Pengukuran Biaya Kualitas
Pengukuran Biaya Kualitas
PT Merapi
Laporan Biaya Kualitas
Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Maret 2010
(dalam ribuan)
Realisasi Biaya Tetap Persentase dari
Penjualan
Biaya pencegahan:
-Perencanaan kualitas 35.000
-pelatihan kualitas 80.000 115.000 4,11%
Biaya penilaian:
-Inspeksi bahan baku 20.000
-Penerimaan produk 10.000
-penerimaan proses 38.000 68.000 2,43%
Pada contoh laporan biaya kualitas diatas, tampak bahwa besarnya biaya kualitas
hampir 12% dan penjualan. Dengan rule of thumb total biaya kualitas yang tidak melebihi 2.5%
dari penjualan, PT Merapi masih mempunyai banyak kesempatan untuk menaikkan tingkat
labanya dengan cara menurunkan biaya kualitas tersebut. Namun demikian, perlu untuk
diperhatikan bahwa penurunan biaya tersebut harus melalui peningkatan kualitas Penurunan
biaya kualitas tanpa disertai peningkatan kualitas dapat menjadi strategi yang berbahaya bagi
perusahaan.
Lebih lanjut, informasi yang berhubungan dengan distribusi relatif biaya kualitas dapat
diperoleh dengan cara menyusun suatu pie chart seperti contoh Gambar berikut ini.
Gambar Pie Chart Biaya Kualitas
Sales
19,50%
34,50%
25,50%
20,40%
Gambar diatas menunjukkan pie chart biaya kualitas berdasarkan data pada laporan
biaya kualitas PT Merapi. Dalam hal distribusi relatif biaya kualitas, manajer bertanggung jawab
untuk mengukur tingkat kualitas optimal dan menentukan jumlah relatif yang wajar untuk setiap
kategori biaya. Ada dua macam cara pandang terhadap blaya kualitas yang optimal, yaitu
pandangan tradisional yang sering dikenal sebagai acceptable quality level dan pandangan yang
biasanya diadopsi oleh perusahaan "kelas dunia yang sering disebut total quality control.
Masing-masing cara pandang tersebut memberikan gambaran bagi manajer mengenai
bagaimana biaya kualitas seharusnya dikelola. Masing- masing cara pandang tersebut lebih
lanjut dibahas dibawah ini.
Pada Gambar di atas terlihat kedua fungsi biaya kualitas yaitu control cost dan
failure cost. Dalam gambar tersebut diasumsikan bahwa persentase produk cacat
(defective units) meningkat dengan menurunnya jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan prevention dan appraisal. Sebaliknya, failure cost meningkat dengan
meningkatnya produk cacat. Dari fungsi total biaya kualitas tersebut, terlihat bahwa
total biaya kualitas turun seiring dengan meningkatnya kualitas sampai pada suatu titik
tertentu. Persentase defect optimal terjadi pada titik potong antara failure cost dan
control cost. Level ini disebut dengan acceptable quality level (AQL).
Gambar Zero-Defect
C. PENGGUNAAN INFORMASI BIAYA KUALITAS
Tujuan utama pelaporan blaya kualitas adalah untuk memperbaiki dan memudahkan
proses perencanaan, pengendalian, dan pembuatan keputusan. Contoh: untuk menerapkan
program pemilihan pemasok guna meningkatkan kualitas input bahan baku maka seorang
manajer memerlukan informasi biaya kualitas sekarang per jenis dan per kelompok, tentang
tambahan biaya untuk program tersebut, dan taksiran penghematan untuk setiap jenis dan
kategori blaya. Kapan penghematan dan biaya tersebut terjadi juga harus diproyeksikan. Jika
efek kas telah diproyeksikan, maka dilakukan analisis penganggaran modal untuk mengukur
kelayakan program. Jika hasilnya menguntungkan dan program tersebut dilaksanakan, maka
selanjutnya dilakukan monitoring melalui pelaporan kinerja.
Penggunaan informasi biaya kualitas untuk keputusan implementasi program kualitas
dan evaluasi keefektifan dari program tersebut, hanyalah salah satu manfaat dari penggunaan
sistem blaya kualitas. Manfaat penggunaan informasi biaya kualitas yang tidak kalah pentingnya
adalah untuk keputusan penentuan harga stratejik (strategic pricing) dan untuk analisa blaya-
volume-laba, seperti terlihat pada scenario A (strategic pricing) dan scenario B (analisis CVP)
berikut ini.
Untuk biaya variabel, angka yang dianggarkan berdasarkan pada realisasi penjualan
menggunakan rasio biaya variabel yang diperolah dengan membagi biaya vanabel yang
dianggarkan dengan anggaran penjualan, sedangkan jumlah anggaran semula (original)
digunakan sebagai biaya tetap. Pada contoh laporan untuk PT Merapi tersebut, tampak
bahwa kinerja keseluruhan mendekati apa yang direncanakan yaitu realisasi total biaya
kualitas berbeda dengan yang dianggarkan hanya sebesar Rp2.000.000. Perbedaan tersebut
hanya 0.07% dari penjualan.
b. Laporan Trend Satu Tahun
Cara lain untuk mengukur kinerja tahun ini adalah dengan membandingkan
realisasi tahun ini dengan realisasi tahun sebelumnya Informasi pembandingan ini
disajikan dalam laporan yang disebut one-year quality performance report. Untuk
membuat pembandingan ini, rasio realisasi biaya variabel tahun sebelumnya digunakan
untuk menghitung biaya kualitas variabel yang diharapkan berdasarkan struktur biaya
tahun sebelumnya dikalikan dengan rasio realisasi penjualan tahun ini. Sebagai contoh,
jika rasio realisasi biaya variabel tahun sebelumnya untuk inspeksi bahan baku sebesar
1.2%, maka Rp33 600 (0.012 x Rp2.800.000) akan dihabiskan biaya inspeksi bahan baku
tahun ini. Realisasi biaya kualitas tetap (fixed) tahun sebelumnya dibandingkan secara
langsung dengan biaya kualitas tetap tahun ini. Laporan ini memungkinkan manajer
mengetahui trend jangka pendek mengenai program pengembangan kualitasnya.
Contoh dari laporan trend satu tahun tampak sebagai berikut.
Dalam contoh laporan berikut terlihat bahwa PT Merapi membuat progress
signifikan dalam mengurangi biaya kualitasnya dari tahun 2009 ke tahun 2010. Secara
keseluruhan, blaya kualitas turun sebesar Rp73,000 dari tahun 2009 ke 2010 (2.61%
lebih rendah). Laporan tersebut juga menyediakan detail informasi mengenai bagian
apa yang mengalami kemajuan. Sebagai contoh, biaya pelatihan kualitas turun sebesar
Rp40.000.000. Penurunan ini mungkin dapat dijelaskan dengan adanya penurunan staff
karena perbaikan kualitas yang dibuat tahun sebelumnya.
PT Merapi
Laporan Kinerja: Biaya kualitas, Trend 1 Tahun
Untuk tahun yang Berakhir Tanggal 31 Maret 2010
(dalam ribuan)
c. Multiple-Period Trend
Laporan trend satu tahun seperti terlihat untuk PT Merapi diatas menyediakan
informasi bagi manajemen mengenai perubahan biaya kualitas relative terhadap tahun
terkini. Trend ini dapat juga disajikan dalam bentuk grafik yang menggambarkan
perkembangan biaya kualitas dari tahun ke tahun. Grafik ini disebut multiple-period
quality trend report. Dengan menggambarkan biaya kualitas sebagai persentase dari
penjualan terhadap waktu,keseluruhan trend dalam program kualitas dapat dipelajari.
Sebagai contoh lihat grafik pada Gambar 14.4. Grafik ini dibuat atas dasar data contoh
laporan trend satu tahun PT Merapi, dengan asumsi PT Merapi mempunyai informasi
data sebagai berikut dengan tahun 2006 sebagai tahun ke-0, tahun 2007 sebagai tahun
1, dan seterusnya:
Dari grafik tersebut terlihat bahwa PT Merapi sangat berhasil menurunkan biaya
eksternal faiure-nya. Dalam grafik tersebut juga terlihat bahwa semua kategori biaya
menunjukan penurunan. Lebih lanjut, penurunan tersebut tampaknya merupakan gambaran
dari peningkatan kualitas karena biaya kegagalan produk yang tampak menurun.
d. Long-Range Standard
Laporan ini menginformasikan realisasi biaya kualitas dan target biaya kualitas
untuk jangka waktu 1 tahun. Laporan ini akan dibandingkan dengan laporan sejenis dari
waktu ke waktu, sehingga manajemen dapat mengetahui apakah target yang telah
ditetapkan sudah tercapai atau belum Contoh laporan kinerja kualitas dalam jangka
panjang (long- range quality performance report) tampak sebagai berikut.
PT Merapi
Laporan Kinerja Jangka Panjang
untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Maret 2010
(dalam ribuan)
Ada dua jenis ukuran ini yaitu ukuran produktivitas operasional (dalam satuan
kuantitas). dan ukuran produktivitas finansial (dalam satuan moneter). Sebagai contoh,
diasumsikan pada tahun 2009, PT Borobudur, memproduksi 11.000 pemanas dan
menggunakan 1.100 jam tenaga kerja. Rasio produktivitas tenaga kerja adalah sepuluh
pemanas per jam (11.000/ 1.100). Ini adalah ukuran operasional karena unit dihitung
dan satuan kuantitas. Jika harga penjualan tiap Rp25.000 dan biaya tenaga kerja
Rp10.000 per jam, maka output dan input dapat dihitung dalam dolar. Rasio
produktivitas tenaga kerja dihitung dalam satuan moneter adalah Rp25.000 pendapatan
untuk setiap dolar biaya tenaga kerja (Rp275.000.000/Rp11.000.000).
3. Pengukuran Produktivitas Total
Memproduksi suatu produk memerlukan berbagai macam input seperti tenaga
kerja, bahan baku, modal dan energi. Ukuran total menguji pengaruh semua input
tersebut. Sebagai penyederhanaan pembahasan, hanya akan digunakan dua macam
input, yaitu tenaga kerja dan bahan baku. Dalam hal ini digunakan contoh PT Borobudur
seperti telah dibahas diatas, yang mengimplementasikan proses assembly baru pada
tahun 2010. Proses yang baru tersebut mempengaruhi tenaga kerja dan bahan baku.
Data benkut menyajikan informasi perusahaan:
2009 2010
Jumlah diproduksi 110.000 110.000
Jam TK digunakan 11.000 10.000
Bahan baku digunakan (lbs) 110.000 88.000
Harga jual per unit Rp 25.000 Rp 25,000
Upah per jam JTKL Rp 10.000 Rp 10.000
Biaya per pound bahan baku Rp 5.000 Rp 5.000
Karena kuantitas input tidak berubah dari tahun 2009 ke tahun 2010, input yang
digunakan tahun 2010 (dengan asumsi tidak ada perubahan produktivitas), adalah input
yang digunakan dalam tahun 2009 (lihat perhitungan) berikut:
Perhitungan Biaya:
Biaya tenaga kerja = PQ X P = 11.000 X Rp 10.000 Rp 110.000.000
Biaya bahan baku = PQ X P = 110.000 X Rp 5.000 550.000.000
Total Biaya PQ Rp 660.000.000