Anda di halaman 1dari 19

A.

PENGUKURAN BIAYA KUALITAS


Kualitas adalah derajat atau tingkat kesempurnaan. Oleh karena itu, kualitas adalah
ukuran relatif kesempurnaan (a relative measure of goodness). Dalam hal ini kualitas suatu
produk dapat diartikan sebagai suatu produk yang sesuai dengan harapan pelanggan. Pada
umumnya dikenal ada dua tipe kualitas, yaitu kualitas rancangan (quality of design dan kualitas
kesesuaian (quality of conformance), yang dibahas sebagai berikut:
o Kualitas rancangan (quality of design) merupakan fungsi dari sebuah spesifikas produk.
Misalnya fungsi dari sebuah jam adalah memungkinkan seseorang mengetahui jam
berapa saat ini. Kualitas rancangan akan berbeda antara satu produk dengan produk
yang lain. Kualitas rancangan sangat dipengaruhi oleh variasi komponen produk baik
dari sisi kualitas, jenis bahan baku, harga, nilai artistik, dan lain-lain. Dalam hal ini
semakin tinggi kualitas rancangan, yang biasanya direfleksikan dalam biaya manufaktur
yang tinggi, semakin tinggi pula harga jualnya.
o Kualitas kesesuaian (quality of conformance) merupakan sebuah ukuran bagaimana
sebuah produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi yang telah ditetapkan. Jika
sebuah produk memenuhi semua spesifikasi rancangan, maka produk tersebut dapat
berfungsi (digunakan) secara baik. Contoh: seseorang membeli sebuah jam dengan
spesifikasi tertentu, dan berharap jam tersebut dapat digunakan untuk jangka waktu
tertentu. Ketika pertama kali orang tersebut menyesuaikan waktu dengan memutar
tombol, ternyata tombol tersebut terlepas dan patah, sehingga jam tersebut
menunjukkan waktu yang lebih lambat 20 menit per hari. Apa jenis ukuran kualitas yang
akan dipakai disini?
Dari dua tipe kualitas di atas, kualitas kesesuaian yang seharusnya lebih diutamakan.
Karena produk yang tidak memenuhi kualitas kesesuaianlah yang sering kali menimbulkan
masalah bagi perusahaan. Sehingga dalam bab ini, ketika membicarakan masalah kualitas, hal ini
berarti membahas mengenai kualitas kesesuaian.
a. Jargon Biaya Kualitas
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pelaporan biaya kualitas, terlebih
dahulu akan dibahas mengenai berbagai istilah atau jargon dalam biaya kualitas.
Biaya kualitas (costs of quality) adalah biaya yang terjadi karena kualitas produk
yang dihasilkan rendah. Dengan demikian biaya kualitas berhubungan dengan kreasi,
identifikasi, reparasi, dan pencegahan terjadinya produk yang tidak sempurna (cacat).
Biaya kualitas dapat diklasifikasikan ke dalam 4 klasifikasi yaitu biaya pencegahan
(prevention cost), biaya penilaian (appraisal cost), biaya kegagalan internal (internal
failure cost), dan biaya kegagalan eksternal (external failure cost).
1. Biaya pencegahan (prevention cost) adalah biaya yang terjadi untuk mencegah
terjadinya cacat pada produk atau jasa yang dihasilkan. Jika biaya pencegahan
naik, diharapkan cost of failure turun. Dengan demikian, biaya pencegahan
dikeluarkan untuk menurunkan jumlah produk yang tidak memenuhi syarat
(nonconforming units).
2. Biaya penilaian (appraisal cost) adalah biaya yang terjadi untuk menentukan
apakah produk atau jasa memenuhi syarat (standar) yang telah ditetapkan. Ada
dua jenis standar yang ditetapkan dalam biaya penilaian ini, yaitu:
o Product acceptance mencakup pengambilan sampel (sampling) dari
sekelompok produk jadi untuk menentukan apakah sampel tersebut
telah memenuhi standar kualitas tertentu. Jika ya, maka barang tersebut
diterima.
o Process acceptance mencakup penentuan sampel barang ketika barang
tersebut masih dalam proses, untuk melihat apakah proses pembuatan
barang diawasi dan dapat menghasilkan barang yang tidak cacat
(sempurna). Jika tidak, maka seluruh proses produksi dihentikan, sampai
dengan dilakukannya tindakan koreksi.
Tujuan utama fungsi appraisal adalah untuk mencegah terjadinya pengiriman
produk yang tidak sempurna ke pelanggan.
3. Biaya kegagalan internal (internal failure costs) adalah biaya yang terjadi karena
dideteksinya produk atau jasa yang tidak sempurna sebelum produk tersebut
dikirimkan kepada pihak eksternal. Biaya ini timbul sebagai akibat gagalnya
deteksi yang dilakukan oleh aktivitas appraisal.
4. Biaya kegagalan eksternal (external failure costs) adalah biaya yang terjadi
karena produk atau jasa yang dihasilkan gagal memenuhi standar setelah
produk tersebut sampai ke tangan pembeli.

Tabel Ringkasan Jenis Biaya Kualitas dan Contohnya

Biaya Pencegahan Biaya Penilaian


Rekayasa ulang kualitas Inspeksi bahan baku
Pelatihan kualitas Inspeksi pengepakan
Perencanaan kualitas Penerimaan produk
Audit kualitas Penerimaan proses
Pengkajian rancangan Pengujian lapangan
Quality Circles Verifikasi pemasok
Biaya Kegagalan Internal Biaya Kegagalan Eksternal
Sisa bahan Kehilangan penjualan
Pengerjaan ulang Retur dan potongan
Penghentian proses Garasi
Inspeksi ulang Reparasi
Pengujian ulang Produk liability
Pengubahan rancangan Penyesuaian keluhan pelanggan

B. PELAPORAN INFORMASI BIAYA KUALITAS


Sistem pelaporan biaya kualitas adalah esensial jika sebuah organisasi serius dalam
memperbaiki dan mengendalikan biaya kualitas. Tahap pertama dan paling sederhana dalam
pembuatan laporan ini adalah hanya mencantumkan biaya kualitas yang terjadi untuk tahun
berjalan. Jika informasi pada laporan tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat klasifikasi
biaya kualitas, maka informasi tersebut akan memberikan dua manfaat. Pertama, laporan
tersebut memudahkan manajer mengukur financial impact-nya. Kedua, laporan tersebut
memungkinkan manajer mengakses manfaat relatif setiap kategori.
Contoh Laporan Biaya Kualitas
Signifikansi keuangan dari suatu biaya kualitas dapat lebih mudah diketahui dengan
menyajikan biaya-biaya ini sebagai persentase dari penjualan sesungguhnya (actual sales). Di
bawah ini adalah contoh laporan biaya kualitas.

PT Merapi
Laporan Biaya Kualitas
Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Maret 2010
(dalam ribuan)
Realisasi Biaya Tetap Persentase dari
Penjualan
Biaya pencegahan:
-Perencanaan kualitas 35.000
-pelatihan kualitas 80.000 115.000 4,11%

Biaya penilaian:
-Inspeksi bahan baku 20.000
-Penerimaan produk 10.000
-penerimaan proses 38.000 68.000 2,43%

Biaya kegagalan internal:


-sisa bahan 50.000
-pengerjaan ulang 35.000 85.000 3,04%

Biaya kegagalan internal:


-komplain pelanggan 25.000
-garansi 25.000
-reparasi 15.000 65.000 2,32%

Total biaya kualitas 333.000

Pada contoh laporan biaya kualitas diatas, tampak bahwa besarnya biaya kualitas
hampir 12% dan penjualan. Dengan rule of thumb total biaya kualitas yang tidak melebihi 2.5%
dari penjualan, PT Merapi masih mempunyai banyak kesempatan untuk menaikkan tingkat
labanya dengan cara menurunkan biaya kualitas tersebut. Namun demikian, perlu untuk
diperhatikan bahwa penurunan biaya tersebut harus melalui peningkatan kualitas Penurunan
biaya kualitas tanpa disertai peningkatan kualitas dapat menjadi strategi yang berbahaya bagi
perusahaan.
Lebih lanjut, informasi yang berhubungan dengan distribusi relatif biaya kualitas dapat
diperoleh dengan cara menyusun suatu pie chart seperti contoh Gambar berikut ini.
Gambar Pie Chart Biaya Kualitas

Sales

19,50%
34,50%

25,50%

20,40%

Eksternal Failure Internal Failure Appraisal Prevention

Gambar diatas menunjukkan pie chart biaya kualitas berdasarkan data pada laporan
biaya kualitas PT Merapi. Dalam hal distribusi relatif biaya kualitas, manajer bertanggung jawab
untuk mengukur tingkat kualitas optimal dan menentukan jumlah relatif yang wajar untuk setiap
kategori biaya. Ada dua macam cara pandang terhadap blaya kualitas yang optimal, yaitu
pandangan tradisional yang sering dikenal sebagai acceptable quality level dan pandangan yang
biasanya diadopsi oleh perusahaan "kelas dunia yang sering disebut total quality control.
Masing-masing cara pandang tersebut memberikan gambaran bagi manajer mengenai
bagaimana biaya kualitas seharusnya dikelola. Masing- masing cara pandang tersebut lebih
lanjut dibahas dibawah ini.

a. Optimal Distribution of Quality Cost: Traditional View


Pendapat umum menyatakan bahwa biaya optimal tercapai pada titik potong
antara failure cost (internal dan eksternal) dan control cost (prevention dan appraisal).
Jika con- trol cost naik, maka failure cost harus turun Sepanjang penurunan failure cost
lebih besar dibanding kenaikan control cost, perusahaan sebaiknya melanjutkan upaya
pencegahan atau pendeteksian nonconforming units. Pada akhirnya, suatu titik tercapai
pada saat setiap tambahan kenaikan upaya pencegahan nonconforming units tersebut
menyerap biaya yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan failure cost-nya.
Tanpa perubahan teknologi, titik ini menggambarkan tingkat minimum total biaya
kualitas. Titik tersebut adalah titik opt- mal antara control cost dan failure cost.
Hubungan antara control cost dan failure cost digambarkan dalam Gambar berikut.
Gambar Traditional Quality Cost

Pada Gambar di atas terlihat kedua fungsi biaya kualitas yaitu control cost dan
failure cost. Dalam gambar tersebut diasumsikan bahwa persentase produk cacat
(defective units) meningkat dengan menurunnya jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan prevention dan appraisal. Sebaliknya, failure cost meningkat dengan
meningkatnya produk cacat. Dari fungsi total biaya kualitas tersebut, terlihat bahwa
total biaya kualitas turun seiring dengan meningkatnya kualitas sampai pada suatu titik
tertentu. Persentase defect optimal terjadi pada titik potong antara failure cost dan
control cost. Level ini disebut dengan acceptable quality level (AQL).

b. Distribusi Optimal Biaya Kualitas


Untuk perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan industri maju, kompetisi
terjadi sangat ketat dan kualitas merupakan hal yang stratejik dan dapat memberkan
keuntungan kompetitif. Jika terjadi kesalahan, maka perusahaan dapat
mengkapitalisasinya dengan menurunkan jumlah defective unit dan sekaligus
menurunkan jumlah biaya kualitas (pendekatan ini disebut dengan quality cost
management). Level optimal untuk biaya kualitas terjadi ketika perusahaan
menghasilkan zero defect.

Gambar Zero-Defect
C. PENGGUNAAN INFORMASI BIAYA KUALITAS
Tujuan utama pelaporan blaya kualitas adalah untuk memperbaiki dan memudahkan
proses perencanaan, pengendalian, dan pembuatan keputusan. Contoh: untuk menerapkan
program pemilihan pemasok guna meningkatkan kualitas input bahan baku maka seorang
manajer memerlukan informasi biaya kualitas sekarang per jenis dan per kelompok, tentang
tambahan biaya untuk program tersebut, dan taksiran penghematan untuk setiap jenis dan
kategori blaya. Kapan penghematan dan biaya tersebut terjadi juga harus diproyeksikan. Jika
efek kas telah diproyeksikan, maka dilakukan analisis penganggaran modal untuk mengukur
kelayakan program. Jika hasilnya menguntungkan dan program tersebut dilaksanakan, maka
selanjutnya dilakukan monitoring melalui pelaporan kinerja.
Penggunaan informasi biaya kualitas untuk keputusan implementasi program kualitas
dan evaluasi keefektifan dari program tersebut, hanyalah salah satu manfaat dari penggunaan
sistem blaya kualitas. Manfaat penggunaan informasi biaya kualitas yang tidak kalah pentingnya
adalah untuk keputusan penentuan harga stratejik (strategic pricing) dan untuk analisa blaya-
volume-laba, seperti terlihat pada scenario A (strategic pricing) dan scenario B (analisis CVP)
berikut ini.

a. Skenario A: Penentuan Harga Strategik


Tuan Kartika, manajer pemasaran PT Merbabu memperolah informasi bahwa
pangsa pasar salah satu lini produknya (yaitu produk low-priced) kembali turun. Dia
berpikir bahwa salah satu cara untuk menghindari penurunan lebih jauh yaitu dengan
menurunkan harga jual. Tetapi dia juga menyadari bahwa harga jual tersebut tidak akan
dapat menutup biaya produksi dan biaya pemasaran produk tersebut. Dia juga
menyadari bahwa strategi ini tidak akan dibiarkan begitu saja oleh para pesaing.
Kemungkinan yang lain adalah menghapus lini produk tersebut dan hanya
berkonsentrasi pada lini produk berkualitas medium dan high-level. Tetapi, lagi-lagi dia
menyadari bahwa strategi ini hanyalah merupakan pemecahan masalah jangka pendek
karena para pesaing pasti juga akan bersaing pada lini produk tersebut.
Pada rapat pimpinan, Tuan Kartika menyampaikan strategi yang mungkin bisa
dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan harus mengadopsi pengendalian kualitas total
dan berusaha untuk menurunkan biaya produksi melalui penurunan biaya kualitas. Jika
biaya kualitas dapat diturunkan sehingga harga jual dapat turun sebesar 15% maka Tuan
Kartika yakin dapat meningkatkan pangsa pasar dan kemampulabaan low-priced
produk. Strategi inl dapat diaplikasikan untuk semua lini produk, tetapi untuk saat ini
strategi tersebut hanya difokuskan pada low-priced produk karena lini produk
tersebutlah yang terancam. Tuan Kartika kemudian meminta Tuan Joko-controller
perusahaan untuk menyiapkan data mengenal kualitas biaya produk low-priced. Data
yang diperoleh meliputi data laporan pendapatan tahun terakhir dan perkiraan biaya
kualitas untuk lini produk tersebut seperti tampak dalam laporan berikut.
Lini Produk: Low-Level
(dalam ribuan rupiah)

Pendapatan (1.000.000 @Rp 20) Rp 20.000.000


Harga Pokok Penjualan: (15.000.000)
Biaya-biaya operasi: (3.000.000)
Laba operasi 2.000.000
Biaya kualitas (estimasian)
Inspeksi bahan baku Rp 200.000
Sisa bahan 800.000
Reject 500.000
Pengerjaan ulang 400.000
Inspeksi produk 300.000
Pekerjaan garansi 1.000.000
Total Rp 3.200.000

Setelah memperoleh data tersebut, Tuan Kartika berkoordinasi dengan manajer


departemen pengendalian kualitas (Quality Control Department). Manajer pengendalian
yakin dapat menurunkan biaya kualitas sebesar 50%. Dengan informasi tersebut, Tuan
Kartika menghitung bahwa dengan penurunan biaya kualitas sebesar 50% akan
menghasilkan penurunan biaya produksi sekitar Rp1.600 per unit (Rp1.600.000.000/
Rp1.000.000). Penurunan ini sedikit lebih besar dari 50% penurunan yang diperlukan
sebesar Rp3.000 (penurunan sebesar 15% dari Rp20.000). Berdasarkan hasil
penghitungan tersebut, Tuan Kartika memutuskan untuk menurunkan biaya sebesar
Rp1.000 secara langsung, Rp1.000 pada enam bulan berikutnya, dan Rp1.000 pada 12
bulan berikutnya. Penurunan bertahap ini akan menghindari terjadinya erosi yang lebih
lanjut pada pangsa pasar dan memberi kesempatan bagi departemen pengendalian
kualitas untuk secara bertahap menurunkan biaya kualitas.
Skenario A menggambarkan informasi biaya kualitas dan implementasi program
pengendalian kualitas total berkontribusi secara signifikan terhadap keputusan stratejik.
Informasi ini juga memberikan gambaran bahwa peningkatan kualitas bukanlah sebuah
solusi bagi segala masalah. Penurunan biaya kualitas tidaklah sebesar yang diperlukan
untuk penurunan harga jual secara keseluruhan. Produktifitas yang lain diperlukan
untuk memastikan solusi jangka panjang, misalnya mengimplementasikan JIT,
kemungkinan dapat menurunkan biaya yang berhubungan dengan persediaan.

b. Skenario B: Analisis Biaya-Volume-Laba


Tuan Andri, manajer pemasaran, dan Tuan Bambang, design engineer, sedang
tidak berbahagia. Mereka yakin bahwa bahwa proposal produk baru mereka akan
disetujui. Pada kenyataannya proposal mereka ditolak dan mereka menerima laporan
berikut dari control ler perusahaan.
Laporan: Analisis Produk Baru, Proyek 675

Proyeksi pejualan 44.000 unit


Lkapasitas produksi 45.000 unit
Harga jual per unit Rp 60.000
Biaya variabel per unit Rp 40.000
Biaya-biaya tetap:
Pengembangan produk Rp 500.000.000
Manufaktur 200.000.000
Penjualan 300.000.000
Total Rp 1..000.000.000

Proyeksi impas: 50.000 unit


Keputusan: Ditolak
Alasan: Titik impas lebih besar dari kapasitas produksi dan proyeksi volume penjualan.
Tuan Andri dan Tuan Bambang tidak mempercayai laporan tersebut dan
meminta penjelasan yang lebih detail mengenai laporan tersebut. Mereka
mempertanyakan mengapa ada Rp3.000 biaya sisa bahan per unit dan Rp2.000 biaya
pengerjaan ulang per unit. Menurut Bardiono, asisten controller, Rp3.000 biaya scrap
ditelusur dari produk yang telah ada. Berdasarkan penjelasan tersebut, Tuan Andri dan
Tuan Bambang menjelaskan kepada Bardiono bahwa biaya Rp3.000 per unit tersebut
akan dapat dieliminasi karena produk baru tersebut dirancang dengan mengeliminasi
berbagai pemborosan dan dibuat dengan menggunakan mesin yang telah dikendalikan.
Lebih lanjut, mereka menjelaskan bahwa blaya sebesar Rp2.000 per unit juga dapat
dieliminas! karena produk baru tersebut mengatasi masalah kegagalan produk, sehingga
juga dapat mengeliminasi biaya tetap sebesar Rp1.000.000.000 yang berhubungan
dengan reparasi produk.
Setelah Bardiono yakin akan penjelasan tersebut, dia menghitung ulang proyek
tersebut. Dengan penurunan biaya variabel sebesar Rp5.000 per unit dan penurunan
biaya tetap sebesar titik impas tercapai pada tingkat produksi sebanyak 36.000 unit.
Proyek produk baru tersebut menjadi diterima.
Skenario B tersebut di atas menggambarkan pentingnya klasifikasi biaya
kualitasberdasarkan perilaku biaya. Skenario tersebut juga menekankan pentingnya
mengidentifikasi dan melaporkan berbagai biaya kualitas secara terpisah. Produk baru
dirancang untuk mengurangi biaya kualitas dan hanya dengan mengetahui biaya
kualitas, Tuan Andri dan Tuan Bambang dapat menemukan kesalahan dalam analisis
impas.
Pelaporan biaya kualitas sehingga dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan hanyalah merupakan salah satu tujuan dari sistem biaya kualitas yang baik.
Tujuan yang lain adalah sebagai pengendalian biaya kualitas, yang merupakan faktor
penting dalam membantu outcome yang diharapkan dapat tercapai. Keputusan harga
pada skenario A, contohnya, tergantung pada rencana menurunkan biaya kualitas.
D. PENGENDALIAN BIAYA KUALITAS
Pelaporan biaya kualitas saja tidak cukup untuk menjamin bahwa biaya tersebut
dikendalikan.Pengendalian yang baik memerlukan standar dan sebuah pengukuran terhadap
realisasi (actual outcomes), sehingga kinerja dapat ditaksir dan tindakan koreksi dapat dilakukan
jika diperlukan. Laporan kinerja biaya kualitas mempunyai dua bagian yang esensial, yaitu:
realisasi (actual outcomes) dan standar (expected outcome). Jika ada penyimpangan (deviasi)
realisasi terhadap standar, maka penyimpangan ini akan digunakan untuk mengevaluasi kinerja
manajerial dan memberikan sinyal tentang adanya masalah. Laporan kinerja juga memberikan
umpan balik sehingga manajer dapat menilai perilakunya dan sebagai dasar untuk melakukan
tindakan koreksi jika diperlukan.
Laporan kinerja juga penting untuk merancang program perbaikan kualitas. Contoh
laporan biaya kualitas untuk PT Merapi mengharuskan para manajer mengidentifikasi
berbagai macam biaya yang seharusnya tampak pada laporan tersebut. Hal ini diperlukan untuk
dapat mengidentifikasi tingkat kinerja kualitas saat ini dan mulai memikirkan tingkat kinerja
kualitas yang seharusnya dicapai. Sehingga identifikasi standar kualitas merupakan elemen kunci
dalam laporan kinerja kualitas.
Jenis-jenis Laporan Kinerja Kualitas.
Laporan kinerja kualitas harus mengukur kemajuan yang telah direalisasi oleh program
perbaikan kualitas organisasi. Ada empat jenis kemajuan yang dapat diukur dan dilaporkan,
yaitu:
1. Kemajuan yang berkaitan dengan current-period standard (interim standard report).
2. Kemajuan yang berkaitan dengan last year's quality performance (one-year trend
report).
3. Trend kemajuan sejak dimulainya program perbaikan kualitas (multiple-period trend
report).
4. Kemajuan yang berkaitan dengan long-range standard (long-range report).

a. Laporan Kinerja Standar Interim


Setiap tahun, perusahaan harus menetapkan standar kualitas interim dan membuat
rencana untuk mencapai standar tersebut. Karena biaya kualitas merupakan sebuah ukuran
kualitas, maka target yang ditetapkan dapat diwujudkan dalam anggaran rupiah untuk
setap kategori dan jenis biaya. Pada akhir periodo dilakukan pembandingan antara realisasi
dan anggaran biaya kualitas dalam laporan yang disebut laporan kinerja standar interim.
Contoh laporan ini dapat dilihat berikut ini.
PT Merapi
Laporan Kinerja Standar Interim : Biaya Kualitas
Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Maret 2010
(dalam ribuan rupiah)

Realisasi Biaya Anggaran Selisih


Biayaa
Biaya Pencegahan:
Tetap:
-Perencanaan kualitas Rp 35.000 Rp 30.000 Rp 5.000 U
-pelatihan kualitas 80.000 80.000 0
Total biaya pencegahan Rp 115.000 Rp 110.000 Rp 5.000 U
Biaya Penilaian:
Variabel:
-Inspeksi bahan baku Rp 20.000 Rp 28.000 Rp 8.000 F
-Penerimaan produk 10.000 15.000 5.000 F
-Penerimaan proses 38.000 35.000 3.000 U
Total biaya penilaian Rp 68.000 Rp 78.000 Rp 10.000 F
Biaya kegagalan internal:
Variabel:
-sisa bahan Rp 50.000 Rp 44.000 Rp 6.000 U
-pengerjaan ulang 35.000 36.500 1.500 F
Total biaya kegagalan internal Rp 85.000 Rp 80.500 Rp 4.500 U
Biaya kegagalan eksternal:
Tetap:
-Komplain pelanggan Rp 25.000 Rp 25.000 Rp 0
Variabel:
-Garansi 25.000 20.000 5.000 U
-Reparasi 15.000 17.500 2.500 F
Total biaya kegagalan eksternal Rp 65.000 Rp 62.500 Rp 2.500 U
Total Biaya Kualitas Rp 333.000 Rp 331.000 Rp 2.000 U
Persentase dari realisasi penjualanb 11.89% 11.82% 0.07% U
a
Berdasarkan realisasi penjualan
b
Realisasi Penjualan Rp 2.800.000

Untuk biaya variabel, angka yang dianggarkan berdasarkan pada realisasi penjualan
menggunakan rasio biaya variabel yang diperolah dengan membagi biaya vanabel yang
dianggarkan dengan anggaran penjualan, sedangkan jumlah anggaran semula (original)
digunakan sebagai biaya tetap. Pada contoh laporan untuk PT Merapi tersebut, tampak
bahwa kinerja keseluruhan mendekati apa yang direncanakan yaitu realisasi total biaya
kualitas berbeda dengan yang dianggarkan hanya sebesar Rp2.000.000. Perbedaan tersebut
hanya 0.07% dari penjualan.
b. Laporan Trend Satu Tahun
Cara lain untuk mengukur kinerja tahun ini adalah dengan membandingkan
realisasi tahun ini dengan realisasi tahun sebelumnya Informasi pembandingan ini
disajikan dalam laporan yang disebut one-year quality performance report. Untuk
membuat pembandingan ini, rasio realisasi biaya variabel tahun sebelumnya digunakan
untuk menghitung biaya kualitas variabel yang diharapkan berdasarkan struktur biaya
tahun sebelumnya dikalikan dengan rasio realisasi penjualan tahun ini. Sebagai contoh,
jika rasio realisasi biaya variabel tahun sebelumnya untuk inspeksi bahan baku sebesar
1.2%, maka Rp33 600 (0.012 x Rp2.800.000) akan dihabiskan biaya inspeksi bahan baku
tahun ini. Realisasi biaya kualitas tetap (fixed) tahun sebelumnya dibandingkan secara
langsung dengan biaya kualitas tetap tahun ini. Laporan ini memungkinkan manajer
mengetahui trend jangka pendek mengenai program pengembangan kualitasnya.
Contoh dari laporan trend satu tahun tampak sebagai berikut.
Dalam contoh laporan berikut terlihat bahwa PT Merapi membuat progress
signifikan dalam mengurangi biaya kualitasnya dari tahun 2009 ke tahun 2010. Secara
keseluruhan, blaya kualitas turun sebesar Rp73,000 dari tahun 2009 ke 2010 (2.61%
lebih rendah). Laporan tersebut juga menyediakan detail informasi mengenai bagian
apa yang mengalami kemajuan. Sebagai contoh, biaya pelatihan kualitas turun sebesar
Rp40.000.000. Penurunan ini mungkin dapat dijelaskan dengan adanya penurunan staff
karena perbaikan kualitas yang dibuat tahun sebelumnya.
PT Merapi
Laporan Kinerja: Biaya kualitas, Trend 1 Tahun
Untuk tahun yang Berakhir Tanggal 31 Maret 2010
(dalam ribuan)

Realisasi Biaya Realisasi Biaya variance


2010a 2009
Biaya Pencegahan:
Tetap:
-Perencanaan kualitas Rp 35.000 Rp 36.000 Rp 1.000 U
-pelatihan kualitas 80.000 120.000 40.000
Total biaya pencegahan Rp 115.000 Rp 156.000 Rp 41.000 U
Biaya Penilaian:
Variabel:
-Inspeksi bahan baku Rp 20.000 Rp 33.600 Rp 13.600 F
-Penerimaan produk 10.000 16.800 6.800 F
-Penerimaan proses 38.000 39.200 1.200 U
Total biaya penilaian Rp 68.000 Rp 89.600 Rp 21.600 F
Biaya kegagalan internal:
Variabel:
-sisa bahan Rp 50.000 Rp 48.000 Rp 2.000 U
-pengerjaan ulang 35.000 40.000 5.000 F
Total biaya kegagalan internal Rp 85.000 Rp 88.000 Rp 3.000 U
Biaya kegagalan eksternal:
Tetap:
-Komplain pelanggan Rp 25.000 Rp 33.000 Rp 8.000
Variabel:
-Garansi 25.000 23.000 2.000 U
-Reparasi 15.000 16.400 1.400 F
Total biaya kegagalan eksternal Rp 65.000 Rp 72.400 Rp 7.400 U
Total Biaya Kualitas Rp 333.000 Rp 406.000 Rp 73.000 U
Persentase dari realisasi penjualanb 11.89% 14.5% 2,61% U
a
Berdasarkan realisasi penjualan Rp
2.800.000
b
Realisasi Penjualan

c. Multiple-Period Trend
Laporan trend satu tahun seperti terlihat untuk PT Merapi diatas menyediakan
informasi bagi manajemen mengenai perubahan biaya kualitas relative terhadap tahun
terkini. Trend ini dapat juga disajikan dalam bentuk grafik yang menggambarkan
perkembangan biaya kualitas dari tahun ke tahun. Grafik ini disebut multiple-period
quality trend report. Dengan menggambarkan biaya kualitas sebagai persentase dari
penjualan terhadap waktu,keseluruhan trend dalam program kualitas dapat dipelajari.
Sebagai contoh lihat grafik pada Gambar 14.4. Grafik ini dibuat atas dasar data contoh
laporan trend satu tahun PT Merapi, dengan asumsi PT Merapi mempunyai informasi
data sebagai berikut dengan tahun 2006 sebagai tahun ke-0, tahun 2007 sebagai tahun
1, dan seterusnya:

Biaya Kualitas Realisasi Penjualan Biaya sebagai Persentase dar


Penjualan
2006 Rp 462.000 Rp 2.200.000 21,0
2007 423.000 2.350.000 18,0
2008 412.500 2.750.000 15,0
2009 406.000 2.800.000 14,5
2010 333.000 2.800.000 11,9

Gambar Multiple-Period Trend-Total Quality Cost


Dari grafik tersebut terlihat bahwa terdapat trend penurunan biaya kualitas yang digambarkan
sebagai presentase dari penjualan. Tambahan informasi dapat diperoleh dengan
menggambarkan trend masing-masing kategori biaya kualitas. Misal diasumsikan bahwa tiap
kategori digambarkan sebagai persentase dari penjualan pada periode yang sama.

Pencegahan Penilaian Kegagalan Internal Kegagalan


Eksternal
2006 6,0% 4,5% 4,5% 6,0%
2007 6,0% 4,0% 3,5% 4,5%
2008 5,4% 3,6% 3,0% 3,0%
2009 5,6% 3,2% 3,1% 2,6%
2010 4,1% 2,4% 3,0% 2,3%

Gambar Multiple-Period Trend-Individual Quality Cost

Dari grafik tersebut terlihat bahwa PT Merapi sangat berhasil menurunkan biaya
eksternal faiure-nya. Dalam grafik tersebut juga terlihat bahwa semua kategori biaya
menunjukan penurunan. Lebih lanjut, penurunan tersebut tampaknya merupakan gambaran
dari peningkatan kualitas karena biaya kegagalan produk yang tampak menurun.

d. Long-Range Standard
Laporan ini menginformasikan realisasi biaya kualitas dan target biaya kualitas
untuk jangka waktu 1 tahun. Laporan ini akan dibandingkan dengan laporan sejenis dari
waktu ke waktu, sehingga manajemen dapat mengetahui apakah target yang telah
ditetapkan sudah tercapai atau belum Contoh laporan kinerja kualitas dalam jangka
panjang (long- range quality performance report) tampak sebagai berikut.
PT Merapi
Laporan Kinerja Jangka Panjang
untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Maret 2010
(dalam ribuan)

Realisasi Biaya Target Biayaa variance


Biaya Pencegahan:
Tetap:
-pelatihan kualitas Rp 35.000 Rp 15.000 Rp 20.000 U
- Perencanaan kualitas 80.000 40.000 40.000
Total biaya pencegahan Rp 115.000 Rp 55.000 Rp 60.000 U
Biaya Penilaian:
Variabel:
-Inspeksi bahan baku Rp 20.000 Rp 5.000 Rp 15.000 F
-Penerimaan produk 10.000 0 10.000 F
-Penerimaan proses 38.000 10.000 28.000 U
Total biaya penilaian Rp 68.000 Rp 15.000 Rp 53.000 F
Biaya kegagalan internal:
Variabel:
-sisa bahan Rp 50.000 - Rp 50.000 U
-pengerjaan ulang 35.000 - 35.000 F
Total biaya kegagalan internal Rp 85.000 - Rp 85.000 U
Biaya kegagalan eksternal:
Tetap:
-Komplain pelanggan Rp 25.000 - Rp 25.000
Variabel:
-Garansi 25.000 - 25.000 U
-Reparasi 15.000 - 15.000 F
Total biaya kegagalan eksternal Rp 65.000 - Rp 65.000 U
Total Biaya Kualitas Rp 333.000 Rp 70.000 Rp 263.000 U
Persentase dari realisasi penjualanb 11.89% 2.5% 9,39% U
a
Berdasarkan pada Realisasi
Penjualan Rp 2.800.000. biaya ini
merupakan value-added costs

Laporan tersebut menekankan kenyataan bahwa perusahaan masih menghabiskan


terlalu banyak dana untuk kualitas terlalu banyak uang yang dihabiskan karena tidak melakukan
hal yang benar pada pertama kali melakukan hal tersebut. Apabila kualitas dapat ditingkatkan,
penghematan dapat direalisasi dengan mempunyai sedikit tenaga kerja untuk mengkoreksi
kesalahan yang dilakukan semula. Sebagai contoh, karyawan yang mengerjakan ulang suatu
produk akan dapat dihilangkan karena tidak ada lagi produk yang harus dikerjakan ulang, biaya
garansi tidak akan ada lagi apabila tidak ada produk gagal, dan seterusnya.
E. PRODUKTIVITAS: PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN
Kenaikan kinerja keuangan, selain dapat dilakukan dengan program perbaikan kualitas,
pada saat yang sama juga dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas. Pengembangan
kualitas dan produktivitas adalah dua hal yang saling mendukung dan merupakan isu strateji
bagi advanced manufacturing environment. Pengembangan yang terus menerus baik kualitas
maupun produktivitas merupakan keharusan bagi suatu perusahaan.

1. Definisi Produktivitas (Productivity Measurement Defined)


Produktivitas (productivity) berkaitan dengan proses menghasilkan produk
secara efisien, dan merupakan hubungan antara output dengan input yang digunakan
untuk menghasilkan output. Biasanya, kombinasi yang berbeda atau komposisi input
dapat digunakan untuk menghasilkan sejumlah produk.
Total productive efficiency adalah sebuah titik dimana dua kondisi memuaskan
(1) berbagai kombinasi input yang akan menghasilkan output tanpa tambahan input,
dan (2) dengan kondisi (1), maka kombinasi yang paling murah dipilih. Kondisi pertama
pada total productive efficiency, dapat terjadi karena adanya technical efficiency,
sedangkan kondisi yang kedua disebabkan karena adanya price efficiency. Program
pengembangan produktivitas meliputi pergerakan menuju efisiensi produktivitas total.
Sebagai contoh, pengembangan produktivitas dapat dicapai dengan
menggunakan lebih sedikit input untuk menghasilkan output yang sama atau dengan
memproduksi lebih banyak output dengan input yang sama. Gambar 14.6, Bagian A
menggambarkan kedua cara tersebut untuk mencapai pengembangan dalam efisiensi
teknis Produktivitas dapat juga dicapai dengan cara menukar input yang lebih mahal
dengan input yang lebih murah. Gambar 14.6, Bagian B, menggambarkan kemungkinan
pengembangan produktivitas dengan meningkatkan efisiensi harga.
Pengukuran produktivitas berkaitan dengan perubahan produktivitas sehingga
upaya untuk memperbaiki produktivitas dapat dievaluasi. Pengukuran dapat juga
menjadi input bagi pembuatan keputusan stratejik. Ukuran produktivitas dapat disusun
untuk tiap input secara terpisah atau untuk semua input secara bersama-sama.
Pengukuran produktivitas untuksatu input disebut pengukuran produktivitas parsial.
Sedangkan pengukuran produktivitas seluruh input disebut pengukuran produktivitas
total.
Gambar 14.6
Pengembangan Produktivitas

A. Technical Efficiency Improvement

B. Price Efficiency Improvement

2. Pengukuran Produktivitas Parsial


Produktivitas satu jenis input diukur dengan menghitung rasio sebagai berikut

Rasio produktivitas = Output I Input

Ada dua jenis ukuran ini yaitu ukuran produktivitas operasional (dalam satuan
kuantitas). dan ukuran produktivitas finansial (dalam satuan moneter). Sebagai contoh,
diasumsikan pada tahun 2009, PT Borobudur, memproduksi 11.000 pemanas dan
menggunakan 1.100 jam tenaga kerja. Rasio produktivitas tenaga kerja adalah sepuluh
pemanas per jam (11.000/ 1.100). Ini adalah ukuran operasional karena unit dihitung
dan satuan kuantitas. Jika harga penjualan tiap Rp25.000 dan biaya tenaga kerja
Rp10.000 per jam, maka output dan input dapat dihitung dalam dolar. Rasio
produktivitas tenaga kerja dihitung dalam satuan moneter adalah Rp25.000 pendapatan
untuk setiap dolar biaya tenaga kerja (Rp275.000.000/Rp11.000.000).
3. Pengukuran Produktivitas Total
Memproduksi suatu produk memerlukan berbagai macam input seperti tenaga
kerja, bahan baku, modal dan energi. Ukuran total menguji pengaruh semua input
tersebut. Sebagai penyederhanaan pembahasan, hanya akan digunakan dua macam
input, yaitu tenaga kerja dan bahan baku. Dalam hal ini digunakan contoh PT Borobudur
seperti telah dibahas diatas, yang mengimplementasikan proses assembly baru pada
tahun 2010. Proses yang baru tersebut mempengaruhi tenaga kerja dan bahan baku.
Data benkut menyajikan informasi perusahaan:
2009 2010
Jumlah diproduksi 110.000 110.000
Jam TK digunakan 11.000 10.000
Bahan baku digunakan (lbs) 110.000 88.000
Harga jual per unit Rp 25.000 Rp 25,000
Upah per jam JTKL Rp 10.000 Rp 10.000
Biaya per pound bahan baku Rp 5.000 Rp 5.000

Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung Rasio Produktivitas Operasional


adalah sebagai berikut:
2009 2010
Rasio produktivitas TK 10,00 11,00
Rasio produktivitas BB 1,00 1,25

Kedua rasio tersebut memberikan informasi yang memadai sehingga manajer


dapat menyimpulkan bahwa metoda pemrosesan baru yang dimplementasikan pada
tahun 2010 menaikkan produktivitas total. Meskipun nilai dari improvement itu sendiri
tidak dicerminkan dalam rasio. Mengetahui nilai perubahan produktivitas penting untuk
mengukur akibat ekonomi dari keputusan untuk mengubah metode pemrosesan.
Dengan menilai perubahan produktivitas, dapat diketahui total kinerja produktivitas.
Pengukuran efek perubahan produktivitas pada laba tahun ini merupakan salah satu
cara untuk menilai perubahan produktivitas. Laba mengalami perubahan dari tahun
dasar ke tahun ini. Sebagian perubahan laba tersebut disebabkan oleh perubahan
produktivitas Pengukuran jumlah perubahan laba yang disebabkan oleh perubahan
produktivitas disebut dengan Pengukuran Produktivitas profit-linked.

4. Pengukuran Produktivitas Profit-Linked


Cara langsung untuk menilai perubahan produktivitas adalah mengukur efeknya
terhadap laba tahun berjalan. Dengan mengetahui efek ini, maka manajer akan terbantu
dalam memahami akibat ekonomi dari perubahan produktivitas, Pengkaitan perubahan
produktivitas dengan laba, dilakukan dengan menggunakan aturan sebagai berikut:
Profit-linkage Rule
Untuk periode berjalan, hitung kos input yang akan digunakan dalam kondisi
tidak ada perubahan produktivitas, dan membandingkan kos ini dengan kos
input yang sesungguhnya. Selisih kos ini adalah merupakan perubahan laba
karena perubahan produktivitas.
Untuk mengimplementasikan aturan tersebut, Input yang akan digunakan
periode ini dengan asumsi tidak ada perubahan produktivitas harus dihitung. Jika PQ
adalah produc- tivity neutral quantity of input, maka untuk menentukan PQ input
tertentu dihitung dengan rumus berikut:

PQ Output sekarang/Rasio produktivias periode dasar


Sebagai contoh, jika Output saat ini 110,000 pemanas, PQ untuk tiap input dihitung
sebagaiberikut:

PQ (tenaga kerja) = 110,000/10= 11,000 jam


PQ (bahan baku)= 110,000/1= 110,000 lbs

Karena kuantitas input tidak berubah dari tahun 2009 ke tahun 2010, input yang
digunakan tahun 2010 (dengan asumsi tidak ada perubahan produktivitas), adalah input
yang digunakan dalam tahun 2009 (lihat perhitungan) berikut:

Perhitungan Biaya:
Biaya tenaga kerja = PQ X P = 11.000 X Rp 10.000 Rp 110.000.000
Biaya bahan baku = PQ X P = 110.000 X Rp 5.000 550.000.000
Total Biaya PQ Rp 660.000.000

Perhitungan Realisasi Biaya


Biaya bahan baku = AQ X P = 10.000 X Rp 10.000 Rp 100.000.000
Biaya bahan baku = PQ X P = 88.000 X Rp 5.000 440.000.000
Total biaya sekarang Rp 540.000.000

Efek Profit-Linked = Total Biaya PQ – Total Biaya Sekarang


= Rp 660.000.000 – Rp 540.000.000
= Rp 120.000.000 Kenaikan laba

Perhitungan lengkap dapat dilihat sebagai berikut:

Input (1) (2) (3) (4) (2) – (4)


PQa PQ X P AQ AQ X P (PQ X P) – (AQ
X P)
Tenaga kerja 11.000 Rp 110.000.000 10.000 Rp 100.000.000 Rp 10.000.000
Bahan baku 110.000 550.000.000 88.000 440.000.000 110.000.000
Rp 660.000.000 Rp 540.000.000 Rp 120.000.000
a
Tenaga kerja : 110.000/10; Bahan Baku: 110.000/1

Ringkasan tersebut diatas memperlihatkan bahwa efek produktivitas profit-


linked dapat dilakukan untuk tiap-tiap input. Sebagai contoh, tenaga kerja hanya
Rp10.000.000 dari total pengembangan Sebagian besar pengembangan, Rp110.000.000,
berasal dari pengurangan biaya bahan baku yang digunakan. Jadi, ukuran profit-linked
memberikan Informasi pengaruh pengukuran partial maupun total.

Anda mungkin juga menyukai