Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PROFESI KEGURUAN

SEJARAH PROFESI KEGURUAN

DOSEN PENGAMPU : DEVIE NOVALLYAN, S. Si, M. Pd

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

1. FARDATUL UMAROH (207210030)

2. FEDORA SALSABILA (207210019)

3. FERA DILA NINGSIH (207210072)

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI


2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah Profesi Keguruan” ini
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Ibu Devi Novallyan, S. Si, M. Pd. Pada bidang studi Tadris Biologi, Profesi Keguruan.
Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis. Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Devi Novallyan, S. Si , M. Pd selaku
dosen Profesi Keguruan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempuraan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, dan menambah wawasan.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Jambi, 10 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
A. Latar Belakang Pendidikan Guru di Indonesia ............................................................. 2
B. Sejarah Profesi Keguruan di Indonesia .......................................................................... 5

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 11


A. Kesimpulan ................................................................................................................. 11
B. Saran ........................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru harus memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugas. Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan
guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang
pendidikan tertentu.
Banyak faktor yang mempengaruhi guru dalam mengampu mata pelajaran adalah:
“a) pengetahuan dalam artian relasi latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang
diajarkan; b) keterampilan; c) kemampuan (bakat) serta motivasi; d) sikap serta tanggung
jawab dan e) perilaku dari para guru yang ada di dalam sekolah; f) pengalaman mengajar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang pendidikan guru di Indonesia?
2. Bagaimana sejarah profesi keguruan di Indonesia?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui latar belakang pendidikaan guru di Indonesia.
2. Mengetahui sejarah profesi keguruan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Pendidikan Guru di Indonesia


Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan sebagai
wahana pengembang sumber daya manusia. Melalui pendidikan manusia dapat melepaskan
diri dari keterbelakangan. Selain pendidikan kualitas pendidikan juga memiliki peranan yang
sangat penting. Kualitas pendidikan terus diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat antara
lain dengan memperbaiki sistem pendidikan, baik manajemen, kurikulum, sistem evaluasi,
peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, dan sumber daya manusia. Konsep manajemen
berbasis sekolah, Kurikulum KBK yang kemudian diubah menjadi KTSP) menjadi kurikulum
2013 (K-13) mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai menengah, perbaikan sistem Ujian
Nasional, sertifikasi guru, dan peningkatan besaran biaya pendidikan merupakan upaya nyata
guna memajukan pendidikan di Indonesia.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah menunjukkan bahwa pendidikan
mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas, kemajuan, dan
perkembangan suatu negara pada umumnya dan generasi muda pada khususnya. Salah satu
bukti bahwa kulitas guru di Indonseia masih rendah adalah Berdasarkan Laporan peringkat
Human Development Index (HDI) 2016 baru saja diumumkan tanggal 21 Maret 2017 di
Stockholm, Swedia. Laporan perkembangan indeks pembangunan manusia (HDI) ini telah
resmi dikeluarkan secara independen oleh UNDP PBB. Laporan yang dikeluarkan adalah
hasil HDI tahun 2015. Indonesia berada pada peringkat ke-113 pada tahun 2015. Sebelumnya,
peringkat HDI untuk Indonesia tahun 2014 adalah ke-110. Pada tahun 2014, Paraguay berada
satu peringkat di bawah Indonesia dan pada tahun 2015 Paraguay menyusul satu peringkat di
atas Indonesia. Di bawah Indonesia saat ini ada Palestina yang menempati peringkat ke-114.
Hal ini menggambarkan daya saing Indonesia dalam hal pendidikan masih jauh dari
memuaskan.
Dalam mempersiapkan SDM, pemerintah harus memfokuskan diri pada peningkatan
kemampuan guru. Hal ini mengingat guru merupakan komponen paling menentukan dalam
sistem pendidikan secara keseluruhan. Delors mengatakan, bahwa keberadaan dan peranan
tenaga kependidikan bagi pengembangan sekolah, dalam konteks ini sekolah harus:

2
1. Memiliki kualitas yang memadai.
2. Memiliki kualifikasi
3. Memiliki kemampuan yang sesuai.
4. Memiliki kesanggupan kerja.
Oleh karena itu, pendidik harus memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Sesuai dengan pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia
nomor 14 tahun 2005 menyatakan bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang
pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sesorang guru harus memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. Guru sebagai
tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh
seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai
dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
1. Merencanakan melaksanakan pembelajaran yang bermutu, serta
mengevaluasi hasil pembelajaran.
2. Meningkatkan kompetensi secara berkelanjutan.
3. Bertindak objektif dalam pembelajaran.
4. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik
guru, serta nilai-nilai agama dan etika.
5. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa
Guru umumnya merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Mengacu pada pendapat Rachmawati (2011) bahwa karakteristik guru yang profesional paling
sedikit ada lima, yaitu:
1. Menguasai kurikulum
2. Menguasai materi semua mata pelajaran
3. Terampil menggunakan multi metode pembelajaran
4. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugasnya
5. Memiliki kedisiplinan dalam arti yang seluas-luasnya.

3
Ashton & Webb menunjukkan, bahwa karakteristik dapat mencakup kualitas guru yang
dipandang sebagai pribadi seperti mental, usia, jenis kelamin maupun sebagai “pengalaman”
seperti status sertifikasi, latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar sebelumnya dan
sejenisnya. Beberapa karakteristik adalah kombinasi dalam jumlah yang tidak diketahui dari
pribadi dan kualitas pengalaman, misalnya, kinerja guru, tes sertifikasi seperti ujian nasional
guru dan tes mandat dari pemda. Dari penjelasan di atas, karakteristik guru dalam penelitian
ini dibatasi pada kualifikasi akademik guru satuan pendidikan SD.
Guru Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi dan Kompetensi Guru menyebutkan, bahwa setiap guru wajib memenuhi standar
kualitas akademik dan kompet ensi guru yang berlaku secara nasional, juga bahwa guru-guru
yang belum memenuhi kualifikasi akademik atau sarjana akan diatur dengan peraturan
menteri tersendiri.
Ruang lingkup dalam kajian ini menjelaskan guru layak berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14, Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Profesionalisme berkaitan dengan komitmen para penyandang profesi tersebut untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya secara terus menerus, mengembangkan strategi
baru dalam bertindak melalui proses pembelajaran yang berkelanjutan. Komitmen secara terus
menerus dan mengembangkan strategi akan meningkatkan profesional seorang guru. Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan profesionalisme adalah sifat yang mencirikan keahlian,
sikap dan pengetahuan yang harus dimiliki seseorang dalam suatu pekerjaan tertentu yang
didapatkannya melalui pendidikan, serta ilmunya secara terus meneru mengembangkan
strategi. Sedangkan profesi menurut Undang-undang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005
Pasal 2, menyatakan bahwa guru sebagai tenaga profesional yang mengandung arti bahwa
pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang
pendidikan tertentu.
Moh. Uzer Usman mengemukakan tiga tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik,
mengajar dan melatih. Syafrudin mengatakan “bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian (keterampilan dan kejujuran) tertentu”. Seseorang yang memiliki profesi harus
memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis
yang sungguh-sungguh. Berdasarkan devinisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

4
profesi merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan harus memiliki syarat,
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh dari proses pendidikan.
Latar belakang pendidikan merupakan salah satu tolak ukur guru dapat dikatakan
profesional atau tidak, semakin tinggi latar belakang pendidikan seorang guru maka
diharapkan semakin tinggi pula tingkat profesionalismenya, karena latar belakang pendidikan
akan menentukan kepribadian seseorang, termasuk dalam hal ini pola pikir dan wawasannya,
faktor-faktor inilah yang akan mempengaruhi kompetensi profesional guru dalam mengajar.
Kualitas pendidikan guru yang memadai, tentunya akan berpengaruh positif terhadap
potensi peserta didik. Latar belakang pendidikan ini diartikan sebagai tingkat pendidikan yang
telah ditempuh seseorang. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud adalah latar belakang
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang. Pendidikan minimal yang harus
dipenuhi oleh seorang guru yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang
relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Latar belakang pendidikan guru dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kesesuaian antara bidang
ilmu yang ditempuh, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 28,
bahwa “Pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional”.

B. Sejarah Profesi Keguruan di Indonesia


1. Guru di Zaman Pra-Hindu Budha, Hindu-Budha, dan Zaman Islam Masuk di
Indonesia.
Guru merupakan pekerjaan tertua. Lebih dulu dibandingkan arsitek yang baru ada
setelah manusia tidak lagi tinggal di gua. Atau, lebih juga dari insiyur metalurgi yang
baru muncul pada masa manusia mengenal logam dan pengolahannya. Pekerjaan guru
ada sejak manusia mampu berpikir dan mengenal ilmu pengetahuan.
Pada awal kemunculan, seseorang membutuhkan orang lain untuk dimintai
pendapat dan dijadikan panutan. Orang-orang kebanyakan mendatangi pertapa. Pertapa
adalah orang yang menjauhkan diri dari kehidupan duniawinya dan berdiam di suatu
tempat tertentu untuk merenung dengan harapan mendapatkan wahyu dari hal yang ia
percayai.

5
Pada umumnya, pertapa mendiami gua-gua, di bawah pohon yang besar dan
rindang. Di tempat tersebut, pertapa bersila sembari mendengarkan kesunyian. Ditempat
itulah kebanyakan orang awam percaya bahwa orang yang mampu bertapa/hidup tanpa
ada hasrat keduniawian, memiliki ilmu yang bermanfaat.
Kebanyakan pertapa adalah orang yang memang mampu secara ekonomi, atau
memiliki kekuasaan. Namun ada juga, pertapa yang berasal dari kaum yang tidak
berada. Orang-orang yang mendatangi pertapa dan dijadikan muridnya, biasanya
mengolah tanah yang dimiliki pertapa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Dalam kesehariannya, setelah mengolah tanah di pagi sampai siang hari, para
pencari ilmu mendatangi pertapa dan meminta nasihat. Nasihat nasihat yang diberikan
biasanya berupa nasihat tentang bagaimana menjalani hidup dengan tenang sesuai
dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Tuhan. Oleh karena itu, nasihat tersebut kadang
berupa tugas yang harus dilalui oleh pencari ilmu dan baru boleh kembali pada saat
mereka sudah menyelesaikan tugasnya.
Selanjutnya, sistem pendidikan pada masa kerajaan hindu-budha, sudah mengenal
adanya guru. Pada masa agama hindu, yang mengenal sistem kasta, guru berasal dari
kasta Brahmana yang dikenal dengan nama begawan. Dalam hal ini, kasta guru
setingkat lebih rendah dari raja. Oleh karena itu, Begawan memiliki hak-hak tertentu,
dan cenderung dimuliakan oleh masyarakat karena dianggap sebagai penjelmaan
kehidupan spiritual kebenaran. Pada masa itu, di dalam menyampaikan pengetahuan
dari buku suci (Weda), para siswa tinggal di rumah Begawan tersebut serta mengabdi
dengan penuh kesetiaan dan pengabdian. Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada
saat ajaran agama Budha mempengaruhi nusantara. Jejak pengajaran pada masa budha,
dapat diketahui melalui pada zaman kerajaan Sriwijaya. Tujuan utama pendidikan
berdasarkan ajaran Sidharta Gautamma, yakni setiap manusia penganut Budha dididik
menjadi manusia sempurna agar dapat masuk nirwana/ surga. Salah seorang guru yang
terkenal adalah Darmapala. Sistem pengajarannya menggunakan format asrama sebagai
sekolah sekaligus tempat tinggal para siswa dan guru. “Belajar menjadi etos baru bagi
kehidupan umat. Hal ini dibuktikan melalui bentuk dari salah satu arca di Candi
Borobudur. Arca Dhyani Budha bersikap darma cakra mudra, kedua tangannya di dada
menggambarkan, bahwa manusia hidup harus belajar (PGRI, 2008: 3)”. Corak

6
pendidikan masa hindu-budha, ternyata memberikan pengaruh pula pada sistem
pendidikan islam.
Masuknya islam ke tanah air mempengaruhi sudut pandang masyarakat, yang
memerlukan pendalaman ajaran agama islam. Oleh karena itu, dikenalah sistem
pesantren. Dalam proses belajarnya, pesantren mengandung corak ajaran hindu-budha.
Pesantren mempercayakan pendidikan pada seorang guru yang disebut kiyai. Pada
mulanya pembelajaran dilaksanakan di langgar-langgar atau pelataran masjid. Namun,
karena jumlah santri semakin banyak maka pembelajaran dilakukan di rumah kiyai.
Kemudian untuk dapat memaksimalkan pemahaman akan ajaran agama islam, maka
pesantren menjadi sistem asrama. Sehingga murid atau santri tinggal berdekatan dengan
guru. Hal tersebut kemudian membawa pengaruh bagi perkembangan pesantren,
sehingga pesantren menjadi lebih besar peranannya. Selain sebagai sarana belajar,
pesantren telah dipercaya oleh masyarakat sebagai pewaris nilai-nilai guna melengkapi
nilai-nilai yang diajarkan dalam lingkungan keluarga. Berkembangnya peran pesantren
tersebut, akhirnya memunculkan konsekuensi logis adanya tuntutan pemenuhan
kebutuhan hidup bagi para santri dan guru yang tinggal di pesantren.
Akhirnya, pesantren mengajarkan untuk mengelola alam, sehingga pesantren
berupaya mandiri dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Apabila menilik
kemampuan pesantren dalam pewarisan nilai-nilai, tidak lepas dari peran kiai sebagai
pemimpin pesantren. Karena pada umumnya sebuah pesantren dapat berdiri karena
gagasan seorang kiai yang telah mempuni bidang keilmuannya, sehingga perlu
meneruskan pengetahuannya pada generasi selanjutnya.

2. Guru di Zaman Pendudukan Belanda di Indonesia.


Selanjutnya pada masa kolonial Belanda pun memberikan warna tersendiri pada
pembangunan pendidikan indonesia. Masa kolonial Belanda memperkenalkan sekolah,
yang pada dasarnya mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Sekolah pada awal kemunculannya berkembang di Yunani, yang berarti waktu luang.
Hal ini dilakukan oleh para orang tua yang bekerja, sehingga tidak memiliki waktu
untuk memberikan pengajaran pada anak-anaknya. Sehingga anak-anak dipercayakan
pada orang yang dianggap memiliki pengetahuan yang lebih di sekolah. Pada akhirnya

7
sekolah menjadi tempat perkumpulan bagi anak-anak untuk mengkaji mengenai suatu
permasalahan yang berkaitan dengan keilmuan (Topatimasang, 2013: 5-6)”.
Perkembangan sekolah muncul di berbagai Negara, termasuk Belanda yang pada
akhirnya menerapkan sistem sekolah pula di Indonesia. Namun, sistem sekolah yang
diperkenalkan oleh kaum kolonial terhadap rakyat Indonesia ini hanya diperuntukan
bagi orang Belanda itu sendiri serta kaum ningrat.
Adanya sekolah pada masa kolonial, bukan bermaksud mencerdaskan kehidupan
bangsa, sebagaimana hakikat pendidikan. Tetapi, sekolah pada saat itu mulai
memperkenalkan masyarakat pada orientasi bekerja dan upah. “Tahun 1617 pemerintah
kolonial Belanda mendirikan sekolah pertama di Batavia (Jakarta). Sekolah ini masa
belajarnya selama lima tahun.
Tujuan utama sekolah ini, yakni menghasilkan tenaga administrasi yang cakap,
yang nantinya bisa dipekerjakan pemerintah, administrasi dan gereja. Bahasa pengantar
yang digunakan adalah bahasa Belanda. Tahun 1648, seiring dengan mulai
kompleksnya mekanisme penyelenggaraan pendidikan, maka kali pertama pemerintah
Belanda membuat undang undang sekolah yang menjadi cikal bakal sistem sekolah
yang dikenal saat ini. Isinya, antara lain:
a. Sekolah yang akan didirikan harus dengan izin pemerintah Belanda.
b. Jam sekolah berlangsung mulai pukul 08.00-11.00 atau pukul 14.00-17.00.
c. Pelajaran campuran murid laki-laki dan perempuan dilarang.
d. Hari libur dan uang sekolah diatur pemerintah.
e. Sekolah-sekolah harus dipantau 2 kali setahun (PGRI, 2008: 7)” Sedangkan,
bagi rakyat pribumi biasa tidak disediakan sekolah oleh kolonial.
Sehingga pendidikan rakyat berlangsung di daerah-daerah secara mandiri yang
dikelola oleh masyarakat setempat. Melalui sistem sekolah yang dideklarasikan oleh
kolonial, maka berimbas pula pada guru. Guru pada awalnya diangkat secara
sembarang, karena kualifikasinya hanya mampu membaca, menulis dan berhitung saja,
serta satu orang guru dapat mengajar puluhan bahkan ratusan murid. Akhirnya, pada
April 1852 di Surakarta didirikan Kweekschool, yang merupakan sekolah guru pertama.
Sejak inilah guru menjadi sebuah profesi baru di kalangan masyarakat. Guru yang akan
mengajar di sekolah-sekolah diikat oleh syarat-syarat tertentu, terutama haruslah

8
tamatan dari sekolah guru buatan Belanda. Namun, dengan kebijakan tersebut tidak
membuat para guru lupa kulitnya, karena guru justru berupaya mengambil peran dalam
pencerdasan bangsa.
Munculnya sekolah yang didirikan Belanda pada kenyataannya mengilhami
beberapa tokoh pejuang bangsa ini untuk turut serta mendirikan sekolah serupa. Karena
dalam sumber lain menyatakan bahwa tujuan Belanda mendirikan sekolah di Nusantara
bukan semata-mata untuk menjalankan politik yang menguntungkan Belanda.
Melainkan terdapat maksud untuk memberikan satu jejak positif terhadap Negara
jajahan agar mampu mengembangkan dirinya kelak melalui pendidikan. Karena
bagaimanapun akan selalu diamini bahwa pengembangan SDM adalah melalui
pendidikan. Pada akhirnya, perguliran sejarah pergerakan kebangsaan di tanah air telah
mencatatkan figur guru tidak hanya sebagai pengajar, melainkan juga sebagai pejuang
di garda depan yang mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Tokoh-tokoh yang
mengembangkan lembaga pendidikan diantaranya, Organisasi Budi Utomo yang
dipimpin oleh Dr.Wahidin Sudiro Husodo; Muhammadiyah yang diprakarsai oleh
Ahmad Dahlan; K.H Hasyim Ashari yang mendirikan organisasi Nahdatul Ulama (NU)
yang bertujuan mengembangkan dan memajukan pendidikan anak bangsa; serta Ki
Hajar Dewantara (Suryadi Suryaningrat) yang mendirikan Perguruan Taman Siswa
dengan tiga semboyannya yang sebenarnya dicetuskan oleh kakak Kartini, Sasro
Kartono, yang sengaja diucapkan berdasarkan hasil pikirannya bahwa sebagai seorang
guru harus berada di depan, tengah dan belakang. Banyak tokoh pejuang lain seperti
R.A Kartini, Dewi sartika dan Rohana Kudus yang juga mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan dengan cirri khasnya masing-masing.
Melalui organisasi yang berlatar belakang pendidikan tersebutlah nyata
perjuangan bangsa Indonesia. Lalu bagaimana dengan kondisi guru pada saat itu? Guru
pada saat itu sudah berupaya dikelola dengan lebih baik. Karena telah tersedianya
berbagai sekolah guru, namun tetap dalam pengawasan kolonial. Sehingga sekolah guru
pun terkotak-kotakan, ada sekolah guru yang dikhususkan akan mengajar bangsa
Belanda, sekolah guru pengajar bangsawan serta sekolah guru pengajar rakyat biasa.
Kondisi tersebut menjadikan tidak adanya penyetaraan pendidikan. Namun, hal yang

9
menarik yang terjadi pada saat itu, guru tetap menjadi suri teladan bagi masyarakat.
Guru pun memiliki idealisme dalam menjalani profesinya, yakni mencerdaskan bangsa.
Pada tahun 1871 keluar peraturan pemerintah yang mengatur mengenai
pendidikan guru bumiputera (Kweekschool). Karena pengadaan sekolah dasar
bumiputera harus didahului oleh pengadaan tenaga gurunya atas dasar peraturan itu
maka, jumlah dari Kweekschool diperbanyak.
Pendidikan guru menjadi masalah penting dalam masa perluasan pendidikan.
Sekolah Guru (Kweekschool) pertama dibuka pada tahun1852 di Solo, segera diikuti
oleh Sekolah Guru lainnya dipusat bahasa-bahasa utama di Indonesia.
Sekolah-sekolah ini menghasilkan lebih dari 200 guru antara 1887 dan 1892,
setelah depresi ekonomi jumlahnya dikurangi. Para lulusan dari HIS dan yang sederajat
dapat diterima di Kweekschool. Dengan waktu lama belajar selama 6 tahun, kemudian 5
tahun dan akhirnya 4 tahun dengan bahasa pengantar adalah bahasa Belanda, lulusan
Kweekschool ini memiliki wewenang untuk mengajar hingga kelas tertinggi seperti
sekolah menegah.
Guru dalam artian formal pada masa Pemerintah Hindia Belanda dihasilkan dari
sekolah yang bernama Kweekschool (Pendidikan Keguruan). Pendidikan Keguruan ini
mulai diatur pada tahun 1871 setelah keluarnya Peraturan Pemerintah yang menyatakan
bahwa pengadaan sekolah dasar bumiputera harus didahului oleh pengadaaan tenaga
gurunya.
Oleh karena itu maka, pemerintah mulai mengadakan sekolah yang menjuruskan
siswanya untuk menjadi seorang calon guru yang nantinya akan mengimbangi tenaga
didik dan perkembangan sekolah. Pada saat itu sekolah mulai banyak didirikan di
wilayah wilayah yang terdapat di Hindia Belanda.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Latar belakang pendidikan merupakan salah satu tolak ukur guru dapat dikatakan
profesional atau tidak, semakin tinggi latar belakang pendidikan seorang guru maka
diharapkan semakin tinggi pula tingkat profesionalismenya, karena latar belakang
pendidikan akan menentukan kepribadian seseorang, termasuk dalam hal ini pola pikir dan
wawasannya, faktor-faktor inilah yang akan mempengaruhi kompetensi profesional guru
dalam mengajar.
Tahun 1617 pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah pertama di Batavia
(Jakarta). Sekolah ini masa belajarnya selama lima tahun. Tujuan utama sekolah ini, yakni
menghasilkan tenaga administrasi yang cakap, yang nantinya bisa dipekerjakan pemerintah,
administrasi dan gereja. Pada April 1852 di Surakarta didirikan Kweekschool, yang
merupakan sekolah guru pertama. Sejak inilah guru menjadi sebuah profesi baru di kalangan
masyarakat. Pada tahun 1871 keluar peraturan pemerintah yang mengatur mengenai
pendidikan guru bumiputera (Kweekschool). Karena pengadaan sekolah dasar bumiputera
harus didahului oleh pengadaan tenaga gurunya atas dasar peraturan itu maka, jumlah dari
Kweekschool diperbanyak.

B. Saran
Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna. Kesalahan dalam
pengerjaan, metodologi penulisan dan pemilihan kata cakupan masalah yang masih kurang
adalah dianara kekurangan dalam makalah ini. Karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat kami butuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bahri Samsul. Analisis Kesesuaian Antara Latar Belakang Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah Dengan Mata Pelajaran Yang Diampu. Jurnal Numeracy. Vol. 6, No. 1, 2019
Dewi Praresta Sasmaya. Perkembangan Kweekschool (Sekolah Guru) Di Yogyakarta Tahun
1900-1927. Jurnal Prodi Ilmu Sejarah Vol. 4 No. 3. 2019

12

Anda mungkin juga menyukai