Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN GERONTIK

“PEMENUHAN KEBUTUHAN INTOLERANSI PADA LANSIA“

DOSEN Abd Gafar S.Kep MPH

DI SUSUN

WENDY RIZKIA ROHILIA

(193210238)

KELAS 3 A

POLTEKKES KEMENKES PADANG


PRODI D III KEPERAWATAN SOLOK
TAHUN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk bisa menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini. Selanjutnya shalawat
serta salam penulis limpahkan kepada nabi Muhammad SAW. yang telah membimbing umat
manusia menuju ilmu pengetahuan dan keimanan.
Penulis ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan ucapan terimah kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
makalah.
Penulisan menyadari bahwa makalah ini memiliki kekurangan dan ketidak
sempurnaan.Untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan konstruktif lainnya guna
memperbaiki kualitas makalah ini untuk masa yang akan datang. Penulis berharap makalah ini
bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Amin

Solok, 31 Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................................1


B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep dasar penyakit pada pasien dengan Diabetes Melitus ……………………... 3


B. Konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes ……………………… .. 16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus yang merupakan salah satu dari lima kondisi kronis paling utama yang
mempengaruhi lansia, tidak dapat di sembuhkan. Alih-alih, lansia dengan diabetes Mellitus harus
belajar untuk menguasai program pemantauan dan perawatan yang melibatkan banyak partisipasi
klien. Banyak perubahan terkait usia membuat lansia sulit untuk mematuhi rencana keperawatan.
( Beare, 2007).

Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang 2 menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop electron (Mansjoer, 2001).

Menurut WHO, Indonesia diperkirakan akan menempati peringkat 5 sedunia dengan


jumlah penderita diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025. Menurut penelitian
Epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia kekerapan diabetes di Indonesia
berkisar antara 1,4% sampai dengan 2 1,6%. Kecuali dua tempat yaitu Pekajangan, suatu desa
didaerah Semarang 2,3% dan di Manado 6% (Suyono, 2007).

Orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam sistem fisiologisnya seperti kulit yang
keriput, turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot, daya lihat, daya dengar, kemampuan
berbagai rasa (senses), dan penurunan fungsi berbagai organ termasuk apa yang terjadi terhadap
fungsi homeostatis glukosa, sehingga penyakit degeneratif seperti DM akan lebih mudah terjadi
(Rochmah, 2006). Umur secara kronologis hanya merupakan suatu determinan dari perubahan
yang berhubungan dengan penerapan terapi obat secara tepat pada orang lanjut usia. Terjadi
perubahan penting pada respon terhadap beberapa obat yang terjadi seiring dengan
bertambahnya umur pada sejumlah besar individu (Katzung, 2004).

Diabetes Mellitus (DM) pada geriatri terjadi karena timbulnya resistensi insulin pada usia
lanjut yang disebabkan oleh 4 faktor : pertama adanya perubahan komposisi tubuh, komposisi
tubuh berubah menjadi air 53%, sel solid 12%, lemak 30%, sedangkan tulang dan mineral

1
menurun 1% sehingga tinggal 5%. Faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas fisik yang akan
mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin sehingga
kecepatan transkolasi GLUT-4 (glucosetransporter-4) juga menurun. Faktor ketiga adalah
perubahan pola makan pada usia lanjut yang disebabkan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga
prosentase bahan makanan karbohidrat akan meningkat. Faktor keempat adalah perubahan
neurohormonal, khususnya Insulin Like Growth Factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron
(DHtAS) plasma (Rochmah, 2006).

Prevalensi DM pada lanjut usia (geriatri) cenderung meningkat, hal ini dikarenakan DM
pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Umur
ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap
perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien
berumur > 60 tahun (Gustaviani, 2006).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar penyakit pada pasien dengan Diabetes Melitus?


2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Melitus?
C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit pada pasien dengan Diabetes Melitus?
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
Diabetes Melitus?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pengetahuan Diabetes Melitus

A. Pengertian Diabetes Melitus


Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat primer dan
ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona L. Wong, 2003).

Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Mansjoer, Arif, 2002).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin atau
ketidakadekutan penggunaan insulin. (Engram , 2005)

B. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi yang ditentukan oleh National Diabetes Data Group of The National Institutes
of Health, sebagai berikut :

1. Diabetes Melitus tipe I atau IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Melitus ) atau tipe
juvenile
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin untuk
mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset, karena
kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel beta

3
pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung mengalami
komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes melitus
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara absolut
melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Terjadi
pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada kecenderungan familiar.
NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah
namun tetap memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.
3. Gestational Diabetes
Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational. Yaitu intoleransi glukosa yang
timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya hormon – hormon pertumbuhan dan
meningkatkan suplai asam amino dan glukosa pada janin yang mengurangi
keefektifitasan insulin.
4. Intoleransi glukosa
Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu., yaitu hiperglikemi yang terjadi
karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat – obatan, dan bahan kimia. Kelainan
reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu. Umumnya obat – obatan yang
mencetuskan terjadinya hiperglikemia antara lain : diuretik furosemid ( lasik ), dan
thiazide, glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat ( Long, 2006 ).

C. Etiologi Diabetes Melitus

1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

4
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Patofisologi Diabetes Melitus

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak
bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula
yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut
polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah
meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau

5
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma
yang disebut koma diabetik (Price,2006).

Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan


glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon
yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk
sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di
dalam darah meningkat.

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien
diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan
autoimun sel beta pankreas.

Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

E. Skema WOC Diabetes Melitus

6
F. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

1. Gejala klasik pada DM adalah :


a. Poliuri ( banyak buang air kecil ), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk pada
malam hari.
b. Polidipsi ( banyak minum ), rasa haus meningkat.
c. Polifagi ( banyak makan ), rasa lapar meningkat.
2. Gejala lain yang dirasakan penderita
a. Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari.
b. Keletihan.
c. Penglihatan atau pandangan kabur.
d. Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan penurunan
kesadaran.

7
3. Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :
a. Kehilangan berat badan.
b. Luka, goresan lama sembuh.
c. Kaki kesemutan, mati rasa.
d. Infeksi kulit.

G. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik. (Smeltzer, 2002)

1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a. Diabetik Ketoasedosis ( DKA )
Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalananpenyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah
satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan
asidosis pada KHHN.
c. Hypoglikemia
Hypoglikemia ( Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi aklau kadar
glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi
akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit.
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Mikrovaskuler
1) Penyakit Ginjal

8
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat,
maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan
kebocoran protein darah dalam urin.
2) Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan.
Keluhan penglihan kabur tidak selalui disebabkan retinopati. Katarak disebabkan
karena hiperglikemia yang berkepanjanganyang menyebabkan pembengkakan
lensa dan kerusakan lensa.
3) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla
spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan – perubahan
metabolik lain dalam sintesa atau funsi myelin yang dikaitkan dengan
hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.
b. Makrovaskuler
1) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga
tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh
darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita
penyakit jantung koroner atau stroke
2) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang
menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah – celah kulit yang mengalami
hipertropi, pada sel –sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki
yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah – daerah yang tekena
trauma. Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
a) Grade 0 : tidak ada luka
b) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
c) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

9
d) Grade III : terjadi abses
e) Grade IV : gangren pada kaki bagian distal
f) Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
3) Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah
keotak menurun.

F. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus

Menurut Doengoes, dkk. (2003) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
penderita penyakit diabetes mellitus antara lain :

1. Pemeriksaan darah, yang meliputi:


a. Glukosa darah biasanya meningkat antara 100-200 mg/dl atau lebih. Nilai normalnya:
GDP 70-100 mg/dl. GD 2 JPP < 140 mg/dl.
b. Aseton plasma atau keton, positif secara mencolok. Normalnya nagatif.
c. Asam lemak bebas. Kadar lipid dan kolesterol meningkat. Nilai normalnya :
450-1000 mg /100ml.
d. Osmolalitas serum meningkat, tetapi biasnya kurang dari 330 mOsm/lt. Nilai
normalnya 500-850 mOsm/lt.
e. Elektrolit
Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun. (Normal : 135-145 mEq/lt).
Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun. (Normal: 3,5-5,0 mEq/lt).
Fosfor : Lebih sering menurun. (Normal 1,7-2,6 mEq/lt).
f. Hemoglobin glikosilat, kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir. (Normal : P 13-18
gr/dl ; W 12-16 gr/dl ).
g. Gas darah arteri, biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. (Normal : pH 7,25-
7,45).
h. Trombosit darah, Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,
merupakan respon terhadap stress atau infeksi. (Normal : 150-400 ribu/lt).

10
i. Ureum/kreatinin mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal). Nilai normalnya : 110-150 mg/mnt.
j. Amilase darah mungkin meningkat, yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab dari diabetes ketoasidosis (DKA). (Normal : 80-180 unit/100ml)
k. Insulin darah mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal
sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin dalam
penggunaannya (endogen atau eksogen ).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid. Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
2. Pemeriksaan urin, yang meliputi :
a. Urin
Gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. Normal :
Bj : 1,003-1,030
b. Kultur dan sensitivitas
Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi
pada luka.

G. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa
terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien. Ada lima konponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu:

1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal

11
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII : 2500 kalori

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal Diit VI s/d VIII
: diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

J I : Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah.

J II : Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.

J III : Jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative
body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:

12
BB (Kg)

BBR = X 100 %

TB (cm) – 100

Kurus (underweight)
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
a) Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
b) Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
c) Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
d) Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
a. Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
b. Normal : BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk : BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas
insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru

13
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam
lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk
penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2) Kerja OAD tingkat reseptor

Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik


a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
3) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi

14
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa
factor antara lain:
1. Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan
setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak
memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
2. Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30
menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
3. Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
4. Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorpsi insulin.
5. Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
6. Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat
perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u –
10 maka efek insulin dipercepat.
7. Suntikan intramuskular dan intravena

15
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada
kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
8. Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor
hidup saudara kembar identik (Tjokroprawiro, 2005).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan Diabetes Melitus

A. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi: nama, jenis
kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.
2. Keluhan Utama
Sering menjadi alasaan klein untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kaki
kesemutan, mati rasa, kelelahan/keletihan, penglihatan yang mulai kabur.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Gejala dan keluhan yang sering dialami pasien saat ini. Kemungkinan pasien merasa
kesemutan pada kakinya dan sudah mati rasa namun pasien tidak menyadari.
4. Riwayat Penyakit Masa lalu
Perjalanan penyakit yang dialami pasien dari awal terdiagnosa diabetes melitus. Pernah
atau tidaknya pasien dirawat di RS karena keluhan yang dirasakan.
5. Genogram
Keturunan pasien dalam keluarga dan anggota keluarga yang tinggal bersama pasien.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit diabetes pada keluarga
7. Riwayat pekerjaan
Riwayat pekerjaan yang pernah dijalani oleh pasien.
8. Riwayat Lingkungan Hidup
Pasien selama hidupnya tinggal bersama siapa dan keadaan di dalam rumah pasien.
9. Riwayat Rekreasi
Kegiatan yang dilakukan pasien untuk menghibur dan menghilangkan stress

16
10. Sistem Pendukung
Sistem pendukung yang menjadi sumber kehidupan bagi pasien.
11. Spiritual/Kultural
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan
motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah dan persepsi
individu tentang arti kehidupan.
12. Keyakinan Tentang Kesehatan
Persepsi pasien terhadap penyakit yang dialami.
13. Pola Fungsi Gordon
a. Persepsi Kesehatan – Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien.
b. Pola Aktivitas/Latihan
Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
c. Pola Nutrisi Metabolik
Gejala : Biasanya pasien mengalami peningkatan nafsu makan, pasien dengan
diabetes melitus biasanya merasa cepat lapar tetapi mengalami penurunan berat bada
atau disebut dengan poliphagi.
d. Pola Eliminasi
Biasanya pasien yang mengalami diabetes melitus mengalami masalah pada sistem
perkemihannya yaitu sering buang air kecil atau disebut poliuri..
e. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa
lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Klien tidak dapat tidur karena sesak napas sering terjadi.
g. Konsep Diri dan Persepsi Diri
Persepsi pasien mengenai sakit yang dialami. Menjelaskan konsep diri dan persepsi
diri misalnya body image, body comfort.
h. Peran dan Pola Hubungan

17
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah
sakit.Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
i. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.
j. Manajemen Koping Stress
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah.
k. Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan
ibadah.
14. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tingkat Kesadaran : Compos mentis, apatis, delirium, somnolen, coma
c. GCS : E4 : V5 :M6
d. Tanda-tanda Vital : Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu pasien
e. Antropometri
1) Tinggi Badan :
Pada pria: 64,19 – (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut (cm))
Pada wanita: 84,88- (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut (cm))
2) Berat Badan
BB
IMT =
TB2 (dalam meter)
f. Pemeriksaan Head to Toe
15. Pengkajian Instrument Geriatric
16. Pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan glukosa darah biasanya meningkat
antara 100-200 mg/dl atau lebih. Nilai normalnya: GDP 70-100 mg/dl. GD 2 JPP < 140
mg/dl.

18
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b/d Ketidaktepatan Pemantauan Glukosa
Darah
2. Keletihan b/d kondisi fisiologis (penyakit kkronis)

C. Intervensi Keperawatan
No Dx Kriteria Hasil Intervensi
1. Risiko Setelah dilakukan Intervensi keperawatan : Manajemen
Ketidakstabilan perawatan 2x24 jam Hiperglikemia
Kadar Glukosa maka diharapan Observasi
darah b/d kestabilan kadar glukosa 1. Identifikasi kemungkinan
Ketidaktepatan darah membaik : penyebab hiperglikemia
Pemantauan 1. Kadar glukosa dalam 2. Identifikasi situasi yang
Glukosa Darah urine membaik menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat (mis.penyakit
kambuhan)
3. Monitor glukosa darah
4. Monitor tanda dan gejala
hiperglikemia
5. Monitor intake dan output cairan
6. Monitor keron urine, kadar analisa
gas darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi
Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
2. Konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala hiperglikemia
tetap atau memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik

19
Edukasi
1. Anjurkan mneghindari olahraga
saat kadar glukosa lebih dari 250
mg/dL
2. Anjurkan monitor kadar glukosa
darah sevara mandiri
3. Anjnurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine
5. Ajarkan pengelolaan diabetes
(mis. Penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat, dan
bantuan professional kesehatan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
3. Kolaborasi pemberian kallium
2. Keletihan b/d Setelah dilakuakn Intervensi keperawatan : Manajemen
kondisi fisiologis perawatan2x24 jam maka energi
(penyakit kkronis) diharapkan tingkat Observasi
keletihan menurun: 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
1. Lesu menurun yang mnegakibatkan kelelahan
2. Gelisah menurun 2. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik
1. Sedikaan lingkungan yang nyaman
dan rendah stimulus
2. Lakukan latihan rentang gerak

20
pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktifitas distraksi yang
mneyenangkan
4. Fasilitasi duuduk di sisi tempat
tidur, jika tidak berpindah aatau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktifitas
secara bertahap
3. Anjurkan mneghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidka berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mnegurangi keleahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asuan
makanan

D. Impelemtasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang
baru. Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan
tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau program
keperawatan). Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk
intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi

21
dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier,
2010).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Dalam konteks ini,
evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika klien dan
professional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan/hasil dan
keefektifan rencana asuhan keperawatan. Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan
karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan menentukan apakah intervensi
keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah (Kozier, 2010).

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus yang merupakan salah satu dari lima kondisi kronis paling utama yang
mempengaruhi lansia, tidak dapat di sembuhkan. Alih-alih, lansia dengan diabetes Mellitus harus
belajar untuk menguasai program pemantauan dan perawatan yang melibatkan banyak partisipasi
klien. Banyak perubahan terkait usia membuat lansia sulit untuk mematuhi rencana keperawatan.
( Beare, 2007).

Ditinjau dari genetik, penyebab dan perjalanan penyakit, DM pada anak dan remaja
berbeda dengan DM pada orang dewasa. Diabetes mellitus pada anak dan remaja terutama
merupakan akibat kerusakan sel-sel beta pankreas yang memproduksi insulin, sehingga suntikan
insulin inerupakan satusatunya cara pengobatan.

Gejala klinik diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsia, lemas, berat badan menurun,
kesemutan, gatal, mata kabur, impotensia (pada pria), pruritus vulvae (pada wanita).

Orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam sistem fisiologisnya seperti kulit yang
keriput, turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot, daya lihat, daya dengar, kemampuan
berbagai rasa (senses), dan penurunan fungsi berbagai organ termasuk apa yang terjadi terhadap
fungsi homeostatis glukosa, sehingga penyakit degeneratif seperti DM akan lebih mudah terjadi
(Rochmah, 2006).

23
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8. Jakarta: EGC

Doengoes, M.E, dkk. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Long, B.C. 2006. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Alih
Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran. Bandung: YPKAI

Mansjoer, Arif, dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius

Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Prince A Sylvia. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat.
Jakarta: EGC.

Tjokroprawiro, A.. 2005. Diabetes Mellitus, Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi,Edisi 3. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definiai dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definiai dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definiai dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

24
25

Anda mungkin juga menyukai