Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN HADIS TENTANG PENGOBATAN NABI

“Mengkritisi dan Mendeteksi Kecatatan dalam Matan Hadis Nabi”


Oleh :
Siti Zulfatul Mutamimah dan Muhammad Syawaluddin Usman
Prodi Ilmu Al-quran Dan Tafsir IAIN Kediri
Email : zulfatmutamimah06@gmail.com dan syawaluddin@alishlah.sch.id

Abstrak
Penelitian ini membahas fenomena yang kompleks dan berintrikat mengenai 'illat
pada matan hadis dalam konteks ilmu hadis Islam. 'Illat, yang dapat diartikan sebagai
kelemahan atau cacat dalam teks hadis, telah menjadi subjek perdebatan intens dalam
penelitian hadis selama berabad-abad. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk
memperdalam pemahaman kita tentang 'illat dan peran kritik tekstual dalam ilmu
hadis.Penelitian ini melibatkan analisis mendalam terhadap konsep 'illat,
mengidentifikasi jenis-jenis 'illat yang mungkin terjadi dalam matan hadis, serta
mengeksplorasi metode dan alat kritik tekstual yang digunakan oleh ahli hadis dalam
mendeteksi dan mengatasi 'illat. Selain itu, penelitian ini juga membahas dampak 'illat
pada otoritas dan validitas hadis dalam tradisi Islam.Hasil penelitian ini memberikan
wawasan yang lebih baik tentang kompleksitas ilmu hadis dan pentingnya kritik tekstual
dalam menjaga integritas teks hadis. Penelitian ini juga mengungkapkan bagaimana
pemahaman yang lebih baik tentang 'illat dapat membantu kita dalam menafsirkan hadis
dengan lebih cermat dan menghindari kesalahan interpretasi yang mungkin timbul karena
'illat yang tidak diperhatikan.Studi ini memiliki implikasi penting dalam pengembangan
ilmu hadis dan penelitian teks-teks keagamaan lainnya. Dengan pemahaman yang lebih
mendalam tentang 'illat pada matan hadis, kita dapat mengambil langkah-langkah lebih
hati-hati dalam menggali harta ilmu dan hikmah yang terkandung dalam warisan hadis
Islam (KAJIAN MATAN A 2023, n.d.)

Kata Kunci: Pengobatan Nabi, Matan Hadis Nabi


PENDAHULUAN

Ilmu Hadis adalah salah satu aspek penting dalam tradisi Islam yang telah berperan sentral
dalam menjaga dan menyampaikan ajaran Nabi Muhammad SAW. Sebagai sumber kedua
terpenting setelah Al-Qur'an, hadis-hadis, yang mencatat perbuatan, perkataan, dan persetujuan
Nabi, memiliki peran sentral dalam membimbing kehidupan umat Islam. Karena kedudukannya
yang begitu krusial, keakuratan, keotentikan, dan pemahaman yang mendalam tentang hadis-
hadis ini menjadi hal yang sangat krusial.
Dalam perjalanan sejarah, hadis-hadis sering kali menghadapi tantangan dan kritik yang
mempengaruhi pemahaman dan penerimaannya. Salah satu tantangan utama dalam ilmu hadis
adalah 'illat pada matan hadis, yang merupakan kelemahan atau cacat yang terkandung dalam teks
hadis. 'Illat dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk kontradiksi internal dalam teks,
ketidakpastian perawi, atau ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip Islam yang lebih luas.
Penelitian tentang……sudah banyak dilakukan dan dibahas, ada bebarapa artikel
yang membahas tentang ….., yaitu Mahmud….judul artikel…..tunjukkan 5 artikel yang
mempunyai kemiripan dengan tema yang dibahas…., kemudian tutup dengan kata-kata,
dari sekian artikel yang ada belum ada yang membahas tentang….. dengan judul yang
yang dibahas peneliti
Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang 'illat pada matan hadis dan
pentingnya kritik tekstual dalam mengungkap rahasia di balik 'illat tersebut. Dengan cara ini, kita
dapat memahami bagaimana 'illat dapat memengaruhi validitas dan otoritas hadis dalam tradisi
Islam. Lebih dari itu, pemahaman yang lebih mendalam tentang 'illat dapat membantu kita dalam
menafsirkan dan mengaplikasikan hadis dengan lebih akurat dan kontekstual.
Dalam artikel ini, kami akan menjelajahi berbagai aspek 'illat pada matan hadis, meliputi
jenis-jenisnya, metode kritik tekstual yang digunakan oleh ahli hadis untuk mengidentifikasi 'illat,
dan dampaknya pada pemahaman agama Islam. Selain itu, kami akan membahas relevansi dan
implikasi dari pemahaman yang lebih baik tentang 'illat dalam konteks kontemporer, di mana
pemahaman yang tepat tentang hadis-hadis ini tetap sangat penting. Dengan demikian, penelitian
ini akan memberikan wawasan yang lebih dalam tentang kompleksitas ilmu hadis dan mengapa
pemahaman 'illat pada matan hadis adalah suatu aspek penting yang harus diperhatikan dalam
studi hadis

2
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ‘ILLAL AL-HADITS

Al-‘Ilal menurut bahasa adalah al-maradh (penyakit). Secara terminologi ahli


hadis adalah sebab tersembunyi yang mencacatkan hadis meski secara lahiriah tampak
terhindar dari cacat. ‘Ilal al-Hadits merupakan bahasa arab yang terdiri dari dua kosa kata,
yaitu ‘Ilal dan hadits. ‘Ilal merupakan bentuk plural dari kata ‘’ilal. Secara etimologi
memiliki makna dasar, yaitu berulang-ulang, pencegahan/penundaan dan kelemahan pada
sesuatu. Jadi, ‘ilal secara etimologi adalah ungkapan tentang makna yang
menempati/berdiam di suatu tempat hingga keadaan tempat tersebut berubah. Dengan
demikian, sesuatu yang merubah keadaan yang lain, baik dalam bentuk hambatan atau
pelemahan di sebut ‘illat yang kemudian dikenal dengan istilah sakit. Ulama ushuliyyin
memahami bahwa ‘ilal al-hadits adalah sesuatu yang menunjukkan hukum atau perkara
yang memengaruhi hukum. Menurut sufiyyin ‘ilal al-hadits adalah peringatan atau
teguran Tuhan kepada hamba-Nya, baik karena ada sebab maupun tidak, sedangkan
menurut mutakallimin sesuatu yang menjadi tempat ketergantungan perkara lain.(Alibe,
2022)

Dalam studi ilmu hadis, kritik ini dikenal dengan istilah naqd al-hadits. Secara
etimologi, naqd berarti menyepuh logam dan memisahkannya dari kotorannya, dan secara
terminologi ilmu hadis didefinisikan sebagai upaya mengidentifikasi hadis-hadis sahih
dari hadis-hadis yang daif dan memberi penilaian baik atau buruk terhadap para rawi
(sesuai kualitas masing-masing). Tentu saja dalam me-naqd ini hadis dilihat dari kedua
sisinya; yaitu sanad dan matannya. Kedua sisi ini ibarat dua mata uang yang tidak bisa
dipisahkan dalam rangka menilai kesahihan sebuah hadis. Dari sisi sanad, yang dikaji
adalah masalah ittisal al-sanad yaitu kesinambungan sanad, di mana tidak boleh ada
keterputusan matarantai sanad, dan ‘adalat al-ruwah, yaitu kredibilitas rawi atau
kualifikasi kesalihan dan kekuatan hafalannya. Sementara dari sismatan, yang dikaji
adalah masalah kebahasaannya, sabab wurudnya, nasikh dan mansukhnya, kajian
komparatif antarriwayat dan dengan al-Qur’an, kemudian mendatangkan solusi jika
terdapat pertentangan, menerangkan hukum dan hikmahnya. Selain itu, tradisi naqd ini
bukan semata-mata demi memuaskan kecenderungan ilmiah atau keingintahuan semata,

3
melainkan untuk tujuan-tujuan yang jauh lebih dalam dan lebih besar dari sekadar itu.
Allah SWT telah menurunkan kitab suci-Nya dan mewakilkan kepada nabi-Nya untuk
memberi penjelasan dan keterangan terhadap kitab suci tersebut. Maka Nabi SAW
melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya selama 23 tahun, menjelaskan
agama, menerangkan halal-haram, mengajarkan sunah, dan sebagainya. Pengetahuan
tentang ajaran-ajaran tersebut tentu saja dengan mengetahui dan mempelajari sunah-
sunah Nabi SAW yang sahih, dan hal ini tidak dapat dilakukan melainkan dengan
mengkaji dan meneliti kualifikasi para perawi yang meriwayatkan ajaran dan sunah
tersebut, untuk kemudian mengambil dan mengamalkan riwayat mereka yang jujur dan
membuang riwayat para pendusta dan menerangkan perihal kedaifan dan kepalsuannya
kepada umat.(Afrizal, 2016)

Ilmu ‘illal adalah ilmu untuk mengetahui sebab-sebab ini yang muncul dari
prasangka. Ilmu ini lebih luas cakupannya daripada hadits mu‘allal, mencakup ilmu-ilmu
ruwat, matan dan sanad. Menurut Al-Hakim ‘lllat Yaitu ilmu, yang dengan ilmu ini akan
diketahui hadits tidak shahîh dan cacat, jarh dan ta‘dil. Sedangkan Menurut Ibn al-Shalah
Yaitu hadits yang terdapat cacat yang menurunkan kredibelitas keshahîhan hadits,
padahal dari segi lahir selamat dari cacat itu.(Hak, n.d.-a)

B. Tempat-tempat Ilat

Illat hadits itu bisa terjadi pada tiga tempat(Hak, n.d.-b) :

1. Sanad,
2. Matan dan
3. Sanad dan Matan sekaligus.

1. Pada Sanad

'Illat yang terdapat di dalam sanad itu lebih banyak terjadi jika dibandingkan
dengan 'illat yang terdapat pada matan. Ia adakalanya menjadikan cacat pada sanadnya
saja, tidak sampai mencacatkan matannya dan adakalanya kecacatannya itu merembet
kepada matannya sekali. 'Illat pada sanad yang hanya berpengaruh pada sanadnya saja itu
dapat diketahui apabila hadits tersebut juga diriwayatkan oleh rawi lain dengan sanad lain
yang shahih. lllat pada sanad yang membawa pengaruh kepada kecacatan matannya itu

4
terjadi antara lain kalau 'Illat itu disebabkan karena memauquf-kan (memungkas
pemberitaan hanya kepada sahabat), meng-irsal-kan (meninggalkan sahabat yang
semestinya harus dijadikan). Al-Hakim An-Nisabury menceritakan bahwa Imam Muslim
pernah menanyakan hadits Musa bin 'Uqbah yang bersanad Suhail bin Abi Shalih dari
ayahnya (Abu Shalih) dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi Muhammad saw. (nomor I) itu
kepada Imam Bukhary. Imam Bukhary menjawab bahwa hadits tersebut adalah baik dan
beliau menyatakan belum pernah mengetahui hadits yang sebaik ini dalam masalah
kaffaratul-majlis. Hanya saja hadits itu adalah ma'lul (ber- 'illat). Karena menurut beliau,
hadits itu bersanad Musa bin Isma'il, Wuhaib, Syuhail dan 'Aun bin 'Abdillah (nomor II).
Hadits itu bukanlah sabda Rasulullah saw. sebagaimana dikatakan oleh Musa bin 'Uqbah
(hadits marfu'), akan tetapi hadits itu adalah perkataan 'Aun bin 'Abdillah (jadi hadits
mauquf). Namun demikian hadits ini masih lebih baik daripada hadits periwayatan Musa
bin'Uqbah. Karena di dalam sanad ini tidak disebut-sebut adanya Musa bin 'Uqbah
mendengar dari Suhail.

‫ اﻻ إ ا ﻻ أ ﻧ ﺖ أﺳ ﺘﻐ ﻔﺮ ال‬, ‫ ﺳ ﺎ ﺑﺤ ﺎ ﻧ ﻚ اﻟﻠﮭ ﺎم و ﺣ ﺒ ﺎﻻ د ا ل‬: ‫ﻣ ﻦ ﺟ ﻠﺲ ﺟ ﻤ ﻠﺴ ﺎ ﻛ ﺜ ﺮ ﻓ ﯿ ﮫ ﻟ ﻐ ﻄ ﮫ ﻓ ﻘ ﺎ ا ل ﻗ ﺒ ﺎ ل أن ﯾﻘ ﺎو‬


‫و أﺗﻮ ب إﻟﯿﻚ إال ﻏ ﻔﺮ ﻟﮫ ﻣ ﺎ ﻛ ﺎن ﯾﻒ ﺟ ﻤ ﻠﺴ ﮫ‬

Jika hadits tersebut kita ambil sanad Ya'la bin 'Ubaid (I) dari Sufyan Ats-Tsaury dari 'Amr
bin Dinar dari Ibnu 'Umar r.a., tahulah kita bahwa hadits tersebut sanadnya muttashil dan
rawinya tsiqah namun masih ber'illat (cacat). 'Illat-nya terletak pada adanya kekeliruan
Ya'la bin 'Ubaid dalam menyandarkan periwayatannya kepada Sufyan dari 'Amr bin Dinar.
Diketahui adanya kekeliruan itu setelah diadakan perbandingan dengan sanad yang lain,
yaitu sanad-sanad Abu Nu'aim (II), sanad Muhammad bin Yusuf (III) dan sanad Makhlad
bin Yazid (IV). Mereka ini meriwayatkan hadis itu melalui Sufyan Ats-Tsaury, 'Abdullah
bin Dinar dan Ibnu 'Umar r.a.

2. Pada matan

'Illat yang terdapat pada matan itu tidak sebanyak 'illat yang terdapat pada sanad.
Sebagian contoh hadits yang ber-'illat pada matannya ialah hadits yang diriwayatkan oleh
Ibrahim bin Thuhman:

‫ و ﻣ ﺎ ﻣ ﻨ ﺎ إ ا ل و ﻟ ﻜ ﻦ ا ھ ﻠ ﻞ ﯾ ﺬ ھ ﺐ ﺑ ﺎﻟﺘ ﻮ ﻛ ﻞ‬, ‫ا ﻟ ﻄ ﺮ ﯾ ﺔ ﻣ ﻦ ا ﻟ ﺸ ﺮ ا ل‬
5
Hadits Ibrahim bin Thuhman yang bersanad Hisyam bin Hisan, Muhammad bin Sirin dari
Abu Hurairah r.a. dan yang bersanad Suhail bin Abu Shalih, Abu Shalih dari Abu
Hurairah r.a. (nomor I) adalah bahwa ber-'illat (ma'lul) pada matan-nya. Sebab menurut
Abu Hatim Ar-Razy bahwa kalimat "Tsumma liyaghtarifa sampai dengan maq 'adatahu"
itu adalah perkataan Ibrahim sendi'ri. La menyambung perkataan itu pada akhir matan
hadits, sehingga orang-orang yang menerima hadits daripadanya tidak dapat
membedakan

Perkataan seorang rawi yang disisipkan pada suatu matan hadits disebut Idr aj.
Sebagian ketentuan idraj ini ialah apa-bila seorang rawi yang menyisipkan itu
menjelaskan bahwa sisipan atau tambahan itu untuk menjelaskan matan hadits, maka
yang demikian itu tidaklah merupakan 'illat yang dapat mencacatkan matan hadits. Akan
tetapi apabila rawi tersebut mengatakan bahwa kata-kata yang diriwayatkan itu adalah
matan hadits, maka idraj tersebut menyebabkan cacatnya matan hadits. Contoh lain hadits
yang ber-'illat pada matannya ialah hadits Muslim yang bersanad al-Auza'iy, dari Qatadah
secara kitabah (surat-menyurat) yang mewartakan bahwa Anas bin Malik mengatakan:
"Aku bersalat di belakang Rasulullah saw., Abu Bakar r.a.,'Umar r.a. dan 'Utsman r.a.
Mereka memulai dengan mem baca hamdalah, tanpa mengucapkan basmalah, baik di
awal bacaan maupun di akhirnya."

3. Pada Sanad dan Matan

Illat hadits yang terdapat pada sanad dan matan mempunyai pengaruh yang
mencacatkan kepada kedua (sanad dan matan). Contoh hadits yang ber'illat pada sanad
dan matan seperti hadits yang diriwayatkan oleh Baqiyah ibn al-Walid: Baqiyah bin Walid
meriwayatkan hadits tersebut melalui sanad-sanad : Yunus, Az-Zuhry, Salim, Ibnu 'Umar
r.a. dari Nabi Muhammad saw :

‫ﻣ ﻦ أ د ر ا ك ر ﻛ ﻌ ﺘ ﮫ ﻣ ﻦ ﺻ ﺎﻟﺔ ا ﻟﺠ ﻤ ﻌ ﺔ و ﻏ ﯿ ﺮ ﯾ ﮭ ﺎ ﻓﻘ ﺪ أد ر ك‬

Menurut Abu Hatim Al-Razy, pengisnadan Baqiyah tersebut terdapat kekeliruan, yaitu ia
mengatakan bahwa Az-Zuhry menerima hadits itu dari Salim dan Salim dari Ibnu 'Umar r.a.
Padahal sebenarnya Az-Zuhry menerimanya dari Abu Salamah dari Abu Hurairah r.a. Kekeliruan
itu dapat kita ketahui berdasarkan penelitian lewat sanad-sanad lain.

6
C. Kritik Dan Matan Hadis

• Kritik Sanad
Hadis Muhādśîn menyatakan bahwa sistem sanad kedudukannya sangat penting dalam
kehadisan. Karena sanad adalah sebagai alat control periwayatan hadis sekaligus
mencermati kecenderungan sikap keagamaan dan politik orang perorang yang menjadi
mata rantai riwayat itu. Ibnu Sirin menyatakan: “Bahwasannya ilmu ini (hadis) adalah
agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu” (H.R. Muslim). Demikian
pula Ibn al-Mubarak berkata: “Isnad adalah bagian dari agama (dîn), dan jika tidak ada
isnad setiap orang akan bebas melaporkan yang dia inginkan” (HR. Muslim). Teori ini
berangkat dari asumsi, bahwa semakin banyak jalur periwayatan yang bertemu pada
seorang rawi (periwayat hadis), semakin besar pula jalur periwayatan tersebut
mempunyai klaim kesejarahan yang sahih. Artinya jalur periwayatan yang dapat
dipercaya secara autentik adalah jalur periwayatan yang bercabang ke lebih dari satu jalur.
Sementara yang bercabang ke (hanya) satu jalur (single strand), tidak dapat dipercaya
secara mutlak kebenarannya (d a’if). Berbeda pula dengan pandangan Rahman yang
menyatakan bahwa leteratur hadis seharusnya tidak dianggap sebagai data sejarah yang
dapat dipercaya sama sekali dan di buang secara keseluruhan. Meskipun bagian yang
dianggap mewakili sunnah Nabi itu sedikit, sisanya mereflesikan sunnah yang hidup
(living tradition). Hadis yang ditulis di dalam leteratur hadis adalah merupakan ungkapan
verbalistis dari sunnah yang hidup, dan dijadikan sebuah bukti dokumen melalui jalur
isnad (strand) yang disampaikan oleh seorang periwayat (common link), sampai pada
penerima teakhir (kolektor) sekalipun hadis yang terhimpun itu secara sedikit atau
keseluruhan merupakan hasil formalisasi para periwayat (Rahman, 1965: 33).
• Kritik Matan Hadis
Para kritikus hadis dalam melakukan verifikasi penyandaran hadis Nabi, tidak hanya
meneliti sanad tetapi juga matan. Ini berdasarkan kenyataan bahwa terdapat sejumlah
matan yang tidak dapat disandarkan kepada Nabi, meskipun sanad-nya tampak dapat
dipercaya (śiqah). Dengan kata lain, sanad yang śiqah tidak harus berarti matan-nya juga
terpercaya. Aspek matan (materi) hadis dianggap kredibel manakala telah melalui
pengujian kritik matan dengan cara membandingkan (muqāranah), atau mencari hadis
yang lebih kuat dari sejumlah hadis yang ada yang didukung dengan melihat aspek socio-
historis (asbāb al-wurūd al-hadîś) yang terjadi ketika hadis itu berada atau dengan cara

7
(muarradah) yakni mengkonfentir. Dengan kritik matan, kesalahan yang diperbuat oleh
seorang perawi dapat dikontrol dan penilaian seorang kritikus terhadap sebuah hadis
dapat diverifikasi.(Kritik Matan Dan Kritik Sanad, n.d.)

D. Kritik atas Kritik Hadis Prediksi

Kritik Rahman tentang hadis-hadis prediksi merupakan sebuah hadis yang tidak
bersumber dari Nabi, tetapi merupakan hasil formulasi dari ulama generasi awal Islam. Ada
beberapa hal yang dapat digarisbawahi atas pandangannya serta memperjelas tentang alasan-
alasan penolakannya terhadap hadis prediksi.

• Bahwa Rahman tidak menolak seluruh hadis prediksi tetapi ia menolak hadis
prediksi yang bersifat spesifik, seperti pertentangan politik, teologi dan
dogmatis (Rahman, 1965: 46). Rahman memberikan contoh dari kitab as-
sahihain . Misalnya hadis riwayat dari sahabat Hużaifah, Nabi berkata:

‫ﯾ ﻜ ﻮ ن ﺑ ﻌ ﺪ ى أ ﺋ ﻤ ﺔ ا ل ﯾ ﮭ ﺘ ﺪ و ن ﺑ ﮭ ﺪ ا ى و ا ل ﯾ ﺴ ﺘ ﻨ ﻮ ن ﺑ ﺴ ﻨ ﺘ ﻰ و ﺳ ﯿ ﻘ ﻮ م ﻓ ﯿ ﮭ ﻢ ر ﺟ ﺎ ل ﻗ ﻠ ﻮ ﺑ ﮭ ﻢ ﻗ ﻠ ﻮ ب ا ﻟﺸ ﯿ ﺎط ﯿ ﻦ ﻓ ﻰ‬
‫ﺟ ﺜﻤ ﺎن إﻧ ﺲ‬

‫ﻗﺎل ﻗﻠﺖ ﻛﯿﻒ أﺻﻨﻊ ﯾﺎ رﺳﻮل ﷲ ﺗﺴﻤﻊ وﺗﻄﯿﻊ ْﻟﻠﻤﯿﺮ وإن ﺿﺮب ظﮭﺮك وأﺧﺬ ﻣﺎﻟﻚ ﻓﺎﺳﻤﻊ وأطﻊ‬

“Setelah aku nanti akan datang pemimpin-pemimpin politik yang tidak suka
dengan bimbinganku dan tidak suka mematuhi sunnahku, dan diantara mereka
ada yang berhati syaitan di dalam wujud manusia. KhuŻaifah mengatakan bahwa
ia mengajukan pertanyaan: Apakah yang harus kulakukan, ya Rasulullah, jika
aku berada di dalam situsi yang seperti itu ? Maka Nabi pun menjawab: Dengar
dan patuhilah pemimpin politik tersebut. Sekalipun ia menyiksamu dan
merampas harta bendamu engkau harus mendengar dan mematuhinya”

• Hadis harus bisa dihubungkan dengan priode yang relevan di dalam Sejarah yang
kemudian.
Secara khusus Rahman tidak menjelaskan kriteria sebuah hadis sahih seperti
yang sering diungkap oleh kebanyakan Muhādiśîn, tetapi ia menjelaskan apakah
sebuah hadis itu bersumber dari Nabi, ataukah sebuah hadis itu merupakan
formulasi dari “sunah ideal” yang diaplikasikan secara kreatif oleh generasi
sesudahnya sesuai dengan situasi dan kondisi yang

8
terjadi ketika itu, sehingga menjadi sunah yang hidup. Rahman berpendapat
bahwa sebuah hadis yang bersumber dari Nabi harus bisa dibuktikan secara
historis dan dapat disesuaikan dengan kondisi moral-sosial yang sudah berubah
pada masa kini. Hal ini hanya dapat kita
lakukan melalui suatu studi historis terhadap hadis – dengan mengubahnya
menjadi “sunah yang hidup” (Rahman,1965: 77). Misalnya sebuah hadis tentang
faraid (pembagian waris) Jabir bin Abdullah mengatakan:
‫ ﻓ ﻘ ﺎ ﻟ ﺖ ﯾ ﺎ ر ﺳ ﻮ ل ﷲ‬- ‫ﺟ ﺎء ت ا ﻣ ﺮ أ ة ﺳ ﻌ ﺪ ﺑ ﻦ ا ﻟﺮ ﺑ ﯿ ﻊ إ ﻟ ﻰ ر ﺳ ﻮ ل ﷲ ﺻ ﻠ ﻰ ﱠ ﷲ ﻋ ﻠ ﯿ ﮫ و ﺳ ﻠ ﻢ‬
‫ ھ ﺎﺗ ﺎن اﺑﻨﺘ ﺎ ﺳ ﻌ ﺪ ﺑﻦ اﻟﺮ ﺑﯿﻊ ﻗ ﺘ ﻞ أﺑﻮ ھ ﻤ ﺎ ﻣ ﻌ ﻚ ﻓ ﻲ أﺣ ﺪ ﺷ ﮭ ﯿ ﺪ ا و إن ﻋ ﻤ ﮭ ﻤ ﺎ أﺧ ﺬ ﻣ ﺎﻟﮭ ﻤ ﺎ‬: ‫ا‬
‫ ﻓ ﻘ ﺎ ل ﻗ ﻀ ﻲ ﷲ ﻓ ﻲ ذ ﻟﻚ‬. ‫ ﻓ ﻠ ﻢ ﯾ ﺪ ع ﻟ ﮭ ﻤ ﺎ ﻣ ﺎ ا ل و ا ل ﺗ ﻨ ﻜ ﺤ ﺎ ن إ ا ل و ﻟ ﮭ ﻤ ﺎ ﻣ ﺎ ل‬:
Seorang istri Sa’ad bin ar-Rabi’ datang menghadap kepada Rasulullah saw,
kemudian berkata: Wahai Rasulullah ! Ini dua putri Sa’ad bin ar-Rabi’, kedua
putri ini ayahnya telah mati syahid pada perang Uhud bersama engkau, dan
sungguh pamannya telah mengambil harta miliknya,
maka bagi keduanya tidak bisa membiarkan hartanya tetap tinggal, dan keduanya
tidak bisa menikah tanpa harta miliknya. Kemudian Nabi bersabda: Allah yang
akan menyelesaikan hal itu.
Turunlah ayat al-Qur’an tentang hukum waris yang bersifat umum, dalam Surat
An-Nisa’, 11 :
‫ﯾ ﻮ ﺻ ﯿ ﻜ ﻢ ﷲ ﻓ ﻲ أو اﻟ ﺪ ﻛ ﻢ ﻟﻠ ﺬ ﻛ ﺮ ﻣ ﺜ ﻞ ﺣ ﻆ اﻻ ﻟ ﻨ ﺜ ﯿ ﯿ ﻦ‬
Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak
perempuan.(Kritik Matan Dan Kritik Sanad, n.d.)

E. Otoritas Hadis Āḥād sebagai Dasar Ajaran Islam

Berbeda dengan al-Qur‘an, hadis tidaklah seragam dalam kualitasnya, tetapi memiliki
perbedaan dan tingkatan dari yang paling kuat sampai yang paling lemah. Oleh karena itu, otoritas
yang dimiliki hadis tergantung kualitasnya, semakin tinggi kualitas yang dimiliki, maka semakin
kuat pula otoritasnya sebagai sumber dasar ajaran Islam. Penggunaan istilah hadis āḥād
dikalangan ulama hadis untuk menunjukkan salah satu pembagian hadis ditinjau dari kuantitas
perawinya, baru pertama kali digunakan oleh Khatib al-Baghdadi, periode ulama mutaakhhiriin,
kemudian diikuti oleh Ibn Hajar al-‘Asqalani. Khatib al-Baghdadi membagi hadis ditinjau dari
segi kuantitas perawinya menjadi dua macam, yaitu hadis mutawatir dan āḥād. Kemudian ia

9
mendefinisikan hadis āḥād adalah sebagai hadis yang tidak mencukupi sifat-sifat hadis mutawatir
dan tidak menghasilkan pengetahuan yang pasti (al-‘ilm al-yaqin) walaupun diriwayatkan oleh
banyak orang. Hadis mutawatir adalah hadis yang diberitakan oleh banyak orang yang jumlahnya
menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat (lebih dahulu) untuk berdusta dalam
pemberitaannya. Keadaan periwayatan demikian itu (banyak) terus menerus dari awal sanad
sampai akhir sanad dan penerimaannya didasarkan kepada panca indera. Adapun hadis āḥād,
secara bahasa berasal dari kata āḥādun, merupakan bentuk jama‘ dari kata aahaadun yang berarti
satu, tunggal (wahid). Jadi, kata āḥād berati satu atau satuan. Dari segi bahasa ini dapat diartikan
bahwa hadis āḥād adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu-satu orang perawi. Angka satu
memberi kesan jumlah yang sedikit. Menurut istilah hadis āḥād adalah hadis yang diriwayatkan
oleh satu orang kepada satu orang, dua orang atau lebih, tetapi belum memenuhi syarat untuk
dikategorikan sebagai hadis mutawatir. Hadis āḥād adalah hadis yang perawinya tidak mencapai
jumlah hadis mutawatir, tidak memenuhi syarat hadis mutawatir dan tidak sampai pada derajat
mutawatir sebagaimana dinyatakan dalam kaedah ilmu hadis. Adapun pengertian hadis āḥād
menurut Syuhudi Ismail, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang seorang, dua orang atau lebih,
tetapi belum cukup syarat padanya untuk dimasukkan sebagai mutawatir.

Berkaitan dengan otoritas hadis sebagai sumber ajaran Islam atau sebagai dalil
hukum Islam, menurut Ajjaj al-Khatib, hadis mutawatir memiliki validitas kepercayaan
yang kuat bersumber dari Nabi saw. (qaṭ’iy wurūd) sama dengan keyakinan yang
diperoleh dengan mata atau penyaksian sendiri. Oleh karena itu, isinya wajib
dilaksanakan, mengingkarinya merupakan kekufuran. Hadis mutawatir merupakan
peringkat tertinggi dalam struktur periwayatan. Predikat qaṭ’ī bagi hadis mutawatir
tersebut disebabkan karena unsur-unsur yang menjadi persyaratan mutawatir
mengasumsikan adanya kepastian dan kebenarannya bersumber dari Nabi. Oleh karena
validitas keterpercayaan tersebut yang memfaidahkan ilmu dharuriy (pengetahuanyang
harus diterima) sehingga ditetapkan sebagai qaṭ’iy (keyakinan yang kuat, tidak diragukan
lagi) maka otoritas hadis mutawatir sebagai sumber hukum Islam sama dengan Alquran
yakni digunakan sebagai dalil yang berkenaan dengan akidah, hukum, akhlak dan
sebagainya.(Syahidin, 2018)

F. Pemahaman Ilat dan menafsirkan

‫ ﻛﺎن رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﯾﺘﺤﺮى اﻻﺷﻨﯿﻦ واﻟﺨﻤﯿﺲ‬-2322

10
‫ ﻛﺎن رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﯾﺘﺤﺮى ﯾﻮم اﻹﺷﻨﯿﻦ واﻟﺨﻤﯿﺲ‬- 2323

‫ ﻛﺎن اﻧﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﯾﺼﻮم اﻹﺳﻨﯿﻦ واﻟﺨﻤﯿﺲ‬-2324

Melihat matan-matan hadis diatas, meskipun tidak ada yang persis sama konteks
hadisnya namun dapat dilihat bahwa semuanya semakna dan tidak ada pertentangan. Ini
membuktikan kevalidan matannya. Selanjutnya, ulama hadis kemudian merumuskan kriteria
matan hadis yang shahih atau maqbul, antara lain:

a. Tidak bertentangan dengan nash yang lebih kuat yaitu Al-Qur’an dan hadis mutawatir.

b. Tidak bertentangan dengan akal sehat

Dengan menggunakan tolak ukur dari hadis maqbul di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis
yang diteliti adalah hadis sahih, dengan alasan:

a. Bahwa hadis ini secara garis besar menjelaskan puasa Senin/Kamis yang merupakan
contoh dari Nabi saw. dan mengikuti Rasulullah sebagai qudwah dan uswah
merupakan bentuk ketaatan kepada beliau. Dan ketaatan tersebut adalah bukti
ketaatan kepada Allah swt. yang mengutusnya, sebagaimana dalam QS. Al-Nisa [4]:
80 yang berbunyi:
‫ﻣ ﻦ ﯾ ﻄ ﻊ ا ﻟﺮ ﺳ ﻮ ل ﻓ ﻘ ﺪ أط ﺎ ع ﷲ و ﻣ ﻦ ﺗ ﻮ ﻟ ﻰ ﻓ ﻤ ﺎ أ ر ﺳ ﻠ ﻨ ﺎ ك ﻋ ﻠ ﯿ ﮭ ﻢ ﺣ ﻔ ﯿ ﻈ ﺎ‬

Terjemahnya:" Barangsiapa yang menta'ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah


menta'ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta'atan itu), maka Kami
tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.

Keterangan tersebut diperkuat dengan tidak ditemukannya hadis mutawatir yang


menentangnya.

b. Puasa Senin/Kamis sama sekali tidak bertentangan dengan akal sehat, karena terbukti
orang yang melakukannya merasakan ketenangan dalam pikiran dan hatinya karena
melaksanakan perintah agama. Sekaligus menyehatkan badannya karena mengurangi
kerja lambung dan membuang sisa-sisa makanan, gas dan racun yang dapat
membahayakan tubuh.

11
Hasil penelitian sementara terhadap sanad dan matan hadis menunjukkan bahwa hadis ini
dapat dijadikan dalil (hujjah) karena periwayatnya tsiqah, sanad dan matannya tidak ada syadz
dan tidak ada kecacatan yang tersembunyi (‘illat).(Zuhri et al., 2016)

12
KESIMPULAN

Dalam penelitian ini, kita telah menjelajahi rahasia di balik 'illat pada matan hadis dan
pentingnya kritik tekstual dalam ilmu hadis Islam. Kami telah menyelidiki konsep 'illat, jenis-
jenisnya, serta peran kritik tekstual dalam mengidentifikasi dan mengatasi 'illat tersebut. Berikut
adalah beberapa temuan utama yang kami peroleh dalam penelitian ini: Konsep 'Illat: 'Illat pada
matan hadis merupakan kelemahan atau cacat dalam teks hadis yang dapat memengaruhi validitas
dan otoritas hadis tersebut. 'Illat dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk ketidakpastian
perawi, kontradiksi internal, atau ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip Islam yang lebih luas.
Jenis-Jenis 'Illat: Kami telah menganalisis berbagai jenis 'illat yang mungkin terjadi dalam matan
hadis, dan kami telah melihat contoh konkret dari hadis-hadis yang mengandung 'illat. Dari sini,
kami memahami bagaimana 'illat dapat memengaruhi pemahaman hadis. Kritik Tekstual: Kritik
tekstual merupakan alat yang digunakan oleh ahli hadis untuk mengidentifikasi 'illat dalam matan
hadis. Kami telah menjelajahi metode dan alat kritik tekstual yang digunakan dalam menghadapi
'illat, membantu memastikan keakuratan dan keotentikan hadis. Dampak 'Illat pada Validitas
Hadis: 'Illat dapat memengaruhi otoritas dan validitas hadis dalam tradisi Islam. Pengetahuan
tentang 'illat membantu dalam penyaringan hadis-hadis yang tidak dapat diandalkan dan
mencegah penyebaran informasi yang salah. Pemahaman dalam Konteks Modern: Kami juga
telah membahas bagaimana pemahaman 'illat pada matan hadis memiliki relevansi dalam konteks
kehidupan modern. Hal ini membantu kita menilai aplikabilitas hadis-hadis dalam situasi yang
berubah dengan bijak dan kontekstual.

Dalam penutup, pemahaman 'illat pada matan hadis adalah aspek penting dalam studi
hadis yang tidak boleh diabaikan. Ini membantu menjaga integritas dan validitas ajaran Islam,
serta memastikan bahwa hadis-hadis digunakan dan diinterpretasikan dengan benar. Dalam era
informasi yang semakin kompleks, pemahaman 'illat juga membantu kita menerapkan ajaran
agama dengan bijak dan relevan dalam berbagai situasi. Dengan demikian, pemahaman tentang
'illat pada matan hadis adalah suatu keharusan bagi mereka yang berkomitmen untuk memahami
dan mempraktikkan ajaran Islam dengan tepat dan benar.

13
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, L. H. (2016). Selisik atas Metodologi Kritik Matan Ulama Hadis. KALIMAH, 14(2), 191.
https://doi.org/10.21111/klm.v14i2.612

Alibe, M. T. (2022). Pemikiran Ali al-Madini tentang kaidah ‘Ilal al-Hadits (Studi Kitab ‘Ilal al-
Hadits wa Ma’rifah al-Rijal wa Tarikh). AL QUDS : Jurnal Studi Alquran Dan Hadis, 6(2),
533. https://doi.org/10.29240/alquds.v6i2.4104

Hak. (n.d.-a). STUDI ’ILAL HADIS. www.a-empat.com

Hak. (n.d.-b). STUDI ’ILAL HADIS. www.a-empat.com

KAJIAN MATAN A 2023. (n.d.).

Kritik Matan dan Kritik sanad. (n.d.).

Syahidin, S. (2018). PENOLAKAN HADIS AHAD DALAM TINJAUAN SEJARAH INGKAR


SUNNAH. Tsaqofah Dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan Dan Sejarah Islam, 3(2), 179.
https://doi.org/10.29300/ttjksi.v3i2.1563

Zuhri, M., Nawas, A., Agatis Balandai, J., & Palopo, K. (2016). TRADISI PUASA HARI SENIN
DAN KAMIS (STUDI TENTANG ’ILAL HADIS) FAST TRADITIONS MONDAY AND
THURSDAY (STUDY ABOUT ’ILAL HADITH). In Jurnal Pusaka (Vol. 4, Issue 2).

14

Anda mungkin juga menyukai