Makalah Adat Perkawinan Etnis Tamiang: Dosen Pengampu: Dr. Asriani, S.PD., M.PD
Makalah Adat Perkawinan Etnis Tamiang: Dosen Pengampu: Dr. Asriani, S.PD., M.PD
Disusun oleh :
1. Ernawati (2211070010)
2. Ela wardani (2211070009)
3. Noval Milian Pranata (2211070068)
Dalam adat perkawinan di Tamiang di kenal istilah meminang namun sebelum proses
pinangan dilaksanakan, ada beberapa tahap yang harus dilalui. Berikut adalah beberapa
istilah yang di kenal dalam adat peminangan di Tamiang.
1. Mencari jodoh ( mencari judu )
a. Ngeleh (ngente).
Ngeleh/Nginte merupakan kegiatan awal dari pencarian jodoh untuk anak yang akan
dikawinkan. Setelah si anak menyatakan keinginannya untuk mengawani seorang gadis pada
orang tuanya. Maka si ibu akan berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang
gadis pujaan hati si anak laki-laki. Si ibu berusaha datang ke tempat dimana gadis pujaan hati
anak laki-lakinya tinggal. Biasanya si ibu akan bertanya pada beberapa tetangga si gadis
mengenai perilaku, keluarga dan juga ada tidaknya laki-laki lain yang meminang gadis
tersebut. Jika informasi yang siibu dapatkan berkenan di hatinya, maka diakatkanlah "kerje
kite mendapat sempene yang mende". Tahap ngeleh/nginte pada dasarnya merupakan tahapan
yang cukup penting bagi masyarakat Tamiang karena telah menjadi tugas orang tua untuk
mencarikan jodoh yang terbaik bagi anaknya
b.Ngerisik
Setelah ditentukan hari baik bulan baik disampaikan pesan kepada orang tua si gadis
bahwa akan datang orang yang berhajat ngerisik. Pada hari yang ditetapkan datanglah orang
tua dan si pemuda kerumah si gadis.Hal yang harus dipenuhi pada saat pertemuan ini adalah
menyampaikan maksud kedatangan dengan secara adat, penuh kata-kata sopan santun. Ketika
hendak menyampaikan kata biasanya duduk bersimpuh atau bersila dengan tapak sirih
didepan, setelah mengangkat sembah ( kedua telapak tangan disatukan dan diangkat keatas
kepala) dan kemudian memegang tepak sirih barulah kata diucapkan.
c. Sirih mimpi
Proses berikutnya adalah si gadis mengundang seluruh wali waris dan wali syara juga
wali adat untuk membicarakan dan berunding tentang sunnih ngerisik apakah diterima atau
ditolak. Kalo pihak keluarga si gadis menerima maka sirih dibuka tetapi bila ditolak sirih
tidak diusik sama sekali. Pada hari yang telah ditentukan datanglah kembali dari pihak
pemuda untuk mengambil tepak sirih ngerisik kalau tepak tersebut dibuka tandanya diterima
dan biasanya di sertai dengan ucapan ‘bak mimpi kami’ oleh sebab itu dari pihak dari pihak si
gadis tepak sirih itu disebut “ sirih mimpi”.
2. Peminangan
Jika acara ngerisik berjalan lancar, artinya mendapat restu untuk meminang gadis yang
dimaksud. maka dilanjutkan pada acara peminangan. Peminangan biasanya dilakukan oleh
telangke dan beberapa sanak family, imam dan datuk penghulu. Begitu juga pihak wanita
dihadiri para telangke imam, datuk dan sanak saudara. Istilah Telangke adalah sebutan untuk
orang yang di utus baik dari pihak laki-laki ataupun perempuan sebagai penyambung
komunikasi antar kedua belah pihak.
Adapun prosesi peminangan pada adat tamiang meliputi beberapa langkah dan tahapan-
tahapan.
a. Penyiapan sirih besar.
Setelah diterimanya sirih mimpi maka pihak pemuda atau pemudi segera menetapkan
tok selangke (orang yang mewakili pihak laki-laki untuk meminang si gadis secara
resmi).Proses peminangan ini haruslah diketahui oleh kepala adat dan kedua belah pihak
dengan membawa sirih secarong dan kain pinggang yang menantinya akan memberikan
kepada telangke. Sirih besar ini dipersiapkan oleh sanak keluarga sebanyak 3-5 tepak, yang
berisi lengkap sebagai yang telah ditentukan oleh adat.
Sirih yang telah dipersiapkan di dalam tepak yang juga beserta cincin tanda, suatu akan
melakukan, sirih besar terlebih dahulu diletakkan di atas tikar berkasab dan ditempatkan di
tengah ruangan di mana telah hadir.Pemangku adat dan orang patut-patut serta kaum
keluarga, pada saat ini wali dekat dan ayah akan menyampaikan maksud untuk mengantarkan
sirih besar ini sesuai mufakat sewaktu bisik dan dijawab dengan sirih mimpi.Uniknya dalam
proses percakapan antara pihak perempuan dan laki-laki memakai percakapan dengan bahasa
pantun. Bahasa yang di gunakan tidak langsung, tapi menggunakan perumpamaan. Misalnya
si pria yang meminang di sebut dengan kumbang sedangkan wanita yang hendak di pinang di
umpamakan bagai bunga.
c. Ikat Janji
Setelah pinangan diterima maka dilakukanlah ikat janji( pertunangan), atau istilahnya
ikek tande( ikat tanda), Biasanya ikat tanda ini berupa perhiasan emas yang di berikan pihak
calon suami untuk calon istri sebagai pengikat tanda bahwa gadis telah di pinang.
d. Masa pertunangan
Masa menunggu hari pernikahan disebut dengan masa pertunangan. Dalam masa
pertunangan biasanya ada perjanjian yang di sepakati yang berlaku selama masa tunggu
pernikahan. Jika sang gadis tidak menepati janjinya untuk menikah dengan pria yang
meminangnya maka ada saksi yang berlaku yaitu pihak perempuan, yaitu harus
mengembalikan emas pengikat dua kali jumlah yang telah di berikan pihak calon
suami.Misalnya saat pertunangan pengikat tanda yang di berikan kepada calon istri sebanyak
5 gram emas maka ketika mengembalikan calon istri harus mengembalika dengan jumlah 10
gram emas. Dan jika calon suami yang ingkar janji maka Ia harus merelakan apa yang telah
di berikan kepada calon istri. Emas tunangan bisa jadi masuk dalam jumlah hitungan mahar
bisa juga tidak.
Jika dikatakan masnya hidup berarti masuk dalam hitungan jumlah mahar. Namun jika
dikatakan emasnya mati berarti emas tersebut hanya untuk pengikat tunangan saja tidak
masuk dalam hitungan mahar.Setelah Hari pernikahan semakin dekat. Pihak calon istri akan
mengadakan kenduri, maka dilakukanlah acara duduk pakat yang dihadiri oleh orang tua-tua
kampong imam dan datuk.Duduk pakat adalah duduk musyawarah untuk mencari
kesepakatan atas pelaksanaan pernikahan. Setelah duduk pakat maka dilanjutkan dengan
duduk kerja untuk memberikan tugas dan tanggung jawab pada hari kenduri pernikahan.