tahun yang
dipanggil Ray itu menggigit bibir. Mengenang
masa lalu? Tempat yang menyenangkan?
Tiba-tiba berada di terminal ini saja sudah
membuatnya bingung, apalagi bertemu dengan
rang aneh ini.(Hal. 31)
2. Rumah Singgah
"Dan hari-hari berlalu cepat tanpa terasa di
Rumah Singgah" (Hal 89)
3. Rumah Sakit
"Jo menemani Ray menginap di Rumah Sakit."
(Hal. 402)
4. Pantai
"Dengan uang tabungan Ray sebulan terakhir,
mereka mengontrak rumah kecil di dekat
pantai" (Hal. 278)
Waktu
1. Pagi hari
"Pagi ini hari minggu, Ray riang menyiapkan
sarapan."
2. Malam hari
Malam terang. langit bersih tak tersaput awan.
bintang tumpah mengukir angkasa,
membentuk ribuan formasi. Angin malam
membelai rambut. Lembut. Menyenangkan.
Menelisik, bernyanyi di sela-sela kuping.
Gema takbir memenuhi jalanan.
Malam ini karnaval hari raya! (Hal.1)
"Rinai mendesah ke langit-langit malam."
(Hal. 43)
3. Siang hari
Hangat? bukankah seharusnya siang-siang
begini terminal terasa menyesakkan? peluh
mengucur membuat resah? mata merah
terkena debu. Rambut bau terpanggang
teriknya siang. (Hal. 29)
4. Sore hari
Dia sengaja menunggu senja tiba di tepi
pantai. Berjalan setengah jam di pasir yang
lembut. Memandang kaki langit merah. (Hal.
348)
Suasana
- Sepi
"Angin semilir yang lembut justru menikam
perasaan. Sendiri. Sepi." (Hal. 5)
- Ramai
"Bising sekali. Suara klakson mobil
berdengking, sahut-menyahut, Orang berlalu-
lalang." (Hal. 123)
- Ketakutan
"Naluri aneh jahat itu melesat pergi digantikan
oleh kesadaran, ketakutan." (Hal. 123)
1. Alur Pada awal cerita dalam novel ini beralur
mundur (flashback) dan pada akhir cerita
berakhir campuran (maju dan mundur; disaat
cerita berkembang maju, beberapa kali
ditampilkan potongan flashback).
2. Sudut Pandang Sudut pandang dari novel Rembulan
Tenggelam Di Wajahmu adalah orang ketiga
serba tahu, karena Pengarang seolah-olah serba
tahu sehingga dapat mengemukakan segala
tingkah laku, peristiwa, dan pikiran semua
tokoh.

c. Nilai Moral Dalam Novel Rembulan tenggelam di wajahmu


Judul novel : Rembulan Tenggelam di Wajahmu
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : Republika
No Data Jenis Nilai Moral
1. Hampir tiap hari anak itu dipukul penjaga panti. Perlakukan kasar
Baginya bukan pukulan bilah rotan dipantat yang (Sikap dan
menusuk hati, baginya ucapan dari mulut penjaga hubungannya
pantilah yang menyakitkan. Dulu saat dia dituduh dengan masyarakat
merusak tasbih penjaga Panti, dia bahkan sampai dan bangsa)
sakit selama seminggu oleh pecut rotan.
Menggigil kesakitan. Tidak dipedulikan. Sejak
saat itulah rehan bersumpah tidak akan menangis
setiap dipecut lagi.
(Hal. 12)
2. Diar, anak panti asuhan yang sekamar dengannya, Peduli
setengah jam kemudian berbaik hati menyelinap (Sikap dan
ke halaman Panti, berusaha menyerahkan hubungannya
sebungkus roti tawar dan segelas cendol melalui dengan masyarakat)
balik pintu. (Hal. 13)
3. Dan dia mulai menyumpahi penjaga panti sok suci Mementingkan diri
itu. Sok-baik. Sok mulia. Mana pernah bungkusan sendiri / egois
itu dibagikan ke mereka? Sama seperti sumbangan (Sikap dan
dari dermawan lainnya, uang sumbangan itu hubungannya
hilang entah kemana. Dimakan sendiri olehnya. dengan masyarakat)
Dasar maling! Rehan mendesis benci. Penjaga
panti itulah yang sesungguhnya bajingan-penipu.
Bangsat. (Hal. 15)
4. Apa yang orang-orang bilang? Penjaga Panti itu Mimpi yang
sejak lama menyimpan mimpi secara berlebihan. berlebihan
Mimpi yang membuatnya mati-matian (Sikap dan
mengumpulkan uang untuk dirinya sendiri. hubungannya
Penjaga Panti itu mau naik haji. Peduli amat dari dengan diri sendiri)
mana uangnya berasal. (Hal. 15)
5. Rehan mendesis mengkal, setengah terkantuk. Diperlakukan kasar
Sudah sejak lama dia jijik tinggal di Panti itu. dan memaksa bekerja
Buat apa? Setiap hari hanya dipukuli? Dimarahi? (Sikap dan
Setiap hari hanya jadi kuli? Lihatlah, dia dan dua hubungannya
belas anak panti lainnya terpaksa bekerja. Ada dengan masyarakat)
yang jadi asongan di terminal. Tukang semir.
Pengamen. Omong-kosong soal sumbangan. Buat
apa mereka bekerja jika banyak orang yang
memberikan bantuan ke panti? (Hal. 15)
6. Dasar bodoh. Diar bisa saja mengambil jatah lebih Jujur
dari upahnya yang hanya tiga ribu perak perhari (Sikap dan
dari kotak uang ini. Tidak ada yang tahu. Tetapi hubungannya
Diar selalu saja jujur menyerahkan semuanya. denganmasayarakat
(Hal. 22) dan bangsa)
7. Kemarin saja saat dia sibuk bertanya soal Rehan, Tidak banyak ulah
penjaga Panti membentaknya lima menit. Tidak. (Sikap dan
Dia tidak dipukul. Selama ini dia juga tidak hubungannya
pernah dilecut dengan bilah rotan itu. Mungkin dengan masyarakat)
karena tubuhnya yang ringkih, mungkin pula
karena dia selama ini tidak pernah banyak ulah.
Selalu rajin menyetor uang tiga ribu perak.
(Hal. 25)
8. Seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya. Ramah
Seseorang yang sekaligus menegurnya dengan (Sikap dan
ramah. Seseorang yang sama sekali tidak hubungannya
dikenalinya. Sedang tersenyum ramah amat dengan masyarakat)
hangat. (Hal. 29)
9. Diar lagi-lagi seperti lazimnya berbaik hati Peduli atau baik hati
sembunyi-sembunyi menyerahkan bungkusan (Sikap dan
koko dan sarung baru jatahnya, tapi Rehan hubungannya
menatap galak. Mengusir Diar jauh-jauh. dengan masyarakat)
(Hal. 33)
10. Berbeda dengan anak-anak Panti lainnya yang Pembrontak dan
tumbuh tertekan, Rehan tumbuh melawan. Tangguh
Kepintarannya menjelma menjadi sebuah (Sikap dan
perlawanan paling logis. Dia sering membantah hubungannya
perintah penjaga. Bertanya banyak hal. dengan diri sendiri)
Menyudutkan. Berbantah-bantah. Penjaga Panti
yang tidak suka melihat anak-anak banyak bicara
langsung membungkamnya dengan pecutan bilah
rotan. Semakin banyak pecut rotan mendera
tubuhnya, Rehan tumbuh semakin berbeda. (Hal.
35)
11. Apa yang sudah dibilang, Rehan cerdas, dengan Cerdas
cepat meski hanya berdasarkan kertas-kertas dan (Sikap dan
potongan cerita di koran itu kepalanya mendadak hubungannya
merangkaikan penjelasan. (Hal. 37) dengan diri sendiri)
12. Rehan sejak mengetahui sepotong cerita masa Mencuri dan berjudi
lalunya itu. Fakta itu tidak berguna. Apa dengan (Sikap dan
tahu dia lantas merasa berbeda dari anak-anak hubungannya
Panti lain? Lebih baik dari mereka? Bukan anak dengan diri sendiri)
bangsat? Tidak penting, tidak ada gunanya.
Pongah Rehan semakin menjadi-jadi. Dia semakin
berani mencuri barang-barang. Menjualnya
kepenadah. Menggunakan uangnya untuk
bermain-main. Memuaskan diri. Dan tentu saja
semakin suka berjudi. (Hal. 38)
13. Maka dimulailah kehidupan baru itu. Tentu bukan Perbuatan buruk,
kehidupan baru seperti yang dibayangkannya tiga Mencopet dan
hari lalu, melainkan kehidupan jalanan. Awalnya mencuri
Rehan hanya memaksa anak-anak penjaja koran di (Sikap dan
terminal menyerahkan uang. Anak-anak pedagang hubungannya
minuman dingin. Kemudian mulai belajar dengan masyarakat /
mencopet angkutan umum, masih kecil-kecilan. orang lain)
Naik lagi sedikit, mulai berani mencuri di ruko-
ruko terminal. Barang apa-saja, sepanjang bisa
dijual dan menyumpal perutnya yang kosong.
(Hal. 53)
14. Hari itu Rehan akhirnya memaksakan diri mampir Mengambil hak orang
ke toilet terminal. Terdesak. Perutnya lapar. Di lain
kotak toilet itu biasanya ada uang cukup banyak. (Sikap dan
Kesanalah Rehan pergi. Mengambil paksa uang hubungannya
dalam kotak toilet yang dijaga Diar. (Hal. 54) dengan masyarakat /
orang lain)
15. “Ray, tidak ada kehidupan di dunia yang sia- Tidak ada kehidupan
sia…” Orang dengan wajah menyenangkan itu di dunia yang sia-sia
menyentuh lembut bahu pasien yang berdiri di (Sikap dan
sebelahnya. (Hal. 55) hubungannya
dengan diri sendiri)
16. “Bagi manusia, hidup ini juga sebab-akibat, Ray. Ada sebab-akibat
Bedanya, bagi manusia sebab-akibat itu kehidupan
membentuk peta dengan ukuran raksasa. (Sikap dan
Kehidupanmu menyebabkan perubahan garis hubungannya
kehidupan orang lain, kehidupan orang lain dengan diri sendiri)
mengakibatkan perubahan garis kehidupan orang
lainnya lagi, kemudian entah pada siklus yang
keberapa, kembali lagi ke garis kehidupanmu…
saling mempengaruhi, saling berinteraksi… “
(Hal. 57)
17. “Malam itu, kehabisan akal, tauke ruko Tidak hati-hati
membisikkan perintah. Kau mabuk oleh (Sikap dan
kemenangan, maka kau tidak hati-hati. Kau mau hubungannya
saja disuguhi minuman keras. Berjudi sambul dengan diri sendiri)
tertawa-tawa. Lantas pulang dengan uang
sekantong plastik sambil mabuk. Kau gaya sekali
menghamburkan uang di dalam ruko. Tidak peduli
dengki mengundang bala… dan itulah yang
terjadi, bukan? Tiba di jalanan sepi, tiga orang
menyergapmu.” (Hal. 64)
18. “Kita hanya bisa berdoa.” Dokter yang sedang Berserah kepada
memeriksa Diar menggeleng pelan. Menghela Tuhan
napas. (Hal. 65) (Sikap dan
hubungannya
dengan Tuhan)
19. Penjaga panti itu menunggui Diar dan Rehan dari Berempati
pagi hingga malam, dan dari malam hingga pagi (Sikap dan
lagi. Dia tidak mengerti mengapa dia melakukan hubungannya
itu. Memandang wajah-wajah mereka. Entah dengan orang lain/
bagaimana datangnya, perasaan itu memenuhi hati masyarakat)
kecilnya. Muncul begitu saja…(Hal. 66)
20. “…Kau benar saat Penjaga Panti itu sok-suci, sok- Munafik
alim. Penjaga panti itu adalah bentuk nyata dari (Sikap dan
kemunafikan kasat mata. Dia memasang wajah hubungannya
seolah-olah mencintai anak-anak ke dermawan, dengan orang lain/
tapi dia sesungguhnya membenci anak-anak yang masyarakat)
harus diasuhnya, dia justru merasa terjebak oleh
pekerjaan itu…” (Hal.68)
21. “Keluarganya mendidik dan mengajarinya sejak Keagamaan
kecil bahwa orang-orang terhormat adalah orang (Sikap dan
yang memiliki sebutan haji di depan nama. Maka hubungannya
itulah mimpinya, pulang memakai kopiah haji dengan Tuhan)
berwarna putih…” (Hal. 68)
22. “Malam itu…” Diar terbatuk, berjuang Rela berkorban
melanjutkan pengakuan, “Saat Bapak memegang (Sikap dan
pecut rotan. Saat Bapak membentakku. Saat hubungannya
Bapak ingin memukulku. Rehan maju ke depan. dengan orang lain/
Rehan maju… Dia bilang… Dia bilang, dialah masyarakat)
yang merusak tasbih itu. Dia… dia mengakui
sesuatu yang tidak pernah dilakukannya…” (Hal.
72)
23. Apa yang dikatakan Diar tadi, untuk terakhir Pemaaf
kalinya. Anak kecil ringkih itu meminta maaf. (Sikap dan
Anak kecil itu bilang dia sudah melakukan hubungannya
banyak kebaikan. Penjaga panti itu tergugu. (Hal. dengan orang lain/
76) masyarakat)
24. “Terlepas dari buat siapa uang tersebut, Ada sebab-akibat
sayangnya, tidak semua orang beruntung dalam kehidupan
mengetahui apa sebab-akibat dari setiap kejadian (Sikap dan
yang dihadapinya seperti kau sekarang… Tidak hubungannya
banyak yang tahu apa sebab-akibat dari setiap dengan Tuhan)
keputusan hidup yang akan diambilnya. Apa
sebab-akibat dari kehidupannya yang mungkin dia
pikir selama ini biasa-biasa saja, tidak berguna,
atau menyakitkan malah.” (Hal. 79)
25. “Seseorang yang memahami siklus sebab-akibat Berbuat kebaikan
itu, seseorang yang tahu bahwa kebaikan bisa (Sikap dan
merubah siklusnya, maka dia akan selalu mengisi hubungannya
kehidupannya dengan perbuatan baik. Mungkin dengan diri sendiri)
semua apa yang dilakukannya terlihat sia-sia,
mungkin apa yang dilakukannya terlihat tidak ada
harganya bagi orang lain, tapi dia tetap
mengisinya sebaik mungkin.” (Hal. 83)
26. “Ray, kecil-besar nilai sebuah perbuatan langit Berbuat kebaikan
yang menentukan, kecil-besar pengaruhnya bagi (Sikap dan
orang, langit juga yang menentukan. Bukan hubungannya
berdasarkan ukuran manusia yang amat dengan diri sendiri)
keterlaluan mencintai dunia ini.” Orang dengan
wajah menyenangkan itu menghela napas. (Hal.
83)
27. Bang Ape hanya sibuk mengingatkan soal masa Memotivasi orang lain
depan. Mereka selalu mengingatkan untuk (Sikap dan
menyadari masa depan ditentukan oleh mereka hubungannya
sendiri, bantuan orang lain ada batasnya. (Hal. 91) dengan masyarakat
dan bangsa)
28. Di rumah itu, Ray bisa merasakan bagaimana Kekeluargaan
rasanya memiliki keluarga untuk pertama kalinya. (Sikap dan
Tidak ada sebutan adek-kakak, tapi Ray bisa hubungannya
merasakan betapa menyenangkan menjalani dengan masyarakat
kehidupan bersama mereka. (Hal. 96) dan bangsa)
29. Malam itu saat Bang Ape mengatakan kalimat Kekeluargaan
tersebut, kemudian menambahkannya dengan (Sikap dan
kalimat: “Kalian akan tetap menjadi saudara di hubungannya
mana pun berada, kalian sungguh akan tetap dengan masyarakat
menjadi saudara. Tidak ada yang pergi dari hati. dan bangsa)
Tidak ada yang hilang dari kenangan. Kalian
sungguh akan tetap menjadi saudara.”
Kesembilan anak-anak Rumah Singgah menangis,
berpelukan. Dito terisak panjang. Bang Ape
mengusap rambutnya, berbisik menenangkan.
(Hal. 97)
30. Maka watak Ray yang “solider” muncul tak Solider
tertahankan. Sama seperti di panti dulu, ketika (Sikap dan
Ray tanpa disadarinya selalu melindungi Diar dan hubungannya
anak-anak lainnya dari perlakuan penjaga Panti, dengan masyarakat
maka di Rumah Singgah itu, Ray memutuskan dan bangsa)
akan membela mereka dari siapa saja yang berbuat
tidak menyenangkan. Dia bersumpah. (Hal. 98)
31. Natan tipikal pekerja yang baik. Semua anak di Pekerja keras
Rumah Singgah itu tipikal pekerja yang baik. (bersungguh-sungguh)
Bersungguh-sungguh. Bang Ape selalu mengajari (Sikap dan
mereka soal itu. (Hal. 99) hubungannya
dengan diri sendiri)
32. Bang Ape menghela napas, “Masalahnya bukan Berpikir sebelum
soal layak atau tidak, Ray. Bukan soal siapa yang bertindak
memulai duluan, bukan soal itu. Bisakah kau (Sikap dan
memahami sesuatu yang amat sederhana? Tidak hubungannya
ada cara buruk untuk berbuat baik. Cara kau dengan diri sendiri)
membalas kelakuan meraka terhadap Ilham sama
persis seperti kelakuan mereka. Brutal. Kalu sudah
begitu, apa bedanya kau dengan mereka?”
(Hal. 110)
33. “Kau berbeda dengan mereka Ray. Kalian berbeda Bertanggung jawab
dengan anak jalanan. Aku tidak membangun (Sikap dan
Rumah Singgah untuk menjadikan kalian preman. hubungannya
Aku ingin kalian berpendidikan, memiliki dengan masyarakat
kebanggan atas hidup, bertanggung-jawab. Suatu dan bangsa)
saat kau akan mengerti, terkadang pukulan tidak
mesti dibalas pukulan. Luka tidak mesti dibalas
luka. (Hal. 110)
34. “Tahukah kau, kita bisa menukar banyak hal Pemahaman dan
menyakitkan yang dilakukan orang lain dengan penerimaan atas
sesuatu yang lebih hakiki, lebih abadi… rasa sakit permasalahan
yang timbul karena perbuatan aniaya dan (Sikap dan
menyakitkan dari orang lain itu sementara, Ray. hubungannya
Pemahaman dan penerimaan tulus dari kejadian dengan diri sendiri)
menyakitkan itulah yang abadi…” (Hal. 110)
35. “…Kalian anak-anak yang tahu menyikapi Menyikapi persoalan
persoalan dengan baik. Setidaknya aku berharap dengan baik (Sikap
kalian akan seperti itu saat kelak, menyadari dan hubungannya
bahwa tidak semua persoalan hanya bisa dengan diri sendiri)
diselesaikan dengan menyalahkan, lantas
membalas.” (Hal. 110-111)
36. “Berapa kali harus kubilang, aku tidak pernah Pemahaman atas
mendirikan Rumah Singgah untuk menjadikan pemecahan masalah
kalian anak-anak berandalan. Anak-anak yang (Sikap dan
suka berkelahi. Aku mendirikan Rimah Singgah hubungannya
itu karena ingin melihat kalian tumbuh menjadi dengan diri sendiri)
anak-anak yang berbeda. Yang mengerti ada
banyak pemecahan masalah baik untuk setiap
urusan. Yang memahami terkadang sebuah
penerimaan yang akan memberikan hikmah yang
luar-biasa. Yang selalu yakin, kalau semua orang
berpikiran itu bisa dibenarkan, bukan berarti itu
menjadi bisa dibenarkan. Kalian tetap meyakini
kalau itu sesungguhnya keliru karena kalian tahu
itu keliru.” Bang Ape berkata dengan intonasi
bertenaganya, terdengar amat kecewa. (Hal. 125)
37. Orang-orang hanya menonton. Tinju-tinju Tidak menolong orang
menghajar wajah dan tubuh. Orang-orang hanya lain (Sikap dan
menonton. Natan mengaduh, berteriak minta hubungannya
tolong. Orang-orang hanya menonton. Sungguh dengan masyarakat
hidup tak ada bedanya dengan hutan rimba. Siapa dan bangsa)
kuat, dia berkuasa. Urusan masing-masing, tak ada
nurani tergerakkan untuk membantu. (Hal. 132)
38. "Bang Ape keliru, kau tidak pernah kembali. Terlalu cepat
Sepanjang tahun Bang Ape dan anak-anak mengambil
berusaha mencari jejakmu. Jadi siapa yang kesimpulan.
menyuruhmu pergi? Jiwa muda serba (Sikap dan
tanggungmu-lah yang terlalu cepat mengambil hubungannya
kesimpulan. terlalu cepat menyalahkan orang. dengan diri sendiri)
Oude dan Ouda bahkan jahil membuat
pengumuman di sepotong kertas, DI CARI!
HIDUP ATAU MATI!" (Hal. 169)
39. “Sepuluh tahun kemudian, saat Ilham sudah Kerendahan hati
benar-benar siap, kesempatan baiknya baru (Sikap dan
datang. Kau tidak tahu memang, karena Ilham hubungannya
selama sepuluh tahun itu selain belajar bagamana dengan diri sendiri)
membuat lukisan yang lebih baik, juga tentang
kerendahan hati. Ilham memutuskan untuk tidak
menuliskan nama di setiap lukisannya. (Hal. 170)
40. “Ray, kehidupan ini selalu adil. Keadilan langit Keras kepala
mengambil berbagai bentuk. Meski semua bentuk (Sikap dan
itu kita kenali, tapi apakah dengan tidak hubungannya
mengenalinya kita bisa berani bilang Tuhan tidak dengan diri sendiri)
adil? Hidup tidak adil? Ah, urusan ini terlanjur
sulit bagimu, karena kau selalu keras kepala.”
(Hal. 172)
42. Dan soal kalimat partner setara itu, Plee lebih dari Kesetiaan
serius. "Aku hanya sekali kehilangan partner (Sikap dan
dalam urusan ini, Ray. Seumur hidup aku hubungannya
menyesalinya. Tidak ada yang lain. Apa pun yang dengan masyarakat
terjadi besok, kita akan menjalaninya bersama. dan bangsa)
Tidak ada yang tertinggal. Tapi andaikata salah
seorang dari kita tertangkap, maka tidak ada juga
yang akan mengkhianati satu sama lain. Tutup
mulut, mengaku melakukannya sendirian..." Itu
kalimat-kalimat menusuk Plee dua malam
sebelum eksekusi. Plee menatap tajam Ray. (Hal.
175)
41. Kesetiaan, Jangan tanya Plee tentang kesetiaan. Kesetiaan
Malam terakhir sebelum eksekusi, di tengah- (Sikap dan
tengah hujan deras, di atas tower air, Plee hubungannya
menggenggam bahu Ray kencang-kencang, dengan masyarakat
"Besok malam kita akan kaya, Ray. Kaya dan bangsa)
bersama-sama, tidak ada yang meninggalkan yang
lain." Berteriak mengulang kalimat-kalimat
sebelumnya. (Hal. 175)
42. "Plee menembak pahanya sendiri. Lantas tertatih Rela berkorban
mengnci kembal pintu kamar itu, turun dari lantai (Sikap dan
dua, keluar dari rumah dengan kedua-tangan hubungannya
terangkat. Plee memutuskan menyerahkan dirinya. dengan masyarakat
Berharap dengan demikin dia bisa melindungi dan bangsa)
kau, Ray." (Hal. 198-199)
43. "Apakah hidup ini adil, Ray? Entahlah. Aku juga Berperasangka buruk
pernah sekali-dua bertanya kepada Tuhan. Padahal (Sikap dan
kau tahu, aku memiliki kesempatan untuk melihat hubungannya
wajah keadilan yang tidak kasat-mata. Ah, sayang dengan Tuhan)
kita selalu menurutkan perasaan dalam urusan ini.
Kita selalu berprasangka buruk. Kita membiarkan
hati yang mengambil alih, menduga-duga.. Tidak
puas menduga-duga, kita membiarkan hati mulai
menyalahkan. Mengutuk semuanya. Kemudian
tega sekali, menjadikan kesalahan orang lain
sebagai pembenaran atas tingkah laku keliru kita.
(Hal.200)
44. "Waktu itu kau seting bertanya mengapa Tuhan Berperasangka baik
memudahkan jalan bagi orang-orang jahat? (Sikap dan
Mengapa Tuhan justru mengambil kebahagiaan hubungannya
dari orang-orang baik? Itulah bentuk keadilan dengan Tuhan)
langit yang tidak akan pernah kita pahami secara
sempurna. Beribu wajahnya. Berjuta bentuknya.
Hanya satu cara untuk berkenalan dengan bentuk-
bentuk itu. Selalulah berprasangka baik. Aku tahu
kata-kata ini tetap saja sulit dimengerti. Aku
sederhanakan bagimu, Ray, maksudnya adalah
selalulah berharap sedikit. Ya, berharap Sedikit,
memberi banyak. Maka kau akan siap menerima
segala bentuk keadilan Tuhan." (Hal. 201)
45. “Tetapi kau punya pilihan lain, Ray. Kau bisa Penerimaan atas
memilih Apa yang dibilang Bang Ape waktu lain? kejadian menyakitkan
Kita bisa menukar banyak hal menyakitkan yang (Sikap dan
dilakukan orang lain dengan sesuatu yang lebih hubungannya
hakiki, lebih abadi. Rasa sakit yang timbul karena dengan diri sendiri)
perbuatan aniaya dan menyakitkan itu sementara.
Pemahaman dan penerimaan tulus dari kejadian
menyakitkan itulah yang abadi. Benar, kau bisa
memilih untuk menerimanya.” (Hal. 212)
46. “Kejadian buruk itu datang sesuai takdir langit. Berbagi
Hanya ada satu hal yang bisa mencegahnya. Satu (Sikap dan
hal, sama seperti siklus sebab-akibat sebelumnya, hubungannya
yaitu: berbagi. Ya, berbagi apa saja dengan orang dengan masyarakat
lain. Tidak. Sebenarnya berbagi tidak bisa dan bangsa)
mencengahnya secara langsung, tapi dengan
berbagi tidak bisa mencengah langsung, tapi
dengan berbagi kau akan membuat hatimu damai.
Hanya orang-orang dengan hati damailah yang
bisa menerima kejadian buruk dengan lega.
Sayangnya, apa mau dikata, selama ini kau tidak
pernah berdamai dengan hatimu.”(Hal. 213)
47. Tidak ada syarat keahlian menjadi pekerja Semangat belajar
bangunan. Dia tidak tahu cara mengaduk semen (Sikap dan
yang benar, tapi dia belajar dengan cepat. Dia hubungannya
tidak mengerti bagaimana menyusun batubata dengan diri sendiri)
yang baik, tapi dia pemerhati yang cakap.
Semuanya dipelajari otodidak. (Hal. 234)
48. Tiga bulan berlalu, ray mendapatkan promosi Pemimpin yang baik
pertamanya: mandor junior. Membawahi 24 buruh (Sikap dan
kasar lainnya. Dan Ray menjadi pemimpin yang hubungannya
baik, disukai pekerja-pekerja. Dia tipikal dengan masyarakat
pemimpin yang tidak banyak bicara, tidak banyak dan bangsa)
menyuruh, ringan tangan membantu, meski keras,
disiplin, dan terkesan misterius. Ray mulai
menikmati rutinitas barunya. Semua ini
menyenangkan. Lebih dari yang dia harapkan.
(Hal. 234-235)
49 Ray menelan ludah. Mengusap rambut panjangnya Berani mencoba
yang sebelum berangkat disisir rapih sepuluh kali (Sikap dan
itu. Dia harus mencoba, bisik separuh hati Ray. hubungannya
Apa salahnya? Setidaknya dia sudah pernah dengan diri sendiri)
mengajaknya. Ray meremas jemarinya. (Hal. 260)
50. Umurnya 27, Ray bersiap membuka lembaran Bertanggung jawab
baru hidupnya. Berkeluarga. Dia memenuhi semua (Sikap dan
syarat untuk membina keluarga yang baik. Ray hubungannya
mencintai istrinya, teramat malah. Istrinya juga dengan keluarga)
amat mencintai. Pekerjaannya di konstruksi
bangunan mencukupi dan dia pembelajar yang
baik. Ray bisa belajar yang baik bagaimana
membuat keluarga mereka menjadi keluarga yang
menyenangkan. (Hal. 278)
51. Mereka sepakat menjual rumah besar itu. Pindah. Rasa kasih sayang
Dengan uang tabungan Ray setahun terakhir, (Sikap dan
mereka mengontrak rumah kecil di dekat pantai. hubungannya
Tempat baru yang mnyenangkan. Setiap pagi Ray dengan keluarga)
dan istrinya bisa berdiri di teras rumah,
berpelukan, menatap matahari terbit yang indah.
Membisikan kalimat-kalimat mesra. Melupakan
masa lalu yang menyakitkan. Melupakan masa-
masa gelap, termasuk masa gelap Ray sendiri.
Hanya ada dua orang yang mengetahui persis
kejadian di lantai 40 itu. Satu orang sudah
meninggal di tiang gantungan. Satu orang lagi
tersenyum, memeluknya saat pertama kali
mendengar cerita itu, beberapa malam setelah
mereka menghuni rumah baru tepi pantai. (Hal.
278)
52. “Tidak sayang. Masa lalu itu sudah berlalu. Tidak Tidak ada penyesalan
boleh ada lagi penyesalan. Bukankah kau masa lalu
mengatakan kalimat itu kepadaku berbulan-bulan (Sikap dan
lalu,” Istrinya menatap wajah Ray. hubungannya
(Hal. 279) dengan diri sendiri)
53. “Aku baik-baik saja, ceroboh. Aku senang Berjiwa besar
mendengarnya. Amat senang. Tetapi aku tidak (Sikap dan
membutuhkan itu, Yang. Rumah besar, mobil, hubungannya
berlian, pakaian yang indah. Bagiku kau ikhlas dengan keluarga)
dengan semua yang kulalkukan untukmu. Ridho
atas perlakuanku padamu. Itu sudah cukup.” (Hal.
281)
54. Istrinya tertawa kecil, membantu melepaskan dasi. Berbakti kepada
Ray menatap wajah mengantuk itu. Dia seminggu suami
lalu berkali-kali bilang tidak usah setiap malam (Sikap dan
meungguinya pulang, tapi istrinya selalu berkata, hubungannya
“Aku kan harus memeriksa kau setiap pulang, dengan keluarga)
ceroboh. Siapa tahu ada bekas gincu, catatan
nomor telepon, sisa-sisa penghianatan.” Dengan
wajah yang menyambut. (Hal. 286)
55. “Kau sudah makan malam?” istrinya bertanya Menghargai
mesra. (Sikap dan
Ray menggeleng. Sebenarnya sudah. Tapi hubungannya
seminggu lalu, saat malam-malam, ditanya hal dengan keluarga)
serupa dan dia mengangguk, istrinya menunduk
kecewa. Ray merasa amat bersalah. Makanya
sejak malam itu sekenyang apa pun dia pulang
dari lokasi konstruksi bandara, Ray memaksakan
diri makan malam bersama istrinya. (Hal. 287)
56. “Aku ingin kau selalu merasa senang kepadaku. Berjiwa besar
Merasa ikhlas…” istrinya tersengal, “Aku bahagia (Sikap dan
sekali dengan semua kehidupan kita. Semua janji- hubungannya
janji manis yang kau berikan… Anak-anak, kita dengan keluarga)
akan membesarkan anak-anak kita yang jauh lebih
beru ntung… anak-anak yang akan memiliki
orang tua.” Istrinya semakin tersengal. (Hal. 306)
57. Ray menggeleng. Tidak. Dia tidak akan pergi Setia
kemana-mana. Dia ingin istrinya saat pertama kali (Sikap dan
siuman, wajah pertama yang dilihatnya adalah hubungannya
wajah dia. Semua ini menyedihkan. Semua ini dengan keluarga)
amat menyakitkan. Dia ingin mendekap istrinya
saat istrinya tahu untuk pertama kalinya kalau
mereka baru saja kehilangan permata mereka.
(Hal. 308)
58. Ray m-e-n-g-a-n-g-g-u-k pelan. Sungguh. Ya Keridhoan
Tuhan, dia sungguh ridha dengan apa yang (Sikap dan
dilakukan istrinya selama ini. Sungguh ikhlas atas hubungannya
semua perlakuan istrinya. Dan anggukan itu dengan keluarga)
"mahal" sekali harganya. Anggukan itu mengantar
semuanya. (Hal. 310)
59. "Seseorang yang memiliki tujuan hidup, maka Memiliki tujuan hidup
baginya tidak akan ada pertanyaan tentang kenapa (Sikap dan
Tuhan selalu mengambil sesuatu yang hubungannya
menyenangkan darinya, kenapa dia harus dengan diri sendiri)
dilemparkan lagi ke kesedihan. Baginya semua
proses yang dialami, menyakitkan atau
menyenangkan semuanya untuk menjemput tujuan
itu. Dan dia bertekad menjemput akhir sambil
tersenyum, seperti istrimu. Ia meninggal dengan
penghujung yang baik. Hanya inilah satu-satunya
penjelasan bagimu, dari sisi yang ditinggalkan."
Orang dengan wajah menyenangkan itu menghela
napas pelan. Terdiam. (Hal. 318)
60. Hari ini Ray memutuskan pergi. Pergi menjauh. Tidak larut dalam
Dia tidak kuasa berada di rumah lereng pebukitan. kesedihan
Setiap kali berada di sana, semua kenangan itu (Sikap dan
kembali mengungkung kepala. Jangankan hubungannya
menatap rajutan pakaian bayi itu, hanya menatap dengan diri sendiri)
halaman rumah, Ray seolah-olah bisa melihat
mereka berdua saling menggelitik. Tertawa. (Hal.
321-322)
61. Ray melipat surat itu. Tanpa merasa perlu Melanggar privasi
berterimakasih, beranjak keluar dari halaman orang lain/ kesopanan
rumah. Ibu-ibu itu terdiam. Masih kebas dengan (Sikap dan
perasaan bersalahnya (tanpa izin membaca surat hubungannya
yang tidak pernah dimengerti apa maksudnya). dengan masyarakat
Ray menatap langit jingga. Dia tahu persis apa dan bangsa)
maksud surat itu. A-p-a-k-a-h? (Hal.326)
62. Pertemuan dengan relasi bisnis Ibukota itu Kepercayaan
menghadirkan Jo dan puluhan mantan pekerja (Sikap dan
lamanya. Ray membutuhkan kepala mandor. Jo hubungannya
pilihan terbaik. Anak itu yang bisa dipercayainya. dengan masyarakat
‘Kenapa aku menginginkan kau yang dan bangsa)
mengeksekusinya Ray? Kau berbakat itu salah
satu alasannya, tapi di atas segalanya, yang
terpenting adalah kau bisa kupercaya.’ Itu kata
Plee dulu. (Hal. 329)
63. Tidak ada yang melebihi Ray dalam urusan Rendah hati dan
menjadi Kepala mandor. Dan sekarang tidak ada bersahaja
yang melebihi Ray dalam urusan menjadi pemilik (Sikap dan
gedung. Ray memutuskan tinggal bersama hubungannya
pekerjanya. Dia memodifikasi lantai dua menjadi dengan masyarakat
kamar-kamar petak. Sama seperti di lokasi dan bangsa)
konstruksi lainnya, tapi jelas berbeda di dalamnya.
Ray tahu persis mengurus pekerja. Semakin baik
motivasi mereka, maka semakin baik
produktivitas dan kualitas kerja mereka. Di setiap
bedeng disediakan kasur dan perlengkapan
memadai lainnya. Tidak mewah., tapi cukup.
(Hal. 329)
64. Dan hebatnya Ray tinggal bersama mereka. Lagi- Tegas
lagi membuat terperangah relasi bisnis Ibukota- (Sikap dan
nya. Ray berkata dengan tatapan mata tajam, hubungannya
tersinggung atas kalimat keberatannya, "Aku ingin dengan masyarakat
seluruh unit apartemen ini terjual sebelum dan bangsa)
topping. Kau urus saja soal itu. Urusan konstruksi
serahkan padaku." Relasi bisnisnya menelan
ludah, mengangguk. Tidak berkomentar lagi soal
layak-tidak-layak, lazim-tidak-lazim. (Hal. 330)
65. Jo amat dekat dengan Ray. Tahu semua urusan Setia
Ray, termasuk tentang istrinya. Jo mengerti dalam (Sikap dan
banyak hal dia tidak sepantasnya mencampuri hubungannya
urusan Ray, si pemilik gedung. Dia tidak layak. dengan masyarakat
Beda kelas. Tetapi Jo teman yang baik. (Hal. 332) dan bangsa)
66. "Tidak masalah. Kau benar, seharusnya urusan ini Setia
sudah lama dilupakan. Lazimnya orang-orang (Sikap dan
akan menemukan pasangan baru. Menemukan hubungannya
gadis lain. Ah-tapi bagiku tidak, Jo. Hidup hanya dengan keluarga)
sekali, mati sekali, maka jatuh cinta juga hanya
sekali. Ia sudah pergi membawa sepotong hati-ku.
Mengubur seluruh perasaan itu." (Hal. 332)
67. Sejak memutuskan untuk membatukan diri, dia Cakap
selalu merasa haus dengan kesibukan. Ray (Sikap dan
memiliki kemampuan besar untuk membuat orang hubungannya
setia hingga mati kepadanya. Dengan kemampuan dengan diri sendiri)
itu dengan mudah dia bisa meninggalkan banyak
proyek di tangan orang-orang kepercayaan,
sementara dia satu-persatu memulai proyek besar
lainnya. (Hal. 333)
68. Reputasinya mulai terbentuk. Reputasi yang hebat. Tangguh dan berani
Untuk proyek properti kelas menengah, tidak ada mengambil resiko
pemilik modal dan rekanan yang tidak mengenal (Sikap dan
Ray. Pemuda usia 37 tahun, dengan tatapan mata hubungannya
tajam, ekspresi muka dan intonasi suara dengan diri sendiri)
mengendalikan. Pemuda yang amat berani
berhitung risiko. Memutuskan segala sesuatu
hanya sekejap setelah memikirkannya. (Hal. 334)
69. Inilah yang mengerikan dari sosok Ray yang baru. Tangguh
Dia benar-benar membatukan dirinya. Ray (Sikap dan
memang tahu batas-batas baik dan buruk dalam hubungannya
bisnis. Apalagi kenangan masa lalunya tentang dengan diri sendiri)
kebakaran disengaja itu. Dia sejauh ini bisa
mencegah dirinya untuk menghalalkan segala cara
mengorbankan orang-orang kecil. Tetapi Ray
tidak peduli kalau itu harus mengorbankan taipan-
taipan kaya. Dia licin bagai belut. Licik bagai
musang. Dalam berbagai pertemuan bisnis,
bertemu dengan pemuda itu bisa amat berbahaya,
tak pandai mengendalikannya, maka bagai ular
berbisa pemuda itu menggigit dari balik selimut.
Mengambil-alih semuanya. (Hal. 334)
70. "Kalau satu tahun sejak kau menandatangani Gigih
kesepakatan pinjaman proyek ini tidak memenuhi (Sikap dan
harapan seperti dalam proposal yang kuberikan hubungannya
padamu. Maka persis satu tahun dari sekarang. Di dengan diri sendiri)
jam yang sama, menit yang sama, detik yang
sama, aku akan loncat dari jendela ini. Kau dengar
itu Mister Liem, aku bersumpah akan loncat dari
jendela ruangan kerja milikmu yang amat mewah
ini." Ray tersenyum 'mencengkeram.” Hal. 337
71. Ray menatap datar. Tersenyum. Menyentuh bahu Setia kawan
Jo penuh penghargaan. Lantas melangkah menuju (Sikap dan
loket check-in. Kemampuan mengendalikan itu hubungannya
dalam beberapa kasus memang berlebihan. Bagi dengan masyarakat
Jo, mati-pun dia bersedia demi Ray. Sosok yang dan bangsa)
amat dihormatinya. Bayangkan, Mas Rae-nya
jelas memiliki seluruh gedung-gedung yang
dibangunnya, tapi semalam, Mas Rae-nya masih
menyempatkan diri memetik gitar bersama
pekerjanya. (Hal. 339)
72. Maka Jo mulai melapor. Kalimat pendek-pendek. Peduli terhadap
Kalau Ray berkata laporan, berarti itu tentang sesama
kabar pekerja pekerja mereka. Siapa saja yang (Sikap dan
istrinva baru melahirkan. Siapa saja yang sakit dan hubungannya
dirawat. Siapa saja yang mendapatkan kabar baik. dengan masyarakat
Kabar buruk. Dan sebagainya. lo ingat sekali, dan bangsa)
tukang aduk semen lantai dua, salah satu dari
ribuan pekerja gedung, menangis tergugu di
rumah kontrakannya saat malam-malam Ray
sendiri yang datang mengantarkan kotak hadiah.
Pekerja itu berlutut mencium hutut Ray Gemetar
menggendong bayi perempuannya yang baru lahir,
bergetar haru menunjukkannya, lantas berkata
serak, "Kalau Bapak berkenan... kalau Bapak
berkenan, bolehkah kunamakan Fitri." (Hal. 343-
344)
73. "Kita sepatutnya tidak membicarakan pekerjaan, Ramah
bukan? Nanti istriku terlanjur protes." Koh Cheu (Sikap dan
terkekeh. Yang disebut-sebut sudah melangkah hubungannya
mendekat. Tersenyum lebar. Ray ikut tersenyum. dengan masyarakat
Memeluknya. Dulu istrinya amat dekat dengan dan bangsa)
istri Koh Cheu. Apa salahnya dia menyambut
hangat. (Hal.350)
74. Ray menelan ludah. Menatap wajah kecewa itu. Menghargai
Apa salahnya? Gadis ini pasti sengaja memakai (Sikap dan
pakaian yang berbeda untuk membuat hubungannya
kehadirannya lebih nyaman. Apa pun tujuannya, dengan masyarakat
gadis ini sudah berbuat baik. Baiklah. Lima menit. dan bangsa)
Ray menjulurkan tangan. (Hal 352)
75. "Anak muda seperti kalian memang hebat. Tidak Tidak mengenal rasa
mengenal rasa takut akan resiko. Bahkan takut
ketakutan terbesar kalian justru perasaan takut atas (Sikap dan
ketakutan itu sendiri, bukan?" Koh Cheu terkekeh. hubungannya
(Hal. 356) dengan diri sendiri)
76. Ray ikut tertawa. Mengajak taipan itu berkeliling. Menghargai
Melihat seluruh ruangan. Melihat keramaian di (Sikap dan
bawah. Ray memang tidak akan pernah mengajak hubungannya
Koh Cheu bergabung dalam konsorsium miliknya. dengan masyarakat
Taipan itu terlalu baik. Dia tidak akan pernah bisa dan bangsa )
duduk satu meja, menggunakan tatapan
mengendalikan, lantas setelah kepentingannya
tercapai menendangnya jauh-jauh. Koh Cheu dan
istrinya amat baik, terutama kepada istrinya. Itulah
kenapa selama ini, Ray tidak pernah mengajaknya.
Koh Cheu juga paham situasi itu. Tahu Ray
sungkan. Kabar burung yang didengarnya bukan
omong-kosong, meskipun dia percaya Ray hanya
menyingkirkan taipan-taipan licik. (Hal. 357)
77. Koh Cheu tertawa kecil, "Ia bosan dengan bisnis Semangat belajar
kecil di kota timur. la bilang ingin belajar bisnis (Sikap dan
yang jauh lebih menantang. Jauh lebih, bagaimana hubungannya
kalian menyebutnya, Vin? Ah-ya, jauh lebih gila. dengan diri sendiri)
Aku punya banyak kenalan, Ray, tapi soal urusan
mempercayakan cucuku satu-satunya, tidak ada
pilihan selain kau. Lagipula Vin memang ingin
belajar langsung dengan kau. Apa yang kau bilang
kemarin di rumah, Vin? Ah-ya ia ingin belajar
menatap dengan tatapan tajam itu." (Hal. 358)
78. Petugas berseragam yang berjaga di bianglala Peduli terhadap
terpaku ketika Ray menegurmya, "Bagaimana sesama
istrimu? Sudah pulang dari rumah sakit Petugas (Sikap dan
itu menelan ludah. Bagaimana Ray tahu? Seketika hubungannya
terharu. Menyeka ujung-ujung matanya. (Hal. dengan masyarakat
366) dan bangsa)

79. "Oo, itu Jo yang tahu persis. Pelajaran untuk Vin Peduli terhadap
yang ke-berapa? Delapan belas? Ya, delapan sesama
belas. Detail seperti itu penting. Vin bisa membuat (Sikap dan
orang lain bekerja tanpa henti hanya dengan hal- hubungannya
hal sepele seperti itu. Catat itu." Ray tertawa. dengan masyarakat
(Hal. 366) dan bangsa)
80. Ia tidak akan pernah bisa mengatakannya. Buat Tidak memaksakan
apa? Hanya akan menyakiti perasaan. K-a-k-a-k. kehendak
Itu ide yang baik. Semoga waktu berbaik hati (Sikap dan
padanya. Bukankah waktu bisa merubah hubungannya
perasaan? Ray mengangguk, mendekap lembut dengan diri sendiri)
bahu gadis itu.
(Hal. 368)
81. "Apakah tidak ada cara lain? Apa saja?" Terlalu percaya
"Semuanya sudah terlanjur. Transaksi dengan naluri
pengambilalihan ladang minyak itu sudah (Sikap dan
diselesaikan. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan. hubungannya
Aku terlalu percaya dengan naluriku." Ray dengan diri sendiri)
mengusap dahinya. (Hal. 370)
82. Ray mengusap wajahnya, menurunkan intonasi Tidak berhutang budi
suara. Masalahnya bukan itu. Sungguh bukan itu. kepada orang lain
Ray benar-benar tidak ingin berhutang-budi (Sikap dan
kepada Koh Cheu. Dari dulu dia selalu hubungannya
menghindari melibatkan Koh Cheu dalam dengan masyarakat
bisnisnya. Apalagi sekarang dengan Vin di antara dan bangsa)
mereka berdua. Dia tidak akan pernah bisa
meminta bantuan Koh Cheu tanpa melibatkan
perasaan. (Hal. 370)
83. Menjelang tengah-malam, setelah memikirkan Rela berkorban
banyak hal, ia memutuskan menelepon Kakek (Sikap dan
Cheu. Mengatakan apa yang terjadi. Meminta hubungannya
sungguh-sungguh agar Kakek Cheu dengan masyarakat
menyelamatkan bisnis Ray. Telepon itu efektif dan bangsa)
sekali. Esok paginya, taipan itu segera berangkat
ke Ibukota dengan pesawat pertama dari kota
timur. Hal. 372
84. "Aku mengerti kalau kau tidak mau melibatkanku Tolong menolong
dalam bisnis hebatmu, Ray. Karena kau berbaik (Sikap dan
hati dengan taipan-tua ini. Tetapi aku sungguh hubungannya
tidak mengerti kalau kau sampai tidak dengan masyarakat
meneleponku, aku mungkin bisa memberikan dan bangsa)
sedikit bantuan padamu-" Hal. 372
85. "Itu masalah, Ray Kau mungkin bisa memulainya- Tolong menolong
lagi, tapi kau sudah kehilangan waktumu. Bisnis (Sikap dan
barumu tidak akan lebih seperti kontraktor rumah. hubungannya
Kecuali kau mengizinkan aku membantumu.” dengan masyarakat
Hal. 373 dan bangsa)
86. "Itulah kenyataannya, Ray. Suka atau tidak. Tapi Menilai dengan fakta
fakta ini belum utuh, belum lengkap. Kau harus yang utuh
tahu bagian lainnya agar bisa menilai dengan lebih (Sikap dan
baik, karena Koh Cheu bertongkat yang kau kenal hubungannya
memang amat berbeda dengan Koh Cheu saat dengan masyarakat
seusia kau.” Hal. 376 dan bangsa)
87. "Koh Cheu terpaksa berjanji di depan istrinya. Jahat kepada orang
Tetapi Koh Cheu tetaplah Koh Cheu. Dia lain
mengumbar janji palsu, dia tetap sama jahatnya. (Sikap dan
Menyuap pejabat, menyelundupkan barang-barang hubungannya
ilegal, merusak harga di pasar dengan monopoli dengan masyarakat
dan praktek bisnis licik lainnya. Tidak peduli pun dan bangsa)
dengan orang lain. Istrinya lelah mengancam.
Sedikit. Lelah menasihati.” Hal. 377
89. "Hingga kecelakaan pesawat terbang itu terjadi. Rasa penyesalan
Kau tentu tahu kecelakaan pesawat terbang yang (Sikap dan
menewaskan anak satu-satunya dan menantu hubungannya
mereka. Menyisakan Vin sendirian. Saat itulah dengan diri sendiri)
Koh Cheu menyadari balasan penguasa bumi. Saat
itulah dia menyadari kalau hidup ini adil. Ah,
sayang, penyesalan tidak pernah bisa
mengembalikan anaknya. Maka setiap kali melihat
Vin, rasa sesal itu menghujam kuat-kuat.”
(Hal.377)
90. "Kenapa? Karena kau sudah terjebak dalam siklus Tidak mensyukuri
mengerikan itu, Kay. Kau terjebak keinginan- nikmat / terlalu
keinginan dunia. Kau mencintai dunia persis mencintai dunia
seperti sekerumunan orang-orang lainnya yang (Sikap dan
amat keterlaluan mencintainya. Dan lazimnya para hubungannya
pencinta dunia itu, maka sungguh dia tidak akan dengan diri sendiri)
pernah terpuaskan oleh yang bisa disediakan
dunia. Kau pikir setelah mendirikan gedung
tertinggi maka kau akan merasa lelah, merasa
cukup, merasa puas. Kau tidak akan pernah
menemukan apa yang kau cari setelah gedung Itu
berdiri, juga gedung berikutnya, gedung
berikutnya.” (Hal. 379)
91. Kau mirip sekali dengan kelakuan hampir seluruh Tidak bersyukur
orang yang pernah terlahir di muka bumi ini, Ray. (Sikap dan
Tidak pernah merasa cukup atas apa yang hubungannya
dimilikinya. Rakus atas harta-benda. Bangga atas dengan diri sendiri)
Materi. Keinginan dunia.
"Ray, kau mungkin mendebat karena kau
melakukan itu semua untuk menjawab semua
perasaan kosong setelah istrimu pergi. Tapi apa
pun latar-belakangnya, orang-orang yang
keterlaluan mencintai dunia tetap tidak akan
pernah menemukan jawaban dari dunia. Dari
harta-benda dunia.” (Hal. 379)
92. "Ray, itulah beda antara orang-orang yang Bijak menyikapi
keterlaluan mencintai dunia dengan orang-orang hidup
yang bijak menyikapi hidupnya. Orang-orang (Sikap dan
yang terus merasa hidupnya kurang maka dia tidak hubungannya
berbeda dengan pemahat pertama, tidak akan dengan diri sendiri)
pernah merasa puas. Tapi orang-orang bijak,
orang-orang berhasil menghaluskan hatinya
secemerlang mungkin, membuat hatinya bagai
cermin, maka dia bisa merasakan kebahagian
melebihi orang terkaya sekali pun. (Hal. 381)
93. "Orang itu adalah istrimu, Ray. Istrimu. Gigi Rasa cukup
kelinci-mu. Ah, kenyataan ini amat menyakitkan (Sikap dan
memang. Kau bukannya belajar kepada istrimu hubungannya
tentang merasa cukup itu, kau malah menjadikan dengan diri sendiri)
istrimu sebagai alasan mengejar jawaban-jawaban
semu itu. Jawaban atas pertanyaan ke-empatmu.
Ray menggigit bibir, tertunduk kembali. Astaga?
Itu benar sekali. Bukankah istrinya pernah
berkata: "Aku baik-baik saja, ceroboh. Aku
senang mendengarnya. Amat senang. Tapi aku
tidak membutuhkan itu semua. Rumah besar,
mobil, berlian. Bagiku kau ikhlas dengan semua
yang kulakukan untukmu. Ridha atas perlakuanku
padamu. Itu sudah cukup." Bagaimana mungkin
dia tidak pernah menyadarinya. Awan kelabu yang
tadi menutupi rembulan di bingkai jendela kaca
perlahan pergi. Menyisakan siluet malam.
(Hal. 382)
94. Vin mengangguk. Ada banyak yang tidak baik- Berbakti kepada orang
baik saja di hatinya sekarang. Tetapi mengangguk tua
sudah menjadi kebiasaan baru baginya bertahun- (Sikap dan
tahun terakhir. Merawat Kakek Cheu yang renta. hubungannya
Menuruti apa mau Kakek Cheu. Tidak dengan keluarga)
membantah. Kakek Cheu yang hanya bisa duduk
di rumah besar mereka. Bersandarkan kursi rotan,
memegang tongkat. Kehilangan seluruh kendali
bisnis. "Maafkan aku." Ray mendesah pelan, suara
itu hampir tidak terdengar di tengah debur ombak
dan lenguhan.
(Hal. 390)
95. Ray tidak bercakap-cakap. Dia hanya rindu. Rindu Kerinduan
semuanya. Rindu wajah tersenyum istrinya. Wajah (Sikap dan
cemberut istrinya. Wajah ngantuk. Wajah lelah. hubungannya
Wajah pucat. Ray menghela napas. Hampir dua dengan keluarga)
puluh tahun seluruh kenangan bersama istrinya
terkubur di sini. Dua puluh tahun yang hampa.
Kosong. Dua puluh tahun yang melelahkan. Naik
turun nasibnya. Naik turun imperium bisnisnya.
Kesedihan. Kemalangan. Kebangkitan. Sendiri.
(Hal. 396)
96. Melesat jutaan byte sepersekian detik. Itulah bisnis Berpikir jauh ke depan
terbaru Ray. Telekomunikasi. Naluri bisnisnya (Sikap dan
terasah tajam. sebelum yang lain memasang aba- hubungannya
aba, Ray sudah melesat ratusan meter di depan dengan diri sendiri)
mereka. Berlari sambil merobohkan palang-palang
yang bisa mengganggu, merintangi pesaingnya.
Membuat laju mereka yang menyusul terhambat.
(Hal. 397)
97. Kali ini dokter bersikeras Ray tidak ke mana- Berkerja keras
mana, tetap di tempat tidurnya hingga masa (Sikap dan
istirahat usai. Maka selama dua minggu itu Ray hubungannya
mengendalikan bisnisnya dari ruang rawat inap dengan diri sendiri)
Rumah Sakit. Jo menemaninya. Tidak kenal lelah
dan bosan meski hanya menghabiskan waktu
duduk diam di sebelah ranjang Ray. (Hal. 404)
98. Sebulan kemudian, dia sudah kembali ke Berkerja keras
ruangannya. Tenggelam dalam rutinitas yang (Sikap dan
sama. Memimpin rapat tahunan seluruh unit bisnis hubungannya
di ruang kerjanya. Menandatangani banyak kertas. dengan diri sendiri)
Melakukan lebih banyak kesepakatan. Ray tidak
terlalu memikirkan kalu dia baru saja dua kali
masuk rumah sakit enam bulan terakhir. Dia
merasa sehat. Fisiknya kuat. Tubuhnya gagah dan
ekar. Dan yang lebih penting, otaknya masih
secerdas dulu. Naluri bisnisnya masih terlatih
tidak kurang satu apa pun. (Hal. 404)
99. Jo berkali-kali mendesah ke langit-langit ruangan. Setia
Menangis tersedu meminta agar Tuhan berbaik (Sikap dan
hati kepada Mas Rae-nya. Mendesis pelan tentang hubungannya
jangan biarkan orang sebaik Ray harus pergi dengan masyarakat
bagitu cepat. Masih banyak pekerjaan yang belum dan bangsa)
diselesaikan. Masih banyak mimpi-mimpi yang
belum terwujud. (Hal. 408)
100. Biarkanlah malam ini dia memandang rembulan Bersyukur
dengan perasaaan lama itu, perasaan damai, (Sikap dan
tentram… merasa berterima kasih telah diberikan hubungannya
sepotong kesenangan hidup, yang meskipun dengan Tuhan)
sebenci apa pun dia, semarah apa pun dia atas
keputusan Tuhan, dia tetap menyadari masih ada
sepotong kehidupan yang indah, yaitu kerika
menatap rembulan di atas sana. Biarlah semuanya
berakhir. Dia ikhlas sudah. (Hal. 413)
101. “Ketahuilah, Ray,” orang dengan wajah Optimis
menyenangkan itu menyentuh lembut bahu pasien (Sikap dan
di sebelahnya, “Ketika merasa hidupmu hubungannya
menyakitkan dan merasa muak dengan semua dengan diri sendiri)
penderitaan maka itu saatnya kau harus melihat ke
atas, pasti ada kabar baik untukmu, janji-janji,
masa depan. (Hal. 416)
102. Dan sebaliknya , ketika kau merasa hidupmu Bersyukur
menyenangkan dan selalu merasa kurang dengan (Sikap dan
semua kesenangan maka itulah saatnya kau harus hubungannya
melihatnya ke bawah, pasti ada yang lebih tidak dengan diri sendiri)
beruntung darimu. Hanya sesederhana itu. Dengan
begitu, kau akan selalu pandai bersyukur. (Hal.
417)
103. Tentang nama anak perempuanmu, dan berbagai Berperasangka baik
bagian yang tidak terjelaskan, semoga langit (Sikap dan
berbaik hati memberitahu. Kalau pun tidak, hubungannya
begitulah kehidupan. Ada yang kita tahu. Ada pula dengan Tuhan)
yang kita tidak tahu. Yakinlah, dengan ketidak-
tahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat jahat
kepada kita. Mungkin saja Tuhan sengaja
melindungi kita dari tahu itu sendiri.” (Hal. 423)
104. Setiap kali kau memandangnya, kau selalu Jujur
berterima-kasih kepada Tuhan. Setiap kau (Sikap dan
menyimaknya, kau selalu merasa kuasa Tuhan hubungannya
menjejak setiap sudut bumi di mana acahaya dengan Tuhan)
rembulan menyentuhnya. Kau memilii cara
berinteraksi yang luar biasa dengan kuasa langit,
Ray.. Kau memang mengutuk, membantah,
berperasangka buruk kepada Tuhan, tapi kau jujur.
Kau tidak pernah berdusta saat menatap rembulan.
Tidak pernah munafik. Apa adanya. (Hal. 424)
105. Kau selalu merasa andaikata semua kehidupan ini Berperasangka baik
menyakitkan, maka di luar sana pasti masih ada (Sikap dan
sepotong bagian yang menyenangkan. Kemudian hubungannya
kau akan membenak, pasti ada sesuatu yang jauh dengan Tuhan)
lebih indah dari menatap rembulan di langit…Kau
tidak tahu apa itu, karena ilmumu terbatas,
penegtahuanmu terbatas. Kau hanya yakin, bila
tidak di kehidupan ini, suatu saat nanti pasti akan
ada yang lebih mempesona dibandingkan menatap
sepotong rembulan yang sedang bersinar indah.
(Hal. 424)

3. Novel Rindu
a. Sinopsis Novel Rindu
Novel Rindu menceritakan tentang perjalanan haji pada masa pemerintahan
Hindia Belanda pada tahun 1938 yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk
sampai ke pelabuhan Jeddah, Saudi Arabia. Novel ini menceritakan masa lalu dan
kisah hidup dari lima tokoh yang mempengaruhi kehidupan. Tokoh yang memiliki
konflik batin dan permasalahan yang berbeda-beda membutuhkan jawaban atas
masalah yang mereka miliki. Dalam perjalanan haji inilah mereka semua
menemukan jawaban atas permasalahan mereka. Di atas kapal Blitar Holland,
semua masalah yang mereka miliki satu persatu menemukan jawabannya.
b. Struktur Novel Rindu
No. Unsur Pembangun Data
1. Tema Novel Rindu memiliki tema tentang perjalanan. Dan
sebagaimana lazimnya sebuah perjalanan, selalu
disertai dengan pertanyaan-pertanyaan. (Tere Liye,
hlm 2)
2. Penokohan 1. Daeng Andipati
Seorang saudagar kaya yang baik hati dan
dermawan.
Ini Daeng Andipati, pedagang di Kota Makasar.
Masih muda, kaya raya, pintar dan baik hati. Aku
kenal dengannya saat dia dikirim orangtuanya
sekolah di Rotterdam School of Commerce lima
belas tahun lalu. (hal.11)
2. Anna dan Elsa
Kakak dan adik yang cantik dan pintar dan penuh
sopan santun serta ceria.
Anna dan Elsa berlarian menuju kantin. peluat
tanda makan pagi telah terdengar. berlari di sela-
sela penumpang lain yang memenuhi lorong kapal.
Sesekali ada yang menyapa mereka. Anna dan Elsa
balas menyapa. Terkadang sejenak bersalaman
sopan untuk kemudian berlarian lagi. (hal. 421)
3. Gurutta
- Bijaksana
“Kang Mas, Allah memberikan apa yang kita
butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Segala
sesuatu yang kita anggap buruk, boleh jadi baik
untuk kita. Sebaiknya, segala sesuatu yang kita
anggap baik, boleh jadi amat buruk bagi kita.”
Sejak tadi Gurutta berhati-hati sekali memilih
kalimatnya. (Hal. 470)
4. Ambo Uleng
- Peduli terhadap sesama
“Apakah Gurutta butuh sesuatu? Seperti selimut,
atau pakaian ganti, akan aku ambilkan?” Ambo
Uleng akhirnya bicara. (Hal. 510)
5. Kapten Phillips
- Pelaut yang baik
“Tapi Phillips adalah pelaut yang baik. Dia pekerja
keras, tekun, cerdas, dan jangan lupakan bagian
terpentingnya, attitude, sikap yang sangat pantas.
Pangkatnya naik dengan cepat. Pejabat perusahaan
mempromosikannya menjadi nakhoda empat tahun
lalu. Aku bangga sekali melihat anak muda seperti
Phillips menjadi kapten kapal.” (Hal.237)
6. Mbah Kakung Slamet
- Setia
“Tidak juga, Nak. Aku tidak sehebat yang kau
bayangkan. Aku bisa melakukannya karena Mbah
Kakung menemaniku. Dia selalu ada di setiap masa-
masa sulit kami. Juga ada di setiap saat-saat
bahagia kami. Dua belas proses kelahiran. Semua
lancar. Anak anakku sekarang sudah besar semua.
Itu karena Mbah Kakung…” (Hal. 295)
- Penyayang
“Ya, Mbah Kakung. Bersedia melakukan apa pun
demi Mbah Putri tercinta. Jangankan membeli
keripik balado, disuruh melewati duri dan onak pun
dilakukan jika itu permintaan sang istri tercinta.”
Gurutta bergurau, tertawa kecil.” (Hal. 329)
7. Ruben
- Baik dan ramah
Entahlah, kenapa Tuhan menakdirkan ia harus satu
kabin dengan Ruben yang baik hati dan ramah. (Hal.
90)
- Dapat diandalkan
“..Tadi dokter Bram menjelaskan beberapa hal
kepadaku, agar aku bisa membantunya selama masa
pemulihan di kabin.” Ruben menjelaskan.
“Itu bagus sekali, Ruben. Kau adalah teman sekabin
yang bisa diandalkan.” Gurutta tersenyum
kepadanya. (Hal. 330)
8. Bonda Upe
- Mempunyai ketakutan masa lalu
“Aku seorang cabo, Gurutta. Apakah Allah.. Apakah
Allah akan menerimaku di tanah suci? apakah
perempuan hina sepertiku berhak menginjak Tanah
Suci? Atau, cambuk menghantam tubuhku, lututku
terhujam ke bumi… Apakah Allah akan
menerimaku? atau, mengabaikan pendosa
sepertiku… membiarkan semua kenangan itu terus
menghujam kepalaku. Membuatku bermimpi buruk
setiap malam. membuatku malu bertemu dengan
siapa pun.” (hal.310)
9. Chef Lars
- Berkepribadian ketus tetapi memiliki hati yang baik
Chef Lars terkekeh, badan besarnya bergoyang,
“Aku tidak pernah meniatkannya sungguh-sungguh,
Tuan Karaeng. Astaga! Mulutku mungkin tajam, tapi
hatiku tidak sejahat itu.” (Hal. 340)
3. Latar Tempat
1. Pelabuhan Makasar
Demi melihat anak tangga sudah terjulur, dermaga
Pelabuhan Makasar semakin dipenuhi oleh
antusiasme calon penumpang dan para penonton.
Mereka merengsek di dekat setiap anak tangga,
mulai menyeret barang bawaan masing-masing—
sebagian lagi menggunakan jasa kuli angkut
pelabuhan untuk membawa tas-tas besar mereka.
Berkerumun. (Hal. 4)
2. Pelabuhan Surabaya
Ruben si Boatswain bersiul santai. Ia melangkah
masuk ke dalam kabin. Ruben menyelesaikan jadwal
piket, saatnya beristirahat. kapal telah merapat di
Surabaya. (Hal. 117)
3. Pelabuhan Semarang
Kapal masih tertambat di Pelabuhan Semarang
bebrapa jam ke depan. (Hal. 175)
4. Pelabuhan Batavia
Sore tanggal 8 Desember 1938, hari ketujuh
perjalanan, Kapal Blitar Holland tiba di Pelabuhan
Batavia. (Hal. 201)
5. Pelabuhan Lampung
a. “Hore Kapal berlabuhh!”
Mereka sudah tau saat sholat shubuh di masjid
menguping percakapan penumpang lain, alu
sebentar lagi kapal merapat di Pelabuhan Lampung.
(Hal. 241) b. Hari kesembilan perjalanan, tanggal
10 Desember 1938, pukul dua belas siang Kapal
Blitar Holland meninggalkan Pelabuhan Lampung. (
Hal. 255-256)
6. Pelabuhan Bengkulu
Pukul setengah enam, setelah sepanjang hari
melawan cuaca buruk, Kapal Blitar Holland
akhirnya tiba di Pelabuhan Bengkulu. (Hal. 291)
7. Pelabuhan Padang
Anna dan Elsa sekali lagi menatap dermaga
Pelabuahn Padang, untuk kemudian segera
mempercepat langkahnya menuju masjid. (Hal. 327)
8. Pelabuhan Aceh
Kapal berlabuh lama di Banda Aceh, baru berangkat
esok siang. (Hal. 388)
9. Pelabuhan Kolombo
Mereka tiba di Kolombo sesuai jadwal tanpa perlu
bantuan kapal mana pun. (Hal. 449)
10.Pelabuhan Jeddah
Lima hari kemudian, Kapal Blitar Holland merapat
di pelabuhan Jeddah (transit di Aden). (Hal. 541)

Waktu
1. Pagi hari
a. Pagi itu, baru lepas satu minggu hari raya Idul
Fitri. (Hal. 2)
b. Sepagi itu, tanpa mereka sadari, dua pertanyaan
besar sedang bertemu di atas Kapal Blitar
Holand. (Hal. 86)
c. Pukul sembilan pagi, Daeng Andipati, bersama
Anna dan Elsa, sudah berdiri di dek kaal tempat
anak tangga turun. (Hal. 121)
2. Siang hari
Tepat pukul satu siang, kapal penumpang Blitar
Holland memulai perjalanan. (Hal. 43)
3. Sore hari
a. Senja pertama di atas kapal. (Hal. 47)
b. Sore itu, kabin rombongan Daeng Andipati
diliputi kebahagiaan. (Hal. 94)
4. Malam hari
a. Sudah hampir pukul dua malam, Ambo melirik
jam di atas meja. (Hal. 68)
b. Ruben langsung berdiri demi melihat orang yang
masuk, mengangguk sopan, “Selamat malam,
Tuan Gurutta.”
4. Alur Alur yang digunakan pada novel Rindu adalah alur
maju. Rangkaian cerita yang dijelaskan secara runtut
dimulai dari tahap pengenalan, tahap pemunculan
konflik, tahap konflik memuncak, dan tahap
penyelesaian.
5. Sudut Pandang Novel Rindu menggunakan sudut pandang orang
ketiga serba tahu karena menggambarkan tokoh,
peristiwa, pikiran, perasaan, dan emosi secara jelas,
hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
Dua gadis kecil itu tersenyum simpul, menjulurkan
tangan, bersalaman. Mereka sudah saling mengenal,
pernah bertemu dalam acara-acara jejamuan makan
malam. (Hal. 11)
Anna suka dengan guru mereka. Menurut Anna,
mereka pandai sekali mengajar. (Hal. 150)

c. Nilai Moral Dalam Novel Rindu


No. Data Jenis Nilai Moral
1. “Ya Rabbi. Terima kasih.” Mata Dale sekarang berkaca- Bersyukur
kaca, ia jadi terharu,”Aku sejak tadi ingin sekali bertanya, (Sikap dan
apakah Gurutta berkenan berdoa untukku di sana. Tapi hubungannya dengan
sungkan sekali. Istriku akan senang mendengar kabar ini, diri sendiri)
tunggu saja saat aku bercerita padanya, dia pasti
menangis karena senang.”
“Hanya doa, Dale. Itu bukan apa-apa.”
“Itu segalanya, Gurutta. itu melebihi apa pun...” (Hal. 17)
2. Dimana muda, Gurutta pernah belajar Agama di Aceh. Semangat belajar
Lantas melanjutkan hingga Yaman dan Damaskus, (Sikap dan
mengkaji agama dari ahli tafsir dan pakar hadits termuka. hubungannya dengan
Ia juga pernah menetap di Eropa dua tahun lamanya. Ia diri sendiri)
benar-benar memahami nasihat kejarlah ilmu hingga ke
negeri China. Usia empat puluh lima barulah Gurutta
kembali ke Makassar, menjadi imam masjid katangka.
( hal 19).
3. “Aku selalu suka dengan jawaban presisi kau, Ambo. Berbicara Akurat
Tidak dengan ‘besar’ atau ‘sangat besar’, melainkan (Sikap dan
dengan menyebut angka. Hanya pelaut baik yang selalu hubungannya dengan
bicara akurat, bukan ukuran relatif.” (Hal. 30) diri sendiri)
4. “Baiklah. Eerlijk gezegd, terus terang, aku menyukai Berkepribadian yang
karakter yang kau miliki, Ambo. Kau tidak banyak bicara, baik
tapi itu tidak masalah, karena kau tidak perlu menjelaskan Sikap dan
banyak hal kalau kau adalah pelaut berpengalaman. hubungannya dengan
Tatapan mata, ekspresi wajah, dan jawaban yang akurat, diri sendiri)
itu sangat mengesankan. Bahkan kelasi senior di kapal ini
belum tentu memiliki kepribadian semenarik ini. (Hal.
32)
5. “Karena kau tidak bisa membaca isinya, mijn vriend, Menghakimi sesuatu
bukan berarti sebuah buku otomatis jadi buruk”. Gurutta yang belum diketahui
masih tersenyum, menyindir dengan sangat lembut. (Hal. (Sikap dan
37) hubungannya dengan
orang lain/ masyarakat)
6. “Setiap sore setelah ashar, kita mungkin bisa mengadakan Produktif
pelajaran mengaji untuk mereka. Agar mereka memiliki Sikap dan
kegiatan bermanfaat selama di kapal.” hubungannya dengan
Hal.56 masyarakat/ bangsa)
7. “Saya tidak pernah jadi guru mengaji, Gurutta. Dulu Ketulusan
hanya pernah belajar dengan Qori dari Toli-Toli, (Sikap dan
mungkin bisa membantu memperbaiki bacaan, tapi itu hubungannya dengan
pun dangkal ilmunya.” orang lain/ masyarakat)
“Tidak masalah, Nak. Mata air yang dangkal, tetap saja
bermanfaat jika jernih dan tulus. Tetap segar airnya.”
Gurutta mengangguk. (Hal. 57)

8. Dari pertemuan sore itu, nampak Gurutta bukan hanya Pemimpin yang baik
seorang ulama besar, melainkan juga pemimpin yang baik (Sikap dan
di masa-masa itu. Ia cepat dan taktis menyusun jadwal hubungannya dengan
selam perjalanan. Tanpa paksaan, tanpa perintah, orang lain/ masyarakat)
penumpang sukarela menawarkan diri membantu. (Hal.
57)
9. Tentu saja penumpang bersedia. Satu-dua refleks Memanfaatkan
mengangguk kencang. Bayangkan, mereka biasanya kesempatan
harus menghabiskan waktu satu jam naik kereta kuda Sikap dan
untuk tiba di Masjid Katangka, mendengarkan pengajian hubungannya dengan
itu dibatalkan mendadak oleh kompeni. Sekarang mereka masyarakat/ bangsa)
berkesempatan menghadirinya setiap pagi, sepelemparan
batu dari kabin masing-masing. Itu tidak bisa dilewatkan.
(Hal.59)
10. Gurutta yang baru saja selesai mengaji, meletakan kitab Produktif
suci di lemari. Melepas serban, lantas duduk di atas kursi, Sikap dan
mengambil pena dan kertas. Ia sudah bertekad hubungannya dengan
menyelesaikan tulisannya selama perjalanan. Itu berarti diri sendiri)
waktu tidurnya akan berkurang banyak. (Hal. 66)
11. “Jangan cemas soal kenapa aku diam saja sepanjang Diam membawa
pertemuan, Nak. Sergeant Belanda itu akan semakin kebaikan
keras kepala jika aku angkat bicara. Dalam banyak hal, Sikap dan
diam justru membawa kebaikan. (Hal. 83) hubungannya dengan
masyarakat/ bangsa)
12. “Anna masih suka tidak sopan memerhatikan orang lain, Sopan santun
Ma. Dia melotot melihat Bonda Upe dari kepala sampai (Sikap dan
ujung kaki.” Elsa yang menggambar di sebelah adiknya hubungannya dengan
melapor. (Hal. 107-108) masyarakat/ bangsa)
13. “Itu Gajimu, Ambo, sesuai dengan posisimu sebagai Adil
kelasi. Kapiten Philips menggunakan standar yang sama, (Sikap dan
tidak peduli apakah kau pelaut Eropa, Asia, atau Afrika, hubungannya dengan
sekalipun, tanpa diskriminasi. Jika besok kau naik masyarakat/ bangsa)
pangkat, gajimu disesuaikan Bagus sekali bukan? Ah,
andai saja kita bisa memilih, akan kupilih Kapiten
Phillips menggantikan Ratu Belanda dengan pemahaman
sebaik itu.” (Hal.118)
14. “Iya. Jawa bagian timur memiliki banyak pemeluk agama Religius
Islam yang taat. Mereka berlomba-lomba menunaikan Sikap dan
ibadah haji. Tidak heran penumpang dari sini banyak hubungannya dengan
sekali. Di sekitar sini ada ribuan pesantren, sekolah Tuhan)
agama, mereka juga aktif membentuk syarikat, organisasi
keagamaan. (Hal. 122)
15. Tanpa berpikir dua kali, ketika Anna terguling jatuh di Tolong menolong
jalan, Ambo bagai seekor induk singa, langsung lompat, (Sikap dan
memeluknya erat-erat. Membiarkan tubuhnya menjadi hubungannya dengan
tameng. Kaki-kaki orang ramai menghantam tubuhnya. masyarakat/ bangsa)
(Hal.134)
16. “Kau memang seorang pemuda yang bercahaya bagi Tolong menolong
rembulan, Ambo.” Gurutta menepuk lembut bahu kelasi (Sikap dan
itu sebelum beranjak pergi, “Kabar baik bagi kau, karena hubungannya dengan
ketahuilah, barang siapa yang tulus menolong masyarakat dan
saudaranya, maka Allah akan menolong dirinya. Itu janji bangsa)
Tuhan yang pasti. Semoga kau termasuk di dalam
golongan itu.”
(Hal. 139)
17. “Kesempatan untuk merdeka, Daeng.” Bapak Memanfaatkan
Soerjaningrat yang menjawab, “Perubahan kekuasaan di kesempatan
para penjajah sibuk berperang satu sama lain, membagi (Sikap dan
sumber daya militer ke banyak tempat, bangsa kita punya hubungannya dengan
kesempatan entah dengan perlawanan fisik atau diplomasi masyarakat/ bangsa)
dunia. Kita bisa merdeka.” (Hal. 158)

18. “Itu sebuah keniscayaan, Tuan Gurruta. Perang tidak Menjunjung kemerdekan
pernah baik dari sisi mana pun melihatnya. Tapi (Sikap dan
kemerdekaan, layak dibayar dengan harga berapa pun.” hubungannya dengan
Kapten Phillipps tersenyum, lantas dengan anggun masyarakat dan
membelokan percakapan , “Ah, kita memilih topik yang bangsa)
sangat berat dibicarakan malam ini. (Hal.158)
19. Gurutta menggeleng, “Tidak ada kata terlambat dalam Optimis
belajar, Nak.” (Hal. 177) Sikap dan
hubungannya dengan
diri sendiri)
20. “Menurut hemat orang tua ini, sesekali kau perlu bergaul Terbuka
dengan jamaah lain, Nak. Mereka bisa jadi teman (Sikap dan
perjalanan yang menyenangkan. Kau bisa belajar dari hubungannya dengan
mereka, dan sebaliknya, mereka bisa belajar dari kau, masyarakat/ bangsa)
Upe.” (Hal.177)
21. Anna bersorak, insya Allah. Daeng Andipati dan ibu Sopan santun
mereka saling tatap. Bungsu mereka ini kadang (Sikap dan
mengganggap semua orang adalah teman dekatnya, jadi hubungannya dengan
bisa dipotong sesuka hatinya. Ia lupa, Gurrutta Ahmad masyarakat/ bangsa)
Karaeng adalah ulama besar. (Hal.186)
22. Setidaknya, Anna tidak keberatan berjalan lebih lambat. Rasa kasih sayang
Ia malah asyik memerhatikan. Lihatlah, betapa mesra (Sikap dan
pasangan tua ini. Saat naik tangga, Mbah Kakung hubungannya dengan
membantu istrinya dengan lembut. Saat berjalan di keluerga)
lorong, mereka berdua berpegangan tangan. Sesekali
berhenti. Mbah Kakung dengan sabar mnunggu Aduh,
mesra sekali, seolah ini perjalanan bulan madu. (Hal.189)
23. Daeng Andipati bersepakat, “Hanya saja, menyelidiki Bersikap bijak
dengan baik, mengonfirmasi dengan tepat, lebih (Sikap dan
bermanfaat dari pada marah-marah seperti yang hubungannya dengan
dilakukan Sergant Lucas. Opsir Belanda itu menyebalkan masyarakat/ bangsa)
sekali. Beruntung dia belum menemukan alasan untuk
membuat masalah di kapal ini. (Hal. 230)
24. Lantas pertanyaan-pertanyaan itu mengukung kepalanya. Mawas diri
Apakah mungkin karena ia sendiri memang tidak pernah (Sikap dan
seyakin itu atas pengetahuan yang ia miliki ? apakah hubungannya dengan
mungkin karena ia sendiri memang tidak sebijak, Tuhan)
setangguh, bahkan sebaik itu? Mungkin ialah bagian
paling munafik dalam seluruh cerita. Bagaimana ia
menulis sebuah buku yang membuat jutaan pembaca
tergerak hatinya, jika ia sendiri tidak tergerak?
Bagaimana ia bicara tentang perlawanan, tapi ia sendiri
adalah pelaku pling pengecut? Saat pikiran-pikiran itu
melintas, Gurrutta gemetar meletakkan pena. Tidak, ia
tidak bisa membiarkan kepalanya berpikir di luar kendali.
Gurutta bergegas mengambil air wudhu, shalat sunnah
dua rakaat. Bersimpuh di atas sajadahnya di kabin dengan
jendela-jendela besar itu. (Hal. 232)
25. Hatinya kembali tentram setelah shalat sunnah. (Hal.232) Menunaikan sholat
(Sikap dan
hubungannya dengan
diri sendiri)
26. Bukan main, sepertinya pujian Gurrutta barusan dengan Memuji orang lain
telak menyentuh hati kepala koki galak itu. Ia balik kanan (Sikap dan
dengan semangat. Ruben si boatswain bahkan hubungannya dengan
menatapnya terpesona, berbisik kepada Gurutta , “Entah masyarakat/ bangsa)
apa yang Gurutta telah lakukan. Tapi, baru kali ini aku
melihatnya begitu riang memasak. Hampir pukul sepuluh
malam, demi seorang penumpang. Ini benar-benar tidak
dipercaya.” (Hal.234)
27. Itulah kenapa koki kepala itu meski mulutnya tajam, tetap Bertegang rasa /
memiliki pemahaman baik. Malam ini, karena hanya ia Toleransi
yang kosong, ia sendiri yang menggantikan posisi Ambo (Sikap dan
Uleng membersihkan kantin. Hal.235 hubungannya
masyarakat/bangsa)
28. “Tapi Phillips adalah pelaut yang baik. Dia pekerja keras, Pelaut yang baik
tekun, cerdas, dan jangan lupakan bagian terpentingnya, (Sikap dan
attitude, sikap yang sangat pantas. Pangkatnya naik hubungannya dengan
dengan cepat. Pejabat perusahaan mempromosikannya diri sendiri)
menjadi nakhoda empat tahun lalu. Aku bangga sekali
melihat anak muda seperti Phillips menjadi kapten
kapal.” (Hal.237)
29. Jadwal makan siang adalah waktu terbaik untuk saling Beramah-tamah kepada
sapa menyapa, berkenalan dan bertanya latar belakang. orang
Selalu menyenangkan saat menemukan kecocokan satu (Sikap dan
sama lain, untuk saling menghargai jika terdapat hubungannya dengan
perbedaan. (Hal. 256) masyarakat/ bangsa)

30. “Kita menjenguk Bonda Upe. Kau juga bisa ikut, Elsa, Berempati
kalau mau.” (Sikap dan
(Hal.258) hubungannya dengan
masyarakat /bangsa)
31. Daeng Andipati tersenyum, kehadiran Mbah Kakung dan Rasa kasih sayang
Mbah Putri di kapal ini sepertinya memberikan inspirasi (Sikap dan
cinta yang besar sekali bagi semua penumpang. Biasanya hubungannya dengan
ia hanya bersikap biasa saja mengahadapi masa-masa keluarga)
sensitif usia trimester pertama kehamilan istrinya. Tapi
kali ini, bersikap romantis. Meneladani pasangan sepuh
itu, mungkin bermanfaat mengatasi penyakit “cepat
marah, mudah cemas, gampang salah-paham” istrinya.
(Hal.266)
32. “Kalau kau hanya takut pada Allah, maka tidak ada yang Beriman
membuat kau gentar, Andi. Tapi kalau kau takut dengan (Sikap dan
urusan dunia, takut dengan manusia misalnya, maka kau hubungannya dengan
benar, lorong-lorong ini memang menakutkan.” (Hal. Tuhan)
269)
33. “Silahkan duduk, Tuan Karaeng. Aku sudah menyiapkan Bersikap Sopan santun
menu istimewa. Kau juga mau satu mangkuk,Andi?” (Sikap dan
Daeng Andipati mengangguk demi sopan santun ia hubungannya dengan
sebenarnya kenyang. (Hal. 271-272) masyarakat/bangsa)
34. Pemuda itu, meski terlihat kusut, suram, pendiam, tapi dia Berpegang pada prinsip
memiliki prinsip hidup yang baik. Dia tidak akan mau (Sikap dan
mengambil kesempatan hanya karena ada orang hubungannya dengan
berhutang budi padanya. (Hal. 274) orang lain/ masyarakat)
35. “Silahkan.” Gurutta menyodorkan kantong bungkusan Berbagi kepada orang
berisi semangkuk sop iga. lain
Tentara Belanda itu patah-patah menerimanya. (Sikap dan
“Kau tidak perlu malu. Aku sudah tahu sejak malam hubungannya dengan
pertama. Aku tahu Sergeant Lucas menyuruh anak orang lain/ masyarakat)
buahnya mengintaiku ke mana pergi setiap malam. Nah,
malam ini, tugasmu sudah berakhir. Aku akan kembali ke
kabin, tidur. Tidak perlu dicemaskan. Aku tidak akan
mengahasut penumpang untuk mengambil alih kapal
seperti kecemasan Lucas. Silahkan dinikmati sup iganya.
Lezat sekali.” (Hal.276-277)
36. Rombongan Daeng Andi Pati makan siang di kabin. Ijah Berbagi kepada orang
yang memasak. Anna dan Elsa disuruh mengirimkan lain
sebagian makanan ke kabin sebelah, ke Mbah Kakung (Sikap dan
dan Mbah Putri. hubungannya dengan
(Hal. 281) orang lain/ masyarakat)
37. “Maka jangan merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci Tidak merusak diri
atas kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh marah. Tapi sendiri
ingatlah nasihat lama, tidak pernah ada pelaut yang (Sikap dan
merusak kapalnya sendiri. Akan dia rawat kapalnya, hubungannya dengan
hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka, jangan diri sendiri)
rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo, hingga dia tiba
di dermaga terakhirnya.” (Hal. 284)
38. “Tidak juga, Nak. Aku tidak sehebat yang kau Setia
bayangkan. Aku bisa melakukannya karena Mbah (Sikap dan
Kakung menemaniku. Dia selalu ada di setiap masa-masa hubungannya dengan
sulit kami. Juga ada di setiap saat-saat bahagia kami…” keluarga)
(Hal. 295)
39. “…Awalnya hanya coba-coba, penghiburan, memasang Perbuatan buruk,
taruhan sekadarnya. Tapi lama-lama, saat rasa tegang, mempertaruhkan
penasaran, kesenangan itu kembali, ayah Ling Ling gelap keluarga
mata. Dia bukan hanya menghabiskan seluruh uang dari (Sikap dan
menjual toko. Dia juga bertaruh atas sesuatu yang sangat hubungannya dengan
jahat.” keluarga)
“Dia mempertaruhkan Ling Ling.” (Hal. 301)
40. “..Pintu palka hanya dibuka saat mereka memberikan Memperlakukan orang
makanan, dilempar seperti memberi hewan. Kami berebut lain dengan kasar
karena jatah makanan sedikit sedangkan isi palka penuh. (Sikap dan
Kami persis seperti binatang yang kelaparan. Aku pikir hubungannya dengan
itu sudah bagian terburuk dalam hidupku.” (Hal. 303) orang lain/ masyarakat)
42. “..Mereka menendang, menjambak. Apa pun yang Memperlakukan orang
mereka mau lakukan, tidak ada yang bisa mencegah. lain dengan kasar
Kami dibawa ke sebuah bangunan,disuruh masuk ke (Sikap dan
kamar pengap. Dibiarkan di sana berhari-hari. Lagi-lagi hubungannya dengan
pintu kamar dibuka jika sudah jadwalnya makan.” (Hal. orang lain/ masyarakat)
304)
41. “Aku memang terus memikirkanmu, Bou,” Suami Bonda Peduli
Upe berkata pelan, “Sejak kecil aku menyukaimu. Kau (Sikap dan
mungkin tidak pernah tahu itu. Sejak kau dibawa pergi hubungannya dengan
tukang pukul itu, aku bersumpah suatu saat aku akan keluarga)
menemukanmu, membawamu pulang ke kota kita.” (Hal.
307)
42. Suami Bonda Upe memeluk istrinya, berbisik semua Rasa kasih sayang
akan baik-baik saja. Membujuknya tenang. (Hal. 309) (Sikap dan
hubungannya dengan
keluarga)
43. Bonda Upe menyeka ujung mata, “Ibuku Islam, kami Belajar agama
China Islam. Meski jarang shalat, tidak puasa. Juga (Sikap dan
keluarga Enlai. Saat kami pindah ke Palu, aku hubungannya dengan
memberanikan diri belajar agama di pesantren. Di sana Tuhan)
aku belajar mengaji lima tahun terakhir.” (Hal. 309)
44. “Bagian yang pertama, kita keliru sekali jika lari dari Jangan lari dari
kenyataan hidup, Nak. Aku tahu, lima belas tahun kenyataan
menjadi pelacur adalah nista yang tak terbayangkan. Tapi (Sikap dan
sungguh, kalau kau berusaha lari dari kenyataan itu, kau hubungannya dengan
hanya menyulitkan diri sendiri. Ketahuilah, semakin diri sendiri)
keras kau berusaha lari, maka semakin kuat
cengkramannya. Semakin kecang kau berteriak melawan,
maka semakin kencang gemanya memantul, memantul,
dan memantul lagi memenuhi kepala.” (Hal. 312)
45. “Kita tidak bisa melakukan itu, Upe. Tidak bisa. Cara Menerima masa lalu
terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. (Sikap dan
Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa hubungannya dengan
lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi diri sendiri)
bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia
tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik
mengatasinya. Dengan kau menerimanya, perlahan-
lahan,dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu,
dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia.”
(Hal. 312)
46. “Kita tidak perlu membuktikan apa pun kepada siapa pun Percaya diri
bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. (Sikap dan
Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang hubungannya dengan
lain. Karena toh, kalaupun orang lain menganggap kita diri sendiri)
demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu
persis apakah kita memang sebaik itu.” (Hal. 313-314)
47. “Apakah Allah akan menerima haji seorang pelacur? Berbuat kebaikan
Hanya Allah yang tahu. Kita hanya bisa berharap dan (Sikap dan
takut. Senantiasa berharap atas ampunannya. Selalu takut hubungannya dengan
atas azabnya. Belajarlah dari riwayat itu. Selalulah diri sendiri)
berbuat baik, Upe. Selalu. Maka semoga besok lusa, ada
satu perbuatan baikmu yang menjadi sebab kau diampuni.
Mengajar anak-anak mengaji misalnya, boleh jadi itu
adalah sebabnya.” (Hal. 315)
48. “Pahami juga hal itu, Nak, semoga hati kau menjadi lebih Percaya diri dan berbuat
tenang. Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti kebaikan
cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah berbuat (Sikap dan
baik sebanyak mungkin.” (Hal. 315) hubungannya dengan
diri sendiri)
49 “Ya, Mbah Kakung. Bersedia melakukan apa pun demi Rasa kasih sayang
Mbah Putri tercinta. Jangankan membeli keripik balado, (Sikap dan
disuruh melewati duri dan onak pun dilakukan jika itu hubungannya dengan
permintaan sang istri tercinta.” Gurutta bergurau, tertawa keluarga)
kecil.” (Hal. 329)
50. “..Tadi dokter Bram menjelaskan beberapa hal kepadaku, Dapat diandalkan
agar aku bisa membantunya selama masa pemulihan di (Sikap dan
kabin.” Ruben menjelaskan. hubungannya dengan
“Itu bagus sekali, Ruben. Kau adalah teman sekabin yang orang lain/ mayarakat)
bisa diandalkan.” Gurutta tersenyum kepadanya.
(Hal. 330)
51. Gurutta menatap kelasi di hadapannya, “Kau tidak perlu Berpikir positif
membayangkan sesuatu yang tidak terjadi, Ruben. Buat (Sikap dan
apa? Bahkan Ambo Uleng baik-baik saja sekarang. Hidup hubungannya dengan
ini akan rumit sekali jika kita sibuk membahas hal yang orang lain/ mayarakat)
seandainya begini, seandainya begitu.” (Hal. 331)
52. “Bukankah beberapa hari lalu kau mengancam akan Baik hati
menyuruhnya dia menggosok seluruh pantat kuali di Sikap dan
dapur Lars?” Gurutta menoleh, bergurau. hubungannya dengan
Chef Lars terkekeh, badan besarnya bergoyang, “Aku masyarakat/ bangsa)
tidak pernah meniatkannya sungguh-sungguh, Tuan
Karaeng. Astaga! Mulutku mungkin tajam, tapi hatiku
tidak sejahat itu.” (Hal. 340)
53. “Aku menghargai petani yang menjual hasil buminya Menghargai orang lain
kepadaku. Aku menghormati para kuli. Aku meninggikan (Sikap dan
posisi pegawaiku. Usaha daganganku berjalan dengan hubungannya dengan
baik dan besar, lebih besar dari miliknya dulu. Tanpa orang lain/ mayarakat)
sekalipun harus menyingkirkan orang lain. Tanpa
sekalipun harus mengorbankan orang lain, termasuk
mengorbankan keluarga sendiri.” (Hal. 343)
54. “Gurutta benar sekali.” Daeng Andipati mengusap Mawas diri,
keringan di lehernya, setelah terdiam sebentar. Pengendalian diri
“Seharusnya aku bisa belajar banyak dari Gurutta. (Sikap dan
Mendengarkan nasihat Gurutta soal Ambo Uleng hubungannya dengan
misalnya. Kadang aku sendiri menyadari betapa buruknya diri sendiri)
tabiat keras kepala, emosional, dan sejenisnya itu. Aku
minta maaf telah marah-marah membahas tentang
keluargaku, padahal Gurutta sama sekali tidak
berkepentingan dengan cerita itu.” (Hal. 344)
55. “Setiap hari, dapur menyiapkan makanan bagi ribuan Empati dan kepedulian
penumpang dan kelasi. Tiga kali dalam sehari. Kita hanya (Sikap dan
tinggal menikmati makanan hidangan lezat di meja-meja. hubungannya dengan
Hari ini kalian belajar ternyata prosesnya panjang. Tidak orang lain/ masyarakat)
sesederhana menyendok makanan. Semoga dengan
pengalaman ini, kalian bisa tumbuh menjadi anak-anak
yang memiliki empati dan kepedulian.” (Hal. 347)
56. Setelah sholat Ashar, Anna dan teman-temannya belajar Belajar mengaji
mengaji dengan Bonda Upe. (Hal. 349) (Sikap dan
hubungannya dengan
orang lain/ masyarakat)
57. “..Ayahku suka memukul. Jika marah, dia akan memukul Perbuatan buruk, kasar
kami. Dia juga suka memukul ibu. (Hal. 367) terhadap orang lain
(Sikap dan
hubungannya dengan
keluarga)
58. “…Tidak terbilang berapa banyak pukulan yang diterima Sabar dan tetap
oleh ibu. Aku kadang menangis melihatnya. Tidak habis mencintai
pikir kenapa ibu tetap bertahan, mencintai Ayah begitu (Sikap dan
besar setelah perlakuan kasar yang diterimanya.” (Hal. hubungannya dengan
367) keluarga)
59. Ayahku culas dalam berdagang. Dia tidak segan-segan Kejujuran
berbuat licik untuk mendapatkan sesuatu. Dia sengaja Sikap dan
menjerat orang-orang dengan utang, untuk kemudian hubungannya dengan
mengambil paksa harta-benda. (Hal. 367) masyarakat/ bangsa)
60. “Aku bersyukur memiliki keluarga yang lebih baik Bersyukur
sekarang. Aku bersumpah tidak akan pernah memukul (Sikap dan
Anna, Elsa, dan istriku. Aku akan membesaran mereka hubungannya dengan
dengan kasih sayang. Aku juga bersyukur memiliki harta Tuhan)
benda yang cukup…”(Hal. 370)
61. “..Aku bersumpah tidak akan pernah menyakiti atau Menghormati
mengorbankan orang-orang di sekitarku. Aku (Sikap dan
menghormati pegawaiku, kuli angkut, rekan dagang, hubungannya dengan
semuanya. Aku seolah memiliki semua sumber orang lain/ masyarakat)
kebahagiaan hari ini. Tapi, kebencian ini semakin pekat
setiap harinya, Gurutta.” (Hal. 371)
62. “Ketahuilah, Nak, saat kita memutuskan memaafkan Kerendahan hati/
seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, memaafkan orang lain
dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau (Sikap dan
aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang hubungannya dengan
karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati.” (Hal. orang lain/ masyarakat)
374)
63. “Kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang Memaafkan orang lain/
mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya Pemaaf
dengan menghapus tulisan tersebut, baik dengan (Sikap dan
penghapus biasa, dengan penghapus canggih, dengan hubungannya dengan
apapun. Tapi tetap tersisa bekasnya. Tidak akan hilang. diri sendiri)
Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu jalan
keluarnya, bukalah lembaran baru yang benar-benar
baru.” (Hal. 376)
64. Sorenya, anak-anak belajar mengaji pada Bonda Upe. Dermawan
Petang ini mereka mendengarkan cerita Nabi, Ustman (Sikap dan
Bin Affan. Anak-anak serius mendengarkan betapa hubungannya dengan
dermawannya sahabat Nabi yang satu ini. Tidak segan- orang lain/ masyarakat)
segan mengeluarkan harta benda demi kepentingan orang
banyak. Bahkan bersedia membeli sebuah sumur. (Hal.
382)
65. “Itu amal yang baik sekali, anak-anak. Selama sumur itu Beramal saleh
mengeluarkan air, maka selama itulah pahala yang (Sikap dan
diperoleh Utsman Bin Affan. Bahkan walaupun dia telah hubungannya dengan
meninggal, kebaikan baginya terus mengalir tak terkira Tuhan)
lamanya.” Bonda Upe menutup cerita. (Hal. 383)
66. “Benar, Anna. Aku sepakat dengan ayahmu. Agama kita, Sikap dalam beragama
sebaiknya, diajarkan lewat penjelasan dan akal sehat. (Sikap dan
Bukan berarti tidak ada mukjizat atau keajaiban. Nabi pun hubungannya dengan
memiliki banyak mukjizat, tapi bagian terbesar dalam Tuhan)
agama ini adalah memahami dengan akal pikiran. Tidak
ada agama bagi orang yang tidak berakal.” (Hal. 394)
67. “Agama kita tidak menilai apakah seseorang memiliki Bertenggang rasa/toleran
kasta tinggi atau rendah. Tidak ada itu semua, anak-anak. (Sikap dan
Belajarlah dari teladan Bilal. Dia memang berkulit hitam, hubungannya dengan
tapi suaranya merdu sekali saat mengumandangkan orang lain/ msayarakat)
adzan. Dia memang bekas budak, hamba sahaya, tapi
Nabi sendiri yang bilang, beliau mendengar suara
terompah Bilal di surga. Itu sungguh kemuliaan tiada
tara.” (Hal. 397)
68. Gurutta tersenyum mendengar pertanyaan itu, “Tentu Bersyukur
saja, Ambo. Setiap hari aku jatuh cinta. Setidaknya setiap (Sikap dan
melihat matahari terbit, aku jatuh cinta, mensyukuri hubungannya dengan
hidupku. Setiap menatap matahari tenggelam, aku jatuh Tuhan)
cinta, berterima kasih atas sepanjang hari, baik itu
menyebalkan ataupun menyenangkan. Bahkan melihat
makanan dingin ini pun aku jatuh cinta.” (Hal. 401)
69. “..Dalam satu kesempatan, Syekh Raniri menjelaskan Bertanggung jawab
sendiri padaku. ‘Kau memang membaca surah Al Fatihah (Sikap dan
dengan lancar. Tapi tidak muncul di mata kau, tidak hubungannya dengan
nampak di wajah kau bacaan tersebut. Hanya di bibir orang lain/ masyarakat)
saja.’ Juga dalam kesempatan lain, ‘Karaeng, kau anak
sahabat baikku. Aku bertanggung jawab penuh
mendidikmu, maka jangan harap aku memanjakan,
membuat mudah semua urusan.’ Sejak saat itu, aku kian
giat belajar.” (Hal. 404)
70. “Aku tahu kau tidak bermaksud jelek, tapi itu bukan Menghargai orang lain
respon yang baik, Nak. Anak muda ini minta diajarkan (Sikap dan
shalat, dan kamu justru menatapnya seolah hendak bilang hubungannya dengan
‘Hei, bagaimana mungkin seusiamu tidak bisa shalat.” orang lain/ masyarakat)
Itu tidak baik dilakukan sesama saudara muslim.”
Gurutta berkata datar ke arah Daeng Andipati. (Hal. 419)
71. “Tidak ada kata terlambat untuk belajar Ambo.” Gurutta Optimis
mengangguk takzim. (Hal. 419) (Sikap dan
hubungannya dengan
diri sendiri)
72. “Sepertinya itu ide bagus, Gurutta.” Bapak Soerjaningrat Saling menjaga
turut berkomentar, “Akan jauh lebih aman jika kita harus (Sikap dan
turun bersama-sama. Setidaknya bisa saling memastikan hubungannya dengan
agar tidak tersesat.” (Hal. 452) orang lain/ masyarakat)
73. “Yang pertama, lahir dan mati adalah takdir Allah. Kita Menerima takdir
tidak mampu mengetahuinya. Pun tiada kekuatan bisa (Sikap dan
menebaknya. Kita tidak bisa memilih orang tua, tanggal, hubungannya dengan
tempat… tidak bisa. Itu hak mutlak Allah. Kita tidak bisa Tuhan)
menunda, maupun memajukannya walau sedetik. Kenapa
Mbah Putri harus meninggal di atas kapal ini? Allah yang
tahu alasannya, bukan berarti kita tidak tahu, tidak
mengerti alasannya, bukan berarti kita jadi membenci,
tidak menyukai takdir tersebut. Amat terlarang bagi
seseorang muslim mendustakan takdir Allah.” (Hal. 470)
74. “Kang Mas, Allah memberikan apa yang kita butuhkan, Berperasangka baik
bukan apa yang kita inginkan. Segala sesuatu yang kita (Sikap dan
anggap buruk, boleh jadi baik untuk kita. Sebaiknya, hubungannya dengan
segala sesuatu yang kita anggap baik, boleh jadi amat Tuhan)
buruk bagi kita.” Sejak tadi Gurutta berhati-hati sekali
memilih kalimatnya. (Hal. 470)
75. “Tapi kembali lagi soal takdir tadi, mulailah Menerima takdir
menerimanya dengan lapang hati, Kang Mas. Karena kita (Sikap dan
mau menerima atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir hubungannya dengan
tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita Tuhan)
bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi
menyapa pun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar baiknya,
karena kita tidak bisa mengendalikannya, bukan berarti
kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa
mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya.
Apakah bersedia menerimanya, atau mendustakannya.”
(Hal. 471)
76. “Yang kedua, biarkan waktu mengobati seluruh Berserah diri
kesedihan, Kang Mas. Ketika kita tidak tahu mau (Sikap dan
melakukan apalagi, ketika kita merasa semua sudah hubungannya dengan
hilang, musnah, habis sudah, maka itulah saatnya untuk diri sendiri)
membiarkan waktu menjadi obat terbaik.” (Hal. 472)
77. “Dalam Alquran, ditulis dengan sangat indah, minta Sabar dan shalat
tolonglah kepada sabar dan shalat. Kita disuruh (Sikap dan
melakukan itu, Kang Mas. Bagaimana mungkin sabar hubungannya dengan
bisa menolong kita? Tentu saja bisa. Dalam situasi Tuhan)
tertentu, sabar bahkan adalah penolong paling dahsyat.
Tiada terkira. Dan shalat, itu juga penolong terbaik tiada
tara.” (Hal. 472)
78. “Maka, akan kusimpulkan kembali, Kang Mas. Yang Keyakinan terhadap
pertama, yakinilah kematian Mbah Putri adalah takdir takdir
Allah yang terbaik. Yang Kedua, biarkan waktu (Sikap dan
mengobati semua kesedihan. Yang ketiga, lihatlah hubungannya dengan
penjelasan ini dari kaca mata yang berbeda. Semoga tiga Tuhan)
hal itu bisa Kang Mas pikirkan, dan membantu
menghibur penat di dalam hati.” (Hal. 473)
79. Demi melihat itu, putri sulungnya sudah lompat, Bersyukur
bersimpuh memeluk kaki Mbah Kakung. Sambil (Sikap dan
menangis sekaligus mengucapkan rasa syukur. (Hal. 474) hubungannya dengan
Tuhan)
80. Satu meja jadi menahan napas. Anna seperti biasa Menghormati
tabiatnya nyeletuk ringan. Padahal sejak tadi mereka (Sikap dan
berhati-hati memilih topik percakapan agar Mbah Kakung hubungannya dengan
nyaman. Anna malah santai sekali bertanya. Dengan orang lain/ masyarakat)
suara kencang pula, memastikan Mbah Kakung
mendengarnya. (Hal. 476)
81. “Aku dengar kau sudah rajin shalat di masjid, Ambo?” Religius
Gurutta bertanya. (Sikap dan
Ambo Uleng mengangguk. hubungannya dengan
“Bagaimana dengan pelajaran ngajimu?” Tuhan)
“Sudah mulai mengeja kata, Gurutta. Tapi baru kata-kata
pendek.”
“Itu bagus, Nak. Kau bahkan belum seminggu belajar
mengaji. Seminggu lagi belajar dengan Upe, boleh jadi
kau sudah bisa membaca Juz’amma.” Gurutta tersenyum,
mengangkat kepala sejenak. (Hal. (481-482)
82. “Ilmu agamaku juga dangkal, Ambo. Tapi itu tidak Religius
menghalangiku untuk menunaikan kerinduan ke Tanah (Sikap dan
Suci.” Gurutta tersenyum. “Perjalanan haji adalah hubungannya dengan
perjalanan penuh kerinduan, Ambo. Berjuta orang pernah Tuhan)
melakukannya. Dan besok lusa, berjuta orang lagi akan
terus melakukannya. Menunaikan perintah agama
sekaligus mencoba memahami kehidupan lewat cara
terbaiknya.” (Hal. 482)
83. “Lepaskanlah, Ambo. Maka besok lusa, jika dia adalah Keyakinan terhadap
cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara takdir
mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk (Sikap dan
kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu hubungannya dengan
bukan cinta sejatimu. Hei, Ambo, kisah-kisah cinta di Tuhan)
dalam buku itu, di dongeng-dongeng cinta, atau hikayat
orang tua, itu semua ada penulisnya. Tapi kisah cinta kau,
siapa penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita
sempurna di muka bumi. Tidakkah sedikit saja kau mau
meyakini bahwa kisah kau pastilah yang terbaik yang
dituliskan.” (Hal. 492)
84. “Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau Pengendalian diri
patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau (Sikap dan
menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki, hubungannya dengan
tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. diri sendiri)
Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar
menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati
kaidah agama..” (Hal. 493)
85. Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, Berbuat kebaikan
belum terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, (Sikap dan
sibukkan dengan belajar. Kau sudah melakukannya sejak hubungannya dengan
terjebak di ruangan kecil antara hidup dan mati. Kau diri sendiri)
mulai belajar agama. Kau juga belajar tentang kapal uap
ini. Dan kelebihan kau yang paling utama adalah kau
senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Maka teruslah
menjadi orang baik seperti itu. Insya Allah, besok lusa,
Allah sendiri yang akan menyingkapkan misteri
takdirnya.” (Hal. 493)
86. “Menulis adalah salah satu cara terbaik menyebarkan Menyebarkan
pemahaman, Ruben.” Gurutta menjawab pertanyaan pemahaman
Ruben tentang mengapa dia menghabiskan banyak waktu (Sikap dan
di kabin untuk menulis, “Ketika kita bicara, hanya hubungannya dengan
puluhan atau ratusan orang saja yang bisa mendengar. diri sendiri)
Kemudian hilang ditelan waktu. Tapi tulisan, buku-buku,
bisa dibaca oleh lebih banyak lagi. Satu buku bisa
dipinjam dan dibaca berkali-kali oleh orang yang
berbeda, apalagi ribuan buku. Dan jangan lupakan, buku
bisa abadi. Terus diwariskan, dicetak kembali. Itu sangat
efektif untuk membagikan pemahaman baik.” (Hal. 501-
502)
87. “Apakah Gurutta butuh sesuatu? Seperti selimut, atau Peduli terhadap sesama
pakaian ganti, akan aku ambilkan?” Ambo Uleng (Sikap dan
akhirnya bicara. (Hal. 510) hubungannya dengan
masyarakat dan
bangsa)
89. “Kita bahkan tidak tahu apa kabar sergent Lucas Menjunjung
sekarang. Mereka perompak kejam. Mereka boleh jadi kemerdekaan
sudah memenggal seluruh tentara Belanda di atas. Aku (Sikap dan
akan membebaskan Tuan Karaeng. Di atas kapal ini, hubungannya dengan
semua orang merdeka, semua orang setara.” Serdadu itu orang lain dan bangsa)
meneruskan membuka pintu sel- iyalah serdadu yang
menerima mangkuk sup iga dari Gurutta. (Hal. 526)

90. “Aku tahu itu, Gurutta, tapi kita tidak akan gagal.” Ambo Bersikap optimis
Uleng berkata mantap. (Hal. 530) (Sikap dan
hubungannya dengan
diri sendiri)
91. “Aku tahu, Gurutta tidak mau lagi kehilangan orang- Sikap keberanian
orang yang gurutta sayangi, tapi kebebasan pantas Keyakinan terhadap
dibayar dengan nyawa. Aku membutuhkan Gurutta dalam takdir
rencana ini. Pesan itu harus ditulis oleh gurutta agar (Sikap dan
penumpang gagah berani. Mereka akan memeroleh hubungannya dengan
berlipat kekuatan jika pesan itu ditulis atas nama gurutta. masyarakat dan
Mereka akan mematuhi setiap pesan yang gurutta bangsa)
tuliskan.” (Hal. 532)
92. Ambo Uleng, dengan wajah yakin mengegenggam tangan Menegakkan kebenaran
Gurutta, berkata perlahan,“Gurutta, aku masih ingat (Sikap dan
ceramah Gurutta beberapa hari lalu di masjid kapal. hubungannya dengan
Lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan masyarakat dan
tanganmu, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan bangsa)
lisanmu, sampai dengan perkasa. Atau dengan benci
dalam hati, tapi itu sungguh selemah-lemahnya iman.”
(Hal. 532)
93. Saat wajah lebam itu menatap Gurutta dengan tatapan Sikap Keberanian
sayu, Gurutta berkata lembut kepadanya ”Kemerdekaan (Sikap dan
adalah hak segala bangsa, mijn vriend.” (Hal. 539) hubungannya dengan
orang lain/ bangsa)
94. “Tapi di atas segalanya, yang paling membuat Gurutta Bersyukur dan optimis
bersyukur, kalimat Ambo Uleng terbukti, tidak ada satu (Sikap dan
pun penumpang yang jadi korban. Hanya beberapa hubungannya dengan
terluka, tapi itu hanya karena mereka pukul saat serangan orang lain /masyarakat)
mendadak. Ada ratusan yang semangat sekali ikut
menyerang perompak, satu-dua malah memukul teman
sendiri.” (Hal. 539)
95. Besok lusa, setelah pulang ke Makasar, Daeng Andipati Bersilaturahmi
mengunjungi enam saudaranya, kembali merekatkan tali (Sikap dan
persaudaraan mereka yang pernah renggang. Meminta hubungannya dengan
enam saudaranya memaafkan ayah mereka. Mereka orang lain/masyarakat)
bertujuh akhirnya datang menziarahi makam ibu dan ayah
mereka bersama-sama. Kali ini dengan perasaan lapang
dan memaafkan. (Hal. 542)
96. Hari itu, Ambo Uleng memahami seutuhnya nasihat Bersabar
Gurutta sungguh, telah menunggu hadiah yang paling (Sikap dan
indah bagi orang-orang bersabar. (Hal. 544) hubungannya dengan
diri sendiri)

C. Rekapitulasi Nilai Moral dalam Novel-Novel Karya Tere Liye


Berdasarkan hasil analisis nilai moral dalam novel-novel karya Tere Liye
yaitu novel Tentang Kamu, novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, dan novel
Rindu dalam teori terdapat 4 wujud nila moral sebagai berikut; (1) sikap dan
perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan (2) sikap dan perilaku dalam
hubungannya dengan diri sendiri (3) sikap dan perilaku dalam hubungannya
dengan keluarga (4) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat
dan bangsa, dan (5) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan lingkungan
sekitar.
1. Nilai Moral Pada Novel Tentang Kamu
a. Sikap Dan Hubungannya Dengan Masyarakat Dan Bangsa
Ramah-tamah, berpegang pada prinsip, berempati, ramah, sopan / hormat
menghormati, bersahaja / membawa semangat baru, pemurah dan ramah, dapat
diandalkan, ringan tangan, berbagi kepada sesama, rajin membantu,
berperasangka baik, penghianatan, kerinduan, kejujuran, tidak pernah
berperasangka buruk, berhati lembut/berempati, menegakkan kebenaran, hati yang
besar (memaafkan orang lain), adil dan amanah, pemurah/ membantu orang lain,
tidak mau orang membalas budi (ikhlas), baik hati / menolong orang, tegas, peduli
terhadap orang lain, rasa syukur dan bergotong royong, pengabdian dan amanah,
pengorbanan, tidak terburu-buru mengambil tindakan, tidak mudah percaya
terhadap orang lain, menyembunyikan kebenaran, berinovasi, amanah dan adil,
keramah-tamahan, tidak meremehkan orang lain.
b. Sikap Dan Hubungannya Dengan Diri Sendiri
Jujur, menghargai waktu, kreatif dan gigih, tepat janji, berkemauan keras
dan pantang menyerah, gigih, tangguh, cermat, tidak menerima kenyataan,
pengendalian diri, tidak membenci dan tidak mendendam, teguh, berperasangka
baik, kerja keras dan pantang menyerah, berinovasi, berani mengambil keputusan,
sabar, berkemauan keras, pemurah/ suka memberi, berpikir jauh ke depan,
bersahaja, pengendalian diri, kuat, tegar menghadapi apa pun, menerima takdir,
jangan pernah takut memulai hal baru, ulet, bersemangat dan rajin.
c. Sikap dan Hubungannya Dengan Keluarga
Menepati janji, penyayang, patuh kepada orang tua, tidak ada kepedulian
terhadap anaknya, rasa kasih sayang, tegas, berhati besar, pantang menyerah, rela
berkorban, setia, pemaaf , rasa kasih sayang (kompak).
d. Sikap dan hubungannya dengan tuhan
Berpasrah diri pada takdir, religius.
2. Nilai Moral Pada Novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
a. Sikap dan hubungannya dengan keluarga
Kerinduan, berbakti kepada orang tua, rasa kasih sayang, berjiwa besar,
berbakti kepada suami, menghargai, berjiwa besar, keridhoan, setia, dan
bertanggung jawab.
b. Sikap dan hubungannya dengan masyarakat dan bangsa
Setia, tidak berhutang budi kepada orang lain, rela berkorban, tolong
menolong, menilai dengan fakta yang utuh, peduli terhadap sesama, melanggar
privasi orang lain/ kesopanan, rendah hati dan bersahaja, tegas, setia kawan,
menghargai, berbagi, pemimpin yang baik, tidak menolong orang lain,
bertanggung jawab, perlakukan kasar, egois/mementingkan diri sendiri,
diperlakukan kasar dan memaksa bekerja, jujur, ramah, tidak banyak ulah,
perbuatan buruk (mencopet dan mencuri), mengambil hak orang lain, berempati,
munafik, pemaaf, memotivasi orang lain, kekeluargaan, dan solider.
c. Sikap dan hubungannya dengan diri sendiri
Optimis, bersyukur, bekerja keras, berpikir jauh ke depan, tidak bersyukur,
bijak menyikapi hidup, memiliki rasa cukup, cakap, tangguh dan berani
mengambil resiko, gigih, tidak mengenal rasa takut, semangat belajar, tidak
memaksakan kehendak, terlalu percaya dengan naluri, tidak menyesali masa lalu,
berani mencoba, memiliki tujuan hidup, tidak larut dalam kesedihan, terlalu cepat
mengambil kesimpulan, kerendahan hati, keras kepala, penerimaan atas kejadian
menyakitkan, berbuat kebaikan, pekerja keras (bersungguh-sungguh), berpikir
sebelum bertindak, pemahaman dan penerimaan atas permasalahan, menyikapi
persoalan dengan baik, mimpi yang berlebihan, pemberontak dan tangguh, cerdas,
perbuatan buruk (mencuri dan berjudi), tidak ada kehidupan di dunia yang sia-sia,
ada sebab-akibat kehidupan, dan tidak hati-hati.
d. (sikap dan hubungannya dengan tuhan)
Jujur, berperasangka baik, bersyukur, berperasangka buruk.

3. Nilai Moral Pada Novel Rindu


a. Sikap dan hubungannya dengan diri sendiri
Bersyukur, semangat belajar, berbicara akurat, berkepribadian yang baik,
produktif, optimis, tidak merusak merusak diri sendiri, percaya diri, berbuat
kebaikan, menerima masa lalu, percaya diri, mawas diri, pengendalian diri, belajar
agama, memaafkan, bersikap optimis, bersabar, berbuat kebaikan, pengendalian
diri.
b. Sikap dan hubungannya dengan orang lain/ masyarakat
Menghakimi sesuatu yang belum diketahui, produktif, ketulusan hati,
pemimpin yang baik, memanfaatkan kesempatan, diam membawa kebaikan, adil,
tolong menolong, menjunjung kemerdekaan, terbuka, bersikap bijak, memuji
orang lain, bertegang rasa / toleransi, pelaut yang baik, beramah-tamah kepada
orang lain, berempati, bersikap sopan santun, berpegang pada prinsip, berbagi
kepada orang lain, memperlakukan orang lain dengan kasar, jangan lari dari
kenyataan, berpikir positif, baik hati, dapat diandalkan, menghargai orang lain,
kejujuran, kerendahan hati/ memaafkan orang lain, sikap keberanian, menegakkan
kebenaran, bersyukur dan optimis, bersilaturahmi, peduli terhadap sesama,
menyebarkan pemahaman, menghormati, saling menjaga, bertanggung jawab,
dermawan, menghormati.
c. Sikap dan hubungannya dengan tuhan
Religius, mawas diri, menjalankan sholat, beriman, bersyukur, religius,
keyakinan terhadap takdir, berserah diri, bersyukur, sabar dan shalat, menerima
takdir, berperasangka baik, sikap dalam beragama, belajar mengaji, Beramal saleh
d. Sikap dan hubungannya dengan keluarga
Rasa kasih sayang, perbuatan buruk (mempertaruhkan keluarga), setia,
peduli, rasa kasih sayang, perbuatan buruk (kasar terhadap orang lain), sabar dan
tetap mencintai.
D. Relevansi Hasil Penelitian Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA
Berdasarkan hasil penelitian keseluruhan nilai moral yang terdapat pada
novel-novel karya Tere Liye yaitu novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu,
novel Tentang Kamu, dan novel Rindu pada umumnya dapat diterapkan dalam
pembelajaran sastra di SMA. Penulis kemudian memilih salah satu novel dari tiga
novel karya Tere Liye. Dengan demikian, penulis memilih novel Tentang Kamu
untuk dijadikan acuan pengimplementasian novel sebagai bahan ajar di SMA
yang disusun berdasarkan standar kompetensi pada kelas XI. Karena setelah
membaca isi novel Tentang Kamu pembaca dapat menemukan dan menentukan
nilai moral yang baik dan nilai moral yang buruk. Selain itu, nilai moral yang
ditemukan pada novel tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai motivasi untuk
perkembangan pembaca. Adapun KD yang relavan dengan penelitian ini yaitu KD
3.11 “Menganalisis dari satu buku fiksi yang dibaca dan 4.11 “Menyusun ulasan
terhadap pesan dari satu buku fiksi yang dibaca pada kelas XI SMA.

Anda mungkin juga menyukai