Anda di halaman 1dari 5

UJIAN AKHIR SEMESTER HI MATKUL DIPLOMASI

NAMA : NUR AFIAD SYAMIAJAYA

NIM : 2260128008

1. Secara Etimologis Kata “diplomasi” berasal dari kata Yunani “diploun” berarti
melipat. Pada Kekaisaran Romawi semua paspor yang melewati jalan negara dan
surat-surat jalan dicetak pada piringan logam dobel, dilipat dan dijahit jadi satu.
Surat jalan logam ini disebut “diplomas” (Menurut Nicholson). Zaman Pertengahan,
semua surat resmi negara yang dikumpulkan, disimpan di arsip, yang berhubungan
dengan hubungan internasional dikenal dengan nama “diplomaticus” atau
“diplomatique”. Siapapun yang berhubungan dengan surat-surat tersebut dikatakan
sebagai milik “res diplomatique” atau “bisnis diplomatik”. Dari masa ke masa kata
“diplomasi” dihubungkan dengan manajemen hubungan internasional dan siapapun
yang ikut mengaturnya dianggap sebagai “diplomat”. Beberapa menurut para pakar
pengertian dari diplomasi sbb :
a. KM Panikkar, dalam buku “The Principle and Practice of Diplomacy”
menyatakan “Diplomasi dalam hubungannya dengan politik internasional
adalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam hubungannya
dengan negara lain”.
b. Svarlien, Diplomasi adalah seni dan ilmu perwakilan negara dan
perundingan.
c. Ivo D. Duchacek, Diplomasi biasanya didefinisikan sebagai praktek
pelaksanaan politik luar negeri suatu negara dengan cara negosiasi dengan
negara lain.
d. Hans J. Morgenthau, Memberikan arti diplomasi dalam arti luas dan arti
sempit ;
Dalam arti luas, Diplomacy is formulation and execution of foreign policy on
all levels, the highest as well as the sub-ordinate. (Diplomasi adalah
pembentukan dan pelaksanaan politik luar negeri dalam segala tingkatnya,
dari yang tertinggi hingga yang terendah) Jadi dalam hal ini menyangkut
perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri dalam segala tingkatnya.
Dalam arti sempit, Diplomasi adalah suatu medium, channel, atau cara
dimana hubungan resmi antara pemerintah itu terjadi.
Dalam prakteknya diplomasi harus dibedakan dengan politik luar negeri, oleh
karena itu diperlukan adanya batasan diantara kedua konsep tersebut. Dimana, “
diplomasi bukanlah merupakan kebijakan, tetapi merupakan lembaga untuk
memberikan pengaruh terhadap kebijakan tersebut. Namun diplomasi dan
kebijakan keduanya saling melengkapi karena seseorang tidak akan dapat
bertindak tanpa kerjasama satu sama lain. Diplomasi tidak dapat dipisahkan dari
politik luar negeri, tetapi keduanya bersama-sama merupakan kebijakan eksekutif-
kebijakan untuk menetapkan strategi, diplomasi dan taktik”. Disatu pihak, kebijakan
atau politik luar negeri memiliki perhatian pada substansi dan kandungan dari
hubungan luar negeri, dan dipihak lain, perhatian diplomasi dipusatkan kepada
metodologi untuk melaksanakan kebijakan luar negeri1.
Berikut adalah contoh kasus diplomasi di suatu negara: Perjanjian Damai Oslo
antara Israel dan Palestina (1993)
Pada tanggal 13 September 1993, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan
Perunding Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Mahmoud
Abbasmenandatangani Deklarasi Prinsip-prinsip Pengaturan Pemerintahan Sendiri
Sementara, yang biasa disebut sebagai “Perjanjian Oslo,” di Gedung Putih. Israel
menerima PLO sebagai wakil Palestina, dan PLO meninggalkan terorisme serta
mengakui hak Israel untuk hidup dalam damai. Kedua belah pihak sepakat bahwa
Otoritas Palestina (PA) akan dibentuk dan memikul tanggung jawab pemerintahan
di Tepi Barat dan Jalur Gaza selama periode lima tahun2.
Kasus ini adalah contoh diplomasi yang berhasil dalam menyelesaikan konflik
yang berlarut-larut antara Israel dan Palestina. Perundingan damai yang diadakan
di Oslo, Norwegia, menghasilkan Perjanjian Damai Oslo pada tahun 1993.
Perjanjian ini mencakup beberapa aspek, seperti pengakuan resmi Israel terhadap
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai wakil rakyat Palestina,
pembentukan Otoritas Palestina di Wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan rencana
untuk penarikan Israel dari sebagian besar wilayah pendudukan.
Diplomasi di sini melibatkan peran mediator Norwegia dan upaya diplomatik
yang berkelanjutan dari kedua pihak. Hasilnya adalah terciptanya kesepakatan yang
memberikan harapan akan perdamaian dan penyelesaian konflik yang
berkepanjangan. Namun, meskipun ada kemajuan signifikan yang dicapai melalui
Perjanjian Oslo, konflik Israel-Palestina belum sepenuhnya terselesaikan dan masih
menjadi perhatian diplomasi internasional hingga saat ini.
2. Perkembangan diplomasi di era globalisasi mencerminkan perubahan dalam
dinamika hubungan internasional akibat peningkatan integrasi ekonomi, teknologi
informasi, mobilitas manusia, dan pengaruh aktor non-negara. Berikut beberapa
perkembangan utama dalam diplomasi era globalisasi:
a. Peran Aktor Non-Negara : Organisasi non-pemerintah (NGO), perusahaan
multinasional, dan kelompok masyarakat sipil memiliki peran yang semakin
besar dalam diplomasi global. Mereka dapat memengaruhi kebijakan negara-
negara dan menjadi mitra atau penekan dalam berbagai isu internasional.
b. Komunikasi Digital : Teknologi informasi dan media sosial telah mengubah
cara diplomat berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat internasional.
Diplomat dapat langsung berkomunikasi dengan publik global dan mengakses
informasi dalam waktu nyata, tetapi juga harus mengatasi tantangan dalam
mengelola citra dan menghadapi disinformasi.

1 (Asep Setiawan, 2016, Teori dan Praktik Diplomasi, Jakarta : Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah)

2 https://history.state.gov/milestones/1993-2000/oslo
c. Perdagangan dan Ekonomi : Diplomasi ekonomi semakin penting karena
perdagangan internasional, investasi, dan kebijakan ekonomi global memiliki
dampak yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi dan politik. Negara-negara
bekerja sama untuk mempromosikan kepentingan ekonomi mereka dan
memenuhi kewajiban perdagangan internasional.
d. Isu-isu Global : Diplomasi global harus mengatasi isu-isu lintas batas seperti
perubahan iklim, terorisme internasional, penyebaran senjata nuklir, kesehatan
global, migrasi, dan perdagangan ilegal. Negara-negara bekerja sama melalui
perjanjian internasional untuk menghadapi tantangan ini.
e. Kerjasama Regional : Di era globalisasi, kerjasama regional menjadi lebih
signifikan. Blok ekonomi dan keamanan regional seperti Uni Eropa, ASEAN, dan
MERCOSUR memainkan peran penting dalam diplomasi dan mengatasi isu-isu
yang berkaitan dengan wilayah mereka.
f. Diplomasi Digital dan Cybersecurity : Diplomasi digital dan keamanan siber
semakin penting dalam mengatasi ancaman siber, konflik siber, dan masalah
privasi data. Negara-negara berusaha untuk mengembangkan norma-norma
perilaku siber internasional.
g. Krisis Kemanusiaan : Diplomasi kemanusiaan semakin diperlukan dalam
menangani krisis seperti konflik bersenjata, pengungsi, dan bencana alam.
Organisasi internasional dan negara-negara bekerja sama untuk memberikan
bantuan kemanusiaan dan melindungi hak asasi manusia.
h. Isu Lingkungan : Diplomasi lingkungan berkembang pesat untuk mengatasi
isu-isu seperti perubahan iklim, keanekaragaman hayati, dan pelestarian
sumber daya alam. Kesepakatan internasional seperti Perjanjian Paris tentang
Perubahan Iklim menjadi contoh diplomasi lingkungan yang signifikan.
i. Diplomasi Budaya dan Pendidikan : Diplomasi budaya dan pertukaran
pendidikan digunakan oleh negara-negara untuk mempromosikan budaya dan
nilai-nilai mereka di dunia, memperluas pengaruh budaya mereka, dan
meningkatkan pemahaman antarbudaya.
j. Krisis Kesehatan Global : Diplomasi kesehatan global, seperti yang terlihat
selama pandemi COVID-19, memainkan peran penting dalam merespons
wabah penyakit global dan mengkoordinasikan tanggapan internasional.
Perkembangan-perkembangan ini mencerminkan kompleksitas diplomasi di
era globalisasi, di mana isu-isu nasional dan internasional semakin saling terkait.
Diplomasi yang berhasil mengharuskan negara-negara untuk bekerja sama secara
lebih efektif, beradaptasi dengan perubahan, dan mengembangkan solusi
kolaboratif dalam mengatasi masalah global.
3. A. Hubungan diplomatik antara Rusia dan Ukraina telah menjadi topik yang
sangat kompleks dan kontroversial dalam beberapa tahun terakhir. Konflik yang
berkepanjangan di antara keduanya, terutama setelah aneksasi Rusia atas
Semenanjung Crimea pada tahun 2014 dan konflik di wilayah Donetsk dan Luhansk,
telah menghasilkan ketegangan yang dalam dan mempengaruhi hubungan diplomatik
mereka. Sejarah hubungan diplomatik antara Rusia dan Ukraina memiliki akar yang
panjang dan rumit. Ukraina adalah bagian penting dari Kekaisaran Rusia sebelum
kemerdekaannya pada tahun 1991 setelah runtuhnya Uni Soviet. Namun, setelah
kemerdekaan Ukraina, hubungan antara kedua negara tidak selalu mulus.
Peristiwa paling menonjol dalam hubungan diplomatik Rusia-Ukraina adalah
aneksasi Rusia atas Semenanjung Crimea. Ini menyebabkan reaksi keras dari
Ukraina dan komunitas internasional, yang tidak mengakui tindakan ini sebagai sah.
Aneksasi Crimea menjadi pemicu konflik yang lebih luas antara kedua negara. Konflik
bersenjata di wilayah Donetsk dan Luhansk di Ukraina Timur telah berlangsung
selama bertahun-tahun. Rusia telah dituduh mendukung pemberontakan separatis di
wilayah ini, meskipun Rusia membantah keterlibatannya secara langsung. Konflik ini
telah menyebabkan ribuan korban jiwa dan merusak hubungan antara kedua negara.
Upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik di Ukraina Timur telah dilakukan melalui
proses negosiasi Minsk. Prosedur ini dipandu oleh OSCE dan melibatkan pihak-pihak
yang terlibat, termasuk Rusia, Ukraina, dan kelompok separatis. Meskipun beberapa
perjanjian telah dicapai, pelaksanaannya sering kali terhenti. Implikasi Hubungan
Diplomatik :
a. Sanksi Internasional : Konflik di Ukraina telah memicu sanksi ekonomi
terhadap Rusia oleh negara-negara Barat sebagai tekanan diplomatik untuk
mengakhiri konflik dan mengembalikan kedaulatan Ukraina. Rusia telah
merespons dengan sanksi terhadap beberapa negara tetangga yang
mendukung Ukraina.
b. Polarisasi Internasional : Konflik ini telah menciptakan polarisasi dalam
diplomasi internasional, dengan beberapa negara mendukung Ukraina dan yang
lainnya mendukung Rusia. Ini telah memengaruhi hubungan diplomatik Rusia
dengan negara-negara Barat.
c. Isu Pengungsi : Konflik di Ukraina telah menghasilkan krisis pengungsi,
dengan sejumlah besar penduduk yang mengungsi ke negara-negara tetangga.
Ini telah menciptakan tantangan diplomatik dalam menangani krisis pengungsi
dan mendukung mereka yang terkena dampak.
d. Kekhawatiran Keamanan Regional : Konflik ini juga telah menciptakan
kekhawatiran keamanan di kawasan Eropa. Negara-negara tetangga, seperti
Polandia dan Baltik, khawatir akan ancaman terhadap kedaulatan mereka.
Hubungan diplomatik antara Rusia dan Ukraina saat ini menghadapi tantangan
serius akibat konflik yang berkepanjangan dan kontroversial. Meskipun upaya
diplomatik terus berlanjut melalui perjanjian Minsk dan negosiasi lainnya, solusi damai
yang berkelanjutan tetap sulit dicapai. Implikasi geopolitik dan kemanusiaan dari
konflik ini berdampak luas dalam diplomasi internasional dan terus menjadi fokus
perhatian dunia. Solusi yang diperlukan akan membutuhkan komitmen kuat dari
semua pihak yang terlibat dan upaya diplomatik yang berkelanjutan.
Upaya diplomasi oleh beberapa negara di dunia untuk perdamaian di Ukraina
agaknya masih menemui jalan terjal. Rusia setidaknya hanya bersedia merendahkan
tone eskalasi militernya di Ukraina. Pertemuan antara Putin dan Zelensky dalam
waktu dekat ini pun mustahil dilakukan. Hal itu ditambah negara NATO maupun
negara EU belum mencabut sanksi terhadap Rusia dan malah terkesan memanas-
manasi. EU juga menilai China memiliki peran strategis dalam pusaran konflik Rusia
melawan Ukraina. Dalam pertemuan virtual KTT EU-China awal April 2022, EU terus
mendesak China agar mengambil tindakan dan menekan Rusia untuk mengakhiri
konflik. Selain itu, Presiden Komisi EU Ursula von der Leyen juga meminta China
untuk tidak membantu Rusia dalam hal apapun dalam menghindari sanksi yang telah
diterapkan oleh negara-negara di dunia3.
B. Dalam pandangan realisme dalam hubungan internasional, konflik antara
Rusia dan Ukraina dapat dijelaskan sebagai pertentangan kepentingan antara dua
negara yang bersaing untuk pengaruh dan kekuasaan. Realisme menyoroti
persaingan kekuatan sebagai faktor utama dalam hubungan internasional. Konflik
Rusia-Ukraina mencerminkan upaya Rusia untuk mempertahankan atau memperluas
pengaruhnya di wilayah tetangga dan Ukraina berusaha untuk mempertahankan
kedaulatannya. Ini adalah contoh persaingan antara kekuatan besar (Rusia) dan
negara yang lebih kecil (Ukraina). Realisme mendorong negara-negara untuk mencari
keseimbangan kekuatan untuk melindungi kepentingan nasional mereka. Ukraina
mencari dukungan dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Uni
Eropa, sebagai upaya untuk mengimbangi kekuatan Rusia.
Dalam perspektif realisme, konflik Rusia-Ukraina adalah contoh konkret dari
bagaimana negara-negara bertindak sesuai dengan kepentingan nasional mereka
dan berkompetisi untuk mempertahankan atau memperluas kekuasaan mereka.
Solusi damai dalam konflik semacam ini sering kali sulit dicapai karena pertentangan
kepentingan yang mendalam antara negara-negara yang terlibat.

3. https://www.cnbcindonesia.com/opini/20220413115900-14-331310/bersama-sama-mengupayakan-perdamaian-rusia-
dan-ukraina

Anda mungkin juga menyukai