Anda di halaman 1dari 2

NAMA: Nurcahaya

NPM:922862010059

*Perbedaan Muhammadiyah Dan Salafi

Muhammadiyah sering diasosiasikan sebagai bagian dari gerakan Salafi. Gerakan yang secara
genealogi pemikiran merujuk pada Ahmad Ibn Hanbal (780-855 M), Ibn Taimiyah (1268-1328 M),
dan Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792 M) ini memang memiliki kemiripan dengan
Muhammadiyah. Namun, Ketua PP Muhammadiyah Agung Danarto membeberkan perbedaan
Muhammadiyah dengan Salafi, apa saja?

Pertama, Meski Muhammadiyah dan Salafi sama-sama memiliki slogan kembali pada Al-Quran dan
Al Sunah, namun metode pembacaannya berbeda. Menurut Agung, Muhammadiyah memahami
dengan menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Salafi memahaminya secara
literal. Pemahaman literal inilah yang membawa mereka pada pendapat tersulit dengan dalih kehati-
hatian.

Kedua, dalam wacana komoderenan, kata Agung, Muhammadiyah menerima kemodernan dan
melakukan modernisasi. Salafi menolak modernisasi, tapi menerima produk teknologi.
“Muhammadiyah menerima budaya barat yang sesuai dengan ajaran Islam dan menolak yang tidak
sesuai. Salafi menolak budaya Barat,” tuturnya dalam acara Pengajian Ramadan 1444 H pada Sabtu
(25/03).

Ketiga, pada persoalan budaya lokal, Muhammadiyah menerima budaya lokal dan melakukan
islamisasi terhadap budaya lokal yang tidak sesuai. Sementara Salafi menolak budaya lokal dan
mengacu pada budaya Arab yang tergambar dalam hadis.

Keempat, Muhammadiyah melakukan amar ma’ruf secara individual dan kelembagaan. Secara
individual dilakukan melalui pengajian, kultum dan tabligh. Secara kelembagaan dilakukan secara
sistematis melalui ama usaha. Nahi Munkar dilakukan secara sistemik. Salafi melakukan dengan
tahzir dan hajr al-mubtadi’. Tahzir adalah memperingatkan. hajr al-mubtadi’ adalah mengisolasi /
menyingkirkan pelaku bid’ah.

Kelima, Muhammadiyah mendirikan NKRI dan memperjuangkannya agar menjadi baldatun


thayyibatun wa rabbun ghafur. Sementara dalam tubuh Salafi terdapat perbedaan pandangan. Salafi
Yamani patuh pada pemerintah NKRI tapi pasif. Dakwah mereka terfokus pada pembinaan akidah
dan akhlak. Sedangkan Salafi Haraki dan Jihadi ingin mengganti dengan pemerintahan/negara Islam.

“Muhammadiyah memandang NKRI sudah cukup, tinggal mengisinya agar sesuai dengan ajaran
Islam. Salafi Yamani apolitik, tetapi mengidolakan kehidupan berbangsa seperti zaman Nabi. Salafi
Haraki dan Jihadi memperjuangkan terbentuknya negara Islam,” ucap Agung.

Keenam, Muhammadiyah berpandangan bahwa akal adalah perangkat yang dianugerahkan Tuhan
kepada manusia untuk bisa survive. Akal berfungsi untuk memahami alam dan teks keagamaan. Teks
keagamaan perlu dipahami dengan menggunakan akal karena Islam diturunkan untuk semua umat
manusia dengan berbagai latar budaya dan peradaban yang berbeda. Salafi mengabaikan peran akal
dalam menafsirkan teks keagamaan. Bagi mereka, kebenaran itu tunggal dan hanya terletak dalam
wahyu. Wahyu adalah sumber pertama manusia dan sumber terakhir yang tidak bisa diperselisihkan.
Konsekuensinya, Muhammadiyah berpandangan bahwa rasionalitas dan pengembangan ilmu sosial
diperlukan untuk memahami teks dan untuk membangun peradaban manusia yang maslahah dan
islami. Salafi berpandangan bahwa rasionalitas dan pengembangan ilmu sosial adalah bid’ah. Anti
filsafat dan anti tasawuf.

Ketujuh, menurut Muhammadiyah, perempuan memiliki peran domestik dan publik. Perempuan
boleh menjadi pejabat publik dan boleh bepergian tanpa mahram bila keadaan aman dan terjaga
dari fitnah. Menurut salafi, peran perempuan adalah sektor domestik, sedangkan sektor publik
adalah milik laki laki. Perempuan bepergian harus bersama mahram.

“Menurut Muhammadiyah, perempuan sebagaima na laki laki harus mendapatkan pendidikan


setinggi tingginya di semua bidang ilmu. Menurut Salafi, perempuan perlu mendapatkan pendidikan
yang baik terutama keagamaan dan yang menopang peran domestiknya,” ucap Agung.

Kedelapan, bagi Muhammadiyah, pakaian yang penting menutup aurat. Boleh memakai pakaian
tradisional, lokal, ataupun Barat. Batik, sarung, peci, jas, celana panjang, kebaya, dan sejenisnya,
biasa dipakai di Muhammadiyah. Cara berpakaian salafi membiasakan empat identitas: jalabiya
(pakaian panjang), isbal (celana cingkrang), lihya (jenggot), dan niqab (cadar).

Kesembilan, bermusik, bernyanyi, main drama, teater menurut Muhammadiyah bisa menjadi media
dakwah. Bagi salafi, seni jenis itu adalah bid’ah dan haram. Nonton TV, mendengarkan radio dan
hiburan adalah dilarang.

Muhammadiyah dan Pembaruan Islam

Ketiga, Muhammadiyah berdakwah kepada muslim dan non-muslim, sedangkan Salafi hanya kepada
muslim saja; keempat, Muhammadiyah ikut mendirikan dan memperjuangkan NKRI agar menjadi
baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur, sedangkan Salafi haraki dan jihadi ingin mengganti dengan
negara Islam.

Selanjutnya, Agung juga menjelaskan perbedaan keduanya dalam konteks peran dan posisi
perempuan. “Menurut Muhammadiyah, perempuan memiliki peran domestik dan publik.
Perempuan boleh menjadi pejabat publik dan boleh bepergian tanpa mahram bila keadaan aman
dan terjaga dari fitnah,

Sementara itu, kata dia, Salafi memandang bahwa perempuan hanya memainkan peran di sektor
domestik. Adapun sektor publik hanya diperuntukkan bagi laki-laki. Selain itu, perempuan juga harus
bepergian bersama mahramnya.

Anda mungkin juga menyukai