Anda di halaman 1dari 13

INTERNALISASI NILAI TOLERANSI, HARMONI DAN GOTONG

ROYONG MENUJU MASYARAKAT YANG KUAT DAN


BERKELANJUTAN

KELOMPOK : IV
KETUA : Dr. Ir. Suroyo, M.Si
SEKRETARIS : Dr. Somariah Fitriani, M.Pd
ANGGOTA :
1. Dr. Iskandar Madjid, S.E., MM
2. Dr. Muzahid Akbar Hayat, S.Si., M.Si
3. Dr. Samuel Soewita, SE., S.Th., S.H., MH
4. Abdillah, S.Ag
5. Ahmad Khoiril Anam, SE
6. Christopher Davito P. H., S.Si., M.T.
7. Zulfikar Putra, SH., M.Pd
8. Mar’an Saputra, S.H.I
9. Letkol Ckm dr. Arvianto, SpAn-Ti
10. Yuanita Fernandes Sinaga, S.E., M.M
11. Dedi Putrawan Surbakti, S.Pd
12. Dinna Eka Graha Lestari, S.Pd., M.Si
13. Rio Armanda Agustian
14. Nisrina Nurul Insani
15. Muhammad Sulton Aminudin, S.Kom., M.M
16. Letkol Lek Susilo Hermawan, S.T
17. Muhammad Tarmizi, S.Pd
18. Sri Suryani, S.Sos,M.M
19. Riadhul Marhamah, S.Pd.I.,M.Pd
20. Sugeng Jinarto, S.Hut.,M.P
21. Sulton Amna, S.T.,M.T

PELATIHAN UNTUK PELATIH/ TRAINING OF TRAINERS


(TOT) PEMANTAPAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN
BAGI DOSEN, GURU DAN WIDYAISWARA
SECARA VIRTUAL ANGKATAN IV
TAHUN 2023
LEMHANNAS RI
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang lahir dengan perjuangan para
pahlawan dari berbagai wilayah. Kemerdekaan Bangsa Indonesia diperoleh
dengan pengorbanan yang tidak sedikit, baik harta, darah maupun nyawa.
Perjuangan dari berbagai wilayah Nusantara untuk memperoleh kemerdekaan
merupakan kesadaran penuh dari semua anak bangsa yang merasa senasib
sepenanggungan dan tidak senang terhadap adanya penjajah. Sehingga hal
ini menjadi motivasi tersendiri bagi semua elemen bangsa dari seluruh tanah
air untuk berjuang memperoleh Kemerdekaan.
Sebagai sebuah bangsa tentu saja Indonesia memiliki dasar sebagai
sebuah bangsa. Dasar tersebut merupakan konsensus dasar bangsa, negara
ini memiliki empat konsensus dasar yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI,
dan sesanti Bhinneka Tunggal Ika. Secara harfiah pengertian Bhinneka
Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu. Adapun makna Bhinneka
Tunggal Ika adalah meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa
Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk
menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah,
ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Keanekaragaman tersebut
bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru
keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru
memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.
Dimensi Nilai dalam Sesanti Bhinneka Tunggal Ika adalah (1) Nilai Toleransi,
(2) Nilai Harmonis, dan (3) Nilai Gotong Royong. Nilai-nilai inilah yang
seharusnya nampak dalam Bangsa Indonesia.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), toleransi sebagai kata
benda dimaknai sebagai sifat atau sikap toleran; batas ukur untuk
penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan dan;
penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja.
Sedangkan para ahli menyatakan toleransi dipahami sebagai kesediaan untuk
'bertahan dengan' orang lain dimana seorang individu merasa berkeberatan
atau menolak (misalnya Forst, 2003; Sullivan et al., 1993). Toleransi juga
dipahami sebagai non-intervensi dan penerimaan abadi atas perbedaan-
perbedaan tertentu yang tidak menyenangkan, suatu penerimaan yang
didasarkan pada alasan-alasan yang mengesampingkan alasan-alasan untuk
menolak (Maurer & Gellera, 2020). Scanlon (2003, p. 187) menambahkan
bahwa 'toleransi adalah sikap yang berada di antara penerimaan sepenuh hati
dan penolakan yang tidak dapat ditahan'. Dari konteks ini dapat dimaknai
bahwa toleransi merupakan kemampuan individu dalam menerima
perbedaan-perbedaan yang tidak menyenangkan atau berpotensi sulit dari
sudut pandang individu tersebut seperti misalnya masuknya pendatang baru
baik transmigran atau imigran ke sebuah wilayah yang mempunyai budaya,
etnis, prinsip, agama yang sangat berbeda dengan penduduk setempat
secara mayoritas. Seseorang hanya dapat bersikap toleran jika dia pertama-
tama menolak suatu kelompok dan kemudian memberi mereka hak-hak politik
tertentu, terlepas dari kenyataan bahwa dia menganggap kelompok itu tidak
dapat diterima.
Sebagai salah satu bangsa yang majemuk dengan berbagai macam
etnis dan agama, Indonesia tidak akan pernah luput dari konflik, baik konflik
agama maupun konflik etnis/suku yang mengakibatkan disintegrasi bangsa
dan merugikan baik individu itu sendiri maupun masyarakat secara luas.
Sejarah mencatat berbagai konflik besar yang pernah terjadi di Indonesia
seperti konflik Sampit antara suku Madura dan Dayak di tahun 2001 yang
menyebabkan 500-an jiwa meninggal, konflik Lampung selatan di tahun 2012
antara etnis Bali dan Lampung, dan konflik antar agama yaitu konflik agama
Islam dan Kristen di Ambon dari tahun 1999 - 2002 yang tidak hanya banyak
yang meninggal namun juga mengakibatkan kehancuran ekonomi, dan
infrastruktur di wilayah tersebut dan konflik-konflik lainnya. Konflik ini pun
tidak hanya terjadi di Indonesia, di seluruh Eropa selama beberapa dekade
terakhir dengan meningkatnya tingkat imigrasi telah berkontribusi pada
meningkatnya konflik etnis (Rapp, 2015). Konflik terbaru di tahun 2021 yang
mengakibatkan kebencian kepada bangsa Asia yang kemudian dikenal
dengan istilah "Asian Hate" dengan meningkatnya kekerasan terhadap orang-
orang Asia di Amerika Serikat, dari pembunuhan, penembakan dan
xenophobia dan rasisme terkait dengan pandemi COVID 19. Dari konflik-
konflik yang ada baik di Indonesia, Amerika Serikat dan Eropa. Hal ini jika
ditelaah terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan yang terjadi di
masyarakat. Hal ini tentu saja mengganggu toleransi dan keharmonisan
bangsa.
Seperti salah satu nilai yang terdapat dalam Sesanti Bhinneka Tunggal
Ika adalah nilai keharmonisan. Keharmonisan berarti suatu keadaan yang
dibangun atas dasar saling menghargai, saling menghormati dan saling
memahami dalam suatu hubungan yang serasi dan sejalan demi suatu tujuan
hidup walaupun ada perbedaan dan keberagaman di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Keharmonisan akan menciptakan
masyarakat yang saling terikat, dengan keterikatan tersebut maka masyarakat
dapat bekerja sama atau bergotong royong.
Gotong royong merupakan budaya yang telah tertanam sejak lama
dalam diri bangsa Indonesia. Gotong royong merupakan salah satu istilah
penting yang menggambarkan semangat kebersamaan masyarakat
Indonesia. Bung Karno, dalam sebuah pidato tanpa teks pada 1 Juni 1945,
mengatakan bahwa saripati Pancasila ialah gotong royong, sehingga kuatnya
gotong royong menandai kuatnya semangat Pancasila, begitu pula sebaliknya
(Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, 2017). Hal tersebut
dapat dilihat dari kuatnya rasa gotong royong dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Hampir dalam semua sendi kehidupan semangat gotong royong
ada. Ini merupakan nilai penting dalam semangat kebersamaan masyarakat
Indonesia.
Permasalahan-permasalahan yang muncul pada masyarakat di
Indonesia seperti: intoleransi, disharmonisasi, lunturnya nilai-nilai gotong
royong dan lunturnya nilai-nilai kekeluargaan yang mengancam disintegrasi
bangsa. Dengan demikian perlunya implementasi nilai-nilai yang dapat
mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam berbangsa dan bernegara
untuk menjaga stabilitas dan ketahanan nasional.

II. PEMBAHASAN
Kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan suatu
keniscayaan untuk dijaga dan dirawat dengan baik. Dalam melaksanakan
kehidupan berbangsa dan bernegara, Indonesia memiliki pondasi yang
kemudian dikenal dengan pilar-pilar kebangsaan atau empat konsensus dasar
berbangsa. Empat konsensus dasar tersebut merupakan hakekat nilai-nilai
kebangsaan yang bersumber dari Nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.
Warisan nilai yang sejak lama dipraktekkan oleh orang-orang terdahulu di
negeri ini, menjadi alasan bahwa negara Indonesia adalah negara yang
mampu mengelola keberagaman itu dengan sangat baik. Semua nilai yang
terkandung dalam empat konsensus dasar harus terpatri dalam diri setiap
individu dan terimplementasi dengan baik.
Nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari Sesanti Bhinneka Tunggal Ika
yang di dalamnya terdapat tiga nilai, yaitu: nilai toleransi, berupa hubungan
yang baik, hierarkis, senioritas, status, keamanan, kesejahteraan keluarga,
sopan santun, rendah hati, rela berkorban dan pemurah; nilai keharmonisan,
adalah sikap menerima, sikap menghargai, sikap menghormati, sikap
mempercayai, sikap mengasihi, keadilan, keseimbangan, rasa peduli,
persamaan, hidup bersama antar orang dan antar kelompok (etnis, suku,
budaya, agama dan kepercayaan); nilai gotong-royong, adalah persamaan
derajat, persatuan, kerja sama, tata kehidupan, sederhana, demokrasi,
berpartisipasi, membantu, dan ketergantungan (Lemhannas,2023)
a. Nilai toleransi
Toleransi adalah isu sentral pada periode modern awal, khususnya
dalam filsafat, teologi, politik, dan hukum (Maurer & Gellera, 2020) yang
menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga stabilitas sebuah bangsa
dan ketahanan nasional. Toleransi dapat dirumuskan sebagai suatu sikap
saling terbuka untuk mendengar pandangan yang berbeda. Toleransi
berfungsi dua arah, yakni mengemukakan dan menerima pandangan serta
tidak merusak pegangan agama, keyakinan, dan nilai budaya masing-masing.
Dalam sudut pandang Agama, menurut Hutton (2020) toleransi beragama
sebagai 'kebebasan hati nurani', terutama kebebasan untuk beribadah tanpa
takut akan penganiayaan. More (1660) dalam Hutton (2020) juga
menganggap kebebasan hati nurani, beribadah atau berkeyakinan sebagai
hak yang melekat pada semua manusia (“Kebebasan Beragama adalah hak
kodrati umat manusia”). Rumusan toleransi bukan hanya perbedaan agama
melainkan keyakinan dan nilai budaya dalam ruang lingkup yang telah
disepakati bersama. Pemahaman ini akan melahirkan konsep kedamaian
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan kata
lain toleransi merupakan menerima setiap perbedaan baik lahir, batin, dan
pikiran.
Nilai toleransi di NKRI harus diimplementasikan dengan baik, dengan
keberagaman serta perbedaan yang ada mampu dikelola dengan baik
walaupun tidak dapat dinafikan terdapat beberapa tindakan-tindakan intoleran
yang terjadi di beberapa daerah yang kerap terjadi di wilayah NKRI.
Implementasi nilai-nilai toleransi dapat diaplikasikan pada berbagai aspek
kehidupan di NKRI, baik bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan,
pemerintahan dan lain sebagainya. Implementasi nilai toleransi berdampak
positif pada kehidupan berbangsa dan bernegara, mempermudah
mewujudkan persatuan, hubungan yang harmonis antar warga negara. Meski
demikian tindakan intoleransi juga terjadi. Beberapa contoh tindakan
intoleransi adalah sebagai berikut: mengolok-olok agama lain, mengolok-olok
teman yang memiliki warna kulit berbeda, hanya ingin berteman dengan orang
yang seagama, tidak menghormati dan menghargai orang lain karena
perbedaan suku, mengganggu orang yang sedang berdoa.
Untuk menunjukkan sikap toleransi dan kerukunan masyarakat, dapat
diimplementasikan dan dikembangkan melalui beberapa metode pendekatan
antara lain sebagai berikut. Yang pertama adalah Dialog. Pendekatan dalam
bentuk dialog perlu dirancang dengan baik agar tidak menimbulkan
ketegangan di kalangan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk
jika dilihat berbagai macam suku, agama, ras dan antargolongan. Yang kedua
adalah Pendidikan. Upaya untuk mengembangan sikap toleransi dapat
dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan baik formal maupun nonformal,
dengan memperhatikan mata pelajaran yang berorientasi pada
pengembangan akhlak, bela negara, dan moralitas. Contohnya di tingkat
perguruan tinggi, perlu adanya mata kuliah yang dimasukkan ke dalam
kurikulum seperti cross cultural understanding, dimana mata kuliah ini bisa
membantu mahasiswa dalam memahami konsep keaneka ragaman budaya
dan agama dan mereka dilatih untuk mempraktekkannya di kelas. Bentuk
latihan-latihan pengamalan sikap, watak, kepribadian, jujur, terbuka,
pengendalian diri, dan percaya diri untuk membangun kehidupan yang toleran
dalam kebersamaan dapat dipelajari di mata pelajaran secara umum baik dari
tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Yang ketiga dalam bentuk Seni
Budaya. Masyarakat Indonesia sejak dahulu dikenal kaya dengan potensi
lokal terutama bidang seni ini menjadi modal kekayaan bangsa dalam
mempersatukan bangsa Indonesia yang telah diwariskan secara turun
temurun yang dapat dipakai sebagai alat pemersatu bangsa dan
memperkenalkan Indonesia, baik dalam forum lokal, nasional, maupun
internasional. Kekayaan seni budaya sebagai kearifan lokal juga menunjukkan
identitas setiap daerah sebagai bagian kekayaan seni budaya bangsa
Indonesia dan secara nyata dapat diterima baik oleh seluruh lapisan
masyarakat Indonesia. Pertunjukkan dalam bentuk seni bisa menjadi ajang
promosi budaya dan kampanye toleransi yang menjadi salah satu bagian dari
implementasi toleransi budaya yang perlu dilestarikan agar semua lapisan
masyarakat mengetahui dan melaksanakannya.

b. Keharmonisan
Keharmonisan merupakan sikap untuk menerima, menghargai, dan
menghormati perbedaan orang lain terlepas dari identitas manusia yang
beragam, seperti budaya, suku, etnis, agama dan kepercayaan, agar tercipta
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang adil, saling
menghormati, saling mendukung, saling mempercayai, saling mengasihi,
berhubungan baik, aman, stabil, dan damai. Sebagai sebuah negara-bangsa
yang multikultur, keharmonisan menjadi sangat penting karena berpotensi
terjadi polarisasi dan perpecahan serta politik identitas di masyarakat.
Perkembangan saat ini bagi masyarakat modern terjadi pergeseran
pergeseran bahwa akibat faktor-faktor tertentu menyebabkan kurang
percayanya masyarakat terhadap kondisi yang ada, sehingga mengalami
krisis hilangnya kesadaran keharmonisan dalam masyarakat, salah satunya
adalah karena faktor lingkungan yang menjadikan sebagai alasan untuk
melakukan tindakan–tindakan yang dianggap oleh masyarakat mengganggu
bahkan tidak kurang masyarakat yang merasa telah dirugikan, apalagi masih
banyak masyarakat yang awam tentang masalah kesadaran keharmonisan
sehingga dengan mudah dapat dimanfaatkan sebagai objek penderita.
Banyak di antara anggota masyarakat sebenarnya sadar akan perlunya
penghormatan terhadap kesadaran keharmonisan baik secara “instinktif”
maupun secara rational namun mereka cenderung tidak sadar terhadap
pentingnya hubungan yang harmonis dalam kehidupan masyarakat. Budaya
yang berkembang dimasyarakat kita saat ini ternyata lebih banyak
mencerminkan bentuk prilaku opportunis yang dapat diibaratkan mereka lebih
mementingkan egonya.
Keberagaman masyarakat kita merupakan kekayaan bangsa
Indonesia. Keberagaman ini juga menjadi daya tarik bangsa lain untuk datang
ke alam Indonesia, keberagaman masyarakat memiliki potensi yang
menimbulkan berbagai masalah dalam masyarakat salah satunya. Dalam
melaksanakan pembinaan kesadaran keharmonisan guna meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat, dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:

1) Tindakan Preventif. Tindakan preventif merupakan tindakan


pencegahan suatu hal negatif untuk mencegah terjadinya konflik agar
hal buruk tersebut tidak terjadi.
2) Tindakan Persuasif. Tindakan persuasif merupakan tindakan untuk
mendorong atau memacu kesadaran masyarakat terhadap hubungan
yang harmonis. Kebudayaan mencakup suatu sistem tujuan dan nilai-
nilai keharmonisan dan merupakan pencerminan daripada nilai-nilai
yang terdapat dalam masyarakat, menanamkan kesadaran
keharmonisan berarti menanamkan nilai nilai kebudayaan.
3) Tindakan Represif. Tindakan represif merupakan tindakan yang
bersifat memberikan sanksi terhadap setiap pelaku agar mempunyai
efek jera, juga ditujukan untuk mencegah kemungkinan terulangnya
kembali pelanggaran terhadap norma dan nilai sosial yang berlaku
dalam suatu kelompok masyarakat.
4) Pendidikan. Pendidikan tentang kesadaran keharmonisan hendaknya
diberikan secara formal di sekolah-sekolah dan secara non formal di
luar sekolah kepada masyarakat, yang harus ditanamkan dalam
pendidikan formal maupun non formal ialah bagaimana menjadi warga
negara yang baik, tentang apa hak dan kewajiban seorang Warga
Negara Indonesia.
Untuk menunjukkan sikap keharmonisan di masyarakat, dapat
diimplementasikan dan dikembangkan melalui beberapa metode pendekatan
antara lain sebagai berikut: a. Dialog. Seperti halnya pada nilai toleransi, nilai
keharmonisan memerlukan dialog untuk saling mengenal antar individu,
kelompok, atau golongan. Saat mereka telah mengenal satu sama lain, maka
mereka akan saling memahami dan menghormati perbedaan-perbedaannya.
Di sebuah negara multikultur, perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat
sangat berpotensi melahirkan konflik dan ketegangan sehingga dialog
menjadi metode penting untuk saling mengenal berbagai pihak terkait. Dialog
melahirkan sikap saling mengenali, memahami, dan menghargai antar pihak
terkait. Metode ini menggunakan media komunikasi untuk saling berbagi
informasi tentang siapa mereka sehingga masing-masing pihak dapat saling
mengetahui. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan dan masing-masing
pihak diharapkan untuk saling memahami, menghargai, dan menghormati
perbedaan-perbedaan yang ada. Tanpa ada dialog, upaya untuk saling
mengenal menjadi sulit untuk tercapai dan berpotensi salah informasi atau
salah memahami kelompok lain. b. Penyediaan Pelayanan Hukum dan
Transformasi Konflik. Heterogenitas di Indonesia berpotensi menyebabkan
konflik antara mayoritas dan minoritas, seperti dominasi kelompok mayoritas
terhadap kelompok minoritas dalam berbagai aspek kehidupan. Seiring
berjalannya waktu, kelompok minoritas akan mengalami banyak kerugian,
seperti kekerasan, diskriminasi, ketidakadilan, marginalisasi, pengucilan, dan
lainlain. Kelompok-kelompok minoritas terdampak tersebut akan kesulitan
dalam mengakses pendidikan, kesehatan, administrasi, pemerintahan, dan
khususnya hukum.

c. Nilai gotong royong


Masyarakat Indonesia secara realita terdiri atas beragam suku, ras,
adat istiadat, bahasa, dan agama. Sejak dahulu kala, jauh sebelum bangsa
dan negara Indonesia merdeka, nenek moyang kita memiliki jiwa dan
semangat yang kuat dan tinggi dalam hal tolong-menolong antarsesama
mereka. Hal ini terjadi terlebih pada masyarakat pedesaan yang lebih
mengedepankan keterikatan yang kuat, baik secara komunitas satu desa atau
kampung maupun antara satu desa dan desa tetangganya. Perkembangan
adat dan budaya yang selama ini dimiliki oleh masyarakat Indonesia dapat
menghasilkan begitu banyak kegiatan-kegiatan yang bernuansa positif.
Kegiatan-kegiatan tersebut membawa perbaikan bersama mulai dari
perbaikan kebutuhan yang sangat primer sampai sekunder (kebutuhan
pangan dan sandang) sehingga dirasakan dan dinikmati bersama oleh
masyarakat.
Dalam era digital saat ini, generasi M-Z terus mempertahankan
semangat gotong royong. Mereka menggunakan teknologi digital sebagai alat
untuk memperkuat solidaritas, membangun kolaborasi yang efektif, dan
menyebarkan pesan kesadaran sosial yang lebih luas. Melalui aksi-aksi positif
dan partisipasi aktif dalam kegiatan sosial, generasi M-Z terus membawa
perubahan positif dan memperkuat nilai gotong royong untuk kemajuan
bersama. Beberapa cara nilai gotong royong tetap berlaku dan diaplikasikan
oleh generasi M-Z dalam era digital antara lain kolaborasi daring, kampanye
sosial dan kemanusiaan, komunitas online, berbagi informasi dan
pengetahuan, kegiatan aksi sosial daring.
Nilai gotong royong, merasa senasib sepenanggungan dan saling
membantu dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini terjadi karena nilai gotong
royong mendorong adanya rasa memiliki dan tanggung jawab kolektif
terhadap kesuksesan dan keberhasilan usaha bersama. Untuk dapat
meningkatkan sikap dan perilaku gotong royong dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita dapat saling bermusyawarah,
saling menasehati, saling memberi dengan rasa sukarela, bersemangat,
bekerja keras, silaturahmi, beradaptasi, produktif dan kreatif. Hal itu dapat
diimplementasikan dan dikembangkan melalui pendekatan nonformal dengan
mengumpulkan anggota masyarakat di Balai Pertemuan Warga dengan tujuan
memberikan penjelasan bahwa sikap gotong royong seharusnya dimiliki
seluruh elemen atau lapisan masyarakat. Dengan demikian, segala sesuatu
dapat dikerjakan dengan lebih mudah dan dapat diselesaikan dengan lebih
cepat sehingga meningkatkan hubungan persaudaran, tanggung jawab, saling
menasihati, rasa sukarela, pemahamannya bahwa bekerja adalah ibadah dan
silaturahmi akan semakin erat.
Berdasarkan hal diatas dapat diketahui bahwa peran pemerintah
sebagai regulator sangat dituntut dalam mengatur dan mengarahkan aturan
yang dapat menguatkan nilai-nilai tersebut. Dengan demikan masyarakat
dituntut untuk menjalan aturan dengan sebaik mungkin. Agar regulasi berjalan
dengan baik maka perlu keterkaitan dengan pendidikan dimana kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran, pelatihan dapat menanamkan
nilai-nilai tersebut sejak dini kepada seluruh masyarakat.

III. PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa nilai toleransi, nilai harmonis dan nilai gotong royong sebagaimana
berikut:
1. Sikap toleransi dapat dimulai dari diri sendiri. Untuk itu, kita sebagai
generasi penerus bangsa perlu belajar menghargai dan menerapkan
sikap toleransi kepada sesama tanpa harus membedakan suku,
agama, maupun ras, karena sejatinya kita semua bersaudara;
2. Harmonis berarti suatu keadaan yang dibangun atas dasar saling
menghargai, saling menghormati dan saling memahami perbedaan dan
keberagaman. Keharmonisan harus dimulai dari keluarga karena
keluarga merupakan inti atau unit terkecil dari suatu bangsa yang
berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang
tenteram, aman, damai dan sejahtera;
3. Gotong royong merupakan budaya bangsa yang mengandalkan kerja
sama dalam mengatasi semua masalah yang ada pada masyarakat.
4. Nilai Kebhinnekaan dapat diterapkan melalui pendidikan seperti dimana
nilai Kebhinnekaan dapat dijadikan sebagai materi atau tema dalam
kegiatan pembelajaran serta melalui praktik langsung nilai
Kebhinnekaan. Nilai Kebhinnekaan sebagai nilai yang luhur, nilai yang
mengajarkan dalam mengatasi dan meringankan suatu masalah atau
kegiatan;

B. Saran
1. Peran negara menjadi sangat penting dalam mengayomi perbedaan-
perbedaan yang ada di masyarakat. Dimana negara sebagai regulator
dalam perundang-undangan harus membuat aturan yang jeklas dalam
penerapan nilai-nilai kebangsaan. Peran tersebut berupa ketegasan dari
pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Ristek
dan Kementerian Agama dalam regulasi penanaman nilai-nilai
kebangsaan di sekolah, sanksi yang tegas dalam pelanggaran aturan
tersebut. Kementerian Koperasi mempertegas tentang aturan
Perkoperasian sebagai dasar nilai gotong royong dalam perekomonian
rakyat.
2. Dalam Pelaksanaan pendidikan perlunya penguatan nilai-nilai
kebangsaan guru, dosen, widyaiswara, mahasiswa, dan siswa melalui
kegiatan pemantapan nilai. Khususnya siswa dan mahasiswa haru sejak
awal dibekali nilai kebangsaan dan perlu sekali kegiatan khusus untuk
meraka, seperti Lemhannas membuat ToT khusus siswa dan mahasiswa
melaui ketua OSIS atau Ketu BEM atau Senat Mahasiswa.
3. Perlunya penguatan keluarga sebagai sarana pendidikan pertama bagi
para generasi muda, karena keluarga memiliki peranan dalam penanaman
serta pembiasaan nilai luhur yang terbingkai dalam empat konsensus
dasar Bangsa Indonesia. Kegiatan dapat dilakukan oleh Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta BKKBN
4. Perlunya pemimpin yang tegas dan menjadi role model bagi rakyat yang
dibutuhkan Indonesia saat ini, untuk mengatasi kompleksitas
permasalahan yang tengah dihadapi bangsa saat ini;
DAFTAR PUSTAKA

Forst, R. (2003). Toleration, justice and reason. In C. McKinnon & D.


Castiglione (Eds.), The culture of toleration in diverse societies (pp.
71-85). Manchester University Press.
Lemhannas,2023, Modul pemantapan nilai-nilai kebangsaan Lemhannas RI
materi dasar implementasi nilai-nilai kebangsaan yang bersumber
dari Bhinneka Tunggal Ika, Jakarta: Lemhannas
Maurer, C., & Gellera, G. (2020). Contexts of religious tolerance: New
perspectives from early modern Britain and beyond. Global
Intellectual History, 5(2), 125-136.
https://doi.org/10.1080/23801883.2019.1699869
More, H. (1660). An explanation of the grand mystery of Godliness. The
Cambridge Platonism sourcebook. Hal. 490-546. Diakses dari
https://www.cambridge-platonism.divinity.cam.ac.uk/view/texts/diplo
matic/More1660-excerpt006
Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan (2017). Policy Brief:
Transformasi budaya gotong royong. Diakses dari
https://pskp.kemdikbud.go.id/.
Rapp, C. (2015). More diversity, less tolerance? The effect of type of cultural
diversity on the erosion of tolerance in Swiss municipalities. Ethnic
and Racial Studies, 38(10), 1779-1797.
https://doi.org/10.1080/01419870.2015.1015582
Sarah Hutton (2020) John Finch on toleration: An ex-patriate’s perspective,
Global Intellectual History, 5:2, 191-209, DOI:
10.1080/23801883.2019.1699887
Scanlon, T. M. (2003). The difficulty of tolerance: Essays in political
philosophy. Cambridge University Press.
Sullivan, J. L., Piereson, J., & Marcus, G. E. (1993). Political tolerance and
American democracy. The University of Chicago Press.

Anda mungkin juga menyukai