Anda di halaman 1dari 6

ANALISA SIDANG KASUS PEMBUNUHAN BRIGADIR

YOSHUA HUTABARAT

1. Menonton video sidang


Link YT : https://youtu.be/LRKCY47VWms

Sidang perdana terdakwa Ferdy Sambo untuk kasus kematian Nofriansyah Yosua
Hutabarat atau Brigadir J digelar pada Senin (17/10/2022). Persidangan diselenggarakan dengan
agenda pembacaan dakwaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sekaligus obstruction of
justice atau tindakan menghalangi penyidikan kasus kematian Yosua. Dalam perkara
pembunuhan berencana, Sambo disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338
KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP junto Pasal 56 ke-1 KUHP.

Berikut rangkuman sidang dakwaan Ferdy Sambo.

1. Berawal dari klaim pelecehan

Cerita bermula dari klaim pelecehan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Putri
mengaku dilecehkan oleh Brigadir J di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis
(7/7/2022). Saat itu, Sambo berada di Jakarta. Putri lantas menelepon suaminya pada Jumat
(8/7/2022) dini hari. Sambil menangis, dia mengaku dilecehkan oleh Brigadir J.

"Saksi Ferdy Sambo yang sedang berada di Jakarta pada hari Jumat dini hari tanggal
8 Juli 2022 menerima telepon dari terdakwa Putri Candrawathi yang sedang berada di rumah
Magelang sambil menangis berbicara dengan saksi Ferdy Sambo," kata jaksa.

"Bahwa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat selaku ajudan saksi Ferdy Sambo yang
ditugaskan untuk mengurus segala keperluan terdakwa Putri Candrawathi telah masuk ke
kamar pribadi terdakwa Putri Candrawathi dan melakukan perbuatan kurang ajar terhadap
terdakwa Putri Candrawathi," tuturnya. Mendengar cerita istrinya, Sambo seketika marah ke
Yosua. Namun, Putri meminta suaminya untuk tidak menghubungi siapa pun terkait
peristiwa ini. Putri mengaku takut akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan lantaran
Brigadir J punya senjata. Selain itu, tubuh Brigadir J juga lebih besar dibandingkan ajudan-
ajudan lain yang saat itu mendampingi Putri di rumah Magelang.

"Saksi Ferdy Sambo menyetujui permintaan terdakwa Putri Candrawathi tersebut dan
terdakwa Putei Candrawathi meminta pulang ke Jakarta dan akan menceritakan peristiwa
yang dialaminya di Magelang setelah tiba di Jakarta," ucap jaksa. Pagi harinya, Putri bersama
Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf
bertolak dari Magelang kembali ke Jakarta. Setibanya rombongan di Ibu Kota, Sambo
merencanakan pembunuhan terhadap Yosua.

2. Suruh Ricky, lalu Richard

Perencanaan pembunuhan disusun di rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling, Duren


Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Mulanya, Sambo meminta Ricky Rizal atau Bripka
RR untuk menembak Yosua. Namun, Ricky menolak karena mengaku tak kuat mental jika
harus menembak Yosua.

Mendengar penolakan itu, Sambo memerintahkan Richard Eliezer. Menurut jaksa,


Richard langsung menyatakan kesediaannya. "Terdakwa Ferdy Sambo mengutarakan niat
jahatnya dengan bertanya kepada saksi Richard Elizer Pudihang Lumiu, 'berani kamu tembak
Yosua?'," kata jaksa.

"Atas pertanyaan terdakwa Ferdy Sambo tersebut lalu saksi Richard Eliezer Pudihang
Lumiu menyatakan kesediaannya 'siap komandan'," lanjutnya.

3. Eksekusi Brigadir J
Jaksa juga mengungkap detik-detik penembakan Brigadir J di rumah dinas Sambo di
Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sore. Mulanya, di ruang
tengah lantai satu rumah itu, telah berkumpul Sambo bersama Richard Eliezer, dan Kuat
Ma'ruf. Oleh Sambo, Kuat diperintahkan untuk memanggil Bripka RR dan Yosua untuk
masuk ke rumah. Keduanya pun menurut.
Begitu Yosua masuk ke ruangan itu, Sambo seketika memegang leher bagian belakang
dan mendorongnya. "Terdakwa Ferdy Sambo langsung memegang leher bagian belakang
korban Nofriansyah Yosua Hutabarat lalu mendorong korban Nofriansyah Yosua Hutabarat
ke depan sehingga posisi korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tepat berada di depan tangga
dengan posisi berhadapan dengan terdakwa Ferdy Sambo," kata jaksa. Usai mendorong
Yosua, Sambo memerintahkan Brigadir J berjongkok. Yosua dengan keadaan bingung
menuruti perintah Sambo.
"Terdakwa Ferdy Sambo langsung mengatakan kepada korban Nofriansyah Yosua
Hutabarat dengan perkataan 'jongkok kamu!'," ungkap jaksa. "Lalu korban Nofriansyah
Yosua Hutabarat sambil mengangkat kedua tangannya menghadap ke depan sejajar dengan
dada sempat mundur sedikit sebagai tanda penyerahan diri dan berkata 'ada apa ini?',"
lanjutnya. Tak menjawab pertanyaan Brigadir J, Sambo langsung memerintahkan Richard
Eliezer menembak Yosua. "Woi! Kau tembak! Kau tembak cepat! Cepat woi kau tembak!!"
kata jaksa memperagakan perkataan Sambo.
Bharada E yang sebelumnya telah menyatakan kesanggupannya untuk menembak Yosua
lantas mengarahkan senjata api Glock-17 ke arah Brigadir J. Dia menembakkan senjata api
miliknya itu sebanyak 3 atau 4 kali hingga Yosua terjatuh dan terkapar mengeluarkan banyak
darah. Yosua tak seketika tewas. Mengetahui itu, Sambo menembakkan pistol ke bagian
belakang kepala Yosua hingga dia dipastikan tak bernyawa. "Untuk memastikan benar-benar
tidak bernyawa lagi, terdakwa Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam
menggenggam senjata api dan menembak sebanyak satu kali mengenai tepat kepala bagian
belakang sisi kiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat hingga korban meninggal dunia," kata
jaksa. Setelahnya, Sambo menyentuhkan tangan Yosua ke pistol milik anak buahnya itu.
Dengan mengenakan sarung tangan hitam, Sambo menembakkan pistol itu beberapa kali ke
dinding rumah. Ini dilakukan demi menguatkan rekayasa baku tembak antara Brigadir J
dengan Bharada E yang telah Sambo skenariokan.

4. Janjikan uang

Setelah penembakan, Sambo menjanjikan sejumlah uang ke Richard Eliezer, Ricky Rizal,
dan Kuat Ma'ruf. Uang itu sempat diberikan dua hari setelah eksekusi Brigadir J atau 10 Juli
2022 di ruang kerja Sambo di rumah pribadinya di Jalan Saguling, sebelum akhirnya diambil
kembali.
"Terdakwa Ferdy Sambo memberikan amplop warna putih yang berisikan mata uang
asing atau dolar kepada saksi Ricky Rizal Wibowo dan saksi Kuat Ma'ruf dengan nilainya
masing-masing setara dengan Rp 500 juta. Sedangkan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu
dengan nilai setara Rp 1 miliar," kata jaksa. "Amplop yang berisikan uang tersebut diambil
kembali oleh terdakwa Ferdy Sambo dengan janji akan diserahkan pada bulan Agustus 2022
apabila kondisi sudah aman," ucap jaksa.

Kendati menarik uang kembali tersebut, Sambo memberikan ponsel merek Iphone 13 Pro
Max ke anak buahnya sebagai hadiah untuk mengganti ponsel lama mereka yang telah
dirusak atau dihilangkan. "Kemudian saat itu saksi Putri Candrawati selaku istri terdakwa
Ferdy Sambo mengucapkan terima kasih kepada saksi Ricky Rizal Wibowo, saksi Richard
Eliezer Pudihang Lumiu, dan saksi Kuat Ma'ruf," kata jaksa.

5. Rusak CCTV

Tak hanya didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua, Sambo juga
didakwa menghalang-halangi penyidikan atau obstruction of justice dalam kasus kematian
Brigadir J. Mantan jenderal bintang dua Polri itu memerintahkan anak buahnya merusak
bukti berupa rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan dengan cara mengganti DVR, juga
menghapus file rekaman CCTV. Sambo juga sempat mewanti-wanti anak buahnya yang
mengetahui isi dari rekaman CCTV asli di rumah dinasnya tak membocorkan rekaman
tersebut. "Kemudian terdakwa Ferdy Sambo meminta saksi Arif Rachman Arifin untuk
menghapus dan memusnahkan file tersebut dengan kalimat 'kamu musnahkan' dan 'hapus
semuanya'," ujar jaksa.

6. Keberatan

Mendengar dakwaan jaksa itu, Sambo mengajukan keberatan melalui tim kuasa
hukumnya. Dalam surat eksepsinya, Sambo dan tim kuasa hukum menilai bahwa surat
dakwaan jaksa tidak terang atau obscuur libel. Mereka menilai bahwa dakwaan itu hanya
didasarkan pada satu keterangan saksi.

Salah satu kronologi peristiwa dalam surat dakwaan yang dianggap hanya bersumber dari
keterangan satu saksi terkait perintah Sambo menembak Brigadir J. "Uraian tersebut di atas
yang disusun dalam surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum hanya didasarkan pada satu
keterangan saksi saja yaitu saksi Richard Eliezer Pudihang Lumia yang telah melakukan 4
kali perubahan Berita Acara Pemeriksaan," ujar pengacara Sambo, Bobby Rahmad dalam
sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). "Penuntut Umum menggunakan
keterangan satu saksi ini tanpa memperhatikan kesesuaian dengan keterangan saksi dan alat
bukti lainnya" katanya melanjutkan.

Menurut Bobby, dakwaan tersebut membuat jalannya sidang perkara akan bias dan
tendensius serta merugikan kepentingan hukum Ferdy Sambo. Untuk menguatkan hipotesis
tersebut, tim kuasa hukum Sambo mengutip kronologi dalam surat dakwaan soal keterangan
Richard Eliezer yang menyebut bahwa Sambo memerintahkan Bharada E cepat-cepat
menembak Yosua. Bobby mengatakan, dalil bahwa Sambo memerintahkan Bharada E
menembak hanya muncul dalam BAP Bharada E. "Sementara, dalam BAP Terdakwa (butir 6
halaman 3 BAP Tambahan tanggal 08 September 2022) dan BAP Saksi Kuat Ma'ruf (butir 5
halaman 8 BAP Tambahan tanggal 08 September 2022) yang saling bersesuaian, tindakan
yang diinstruksikan terdakwa '..hajar Cad!'," ujar Bobby. Oleh karenanya, dakwaan penuntut
umum dinyatakan tidak terang atau obscuur libel.

Anda mungkin juga menyukai