Anda di halaman 1dari 11

PELAPORAN KEBERLANJUTAN (SUSTAINABILITY REPORTING)

1 Latar Belakang
Konsep bisnis awalnya menempatkan upaya menjaga kesinambungan entitas dan Kesehatan
kesinambungan finansial sebagai perhatian utama. Namun mulai era akhir 1980an isu pembangunan
yang berkelanjutan mulai berhembus, terutama kepada entitas-entitas yang menggunakan sumber
daya alam. Apakah memang entitas hanya bertanggung jawab secara keuangan kepada pemilik
modal? Tidakkah seharusnya entitas juga bertanggung jawab terhadap generasi berikutnya atas
pemanfaatan Sumber Daya Alam? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang kemudian membuat para
lembaga internasional mulai serius memikirkan yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan.

Definisi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dalam garis sejarah dapat ditarik ke
tahun 1987, di mana istilah ini digunakan oleh komisi Persatuan Bangsa-Bangsa bidang lingkungan
hidup dan pembangunan seperti yang dikutip dalam Unerman (2011). “Development that meets the
needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own
needs. It contains within it two key concepts: the concept of needs’, in particular the essential needs
of the world’s poor, to which overriding priority should be given; and the idea of limitations imposed
by the state of technology and social organization on the environment’s ability to meet present and
future needs.”

Dengan definisi di atas maka ditegaskan bahwa pembangunan tidak boleh mengorbankan
kelangsungan hidup generasi mendatang. Jika entitas memiliki visi bisnis yang terus berkelanjutan
maka entitas akan memiliki strategi pemikiran jangka panjang dan menghindari kegiatan bisnis
berparadigma mencari laba jangka pendek. Visi keberlanjutan tersebut selanjutnya diturunkan
menjadi tujuan, program, dan aktivitas bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan. Visi,
tujuan, program, dan aktivitas tersebut kemudian diungkapkan kepada publik dalam bentuk
pelaporan keberlanjutan atau Sustainability Report (SR).

Salah satu konsep yang mendasari pelaporan keberlanjutan adalah konsep triple bottom line yang
menjadi lazim di dunia akuntansi pada akhir 1990-an. Konsep ini menganjurkan bahwa fokus dari
proses akuntansi tidak hanya pada transaksi-transaksi keuangan untuk menghasilkan laporan
keuangan. Istilah triple bottom line reporting ini pertama kali dicetuskan oleh John Elkington pada
tahun 1994 dan menganjurkan nilai entitas juga harus diukur dari tanggung jawabnya terhadap
social (people) dan lingkungan (planet) (Elkington 1994).

Sesungguhnya setiap transaksi dan interaksi yang dilakukan oleh entitas dengan masyarakat (people)
dan lingkungan (planet) pasti akan menimbulkan hubungan sebab akibat satu sama lain. Hubungan
sebab akibat tersebut membutuhkan kegiatan pertanggungjawaban sosial lingkungan untuk menjaga
keberlangsungan usaha entitas di masa-masa yang akan datang. Salah satu bentuk
pertanggungjawaban sosial entitas dituangkan dalam kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR).

2 Regulasi di Indonesia

Peraturan di Indonesia mengenai Sustainability Reporting (SR) salah satunya tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang disahkan pada Juli
2007. Perundangan ini mengamanatkan seluruh Perseroan Terbatas (PT) yang kegiatan usahanya
berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan kegiatan tanggung jawab sosial dan
lingkungan, serta menyajikan informasi kinerja kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan
tersebut dalam laporan tahunan.
Selanjutnya, pada April 2012 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012
tentang Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perseroan. Pengaturan dalam Peraturan
Pemerintah ini senada dengan pengaturan dalam UU PT. Disebutkan bahwa setiap Perseroan
memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan. Namun demikian kewajiban untuk melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut hanya melekat pada Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan dengan sumber daya alam. Peraturan
Pemerintah ini juga kembali menegaskan bahwa pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan
diungkapkan dalam laporan tahunan Perseroan dan dipertanggung jawabkan kepada Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).

Selain UU PT, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menerbitkan beberapa peraturan terkait
kewajiban penyampaian informasi tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan atau
keberlanjutan. Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau
Perusahaan Publik, BAB II, Pasal 4, menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan
merupakan salah satu informasi yang wajib diungkapkan dalam laporan tahunan.

Pengaturan lebih lanjut tentang pengungkapan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan
kemudian dituangkan dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 30/SEOJK.04/2016 tentang Bentuk
dan Isi Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik. Bagian III, angka 1, huruf a, kembali
menegaskan bahwa infromasi tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan komponen
minimum dari laporan tahunan. Selanjutnya pada huruf h dijelaskan lebih jauh kandungan informasi
tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut. Pada pengaturan ini juga disebukan bahwa
penyajian informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan juga dapat disajikan pada laporan
tersendiri, sehingga tidak diwajibkan lagi untuk mengungkapkannya dalam laporan tahunan.

Pada tahun 2017, OJK kembali menerbitkan POJK No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan
Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik. Terkait
dengan pelaporan kebrelanjutan, peraturan ini mewajibkan Lembaga Jasa Keuangan (LJK),
Emiten,dan Perusahaan Publik, menyusun Laporan Keberlanjutan. Laporan Keberlanjutan dapat
disusun secara terpisah dari laporan tahunan atau sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
laporan tahunan. Laporan Keberlanjutan tersebut wajib disampaikan kepada OJK dan dipublikasikan
di situs web atau media cetak/media pengumuman lainnya yang mudah terbaca publik jika belum
memiliki situs web. Peraturan ini juga melampirkan acuan format laporan keberlanjutan.

3 Definisi dan Manfaat Laporan Keberlanjutan


Laporan Keberlanjutan atau Sustainability Report (SR) memiliki definisi yang beragam.Menurut
Elkington (1997), SR adalah laporan yang memuat tidak saja informasi kinerja keuangan tetapi juga
informasi non-keuangan yang terdiri dari informasi aktivitas sosial dan lingkungan yang
memungkinkan entitas bertumbuh secara berkesinambungan (sustainable performance). SR
menurut World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dapat didefinisikan sebagai
laporan publik dimana entitas memberikan gambaran posisi dan aktivitas entitas pada aspek
ekonomi, lingkungan, dan sosial kepada stakeholder internal dan eksternalnya (WBCSD, 2002).

SR adalah pelaporan yang dilakukan oleh entitas untuk mengukur dan mengungkapkan (disclose)
semua kegiatan yang dilaksanakan entitas yang berkaitan dengan upaya pelestarian lingkungan
sosialnya dan upaya entitas untuk menjadi entitas yang akuntabel bagi seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders), dalam upaya mencapai tujuan kinerja entitas menuju pembangunan
yang berkelanjutan. Melalui penerapan pelaporan keberlanjutan diharapkan entitas dapat
berkembang secara berkelanjutan (sustainable growth) dan didasarkan atas etika bisnis (business
ethics).
4 Langkah-Langkah Penyusunan Laporan Keberlanjutan
Global Reporting Intiative (GRI) menganjurkan lima langkah dalam proses penyusunan SR yaitu
1. Prepare
Pada tahap ini manajemen mempersiapkan dan melakukan perencanaan tentang penentuan
informasi yang sebaiknya dilaporkan dalam SR entitas dan dampaknya terhadap entitas. Pada tahap
ini juga dipikirkan langkah-langkah yang akan dilaksanakan selanjutnya untuk menjalankan program
pembangunan berkelanjutan. Pada tahap ini entitas membuat action plan dan jika semuanya sudah
didiskusikan maka entitas dapat membuat “Kick Off Meeting”.

2. Connect
Pada tahap ini manajemen entitas mengidentifikasikan pemangku kepentingan utama atau key
stakeholder. Sangat penting untuk mengetahui kegiatan yang perlu dilakukan entitas untuk
membuat bisnis dan lingkungan berkelanjutan dan informasi yang perlu dilaporkan. Pada tahapan ini
entitas berdiskusi dengan para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi informasi yang
penting bagi pemangku kepentingan.

3. Define
Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan entitas dengan para key stakeholder, entitas kemudian
membuat assessment internal. Diskusi internal dengan manajemen akan mengidentifikasikan hal-hal
penting yang perlu dilaporkan baik untuk kebutuhan internal dan eksternal. Perlu dipertimbangkan
ruang lingkup dan besarnya pengaruh entitas terhadap lingkungan, kapasitas, dan komitmen entitas.
Hal ini akan membantu kandungan informasi dan cara aktivitas entitas dilaporkan dalam SR.

4. Monitor
Pada tahapan ini entitas memonitor proses dan data untuk memastikan kualitas informasi yang akan
dilaporkan. Tetapkan target-target capaian yang akan dilaporkan dan menindaklanjuti (follow up)
jika ada target yang belum tercapai.

5. Report
Pada tahap ini dilakukan penulisan informasi yang telah dikumpulkan dan kemudian disusun sebagai
laporan SR. Laporan ini juga harus dikomunikasikan kepada para pemangku kepentingan untuk
mendapatkan masukan dan senantiasa dimutakhirkan.

5 Standar Pembuatan Laporan Keberlanjutan

Standar pembuatan SR salah satunya dapat mengacu ke pedoman yang diterbitkan oleh Global
Reporting Initiative (GRI). Pada tahun 2018, pedoman baru telah diberlakukan, yaitu GRI
Sustainability Reporting Standards atau GRI Standards (GRIS). GRIS terbagi menjadi dua kelompok
standar, yaitu Standar Universal dan Standar Topik-Spesifik. Standar Universal terdiri dari
Foundation (GRI 101), General Disclosures (GRI 102), dan Managemet Approach (GRI 103). Standar
Topik-Spesifik terdiri dari Economic (GRI 200), Environmental (GRI 300), dan Social (GRI 400). Dalam
GRI 101 dijelaskan terdapat dua kelompok prinsip pelaporan, yaitu prinsip-prinsip pelaporan untuk
menentukan isi laporan (reporting principles for defining report content) dan prinsip-prinsip
pelaporan untuk menentukan kualitas pelaporan (reporting principles for defining report quality).
Prinsip-prinsip tersebut mendasari pelaporan menurut GRIS.

Prinsip-prinsip pelaporan untuk menentukan isi laporan terdiri dari empat prinsip yaitu:
1. Stakeholder inclusiveness: entitas harus mengidentifikasi pemangku kepentingannya, dan
menjelaskan respon entitas terhadap ekspektasi rasional dan kepentingan dari para
pemangku kepentingannya.
2. Sustainable context: laporan harus menyajikan kinerja organisasi dalam konteks
keberlanjutan yang lebih luas.
3. Materiality: laporan harus mencakup aspek yang: (a) mencerminkan dampak ekonomi,
sosial, dan lingkungan yang signifikan dari entitas; atau (b) secara substansial
berpengaruhterhadap penilaian dan keputusan pemangku kepentingan.
4. Completeness: laporan harus mencakup aspek material dan ruang lingkupnya, sehingga
dapat mencerminkan dengan memadai dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial yang
signifikan, serta memungkinkan pemangku kepentingan menilai kinerja entitas pada periode
pelaporan.

Sementara itu, prinsip-prinsip pelaporan untuk menentukan kualitas pelaporan terdiri dari:
1. Accuracy: informasi yang dilaporkan harus cukup akurat dan detil yang memungkinkan
pemangku kepentingan menilai kinerja entitas.
2. Balance: Laporan harus mencerminkan aspek positif dan negatif dari kinerja
perusahaansehingga memungkinkan penilaian kinerja secara keseluruhan.
3. Clarity: Entitas harus menyajikan informasi dalam format yang mudah untuk dipahami dan
diakses oleh pemangku kepentingan yang menggunakna laporan.
4. Comparability: Entitas harus memilih, mengkompilasikan, dan melaporkan informasi secara
konsisten. Informasi yang dilaporkan harus disajikan sedemikian rupa sehingga pemangku
kepentingan dapat menganalisis perubahan dalam kinerja entitas dari waktu ke waktu, dan
harus mendukung analisis perbandingan relatif terhadap entitas lain.
5. Reliability: Entitas harus mengumpulkan, mencatat, mengkompilasikan, menganalisis, dan
mengungkapkan informasi dan proses yang dilakukan dalam mempersiapkan laporan
sedemikian rupa sehingga dapat dievaluasi serta menunjukkan kualitas dan materialitas
informasi.
6. Timeliness: Entitas harus melaporkan dalam skedul reguler sehingga informasi tersedia tepat
waktu bagi pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan.

6 Standar-Standar SR Lain Selain GRI


Selain GRI, terdapat standar lain yang berkaitan dengan SR seperti ISO 14001:2004, ISO 26000, dan
AA1000. ISO 14001:2004 merupakan standar internasional tentang sistem manajemen lingkungan
yang membahas berbagai aspek pengelolaan lingkungan. ISO 14001:2004 menetapkan kriteria untuk
sistem manajemen lingkungan dan untuk dapat disertifikasi.

ISO 14001:2004 tidak menetapkan persyaratan untuk kinerja lingkungan, tetapi memetakan
kerangka yang dapat digunakan entitas untuk membangun sebuah sistem manajemen lingkungan
yang efektif. Hal ini dapat digunakan oleh setiap organisasi terlepas dari jenis kegiatan atau
sektornya. Penerapan ISO 14001:2004 dapat memberikan jaminan kepada manajemen entitas dan
karyawan serta pemangku kepentingan eksternal bahwa dampak lingkungan telah diukur dan
penanganannya ditingkatkan.

Manfaat menggunakan ISO 14001:2004 adalah


1. Mengurangi biaya pengelolaan sampah
2. Penghematan konsumsi energi dan material
3. Biaya distribusi yang lebih rendah
4. Peningkatan citra entitas di kalangan regulator, pelanggan dan masyarakat
Standar ISO lainnya adalah ISO 26000. ISO 26000 memberikan pedoman untuk bisnis dan organisasi
agar dapat beroperasi dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial. Beroperasi dengan
bertanggung jawab secara sosial berarti bertindak dengan cara yang etis dan transparan dengan
memberikan kontribusi untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. ISO 26000 membantu
menjelaskan tanggung jawab sosial, membantu bisnis dan organisasi menerjemahkan prinsip-prinsip
keberlanjutan ke dalam tindakan dan praktik terbaik yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial
yang efektif secara global. Hal ini ditujukan untuk semua jenis organisasi terlepas dari aktivitas
mereka, ukuran atau lokasi. Standar ini diluncurkan pada tahun 2010 setelah lima tahun negosiasi
antara berbagai pihak di seluruh dunia. Perwakilan dari pemerintah, LSM, industri, kelompok
konsumen dan
organisasi buruh di seluruh dunia terlibat dalam perkembangannya.

Standar berikutnya adalah AA1000. AA1000 adalah standar berbasis prinsip yang bertujuan
membantu organisasi menjadi lebih akuntabel, bertanggung jawab dan berkelanjutan. AA1000
membahas isu-isu yang mempengaruhi tata kelola, model bisnis dan strategi organisasi, serta
memberikan bimbingan operasional pada jaminan keberlanjutan dan keterlibatan pemangku
kepentingan

7 Praktik Pelaporan Keberlanjutan Di Indonesia


Perkembangan pelaporan keberlanjutan di Indonesia tidak lepas dari peran sebuah Lembaga yaitu
National Center for Sustainability Reporting (NCSR) Indonesia. NCSR adalah sebuah wadah
(organisasi) independen dalam rangka pengembangan, pembinaan, pengukuran, dan pelaporan atas
implementasi kegiatan CSR/keberlanjutan entitas (corporate sustainability). NCSR Indonesia memiliki
anggota dari korporasi, organisasi, dan individu-individu professional yang mempunyai visi dan
komitmen yang sama dalam menerapkan dan mengembangkan pembangunan berkelanjutan di
Indonesia.

Anggota NCSR terdiri dari lima organisasi independen terkemuka, yaitu: Ikatan Akuntan Indonesia
Kompartemen Akuntan Manajemen (IAI-KAM) atau saat ini adalah Ikatan Akuntan Manajemen
Indonesia (IAMI), Komite Nasional Kebijakan Publik (KNKP), Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI), Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), dan Indonesia-Netherlands Asociation (INA). NCSR
ini dideklarasikan pada tanggal 23 Juni 2005.

Sampai saat ini ada sekitar 40 entitas di Indonesia dari berbagai sektor yang telah membuat laporan
keberlanjutan dan mereka pun ikut ambil bagian dalam acara SRA setiap tahunnya yang
diselenggarakan oleh NCSR. PT. Kaltim Prima Coal adalah perusahaan pertama di Indonesia yang
membuat laporan keberlanjutan pada tahun 2005. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya jumlah
perusahaan yang membuat laporan keberlanjutan terus bertambah. Kondisi ini menunjukkan bahwa
semakin tingginya kesadaran sebagian besar perusahaan di Indonesia terhadap pembangunan
berkelanjutan dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan.

LAPORAN TERINTEGRASI (INTEGRATED REPORTING)


1 Latar Belakang

Pelaporan keuangan telah lama menjadi laporan utama entitas kepada pemilik modal. Laporan
keuangan lebih menekankan pada penyajian informasi transaksi keuangan masa lalu. Untuk
melengkapinya entitas menyusun laporan manajemen (management report). Laporan manajemen
umumnya memberikan informasi mengenai prospek entitas ke masa depan. Perkembangan (growth)
entitas, inovasi perusahaan, perubahan teknologi pasar, atau perubahan strategi entitas lazim
dijelaskan dalam laporan manajemen. Kedua laporan tersebut, laporan keuangan dan laporan
manajemen, disajikan di laporan tahunan. Oleh sebab itu laporan tahunan semakin lama semakin
tebal.

Kemudian berkembang juga praktik Laporan/Pelaporan Keberlanjutan atau Sustainability


Report/Reporting (SR). SR disusun berdasarkan panduan/standar penyusunan SR seperti panduan
yang diterbitkan GRI. Tujuan dari informasi yang ingin disampaikan dalam SR berbeda dengan tujuan
pelaporan keuangan. SR ini dapat disajikan sebagai bagian dari laporna tahunan ataupun laporan
tersendiri. Ketika digabungkan dalam laporan tahunan maka tentu hal tersebut membuat laporan
tahunan semakin tebal. Jikalau disajikan terpisah

tetap saja informasi yang perlu dibaca oleh para pemangku kepentingan semakin banyak. Banyaknya
jenis dan ketabalan laporan yang dihasilkan membuat pembaca (contoh investor) dapat kehilangan
gambaran utuh dari nilai tambah (value added) yang dilakukan oleh entitas. Hal inilah yang berusaha
dijawab oleh konsep Laporan/Pelaporan Terintegrasi atau Integrated Report/Reporting (IR).

IR memiliki konsep yang berbeda dengan SR. Dalam pembuatan IR, entitas Menyusun pelaporan
yang berfokus pada upaya entitas menciptakan nilai (value creation) yang akan bertahan dalam
jangka panjang. Gambar 14.2 menjelaskan konsep IR dan posisinya terhadap laporan-laporan lain

Beberapa keunggulan yang ditawarkan oleh IR diantaranya: 1) menunjukkan komitmen terhadap


keberlanjutan bisnis kepada para pemangku kepentingan; 2) membantu mengintegrasikan
sustainabilitas bisnis ke dalam strategi dan operasi; 3) meningkatkan relasi dengan para pemangku
kepentingan utama; 4) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas entitas; 5) menyederhanakan
pelaporan eksternal (Laporan Keuangan, Laporan Manajemen, Sustainability Report); 6)
menunjukkan posisi entitas sebagai leader dan inovator; 7) meningkatkan relasi dengan komunitas
investor, kreditur, dan mitra usaha; 8) meningkatkan akses modal/pendanaan; 9) meningkatkan
reputasi dan memperkuat citra (brand) entitas; serta 10) patuh terhadap regulasi. Konsep IR ini
merupakan konsep baru sehingga sampai saat ini belum terdapat standar penyusunan IR seperti
halnya SR. Pada saat ini baru terdapat semacam kerangka konseptual IR yang diterbitkan pada tahun
2013 oleh International Integrated Reporting Council (IIRC) yang didukung oleh Yayasan Pangeran
Charles. IIRC kini telah didukung oleh pelaku bisnis dan investor lebih dari 25 negara. Selain itu,
terdapat juga beberapa lembaga penyusun standar internasional yang duduk di dewan pengawas
penyusun standar IR, yaitu diantaranya adalah perwakilan International Accounting Standard Board
(IASB), International Federation of Accountants (IFAC), dan GRI.

2 Definisi dan Manfaat Pelaporan Terintegrasi


IIRC mendefinisikan IR sebagai suatu proses yang didasarkan pada pemikiran yang terintegrasi yang
menghasilkan laporan terintegrasi secara berkala oleh sebuah organisasi tentang penciptaan nilai
dari waktu ke waktu dan komunikasi terkait mengenai aspek penciptaan nilai. IR adalah suatu
komunikasi yang ringkas dan terintegrasi tentang strategi, tata kelola, remunerasi, kinerja, dan
prospek suatu organisasi dalam menghasilkan penciptaan nilai dalam jangka pendek, menengah, dan
jangka panjang. Perlu ditekankan bahwa sebuah IR bukan sekedar penggabungan laporan keuangan
dan laporan berkelanjutan. Dalam membuat IR fokus entitas adalah melaporkan upaya entitas
menciptakan nilai untuk keberlanjutan entitas di masa depan. Tujuan utama dari IR adalah untuk
menjelaskan kepada penyedia modal keuangan upaya organisasi menciptakan nilai dari waktu ke
waktu.

Sebuah laporan yang terintegrasi menguntungkan semua pemangku kepentingan yang tertarik pada
kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dari waktu ke waktu, termasuk karyawan,
pelanggan, pemasok, mitra bisnis, masyarakat lokal, legislator, regulator dan pembuat kebijakan.
Proses IR juga akan menguntungkan manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola,
karena mereka akan memiliki informasi yang lebih baik dan dapat menjadi dasar pengambilan
keputusan tentang upaya organisasi dapat menciptakan nilai dalam jangka pendek, menengah, dan
panjang.

3 Perbedaan Laporan Terintegrasi dan Laporan Keberlanjutan


Secara umum, SR dan IR memiliki perbedaan tujuan. SR bertujuan untuk membantu organisasi
dalam menetapkan tujuan, mengukur kinerja, dan mengelola perubahan menuju ekonomi global
yang berkelanjutan – salah satu yang menggabungkan keuntungan jangka panjang dengan tanggung
jawab sosial dan peduli lingkungan. Sementara itu, IR berfokus utk melaporkan penciptaan nilai
entitas dengan membuat semua jenis pelaporan menjadi terpadu atau terintegrasi. IR adalah konsep
baru penyusunan laporan tahunan. Oleh sebab itu hubungan IR dan SR adalah seperti hubungan SR
dengan laporan tahunan. SR merupakan bagian intrinsik dalam IR dan menjadi fondasi dalam
persiapan IR. SR mempertimbangkan relevansi keberlanjutan sebuah organisasi dan juga membahas
prioritas keberlanjutan dan topik utama dengan fokus pada dampak dari tren keberlanjutan, risiko,
dan peluang pada prospek jangka panjang dan kinerja keuangan organisasi. SR merupakan hal
mendasar untuk pemikiran terintegrasinya suatu organisasi dan proses pelaporan dalam
memberikan masukan untuk organisasi dalam mengidentifikasi masalah, tujuan strategis, dan
penilaian kemampuan untuk mencapai suatu tujuan dan menciptakan nilai dari waktu ke waktu.

4 Kerangka Prinsip Pelaporan Terintegrasi


Pada Desember 2013, IIRC mengeluarkan kerangka prinsip pelaporan terintegrasi yang bersifat
internasional atau International Framework. Ditekankan oleh IIRC bahwa kerangka ini bersifat
principle-based dan tidak akan mengatur secara detil isi yang harus ada dalam IR. Kerangka ini
dikembangkan melalui due process, termasuk penerbitan discussion paper yang dikeluarkan IIRC
pada tahun 2011 dan disebarkan ke masyarakat global untuk dimintai masukan.

Tujuan dari Kerangka Prinsip IR adalah untuk membangun panduan prinsip dan elemen-elemen yang
mengatur keseluruhan isi IR dan untuk menjelaskan konsep dasar yang mendukungnya. Kerangka
Prinsip IR adalah suatu kerangka untuk:
1. Mengidentifikasi informasi untuk dimasukkan secara terpadu dalam laporan, yang akan
digunakan dalam menilai kemampuan organisasi menciptakan nilai; dan
2. Ditujukan kepada sektor swasta dari berbagai ukuran. Namun kerangka ini juga dapat
diterapkan dan disesuaikan seperlunya untuk digunakan oleh sektor publik dan organisasi
nirlaba.

Lingkungan eksternal entitas termasuk lingkungan hidup, kondisi ekonomi, perubahan teknologi,
masalah-masalah sosial, dan tantangan kelestarian lingkungan. Lingkungan eksternal entitas
menciptakan konteks dari operasi entitas. Operasi entitas sangat dipengaruhi oleh keadaan dan
perkembangan lingkungan eksternalnya.

Setiap model bisnis di dalam entitas terdiri dari berbagai masukan (input) melalui aktivitas bisnis
sehingga menghasilkan keluaran (output) yang terdiri dari produk, jasa, produk sampingan, dan
limbah. Aktivitas dan keluaran entitas ini kemudian menciptakan hasil (outcome) yang memiliki efek
terhadap modal. Perlu ditekankan bahwa proses penciptaan nilai bukanlah sesuatu yang bersifat
statis. Penilaian ulang terhadap komponen-komponen penciptaan nilai perlu dilakukan secara
berkala.
5 Permodalan Entitas: Bukan hanya Finansial
Dalam Kerangka Prinsip IR disebutkan bahwa modal entitas untuk menciptakan nilai bukan hanya
dari modal keuangan tapi bersumber dari enam jenis modal, yaitu sebagai berikut:

1. Financial Capital
Modal keuangan (financial capital) adalah sumber dana yang tersedia atau dimiliki oleh sebuah
organisasi atau entitas, dimana dana tersebut digunakan untuk produksi barang atau penyediaan
layanan jasa. Dana tersebut diperoleh melalui pembiayaan, seperti utang, ekuitas, atau hibah,
ataupun dihasilkan melalui operasi atau investasi.

2. Manufactured Capital
Modal produksi (manufactured capital) adalah modal yang dimililki organisasi atau entitas berupa
benda-benda fisik yang digunakan untuk mendukung proses produksi barang ataupun penyedian
jasa. Modal produksi terdiri dari, antara lain, bangunan, peralatan, mesin, infrastruktur (jalan,
jembatan, sistem pengolahan limbah dan air) dan lain-lain. Modal produksi umumnya dibuat oleh
organisasi lain (eksternal), tetapi asset tersebut juga dapat diproduksi oleh organisasi pelapor untuk
dijual atau disimpan untuk digunakan sendiri.

3. Intellectual Capital
Modal intelektual (intellectual capital) adalah modal yang dimiliki oleh organisasi atauentitas berupa
pengetahuan organisasi yang tak berwujud. Modal intelektual terdiri dari, antara lain, properti
intelektual seperti hak cipta serta hak dan lisensi cipta perangkat. Modal intelektual organisasi
mencakup tacid knowledge, sistem, prosedur, dan protokoler.

4. Human Capital
Modal manusia (human capital) adalah modal yang dimiliki oleh organisasi atau entitas berupa
kemampuan, kompetensi, dan pengalaman karyawan, serta motivasi untuk berinovasi. Termasuk
didalamnya adalah: a) kemampuan menyelaraskan dan mendukung kerangka tata kelola organisasi,
pendekatan manajemen risiko, dan etika nilai-nilai; b) kemampuan memahami, mengembangkan,
dan menerapkan strategi organisasi, c) loyalitas dan motivasi untuk meningkatkan proses barang dan
jasa, termasuk kemampuan mereka untuk memimpin, mengelola, dan berkolaborasi.

5. Social and Relationship Capital


Modal sosial dan hubungan (social and relationship capital) adalah modal yang dimiliki oleh
organisasi atau entitas lembaga-lembaga dan hubungan diantara masyarakat, kelompok-kelompok
pemangku kepentingan, dan jaringan lainnya, serta kemampuan untuk berbagi informasi, baik
secara individu maupun kolektif. Modal sosial dan hubungan meliputi: 1) berbagi norma-norma,
nilai-nilai umum, dan perilaku; 2) hubungan pemangku kepentingan dan kepercayaan serta
kesediaan untuk melibatkan organisasi yang telah mengembangkan dan mengupayakan untuk
membangun dan melindungi bersama pemangku kepentingan eksternal; 3) aset takberwujud terkait
dengan merek (brand) dan reputasi yang telah dikembangkan oleh entitas; dan 4) lisensi sosial untuk
organisasi dapat beroperasi (misalnya persetujuan dengan suku adat setempat).

6. Natural Capital
Modal alam (natural capital) adalah modal yang dimiliki oleh organisasi atau entitas berupa sumber
daya alam yang ada di lingkungan, baik itu yang dapat diperbarui dan yang tidak dapat diperbarui.
Sumber daya ini berperan dalam penyedian barang dan jasa yang mendukung masa lalu, saat ini, dan
masa depan dari sebuah organisasi atau entitas. Modal alam terdiri dari, antara lain, air, tanah,
mineral, udara, hutan, keanekaragaman hayati serta ekosistem.
6 Contoh Integrated Reporting Entitas

Berikut adalah link untuk contoh-contoh IR yang telah diterapkan oleh beberapa entitas:
1. Integrated Report Vodacom 2017
http://www.vodacom-reports.co.za/integrated-reports/i-2017/pdf/full-integrated.pdf

2. Integrated Report NedBank 2017


https://www.nedbank.co.za/content/dam/nedbank/site-assets/AboutUs/Information%20Hub/
Integrated%20Report/2017/2017%20Nedbank%20Group%20Integrated%20Report.pdf

3. Integrated Report Crown Estate 2017


https://www.thecrownestate.co.uk/media/2081/integrated-annual-report-2016-17.pdf

4. Integrated Report Transnet 2018


https://www.transnet.net/InvestorRelations/AR2018/Transnet%20IR%202018.pdf

5. Integrated Report Sasol 2018


https://www.sasol.com/sites/default/files/financial_reports/Sasol%20IR_Web.pdf

PELAPORAN KEBERLANJUTAN (SUSTAINABILITY REPORTING) DAN PELAPORAN TERINTEGRASI


(INTEGRATED REPORTING)

SR adalah suatu bentuk pelaporan yang memadukan pelaporan sosial, lingkungan, keuangan, dan
tata kelola secara integral dan terpadu dalam satu paket pelaporan korporasi, dalam pelaporan ini
terdapat dua jenis informasi yang disajikan yaitu infomasi yang bersifat kuantitatif yang menjelaskan
tentang informasi keuangan dan informasi yang bersifat kualitatif yang menjelaskan tentang
informasi sosial dan lingkungan.

Tujuan dari SR adalah untuk menjamin sustainabilitas atau keberlangsungan korporasi, sosial, dan
lingkungan di masa-masa mendatang. Adapun pedoman yang lazim digunakan oleh sebagian besar
korporasi dalam praktik SR adalah pedoman yang diterbitkan Global Reporting Intiative (GRI).

Sebagian besar masih menggunakan standar GRI generasi ke-4 (G.4), namun sebenarnya GRI telah
memberlakukan standar baru pada tahun 2018 yang disebut sebagai GRI Standards. Sementara itu,
IR merupakan konsep pelaporan tahunan yang menyediakan satu laporan yang sepenuhnya
mengintegrasikan informasi keuangan dan non-keuangan entitas (termasuk environmental, social,
governance, dan intangibles).

Dengan semakin sadarnya sebagian besar korporasi terhadap kondisi krisis lingkungan yang kian
parah saat ini mampu mengubah paradigma bisnis yang menganjurkan bahwa dalam berbisnis selain
untuk memperoleh laba (profit), korporasi perlu juga peduli dan bertanggung jawab melestarikan
lingkungan (planet) serta meningkatkan kesejahteraan sosial (people). Kondisi seperti ini membuat
SR dan IR menjadi tren pelaporan korporasi saat ini. Dalam menyikapi tren seperti ini akan banyak
tantangan dan hambatan yang menghadang dalam implementasi SR dan IR kedepannya.

Dengan adanya tren korporasi yang mulai menggunakan SR dan IR menjadi tantangan baru sekaligus
peluang bagi profesi akuntan dan dunia pendidikan untuk menyediakan sumber daya manusia yang
kompeten menguasai SR dan IR untuk memenuhi banyaknya permintaan korporasi kedepannya.
Namun di sisi lain terdapat juga hambatan dalam implementasi SR dan IR saat ini dengan adanya
paradigma akuntansi yang masih konvensional dan masih adanya resistensi dari para akuntan itu
sendiri. Para Akuntan masih beranggapan bahwa: 1) Akuntansi hanya memfokuskan pada kebutuhan
informasi dari stakeholder dominan yang memberi kontribusi dalam penciptaan nilai entitas; 2)
kuintansi hanya memproses dan melaporkan informasi yang material dan dapat diukur; 3) Akuntansi
mengadopsi asumsi entitas sehingga entitas diperlakukan sebagai entitas yang terpisah dari pemilik
dan pemangku kepentingan lainnya, sehingga jika suatu transaksi tidak secara langsung berdampak
pada nilai entitas maka diabaikan dalam pelaporan akuntansi; dan 4) Masyarakat dan lingkungan
adalah sumber daya yang tidak berada dalam area kendali dan tidak terikat dalam executory
contract
dengan entitas.

Disadurkan Kembali Oleh :


Nama : Abu Bakar Siddik
NPM : 01044822326003
Kelas PPAK regular sore tahun 2022/2023

Anda mungkin juga menyukai