Makalh Fiqih Ibadah (KLP 12) 2F
Makalh Fiqih Ibadah (KLP 12) 2F
NIKAH
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Media dan Sumber Belajar IPS
SD”. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW,
kepada keluarganya, para sahabatnya, dan sampai kepada kita selaku umatnya.
Penyusun makalah ini tiada lain adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“FIQIH IBADAH”. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Terutama kepada Bunda Lina nida zulfa, M. Pd.
selaku dosen mata kuliah Konsepm dasar IPS kelas rendah, rekan-rekan, dan semua pihak yang
telah membantu.
Penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................6
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................20
3.2 Saran.............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
Pernikahan adalah suatu hal yang membahagiakan. Karena dua insan yang saling
mencintai dapat berdampingan untuk membangun keluarga yang Sakinah, melalui
Mawaddah dan Warahmah. Bahkan tidak sedikit yang berjuang keras agar bisa menikah
dengan orang yang dicintainya. Selain itu, pernikahan juga dapat menyambung tali
silaturrahim antara kedua pasangan tersebut.
Suatu perkawinan tentunya dibangun dengan tujuan untuk mewujudkan keluarga yang
bahagia, kekal, dan harmonis. Sebagaimana yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam
pasal 3 yang berebunyi bahwa “tujuan perkawinan adalah mewujudkan keluarga yang
sakinah, mawaddah, dan warahmah”.
Tujuan menurut hukum adat berbeda dengan menurut perundangan. Tujuan perkawinan
bagi masyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan, adalah untuk mempertahankan dan
meneruskan keturunan menurut garis kebapakan atau keibuan atau keibu-bapakan, untuk
kebahagiaan rumah tangga keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan
kedamaian, dan untuk mempertahankan kewarisan.
Berbeda lagi tujuan menurut agama. Tujuan perkawinan adalah untuk menegakkan
agama Allah SWT, dalam arti mentaati perintah dan larangan Allah.3 Hal ini sesuai dengan
Firman Allah SWT yang terkandung dalam QS Ar-Rum ayat 2
Artinya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
1.2 Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Menurut bahasa, nikah artinya kawin, setubuh dan senggama (Ahmad Warson
Munawwir, 1997: 1461). Sedangkan menurut istilah, nikah yaitu
Artinya:
Suatu perjanjian antara dua pasangan (calon mempelai pria dan wanita) untuk
menghalalkan persetubuhan antara keduanya. (Asy-Syaukani, Tt: 160)
Lebih jelas dalam Kompilasi Hukum Islam Bab II Pasal 2 disebutkan bahwa Perkawinan
menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsagan
ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Suatu pernikahan akan menjadi sah ketika telah terpenuhi beberapa rukun dan syaratnya.
Adapun rukun nikah sebagaiberikut (Abu Muhammad, Tt: 9-17) 1.
ال ِنَك اَح ِإاَّل ِبَوِلى َو َشاِهَدى َعْد ٍل َفِإِن:َعْن َعاِئَش َة َقاَلْت َقاَل َر ُس وُل ِهللا صلى هللا عليه وسلم
اْس َتَج ُر وا َفالُّس ْلَطاُن َوِلى َم ْن ال َوِلى َلُه َفِإْن َنَك َح ْت َفِنَك اُح َها َباِط ُل
Artinya: Dari 'Aisyah berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: Tidaklah sah suatu
pernikahan kecuali dengan adanya seorang wali dan dua orang saksi yang adil, dan
apabila mereka berselisih maka seorang penguasa yang menjadi wali bagi yang tidak
memiliki wali, dan apabila seorang wanita menikah tanpa wali, maka pernikahannya batal
(Al-Baihaqi: 21031)
3. Adanya kerelaan dari kedua calon pasangan suami dan istri.
A. Syarat-syarat Calon Kedua Mempelai Pria dan Wanita Secara umum calon
kedua mempelai disyaratkan adalah calon pasangan yang halal untuk
menikah atau ghairu muhram. Selain itu, menurut Slamet Abidin Aminudin,
sebagaimana yang dikutip Saebani (2009: 122), menyebutkan bahwa kedua
mempelai disyaratkan harus kafa'ah atau sepadan. Prinsip kafa'ah atau
sepadan dalam pernikahan antara pria dan wanita terdiri dari lima sifat yaitu:
agama, merdeka atau hamba, perusahaan, kekayaan, kesejahteraan. Namun
menurut pendapat yang lebih kuat dari kelima prinsip tersebut, kufu hanya
berlaku dalam hal keagaman. Sedangkan, Saebani sendin berpendapat bahwa
kafa’ah bukan termasuk dari syarat. Meskipun bukan termasuk Rasulullah
saw syarat, sangat menganjurkan agar calon kedua mempelai sekufu atau
sepadan.
Pasal 15:
Pasal 6; ayat (1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua alon mempelai. Ayat (2)
Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)
tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Ayat (3) Dalam hal seorang dari kedua orang tu
meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin
yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari
orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. Ayat (4) dalam hal kedua orang ha telah
meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk nyatakan kehendaknya, maka izin
diperoleh dari wali orang yang emelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah
dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam kadaan
menyatakan kehendaknya. Ayat (5) Dalam hal ada perbedaan tara orang-orang yang
dimaksud dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal
Pasal 16:
2. Bentuk persetujuan calon mempelai wanita, dapat berupa pernyataan tegas dan nyata
dengan tulisan, lisan atau isyarat tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak
ada penolakan yang tegas.
Pasal 17
2. Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai maka
perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan
3. Bagi calon mempelai yang menderita tuna wicara atau tuna rungu persetujuan dapat
dinyatakan dengan tulisan atau isyarat yang dapat dimengerti.
Pasal 18:
"Bagi calon suami dan calon isteri yang akan melangsungkan pernikahan tidak terdapat
halangan perkawinan sebagaimana diatur dalam Bab VI" 2
ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka
Pengadilan dalam daerah tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas
permintaan orang tersebut dapat memberikan ijin setelah lebih dahulu mendengar orang-
orang yang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) dalam pasal ini. Ayat (6) Ketentuan tersebut
ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukun masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain. Bab VI tentang
Larangan Perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam.
1) Bapaknya
6) Hakim.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Bagian III dijelaskan tentang wali nikah secara detail:
Pasal 20:
1. Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat
hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh
a. Wali nasab
b. Wali hakim
Pasal 21:
1. Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan. Kelompok yang
pertama didahulukan dan kelompok selanjutnya berdasarkan kekerabatan dengan
calon mempelai wanita.
a. Kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak
ayah dan seterusnya. b. Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau
saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.
c. Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki- laki seayah dan
keturunan laki-laki mereka.
2. Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama
berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat
derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita.
3. Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatan, maka yang paling berhak
menjadi wali nikah ialah karabat kandung dari kerabat yang seayah.
4. Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama derajat
kandung atau sama-sama dengan kerabat seayah, mereka sama-sama berhak menjadi
wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali.
Pasal 22:
"Apabila wali nikah yang paling berhak urutannya tidak memenuhi syarat sebagai
wali nikah atau wali nikah itu menderita funa wicara, tuna rungu atau sudah udzur,
maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain menurut derajat
berikutnya."
Pasal 23:
1. Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak
ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat
tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan
2. Dalam hal wali adlal atau enggan maka dapat bertindak sebagai wali nikah
setelah ada putusan pengadilan Agama tentang wali tersebut.
1. Berakal, orang gila tidak sah menjadi saksi b Balig, tidak sah saksi
anak-anak
3. Islam
4. Keduanya mendengar ucapan ijab dan Kabul dari kedua belah pihak
2. Berakal
3. Balig
4. IslamMendengar
5. Adil
Pasal 24:
Pasal 25:
"Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah seorang laki-
laki muslim, adil, aqil baligh, tidak terganggu ingatan dan tidak tuna rungu
atau tuli".
Pasal 26:
"Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta
menandatangani Akta Nikah pada waktu dan di
َر ِّبط َأْج َز اِء الَّتَصُّر ِف ِباِإْل يَج اِب َو اْلَقُبْو ِل َشْر عًا
b. Ibn Abidin
Jadi, akad merupakan suatu ikatan yang diwujudkan dengan jab (pernyataan) dan kabul
(penerimaan atau persetujuan) yang mengakibatkan bolehnya melakukan sesuatu yang pada
dasamya tidak boleh. Apabila akad itu dilakukan dalam hal perkawinan, maka dengan akad
itu membolehkan kedua mempelai laki-laki dan perempuan melakukan hal-hal yang pada
dasarnya tidak boleh dalam pergaulan antara lawan jenis. Hal demikian relevan dengan
sebuah qa'idah ushul yang berbunyi sebagai berikut (Az-Zarkasyi, Tt: 332):
Oleh karena itu, untuk dapat menjadikan setubuh itu halal, maka harus ada syarat-syaratnya,
seperti salah satunya dengan akad perkawinan/pernikahan, dan inilah yang paling pokok
dalam rukun perkawinan (Beni Ahmad Saebani, 2009: 204).
Sedangkan, akad nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Bab I Pasal 1 poin (c)
didefinisikan sebagai "suatu rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang
diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi". Lalu
bagaimanakah syarat-syarat akad nikah yang sah?
Sebagaimana yang dikutip oleh Saebani (2009: 205-206) dari Ahmad Rafiq menjelaskan
bahwa salah satu rukun nikah itu adalah ijab dan Kabul sebagai wujud dari akad nikah yang
memiliki i syarat-syarat sebagai berikut:
a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali.
c. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kata nukah atau tazwij
f. Orang yang berkait ijab kabul tidak sedang dalam keadaan ihram haji atau umrah. g
Majelis ijab dan kabul itu harus dihadiri minimal empat orang, yaitu calon mempelai
pria atau wakilnya, wali dan dua orang saksi.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Bagian V dijelaskan syarat- syarat akad secara detail:
Pasal 27:
"Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak
berselang waktu".
Pasal 28:
"Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan
atau wali nikah mewakilkan kepada orang lain"
Pasal 29:
1. Yang berhak mengucapkan kabul ialah calon mempelai pria secara pribadi.
2. Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain dengan
ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa
penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria.
3. Apabila calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili,
maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan.
2.3 Talak, Ruju' dan Iddah
1. Talak
a. Pengertian Talak
Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab XVI pasal 117 disebutkan bahwa
"Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi
salah satu sebab putusnya perkawinan".
Jadi, talak atau perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya suatu
ikatan perkawinan antara suami dan istri. Selain karena talak, ada juga penyebab
lain putusnya perkawinan, seperti kematian dan atas putusan pengadilan
(Kompilasi Hukum Islam Bab XVI Pasal 113).
1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan
2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di
luar kemampuannya;
3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlang- sung
4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri:
6) Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga;
7) Suami melanggar taklik talak;
8) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.
َيا َأُّيَه ا اَّل ِذ يَن آَم ُن وا ِإَذ ا َنَك ْح ُتُم اْلُم ْؤ ِم َن اِت ُثَّم َطَّلْقُتُم وُهَّن
ِم ْن َقْبِل َأْن َتَم ُّس وُهَّن َفَم ا َلُك ْم َع َلْيِهَّن ِم ْن ِع َّد ٍة َتْع َت ُّدوَنَها
َفَم َّتُعوُهَّن َو َسَّرُح وُهَّن َسَر اًح ا َج ِم ياًل
Artinya: Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, Maka
Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah:
227).
َو اْلُم َطَّلَقاُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأْنُفِس ِهَّن َثالَثَة ُقُر وٍء َو اَل َيِح ُّل َلُهَّن َأْن َيْكُتْم َن َم ا َخ َلَق ُهَّللا ِفي َأْر َح اِم ِهَّن ِإْن
ُك َّن ُيْؤ ِم َن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َو ُبُعوَلَتُهَّن َأَح ُّق ِبَر ِّد ِهَّن ِفي َذ ِلَك ِإْن َأَر اُدوا ِإْص اَل ًح ا َو َلُهَّن ِم ْثُل اَّل ِذ ي َع َلْيِهَّن
ِباْلَم ْعُر وِف َوِللِّر َج اِل َع َلْيِهَّن َد َر َج ًة َو ُهَّللا َع ِز يٌز َح ِك يُم
الَّطاَل ُق َم َّر َتاِن َفِإْم َس اُك ِبَم ْعُر وٍف َأْو َتْس ِر يُح ِبِإْح َس اٍن َو اَل َيِح ُّل
َلُك ْم َأْن َتْأُخ ُذ وا ِم َّم ا آَتْيُتُم وُهَّن َشْيًئا ِإاَّل َأْن َيَخ اَفا َأاَّل ُيِقيَم ا ُح ُدوَد
ِهللا َفِإْن ِخ ْفُتْم َأاَّل ُيِقيَم ا ُح ُدوَد ِهَّللا َفاَل ُج َناَح َع َلْيِهَم ا ِفيَم ا اْفَت َدْت
ـِه ِتْلَك ُح ُدوُد ِهللا َفاَل َتْع َتُدوَها َو َم ْن َيَتَعَّد ُح ُدوَد ِهَّللا َفُأوَلِئَك ُهُم
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi
kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka,
kecuali kalau kedua- nya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya, barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah:
229).
َعْن اْبِن ُع َم َر َعْن الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َق اَل َأْبَغُض الَخ الِل ِإَلى ِهللا َتَع اَلى
الطالق
Artinya: Dari Ibnu Umar ra berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Perkara halal
yang paling dibenci oleh Allah adalah perkara talak.” (HR. Abu Daud: 1863).
َعْن اْبِن ُع َم َر َأَّنُه َطَّلَق اْم َر َأَتُه َو ِهَي َح اِئٌض ِفي َع ْهِد َر ُس وِل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَس َأَل ُع َم ُر ْبُن اْلَخ َطاِب
َر ُس وَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َعْن َذ ِلَك َفَقاَل َلُه َر ُس وُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ُم ْر ُه َفْلُيَر اِج ْعَها ُثَّم ِلَيْتُر ْك َه ا
َح َّتى َتْطُهَر ُثَّم َتِح يَض ُثَّم َتْطُهَر ُثَّم ِإْن َشاَء َأْم َس َك َبْعُد َو ِإْن َشاَء َطَّلَق َقْبَل َأْن َيَم َّس َفِتْلَك اْلِع َّد ُة اَّلِتي َأَم َر ُهَّللا
Artinya: Dari Ibnu Umar r.a bahwasanya ia menalak istrinya, sedangkan istrinya
dalam kondisi haid di masa Rasulullah Saw, lalu Umar bertanya kepada Beliau
tentang hal tersebut, dan bersabda: Perintahkan dia (Ibnu Umar) untuk
memulangkan istrinya, kemudian menahannya sampai dia suci, lalu kemudian
haid lagi dan suci lagi, sehingga apabila Ibnu Umar berkehendak maka ia boleh
menahannya setelah suci dari haid, dan jika berkehendak maka ia boleh
menalaknya sebelum menggaulinya. Hal yang demikian itu merupakan masa
iddah yang Allah perintahkan bagi kalian yang menalak istrinya. (HR. Muslim:
2675). Dari sumber yang sama juga menyebutkan:
ُم ْر ُه َفْلُيَر اِج ْعَها ُثَّم ْلُيَطِلْقَها َظاِهًر ا َأْو َح اِم ًال
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkahwinan adalah merupakan sunnah Rasulullah s.a.w. dan ditegaskan dalam Al-
Qur’an Surah An - Nisaa' - Ayat 3, maka nikahlah menurut ajaran Islam yang sesuai dengan
Rukun dan syarat nikah yang benar, tidak ada cacat atau cela dan tidak mahram.
Jika terjadi pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang tidak syah maka
hukumnya haram. Apabila dipaksakan untuk tetap berjalan dalam kehidupan berumah
tangga, maka orang tersebut senantiasa hidup dalam perzinaan.
Seseorang yang akan melangsungkan pernikahan sebaiknya memperhatikan petuah
orang jawa dahulu yaitu bibit, bobot dan bebet , artinya tahu silsilah keturunan, kepribadian
dan perilakunya.
3.2 Saran
Akhirnya, pemakalah mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
membantu di dalam menyelesaikan makalah kami ini. Disamping itu, kritik dan saran dari
mahasiswa serta dosen pengampu dan para pembaca sangat kami harapkan, demi kebaikan
kita bersama terutama bagi pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA
http://rezkirasyak.blogspot.com/2012/10/makalah-pendidikan-agama-islam.html
Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan terjemahnya. Toha Putra
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2006. Fiqih Lima Madzhab. Jakarta: Lentera
Rasjid, H. Sulaiman. 2008. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Rifa’I, H. Moh. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra
Drs. H. Muh. Rifa’i. Fiqih Islam Lengkap. (Semarang: PT Karya Toha Putra)
Al-Qur’an dan Terjemahnya (Departemen Agama Islam)
H. Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. (Bandung: Sinar Baru Algesindo) 381-383
http://rumahabi.info, http://id.shvoong.com, http://www.eramuslim.com