Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH ISRA MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW

MAKALAH

Diajukan sebagai tugas pada mata pelajaran Sejarah

Guru : Deri Restu, S.Pd

Disusun oleh :

Nama : Kayla Zahrotun Nisa

Kelas : X4

SMAN 14 KOTA TANGERANG

2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadiran Allah SWT atas berkat, rahmat, dan

karunianya dan diberikan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan

makalah ini yang berjudul “sejarah isra mi’raj Nabi Muhammad SAW” dalam bentuk maupun

isinya yang sangat sederhana. Sholawat serta salam tak lupa saya menulis penjatkan kepada

junjungan Nabi besar Muhammad SAW, beserta pada keluarga, sahabat, dan para umatnya

sampai akhir zaman.

Makalah ini disusun atas guna melengkapi tugas mata pelajaran sejarah selanjutnya

penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada bapa Deri Restu, S,Pd

selaku guru mata pelajaran sejarah yang memberikan pengarahannya sehingga makalah ini

dapat terselesaikan dengan baik.

Harapan saya semoga makalah ini bisa membantu menambah kebutuhan dan

bermanfaat bagi pembaca. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, nasih

banyak kesalahan dan kekurangan dalam segala hal, oleh karna itu keritik dan saran yang

membangun sangat saya harapkan untuk dapat menyempurnakannya.

Tangerang, 29 september 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................. ............................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................ ............................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................ ............................................ 1

A. Latar Belakang ......................................................... ............................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................... ............................................ 4

C. Tujuan Penulisan ...................................................... ............................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................ ............................................ 5

A. Fenomena Isra dan Miraj ........................................ ............................................ 5

B. Isra Mi’raj dan Kacamata Sains .............................. ............................................ 8

BAB III PENUTUP .................................................................... .......................................... 16

A. Kesimpulan ............................................................. .......................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................. .......................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al Quran di diturunkan kepada Muhammad sebagai mukjizat sekaligus sumber ilmu

yang luar biasa. Di dalamnya terdapat pengetahuan dan pelajaran bagi manusia. Al-Qur’an

menyebutkan tentang kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya,

tentang penciptaan manusia, termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya dan dipacu

akalnya untuk menyelidiki segala apa yang ada disekitarnya seperti keingintahuan tentang

rahasia alam semesta.

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Alam semesta merupakan sebuah bukti kebesaran Allah, karena penciptaan alam

semesta dari ketiadaan memerlukan adanya Sang Pencipta Yang Maha Kuasa. Allah telah

menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya untuk manusia dan telah menyatakan

tentang penciptaan alam semesta dalam ayat-ayat Nya.

Di dalam Al Quran terdapat fakta-fakta ilmiah yang tidak mungkin diketahui manusia

di tanah Arab pada waktu itu, tetapi fakta-fakta tersebut dijelaskan dengan tepat dan sekarang

diakui kebenarannya, seperti: pada masa turunnya Al Quran, ilmu kedokteran di tanah Arab

boleh dikatakan tidak ada. Yang ada hanya ilmu pengobatan secara primitif dan takhayul.

Namun Al Quran menerangkan dalam surat Al Mukminun ayat 12, 13, dan 14:

1
12. Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari

tanah.

13. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh

(rahim).

14. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan

segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang

itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.

Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (QS.Al mu’minun: 12,13,14)

Selain itu di dalam Al Quran juga terdapat peristiwa-peristiwa luar biasa yang menjadi

pelajaran bagi manusia. Peristiwa tersebut diantaranya yang diceritakan Allah dalam Al Quran

adalah peristiwa Isra Mi’rajnya Nabi Muhammad SAW.

1. Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari

Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya

agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami.

Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS.Al Isra: 1)

1. Demi bintang ketika terbenam.

2. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.

3. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa

nafsunya.

4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

5. Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.

6. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan

rupa yang asli.

7. Sedang dia berada di ufuk yang Tinggi.

8. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi.

2
9. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau

lebih dekat (lagi).

10. Lalu dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang Telah

Allah wahyukan.

11. Hatinya tidak mendustakan apa yang Telah dilihatnya.

12. Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang

Telah dilihatnya?

13. Dan Sesungguhnya Muhammad Telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang

asli) pada waktu yang lain,

14. (yaitu) di Sidratil Muntaha[1430].

15. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal,

16. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang

meliputinya.

17. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak

(pula) melampauinya.

18. Sesungguhnya dia Telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan)

Tuhannya yang paling besar.

Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW sesungguhnya telah sering dijelaskan

oleh para ulama, ustadz, kiyai dll. Baik dalam forum pengajian-pengajian maupun forum-

forum lain. Namun kebanyakan hanya berkutat pada bagaimana peristiwa itu terjadi yang

dijelaskan secara tekstual, serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya seperti perintah

shalat dan sebagainya.

Maka dari itu dengan dibantu berbagai sumber, penulis mencoba mengkaji dan

menjelaskan fenomena Isra’ Mi’raj dari sisi lain, yaitu dengan mengkaji peristiwa tersebut dari

sisi ilmiah sesuai sains modern.

3
B. Rumusan Masalah

Untuk memudahkan penyusunan makalah,penulis memberikan rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apa dan bagaimana isra miraj itu terjadi?

2. Bagaimanakah kejadian isra miraj jika dijelaskan secara ilmiah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui hikmah dari isra’ mi’raj.

2. Sebagai tugas ujian dari mata kuliah tafsir III

3. Dengan pengkajian peristiwa isra miraj secara lebih mendalam diharapkan dapat menambah

keimanan kita serta mendapat pengetahuan ilmiah dari Al quran.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fenomena Isra dan Mi’raj

Ilmuwan terkemuka Sinka mengatakan: siapa pun yang melayangkan pendangannya

ke arah langit pasti akan memejamkan kedua matanya dengan penuh kekaguman dan

katakjuban. Sebab ia melihat jutaan bintang yang bersinar terang, mengamati pergerakannya

di garis orbitnya, dan beralih memandangi rasi-rasinya. Masing-masing bintang, planet, nebul,

dan satelit adalah dunia yang berdiri sendiri, dan jauh lebih besar daripada bumi beserta segala

yang ada diantaranya dan yang melingkupinya (Ahmad, 2006:42).

Bayangkan, jika kita sedang menengadah ke langit di malam hari, kita melihat sinar

bulan yang begitu indah. Nah, sinar bulan yang kita lihat itu membutuhkan waktu untuk

menempuh jarak dari bulan ke bumi sekira 350.000 kilometer. Karena kecepatan cahaya sekitar

300.000 meter per detik, maka cahaya bulan itu membutuhkan waktu lebih dari satu detik untuk

sampai ke bumi. Artinya, ketika kita melihat bulan, sebenarnya bulan yang kita lihat itu

bukanlah bulan pada saat yang sama. Sebab, bulan membutuhkan waktu selama satu detik

untuk mencapai bumi. Paling tidak, bulan yang kita lihat saat ini adalah bulan satu detik yang

lalu.

Hal itu juga terjadi ketika kita melihat matahari. Karena jarak Matahari – Bumi yang

demikian jauhnya sekitar 150 juta kilometer, maka kecepatan cahaya membutuhkan waktu 8

menit untuk sampai ke bumi. Artinya, jika waktu itu kita melihat matahari, maka matahari yang

kita lihat itu sebenarnya bukalah matahari pada saat itu, melainkan matahari 8 menit yang lalu

(Mustofa, 2006:71).

Keanaehan dan keterkaguman kita akan semakin bertambah, manakala kita

menyaksikan benda-benda langit yang lain, bintang umpamanya. Malah ada bintang yang

5
berjarak sangat jauh dari bumi hingga memakan waktu 8 tahun cahaya dari bumi. Maka jika

kita melihat bintang itu, sebenarnya kita sedang menyaksikan bintang yang usianya 8 tahun

lalu. Mengagumkan.

Bahkan, dalam abad kekinian, sering juga kita dengar istilah satelit atau sputnik, yaitu

kendaraan ruang angkasa yang diluncurkan menuju bulan dan planetnya di dalam kelompok

matahari. Persitiwa satelit atau sputnik itu merupakan hasil kecerdasan otak manusia sekaligus

merupakan alat terpenting dalam mencapai kemajuan lahir ke arah pengetahuan dan teknologi.

Lalu, pada abad ke-7 atau sekitar 1400 tahun silam, kita juga mendengar suatu peristiwa

maha hebat dari tanah Arab. Persitiwa itu jauh lebih mengagumkan dari satelit ataupun sputik

dan benda-benda langit lainnya. Peristiwa itu dinamakan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw.

Muhammad tidak saja menembus ruang angkasa di sekitar bulan, bahkan sudah meluncur ke

ufuk yang tertinggi , melalui sistem planet, menerobos ruang langit yang luas, berlanjut terus

ke gugusan Bintang Bima Sakti, meningkat kemudian mengarungi Semesta Alam hingga

sampai di ruang yang dibatasi oleh ruang yang tak terbatas.

1. Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al

Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya agar kami

perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah

Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS.Al Isra: 1)

Kemudian sampailah Rasulullah Muhammad saw pada Ruang yang Mutlak yang

dinamakan “Maha Ruang”. Inilah yang disebut “Dan dia Muhammad di ufuk yang tertinggi”

(Mudhary, 1996:21).

Peristiwa luar biasa ini kontan membuat kontroversi di masyarakat. Ada masyarakat

yang mencemooh; kebanyakan dari mereka orang kafir. Mereka menggemboskan isu bahwa

Muhammad telah gila. Kelompok kedua adalah mereka yang ragu-ragu. Mereka terbawa oleh

suasana kontradiksi, mau percaya kok rasanya berita itu tidak masuk akal. Tapi ngga percaya,

6
kan Muhammad tidak pernah berbohong. Kelompok ketiga adalah mereka yang begitu yakin

akan ke-Rasulan Muhammad. Perjalanan yang kontroversial ini pun bagi mereka justru

meningkatkan kayakinannya bahwa beliau benar-benar utusan Allah.

Lantas bagaimana dengan kita? Termasuk golongan yang mana: tidak yakin, ragu-ragu,

atau yakin? Alternatif dari jawaban itu adalah bahwa kita harus yakin dengan di-Isra-kan dan

di-Mi’raj-kannya Muhammad, sekaligus meyakinkan kaum peragu bahwa peristiwa ini pun

masuk akal, logis, dan rasional. Sebab, bisa dibuktikan secara empiris dalam ilmu pengetahuan

modern

Bukankah manusia adalah salah satu magnum opus-nya Tuhan dengan keistimewaan

akalnya. Bukankah telah disinyalir Tuhan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk

menjelajah seantero jagat raya dengan kekuasannya.

Dalam QS.Ar Rahman ayat 33 :

33. Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan

bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.

Bahkan, Al Khazin, Al Baidlawi, dan An Nasai (Mudhary, 1996:21), memberi tafsiran

bahwa arah kata sulthan atau kekuasanannya ialah ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh

kecerdasan otak lahir dan ilmu pengetahuan yang dihasilkan otak batin. Otak lahir disebut juga

indera badani atau jasmani, sedangkan otak batin disebut indra rohani. Keduanya dikenal

dengan sensus interior dan eksterior.

Hubungan antara tanda-tanda kebenaran di dalam al Quran dan alam raya dipadukan

melalui mukjizat Al Quran dengan mukjizat alam raya yang menggambarkan kekuasaan

Tuhan. Masing-masing mengakui dan membenarkan keduanya menjadi pelajaran bagi setiap

orang yang mau mendengar. Bahkan Abbas Mahmud Aqqad (dikutip Pasya, 2004:24),

memberi penjelasan makna mukjizat ilmiah dalam al Quran dan Hadits secara lebih mendalam

7
yakni terdapat dua macam mukjizat yang harus dibedakan: mukjizat yang harus dicari, dan

mukjizat yang memang tidak perlu dicari.

Sayangnya pembedaan antara kedua macam mukjizat tersebut hampir tidak kita

temukan pada mereka yang pemikirannya hanya berhenti pada batas penafsiran ilmiah terhadap

fenomena alam. Tidak adanya pembedaan tersebut kadang menyebabkan pencampuradukkan

anatra mukjizat ilmiah (yang berarti bahwa Al Quran dan Hadits telah terlebih dahulu

memberitahukan kita tentang fakta atau fenomena alam sebelum ditemukan oleh ilmu empiris)

dan penafsiran Al Quran secara ilmiah (yang berarti mengungkap makna-makna baru ayat

Quran atau Hadits sesuai kebenaran teori sains). Dengan kata lain, sains menjadi perangkat

untuk menafsirkan Al Quran dan Hadits, seperti halnya ilmu bahasa dan asal usul fikih yang

juga menjadi perangkat untuk menafsirkan ayat-ayat Al Quran di bidang ilmu keagamaan.

Dengan demikian, perjalanan Isra Mi’raj yang menjadi fenomena mukjizat Allah

tersebut mampu dikaji secara ilmiah. Pembuktian-pembuktian sains modern telah menampakan

sebuah paradigma bahwa perjalanan Muhammad menjumpai Tuhannya dengan menembus

batas-batas langit adalah benar. Sebab, perjalanan itu bisa ditafsir ulang dengan sains kekinian,

dan dibuktikan secara ilmiah.

B. Isra Mi’raj dan Kacamata Sains

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari

Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah diberkahi sekelilingnya oleh Allah agar Kami

perhatikan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Kami. Sesungguhnya Dia adalah

Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS Al Isra:1).

Dalam ayat in, Allah sudah menjelaskan skenario perjalanan Isra Mi’raj Nabi

Muhammad. Sehingga dengan berpatokan pada ayat ini, kita bisa memperoleh pemahaman

yang sangat memadai tentang mukjizat Isra dan Mi’raj tersebut.

8
Dalam tinjauan Agus Mustofa (2006:11), setidak-tidaknya ada delapan kata kunci yang

menjadi catatan penting dan menuntut pemahaman kita menembus batas-batas langit untuk

menafsir perjalanan kontroversial ini. Baiklah, jika kita mencoba untuk menguraikan makna

kata-kata tersebut, maka akan menjadi seperti ini:

 Catatan pertama, terdapat pada akata Subhanallah, Maha Suci Allah. Hal ini

mengisyaratkan bahwa persitiwa ini sangat luar biasa. Saking spesialnya kejadian ini,

Allah sendiri memuji diri-Nya dengan ucapan Subhanallah. Barangkali inilah salah satu

bukti bahwa Allah adalah Maha dari segala Maha. Maha tanpa batasan ruang, waktu,

bahkan massa. Sehingga lanjut Quraish Shihab (1992:338), peristiwa ini membuktikan

bahwa ‘ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi segala yang

finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas ruang dan waktu.

 Catatan kedua, adalah dalam kata asraa, yang telah memperjalankan. Ini berarti bahwa

perjalanan Isra Mi’raj bukan atas kehendak Rasulullah, melainkan kehendak Allah.

Dengan kata lain, kita juga memperoleh ‘bocoran’ bahwa Rasul tidak akan sanggup

melakukan perjalanan itu atas kehendaknya sendiri. Saking dahsyatnya perjalanan ini,

jangankan manusia biasa, Rasul sekali pun tidak akan bisa tanpa diperjalankan oleh

Allah.

Oleh karena itu lanjut Agus (2006:15), Allah lantas mengutus malaikat Jibril untuk membawa

Nabi melanglang ‘ruang’ dan ‘waktu’ didalam alam semesta ciptaan Allah. Mengapa Jibril?

Sebab Jibril merupakan makhluk dari langit ke tujuh yang berbadan cahaya. Dengan badan

cahayanya itu, Jibril bisa membawa Rasulullah melintasi dimensi-dimensi yang tak kasat mata.

Pembuktian menurut ilmu Fisika lanjut Mudhary (1996;28), bahwa eter menjadi zat pembawa

sekaligus pelantara daya elektromagnetik. Eter adalah udara yang ringan sekali, lebih ringan

dari udara yang dihirup oleh manusia: O2. Dalam bahasa Arab disebut dengan “Itsir”. Jika eter

9
bergetar, niscaya membutuhkan pula zat pembawa yang lebih halus lagi dari eter itu sendiri,

agar getaran eter itu bisa tersebar ke mana-mana.

Sedangkan menurut Ilmu Metafisika, Rasul naik ke ruang angkasa melakukan perjalanan

Mi’rajnya tentu membutuhkan zat pembawa yang lebih halus dari jiwa atau rohaninya. Oleh

karena itu, makhluk hidup yang memiliki dua jasad: jasmani dan rohani, maka diperlukan zat

pembawa yang lebih halus dari rohani itu sendiri dan mampu mengangkat jasmani Rasul

sekaligus. Dan ternyata makhluk yang sangat halus itu bernama Jibril.

Selain Jibril, perjalanan super istimewa itu disertai juga oleh kendaraan spesial yang didesain

Allah dengan sangat spesial bernama Buraq. Ia adalah makhluk berbadan cahaya yang berasal

dari alam malakut yang dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut. Buraq berasal dari

kata Barqum yang berarti kilat. Maka, ketika menunggang Buraq itu mereka bertiga melesat

dengan melebihi kecepatan cahaya sekitar 300.000 kilometer per detik (Mustofa, 2006:15).

Jika seandainya kecepatan Buraq diambil serendah-rendahnya setara dengan perbandingan

kecepatan elektris saja: 300.000 kilometer per detik, maka jarak anatara Masjidil Haram di

Mekkah dengan Masjidil Aqsha di Palestina yang berjarak 1.500 kilometer, paling tidak

memakan waktu 1/200 detik. Padahal, Buraq adalah makhluk hidup yang kecepatannya pun

bisa melebihi kecepatan elektris tadi.

Pertanyaannya kemudian, bukankah kecepatan cahaya adalah kecepatan paling tinggi yang

telah dihasilkan Fisika Modern? Bukankah kecepatan cahaya telah mendapat legalitas

berdasarkan keputusan kongres Internasional tentang Standar Ukuran yang digelar di Paris

tahun 1983: bahwa kecepatan cahaya berada dalam vakum sebesar 299.792.458 meter per detik

dibulatkan sekira 300.000 kilometer per detik. Dan tentu saja, kecepatan cahaya berlaku sama

bagi seluruh gelombang spektrum dan mempersentasikan batas kecepatan dalam alam fisika

(Ahmad, 2006:168).

10
Tentu saja kecepatan setinggi itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang benda. Hanya sesuatu

yang sangat ringan saja yang bisa memiliki kecepatan yang bisa melebihi kecepatan cahaya.

Bahkan, saking ringannya, maka sesuatu itu harus tidak memiliki massa sama sekali. Yang bisa

melakukan kecepatan itu hanya photon saja, yaitu kuantum-kuantum penyusun cahaya.

Bahkan, electron sekali pun yang bobotnya hamper nol sekalipun tidak bisa memiliki kecepatan

setinggi itu.

Sedangkan manusia sendiri terkonstruksi dari satuan-satuan utama yang sangat kecil

dinamakan sel. Jumlahnya sekitar 390 milyar. Sel tubuh ini tidak sama, baik bentuk, besar,

maupun fungsinya. Sel-sel ini tidak terpisah satu sama lain, tetapi hidup dalam organisasi yang

harmonis (Pasya, 2004:250).

Jika dilihat dari penyusunnya, maka berbagai macam sel itu tersusun dari molekul-molekul.

Baik yang sederhana maupun molekul yang kompleks. Mulai dari H2O, sampai pada molekul

asam amino atau proteir kompleks lainnya. Dan jika dicermati, maka molekul itu juga tersusun

dari bagian-bagian yang lebih kecil disebut atom. Dan atom ini pun tersusun dari partikel-

partikel sub atomik seperti: proton, neutron, elektron, dan sebagainya.

Karena manusia memiliki bobot, jangankan untuk dipercepat dengan kecepatan setingkat

kecepatan cahaya. Dengan percepatan beberapa kali gravitasi bumi (G) saja, sudah akan

mengalami kendala serius, bahkan bisa meninggal dunia.

Dalam ilustrasinya, Agus Mustofa (2006:17) memberi gambaran tentang seorang pilot yang

melakukan manuver di angkasa. Ketika ia melakukan gerakan vertikal naik ke langit atau

manuver ‘jatuh’ ke bumi misalnya, saat itu badannya akan mengalami tekanan alias beban yang

sangat berat bergantung pada besarnya percepatan yang ia lakukan.

Jika pilot bermanuver ke langit dengan percepatan dua kali gravitasi bumi (2G), maka

badannya akan mengalami tekanan dua kali lipat dari biasanya. Jika bobot pilot dalam kondisi

normal 80 kg misalnya, maka pada saat melakukan manuver bobotnya akan menjadi 160 kg.

11
Bahkan jika percepatannya lebih tinggi lagi, rasa ‘nyuut’ di otak akan semakin besar. Seperti

orang yang jatuh bebas ke dalam sebuah sumur yang dalam. Bisa-bisa seseorang akan

mengalami ‘hilang kesadaran’. Apalagi manuver pilot dengan kecepatan 5G, pilot yang tidak

terlatih bisa-bisa mengalami balck out alias semaput atau pingsan di angkasa.

Jika demikian, bukankah Muhammad juga seorang manusia biasa yang memiliki struktur sama

dengan pilot dalam ilustrasi tadi ketika ia melakukan perjalanan Isra Mi’raj tersebut? Lalu

bagaimana jasmani Muhammad mampu menembus lapisan langit dengan bantuan kecepatan

cahaya ? Apakah Muhammad di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kan dengan jasmani dan rohaninya

sekaligus? Nah.

Salah satu ‘skenario rekonstruksi’ untuk mengatasi problem ini adalah teori Annihilasi. Teori

ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materi. Dan jika materi dipertemukan

atau direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bakal lenyap berubah

menjadi seberkas cahaya atau sinar gama (Mustofa, 2006:20).

Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir masih dalam buku yang sama (2006:20), bahwa

jika ada partikel proton dipertemukan dengan antiproton, atau elektron dengan positron sebagai

antielektronnya, maka kedua pasangan partikel tersebut akan lenyap dan memunculkan dua

buah sinar gama, dengan energi masing-masing 0,11 MeV untuk pasangan elektron dan 938

MeVuntuk pasangan partikel proton.

Sebaliknya, jika ada seberkas sinar Gama yang memiliki energi sebesar itu dilewatkan medan

inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi dua buah pasangan partikel

seperti di atas. Hal ini menunjukan bahwa materi memang bisa berubah menjadi cahaya dengan

cara tertentu, yang disebut sebagai reaksi Annihilasi.

Nah, proses pengubahan materi menjadi cahaya terjadi sesaat sebelum perjalanan Isra Mi’raj

dimulai. Kejadian ini ketika Rasul disucikan oleh Jibril di dekat sumur zam-zam. Bisa

dikatakan jika proses ini adalah proses operasi hati Muhammad dengan air zam-zam.

12
Kenapa operasi hati? Bukan otak atau jantung misalnya? Ya, sebab hati adalah pangkal dari

seluruh aktifitas badani. Bahkan Rasul mengatakan bahwa hati adalah pangkal dari segala

aktifitas badani. Jika baik hatinya, maka baik pula seluruh aktifitas badannya. Begitu juga

sebaliknya jika buruk hatinya, maka buruk juga segala aktifitas badaniahnya.

Bahkan, resonansi dari hati yang baik itulah kelembutan akan muncul. Bagaikan buluh perindu

yang akan menghasilkan suara merdu ketika ditiup. Kenapa? Karena hati yang lembut bagaikan

sebuah tabung resonansi yang bagus. Getarannya menghasilkan frekuensi yang semakin lama

semakin tinggi. Semakin lembut hati seseorang, semakin tinggi frekuensinya. Pada frekuensi

10 pangkat 8, maka akan menghasilkan gelombang radio. Dan jika frekuensinya lebih tinggi

misal 10 pangkat 14, maka akan menghasilkan gelombang cahaya (Mustofa, 2008:153).

Itulah agaknya yang terjadi pada diri Rasulullah saat ‘dioperasi’ oleh malaikat Jibril di dekat

sumur zam-zam. Jibril melakukan manipulasi terhadap sistem energi menjadi badan cahaya.

Dengan kesiapan ini, Muhammad siap untukdibawa melalui kawalan Jibril dengan

mengendarai Buraq menembus batas langit hingga akhirnya berjumpa dengan Sang Pemilik

Cahaya Abadi.

 Catatan ketiga, terdapat dalam kata ‘abdihi, Hamba-Nya. Hal ini berarti bahwa tidak

semua orang secara sembarangan mampu melakukan perjalanan Isra Mi’raj. Perjalanan

fantastis yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang sudah mencapai tingkatan

‘abdihi, hamba-Nya. Atau dalam istilah Quraish Shihab sebagai insan kamil.

 Catatan keempat, dalam kata laila, malam hari. Perjalanan spesial ini dilakukan pada

malam hari dan bukan siang hari. Kenapa? Inilah dia bukti kebesaran Tuhan Sang Maha

Gagah itu. Ia mengendalikan perjalanana Isra Mi’raj dengan apik dan sangat canggih.

Apalagi alasan logis mengenai hal itu, bahwa pada siang hari radiasi sinar matahari

demikian kuatnya, sehingga bisa membahayakan badan Nabi Muhammad yang

sebenarnya memang bukan badan cahaya. Badan nabi yang sesungguhnya tentu saja

13
adalah materi. Perubahan menjadi badan cahaya itu bersifat sementara saja, sesuai

kebutuhan untuk melakukan perjalanan bersama Jibril. Dengan melakukannya pada

malam hari, maka Allah telah menghindarkan Nabi dari interferensi gelombang yang

bakal membahayakan badannya. Suasana malam memberikan kondisi yang baik buat

perjalanan itu (Mustofa, 2006:25).

Sebagai gambaran sederhana, ketika di malam hari kita menyalakan radio, maka gelombang

yang kita tangkap akan jernih dan lebih mudah dari siang hari. Sebab gelombang radio tersebut

tidak mengalami gangguan terlalu besar yang saling bersinggungan dengan gelombang

lainnya. Begitulah gambaran sederhananya, sebab waktu malam hari adalah waktu yang paling

kondusif untuk perjalanan super spesial demi kelancaran perjalanan ini.

 Catatan kelima, terdapat dalam kata minal Masjidil haram ilal masjidil Aqsha, dari

Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Perjalanan ini dimulai dari mesjid ke mesjid, sebab

mesjid adalah bangunan yang memiliki energi positif. Disanalah orang-orang berusaha

untuk menyucikan diri, mendekat, bahkan merapat kepada Tuhannya. Masing-masing

mesjid tersebut ibarat tabung energi positif bagi perjalanan Nabi.

Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dijadikan sebagai terminal pemberangkatan dan

kedatangan. Hal ini mirip dengan tabung transmitter dan recieveri, yang dipergunakan dalam

proses perubahan badan Nabi Muhammad dari materi menjadi cahaya jauh lebih mudah.

Apalagi proses itu melalui ‘operasi’ lewat pelantara Jibril yang memang makhluk cahaya.

Maka semuanya berjalan dengan lancar sesuai kehendak Allah. Dia-lah yang berkehendak,

sedang Jibril yang melaksanakannya (Mustofa, 2006:28).

 Catatan keenam, yakni dalam kata baaraknaa haulahu, Kami berkahi sekelilingnya.

Perjalanan ini adalah perjalanan yang tak lazim. Oleh karena itu Allah mempersiapkan

semua fasilitas dengan keberkahan untuk menjaga kelancaran perjalanan sekali dalam

sepanjang sejarah manusia.

14
Nah, disinilah pentingnya Allah menjaga lingkungan sekitar perjalanan Isra Mi’raj agar tidak

terjadi hal-hal yang merusak. Sebab, jika badan Rasul tiba-tiba berubah menjadi ‘badan materi’

lagi saat melakukan perjalanan berkecepatan tinggi itu, maka badannya bisa terurai menjadi

partikel-partikel kecil sub atomik, tidak beraturan lagi. Untuk itulah, keberkahan itu selalu ada;

di setiap tempat di setiap keadaan, bahkan tak mengenal tempat, waktu, dan keadaan sekalipun.

 Catatan ketujuh, terdapat dalam kata linuriyahu min ayaayaatina, tanda-tanda

kebesaran Allah. Ya, tepat sekali Isra Mi’raj adalah salah satu tanda kebesaran Allah

yang Maha Hebat. Dalam perjalanan itu Rasul menyaksikan pemandangan yang tidak

pernah beliau saksikan sebelumnya. Terutama ketika melintasi dimensi-dimensi langit

yang lebih tinggi pada saat Mi’raj ke langit ke tujuh. Tanda kebesaran dan keagungan

Allah ini terhampar di jagat raya. Dan dengan tanda-tanda itu, seseorang mukmin bisa

melakukan ‘dzikir sekaligus pikir’ sehingga menghasilkan kedekatan diri kepada Allah

Azza wa Jalla.

Dan kata kunci yang terakhir adalah innahu huwas samii’ul bashir, sesungguhnya Dia Maha

Mengetahui lagi Maha Melihat. Ini adalah proses penegasan informasi kalimat sebelumnya.

Dengan adanya kalimat ini, seakan-akan Alalh ingin memberikan jaminan kepada kita bahwa

apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar adanya. Kenapa? Karena berita ini

datang dari Allah, Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Maka tak perlu ada

keraguan tentang kisah fenomenal ini (Mustofa, 2006:41).

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Begitu dahsyat peristiwa Isra Mi’raj hingga meninggalkan kesan mendalam untuk

seluruh umat manusia hingga kini. Namun, dari tafsiran yang telah dipaparkan di atas, sekira

dengan obat sebagai penawar penyakit, begitu pun hikmah perjalanan ini sebagai ikhtiar

pembangun jiwa-jiwa yang sedang kebingungan, atau malah ‘mati’ dalam kebingungan.

Allah Swt berfirman di dalam Alquran Surah Al-Israa’ ayat 1 : “Maha suci Allah, yang

telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha

yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda–

tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa perjalanan luar biasa itu bukan kehendak dari

Rasulullah Saw sendiri, tapi merupakan kehendak Allah Swt. Untuk keperluan itu Allah

mengutus malaikat Jibril as (makhluk berdimensi 9) beserta malaikat lainnya sebagai pemandu

perjalanan suci tersebut. Dipilihnya malaikat sebagai pengiring perjalanan Rasulullah Saw

dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan melintasi ruang waktu.

Selain Jibril as dan kawan-kawan, dihadirkan juga kendaraan khusus bernama Buraq,

makhluk berbadan cahaya dari alam malakut. Nama Buraq berasal dari kata barqun yang berarti

kilat. Perjalanan dari kota Makkah ke Palestina berkendaraan Buraq tersebut ditempuh dengan

kecepatan cahaya, sekitar 300.000 kilo meter per detik.

Semoga dengan makalah sederhana ini dapat semakin meningkatkan ketaqwaan kita

kepada Allah SWT. Serta semakin memacu kita untuk terus mentadaburi ayat-ayat Allah, baik

ayat kauniyah maupun quliyahnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agus Mustofa, 2006, Terpesona di Sidratul Muntaha, Surabaya, Padma.

, 2008, Pusaran Energi Kabah, Surabaya, Padma.

Agus Purwanto, 2008, Ayat-ayat Semesta, Bandung, Mizan Media Utama.

Ahmad Fuad Pasya, 2004, Dimensi Sains Al Quran, Solo, Tiga Serangkai.

Bahaudin Mudhary, 1996, Setetes Rahasia Alam Tuhan, Surabaya, Pustaka Metafisika.

Fritjrof Capra, 2000, The Tao of Physics, Yogyakarta, Jalasutra.

Jalaluddin Rakhmat, 2008, The Road to Allah, Bandung, Mizan Media Utama.

M. Quraish Shihab, 1993, Membumikan Al Quran, Bandung, Mizan.

Syekh Yusuf al-Hajj Ahmad, 2006, Al Quran Kitab Sains dan Media, Jakarta, Grafindo.

Sumber :

1. http://istanakata.wordpress.com

2. http://belajarmengajar.blogspot.com

3. http://pakarfisika.wordpress.com

www.mosleminfo.co

17

Anda mungkin juga menyukai