Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY.R UMUR 22 TAHUN


P1A0 POST SC HARI KE 1 DI RUANG VK RSU KUMALA SIWI
KUDUS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik


Stase Nifas dan Menyusui

Oleh :
Novia Ismawati
NIM 2202218009

PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY.R UMUR 22 TAHUN
P1A0 POST SC HARI KE 1 DI RUANG VK RSU KUMALA SIWI
KUDUS

Oleh
Nama : Novia Ismawati
NIM : 12020170006

Menyetujui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Dwi Astuti, S.SiT.,M.Kes Nur Inayah, Amd. Keb


NIDN : 0602068301 NIK 2012050032

Mengetahui
Ketua Program Studi Profesi Bidan

Indah Puspitasari, S.SiT.,M.Keb


NIDN : 0628098801

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,


anugrah, serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas laporan pendahuluan pada stase Nifas dan Menyusui
yang berjudul “Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Pada Ny.R Umur 22 Tahun
P1A0 Post SC Hari Ke 1 di Ruang VK RSU Kumala Siwi Kudus”.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk
itu perkenankan kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada dosen
pembimbing, pembimbing lahan dan semua pihak yang tidak bisa kami
sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Laporan yang telah kami buat ini masih jauh dari kata sempurna oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif. Semoga
laporan ini dapat menjadi bahan referensi dan bermanfaat bagi kita semua

Kudus, Agustus 2023


Penulis

Novia Ismawati

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................ i


Halaman Pengesahan............................................................................... ii
Kata Pengantar ....................................................................................... iii
Daftar Isi ................................................................................................. iv
BAB I Pendahuluan ................................................................................ 1
A.Latar Belakang................................................................................ 1
B.Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C.Tujuan ............................................................................................ 2
D.Manfaat Penulisan ......................................................................... 3
BAB II Kajian Kasus .............................................................................. 5
I. Pengkajian Data ....................................................................... 5
II. Interpretasi Data ....................................................................... 11
III. Identifikasi Diagnosa Potensial ................................................ 12
IV. Kebutuhan Segera .................................................................... 12
V. Intervensi .................................................................................. 13
VI. Implementasi ............................................................................ 13
VII. Evaluasi .................................................................................... 14
BAB III Pembahasan .............................................................................. 16
BAB IV Penutup .................................................................................... 21
A. Kesimpulan ................................................................................. 21
B. Saran ........................................................................................... 22
Daftar Pustaka ........................................................................................ 23

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan merupakan proses fisiologis yang dialami saat dinanti-nantikan
ibu hamil untuk dapat merasakan kebahagiaan melihat dan memeluk
bayinya.Proses persalinan dapat dilakukan melalui jalan lahir (persalinan
pervaginam) dan persalinan melalui sayatan pada dinding perut dan dinding
rahim (perabdominan) yang dikenal dengan bedah cesar atau seksio
sesarea. Persalinan bisa saja berjalan secara normal, namun tidak jarang
proses persalinan mengalami hambatan dan harus dilakukandengan operasi
(Heryani R, 2017)
Masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 42hari, merupakan waktu
yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal.
Masa nifas adalah masa yang dimulai dari plasenta lahir sampai alat-alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil, dan memerlukan waktu kira-
kira 6 minggu (Reni Y, 2017)
Berdasarkan kondisi pasien, tindakan Sectio Caesarea(SC) dibedakan
menjadi dua yaitu, Sectio Caesarea terencana (elektif) dan Sectio Caesarea
darurat (emergensi). Sectio Caesarea terencana(elektif) merupakan tindakan
operasi yang sudah direncanakan jauh –jauh hari sebelumnya sedangkan Sectio
Caesarea darurat (emergensi) adalah tindakan operasi yang didasarkan pada
kondisi ibu saat tersebut. Sectio Caesarea dilakukan atas 2 faktor indikasi
yaitu faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu antara lain panggul sempit,
distosia mekanis, dan riwayat SC. Faktor janin antara lain gawat janin, cacat
atau kematian janin sebelumnya, plasenta previa, malpresentasi, makrosomia,
dan infeksi virus herpes (Cunningham F, 2018)
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2020 angka persalinan
dengan metode SC meningkat di seluruh dunia dan melebihi batas kisaran

1
10%-15% yang direkomendasikan. Menurut statistik dan 3.509 kasus SC,
indikasi untuk SC antara lain disproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%,
Plasenta previa 11%, pernah SC 11%, kelainan letak janin 10%, pre eklampsia
dan hipertensi 7%.
Persalinan SC di Indonesia sebesar17,6% tertinggi di wilayah DKI Jakarta
sebesar 31,3% dan terendah di Papua sebesar 6,7% dan di Jawa tengah,
proporsi sectio caesarea adalah 17,1% (Kemenkes RI, 2020). Semakin
banyaknya angka persalinan dengan SC adalah karena selain untuk menolong
kegawat daruratan persalinan, operasi SC kadang dilakukan untuk alasan yang
tradisional, misalnya untuk mendapatkan hari kelahiran anak yang terbaik
menurut kepercayaan. Bagi sekelompok orang, operasi SC dianggap sebagai
alternatif persalinan yang mudah dan nyaman (Nadiya and Mutiara, 2018)
Jumlah kasus kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2020
sebesar 98,6/100.000KH, dengan penyebab kematian sebesar 29,6% karena
preeklampsia/eklampsia 29,6%, perdarahan 24,5%, dan karena penyebab
lainnya sebesar 27,6% (Dinkes, 2021)
Persalinan melalui operasi SC memiliki resiko yang membahayakan nyawa
ibu dan janin dibandingkan persalinan normal. Resiko tersebut yaitu resiko
infeksi yang dapat terjadi jika manajemen perawatan luka yang dilakukan tidak
sesuai Standar Operasional Prosedural (SOP) dan perawatan luka tidak secara
aseptik, hal ini diperkuat oleh data dari catatan medis yang menunjukan ada
sekitar 15% kematian ibu nifas akibat infeksi (Kemenkes RI, 2019)
Di Rsu Kumala Siwi, pasien SC lebih banyak daripada pasien dengan partus
spontan. Pada bulan Mei 2023 sebanyak 140 pasien, bulan Juni 2023 sebanyak
115 pasien, dan pada bulan Juli 2023 sebanyak 90 pasien. Dari uraian diatas,
maka penulis berminat untuk membuat laporan pendahuluan tentang Askeb Ibu
Nifas Posc SC.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang diatas penulis merumuskan “ Bagaimana
memberikan Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Ny R umur 22 Tahun P1A0
Hari ke 1 di ruang VK RSU Kumala Siwi Kudus”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk melaksanakan asuhan kebidanan pada Ibu nifas Post SC hari ke 1
di Ruang VK RSU Kumala Siwi Kudus
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data pada Ibu Nifas Post SC hari Ke
1
b. Mampu menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa
atau masalah pada Ibu Nifas Post SC hari Ke 1
c. Mampu menegakan masalah potensial pada Ibu Nifas Post SC hari
Ke 1
d. Mampu mengantisipasi tindakan segera pada Ibu Nifas Post SC hari
Ke 1
e. Mampu menyusun rencana asuhan pada Ibu Nifas Post SC hari Ke 1
f. Mampu melaksanakan rencana asuhan pada Ibu Nifas Post SC hari
Ke 1
g. Mampu mengevaluasi hasil asuhan kebidanan pada Ibu Nifas Post
SC hari Ke 1

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan stase Nifas Program Studi
Pendidikan Profesi Kebidanan Universitas Muhammadiyah Kudus.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti

3
Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman secara
langsung sekaligus penanganan dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh selama di akademik, serta menambah wawasan dalam
penerapan proses manajemen Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post SC
hari ke 1
b. Bagi Profesi
Dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan
pertimbangan dalam pembelajaran asuhan kebidanan serta
meningkatkan ketrampilan dalam Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post
SC hari ke 1
c. Bagi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan studi banding
dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan dengan gangguan rasa
nyaman nyeri pada Ibu Nifas Post SC hari ke 1.
d. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan bahan referensi perpustakaan Universitas
Muhammadiyah Kudus dalam Stase Nifas Program Studi Pendidikan
Profesi Kebidanan.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. NIFAS
1. Pengertian
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi secara
perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi (Maritalia, 2015).
Masa nifas (puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu puer yang artinya
bayi dn porous yang artinya melahirkan atau masa sesudah melahirkan.
Asuhan kebidanan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang
diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan
kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil atau mendekati
keadaan sebelum hamil. Periode masa nifas (puerperium) adalah periode
waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Proses dimulai setelah
selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali
seperti keadaan sebelum hamil/ tidak hamil sebagai akibat dari adanya
perubahan fisiologis dan psikologis karena proses persalinan(Saleha, 2013)
2. Tahapan Masa Nifas
Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap yaitu :
a. Puerperium Dini Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu
diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan. Ibu yang melahirkan
pervaginam tanpa komplikasi 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan
untuk mobilisasi segera.
b. Puerperium Intermedikal Suatu masa pemulihan diman organ-organ
reproduksi secara berangsur-angsur akan kembali ke keadaan sebelum
hamil. Masa ini berlangsung kurang lebih 6 minggu atau 42 hari.
c. Remote Puerperium Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu selama hamil atau
waktu persalinan mengalami komplikasi. Rentang waktu remote

5
puerperium berbeda setiap ibu tergantung dari berat ringannya
komplikasi yang dialami selama hamil atau persalinan. (Saleha, 2013)
3. Perubahan Fisiologi Masa Nifas
Pada masa nifas organ reproduksi interna dan eksterna akan mengalami
perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan ini terjadi secara
berangsur-angsur dan berlangsung selama lebih kurang 3 bulan. Selain
organ reproduksi, beberapa perubahan fisiologi yang terjadi selama masa
nifas, yaitu:
a. Uterus
Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan
berotot, berbentuk seperti buah alpukat yang sedikit gepeng dan
berukuran sebesar telur ayam. Panjang uterus sekitar 7-8 cm, lebar
sekitar 5-5,5 cm dan tebal sekitar 2,5 cm. Perubahan yang terjadi pada
dinding uterus adalah timbulnya thrombosit, degenerasi dan nekrosis di
tempat implantasi plasenta. Jaringan-jaringan di tempat implantasi
plasenta akan mengalami degenerasi dan kemudian terlepas. Tidak ada
pembentukan jaringan parut pada bekan tempat implantasi plasenta
karena pelepasan jaringan ini berlangsung lengkap.
b. Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya
menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Serviks
menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan
keluarnya janin dari uterus menuju saluran vagina pada saat persalinan.
Setelah kehamilan, serviks mengalami perubahan karena hormone
estrogen. Meningkatnya kadar hormone estrogen pada saat hamil dan
disertai dengan hipervaskularisasi mengakibatkan konsistensi serviks
menjadi lunak.
c. Vagina
Vagina Selama proses persalinan vagina mengalami peregangan
yang sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi. Beberapa hari
pertama sesudah proses tersebut, vagina tetap berada dalam keadaan

6
kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali kepada keadaan tidak hamil
dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali.
Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah sebagai berikut:
1) Loche rubra/kruenta Timbul pada hari 1-2 postpartum, terdiri dari
darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan mokonium.
2) Lochea sanguinolenta Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke
7 pospartum, karakteristik lochea sanguinolenta berupa darah
bercampur lendir.
3) Lochea serosa Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul
setelah 1 minggu postpartum.
4) Lochea alba Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya
merupakan cairan putih. Normalnya lochea agak berbau amis,
kecuali bila terjadi infeksi pada jalan lahir, baunya akan berubah
menjadi berbau busuk. Bila lochea berbau busuk segera ditangani
agar ibu tidak mengalami infeksi lanjut atau sepsis.
d. Vulva
Vulva mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses
melahirkan vulva tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu
vulva akan kembali kepada keadaan tidak hamil dan labia menjadi lebih
menonjol.
e. Payudara
Payudara (Mammae) Setelah proses persalinan selesai, pengaruh
hormon estrogen dan progesterone terhadap hipofisis mulai
menghilang. Hipofisis mulai mensekresi hormone kembali yang salah
satu diantaranya adalah lactogenic hormone atau hormone prolaktin.
Pada proses laktasi terdapat dua refleks yang berperan, yaitu refleks
prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat perangsangan puting
susu dikarenakan isapan bayi.

7
f. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital merupakan tanda-tanda penting pada tubuh yang
dapat berubah bila tubuh mengalami gangguan atau masalah. Tanda-
tanda 11 vital sering digunakan sebagai indikator bagi tubuh yang
mengalami gangguan atau masalah kesehatan adalah nadi, pernafasan,
suhu, dan tekanan darah. Tanda-tanda vital ini biasanya saling
mempengaruhi satu sama lain. Artinya, bila suhu tubuh meningkat,
maka nadi dan pernafasan juga akan meningkat, dan sebaliknya. Tanda-
tanda vital yang berubah selama masa nifas adalah:
1) Suhu tubuh Setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat
sekitar 0,5 ◦C dalam keadaan normal (36 ◦C – 37,5 ◦C) namun
tidak lebih dari 38 ◦C. Hal ini disebabkan karena meningkatnya
metabolisme tubuh pada saat proses persalinan.
2) Nadi Denyut nadi normal berkisar antara 60 – 80 kali per menit.
Pada saat proses persalinan denyut nadi akan mengalami
peningkatan. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali
normal.
3) Tekanan darah Tekanan darah normal untuk systole berkisar antara
110 – 140 mmHg dan untuk diastole antara 60 – 80 mmHg. Setelah
partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada
saat hamil karena terjadinya perdarahan pada proses persalinan.
4) Pernafasan Frekuensi pernafasan normal berkisar 18 – 24 kali per
menit. Pada saat partus frekuensi pernapasan akan meningkat
karena kebutuhan oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu meneran
atau mengejan dan mempertahankan agar persendian oksigen ke
janin tetap terpenuhi.
g. Hormon
Hormon Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat
sampai sekitar enam minggu setelah melahirkan. Kadar prolaktin dalam
darah ibu dipengaruhi oleh frekuensi menyusui, lama setiap kali
menyusui dan nutrisi yang dikonsumsi ibu selama menyusui. Hormon

8
prolaktin ini akan menekan sekresi Folikel Stimulating Hormon (FSH)
sehingga mencegah terjadinya ovulasi. Oleh karena itu memberikan
ASI pada bayi dapat menjadi alternative metode KB yang dikenal
dengan MAL (Metode Amenorhea Laktasi).
h. Sistem peredaran darah
Sistem peredaran darah (Cardio Vascular) Setelah janin dilahirkan,
hubungan sirkulasi darah akan terputus sehingga volume darah ibu
relative akan meningkat. Keadaan ini terjadi secara cepat dan
mengakibatkan beban kerja jantung sedikit meningkat, biasanya terjadi
sekitar 1 sampai 2 minggu setelah melahirkan.
i. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan Pada ibu yang melahirkan dengan operasi (sectio
caesarea) biasanya membutuhkan waktu sekitar 1 – 3 hari agar fungsi
saluran cerna dan nafsu makan dapat kembali normal. Ibu yang
melahirkan secara spontan biasanya lebih cepat lapar karena
mengeluarkan energi yang begitu banyak pada saat proses melahirkan.
j. Sistem perkemihan
Sistem perkemihan Dalam 12 jam pertama postpartum, ibu mulai
membuang kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan selama hamil.
Salah satu mekanisme untuk mengurangi retensi cairan selama masa
hamil ialah diaphoresis luas, terutama pada malam hari, selama dua
sampai tiga hari pertama setelah 13 melahirkan. Pada masa postpartum
tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung
kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses
berkemih normal. Dengan mengosongkan kandung kemih biasanya
akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir.
k. Sistem integumen
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada
wajah (cloasma gravidarum), leher, mammae, dinding perut dan
beberapa lipatan sendi karena pengaruh hormone, akan menghilang
selama masa nifas.

9
l. Sistem musculoskeletal
Setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi
longgar, kendur dan melebar selama beberapa minggu atau bahkan
sampai beberapa bulan akibat peregangan yang begitu lama selama
hamil. Ambulasi dini mobilisasi dan senam nifas sangat dianjurkan
untuk mengatasi hal tersebut. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis
dari otot-otot rectus abdominalis sehingga seolah-olah sebagian dari
dinding perut digaris tengah hanya terdiri dari peritoneum, facial tipis
dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau
mengejan.
4. Perubahan Psikologi Masa Nifas
Perubahan psikologis sebenarnya sudah terjadi saat kehamilan.
Menjelang persalinan perasaan senang timbul karena akan berubah peran
menjadi seorang ibu dan segera bertemu dengan bayi yang telah lama
dinanti-nantikan. Timbul perasaan cemas karena khawatir terhadap calon
bayi yang akan dilahirkan,apakah bayi akan lahir sempurna atau tidak.
Ada perasaan kehilangan sesuatu secara fisik sesudah melahirkan akan
menjurus pada suatu reaksi perasaan sedih.Kemurungan dan kesedihan
dapat semakin bertambah oleh karena ketidaknyamanan secara fisik rasa
letih setelah proses persalinan,stress,kecemasan, adanya ketegangan dalam
keluarga,kurang istirahat karena harus melayani keluarga dan tamu yang
berkunjung untuk melihat bayi atau sikap petugas yang tidak ramah.
Minggu-minggu pertama masa nifas merupakan masa rentan bagi
seorang ibu. Pada saat yang sama, ibu (primi para) mungkin merasa frustasi
karena tidak kompeten dalam merawat bayi dan tidak mampu megontrol
situasi. Semua wanita akan mengalami perubahan ini, namun penanganan
yang dilakukan dari setiap wanita tersebut akan diatasi dengan cara yang
berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga dimana wanita
tersebut dibesarkan, lingkungan, adat istiadat, suku, bangsa, pendidikan
serta pengalaman tersendiri.

10
Fase-Fase yang Akan Dialami Ibu Masa Nifas antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Fase Taking In Merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Ibu memperhatikan
dirinya sendiri sehingga cendrung pasif terhadap lingkungannya.
Ketidak nyamanan yang dialami ibu lebih disebabkan karena proses
persalinan yang baru saja dilaluinya. Rasa mules, nyeri pada jalan lahir,
kurang tidur atau kelelahan merupakan hal yang sering dikeluhkan ibu.
b. Fase Taking Hold Merupakan fase yang berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan
rasa tanggung jawab terhadap perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih
sensitive sehingga mudah tersinggung.
c. Fase Leting Go Merupakan fase menerima tnggung jawab akan peran
barunya sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung 10 hari setelah
persalinan. Ibu sudah menyesuaikan diri dengan ketergantungan
bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya. Perawatan ibu
terhadap diri dan bayinya semakin meningkat. Rasa percaya diri akan
peran barunya mulai tumbuh, lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan dirinya dan bayinya.
B. Konsep Dasar SC
1. Pengertian
Seksio sesarea ialah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Saifuddin,
2020).
2. Jenis-jenis SC (Mochtar, 2019)
b. Abdomen Seksio Sesarea Abdominalis) Seksio sesarea
transperitonealis:
1) Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang
pada korpus uteri

11
2) Seksio sesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan
insisi pada segmen bawah rahim
3) Seksio sesarea ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka
peritonium parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum
abdominal.
4) Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat
dilakukan dengan: sayatan memanjang (longitudinal), sayatan
melintang (transversal), dan sayatan huruf T (T-incision).
c. Seksio Sesarea Klasik (Korporal) Dilakukan dengan membuat
sayatan memanjang pada korpus uteri krakira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih cepat 24
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1) Infeksi mudah menyebar secara inttraabdominal karena tidak
ada reperitonealisasi yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri
spontan.
d. Seksio Sesarea Ismika (Profunda) Dilakukan dengan membuat
sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical
transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga periotoneum
4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri
spontan kurang/lebih kecil.
Kekurangan

12
1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menyebabkan uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan
yang banyak.
2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.
3. Indikasi SC (Oxcorn, 2020)
a. Panggul sempit dan dystocia mekanis; Disproporsi fetopelik,
panggul sempit atau jumlah janin terlampau besar, malposisi dan
malpresentasi, disfungsi uterus, dystocia jaringan lunak, neoplasma
dan persalinan tidak maju.
b. Pembedahan sebelumnya pada uterus; sectio caesarea, histerektomi,
miomektomi ekstensif dan jahitan luka pada sebagian kasus dengan
jahitan cervical atau perbaikan ostium cervicis yang inkompeten
dikerjakan sectio caesarea.
c. Perdarahan; disebabkan plasenta previa atau abruptio pasenta.
d. Toxemia gravidarum; mencakup preeklamsi dan eklamsi, hipertensi
esensial dan nephritis kronis.
e. Indikasi fetal; gawat janin, cacat, insufisiensi plasenta, prolapses
funiculus umbilicalis, diabetes maternal, inkompatibilitas rhesus,
post moterm caesarean dan infeksi virus herpes pada traktus genitalis
4. Komplikasi SC (Jitowiyono, 2020)
a. Pada ibu
1) Infeksi puerpereal Komplikasi ini bisa bersifat ringan seperti
kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas,
bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya.
2) Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena
atonia uteri
3) Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, emboli paru dan
sebagainya sangat jarang terjadi
4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan

13
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini
lebih banyak ditemukan sesuah sectio caesarea secara klasik.
b. Pada janin
Seperti halnya dengan ibu, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesarea banyak tergantung drai keadaan yang menjadi alasan untuk
melakukan sectio caesarea. Menurut statistik di negara-negara
dengan pengawasan antenatal dan 14 Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta intranatal yang baik, kematian perinatal pasca sectio
caesarea berkisar antara 4-7 %
C. Infeksi SC
1. Pengertian
Infeksi adalah invasi tubuh pathogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Risiko infeksi merupakan keadaan dimana seorang
individu berisiko terserang oleh agen patogenik dan oportunistik (virus,
jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal,
sumber-sumber eksogen dan endogen. Infeksi luka post sectio caesarea
(SC) adalah masuknya mikroorganisme yang menyebabkan trauma atau
kerusakan jaringan atau sel-sel pada dinding perut yang terbuka akibat
dari proses pembedahan untuk mengeluarkan janin dan plasenta (Potter
& Perry, 2005 dalam Oktami, 2018)
2. Etiologi
Hasil pemeriksaan mikrobiologi dari hasil penelitian Wardoyo et al.,
(2014) penyebab infeksi luka operasi post sectio caesarea paling sering
ditemukan yaitu disebabkan oleh bakteri E.coli. Menurut Potter & Perry,
(2005) dalam Desmiari (2019) infeksi luka operasi dapat disebabkan oleh
beberapa faktor pencetus seperti agent merupakan penyebab infeksi
seperti mikroorganisme yang masuk, serta host merupakan seseorang
yang terinfeksi, dan Environment merupakan lingkungan di sekitar agent
dan host seperti suhu, kelembaban, oksigen, sinar matahari, dan lainnya.
Selisih waktu antara operasi dengan terjadinya ILO (infeksi luka operasi)
rata-rata terjadi 3-11 hari.

14
3. Faktor-faktor predisposisi
a. Umur Makin bertambahnya umur seseorang dapat mempengaruhi
proses penyembuhan luka yang disebabkan karena berkurangnya
kelenturan jaringan tubuh. Ibu nifas post SC dengan umur tua
merupakan salah satu penyebab terhambatnya penyembuhan luka.
Menurut Sulastri (2011), usia tua dimana metabolisme tubuh
menurun, berpengaruh terhadap pembentukan kolagen, penurunan
elastisitas dan tegangan permukaan kulit, hal ini diperkuat oleh
penelitian yang menunjukkan bahwa rata-rata infeksi luka operasi
pada orang tua meningkat dengan pertambahan usia.Fungsi
penyatuan jaringan pada kulit ibu postpartum yang sudah tidak usia
reproduktif telah mengalami penurunan akibat faktor usia (Rohmin,
dkk, 2017). Usia reproduktif dari seorang 13 Fakultas Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pringsewu wanita adalah 20 – 35 tahun.
Usia reproduktif ini merupakan periode yang paling aman untuk
hamil dan melahirkan karena pada usia tersebut risiko terjadinya
komplikasi lebih rendah.Usia dapat mengganggu semua tahap
penyembuhan luka seperti perubahan vaskuler mengganggu sirkulasi
ke daerah luka, penurunan fungsi hati mengganggu sintesis faktor
pembekuan, respons inflamasi lambat, pembentukan antibodi dan
limfosit menurun, jaringan kolagen kurang lunak, jaringan parut
kurang elastis (Nurani dkk., 2015).
b. Riwayat persalinan Riwayat Persalinan SC dan jarak paritasnya
terlalu dekat pada ibu dengan SC sebelumnya dengan jarak
persalinan yang terlalu dekat yaitu kurang dari 2 tahun merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya infeksi pada luka SC. Hal
tersebut disebabkan karena luka bekas SC sebelumnya belum
sembuh secara maksimal. Namun, persalinan harus kembali terjadi
yang menyebabkan luka harus kembali terbuka. Infeksi pada
jaringan yang longgar, akan disertai oleh terjadinya cairan limfe
yang banyak sehingga bengkaknya meluas.Ibu dengan riwayat SC

15
dapat memicu terjadinya infeksi pada luka selanjutnya karena luka
SC sebelumnya terbuka lagi. Luka baru yang tidak mendapatkan
perawatan yang tepat dapat menyebabkan terjadinya infeksi
(Marlina, 2016).
c. Keadaan Gizi (Kadar Hemoglobin) Sujiyatini (2011), berpendapat
bahwa asupan gizi pada ibu dengan riwayat persalinan SC sangat
mempengaruhi proses penyembuhan luka. Gizi yang dibutuhkan
pada ibu nifas yaitu pada 6 bulan pertama memerlukan energi
sebanyak 700 kkal/hari dan protein 16 gram/hari, 6 bulan kedua
energi sebanyak 500 kkal/hari dan protein 12 gram/hari, serta tahun
kedua membutuhkan energi sebanyak 400 kkal/hari dan protein 14
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu 11
gram/hari. Pada ibu dengan luka post SC memerlukan protein lebih
banyak karena protein tinggi berfungsi untuk pembentukan sel-sel
jaringan yang baru sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan luka. Pada ibu dengan asupan gizi yang kurang, dapat
memperlambat penyembuhan luka khususnya pada luka baru.
Lamanya proses penyembuhan luka dapat menyebabkan terjadinya
infeksi pada luka baru. Kadar hemoglobin juga merupakan salah satu
hal yang berkaitan dengan status gizi. Hemoglobin merupakan
molekul protein di dalam sel darah merah yang bergabung dengan
oksigen dan karbondioksida untuk diangkut melalui sistem peredaran
darah ke sel-sel dalam tubuh. Saat postpartum minimal ≥ 10 gr/dl,
apabila kurang dari jumlah tersebut akan menimbulkan hemodilusi
(pengenceran darah) yang membuat sirkulasi oksigen terganggu.
Hemodilusi merupakan terganggunya sirkulasi darah, suplai oksigen
dan mekanisme pertahanan tubuh yang berlebihan serta hemoglobin
yang rendah. Hemoglobin merupakan komponen utama dari sel
darah merah yang menstranspot oksigen. Pembentukan hemoglobin
membutuhkan suplai protein yang adekuat dalam asam amino. Nilai
hemoglobin membantu dalam mengkaji kapasitas oksigen darah dan

16
berguna untuk defisiensi protein, dan status hidrasi. Penurunan
hemoglobin dalam darah akan mengurangi tingkat oksigen arteri
dalam kapiler dan mengganggu perbaikan jaringan. Oksigen sangat
berperan penting dalam proses penyembuhan luka, karna tidak ada
jaringan baru yang dibentuk tanpa suplai oksigen dan nutrient
(Dharma dkk., 2013).
d. Penyakit yang Menyertai 15 Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pringsewu Faktor lain penyebab infeksi adalah
adanya penyakit yang menyertai ibu seperti obesitas dan DM.
Penelitian terdahulu menemukan ibu dengan obesitas berisiko dua
kali terjadi infeksi dibandingkan dengan ibu dengan berat badan
normal (Rivai dkk., 2013). DM menyebabkan glukosa darah
meningkat sehingga terjadi penipisan protein dan kalori dalam darah.
DM akan mengakibatkan hemoglobin memiliki afinitas yang lebih
besar untuk oksigen, sehingga hemoglobin gagal melepaskan
oksigen ke jaringan. Hiperglikemia mengganggu kemampuan
leukosit untuk melakukan fagositosis dan juga mendorong
pertumbuhan infeksi jamur yang berlebihan. Kriteria diagnostik DM
yaitu bila terdapat salah satu atau lebih hasil pemeriksaan yaitu gula
darah sewaktu ≥200mg/dl, gula darah puasa ≥126mg/dl, kadar
glukosa plasma ≥200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram pada tes toleransi glukosa oral (Hasdianah, 2012). Diabetes
menyebabkan peningkatan ikatan antara hemoglobin dan oksigen
sehingga gagal untuk melepaskan oksigen ke jaringan. Salah satu
tanda penyakit diabetes adalah kondisi hiperglikemia yang
berlangsung terus menerus. Hiperglikemi menghambat leukosit
melakukan fagositosis sehingga rentan terhadap infeksi. Jika
mengalami luka akan sulit sembuh karena diabetes mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri dan melawan infeksi
(Nurani dkk., 2015).

17
e. Faktor kekebalan túbuh Pasien dengan faktor imun yang rendah akan
lebih rentan terhadap masuknya bakteri atau virus. Mekanisme
kekebalan tubuh mengalami kerusakan yang menyebabkan mudah
terjadinya infeksi pada luka. Diagnosa dari infeksi yaitu dengan
pemeriksaan leukosit/WBC, bila leukosit >11.000/mm3 merupakan
adanya infeksi
4. Patofisiologi
Infeksi sayatan bedah atau infeksi luka dapat terjadi karena adanya
kontaminasi langsung dari area sayatan dengan organisme pada rongga
uterus pada saat pembedahan. Tumbuhnya jaringan baru sebagai proses
penyembuhan luka dipengaruhi oleh kebersihan dan nutrisi pada ibu
dengan riwayat persalinan SC. Luka yang tidak dirawat dengan baik
yaitu dengan perawatan kebersihan luka dan asupan gizi yang kurang,
dapat memperlambat proses penyembuhan.
Lamanya proses penyembuhan dapat memicu terjadinya infeksi
dengan gejala awal luka terasa panas, kemerahan dan terdapat nanah.
Infeksi akan semakin meluas jika tidak mendapatkan penanganan yang
tepat yaitu pengeluaran cairan dan nanah yang berwarna dan berbau yang
menandakan infeksi akut.
Menurut Vianti (2015), infeksi luka operasi diklasifikasikan sebagai
luka insisi atau organ yang penyembuhannya harus dalam 30 hari setelah
operasi. Luka infeksi pembedahan daerah permukaan kulit/luka insisi
terjadi dalam 30 (tiga puluh) hari setelah pembedahan dan jaringan
subkutaneus yang diinsisi disertai salah satu kriteria yaitu adanya aliran
cairan purulen atau basah pada luka, ditemukan organisme dari hasil
kultur cairan luka, adanya salah satu gejala atau tanda infeksi seperti
perlunakan atau nyeri, pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan atau
panas pada bagian permukaan insisi yang sengaja dibuka oleh dokter
bedah, dimana hasil kultur negatif, diagnosis infeksi yang dibuat oleh
dokter bedah atau dokter yang merawat.

18
5. Tanda dan Gejala Infeksi
a. Tanda gejala infeksi luka operasi menurut Muttaqien et al., (2014)
yaitu : Terdapat nyeri dan pus disekitar luka sectio caesarea.
b. Terdapat kemerahan dan bengkak di sekeliling luka sectio caesarea.
c. Terdapatnya peningkatan suhu tubuh.
d. Terjadinya peningkatan sel darah putih. Tanda dan gejala yang
terjadi pada infeksi luka menurut Smeltzer (2002) dalam Desmiari
(2019), yaitu :
1) Rubor Rubor atau kemerahan yaitu hal pertama yang terlihat
ketika mengalami peradangan, saat reaksi peradangan timbul
terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke tempat
peradangan. Sehingga darah lebih banyak mengalir ke
mikrosirkulasi lokal serta kapiler meregang dengan cepat terisi
penuh dengan darah.
2) Kalor Kalor ini terjadinya bersamaan dengan kemerahan dari
reaksi peradangan akut, kalor disebabkan oleh sirkulasi darah
yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37 derajat
celcius akan disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami
radang lebih banyak dari pada ke daerah yang normal.
3) Dolor Pengeluaran zat seperti histamin atau bioaktif dapat
merangsang suatu saraf. Rasa sakit pula disebabkan oleh suatu
tekanan meninggi akibat pembengkakan jaringan yang
meradang. 18 Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Pringsewu
4) Tumor Pembengkakan disebabkan oleh hiperemi dan juga
sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan serta sel-sel
dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringa interstitial.
5) Function laesa Function laesa merupakan reaksi dari suatu
peradangan, tetapi secara mendalam belum diketahui
mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.

19
6. Penatalaksanaan infeksi
Menurut Desmiari (2019) penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk
menangani infeksi pada luka post SC adalah:
a. Melakukan kultur specimen pada pus, urin, sputum, darah, feses
yang menegakkan diagnose dari infeksi
b. Pemberian antibiotic dilakukan untuk mengatasi terjadinya infeksi
yang lebih luas. Pemberian antibiotik dilakukan berdasarkan hasil
kultur dan organisme. Jenis antibiotik yang dapat diberikan pada
pasien infeksi luka post SC yaitu aminoglikosida, sefalosporin, dan
metronidazole.
c. Melakukan drainase secara bedah atau radiologist yakni
mengeluarkan cairan dari luka dengan selang, ini terapi yang paling
penting untuk suatu abses atau kumpulan cairan yang terinfeksi.
7. Proses penyembuhan luka
Penyembuhan luka pasca operasi sectio caesarea selama 1 minggu,
sedangkan pemulihan rahim kira-kira 3 bulan. Rasa nyeri mungkin masih
terasa sampai 6 bulan 19 Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pringsewu dengan intensitas ringan yang disebabkan
oleh simpul benang pada fascia (sarung otot) sedangkan lama
penyembuhan sectio caesarea berlanjut selama 1 tahun atau lebih hingga
bekas luka merekat kuat (Damayanti, 2014 dalam Zuiatna, 2019).
Menurut Ramadhani (2018), proses fisiologis normal penyembuhan luka
melalui beberapa fase yaitu:
a. Fase Hemostasis Fase ini dimulai segera setelah terjadinya luka,
dengan adanya vasokonstriksi dan formasi pembekuan oleh fibrin.
Jaringan disekitar tempat terjadinya luka akan melepaskan sitokin
proinflammatory dan growth factors seperti transforming growth
factor (TGF)-beta, platelet-derived growth factor (PDGF), fibroblast
growth factor (FGF) dan epidermal growth factor (EGF). Ketika
perdarahan sudah bisa terkontrol, sel-sel inflamasi akan bermigrasi

20
menuju ke tempat luka (kemotaksis) dan akan menginisiasi fase
selanjutnya, yaitu fase inflamasi.
b. Fase Inflamasi Merupakan fase yang ditandai dengan adanya
infiltrasi sequential oleh netrofil, makrofag dan limfosit.Fungsi
penting netrofil adalah untuk membersihkan adanya mikroba dan
debris seluler di area luka. Prioritas fungsional dari fase inflamasi,
yaitu menggalakkan hemostasis, menyingkirkan jaringan mati, dan
mencegah infeksi oleh bakteri patogen terutama bacteria
c. Fase Proliferatif Merupakan fase yang ditandai dengan adanya
proliferasi epitel dan re-epitelisasi.Fase ini biasanya mengikuti dan
mendahului fase inflammatory. Pada dermis yang sedang dalam
proses perbaikan, fibroblast dan sel endotel merupakan jenis sel yang
paling 20 Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Pringsewu penting dan mendukung adanya pertumbuhan kapiler,
formasi kolagen dan formasi jaringan granulasi pada area luka.
Fibroblast menghasilkan kolagen yang juga dihasilkan oleh
glikosaminoglikan (GAG) dan proteoglikan yang merupakan
komponen terbesar pada extracellular matrix (ECM). Adanya
proliferasi tersebut dan sintesis extracellular matrix (ECM), maka
penyembuhan luka memasuki fase akhir, yaitu fase remodeling.
d. Fase Remodeling Fase ini merupakan fase akhir penyembuhan luka
yang berlangsung bertahuntahun.Pada fase ini, terjadi regresi dari
banyak kapiler yang baru terbentuk, sehingga menyebabkan densitas
vascular pada jaringan luka kembali normal. Bekas luka akan
tertutup oleh kontraksi fisik melalui proses penyembuhan luka ini
yang dimediasi oleh contractile fibroblasts (myofibroblast) yang
muncul pada luka.
8. Pencegahan infeksi (Maryuni, 2019)
a. Mempertahankan tindakan aseptik, yaitu dengan menjaga kebersihan
luka dengan perawatan ganti balut setiap hari. Perawatan ganti balut

21
dilakukan dengan cairan NACL dan menutup luka secara steril
dengan kasa steril
b. Melakukan tindakan untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi yaitu
dengan tidak membuka tutup luka, menekan-nekan luka dan bekerja
terlalu berat yang dapat memicu masuknya bakteri yang
menyebabkan infeksi.
c. Mengkonsumsi makanan yang bergizi, terutama yang mengandung
protein tinggi
d. Selalu mencaga personal hygiene.

22
DAFTAR PUSTAKA

Desi A, 2021. Hubungan Teknik Steril Perawatan Luka Dengan Infeksi Post
Operasi SC. Jurnal Kesehatan Panca Bhakti Lampung. Vol 9 No.2, Oktober
2021. http://ejournal.pancabhakti.ac.id/index.php/jkpbl/article/view/126/76

Heryani R, 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui. Trans Info
Media: Jakarta

Manuaba, Ida Bagus Gde, 2013. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
ginekologi dan KB. EGC: Jakarta.

Reni Yuli Astuti, 2017. Asuhan Kebidanan Masa Nifas Dan Menyusui. Trans Info
Media: Jakarta

Rukiyah AY & Yulianti L. 2016. Konsep Kebidanan. Trans Info Media : Jakarta
Yulinda, 2023. Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Post SC pada Ny.D dengan
Luka Post SC. Jurnal Window Of Midwifery. Vol.4 No.1, Juni
2023.http://jurnal.fkm.umi.ac.id/index.php/wom/article/view/wom4101

Varney Helen Dkk,2013. Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC

23

Anda mungkin juga menyukai