Laporan Pendahuluan Ruptur Tendon
Laporan Pendahuluan Ruptur Tendon
Oleh :
SARAH ZALENA
P17211204125
IV. Patofisiologi
Ruptur traumatic tendon dapat terjadi pada tendon ekstensor, tendon fleksor,
pronator dan abduktor akibat trauma tajam, seperti luka bacok yang mengenai
lengan baawah. Kondisi klinis rupture tendon menimbulkan berbagai keluhan,
meliputi nyeri tajam dan hebat, kerusakan jaringan lunak pasca-trauma,
penurunan pungsi lengan dalam mobilisasi meningkatkan risiko trauma dan
menimbulkan respons ansietas pada klien. Intervensi medis berupa bedah
perbaikan (repair tendon) menimbukkan nyeri pasca-bedah, risiko tinggi infeksi
dari luka pasca-bedah, risiko tinggi trauma, dan hambatan mobilisasi fisik.
V. Pathway
VI. Penatalaksanaan
Bedah perbaikan primer tidak boleh di coba jika luka terkontaminasi atau
jika ujung yang terpotong ditemukan dengan diseksi yang luas. Jahitan primer
mungkin dikontraindikasikan jika luka terkontaminasi, terdapat selang waktu
yang lama antara cedera dan perbaikan, banyak kehilangan kulit, atau fasilitas
operasi tidak memadai. Dalam keaadan ini, diperlukan perbaikan sekunder atau
pencangkokan tendon. Pada luka yang bersih dengan kulit penutup yang
memadai, perbaikan primer tertunda dapat dilakukan sampai 6 minggu setelah
cedera, tetapi jauh lebih baik dalam 3 minggu pertama (Sulenta, 2020).
X. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan kebutuhan aktivitas menurut Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (2018) adalah :
Kode
SDKI/Diagnosa Luaran Intervensi
Keperawatan
Nyeri akut Setelah dilakukan ❖ Manajemen nyeri
(D.0077) tindakan selama 3x24 (1.08238)
jam diharapkan Observasi
tingkat nyeri - Identifikasi lokasi,
menurun dengan karakteristik, durasi,
kriteria hasil sebagai frekuensi, kualitas,
berikut : intensitas nyeri
- Keluhan nyeri - Identifikasi skala nyeri
menurun - Identifikasi respon
- Meringis menurun nyeri non verbal
- Sikap protektif - Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
- Gelisah menurun memperingan nyeri
- Kesulitan tidur
menurun Terapeutik
- Frekuensi nadi - Berikan teknik
normal nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain
Edukasi
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam
pemberian analgetik jika
perlu
Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
Mobilitas Fisik tindakan selama 3x24 (I.05173)
[D.0054] jam diharapkan Observasi
mobilitas fisik Identifikasi adanya
meningkat dengan nyeri atau keluhan
kriteria hasil sebagai fisik lainnya
berikut : Identifikasi toleransi
fisik melakukan
1. Pergerakan pergerakan
ekstremitas Monitor frekuensi
meningkat jantung dan tekanan
2. Kekuatan otot darah sebelum
meningkat memulai mobilisasi
3. Rentang Monitor kondisi
gerak (ROM) umum selama
meningkat melakukan mobilisasi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis: pagar
tempat tidur)
Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis:
duduk di tempat tidur,
duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
DAFTAR PUSTAKA
Abbasi, S. H. et al. (2018) ‘Ethnic Differences in the Risk Factors and Severity of
Coronary Artery Disease: a Patient-Based Study in Iran’, Journal of Racial and
Ethnic Health Disparities. Journal of Racial and Ethnic Health Disparities, 5(3),
pp. 623–631. doi: 10.1007/s40615-017-0408-3.
Aini, L., Reskita, R. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan
Nyeri pada Pasien Fraktur. Jurnal Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Agustus 2018
ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online) http://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JK
Andarmoyo. 2017. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta: Ar-Ruzz. Media
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
EGC.