Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan mental merupakan bagian dari hidup manusia, tanpa kesehatan

mental manusia akan mengalami gangguan dalam menjalankan seluruh

aktivitasnya. Seperti yang tertulis dalam UU No. 36 tahun 2009, Sehat merupakan

keadaan sehat, baik secara mental, fisik, spiritual maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup secara produktif dan ekonomis.

Sedangkan menurut UU No 18 tahun 2018, kesehatan jiwa merupakan kondisi

yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang

optimal dari seseorang dan selaras dengan orang lain. Sedangkan menurut

American Nurses Asociation (ANA) keperawatan jiwa merupakan satu bidang

spesialis praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai

ilmunya dan penggunaan diri sendiri sebagai kiatnya.

Berdasarkan paradigma sehat yang dicanangkan departemen kesehatan yaitu

lebih menekankan upaya proaktif melakukan pencegahan dari pada menunggu

dirumah sakit kini orientas upaya kesehatan jiwa lebih pada pencegahan

(preventif) dan promotif (Yosep, 2014).

Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi

antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,

kognitif dan sosial-emosional (Santrock, 2003). Penggolongan remaja

1
menurut Thornburg (1982 dalam Dariyo, (2004)) terbagi dalam 3 tahap

yaitu : Masa remaja awal (13-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-17

tahun), masa remaja akhir (18-21 tahun).

Menurut (Yusuf, dkk : 2015) peran dan fungsi perawat jiwa harus

mampu melakukan hal-hal sebagai berikut : Membuat pengkajian kesehatan

biopsikososial, merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk

pasien dan keluarga dengan masalah kesehatan yang kompleks dan kondisi

yang dapat menimbulkan sakit, berperan serta dalam aktivitas pengelolaan

kasus, seperti mengorganisasi, mengkaji, negosiasi, koordinasi, dan

mengintegrasikan pelayanan serta perbaikan bagi individu dan keluarga,

memberikan pedoman pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, dan

kelompok untuk menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan

mental termasuk pemberi pelayanan terkait, teknologi, dan sistem sosial yang

paling tepat, meningkatkan, memelihara kesehatan mental, serta mengatasi

pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling, memberikan

asuhan kepada mereka yang mengalami penyakit fisik dengan masalah

psikologik dan penyakit jiwa dengan masalah fisik, mengelola dan

mengoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien,

keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.

Diperkirakan lebih dari 90% klien yang mengalami gangguan jiwa adalah

mengalami Halusinasi Pendengaran, meskipun bentuk Halusinasi

Pendengarannya berbeda-beda. Halusinasi Pendengaran dapat didefinisikan

sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat

2
stimulus. Halusinasi Pendengaran itu sendiri bermacam-macam diantaranya

adalah Halusinasi Pendengaran pendengaran, Halusinasi Pendengaran

penglihatan, Halusinasi Pendengaran penghidu, Halusinasi Pendengaran

perabaan, halusinai pengecapan dan Halusinasi Pendengaran kinestetik. Tanda

dan gejala yang muncul pada pasien dengan Halusinasi Pendengaran adalah

klien tidak mampu membedakan antara yang nyata dan tidak nyata, bicara dan

tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, perhatian mudah beralih, ketakutan

pada objek yang dilihat/didengar dan sebagainya. Masalah-masalah yang biasa

ditimbulkan oleh pasien dengan Halusinasi Pendengaran adalah klien akan

merasa terganggu dengan Halusinasi Pendengarannya sehingga tidak sedikit

dari klien ketika sedang mengalami Halusinasi Pendengaran yang kuat,

perilaku klien akan emakin tidak terarah dan akhirnya dampaknya adalah klien

mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. (Yosep, 2014)

Dalam menjalankan peran fungsinya, perawat jiwa harus mampu

mengidentifikasi, menguraikan, dan mengukur hasil asuhan yang mereka

berikan pada pasien, keluarga, dan komunitas. Hasil adalah semua hal yang

terjadi pada pasien dan keluarga ketika mereka berada dalam sistem pelayanan

kesehatan, dapat meliputi status kesehatan, status fungsional, kualitas

kehidupan, ada atau tidaknya penyakit, jenis respons koping, serta kepuasan

terhadap tindak penanggulangan. Evaluasi hasil dapat berfokus pada kondisi

klinik, intervensi, dan proses pemberian asuhan. (Yusuf, dkk : 2015).

Rawat jalan merupakan salah satu unit terdepan dari bagian pelayanan

rumah sakit yang memberikan pelayanan pada pasien kontrol ataupun pasien

3
baru. Data yang didapat dari rekam medis jumlah diagnosa keperawatan dari

bulan Januari 2019 – Juni 2019 di ruang Rawat Jalan Graha Atma bahwa

diagnosa keperawatan gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran

adalah sebanyak 654 orang, isolasi sosial 267 orang, perilaku kekerasan

sebanyak 226 isolasi sosial 267 orang, gangguan konsep diri : Harga diri

rendah sebanyak 147 orang, waham sebanyak 19 orang, resiko bunuh diri

sebanyak 16 orang. Penulis merupakan salah satu perawat yang bekerja di

Ruang Rawat Jalan Grha Atma yang diberikan tugas untuk melakukan

assesment awal pasien atas nama Nn. A. Diagnosa keperawatan pada Nn. T

adalah gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran dimana diagnosa

keperawatan tersebut menduduki urutan pertama dari tujuh diagnosa

keperawatan yang ada di Ruang Rawat Jalan Grha Atma. Berdasarkan latar

belakang tersebut dan untuk memenuhi tugas pokok penulis sebagai perawat,

maka penulis tertarik untuk membuat “Resume Asuhan keperawatan pada

Nn. T dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran

Pendengaran Akibat Skizoprenia di Ruang Rawat Jalan Grha Atma? “

Sebagai pemberi pelayanan yang harus dilakukan oleh perawat jiwa

dalam menangani pasien dengan Halusinasi Pendengaran adalah : a)

Melakukan pengkajian keperawatan dimulai dari identitas klien sampai

dengan mendapatkan diagnoa keperawatan b) Menentukan intervensi

keperawatan sesuai dengan intervensi yang berlaku di Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Jawa Barat d) Melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan

4
intervensi yang telah dibuat e) Melakukan evaluasi keperawatan f) Melakukan

dokumntasi keperawatan apa yang sudah dilakukan pada klien.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang Rawat Jalan Grha Atma

b. Bagaimana melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan sensori

persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang Rawat Jalan Grha Atma

c. Bagaimana menentukan masalah keperawatan pada klien dengan gangguan

sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang Rawat Jalan Grha Atma

d. Bagaimana membuat diagnosa ke perawatan pada klien dengan gangguan

sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang Rawat Jalan Grha Atma

e. Bagaimana membuat intervensi atau rencana keperawatan pada klien

dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang

Rawat Jalan Grha Atma

f. Bagaimana membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada klien

dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang

Rawat Jalan Grha Atma

g. Bagaimana membuat evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang Rawat Jalan

Grha Atma

5
h. Bagaimana mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang Rawat Jalan

Grha Atma

1.3 Tujuan

a. Tujuan Umum

Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori

persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang Rawat Jalan Grha Atma

b. Tujuan Khusus

a) Penulis sudah melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan

sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang Rawat Jalan

Grha Atma

b) Penulis sudah merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di

Ruang Rawat Jalan Grha Atma

c) Penulis sudah menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada pasien

dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di

Ruang Rawat Jalan Grha Atma

d) Penulis sudah melakukan implementasi pada pasien dengan

gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang

Rawat Jalan Grha Atma

6
e) Penulis sudah melakukan evaluasi pada asien dengan gangguan

sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang Rawat Jalan

Grha Atma

f) Penulis sudah mendokumentasikan asuhan keperawatan pada

pasien dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran

di Ruang Rawat Jalan Grha Atma

1.3.1 Manfaat

a. Manfaat teoritis

Hasil studi kasus ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu

keperawatan jiwa khususnya penatalaksanaan tindakan keperawatan yang

tepat pada pasien dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Pendengaran di Ruang Rawat Jalan Grha Atma

b. Manfaat Praktis

1) Bagi bidang pelayanan keperawatan, sebagai data dasar untuk

melakukan evaluasi terhadap standar operasional prosedur yang

digunakan dalam penatalaksanaan gangguan sensori persepsi :

Halusinasi Pendengaran di Ruang Rawat Jalan Grha Atma.

2) Bagi Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien

dalam penatalaksanaan tindakan yang tepat pada pasien dengan

gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran di Ruang

Rawat Jalan Grha Atma.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Halusinasi Pendengaran Pendengaran akibat

Skizofrenia

2.1.1 Pengertian

a. Skizoprenia

Skizoprenia berasal dari kata Yunani yang bermakna schizo artinya terbagi

atau terpecah dan phrenia yang berarti pikiran. Skizofrenia merupakan suatu

penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya penyakit pikiran,

persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu (Videbeck, 2008)

Skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang

mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif,

emosional dan tingkah laku (Depkes RI, 2015)

Maslim (2013) skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab

dan perjalananan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya yang pada umumnya

ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan

persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul.

Dari tiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa skizofrenia adalah

penyakit yang mempengaruhi otak dengan variasi penyebab dan pengalaman

penyakit yang luas serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan

8
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya sehingga berdampak timbulnya pikiran,

persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh.

b. Skizofrenia Hebefrenik

a) Pengertian

Menurut Maramis (2010) pada skizofrenia jenis ini gejala yang mencolok

yaitu: gangguan proses berfikir, ganggaun kemauan dan adanya depersonalisasi

atau double personality. Penampilan pribadi dan perilaku sosial pada jenis ini

berada dalam keadaan yang rusak, respon emosinya tidak sesuai dan sering

memperlihatkan prilaku yang aneh (Ibrahim, 2011)

c. Gejala Skizofrenia Hebefrenik

1. Ucapan tidak teratur

2. Kurangnya motivasi

3. Perilaku yang keterlaluan

4. Perilaku aktifdan tidak teratur

5. Tumpulnya emosi dan emosi yang tidak patut

6. Ekspresi wajah tidak pantas

d. Halusinasi Pendengaran

Stuart dan Laraia dalam Nurhalimah (2006) mendefinisikan :

Halusinasi Pendengaran sebagai “suatu tanggapan dari panca indera tanpa adanya

rangsangan (stimulus) eksternal”.

9
e. Halusinasi Pendengaran pendengaran

Halusinasi Pendengaran pendengaran merupakan gangguan persepsi dimana

pasien mempersepsikan atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

Perilaku yang teramati pada pasien yang sedang mengalami Halusinasi

Pendengaran pendengaran adalah pasien merasa mendengarkan suara padahal

tidak ada stimulus suara (Stuart dan Laraia dalam Nurhalimah, 2006)

2.1.2 PSIKODINAMIKA

a. Rentang Respon Neurobiologis

Stuart, Gail Wiscar alih bahasa Karyuni (2006) menjelaskan rentang respon

neurobiologis pada pasien dengan gangguan persepsi Halusinasi Pendengaran

sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Proses pikir kadang terganggu Waham

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Pendengaran

Emosi konsisten Emosi berlebih/kurang Kerusakan Emosi

Perilaku sesuai Perilaku tidak terorganisir Perilaku tidak sesuai

Hubungan sosial harmonis Menarik diri Isolasi sosial

10
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial

budaya yang berlaku, dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika

menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.

a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

c) Emosi konsisten yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar

disertai banyak kompenen fisiologi dan biasanya berlangsung tidak lama

d) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas

kewajaran

e) Hubungan sosial harmonis adalah proses suatu interaksi dengan orang lain

dan lingkungan

Awal respon psikososial yang maladaptif meliputi :

a) Proses pikir terganggu yaitu manifestasi dari persepsi impuls eksternal

melalui panca indera yang memproduksi gambaran sensori pada area tertentu

ditolak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami

sebelumnya

b) Emosi berlebihan atau kurang yaitu manifestasi perasaan atau afek keluar

berlebihan atau kurang Perilaku tidak terorganisir adalah sikap dan tingkah

laku yang melebihi batas untuk menghindari interaksi dengan orang lain

c) Perilaku atau tidak sesuai atau biasa yaitu perilaku individu berupa tindakan

nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial

atau berbudaya umum yang berlaku.

11
d) Perilaku aneh atau tidak biasa yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata

dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial

atau budaya umum yang berlaku.

e) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,

menghindari hubungan dengan orang lain

Respon maladaptif adalah respon dalam menyelesaikan masalah yang

menyimpang dari norma-norma, sosial dan budaya ini meliputi:

a) Waham adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak

diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial

b) Halusinasi Pendengaran merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada

c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati

d) Perilaku tak sesuai merupakan perilaku tidak teratur

e) Isolasi sosial adalah menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam

berinteraksi.

b. Proses Terjadinya Halusinasi Pendengaran

Proses terjadinya Halusinasi Pendengaran dapat dilihat dari faktor

predisposisi dan presifitasi (Nurhalimah, 2006)

1) Faktor Predisposisi :

a) Faktor Biologis

Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

(herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat narkoba,

psikotoprika dan zatadiktif lain (NAPZA)

12
b) Psikologis

Biasanya pasien yang mengalami Halusinasi Pendengaran memiliki riwayat

kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku maupun saksi dari perilaku

kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang diekitar atau

overprotektif.

c) Sosial Budaya dan lingkungan

Sebagian besar pasien Halusinasi Pendengaran bersal dari keluarga dengan

sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari

lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien Halusinasi Pendengaran

seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernah mengalami

kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri), tidak bekerja.

2) Faktor Presipitasi

Stressor presifitasi pasien gangguan persepsi sensori Halusinasi

Pendengaran ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau

kelainan struktur otak, adanya riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya

kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan

dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik

antar masyarakat.

13
2.1.3 Tanda dan Gejala Halusinasi Pendengaran Pendengaran

Tanda dan Gejala Halusinasi Pendengaran Pendengaran Menurut Nurhalimah

(2006) adalah sebagai berikut :

a. Data Obyektif :

1) Bicara dan atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu

4) Menutup telinga

b. Data Subyektif

Pasien mengatakan :

1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan yang sebenarnya tidak ada

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap yang tidak nyata

3) Mendengar suara yang meyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya padahal

sebenarnya suara itu tidak ada

4) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas

2.1.4 Tahapan Halusinasi Pendengaran

Menurut Nurhalimah (2006) Halusinasi Pendengaran yang dialami pasien

memiliki tahapan sebagai berikut :

a. Tahap I : Halusinasi Pendengaran bersifat menenangkan, tingkat ansietas

pasien sedang. Pada tahap ini Halusinasi Pendengaran secara umum

menyenangkan.

14
Karakteristik pada tahap ini ditandai dengan adanya perasaan bersalah dalam

diri pasien dan timbul perasaan takut. Pada tahap ini pasien mencoba

menenangkan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa

pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non

psikotik).

Perilaku yang Teramati :

 Menyeringai/terawa yang tidak sesuai

 Menggerakkan b ibinya tanpa menimbulkan suara

 Respon verbal yang lambat

 Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.

b. Tahap II : Halusinasi Pendengaran bersifat menyalahkan, pasien mengalami

ansietas tingkat berat dan Halusinasi Pendengaran bersifat menjijikkan untuk

pasien.

Karakteristik : Pengalaman sensori yang dialami pasien bersifat menjijikkan

dan menakutkan, pasien yang mengalami Halusinasi Pendengaran mulai

merasa kehilangan kendali, pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya dari

sumber yang dipersepsikan, pasien merasa malu karena pengalaman sensorinya

dan menarik diri dari orang lain (non psikotik).

Perilaku yang Teramati :

 Peningkatan kerja susunan saraf otonom yang menunjukkan timbulnya

ansietas seperti peningkatan nadi, tekanan darah dan pernafasan.

 Kemampuan konsentrasi menyempit

15
 Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan kemampuan

untuk membedakan antara Halusinasi Pendengaran dan realita.

c. Tahap III : Pada tahap ini Halusinasi Pendengaran mulai mengendalikan

perilaku pasien, pasien berada pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori

menjadi menguasai pasien.

Karakteristik : Pasien yang berHalusinasi Pendengaran pada tahap ini

menyerah untuk melawan pengalaman Halusinasi Pendengaran dan

membiarkan Halusinasi Pendengarannya menguasai dirinya. Isi Halusinasi

Pendengaran dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian

jika pengalaman tersebut berakhir (Psikotik).

Perilaku yang Teramati :

 Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Halusinasi

Pendengarannya dari pada menolak

 Kesulitan berhubungan dengan orang lain

 Rentang perhatian hanya beberapa menit, tremor, ketidakmampuan

mengikuti petunjuk.

d. Tahap IV : Halusinasi Pendengaran pada saat ini, sudah sangat menaklukan

dan tingkat ansietas berada pada tingkat panik. Secara umum Halusinasi

Pendengaran menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.

Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak mengikuti

perintah Halusinasi Pendengarannya. Halusinasi Pendengaran bisa berlangsung

dalam beberapa jam atau hari apabila tidak diintervensi (Psikotik).

16
Perilaku yang Teramati :

 Perilaku menyerang-teror seperti panik

 Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain

 Amuk, agitasi dan menarik diri

 Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek

 Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

17
BAB III

Resume Asuhan Keperawatan

1) Pengkajian

Pengkajian dilakukan ketika pasien datang ke Rawat Jalan Grha Atma

diantar oleh keluarganya (orang tuanya)

Penulis melakukan pengkajian pada pasien atas nama

Nama : Nn. T

No CM : 024620

Usia : 21 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMP

Status Perkawinan : Belum nikah

Agama : Islam

Alamat : Jln. Moch. Yunus No 676 B Pasir Kaliki

Bandung

Tanggal masuk rumah sakit : 7 Juni 2023 jam 09.35

Tanggal pengkajian : 7 Juni 2023 jam 09.45

18
Adapun data fokus hasil pengkajian di Rawat Jalan Keswara adalah :

DS :

 Keluarga mengatakan klien di rumah keluyuran

 Marah-marah

 Bicara kasar

 Klien mengatakan ada suara yang menyuruhnya untuk pergi

 Bicara sendiri

 Tidur kurang

 Makan rakus

 Curiga

DO :

 Frekuensi Halusinasi Pendengaran sering

 PK secara verbal

 Pasien masih tidak berdaya krena karena pikiran pasien dikuasai

Halusinasi Pendengaran

 Afek kadang masih labil

 Perilaku lebih dikendalikan oleh Halusinasi Pendengaran

 Rentang perhatian hanya beberapa menit

 Pasien mulai dapat membedakan yang nyata dan yang tidak nyata

 Pasien tampak cemas berat

 Bicara dan tertawa sendiri

 Sikap curiga atau bermusuhan

19
 Kadang-kadang mengalami gangguan berfikir

2) Diagnosa Keperawatan :

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran Rufa 11-20

3) Intervensi Keperawatan

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran ditandai dengan

DS :

 Keluarga mengatakan klien di rumah keluyuran

 Marah-marah

 Bicara kasar

 Klien mengatakan ada suara yang menyuruhnya untuk pergi

 Bicara sendiri

 Tidur kurang

 Makan rakus

 Curiga

DO :

 Frekuensi Halusinasi Pendengaran sering

 PK secara verbal

 Pasien masih tidak berdaya krena karena pikiran pasien dikuasai

Halusinasi Pendengaran

 Afek kadang masih labil

20
 Perilaku lebih dikendalikan oleh Halusinasi Pendengaran

 Rentang perhatian hanya beberapa menit

 Pasien mulai dapat membedakan yang nyata dan yang tidak nyata

 Pasien tampak cemas berat

 Bicara dan tertawa sendiri

 Sikap curiga atau bermusuhan

 Kadang-kadang mengalami gangguan berfikir

a. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah diberikan intervensi keperawatan selama 2x pertemuan klien

dapat mengontrol Halusinasi Pendengarannya dan pasien mengikuti

program pengobatan secara optimal

1. Tujuan Khusus:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x pertemuan pasien :

1) Tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

2) Pasien dapat mengidentifikasi dan mengontrol Halusinasi

Pendengaran dengan menghardik

b. Intervensi

1. Observasi keadaan pasien setiap 30 menit sekali – 1 jam

2. Ukur TTV setiap hift

21
3. Kolaborasi pemberian obat

4. Kaji ulang tingkat rufa setiap shift

5. Bantu pemenuhan KDM sesuai dengan kemampuan klien

6. Berikan terapi modalitas terapi musik dan olahraga

SP1

 Bantu pasien untuk mengidentifikasi Halusinasi Pendengarannya

 Ajarkan cara mengontrol Halusinasi Pendengaran dengan

menghardik

 Masukan ke jadwal kegiatan harian pasien

4) Implementasi

Tanggal 07-06-2023 jam 10.00

1. Membina hubungan saling percaya

2. Mengobservasi TTV pasien

3. Mengkaji keluahan utama klien

4. Melakukan komunikasi terapeutik pada pasien

a. Merawat sabar,empati, mendengar aktif

b. Melakukan kontak mata

c. Bicara dengan suara yang jelas dan tegas

d. Panggil pasien dengan nama panggilannya

e. Menggunakan sentuhan terapeutik

f. Melakukan kontak sering dan singkat secara bertahap

5. Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman

6. Mengobservasi perilaku pasien

22
7. Mengidentifikasi Halusinasi Pendengarannya

8. Melatih pasien menghardik

9. Memberikan penkes pada keluarga cara merawart pasien di

rumah

5) Evaluasi

Tanggal 07-06-2023 jam 10.30

S:

“Ada suara yang nyuruh saya pergi”

“Saya mau pergi dari sini”

O:

 Klien masih bicara kasar, inkoheren, intonasi tinggi

 Ekspresi wajah tegang

 Bicara dan tertawa sendiri

 Konsentrasi mudah beralih

 Klien mulai mampu membedakan antara yang nyata dan tidak

nyata

A : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran

Pendengaran Rufa 11-20

P:

 Lakukan menghardik jika Halusinasi Pendengaran muncul

 Minum obat dengan teratur

23
 Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan aktivitas atau

kegiatan yang bermanfaat bagi pasien

Paraf Perawat

Lina Marliana, A.Md.Kep

24
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Rawat jalan merupakan salah satu unit terdepan dari bagian

pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan pada pasien

kontrol ataupun pasien baru. Pasien dengan gangguan jiwa yang datang

ke rawat jalan berbagai macam kondisi, namun yang paling banyak

adalah pasien dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Pendengaran.

Pengkajian yang dilakukan pada Nn. T didapatkan diagnosa

keperawatan gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran

Pendengaran dan penglihatan. Data yang didapat tidak hanya dari

pasien saja tetapi ada data sekunder dimana data tersebut didapat dari

keluarga pasien.

Setelah perawat mendapatkan diagnosa keperawatan kemudian

perawat membuat rencana keperawatan dan mengimplementasikannya

sesuai dengan intervensi atau rencana yang sudah dibuat.

Pada tahap melaksankn tindakan keperawatan pada Nn. T respon

yang diberikan Nn. T tidak begitu banyak hambatan. Begitu juga saat

25
perawat melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang

cara merawat pasien di rumah, keluarga cukup kooperatif.

B. Saran

a. Bagi Bidang Pelayanan Keperawatan

Adanya refresh ilmu tentang cara penatalaksanaan keperawatan

pada pasien dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Pendengaran.

b. Bagi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

1) Agar lebih meningkatkan lagi keterampilan dalam melakukan

pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori

persepsi : Halusinasi Pendengaran di rawat jalan

2) Lakukan dokumentasi pada lembar implementasi perawat jika

sudah melakukan kegiatan pada pasien terkait dengan kondisi

pasien saat itu

26
27

Anda mungkin juga menyukai