Anda di halaman 1dari 45

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN T.H.T.K.

L REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2022
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GANGGUAN KESEIMBANGAN

DISUSUN OLEH :
Eka Hesti Hastuti C014202057
Ade Ariyanti Batti C014202161
Fitri Jafani La’biran C014202163

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Cristian Risky Pirade

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Amira Trini Raihanah, Sp.THT-BKL(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN T.H.T.K.L
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama : 1. Eka Hesti Hastuti C014202057
2. Ade Ariyanti Batti C014202161
3. Fitri Jafani La’biran C014202163
Judul Refarat : Gangguan Keseimbangan
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen
Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Agustus 2022

Residen Pembimbing

dr. Cristian Risky Pirade

Supervisor Pembimbing

dr. Amira Trini Raihanah, Sp.THT-BKL(K)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Definisi 2
2.2 Etiologi 2
2.3 Epidemiologi 2
2.4 Anatomi alat keseimbangan 3
2.5 Fisiologi keseimbangan 4
2.6 Patofisiologi 5
2.7 Diagnosis 6
2.8 Pemeriksaan Tes Fungsi Vestibuler 8
2.9 Diagnosis banding 9
2.10 Penyakit-penyakit Gangguan Keseimbangan Perifer 10
2.10.1 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) 10
2.10.2 Meniere 22
2.10.3 Neuritis Vestibular 28
2.10.4 Labirinitis 33
2.11 Prognosis 36
2.12 Komplikasi 37
BAB III KESIMPULAN 38
DAFTAR PUSTAKA 39

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan vestibular adalah gangguan pada sistem keseimbangan tubuh.
Etiologi gangguan ini secara luas dikategorikan menjadi penyebab perifer dan
sentral berdasarkan anatomi yang terlibat. Gejala disfungsi vestibular perifer dan
sentral dapat tumpang tindih, dan pemeriksaan fisik yang komprehensif seringkali
dapat membantu membedakan keduanya. Gangguan vestibular biasanya muncul
secara akut, dan bentuk paling umum dari disfungsi vestibular perifer akut adalah
vertigo posisi paroksismal jinak (BPPV).1
Penyebab paling umum dari gangguan vestibular sentral yang parah adalah
stroke iskemik fossa posterior, yang berisi batang otak dan otak kecil. Stroke
iskemik akut menyumbang hingga 25% dari pasien yang datang dengan disfungsi
vestibular sentral. Penyakit arteri vertebrobasilar dapat menyebabkan stroke pada
5% pasien, dan pasien dengan kondisi ini pada awalnya sering datang dengan
episode sinkop dan/atau disfungsi vestibular. Penyebab paling umum kedua
disfungsi vestibular sentral adalah penyakit demielinasi. 1
Gejala gangguan vestibular meliputi berbagai keluhan: vertigo, mual dan
muntah, intoleransi terhadap gerakan kepala, nistagmus spontan, gaya berjalan
goyah, dan ketidakstabilan postural. Prevalensi masing-masing gejala ini
bervariasi, dan tidak ada gejala tunggal yang patognomonik untuk disfungsi
vestibular. Presentasi gejala-gejala ini sebagai sebuah cluster harus meningkatkan
tingkat kecurigaan klinis untuk disfungsi vestibular. Anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang lengkap adalah cara terbaik untuk membedakan disfungsi vestibular
perifer dan sentral.1
Mengidentifikasi jenis gangguan vestibular yang dimiliki pasien sangat
penting, karena ini menentukan pendekatan terapeutik dan urgensi untuk memulai
pengobatan. Pengobatan utama untuk gangguan vestibular perifer adalah terapi
simtomatik, tetapi pengobatan untuk disfungsi vestibular sentral yang disebabkan
oleh stroke iskemik dapat mencakup terapi trombolitik intravena yang muncul dan
pengambilan bekuan darah intervensi. Identifikasi dini gangguan demielinasi,
seperti multiple sclerosis, sangat penting sehingga pengobatan dapat dimulai
untuk mencegah penurunan dan perkembangan kecacatan yang cepat. 1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan vestibular adalah gangguan pada sistem keseimbangan tubuh
karena gangguan pada sistem vestibular telinga bagian dalam, pusat pemrosesan
sistem saraf pusat, atau keduanya. Gejala gangguan vestibular perifer dan sentral
mungkin tumpang tindih, dan pemeriksaan fisik yang ditargetkan akan sering
membantu membedakan keduanya. Gejala biasanya terdiri dari vertigo, mual,
muntah, intoleransi terhadap gerakan kepala, gaya berjalan yang tidak stabil, dan
ketidakstabilan postural, juga nistagmus yang sering terlihat secara klinis. Bentuk
paling umum dari gangguan vestibular perifer akut adalah vertigo posisi
paroksismal jinak, sedangkan stroke iskemik fossa posterior adalah penyebab
paling umum dari disfungsi vestibular sentral akut.1

2.2 Etiologi
Etiologi gangguan vestibular dapat dibagi menjadi penyebab perifer dan
sentral, yang keduanya dapat muncul secara akut atau kronis. Istilah "perifer"
mengacu pada patologi sistem vestibular itu sendiri: labirin membran dan saraf
vestibular superior dan inferior. Istilah "sentral" mengacu pada patologi sistem
saraf pusat (SSP).1

2.3 Epidemiologi
Gangguan vestibular sering muncul sebagai pusing (dizziness). Pusing
adalah keluhan umum pasien berusia 40 tahun dan lebih tua, yang menyebabkan
10 juta kunjungan rawat jalan per tahun dan terhitung 25% dari kunjungan gawat
darurat. Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan
oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis
dizziness, vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah
studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita disbanding pria
(2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren. 1
Pasien dengan gangguan vestibular memiliki risiko lebih tinggi untuk jatuh

2
karena vertigo dan ketidakseimbangan gaya berjalan, dan jatuh merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien berusia 70 tahun ke atas.
Faktor risiko yang meningkatkan risiko gangguan vestibular antara lain jenis
kelamin perempuan, tingkat pendidikan yang lebih rendah, usia di atas 40 tahun,
penyakit kardiovaskular, dan depresi. 1

2.4 Anatomi Alat Keseimbangan


Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh
yaitu: sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular
meliputi labirin (aparatus vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral.
Labirin terletak dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi atas koklea (alat
pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan). Labirin yang
merupakan seri saluran, terdiri atas labirin membran yang berisi endolimfe dan
labirin tulang berisi perilimfe, dimana kedua cairan ini mempunyai komposisi
kimia berbeda dan tidak saling berhubungan. 2
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang
kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus
dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu penebalan
atau makula sebagai mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut
dan sel penyokong. Kanalis semisirkularis adalah saluran labirin tulang yang
berisi perilimfe, sedang duktus semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi
endolimfe. Ketiga duktus semisirkularis terletak saling tegak lurus. Urtikulus,
sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis yang melebar (ampula) mengandung
organ reseptor yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan. 2
Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi
kepala terhadap ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh
pada tonus otot. Implus yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian
aferen lengkung refleks yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot
ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tetap terjaga pada setiap
posisi dan setiap jenis pergerakan kepala. 2

3
2.5 Fisiologi Keseimbangan
Sistem vestibular berfungsi untuk mendeteksi posisi dan pergerakan
kepala. Ini memungkinkan koordinasi gerakan mata, postur, dan keseimbangan.
Aparatus vestibular yang ditemukan di telinga bagian dalam membantu
menyelesaikan tugas ini dengan mengirimkan sinyal saraf aferen dari masing-
masing komponennya. Utrikulus dan sakulus bertanggung jawab untuk merasakan
percepatan linier, gaya gravitasi, dan kemiringan kepala. Neuroepitel yang
ditemukan di utrikulus dan sakulus adalah makula yang memberikan umpan balik
saraf tentang gerakan horizontal dari utrikulus dan gerakan vertikal dari sakulus.
Struktur yang tertanam di dalam membran otolitik makula adalah kristal kalsium
karbonat kecil yang dikenal sebagai otolit yang membantu respons sel rambut
terhadap hambatan inersia endolimfe. Percepatan sudut dan rotasi kepala di
berbagai bidang dirasakan oleh tiga saluran setengah lingkaran yang berorientasi
tegak lurus satu sama lain. Setiap duktus semisirkularis memiliki pelebaran di
dekat muara utrikulus. Pelebaran ini disebut ampula yang berisi struktur
neuroepitel yang disebut "crista ampullaris." Crista ampullaris dilapisi oleh zat
protein-polisakarida gelatinosa yang dikenal sebagai kupula yang menahan sel-sel
rambut pada tempatnya. Tidak seperti makula, crista ampullaris tidak
mengandung otolit. Selain fungsi yang terkait dengan sistem vestibular perifer,
sistem vestibular sentral memungkinkan pemrosesan dan interpretasi sinyal aferen
dan keluaran sinyal eferen. Sinyal eferen termasuk refleks vestibulo-okular, yang
memungkinkan mata untuk tetap terpaku pada suatu objek saat kepala bergerak.
Hal ini dicapai dengan mengkoordinasikan gerakan antara kedua mata yang
melibatkan formasio retikuler parapontin dan output ke berbagai otot mata
ekstraokular yang melibatkan saraf okulomotor dan abdusen. Refleks
vestibulospinal mempertahankan keseimbangan dan postur melalui koordinasi
otot-otot tulang belakang dengan gerakan kepala. Fungsi kognitif yang melibatkan
sistem vestibular sentral didasarkan pada jalur saraf yang sudah mapan, meskipun
banyak jalur yang masih belum diketahui. Hubungan vestibular sentral yang
diketahui meliputi traktus vestibulo-talamo-kortikal, nukleus tegmental dorsal ke
traktus korteks entorhinal, dan nukleus reticularis pontis oralis ke traktus
hipokampus. Saluran ini membentuk serangkaian koneksi kompleks yang

4
memainkan peran fungsional dalam persepsi gerak tubuh. 3
Mekanisme yang terlibat dengan fungsi sistem vestibular perifer
melibatkan percepatan endolimfe dalam berbagai struktur aparatus vestibular.
Gerakan kepala ke berbagai arah bertanggung jawab atas percepatan ini yang
menghasilkan stimulasi stereosilia sel-sel rambut. Ketika kepala berhenti
berakselerasi, sel-sel rambut kembali ke posisi awal yang memungkinkan mereka
untuk merespons perubahan lebih lanjut dalam akselerasi endolimfe. Bergantung
pada arah akselerasi, gaya hambat inersia endolimfe akan mendorong stereosilia
ke arah atau menjauhi kinosilium yang terfiksasi. Pergerakan menuju kinosilium
menyebabkan tautan ujung menarik saluran kation terbuka yang mengakibatkan
depolarisasi sel rambut melalui masuknya ion kalium. Pergerakan menjauhi
kinosilium menyebabkan penutupan saluran kation dan hiperpolarisasi serta
penurunan laju penghantaran aferen. Depolarisasi menghasilkan pembukaan
saluran kalsium. Pembukaan saluran kalsium menghasilkan pelepasan
neurotransmitter melintasi celah sinaptik, yang menyebabkan transmisi saraf ke
ganglion vestibular. Sinyal saraf melewati 20.000 neuron bipolar di ganglion
vestibular dan berjalan sepanjang saraf vestibular. Saraf vestibular bergabung
dengan saraf koklea dan memasuki batang otak di persimpangan pontomedullary.
Pemroses utama sinyal vestibular adalah kompleks nukleus vestibular yang
memanjang dari medula rostral ke pons kaudal. Banyak sinyal dikirim dari
nukleus vestibular ke talamus, korteks, atau serebelum yang membantu
memproses dan menyesuaikan sinyal eferen ke otot postural atau okular. Sebagai
catatan, hipokampus memainkan peran penting dalam memori spasial, termasuk
fungsi navigasi dan orientasi. 3

2.6 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik

5
dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.3
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan
wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-
otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang
menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi
alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat
berdiri/ berjalan dan gejala lainnya. 3

2.7 Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan langkah awal dalam
mengidentifikasi etiologi disfungsi vestibular, mempersempit diagnosis banding
berdasarkan perjalanan waktu, gejala, dan tanda klinis. Anamnesis harus fokus
pada klarifikasi waktu episode simtomatik. Penting juga untuk membedakan
pusing atau vertigo dari sinkop atau prasinkop.1
Tujuan awal dalam diagnosis adalah menentukan apakah pasien benar-
benar mengalami vertigo atau tidak, karena kebanyakan pasien akan melaporkan
pusing sebagai keluhan utama. Untuk mendapatkan gejala vertigo yang
sebenarnya, perlu ditanyakan, "Apakah rasanya seperti ruangan berputar di sekitar
Anda?". Setelah vertigo telah diidentifikasi, riwayat menyeluruh membantu
pemeriksa membedakan antara etiologi sentral dan perifer. Menanyakan onset
gejala adalah salah satu cara terbaik untuk menentukan etiologi yang

6
mendasarinya. Misalnya, vertigo berulang yang berlangsung beberapa menit atau
kurang sering dikaitkan dengan vertigo posisional paroksismal jinak (BPPV). Satu
episode yang berlangsung beberapa menit hingga berjam-jam dapat disebabkan
oleh migrain vestibular atau bahkan diagnosis mendasar yang lebih serius seperti
serangan iskemik transien (TIA). Episode yang lebih lama dapat dilihat pada
penyebab perifer dan sentral seperti neuritis vestibular atau stroke.4
Setelah onset telah ditetapkan, penting untuk menilai gejala terkait karena
hal ini dapat membantu membedakan etiologi sentral dari perifer. Mual dan
muntah khas dengan episode akut vertigo dan tidak spesifik untuk etiologi
tertentu. Karena penting untuk menyingkirkan penyebab sentral yang mungkin
progresif atau mengancam jiwa, seperti stroke vertebrobasilar atau multiple
sclerosis, pemeriksa harus bertanya tentang defisit neurologis fokal seperti
diplopia, disartria, disfagia, dan mati rasa atau kelemahan. Tidak adanya defisit
neurologis fokal tidak sepenuhnya mengesampingkan proses sentral yang serius,
tetapi keberadaannya sangat mengkhawatirkan dan harus ditelusuri lebih lanjut.
Selanjutnya untuk diferensial penyebab sentral dan gejala terkait, pemeriksa harus
menanyakan tentang gejala sakit kepala, fotofobia, dan aura visual karena ini
sering menyertai migrain vestibular. Selain itu, ada banyak gejala lain yang terkait
dengan vertigo yang berasal dari lesi perifer. Pasien mungkin mengalami ketulian
dan tinitus terkait penyakit Ménière. Pasien mungkin melaporkan infeksi virus
baru-baru ini yang dapat menyebabkan labirinitis akut dan neuritis vestibular.
Sehingga, penting untuk meninjau daftar pengobatan pasien dan meninjau riwayat
sosial untuk penggunaan zat atau alkohol apa pun. Obat-obatan yang dapat
mempengaruhi fungsi vestibular termasuk antikonvulsan, salisilat, dan antibiotik. 4
Bila dikombinasikan dengan riwayat lengkap, pemeriksaan fisik terfokus
dapat membantu lebih lanjut memperoleh perifer dari penyebab sentral vertigo.
Menilai nistagmus adalah bagian penting dari pemeriksaan fisik ketika pasien
datang dengan gejala pusing. Teknik pemeriksaan fisik lainnya dapat digunakan
untuk mendiagnosis dan mengobati vertigo termasuk manuver Dix-Hallpike. Ini
adalah tes diagnostik dan pengobatan pilihan ketika BPPV dicurigai. Dix-Hallpike
terdiri dari dua manuver. Seorang pasien duduk di meja pemeriksaan menghadap
ke depan dengan mata terbuka, dan pemeriksa memutar kepala pasien 45 derajat

7
ke kanan. Pemeriksa terus menopang kepala pasien sementara pasien berbaring
kembali dengan cepat ke posisi terlentang dengan kepala menggantung sekitar 20
derajat dari ujung meja. Pasien tetap dalam posisi ini selama 30 detik sebelum
kembali ke posisi tegak, di mana pasien diamati selama 30 detik. Manuver ini
diulangi dengan kepala menoleh ke kiri. Tes positif jika, pada titik manapun,
manuver menghasilkan vertigo dengan atau tanpa nistagmus. Pengujian gaya
berjalan dan keseimbangan dapat membantu lebih lanjut dalam lokalisasi. Pasien
dengan gangguan perifer unilateral sering bersandar atau jatuh ke arah sisi lesi;
sedangkan, pasien dengan lesi serebelar sering tidak dapat berjalan tanpa bantuan,
dan arah jatuh dengan pengujian Romberg bervariasi.4
Pemeriksaan otoskopi dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi yang
jelas seperti otitis media akut, dan tes pendengaran dapat berguna dalam
membedakan penyebab vertigo lainnya. Kehilangan pendengaran unilateral sangat
mengarah pada etiologi perifer, tetapi pencitraan diagnostik lebih lanjut dengan
MRI diperlukan jika penyebabnya tidak dapat diidentifikasi. 4

2.8 Pemeriksaan Tes Fungsi Vestibuler


Banyak tes dapat membantu menentukan apakah sistem vestibular
berfungsi dengan baik. Refleks oculocephalic adalah tes sederhana yang
digunakan untuk menentukan apakah batang otak pasien koma masih intak
menggunakan refleks sistem vestibular. Tes ini melibatkan rotasi kepala pasien
secara horizontal, yang seharusnya mengaktifkan sistem vestibular pada sisi rotasi
ipsilateral. Hal ini mengakibatkan mata pasien secara perlahan menyimpang ke
sisi yang berlawanan dengan gerakan kepala jika batang otak masih utuh. Jika
3
batang otak tidak intak, mata akan mengikuti gerakan kepala ke sisi ipsilateral.
Tes kalori adalah tes yang menggunakan perbedaan suhu untuk
mendiagnosis kerusakan saraf akustik. Sejumlah kecil air dingin atau udara secara
perlahan dimasukan ke salah satu telinga. Mata akan menunjukkan gerakan
involunter yang disebut nistagmus. Gerakan involunter mata akan menjauh dari
arah telinga dan perlahan-lahan kembali. Jika menggunakan air, maka dibiarkan
mengalir keluar dari saluran telinga. Selanjutnya, sejumlah kecil air hangat atau
udara secara perlahan dimasukan ke telinga yang sama. Sekali lagi, mata akan

8
menunjukkan nistagmus. Gerakan involunter mata akan mendekat dari arah
telinga dan perlahan-lahan kembali.3
Tes yang lebih spesifik untuk komponen fungsi vestibular termasuk
videonystagometri, tes fungsi vestibular yang paling umum. Tes ini dibagi
menjadi tiga bagian termasuk motorik okular, pengujian posisi, dan pengujian
kalori. Modalitas diagnostik lainnya termasuk tes rotasi dan video head impuls
testing (VHIT). Kedua tes ini menggunakan perangkat untuk memantau gerakan
mata saat kepala diputar ke berbagai arah untuk menguji integritas refleks
vestibulo-okular. 3

2.9 Diagnosis Banding


Klasifikasi gangguan vestibular sebagai perifer atau sentral adalah langkah
pertama untuk mempersempit diagnosis banding. Etiologi sistem saraf pusat harus
dipertimbangkan ketika pasien datang dengan vertigo dan pusing, di mana
pemeriksaan menunjukkan pola nistagmus yang persisten vertikal atau torsional
murni dan tidak berubah dengan reposisi atau fiksasi visual. Riwayat gangguan
neurologis atau gejala atau faktor risiko stroke juga menggeser keseimbangan
probabilitas yang mendukung etiologi sentral dari vertigo. Contoh umum dari
patologi SSP termasuk infark serebelar, batang otak atau medula, tumor serebelar,
malformasi Chiari, multiple sclerosis, migrain vestibular, sindrom mal de
debarquement, dan gangguan ataksia degeneratif, seperti penyakit Parkinson. 1
Gangguan vestibular perifer harus dicurigai dengan adanya nistagmus
yang responsif terhadap manuver reposisi, terutama bila berorientasi horizontal.
Kondisi yang paling umum untuk dipertimbangkan adalah BPPV, penyakit
Ménière, neuritis vestibular, dan labirinitis. Penyebab lain yang kurang umum
termasuk tumor sudut serebelopontin, seperti neuroma akustik, fistula
perilimfatik, dehiscence kanal setengah lingkaran, paroxysmia vestibular, sindrom
Cogan, obat vestibulotoksik, dan otitis media. Gejala dan onset terkait akan
membantu membedakan entitas klinis. Bila disertai dengan gangguan
pendengaran, vertigo mungkin disebabkan oleh penyakit Ménire, sindrom Cogan,
atau obat-obatan ototoksik, tetapi tinnitus dan tekanan akan menunjukkan
penyakit Ménire, kehilangan penglihatan akan menunjukkan sindrom Cogan, dan

9
riwayat pemberian aminoglikosida atau obat lain akan menunjukkan toksisitas.
Demikian pula, vertigo yang dipicu oleh perubahan tekanan akan meningkatkan
kecurigaan untuk efek jendela ketiga, seperti fistula perilimfatik atau kanal
setengah lingkaran; kondisi ini sering disertai dengan peningkatan kepekaan
terhadap suara yang dilakukan, seperti suara mereka sendiri, langkah kaki saat
berjalan, dan bahkan suara mata mereka yang bergerak di orbitnya dengan
perubahan pandangan. 1
Pada pasien tanpa vertigo sejati, kepala terasa ringan atau tidak stabil
dapat digambarkan sebagai "pusing" tanpa disebabkan oleh vestibulopati perifer
atau patologi sistem saraf pusat. Etiologi umum dari pusing termasuk hipotensi,
terutama ortostatik, diabetes (karena neuropati perifer atau hipoglikemia),
dehidrasi, kecemasan, dan penyakit kardiovaskular, seperti stenosis aorta atau
kardiomiopati. Ketika dipertimbangkan secara keseluruhan, diagnosis banding
untuk pusing sangat luas dan jauh melebihi lingkup praktik dari setiap spesialisasi
klinis tunggal. 1

2.10 Penyakit-penyakit Gangguan Keseimbangan Perifer


2.10.1 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah perasaan berputar
disebabkan gangguan mekanik pada bagian telinga dalam dengan
karakteristik vertigo yang muncul singkat dan periodik ketika posisi kepala
relatif berubah terhadap gravitasi dan terjadi secara berulang-ulang dengan
tipikal nistagmus paroksismal yang disertai gejala mual, muntah, jantung
berdebar, telinga berdengung dan keringat dingin. BPPV adalah gangguan
organ vestibular telinga dalam yang paling banyak ditemukan. Benign
Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga
disebut dengan benign positional vertigo, vertigo paroksimal posisional,
vertigo posisional, benign paroxysmal nystagmus, dan dapat disebut juga
paroxysmal positional nystagmus.5Sekitar 50%, penyebab BPPV adalah
idiopatik, selain idiopatik, penyebab terbanyak adalah trauma kepala (17%)
diikuti dengan neuritis vestibularis (15%), pasca stepedektomi, fistula
perilimfa, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari

10
posisi tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed rest total lama. Pada
dasarnya terdapat dua subtipe dari BPPV yang dibedakan oleh kanalis
semisirkularis yang terlibat yaitu otoconia terpisah dan mengambang bebas
dalam canal (canalithiasis) atau yang melekat pada cupula (cupulolithiasis). 6
A. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 30
detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di
tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan
belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan pusing, mual
ketidakseimbangan dan pada kasus yang berat, pasien sangat peka terhadap
semua arah gerakan kepala. Pada banyak kasus BPPV dapat mereda sendiri
namun berulang di kemudian hari. Dalam anamnesis, selain menanyakan
tentang gejala klinis, juga harus ditanyakan mengenai faktor-faktor yang
merupakan etiologi atau yang dapat mempengaruhi keberhasilan terapi seperti
stroke, hipertensi, diabetes, trauma kepala, migraine, dan riwayat gangguan
keseimbangan sebelumnya maupun riwayat gangguan saraf pusat. 7

B. Pemeriksaan Fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan,
dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk Benign
Paroxysmal Positional Vertigo adalah: Dix-Hallpike dan tes kalori.5,7
a. Dix-Hallpike Test
Tes ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang
setelah beberapa detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga
ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30 o-40o ,
penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus
yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 450 (kalau kanalis
semisirkularis posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan

11
kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang
berada di kanalis semisirkularis posterior
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita,
penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat
periksa
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi
tersebut dipertahankan selama 10-15 detik
6. Komponen cepat nistagmus harusnya „up-bet‟ (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
7. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam
arahyang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar
kearah berlawanan
8. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke

sisi kiri 450 dan seterusnya


Gambar 1. Uji Dix-Hallpike5,7

Pada orang normal, nistagmus dapat timbul pada saat gerakan


provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak
tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi
ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian
nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu

12
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan
nistagmus.5,7
Tes Dix-Hallpike juga dapat dilakukan untuk menilai tipe Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) dari riwayat perubahan posisi
dan pola nistagmus8:
• Kanalis semisirkularis posterior : rotasi dan sentakan nistagmus ke
arah vertikal atas (lesi di labirin kanan: berlawanan arah jarum jam,
sedangkan lesi di labirin kiri: searah jarum jam).

Gambar 2. Rotasi dan pola nistagmus pada BPPV kanalis


semisirkularis posterior8

• Kanalis semisirkularis anterior : rotasi dan sentakan nistagmus ke


arah vertikal bawah (lesi di labirin kanan: berlawanan arah jarum
jam, sedangkan lesi di labirin kiri: searah jarum jam).

Gambar 3. Rotasi dan pola nistagmus pada BPPV kanalis


semisirkularis anterior8

13
• Kanalis semisirkularis lateral : Nistagmus yang terjadi ke arah
horizontal.

Gambar 4. Rotasi dan pola nistagmus pada BPPV kanalis


semisirkularis lateral8

Kanalis posterior frekuensinya lebih sering dari kanalis anterior


dan lateral sekitar 78,8% dari semua kasus. Hal ini terjadi karena
partikel kasium karbonat bergerak ke bawah yang merupakan
posisi kanal posterior. Kasus terbanyak BPPV bersifat unilateral
91,8%.

b. Tes Kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini
dipakai dua jenis air, air dingin dan air panas. Suhu air dingin adalah
300C, sedangkan suhu air panas adalah 440C. Volume air yang
dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu
40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul.

14
Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan
dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu
telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau
kanan atau air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5
menit (untuk menghilangkan pusingnya).9

C. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat tiga pemeriksaan penunjang BPPV yaitu5:
a. Radiografi
Gambaran yang didapatkan tidak terlalu berguna untuk diagnosis
rutin dari BPPV tidak memiliki karakteristik tertentu dalam gambaran
radiologi. Tetapi radiografi ini memiliki peran dalam proses diagnosis
jika gejala yang muncul tidak khas, hasil yang diharapkan dari
percobaan tidak sesuai, atau jika ada gejala tambahan disamping dari
kehadiran gejala-gejala BPPV, yang mungkin merupakan gabungan dari
gangguan sistem saraf pusat.
b. Vestibular Testing Electronystagmography
Memiliki kegunaan yang terbatas dalam mendiagnosis BPPV
kanalis. Di sisi lain, dalam mendiagnosis BPPV kanalis horizontal,
nistagmus hadir saat dilakukan tes. Tes vestibular ini mampu
memperlihatkan gejala yang tidak normal, yang berkaitan dengan BPPV,
tetapi tidak spesifik contohnya vestibular hypofunction (35% dari kasus
BPPV) yang ditemukan pada kasus trauma kapitis ataupun infeksi virus.
c. Audiometric Testing
Tes ini tidak digunakan untuk mendiagnosis BPPV, tapi dapat
memberikan informasi tambahan dimana diagnosis klinis untuk vertigo
masih belum jelas

D. Tatalaksana
Tatalaksana untuk BPPV yaitu non-farmakologi, farmakologi dan
operasi. Untuk non farmakologi dapat dilakukan beberapa manuver berikut
yang bertujuan untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada

15
makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan berdasarkan varian
BPPV.10
a. Reposisi Kanalit Dengan Manuver Epley
- Canalith Repositioning Procedure (CRP) atau Manuver Epley
Teknik ini di desain untuk menginduksi migrasi kanalit dengan
menggunakan manuver kepala dan tambahan vibrasi. Manuver ini
sangat baik dilakukan pada pasien dalam keadaan sedasi. Vibrasi
mekanik pada tulang tengkorak secara rutin dan kepala pasien
digerakkan secara berurutan melalui 5 posisi kepala yang
terpisah7 Perubahan posisi ini menggerakkan debris melalui krus
ke utrikulus, yang mana tidak mempengaruhi pergerakan dinamik
di KSS. Defleksi kupula, munculnya nistagmus dan vertigo
diperkirakan terjadi selama kanalit bergerak melewati kanalis dan
menyebabkan tahanan hidrodinamik yang cukup untuk mengatasi
elastisitas kupula.10

Gambar 5. Canalith repositioning procedure (CRP)10


Prosedur :
1. Persiapan
Pasien diberikan premedikasi dengan skopolamin transdermal
pada malam sebelumnya atau diazepam oral 5 mg diberikan 1
jam sebelumnya.

16
2. Observasi
Arah pergerakan bola mata secara terus menerus di observasi
selama prosedur berlangsung untuk memonitor kemajuan
kanalit.
3. Osilasi
Suatu alat osilasi dipasang pada area mastoid telinga yang sakit
dengan maksud untuk membantu proses mobilisasi kanalit.
4. Posisi
KSS ditetapkan terlebih dahulu dengan manuver hallpike,
selanjutnya telinga yang sakit diposisikan ke bawah pada posisi
pertama, ketika kanalit telah dekat pada akhir penurunannya
sebagaimana terindikasi dengan melambatnya nistagmus,
kemudian kepala dimanuver kesisi selanjutnya dan seterusnya
sampai melewati 5 posisi. Waktu untuk setiap posisi berkisar 6
– 20 detik. Ketika nistagmus tidak teramati lagi pada posisi
yang diberikan.
Adapun urutan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a. Posisi S ( star ) pasien didudukkan , operator berada di
belakangnya, kemudian dipasangkan osilator pada telinga
yang sakit.
b. Posisi (1) kepala digerakkan ketepi meja, 45 derajat kearah
telinga yang sakit (kanalit bergerak ke pusat kanalis
semisirkularis posterior ).
c. Posisi (2) pertahankan kepala di bawah putar 45 derajat
kontralateral ( kanalit mencapai krus ).
d. Posisi (3) putar kepala dan badannya sampai menghadap
kebawah 135 derajat dari posisi baring ( kanalit melewati
krus ).
e. Posisi (4) pertahankan kepala pada posisi (4) lalu dudukkan
pasien kembali keposisi star ( hal ini menjaga kanalit dari
pembalikan ).

17
f. Posisi (5) putar kepala ke depan, dagu turun 20 derajat
(kanalit jatuh kedalam utrikulus).
5. Follow up
Pasien disarankan agar tetap mempertahankan kepalanya pada
posisi tegak selama 24 jam, tidur dengan 2 bantal (posisi 45
derajat), sehingga kanalit tidak akan mengikuti gravitasi
kembali ke krus dan masuk kembali ke KSS posterior. Jika
nistagmus tipikal masih ada maka manuver ini diulang tiap
minggu.

Gambar 6. Mempertahankan posisi kepala dalam posisi 45o 10

- Particle repositioning maneuver (PRM)


Merupakan modifikasi dari CRP. Manuver ini terdiri dari 3
posisi manuver yang menghilangkan penggunaan sedasi dan
vibrasi mastoid. Sebagian besar para ahli sekarang ini lebih
menyukai menggunakan versi modifikasi CRP ini.

18
Gambar 7. Particle Repositioning Maneuver (PRM)10
Teknik Pelaksanaan :
1. Dudukkan pasien diatas meja ( posisi A )
2. Gerakkan pasien pada posisi Dix-Hallpike; yaitu pasien
dibaringkan dengan kepala ekstensi dan tergantung bebas serta
dimiringkan kearah telinga yang sakit.
3. Observasi gerakan nistagmus mata pada fase awal.
4. Pertahankan posisi ini selama 1-2 menit ( posisi B )
5. Putar kepala 90 derajat berlawanan dengan posisi Dix-
Hallpike sambil tetap mempertahankan leher dalam keadaan
ekstensi penuh ( posisi C ).
6. Lanjutkan dengan memutar pasien sebesar 90 derajat sampai
kepala berlawanan dengan posisi Dix-Hallpike pertama (
posisi D ). Perubahan dari posisi B ke C sampai posisi D
harus tidak lebih dari 3 – 5 detik.
7. Mata harus segera diobservasi dan dilihat apakah ada
nistagmus sekunder. Jika partikel-partikel terus bergerak
kearah yang sama dengan arah ampullofetal, maka gerakan ini
akan diteruskan ke krus hingga masuk kedalam utrikulus.
Nistagmus sekunder yang timbul selayaknya sama dengan
arah nistagmus primer.
8. Posisi ini dipertahankan selama 30 – 60 detik, lalu kemudian
pasien disuruh duduk. Kalau manuver ini berhasil maka
seharusnya tidak ditemukan lagi adanya nistagmus maupun
vertigo pada waktu pasien kembali keposisi duduk, oleh
karena partikel-partikel tersebut sudah masuk kembali ke
utrikulus.
Biasanya PRM dilakukan selama kurang dari 5 menit hingga
prosedur selesai. Pasien selanjutnya secara khusus disampaikan
agar tidak melakukan gerakan menunduk selama 24 sampai 48
jam untuk memungkinkan otolit menetap dalam utrikulus dan
mencegah terjadinya rekurensi dari BPPV.10

19
- Reposisi kanalit BPPV kanal lateral
Epley juga mengajukan suatu manuver untuk reposisi kanalit
pada BPPV kanal lateral dimana pertama-tama kepala
dimiringkan dengan telinga yang sakit dibawah, kemudian
kepala digerakkan 900 menjadi terlentang, lalu dilanjutkan dengan
memiringkan kepala kearah kontralateral sehingga telinga yang
sakit berada diatas, kemudian menelungkup dan terakhir kembali
keposisi awal dimana telinga yang sakit berada dibawah. Tehnik
ini sering disebut dengan "barrel roll"oleh karena pasien diputar
hingga 3600.

b. Manuver Semont
Manuver ini efisien dan diindikasikan untuk pengobatan
cupulolithiasis kanal posterior. Manuver ini dilakukan dengan cara
pasien diminta duduk tegak, kepala dimiringkan 450 ke sisi yang sehat
lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama
1-3 menit. Adanya nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu
pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali
ke posisi duduk.9

Gambar 8. Manuver Semont

c. Manuver Lempert
Manuver Lempert (Barbecue Maneuver atau Roll Maneuver)
sering digunakan untuk penanganan BPPV kanal lateral dengan cara

20
pasien berguling 3600. Pertama pasien berada pada posisi supinasi lalu
pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat diikuti dengan
membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Seterusnya, kepala
menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus.
Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-
partikel sebagai respon terhadap gravitasi.10

Gambar 9. Manuver Lempert

d. Forced prolonged position


Forced prolonged position ini adalah tatalaksana lain untuk BPPV
kanal lateral. Cara ini dilakukan dengan mempertahankan posisi lateral
dekubitus, sisi telinga yang sakit berada pada posisi terendah selama 12
jam.

e. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan yang dapat dilakukan
dirumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan
pada pasien yang tetap simptomatik walaupun manuver Epley atau
Semont telah dilakukan. Latihan ini juga dilakukan untuk meningkatkan
toleransi pasien terhadap manuver terapeutik. Latihan ini dilakukan
dengan cara setiap posisi dipertahankan selama 30 detik.

21
Gambar 10. Brandt-Daroff exercise
Penatalaksanaan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan.
Beberapa pengobatan diberikan hanya jangka pendek untuk gejala-gejala
vertigo dan mual muntah yang berat setelah manuver terapeutik dilakukan.
Pengobatan untuk vertigo yang dikenal juga sebagai suppressant vestibular
yang digunakan adalah golongan benzodiazepin (diazepam, clonazepam) dan
antihistamin (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepine dapat mengurangi
sensasi berputar namun dapat menganggu kompensasi sentral pada kondisi
vestibular perifer. Antihistamin mempunyai efek supresif pada pusat muntah
sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness.9
Sebagian besar pasien mengalami perbaikan atau sembuh dengan
manuver resposisi sehingga intervensi operasi hanya dilakukan pada kasus
refrakter. Pilihan operasi pada kasus BPPV yaitu singular neurectomy dan
posterior canal occlusion dimana pilihan yang direkomendasi adalah posterior
canal occlusion karena telah dibuktikan lebih efektif dan selamat.9

2.10.2 Meniere
Meniere’s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan
hydrops (pembengkakan) endolimfatik. Secara patologis, penyakit ini
disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari kompartemen
endolimfe pada telinga dalam. Penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada
telinga dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan yang
ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari menit
sampai hari, disertai dengan tinnitus dan tuli sensorineural yang progresif
terutama pada nada rendah. Gambaran klasik ini dapat bermodifikasi dengan

22
keterlibatan hanya bagian vestibular dari labirin, dimana gejala hanya berupa
perubahan dalam keseimbangan dan rasa penuh dalam telinga. 11

A. Anamnesis
Gejala khas pada penyakit meniere adalah terdapatnya periode
aktif/serangan yang bervariasi yang diselingi dengan periode remisi yang lebih
panjang dan juga bervariasi lamanya. Gejala penyakit meniere dapat tumpang
tindih dengan gejala gangguan lain, beberapa diantaranya dapat mengancam
jiwa. Pada pasien baru dengan vertigo onset akut, sangat penting untuk
menyingkirkan stroke dan patologi intracranial lain yang muncul lebih awal
(termasuk tumor intracranial, infeksi otak, dan traumatic brain injury).
Pedoman diagnostik penyakit yang direvisi telah dikembangkan oleh
American Academy of Otolaryngology–Head and Neck Surgery (AAO-HN)
untuk memudahkan penegakan diagnosis berdasarkan keluhan pasien yaitu 12 :
1. Vertigo
- Episode rekuren dari vertigo berupa perasaan berputar
- Durasi serangan 20 menit sebanyak minimal 2 episode definitif
- Serangan vertigo disertai dengan nistagmus
- Dapat disertai dengan mual dan muntah
- Tidak disertai gangguan neurologis
2. Tinnitus
- Bervariasi, umumnya bernada rendah dan semakin menjadi keras saat
serangan
- Biasanya terjadi unilateral pada sisi yang terkena
- Bersifat subjektif dan nonpulsatil
3. Gangguan pendengaran
- Gangguannya berfluktuasi
- Bersifat sensorineural
- Bersifat unilateral dan progresif
- Terjadi minimal satu kali saat serangan

B. Pemeriksaan Fisis

23
Pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk menyingkirkan penyebab lain
dari gejala pasien, terutama yang mungkin mengancam jiwa (seperti stroke).
Pemeriksaan HINTS (head-impulse, nystagmus, test-of-skew) dapat dilakukan
untuk membedakan antara penyebab vertigo perifer dan sentral. Tanda vital
ortostatik harus selalu diukur untuk menyingkirkan pusing akibat dehidrasi
atau ketidakstabilan kardiogenik yang sering disalahartikan sebagai vertigo.
Setelah penyebab nonvestibular telah disingkirkan, manuver tandem,
Romberg, saraf kranial, dan pengujian serebelar dilakukan. 11,12
Pemeriksaan otoskopi difokuskan untuk mengevaluasi kelainan
struktural di dalam telinga luar dan tengah yang mungkin berkontribusi
terhadap gejala pasien. Kantong retraksi vesikel pinna atau membran timpani
(TM) dapat membantu menyingkirkan kondisi yang terkait dengan infeksi
herpes zoster (seperti sindrom Ramsay Hunt) atau kolesteatoma. Bila dari
hasil pemeriksaan fisik telinga kemungkinan kelainan telinga luar dan tengah
dapat disingkirkan dan dipastikan kelainan berasal dari telinga dalam misalnya
dari anamnesis didapatkan kelainan tuli saraf fluktuatif dan ternyata dikuatkan
dengan hasil pemeriksaan maka kita sudah dapat mendiagnosis penyakit
Meniere, sebab tidak ada tuli saraf yang membaik kecuali pada penyakit
Meniere. Untuk pasien dengan MD, temuan pemeriksaan otoskopi biasanya
normal. Pendengaran awalnya dapat dinilai menggunakan kombinasi tes garpu
tala Weber dan Rinne.11,12
Klasifikasi skala diagnostik penyakit Meniere menurut AAO-HNS12 :
1. Possible Meniere Disease
- Episode vertigo karakteristik pada penyakit Meniere tanpa disertai
gangguan pendengaran
- Tuli sensorineural yang bersifat fluktuatif atau menetaP dengan
gangguan keseimbangan namun tanpa episode definitif vertigo
- Tidak ditemukan penyebab lain untuk kondisi di atas
2. Probable Meniere Disease
- Setidaknya 2 episode vertigo atau pusing yang berlangsung lama 20
menit hingga 24 jam
- Gejala aural yang berfluktuasi (gangguan pendengaran, tinitus, atau

24
rasa penuh) di telinga yang terkena
- Penyebab lain dikecualikan oleh tes lain
3. Definite Meniere Disease
- Dua atau lebih serangan vertigo spontan, masing-masing berlangsung
20 menit hingga 12 jam
- Hasil audiometri mencatat gangguan pendengaran sensorineural yang
berfluktuasi rendah hingga menengah (SNHL) di telinga yang terkena
setidaknya 1 kali sebelumnya selama atau setelah 1 episode vertigo
- Gejala aural yang berfluktuasi (gangguan pendengaran, tinitus, atau
rasa penuh) di telinga yang terkena
- Penyebab lain dikecualikan oleh tes lain
4. Certain Meniere Disease
- Kriteria definitif untuk penyakit Meniere disertai konfirmasi
histopatologi

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lainnya yang dapat menunjang penegakan diagnosis
penyakit meniere adalah12,13 :
1. Pemeriksaan darah : Pemeriksaan darah diindikasikan untuk
mengesampingkan kondisi lain yang mungkin mirip dengan MD termasuk
hipertiroidisme atau hipotiroidisme, diabetes, penyakit autoimun, penyakit
telinga bagian dalam autoimun atau sindrom Cogan, dan neurosifilis.
2. Pemeriksaan Audiometri : Audiometri biasanya menunjukkan SNHL
frekuensi rendah atau kombinasi frekuensi rendah dan tinggi dengan
pendengaran frekuensi menengah yang normal.
3. Elektronistagmografi (ENG) dan tes keseimbangan, untuk mengetahui
secara objektif kuantitas dari gangguan keseimbangan pada pasien. Pada
sebagian besar pasien dengan penyakit Meniere mengalami penurunan
respons nistagmus terhadap stimulasi dengan air panas dan air dingin yang
digunakan pada tes ini.
4. Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga dalam
dengan cara merekam potensial aksi neuron auditorius melalui elektroda

25
yang ditempatkan dekat dengan kokhlea. Pada pasien dengan penyakit
Meniere, tes ini juga menunjukkan peningkatan tekanan yang disebabkan
oleh cairan yang berlebihan pada telinga dalam yang ditunjukkan dengan
adanya pelebaran bentuk gelombang bentuk gelombang dengan puncak
yang multipel.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan kontras yang disebut
gadolinium spesifik memvisualisasikan n.VII. Jika ada bagian serabut
saraf yang tidak terisi kontras menunjukkan adanya neuroma akustik.
Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat memvisualisasikan kokhlea dan
kanalis semisirkularis.

D. Tatalaksana
Tatalaksana pada kasus ini bersifat individual berdasarkan kontrol gejala
pasien dan diarahkan untuk meminimalkan frekuensi, durasi, dan tingkat
keparahan serangan/gejala yang ditimbulkan.12,13
1. Konseling untuk mengurangi stress dan modifikasi gaya hidup seperti
perubahan pola makan untuk meminimalkan asupan kafein dan alkohol.
Pembatasan asupan natrium dan monosodium glutamat telah dikaitkan
dengan pengurangan serangan vertigo, dengan bertindak secara fisiologis
untuk menurunkan tekanan di telinga hidropik. Asupan natrium harian
yang direkomendasikan untuk orang dewasa di Kanada tidak boleh
melebihi 2300 mg.
2. Medikamentosa : Untuk penyakit ini diberikan obat-obatan vasodilator
perifer, antihistamin, antikolinergik, steroid, dan diuretik untuk
mengurangi tekanan pada endolimfe. Obat-obat antiiskemia dapat pula
diberikan sebagai obat alternatif dan neurotonik untuk menguatkan
sarafnya selain itu jika terdapat infeksi virus dapat diberikan antivirus
seperti asiklovir. Antihistamin seperti Betahistine direkomendasikan pada
kasus meniere dan telah terbukti memperbaiki vertigo, tetapi hanya jika
dikonsumsi secara teratur dan sebagai profilaksis. Diuretik seperti
hidroklorotiazid dan triamteren secara anekdot telah disarankan untuk
memperlambat gangguan pendengaran dengan mengurangi tekanan cairan

26
di telinga hidropik, tetapi bukti kemanjurannya masih terbatas.
Penggunaan prednison oral jangka pendek dapat mengurangi keparahan
gejala vestibular dengan meminimalkan peradangan dan reaksi autoimun
yang mempengaruhi nukleus vestibular. Namun, mengingat risiko sistemik
yang cukup besar, terapi tersebut biasanya tidak direkomendasikan pada
kasus meniere. Benzodiazepin dapat digunakan dengan bijaksana untuk
menekan gejala vestibular selama serangan akut.
3. Pembedahan : Operasi yang direkomendasikan bila serangan vertigo tidak
terkontrol antara lain :
- Dekompresi sakus endolimfatikus
Operasi ini mendekompresikan cairan berlebih di telinga dalam dan
menyebabkan kembali normalnya tekanan terhadap ujung saraf
vestibulokokhlearis. Insisi dilakukan di belakang telinga yang terinfeksi
dan air cell mastoid diangkat agar dapat melihat telinga dalam. Insisi
kecil dilakukan pada sakus endolimfatikus untuk mengalirkan cairan ke
rongga mastoid. Secara keseluruhan sekitar 60% pasien serangan
vertigo menjadi terkontrol, 20% mengalami serangan yang lebih buruk.
Fungsi pendengaran tetap stabil namun jarang yang membaik dan
tinnitus tetap ada, 2% mengalami tuli total dan vertigo tetap ada.
- Neurektomi vestibular
Bila pasien masih dapat mendengar, neurektomi vestibuler merupakan
pilihan untuk menyembuhkan vertigo dan pendengaran yang tersisa.
Dilakukan insisi di belakang telinga dan air cell mastoid diangkat,
dilakukan pembukaan pada fossa duramater dan n.VIII dan dilakukan
pemotongan terhadap saraf keseimbangan. Pemilihan operasi ini mirip
labirinektomi. Namun karena operasi ini melibatkan daerah intrakranial,
sehingga harus dilakukan pengawasan ketat paskaoperasi. Operasi ini
diindikasikan pada pasien di bawah 60 tahun yang sehat. Sekitar 5%
mengalami tuli total pada telinga yang terinfeksi, paralisis wajah
sementara dapat terjadi selama beberapa hari hingga bulan, sekitar 85%
vertigo dapat terkontrol.
- Labirinektomi

27
Operasi ini mengangkat kanalis semisirkularis dan saraf
vestibulokokhlearis. Dilakukan dengan insisi di telinga belakang dan air
cell mastoid diangkat, bila telinga dalam sudah terlihat, keseluruhan
labirin tulang diangkat. Setelah satu atau dua hari paskaoperasi, tidak
jarang terjadi vertigo berat. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian
obat-obatan. Setelah seminggu, pasien mengalami periode
ketidakseimbangan tingkat sedang tanpa vertigo, sesudahnya telinga
yang normal mengambil alih seluruh fungsi keseimbangan. Operasi ini
menghilangkan fungsi pendengaran telinga.
- Endolimfe shunt
Operasi shunt kantung endolimfatik adalah pilihan lain untuk
mengendalikan serangan vertigo. Alasan fisiologis untuk prosedur ini
adalah untuk mengeringkan kelebihan endolimfe, mengurangi
kemungkinan hidrops endolimfatik, dan dengan demikian mengurangi
kemungkinan serangan vertigo. Operasi ini biasanya hanya ditawarkan
kepada pasien yang gejalanya melemahkan dan yang gagal untuk
mengontrol episode vertigo setelah terapi konservatif dan suntikan
steroid intratimpani

2.10.3 Neuritis vestibular


Neuritis vestibular merupakan sindroma vestibular akut yang disebabkan
oleh inflamasi nervus vestibularis yang dikarakterisasi dengan vertigo akut
dan disertai dengan mual, muntah, serta gejala gangguan keseimbangan.
Inflamasi yang terjadi pada nervus vestibularis dapat terjadi setelah adanya
infeksi saluran napas atas atau infeksi herpes zoster, oleh karena itu, dapat
terjadi peningkatan kejadian neuritis vestibular paska kejadian outbreak
penyakit infeksi saluran napas atas. Neuritis vestibular ditandai dengan adanya
degenerasi sel ganglion dan akson fokal pada nervus vestibularis dengan
adanya episode vertigo yang rekuren (durasi > 1 jam tanpa adanya gangguan
pendengaran.14

A. Anamnesis

28
Gambaran klinis yang khas dari neuritis vestibular adalah vertigo
berputar tiba-tiba yang berlangsung selama lebih dari 24 jam dengan mual dan
muntah pada usia paruh baya, dan tidak ada gejala koklea dan gejala dan tanda
neurologis lainnya, seperti gangguan pendengaran, tinnitus, gagap, dan
parestesia wajah ipsilateral dan ekstremitas atas dan bawah kontralateral.
Pusing prodromal yang berlangsung beberapa menit, dalam beberapa hari
sebelum timbulnya gejala, dapat mendahului vertigo spontan yang
berkepanjangan pada seperempat pasien dengan neuritis vestibular, yang
sebagian besar mengalami serangan pusing nonvertiginous, sering disertai
mual. atau ketidakstabilan, yang dapat berkembang secara tiba-tiba atau
bertahap.15 Vertigo neuritis vestibular meningkat secara bertahap selama
beberapa jam, memuncak pada hari pertama. Biasanya digambarkan sebagai
rotasi dan meningkat secara signifikan dengan gerakan kepala. Pasien dengan
neuritis vestibular biasanya lebih suka berbaring di tempat tidur dengan mata
tertutup dalam posisi menyamping dengan telinga yang sehat di bawah.
Kebanyakan pasien pusing mengalami mual dan muntah yang parah, yang
membaik secara signifikan selama 1 sampai 3 hari. 15 Pasien dengan neuritis
vestibular dapat berjalan sendiri pada tahap akut, biasanya 3 hari pertama
setelah timbulnya gejala, tetapi sebagian besar didukung oleh pengasuh karena
tubuh miring ke arah sisi lesi atau cenderung jatuh. 14
Pasien juga perlu ditanyakan apakah terdapat gangguan pendengaran,
tinnitus, atau defisit neurologis yang lain, karena gejala-gejala tersebut tidak
masuk ke dalam kriteria diagnosis dari vestibular neuritis.14
Pendekatan pada pasien dengan keluhan vertigo adalah membedakan
vertigo sentral atau perifer. Pada vertigo akut juga perlu disingkirkan
kemungkinan penyebab sentral, seperti iskemia atau perdarahan cerebellar
atau batang otak. Kepada pasien perlu ditanyakan dan dilakukan pemeriksaan
fisik untuk mengetahui adanya tanda dan gejala defisit neurologis lain, seperti
kelemahan atau perubahan sensasi (nyeri, suhu, atau rasa kebas) pada
ekstremitas atau wajah, gangguan bicara, perubahan penglihatan termasuk
diplopia, disfagia, perubahan suara, gangguan memori, atau ataksia, selain itu
juga perlu dilakukan pemeriksaan mengenai gait dan keseimbangan, dengan

29
melakukan pemeriksaan Romberg’s sign dan heel-toe test serta mencari tanda-
tanda lesi cerebellar, seperti disdiadokokinesia, dismetria, dan tremor. Gejala-
gejala tersebut dapat mengindikasikan adanya penyebab sentral. 14

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan telinga
dengan otoskop, untuk melihat adanya infeksi atau inflamasi pada telinga luar
serta juga diperlukan pemeriksaan pendengaran, untuk melihat apakah
terdapat gangguan pendengaran atau tidak. Apabila didapatkan gangguan
pendengaran, juga diperlukan penentuan gangguan pendengaran konduksi atau
sensorineural. Pada kasus vestibular neuronitis umumnya tidak didapatkan
gangguan pendengaran. Pemeriksaan mata perlu dilakukan untuk
mengevaluasi nistagmus. Dari pemeriksaan nistagmus juga dapat membantu
menentukan vertigo yang terjadi oleh karena lesi sentral atau perifer.
Nistagmus oleh karena lesi sentral dapat horizontal, rotasional, atau vertikal
dan tidak menghilang oleh fiksasi visual, sedangkan nistagmus tipe perifer
dapat hilang dengan fiksasi visual.14

C. Pemeriksaan Khusus
Prioritas diagnostik pada pasien dengan gejala vertigo akut dengan
kecurigaan vestibular neuronitis, yaitu harus dibedakan antara vestibular
neuronitis dengan penyebab sentral dari vertigo akut, seperti infark serebellar.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan klinis yang
disebut dengan pemeriksaan HINTS.14
Pada head impulse test pasien diminta untuk melihat ke hidung
pemeriksa dan kemudian pemeriksa secara repat memutar kepala pasien 10-20
derajat. Didapatkan hasil abnormal atau positif apabila mata pasien secara
cepat dan berulang (pergerakan mata saccade) gagal untuk refiksasi ke hidung
pemeriksa. Hasil yang positif mengindikasikan adanya gangguan reflek
vestibuler-okular.14
Tes head-shaking nystagmus dilakukan dengan memutar kepala pasien
dengan kuat 20 kali pada 2 Hertz dengan kepala pasien dimiringkan 30°

30
sambil duduk. Temuan uji nystagmus head-shaking pada neuritis vestibular
menunjukkan tipe monophasic atau biphasic: tipe monophasic ditandai dengan
komponen fase lambat menuju sisi lesi, dan tipe biphasic ditandai dengan
komponen fase lambat awal menuju sisi lesi. diikuti oleh fase pembalikan
yang memanjang ke arah sisi yang berlawanan.15
Test of skew dilakukan dengan pasien menghadap pemeriksa. Pemeriksa
kemudian menutup dan membuka mata pasien satu per satu dengan tangannya
sementara pasien berusaha untuk terpaku pada pemeriksa. Setiap deviasi satu
mata saat ditutup, diikuti dengan koreksi setelah membuka mata, dianggap
sebagai tes positif atau abnormal yang menunjukkan etiologi sentral. Pasien
dengan neuritis vestibular harus mampu mempertahankan kesejajaran mata
simetris tanpa deviasi selama seluruh pemeriksaan.16
Caloric testing merupakan pemeriksaan untuk memeriksa setiap labirin
secara terpisah dengan cara memproduksi nistagmus dengan stimulasi suhu.
Pasien ditempatkan di posisi dimana kanalis semisirkularis horizontal menjadi
berposisi vertikal (elevasi kepala 30 derajat). Irigasi dengan suhu dingin
menyebabkan terjadinya nistagmus dengan komponen cepat ke arah telinga
yang berlawanan dari telinga yang diirigasi. Apabila dilakukan irigasi dengan
air hangat, maka komponen cepat nistagmus akan mengarah ke telinga yang
diirigasi. Terdapat mnemonic yang mudah untuk diingat, yaitu COWS “cold
opposite, warm same”. Caloric testing binaural bithermal menggunakan
stimuli dengan suhu 30º dan 44º C, dan setiap kanal diirigasi selama 30 detik
dengan 250 mL air. Terdapat periode istirahat 5 menit diantara irigasi. Metode
umum untuk menghitung respon caloric adalah dengan mengkomputasi
kecepatan tertinggi dari komponen lambat nistagmus yang merefrleksikan
intensitas dari respons vestibular. Untuk membandingkan respon telinga kanan
dan telinga kiri dapat menggunakan formula Jongkees’ untuk menentukan
presentasi penurunan respon vestibular. Penurunan respon vertibular >24%
menunjukkan adanya lesi vestibular perifer.14
Tes Romberg juga dapat dilakukan pada pasien, yaitu dengan meminta
pasien untuk mempertahankan keseimbangan dengan posisi kedua kaki rapat
yang pertama dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup. Pada

31
vestibular neuronitis pasien akan mendapatkan hasil Romberg’s sign yang
positif, yaitu gagal mempertahankan keseimbangan pada kondisi mata
tertutup. Apabila pasien gagal mempertahankan keseimbangan pada kedua
mata terbuka dapat mengindikasikan lesi serebellar. 14

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap dan elektrolit tidak rutin
dilakukan untuk pasien dengan keluhan utama vertigo. Pemeriksaan
laboratorium dapat dilakukan apabila pada pasien terdapat tanda dan gejala
yang mengarah ke kondisi kausatif lain. Pemeriksaan radiologis termasuk CT
Scan, MRI, atau MRA dapat diindikasikan, apabila: 14
- Hasil pemeriksaan tidak konsisten dengan lesi perifer
- Terdapat faktor resiko CVA yang prominen
- Tanda dan gejala defisit neurologis
- Gejala vertigo disertai dengan nyeri kepala.

E. Tatalaksana
Prinsip tatalaksana vestibular neuronitis adalah terapi simtomatik, terapi
penyebab, dan perbaikan kompensasi vestibular sentral. Pada terapi
simtomatik yang pertama perlu dilakukan stabilisasi kondisi pasien. Apabila
didapatkan riwayat kehilangan cairan yang massif akibat muntah, maka
diperlukan stabilisasi dengan pemberian resusitasi cairan. Pilihan untuk terapi
simtomatik dapat diberikan obat antivertigo dan antiemetik untuk membantu
meringankan keluhan mual dan muntah. Antivertigo dapat diberikan 100 mg
dimenhydrinate. Apabila pasien tidak toleransi dengan pemberian peroral
dapat diberikan secara parenteral. Selain itu juga dapat diberikan terapi
suportif antiemetic seperti metochlopramid atau ondansetron. Vertigo akut
yang menyebabkan mual dan muntah juga dapat disupresi dengan vestibular
suppressants, seperti obat-obat golongan benzodiazepine, termasuk diazepam,
clonazepam, dan lorazepam. Selain dapat mengsupresi vestibular dengan
menginhibisi secara sentral melakui reseptor gamaaminobutyric acid,
golongan benzodiazepine juga dapat berfungsi sebagai anxiolytic yang

32
membantu menenangkan pasien. Pemberian obat golongan benzodiazepine
harus segera dihentikan apabila gejala vertigo dan nistagmus mereda. Hal
tersebut untuk menghindari efek samping, seperti sedasi, habituasi, gangguan
memori, dan kompensasi vestibular yang jelek.14
Untuk terapi penyebab dapat diberikan kortikosteroid, yaitu
methylprednisolone dengan dosis awal 100 mg/hari. Dosis
methylpredinosolone dapat diturunkan bertahap sebesar 20 mg setiap 4 hari.
Terapi dengan kortikosteroid terbukti memperbaiki secara signifikan fungsi
vestibular perifer. Meskipun terdapat bukti-bukti bahwa vestibular neuronitis
disebabkan oleh infeksi HSV1 yang menyebabkan inflamasi dari nervus
vestibularis, namun masih terdapat bukti yang cukup mengenai efikasi
antivirus untuk manajemen terapi vestibular neuronitis. 14
Untuk memperbaiki kompensasi vestibular sentral, dapat dilakukan
pemrograman latihan fisik bertahap dibawah pengawasan fisioterapis. Tahap
pertama dapat dilakukan stabilisasi statis, kemudian dilakukan latihan dinamis
untuk pergerakan kepala, kontrol keseimbangan, dan stabilisasi pandangan
ketika pergerakan mata-kepala-badan. Efikasi dari fisioterapi dalam
memperbaiki kompensasi vestibulospinal sentral pada pasien dengan
vestibular neuronitis telah dibuktikan pada studi klinis. 14

2.10.4 Labirinitis
Labirinitis, adalah sebuah kejadian dimana terjadinya proses
inflamasi/infeksi rongga perilimfatik yang terdapat pada telinga bagian dalam.
Hal ini akan mempengaruhi perubahan fungsi pada membran labirin.
Labirinitis merupakan peradangan pada membran labirin yang disebabkan
oleh invasi langsung bakteri, virus, parasit, dan jamur serta zat beracun yang
terkait dengan infeksi yang berdekatan. Labirinitis adalah peradangan labirin
membrane telinga bagian dalam dan biasanya disertai dengan vertigo, mual,
muntah, tinnitus, dan gangguan pendengaran.17
Labirinitis disebabkan oleh virus, bakteri, penyakit sistemik HIV, atau
sifilis. Penyebab lain yang jarang mengakibatkan labirinitis diantaranya
inflamasi telinga dalam, trauma tulang temporal, pendarahan, dan tumor.

33
Beberapa virus yang dapat menyebabkan labirinitis diantaranya herpes,
campak, gondok, dan rubella. Labirinitis yang disebabkan oleh
sitomegalovirus dapat mengakibatkan tuli kongenital. 17
Labirinitis bakteri biasanya muncul dari meningitis bakteri atau otitis
media. Pada labirinitis serosa, inflamasi disebabkan oleh toksin bakteri,
sitokin, dan mediator inflamasi. Sedangkan labirinitis supuratif, disebabkan
langsung oleh bakteri.17
Pada labirinitis dikarenakan HIV/sifilisada penelitian terbatas mengenai
apakah peradangan disebabkan oleh infeksi oportunistik sebagai akibat dari
imunosupresi terkait HIV atau virus itu sendiri.18

A. Anamnesis
Pada saat anamnesis, perlu ditanyakan ada tidaknya faktor resiko seperti
infeksi virus baru-baru ini (biasanya infeksi saluran nafas atas), koleastoma,
meningitis, dan otitis media akut/kronis.17
● Keluhan umum yang biasanya dirasakan oleh pasien adalah mual, muntah
dan vertigo yang parah.
● Pasien mungkin juga mengeluhkan adanya gangguan pendengaran atau
tinnitus, hal ini secara klinis dapat membedakan antara labirinitis dan
neuritis vestibular yang tidak ditemukan adanya gejala pendengaran.
● Perlu juga ditanyakan kepada pasien mengenai ada tidaknya gejala
neurologis seperti mati rasa, kelemahan, disfagia, disartria, dan nyeri
wajah. Pertanyaan ini sangatlah penting karena dapat menunjukkan CVA
yang mempengaruhi batang otak
● Perlu juga untuk memperjelas jumlah episode vertigo. Apabila didapatkan
episode vertigo lebih dari sekali maka penyakit Meniere dapat dijadikan
diagnosis banding

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan, pasien akan sering menunjukkan nistagmus; fase
cepat akan menjauh dari telinga yang terkena. Pasien juga dapat datang
dengan gangguan gaya berjalan dan keseimbangan. Otoskopi dapat

34
memberikan petunjuk tentang etiologi penyakit, misalnya otitis media atau
kolesteatoma.

C. Pemeriksaan Khusus
● Tes Romberg dan gaya berjalan tandem perlu dilakukan apabila pasien
datang dengan gangguan gaya berjalan dan keseimbangan.
● Tes pendengaran Rinne dan Weber kemungkinan akan menunjukkan
gangguan pendengaran sensorineural di telinga yang terkena.17

D. Pemeriksaan Penunjang
● Audiometri untuk mengetahui sejauh mana gangguan pendengaran
sensorineural yang diderita pasien.17
● Tes laboratorium yang akan dilakukan perlu disesuaikan dengan gejala
yang dialami pasien dan diagnosis banding. Jika pasien datang dengan
muntah yang parah, maka pemeriksaan elektrolit harus dilakukan untuk
menilai apakah penggantian elektrolit perlu dimulai. Jika dicurigai
meningitis bakterial, maka kultur cairan serebrospinal (CSF) harus
dikirim. Selanjutnya, pertimbangkan serologi HIV dan sifilis pada
individu berisiko tinggi atau presentasi atipikal. Akhirnya, pertimbangkan
skrining autoimun pada pasien dengan gejala sistemik atau presentasi
atipikal dengan serologi negatif.18
● MRI menunnjukkan hilangnya sinyal cairan normal pada telinga dalam.17
● CT scan menunjukkan deposisi tulang densitas tinggi di dalam membran
labirin. Pada Labirinitis ossificans akan ditemukan gambaran sclerosis,
irregular, atau obliterasi dari koklea, kanalis semisirkularis atau vestibula
dengan derajat keterlibatan yang berbeda.17

E. Tatalaksana
Pada terapi labirinitis juga harus di sesuaikan dengan etiologi dan gejala
yang diderita.
1. Medikamentosa:17
● Pada labirinitis bakteri, yang berkaitan dengan otitis media, dapat

35
diterapi dengan tetes antibiotik topical
● Pasien dengan gejala sistemik, dapat diberi antibiotik oral atau bahkan
intravena, tergantung pada tingkat keparahan infeksi.
● Pasien labirinitis autoimun dapat diberi kortikosteroid. Jika serologi
pasien positif sifilis atau HIV, mereka harus memulai pengobatan yang
sesuai dan dirujuk ke spesialis.
● Pasien labirinitis yang disertai dengan vertigo dapat diobati dengan
Benzodiazepin dan antihistamin. Namun, gejala tidak boleh bertahan
lebih dari 72 jam. Oleh karena itu, hanya pengobatan singkat yang
harus diresepkan karena dapat menghambat kompensasi vestibular.
● Pasien labirinitis yang disertai dengan mual dan muntah dapat diobati
dengan Antiemetik, seperti proklorperazin,
● Pasien dengan gangguan pendengaran mendadak dapat diobati dengan
kortikosteroid dan dirujuk ke spesialis.

2. Non medikamentosa17
● Labirinitis yang disebabkan oleh virus ditangani dengan hidrasi dan
tirah baring. Apabila gejala memburuk/ mengalami gangguan
neurologi (misalnya, kelemahan/mati rasa, diplopia, bicara tidak jelas,
dan gangguan gaya berjalan) disarankan untuk segera berkonsultasi
dengan dokter ahli.
● Dilakukan pembersihan telinga jika pasien mengalami otorrhea
purulen atau perforasi membrane timpani.
● Rehabilitasi pendengaran dengan alat bantu dengar atau implant
koklea.

3. Operatif17
● Operasi mastoidektomi
Mastoidektomi dilakukan pada pasien labirinitis yang disertai dengan
kolesteatoma atau mastoiditis berat.
● Pasien labirinitis sekunder akibat otitis media memerlukan drainase
efusi atau miringotomi.

36
● Operasi pemasangan kabel silicon
● Jika didapat tuli sensorineural sangat berat yang tidak dapat ditolong
dengan alat bantu dengar, idealnya dilakukan operasi pemasangan
kabel silicon menyerupai elektroda implant koklea.

2.11 Prognosis
Prognosis gangguan vestibular sangat tergantung pada etiologi. Prognosis
untuk BPPV baik bila diobati dengan tepat tetapi sering kambuh. Penyakit
Ménière ditandai dengan serangan berulang dan penyakit progresif, yang
mengakibatkan gangguan pendengaran dan masalah keseimbangan yang
menyebabkan kecacatan; seiring waktu, telinga kedua terlibat dalam hingga 47%
kasus, dengan 78% terjadi secara berurutan daripada secara bersamaan. Kontrol
gejala dan rehabilitasi dengan perubahan gaya hidup menunda perkembangan
tetapi mungkin tidak sepenuhnya mencegahnya. Proses lain, seperti neuritis
vestibular dan labyrinthitis, dapat sembuh sendiri meskipun gejala awalnya
melemahkan. Prognosis untuk vertigo yang disebabkan oleh lesi sentral cukup
baik, karena pasien sering merespons rehabilitasi dari waktu ke waktu, tetapi
defisit yang menyertai dari infark atau tumor dapat melemahkan. 1

2.12 Komplikasi
Komplikasi yang terkait dengan gangguan vestibular, secara umum, adalah
hasil dari peningkatan risiko jatuh dan penurunan kualitas hidup. Pada pasien
lanjut usia khususnya, gejala sisa dari jatuh yang serius dapat melemahkan atau
bahkan mematikan. Bagaimanapun, pasien dengan vertigo berat mengalami
penurunan kualitas hidup yang signifikan karena ketidakmampuan untuk
melakukan banyak aktivitas kehidupan sehari-hari yang orang lain andalkan
secara teratur, seperti mengemudi mobil, mengoperasikan mesin, mengendarai
sepeda, berlari, atau bahkan berjalan. Banyak pasien dengan vertigo kehilangan
kemampuan untuk bekerja di bidang di mana mereka sebelumnya bekerja atau
bahkan bekerja sama sekali. Ketika gangguan vestibular disebabkan oleh patologi
perifer, gangguan pendengaran dapat menyertainya dan memperburuk kecacatan. 1

37
38
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan vestibular adalah gangguan pada sistem keseimbangan tubuh.


Etiologi gangguan ini secara luas dikategorikan menjadi penyebab perifer dan
sentral berdasarkan anatomi yang terlibat. Gejala gangguan vestibular meliputi
berbagai keluhan: vertigo, mual dan muntah, intoleransi terhadap gerakan kepala,
nistagmus spontan, gaya berjalan goyah, dan ketidakstabilan postural. Diagnosis
dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan khusus tes
fungsi vestibuler. Diagnosis banding yang dapat dipikirkan pada gangguan
keseimbangan perifer diantaranya adalah BPPV, Penyakit Meniere, Labirinitis
dan Neuritis Vestibuler. Tatalaksana, prognosis dan komplikasi tergantung dari
etiologi yang mendasari.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Joseph M. Dougherty ; Michael Carney ; Marc H. Hohman ; Prabhu D.


Emmady. Vestibular dysfunction. StatPearls - NCBI Bookshelf [Internet].
2022 [cited 2022 Aug 27]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558926/
2. Hana Yoo ; Dana M.Mihaila. Neuroanatomy, Vestibular Pathways. StatPearls
- NCBI Bookshelf [Internet]. 2021 [cited 2022 Aug 27]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557380/
3. Jarett Casale ; Tivon Browne ; Ian Murray ; Gunjan Gupta. Physiologi
Vestibular System. StatPearls - NCBI Bookshelf [Internet]. 2022 [cited 2022
Aug 27]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532978/
4. Monica Stanton ; Andrew M.Freeman. Vertigo. StatPearls - NCBI Bookshelf
[Internet]. 2022 [cited 2022 Aug 27]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482356/
5. Bhattacharyya N, Gubbels SP, Schwartz SR, Edlow JA, El-Kashlan H, Fife T,
Holmberg JM, Mahoney K, Hollingsworth DB, Roberts R, Seidman MD,
Prasaad Steiner RW, Tsai Do B, Voelker CC, Waguespack RW, Corrigan
MD. Clinical Practice Guideline: Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(Update) Executive Summary. Otolaryngol Head Neck Surg. 2017
Mar;156(3):403-416. doi: 10.1177/0194599816689660. PMID: 28248602.
6. Bashiruddin J, 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher Edisi keenam, Badan Penerbit FKUI, Jakarta.
7. Parnes LS, Agrawal SK, Atlas J. Diagnosis and management of benign
paroxysmal positional vertigo (BPPV). CMAJ. 2003 Sep 30;169(7):681-93.
PMID: 14517129; PMCID: PMC202288
8. Hornibrook J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV): History,
Pathophysiology, Office Treatment and Future Directions. Int J Otolaryngol.
2011;2011:835671. doi: 10.1155/2011/835671. Epub 2011 Jul 25. PMID:
21808648; PMCID: PMC3144715.
9. Purnamasari Prida P, Diagnosis Dan TataLaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). FK Universitas Udayana, Denpasar 2013.

40
Available at:
https://download.portalgaruda.org/article.php?article=82555&val=970
10. Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan
Leher. Modul Utama Neurootologi : Modul VI.2 Gangguan Vestibuler. 2015.
Edisi II
11. Levine SC. Penyakit Telinga Dalam. Dalam : BOEIS Buku Ajar THT Edisi ke
6. Editor : Efendi H, Santosa K. Jakarta : EGC. 1997. 136
12. Wu V, Sykes EA, Beyea MM, Simpson MTW, Beyea JA. Approach to
Ménière disease management. Can Fam Physician. 2019 Jul;65(7):463-467.
PMID: 31300426; PMCID: PMC6738466.
13. Lalwani, AK. Meniere Disease. In: Current Diagnosis and Treatment:
Otolaryngology Head and Neck Surgery,2nd Ed.Elsevier,USA. 2008. p716-
721.
14. Nandar, Shahdevi & Waafi, Afiyfah. (2021). VESTIBULAR NEURONITIS.
JPHV (Journal of Pain, Vertigo and Headache). 2. 44-48.
10.21776/ub.jphv.2021.002.02.5.
15. Bae CH, Na HG, Choi YS. Current diagnosis and treatment of vestibular
neuritis: a narrative review. J Yeungnam Med Sci. 2022 Apr;39(2):81-88. doi:
10.12701/yujm.2021.01228. Epub 2021 Aug 9. PMID: 34411472; PMCID:
PMC8913909.
16. Smith T, Rider J, Cen S, et al. Vestibular Neuronitis. [Updated 2022 Jul 11].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549866/?report=classic.
17. Basuki SW, Firdaus MZ, Ariffah HZ, Nafila NM, Putri DP. Labirinitis. Des
2021. ISSN : 2721-2882
18. Barkwill D, Arora R. Labyrinthitis. [Updated 2022 Jul 11]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560506/

41
42

Anda mungkin juga menyukai